Anda di halaman 1dari 65

EVIDANCE BASED PRATICE NURSING

PENGARUH HIDROTERAPI (TERAPI MINUM AIR PUTIH) TERHADAP


PENURUNAN GULA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN DM DI RUANG
ZAITUN I RSUD AL-IHSAN
MAKALAH

Disusun Oleh :
Aldan Renaldi
Derith Syanie Nalle
Putri Ainun Zaskia
Risna Rosalina
Rosa Dwi Apriyani
Vina Juliani
Yusuf Mulyana

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Evidance Based Pratice Nursing yaitu
pemberian latihan ROM pada pasien dengan gangguan nmoilisasi. Kami
berterima kasih kepada Ibu Ns Siti Aminah, M.Kep selaku pembimbing
akdemik profesi Ners Medikal Bedah dan ibu Ns Nur Jamilah S.Kep
selaku pembimbing lapangan di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan..
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Baleendah, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................3
C. TUJUAN..................................................................................................................4
1. Tujuan Umum..................................................................................................4
2. Tujuan Khusus.................................................................................................4
D. MANFAAT...............................................................................................................4
1. Manfaat Teoristik.............................................................................................4
2. Manfaat Praktis................................................................................................5
BAB II ANALISIS JURNAL.............................................................................................5
A. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Latihan Range Of Motion (Rom)
Terhadap Keterampilan Keluarga Melakukan Rom Pasien Stroke................5
B. Hubungan Pengetahuan Rom Dengan Bimbingan Keluarga Melaksanakan
Rom Exercise Pada Pasien Stroke Di Rsu Gmm Bethesda Tomohon..........7
C. Pengaruh Latihan Range Of Motion Terhadap Rentang Gerak Sendi
Ekstremitas Atas Pada Pasien Pasca Stroke Di Makassar............................8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................10
A. HASIL....................................................................................................................11
B. PEMBAHASAN....................................................................................................14
1. Gambaran Tingkat Pengetahuan Keterampilan Keluarga Sebelum
Diberikan Intervensi Di Ruang Asal RSUD Al-Ihsan................................14
2. Gambaran Gambaran Tingkat Pengetahuan Keterampilan Keluarga
Setelah Diberikan Intervensi Di Ruang Asal RSUD Al-Ihsan..................15
3. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Latihan ROM Pasif terhadap
Peningkatan Pengetahuan Keterampilan Keluarga di Ruang Asal RSUD
Al-Ihsan...........................................................................................................15
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................19
A. KESIMPULAN......................................................................................................19
B. SARAN..................................................................................................................19

ii
1. Manfaat Teoristik...........................................................................................19
2. Manfaat Praktis..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar

gula dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah

satu tanda khas penyakit Diabetes Mellitus (DM), meskipun juga mungkin

didapatkan beberapa keadaan yang lain.

Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di

berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi

adanya peningkatan jumlah penyandang Diabetes Mellitus yang menjadi

salah satu ancaman global.

Jumlah penderita Diabetes Mellitus dari tahun ke tahun terus

mengalami peningkatan, perubahan gaya hidup menjadi salah satu

penyebab tingginya angka penderita DM di negara-negara berkembang.

WHO memperkirakan di tahun 2025 penderita DM usia diatas 20 tahun

adalah 300 juta orang dan mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun

2000 yaitu 150 juta orang (Sudoyo,2009).

Laporan statistik dari International Diabetes Federation (2015),

menunjukan bahwa, kasus diabetes mellitus sebesar 8,3% dari seluruh

penduduk dunia atau sekitar 387 juta kasus dan mengalami peningkatan

setiap tahunnya hingga 3%.

1
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (2013) Indonesia

merupakan negara ke-7 penderita diabetes mellitus terbesar di dunia

dengan 8,5 juta penderita pada kategori dewasa. Diperkirakan prevalensi

Diabetes Mellitus akan terus meningkat dengan perubahan gaya hidup dan

pola konsumsi makanan. Pada tahun 2030 di Indonesia diprediksi kasus

Diabetes Mellitus terus meningkat hingga 21,3 juta jiwa (RIKESDAS, 2013)

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,

prevalensi Diabetes Mellitus di Jawa Barat sebesar 1,3%. Data

RISKESDAS menyebutkan bahwa penderita Diabetes Mellitus pada jenis

kelamin laki-laki dengan perempuan relatif sama, dimana terjadi

peningkatan prevalensi penyