Disusun Oleh :
2017
1
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Sistem Kardiovaskuler. Kami berterima kasih kepada Ibu Windasari
Aliarosa,S.Kep.,MAN selaku koordinator mata kuliah Sistem Imun dan
Hematologi.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya
akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah (Hoffbrand,
Pettit & Moss, 2005). Leukemia merupakan kanker pada jaringan
pembuluh darah yang paling umum ditemukan pada anak (Wong,
Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008; American Cancer
Society, 2009). Leukemia yang terjadi pada umumnya leukemia akut,
yaitu Acute Limfoblastic Leukemia(ALL) dan Acute Mieloblastic
Leukemia(AML). Lebih kurang 80% leukemia akut pada anak adalah ALL
dan sisanya sebagian besar AML (Rudolph, 2007).
Yayasan Ongkologi Anak Indonesia menyatakan bahwa menurut
data dari World Health Organization (WHO), setiap tahun jumlah
penderita kanker anak terus meningkat. Jumlahnya mencapai 110 sampai
130 kasus per satu juta anak per tahun. Di Indonesia, setiap tahun ada kira-
kira 11.000 kejadian kanker anak, dan 650 kasus kanker anak di Jakarta.
Jenis kanker anak yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah
leukemia dan retinoblastoma. Di kota Padang, khususnya RSUP Dr. M.
Djamil ditemukan bahwa ALL merupakan kasus terbanyak yang dirawat
dibandingkan dengan retinoblastoma dan AML, disepanjang tahun 2013
terdapat sebanyak 184 anak dengan ALL dan 6 anak yang menderita
AML, serta terdapat 40 orang anak dengan retinoblastoma (Data rekam
medik pasien instalansi rawat inap RSUP Dr. M. Djamil, 2013).
Pengobatan utama leukemia yang digunakan adalah kemoterapi
karena sel leukemik dari penderita leukemia biasanya cukup sensitif
terhadap kemoterapi pada saat diagnosis (Rudolph, 2007). Kemoterapi
adalah perawatan berulang dan teratur yang diberikan secara kombinasi,
dengan lama pengobatan selama dua sampai tiga tahun bagi pasien ALL
4
(Davey, 2005 dikutip dari Gamayanti, Rakhmawati, Mardhiyah & Yuyun,
Mekanisme kerja kemoterapi yang bersifat tidak selektif dan terapi
kombinasi menyebabkan toksisitas obat meningkat. Toksisitas kemoterapi
secara umum dapat dibagi dua yaitu bersifat akut dan jangka panjang.
Toksisitas akut terjadi segera setelah pemberian kemoterapi (jamminggu)
dan bersifat sementara, sedangkan toksisitas jangka panjang bersifat
permanen. Toksisitas akut antara lain depresi sumsum tulang,
mual,muntah, alopesia, mukositis orointestinal, alergi, kelainan fungsi hati
dan ginjal.
Beberapa obat kemoterapi bersifat unik oleh karena toksisitas obat
bersifat spesifik terhadap organ atau jaringan tertentu permanen (Vassal,
2005). Menurut Rudolph (2007), ada strategi dasar untuk pengobatan ALL
yang terdiri atas: fase induksi, pengobatan sistem saraf pusat
presimtomatis, fase konsolidasi, dan fase rumatan (maintenance).
Pada kemoterapi pertama yang diberikan pada anak penderita
leukemia yakni fase induksi, sangat ketat dan kadang-kadang komplikasi
dapat cukup serius dan mengancam jiwa (American Cancer Society,2013).
Menurut penelitian Ariawati, Windiastuti, dan Gatot (2007), yang
mendapatkan hasil bahwa pemberian kemoterapi ALL pada fase induksi
dan fase profilaksis SSP memperlihatkan berbagai toksisitas akut, seperti
gejala mual dan muntah yang terjadi paling banyak setelah pemberian
MTX dosis 1 g/m.
kemudian setelah pemberian MTX intratekal. Dampak lainnya
yang terjadi seperti neuropati setelah pemberian vinkristin dan setelah
pemberian MTX 1 g/m selanjutnya juga dijumpai adanya yang mengalami
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dengan hasil kultur
Staphillococcus epidermidis dan penurunan hemoglobin, leukosit,
trombosit pada minggu pertama dan kedua fase induksi kemungkinan
disebabkan oleh pendesakkan blas dalam sumsum tulang.
Nency (2011), juga menyebutkan bahwa fase induksi bertujuan
untuk mencapai remisi, untuk itu digunakan vincristin, glukokortikoid
5
ditambah L-asparaginase dan antrasiklin untuk dapat mencapai angka
remisi 95%. Pemakaian empat obat dalam fase induksi selain dapat
meningkatkan durasi remisi, namun juga dapat menimbulkan banyak
komplikasi karena mielosupresi. Mielosupresi pada ALL disebabkan oleh
invasi sel ganas pada sumsum tulang maupun karena pemberian
kemoterapi yang intensif.
Hal ini akan menyebabkan kondisi anemia dan trombositopenia.
Kehilangan darah akibat trombositopenia juga akan memperberat kondisi
anemia dan tidak jarang berakhir pada kematian, sehingga terapi suportif
sangat diperlukan. Sebelum era transfusi trombosit, Pengalaman pertama
ibu yang mendampingi anak menjalani kemoterapi dapat mempengaruhi
kualitas hidup dari ibu, Hal ini sesuai dengan penelitian Klassen et al.,
(2008) yang mengatakan bahwa orang tua yang memiliki anak dengan
kanker menunjukkan kualitas hidup yang rendah.
Berbeda dengan penelitian Gamayanti et al., (2012) bahwa ibu
dengan anak penderita leukemia yang menjalani kemoterapi memiliki
kualitas hidup tinggi. Kualitas hidup keluarga tinggi karena keluarga telah
beradaptasi dengan tanggung jawab perawatan sejak anak mengalami
sakit.
Hal ini membuktikan bahwa keluarga khususnya ibu yang
mendampingi anak menjalani kemoterapi dapat beresiko untuk menjadi
maladapftif dalam waktu yang lama. Oleh sebab itu, untuk mencegah
terjadinya maladaptif yang terlalu lama pada ibu maka peneliti tertarik
untuk meneliti bagaimana pengalaman pertama ibu mendampingi anak
penderita acute limfoblastic leukemiamenjalani kemoterapi fase induksi.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana
pengalaman ibu dalam mendampingi anak penderita acute limfoblastic
leukemiamenjalani kemoterapi pertama fase induksi. Dengan informasi
tersebut, maka diharapkan perawat anak dan pihak-pihak yang terkait
dalam perawatan anak penderita leukemia yang menjalani kemoterapi
dapat termotivasi dan segera memberikan tindakan keperawatan
6
berdasarkan masalah yang dirasakan oleh ibu selama mendampingi anak
kemoterapi fase induksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan leukimia?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab leukimia?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami
leukimia?
C. Tujuan Penulis
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem imun dan hematologi
2. Untuk mengetahui definisi leukimia
3. Untuk mengetahui penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi,
pathway serta penatalaksanaan pada penyakit leukimia
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami
penyakit leukimia
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi
(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering
disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. (Hidayat, 2006).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak
atau multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. (Nursalam, 2005).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen-elemen sumsum normal.
(Baughman, 2000, hal : 336).
Leukemia merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. (Ngastiyah, 1997).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imaturdalam
jaringan pembentukan darah. (Suriadi, 2006)
Jadi dapat disimpulkan bahwa leukemia adalah penyakit akibat
terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering
disertai adanya leukosit jumlah yang berlebihan dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dibagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya yaitu :
1. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA disebut juga leukemia mielogenus akut atau leukemia
granulositik akut (LGA) yang di karakteristikkan oleh produksi
berlebihan dari mieloblast. LMA sering terjadi pada semua usia, tetapi
jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi sumsum tulang
dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
8
anemia, perdarahan, dan infeksi, tetapi jarang disertai keterlibatan organ
lain.
2. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA sering menyerang pada masa anak anak dengan presentase 75%
- 80%. LLA menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik yang
menyebabkan anemia, memar (trombositopeni), dan infeksi
(neutropenia). Limfoblas biasanya di temukan dalam darah tepi dan
selalu ada di sumsum tulang, hal ini mengakibatkan terjadinya
limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali, tetapi 70% anak
dengan leukemia limfatik akut kini bisa disembuhkan.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK terjadi pada manula dengan limfadenopati generalisata dan
peningkatan jumlah leukosit disertai limfositosis, Perjalanan penyakit
biasanya jinak dan indikasi pengobatan adalah hanya jika timbul gejala.
4. Leukemia Mielositik Kronis (LMK)
LMK sering juga disebut leukemia granulositik kronik (LGK),
gambaran menonjol adalah :
a. Adanya kromosom Philadelphia pada sel-sel darah. Ini adalah
kromosom abnormal yang ditemukan pada sel-sel sumsum tulang.
b. Krisis blast fase yang dikarakteristikkan oleh poroliferasi tiba-tiba
dari jumlah besar mieloblast. (Price, 1999)
9
a. Jantung
Adalah organ berongga, terletak di mediastinum diantara kedua
paru-paru didalam rongga dada diatas diafragma. Fungsinya adalah
memompa darah kaya oksigen kedalam system arteri (yang
membawanya ke sel-sel) dan menampung darah dari system vena
dan meneruskannya ke paru untuk reoksigenasi. Fungsi arteri,
kapiler, vena, dan pembuluh limfe adalah membawa darah kedalam
sel di seluruh tubuh.
b. Pembuluh darah
1) Arteri (pembuluh nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan kanan.
2) Kapiler (pembuluh rambut)
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal
dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak nampak, kecuali
dibawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman diseluruh
jaringan tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang
lain menjadi pembuluh darah yang lebih besar yang disebut
vena.
3) Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung.
4) Darah
Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas
elemen berbentuk yaitu sel-sel darah dan trombosit dan suatu
substansi interselular cair yaitu plasma darah. Ada dua jenis
utama sel-sel darah yang digambarkan menurut penampilannya
dalam keadaan segar tanpa pulasan yaitu sdarah merah
(eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). (Leeson. 1997.hal :
134 ).
Proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat tiga
tempat, yaitu:
10
1. sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis
adalah :
a. Tulang vertebrae
b. Sternum ( tulang dada)
c. Costa (tulang iga)
2. Hepar
Merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar
pada tubuh manusia.
3. Limpa
Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen. Limpa
berbentuk setengah bulan berwarna kemerahan. Limpa
adalah organ berkapsula dengan berat normal 100-150
gr. Limpa mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ
limfoid dan memfagosit material tertentu dalam
sirkulasi darah merah yang rusak.
Fungsi darah secara umum terdiri atas :
a. Sebagai alat pengangkut
Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru-paru
untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh,
mengangkut CO2 dari jarinagan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru, mengambil zat- zat makanan
dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
keseluruh jaringan tubuh ataualat tubuh,
mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit
dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit
penyakit dan racun yang akan membinasakan
tubuh dengan perantaraan leukosit, anti bodi, atau
zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh
11
C. Etiologi Dan Predisposisi
Terjadinya leukemia banyak hal yang mempengaruhi diantaranya :
a) Faktor Eksogen
1. Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan
leukemia meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi atau
kemoterapi.
2. Zat kimia, seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan
agen anti neoplastik. Terpapar zatkimia dapat menyebabkan displasia
sumsum tulang belakang,anemia aplastik dan perubahan kromosom
yang akhirnya dapat menyebabkan leukemia.
3. Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1 (Human
T Leukemia Virus )dari leukemia sel T manusia pada limfosit
seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu diisolasi dari sample
serum penderita leukemia sel T.
b) Faktor Endogen
1. Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit
herediter seperti sindrom down mempunyai insiden leukemia akut 20
x lipat dan riwayat leukemia dalam keluarga . insiden leukemia lebih
tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan
insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot.
2. Kelainan genetic, mutasi genetic dari gen yang mengatur sel darah
yang tidak diturunkan. (Price, 2006 : 248)
D. Patofisiologi
Leukemia adalah jenis gangguan pada system hemapoetik yang fatal
dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan
tidak terkendalinya proliferasi dari leukosit. Jumlah besar dari sel pertama-
tama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam sumsum tulang,
limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik dan
berlanjut ke organ yang lebih besar sehinggamengakibatkan hematomegali
12
dan splenomegali. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer serta mengganggu perkembangan sel normal.
Akibatnya, hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan
penurunan jumlah leukosit, eritrosit, dan trobosit. Eritrosit dan trombosit
jumlah hnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Proliferasi dari satu jenis sering mengganggu produksi normal sel
hematopoetik lainnya dan mengarah kepembelahan sel yang cepat dan
sitopenia atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah putih
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun.
Trombositopeni mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan oleh
ptekie dan ekimosis atau perdarahan dalam kulit, epistaksis atau perdarahan
hidung, hematoma dalam membrane mukosa,serta perdarahan saluran cerna
dan saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh
infark tulang. (Long, 1996 : 704).
E. Pathway
( Terlampir )
F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia,
perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan. Purpura merupakan hal yang umum serta hepar dan lien
membesar. Jika terdapat infiltrasi kedalam susunan saraf pusat dapat
ditemukan tanda meningitis. Cairan serebro spinal mengandung protein
yang meningkatkan dan glukosa yang menurun. Tampaknya juga terdapat
beberapa hubungan antara leukemia dan sindrom down (mongolisme) :
1. Pucat,
2. Malaise,
3. Keletihan(letargi),
4. Perdarahan gusi,
5. Mudah memar
13
6. Petekia dan ekimosis
7. Nyeri abdomen yang tidak jelas
8. Berat badan turun
9. Iritabilitas
10. Muntah
11. Sakit kepala (pusing) (Hidayat, 2006 : 45)
G. Penatalaksanaan
a. Transfusi darah
Diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gr%. Pada trombositopenia yang
berat dan perdarahan yang massif dapat diberikan transfuse trombosit.
b. Kortikostiroid seperti prednisone, kortison, deksametason dan
sebagainya.
Setelah dicapai remisi (sel kanker sudah tidak ada lagi dalam tubuh dan
gejala klinik membaik ), dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi :
vinkristine, asparaginase, prednisone, untuk terapi awal dan dilanjutkan
dengan kombinasi mercaptopurine, metotrexate, vincristine, dan
prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah kraniospinal dan
injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah
kekambuhan pada system saraf pusat. Infeksi sekunde dihindarkan (bila
mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang bebas hama).
d. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang baru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia yang cukup rendah (105-106), imuno
terapi diberikan. Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Crynae bacterium dan dimaksutkan agar
terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.
Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikansel leukemia yang
telah diradiasi.
e. Transplantasi sumsum tulang.(Ngastiyah, 2005)
14
H. Asuhan Keperawatan
1. Demografi
a. Usia : Lebih sering terjadi pada anak yang berusia 2-5 tahun. Jenis
leukemia ( limfositik myeloid akut ).lebih sering di temukan pada
anak umur 15th
b. Ras : Lebih banyak terkena pada anak kulit putih
c. Lingkungan : Banyak polutan
d. Jenis kelamin : sering menyerang kaum laki-laki.
2. Data fokus
a. Aktivitas
Gejala : Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas biasanya.Tanda : Kelelahan otot, peningkatan
kebutuhan tidur, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi Tanda : Takikardi, membran mukosa pucat, dan
tanda perdarahan serebral.
c. Eliminasi
Gejala : Diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang pada
tisu,feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urin
d. Integritas ego
Gejala : Perasaan tak berdaya / tidak ada harapan.Tanda : Depresi,
menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
alam perasaan.
e. Nutrisi dan cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, penurunan
berat badan, faringitis disfagia.
Tanda : Distensi abdominal, penurunan bunyi usus, splenomegali,
hepatomegali, ikterik, hipertrofi gusi (infiltrasi gusi mengindikasikan
leukemia monositik.
15
f. Neuro sensori
Gejala : Penurunan koordinasi, perubahan alam perasaan, kacau,
kurang konsentrasi, kebas, kesemutan. Tanda : Otot mudah
terangsang, aktivitas kejang.
g. Nyeri atau kenyamanaan
Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang atau sendi, nyeri
tekan eksternal, kram otot. Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi,
gelisah, focus pada diri sendiri.
h. Pernafasaan
Gejala : Nafas pendek dengan kerja minimal Tanda : Dispnue,
takhipnea, batuk, ronkhi.
i. Keamanan
Gejala : Riwayat saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan,
perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal. Tanda :
Demam, infeksi, kemerahan, purpura, perdarahan gusi epistaksis,
pembesaran nodul limfe (sehubungan dengan invasi jaringan).
3. Data Penunjang
a. Hitung darah lengkap :
1. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/ 100 ml.
2. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (kurang dari
50.000/mm ).
3. Sel Darah Putih : mungkin lebih dari 50.000 /cm dengan
peningkatan sel darah putih imatur (mungkin menyimpang
kekiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
b. Pemeriksaan sel darah tepi :
Biasanya menunjukkan anemia dan trobositopenia, tetapi juga dapat
menunjukkan leucopenia, leukositosis tergantung pada jumlah sel
yang beredar.
c. Asam urat serum / urine : mungkin meningkat
d. Biopsi sumsum tulang : Sel darah merah abnormal biasanya lebih
dari 50% atau lebih dari sel darah putih pada sumsum tulang. Sering
16
60% - 90% dari sel blast, dengan prekusor eritrosit,sel matur, dan
megakariositis menurun.
e. Biopsi nodus limfa :Pemeriksaan ini akan memperlihatkan
proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa akan
terdesak seperti limfosit normal dan granulosit.(Doengoes, 2000)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuat
pertahanan sekunder : gangguan dalam kematangan sel darah putih,
peningkatan jumlah limfosit imatur, imunosupresi, penekanan sumsum
tulang.
2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan
berlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan pemasukan cairan
(mual,anoreksia), peningkatan kebutuhan cairan(status hipermetabolik,
demam).
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan agen fisikal
(pembesaran nodul limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan dengan
sel leukemik ), agen kimia (pengobatan anti leukemik ).
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan
cadangan energi, peningkatan laju metabolik dari produksi leukosit
massif, ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik.
7. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia.
8. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan pada sumber, salah
interpretasi informasi.
17
J. Intervensi
1. Diagnosa I : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak
adekuat pertahanan sekunder : gangguan dalam kematangan sel darah
putih, peningkatan jumlah limfosit imatur , imunosupresi , penekanan
sumsum tulang. Tujuan : Mencegah timbulnya infeksi. Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko
infeksi.
b. Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
keamanan lingkungan, meningkatkan penyembuhan.
c. Intervensi :
1. Tempatkan pada ruang khusus,.batasi pengunjung sesuai
indikasi.
Rasional : Melindungi dari sumber potensial pathogen.
2. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua
petugas dan pengunjung.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / menurunkan resiko
infeksi.
3. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
Rasional : Meningkatkan pembentukan antibody dan mencegah
dehidrasi.
4. Kolaborasi : Awasi pemeriksaan laboratorium ( hitung darah
lengkap ). Rasional : Meyakinkan adanya infeksi,
mengidentifikasi organisme spesifik dan terapi tepat.
2. Diagnosa II : Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan
kehilanganberlebihan (muntah, perdarahan, diare), penurunan
pemasukan cairan (mual, anoreksia). Tujuan : Mempertahankan
kebutuhan cairan. Kriteria hasil :
a. Menunjukkan volume cairan adekuat,dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi teraba, haluaran urin, berat jenis dan PH dalam batas
normal.
b. Mengidentifikasi faktor resiko individual intervensi yang tepat.
18
c. Melakukan perubahan pola hidup / perilaku untuk mencegah terjadi
defisit volume cairan.
d. Intervensi :
1. Awasi masukan / haluaran. Hitung kehilangan tak kasat mata dan
keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urin pada adanya
pemasukan adekuat, ukur erat jenis dan PH urin.
Rasional : Penurunan sirkulasi sekunder terhadap destruksi SDM
dan pencetusnya pada tubulus batu ginjal (sehubungan dengan
peningkatan kadar asam urat / dapat menimbulkan retensi urin /
gagal ginjal ).
2. Berikan cairan IV sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan atau elektrolit
pada tak adanya pemasukan melalui oral, menurunkan resiko
komplikasi ginjal
3. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan /
perdarahan. Rasional : Bila perdarahan terjadi meskipun dengan
sikat halus dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
4. Perhatikan adanya mual dan demam.
Rasional : Mempengaruhi pemasukan, kebutuhan cairan dan rute
penggantian.
5. Kolaborasi Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : trobosit,
hemoglobin, hematokrit, pembekuan atau supresi sumsum tulang
sekunder terhadap obat anti neoplastik), pasien cedera,
perdarahan spontan yang mengancam hidup. Penurunan
hemoglobin, hematokrit indikasi perdarahan (mungkin samar).
3. Diagnosa III : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan :Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan. Kriteria hasil :
a. Mual dan muntah berkurang atau bahkan menghilang,
b. berat badan dapat dipertahankan,
19
c. klien bisa menghabiskan makan 1 porsi.
d. Intervensi
1. Monitor pemasukan dan pengeluaran makanan.
2. Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering.
4. Rasional : Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan.
5. Pastikan pola diit makanan yang disukai dan tidak disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit.
Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk
memenuhi kebutuhan individual.
4. Diagnosa IV : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan agen
fisikal (pembesaran nodus limfe), agen kimia (pengobatan anti
leukemia).
Tujuan : Kebutuhan nyaman terpenuhi, klien tidak merasakan nyeri.
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri terkontrol / hilang.
b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c. Tampak rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tenang.
d. Intervensi :
1. Kaji skala nyeri, kaji ttv, perhatikan petunjuk non verbal.
Rasional : Mengidentifikasi terjadi komplikasi dan membantu
2. mengevaluasi pernyataan verbal keefektifan intervensi. Berikan
lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan meningkatkan
kemampuan koping.
3. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi ekstremitas
dengan bantal.
20
Rasional : Dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang / Bantu
latihan rentang gerak lembut.
4. Ubah posisi secara periodic dan berikan atau bantu latihan
rentang gerak lembut.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
5. Berikan tindakan kenyamanan (misal pijitan, kompres
dingin)dan dukungan psikologi.
Rasional : Meminimalkan kebutuhan /menaikkan efek obat.
6. Kaji ulang tingkat kenyamanan pasien sendiri, posisi, aktivitas
fisik, atau non fisik dan sebagainya.
Rasional : Penanganan terhadap nyerimelibatkan pasien,
memberikan penguatan positif, meningkatkan rasa kontrol dan
menyiapkan intervensi yang bisa digunakan sewaktu pulang.
7. Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien .
Rasional : Perilaku untuk menghilangkan nyeri dapat membantu
pasien mengatasinya lebih efektif.
8. Dorong penggunaan teknik manajemen nyeri, missal : latihan
relaksasi atau nafas dalam, bimbingan imajinasi.
9. Rasional : Memudahkan relaksasi, terapi farmakologis tambahan
dan meningkatkan kemampuan koping.
10. Kolaborasi :Awasi kadar asam urat.
Rasional : Penggantian cepat dan destruksi sel leukemia selama
kemoterapi meningkatkan asam urat, menyebabkan
pembengkakan dan nyeri sendi.
11. Berikan obat sesuai indikasi : analgesic, contoh : asetaminofen
(Tylenol ). Rasional : Diberikan untuk nyeriringan yang tidak
hilang dengan tindakan kenyamanan.
12. Narkotik, missal : kodein, meperdin (Demerol), morfin,
hidromorfon (dilaudis).
13. Rasional : Digunakan bila nyeri berat. Penggunaan ADP
mungkin menguntungkan dalam pencegahan puncak Agen
21
ansietas, contoh : diazepam (valium), lorazepam (ativan).
Rasional : Mungkin diberikan untuk meningkatkan kerja
analgetik / narkotik.
5. Diagnosa V :Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
umum, penurunan cadangan energi, peningkatan laju metabolic dari
produksi leukosit massif, ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (anemia, hipoksia ). Tujuan : Pasien dapat
melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
a. pasien melaporkan adanya peningkatan toleransi aktifitas yang dapat
diukur.
b. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran.
c. Dapat berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat dilakukan sehari-
hari sesuai dengan tingkat kemampuan pasien.
d. Intervensi :
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : Efek leukemia, anemia, dan kemoterapi mungkin
komulatif (khususnya pada fase pengobatan akut dan aktif).
2. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan
dorong istirahat sebelum makan. Rasional : Menghemat energi
untuk aktifitas dan regenerasi selular / penyembuhan jaringan.
3. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh : lebih baik
duduk dari pada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi. Bantu
ambulasi / aktivitas lain sesuai indikasi.
Rasional : Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan
diri. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan
mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi.
Rasional : Dapat meningkatkan pemasukan dengan menurunkan
mual.
4. Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
22
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
seluler.
6 Diagnosa VI : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan melemahnya kemampuan fisik.(Carpenito, 2001 : 156) Tujuan :
Mempertahankan kemampuan motorik dan kemampuan komunikasi
verbal. Kriteria hasil :
a. Anak mampu mempertahankan perkembangannya sesuai usia,
b. orang tua mengerti tugas-tugas perkembangan secara normal sesuai
usia,
c. orang tua mengerti dan mampu menstimulasi perkembangan anak
sesuai usia
d. Intervensi :
1. Ajari orang tua tentang perkembangan anak sesuai usia
2. Perkuat perkembangan kata-kata dengan pengulangan kata yang
digunakan anak
3. Ajak anak bermain untuk merangsang kemampuan motorik dan
pendengaran Kaji tingkat perkembangan yang telah dicapai oleh
anak
7 Diagnosa VII :Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia.
(Wong, 2003 : 598) Tujuan : Anak atau keluarga menunjukkan koping
positif Kriteria hasil :
a. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan
rambut, anak tampak bersih dan berpakaian rapi.
b. Intervensi :
1. Anjurkan anak untuk menjaga rambut yang tipis tetap bersih
2. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3-6 bulan dan
mungkin warnanya berbeda
3. Ajarkan anak untuk meningkatkan highline.
8 Diagnosa VIII: Kurang pengetahuan tentang penyakit, proknosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan pada sumber,
salah interprestasi informasi.
23
Tujuan : Pasien mengetahui dan memahami penyakit, proknosis, dan
pengobatan yang diberikan Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan paham terhadap kondisi / proses penyakit dan
pengobatan.
b. Melakukan perubahan pola hidup yang perlu.
c. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
d. Intervensi :
1. Kaji ulang patologi bentuk khusus leukemia dan berbagai bentuk
pengobatan. Rasional : Pengobatan dapat termasuk berbagai obat
anti neoplastik, radiasi seluruh tubuh atau hati / limpa, transfuse,
dan transplantasi sumsum tulang.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit leukemia.
3. Rasional : Pasien lebih mengertimdan memahami apa itu penyakit
leukemia dan tahu cara pengobatan dan pencegahannya.
(Doengoes, 2000)
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. BIODATA
a. Identitas Pasien
Nama : An. X
Umur/ Tanggal lahir : 6 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa :-
Diagnosa Medis : Leukimia Limfosit Akut
Alamat :-
25
immunisasi lengkap. Ibu klien juga telah memberikan kapsul zat Fe
kepada klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
V. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum dan kesadaran
BB/ TB : 14,5 kg
b. Sistem persepsi sensori
c. Sistem respirasi
d. Sistem kardiovaskuler
e. Sistem integumen
f. Sistem pencernaan
BB: 14,5 kg
g. Sistem perkemihan
h. Sistem imun dan hematologi
WBC: 2,4 g/dl , HB: 2,7 g/dl , Platelet 17.000
i. Sistem reproduksi
j. Sistem muskulokeletal
k. Sistem endokrin
l. Sistem neurologi
26
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG / LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan darah rutin (CBC)
WBC 2,4 g/dL 4000-9000 g/dL
Hb 2.7 g/dL 12-16 g/dL
Platelet 17000 g/dL 150.000-450.000
g/dL
Hemapoesis terganggu
27
poliferasi Sel darah merah
imatur
penurunan eritosit
Anemia
Hemapoesis terganggu
28
poliferasi Sel darah merah
imatur
Leukosit imatur
Sendi + Tulang
Infiltrasi periosteal
Kelemahan sendi+tulang
Nyeri
29
febris. Depresi produk sumsum
tulang
Hemapoesis terganggu
Leukosit imatur
Febris
infeksi
Hemapoesis terganggu
30
poliferasi Sel darah merah
imatur
Trombosit
Trombositopenia
Pembekuan darah
Resiko Perdarahan
Hemapoesis terganggu
31
Leukosit imatur
GI
X. PERENCANAAN KEPERAWATAN
32
No. Dx. Tujuan Intervensi Rasional
1. A Tupen : 1. Monitor tanda- 1. Memberikan
Setelah diberikan tanda vital klien informasi tentang
asuhan keperawatan derajat/ keadekuatan
1x24 jam perfusi jaringan dan
ketidakefektifan perfusi membantu
jaringan perifer teratasi menentukan
dengan kriteria hasil : kebutuhan intervensi
1. TTV normal 2. Catat keluhan rasa 2. Vasokontriksi (
2. Pucat berkurang dingin, pertahankan keorgan vital )
suhu lingkungan menurunkan sirkulasi
Tupan : dan tubuh hangat perifer kenyamanan
Setelah diberikan sesuai indikasi. pasien/ kebutuhan
asuhan keperawatan rasa hangat harus
2x24 jam seimbang dengan
ketidakefektifan perfusi kebutuhan untuk
jaringan perifer teratasi menghindari panas
dengan kriteria hasil : berlebihan pencetus
1. TTV normal vasodilatasi (
2. Pucat berkurang penurunan perfusi
3. Hb organ ).
3. Monitor pernafasan 3. Dispeu, gemercik
klien. menunjukan GJK
karena tegangan
jantung
lama/peningkatan
kompensasi curah
jantung.
4. Kolaborasikan 4. Memaksimalkan
pemberian O2 sesuai transporoksigen ke
33
indikasi jaringan.
5. Kolaborasikan 5. Mengidentivikasi
awasi, pemeriksaan devisiensi dan
laboratorium kebutuhan
HB/HTC jumlah pengobatan/respon
SDM, GDA terapi.
34
3. C Tupan 1. Kaji tingkat nyeri 1. Membantu mengkaji
pasien dengan kebutuhan untuk
Setelah dilakukan
menggunakan skala intervensi, dapat
tindakan keperawatan
nyeri 1- 10. mengidentifikasi
selama 3 x 24 jam,
terjadinya
nyeri teratasi dengan
komplikasi.
kriteria hasil :
2. Berikan lingkungan 2. Meningkatkan
1. Nyeri berkurang yang tenang dan istirahat dan
2. Trombosit 30.000 kurangi rangsangan kemampuan koping.
L penuh stress.
3. Hb 4 g/dL 3. Berikan posisi yang 3. Dapat menurunkan
4. Bb 16 kg nyaman dan sokong ketidknyamanan
5. Leukosit 4 g/dL sendi, ekstermitas tulang / sendi.
6. TTV normal dengan bantal /
bantalan.
35
1. Nafsu makan 3. Berikan makan 3. Makan sedikit dapat
bertambah sedikit dengan menurunkan
frekwensi sering . kelemahan dan
Tupan
meningkatkan
Setelah dilakukan pemasukan juga
tindakan keperawatan mencegah distensi
selama 3 x 24 jam, gaster.
nutrisi kurang dari 4. Bantu pasien untuk 4. Meningkatkan nafsu
kebutuhan tubuh memenuhi oral makan dan
teratasi dengan kriteria higiena yang baik pemasukan oral,
hasil : sebelum dan menurunkan
sesudah makan. pertumbuhan bakteri,
1. Nafsu makan
Gunakan sikan sikat meminimalkan
bertambah
gigi yang halus kemungkinan infeksi.
2. Bb 17 kg
untuk penyikatan
yang lembut.
5. Kolaborasikan
pemberian asupan 5. Membantu dalam
makanan dengan membuat rencana
ahli gizi. diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
5. E Tupan 1. Monitor tanda 1. Penurunan jumlah
tanda perdarahan trombosit merupakan
Setelah dilakukan
dan penurunan adanya tanda- tanda
tindakan keperawatan
trombosit. perforasi pembuluh
selama 1 x 24 jam,
darah yang pada
resiko perdarahan tidak
tahap tertentu dapat
terjadi dengan kriteria
menimbulkan tanda
hasil :
klinis seperti
1. Trombosit perdarahan.
2. Hb 2. Anjurkan klien 2. Aktivitas yang tidak
36
3. Bb untuk banyak terkontrol dapat
4. Leukosit beristirahat. menyebabkan
terjadinya
perdarahan.
Tupan
3. Berikan penjelasan 3. Untuk mendapatkan
Setelah dilakukan pada keluarga untuk penanganan sesegera
tindakan keperawatan segera melaporkan mungkin.
selama 2 x 24 jam, jika terlihat adanya
resiko perdarahan tidak tanda tanda
terjadi dengan kriteria perdarahan.
hasil : 4. Antisipasi 4. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan
1. Trombosit 30.000
perdarahan dengan
L
menggunakan sikat
2. Hb 4 g/dL
gigi yang lunak dan
3. Bb 16 kg
memberikan
4. Leukosit 4 g/dL
tekanan pada area
tubuh setiap kali
selesai
penggambilan darah
37
BAB V
PEMBAHASAN
Selain itu terdapat kesamaan yang muncul dalam manifestasi klinis anatara
manifestasi yang ada di terori dengan yang muncul pada kasus yaitu :
Menurut teori Hidayat, 2006 : 45 tanda dan gejala awal leukemia dapat
termasuk demam, anemia, perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan
atau tanpa pembengkakan. Purpura merupakan hal yang umum serta hepar dan
lien membesar. Jika terdapat infiltrasi kedalam susunan saraf pusat dapat
ditemukan tanda meningitis. Cairan serebro spinal mengandung protein yang
meningkatkan dan glukosa yang menurun. Tampaknya juga terdapat beberapa
hubungan antara leukemia dan sindrom down (mongolisme) :
1. Pucat
2. Malaise
3. Keletihan(letargi)
4. Perdarahan gusi
5. Mudah memar
38
6. Petekia dan ekimosis
9. Iritabilitas
10. Muntah
1. Anemia
2. Pucat
3. Febris
39
6. Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur, kerusakan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot (deperesi sumsum tulang).
5. Resiko perdarahan
40
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi (pertumbuhan
sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering disertai adanya
leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat menyebabkan terjadinya
anemia trombositopenia. (Hidayat, 2006).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau
multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. (Nursalam, 2005).
B. Saran
Bagi Program Studi Keperawatan Semoga Karya Tulis ini dapat sebagai
bahan atau sumber bacaan di perpustakaan instansi pendidikan sekaligus
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan pada S1 Keperawatan
STIKes Budi Luhur Cimahi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Behrman Kliegman Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol 3.Jakarta :
Buku Kedokteran EGC
A.Aziz Alimun Hidayat. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika, 2008
42
E. Pathway
(Terlampir )
43
KASUS DAN PERTANYAAN
A. Skenario
Profil klien :
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun 5 bulan. Dirujuk ke salah satu klinik
anak karena gejala anemia berat, orangtuanya megatakan bahwa sejak
beberapa minggu yang lalu pasien sering tampak pucat, febris, dan mengeluh
nyeri pada kedua kakinya dan pada daerah sternum. Ibunya telah memberikan
kapsul zat Fe. Pasien belum pernah dirawat sebelumnya, tidak memiliki
riwayat alergi, dan telah mendapatkan imunisasi lengkap, pasien tinggal
dengan ayah, ibu, dan 6 saudara kandungnya, pasien sekarang duduk dikelas 1
Sekolah dasar dan sering dan sering tidak masuk sekolah karena sakit.
Studi Kasus:
1. BB klien 14.5 Kg
2. Dari hasil CBC didapatkan WBC 2.4 g/dL, hemoglobin 2,7 g/dL, dan
platelet count 17,000.
3. Dokter menyarankan agara klien dilakukan Brone Marrow Aspirate
(BMA)
B. Kata Kunci
44
6. Imunisasi lengkap :
a. < 7 hari : Hepatitis B (HB) 0
b. 1 Bulan : BCG, polio 1
c. 2 bulan : DPT/HB 1, Polio 2
d. 3 bulan : DPT/HB 2, Polio 3
e. 4 bulan : DPT/HB 3, Polio 4
f. 9 bulan : Campak
7. WBC : White blood cell/ sel darah putih / leukosit
8. Hb : Hemoglobin/ sel darah merah ( 11,5
13) g/dL
9. Platelet : Trombosit
10. Bone marrow Aspirate (BMA) : proses pemeriksaan sumsum tulang
belakang, dengan cara mengambil sedikit sample massa dari sumsum
tulang.
C. Pertanyaan Penting
D. Jawaban
1. Karena adanya zat yang abnormal yang tumbuh sangat banyak pada
sumsum tulang sehingga proses hemtopoiesis pada sumsum tulang
terganggu sehingga sel sel normal tidak dapat terproduksi dan
menyebabkan penurunan Hb sehingga klien mengalai gejala anemia
berat.
45
2. Nilai BB normal klien :
BBI = umur (tahun) x 2 + 8
=6x2+8
= 12 + 8
= 20 kg
3. Karena klien memiliki gejala anemia berat sehingga ibu memberikan zat
Fe yang mana zat tersebut merupakan faktor pembentuk sel darah merah.
4. Karena klien mengalami depresi produksi sumsum tulang yaitu keadaan
dimana terdapat sel sel abnormal dan ganas yang tumbuh pesat di
sumsum tulang sedangkan tubuh mengalami anemia berat maka sumsum
tulang tetap memproduksi sel darah namun sel darah yang keluar tersebut
adalah sel yang imatur sehingga selnya cepat pecah, namun karena
keadaan anemia ini maka sumsum tulang terus menerus memproduksi sel
darah sehingga lama-kelamaan sumsum tulang akan lelah dan
menimbulkan nyeri.
5. Bone marrow aspirate merupakan prosedur pengambilan sample pada
sumsum tulang untuk mengetahui apakah terdapat sel kanker pada
sumsum tersebut tidak. Ini merupakan pemeriksaan penting pada nyeakit
leukimia.
6. Karena sel darah putih klien menurun menyebabkan daya tahan tubuh
klien menurun dan klien mudah terinfeksi. Salah satu tanda infeksi adalah
feris (demam atau panas).
46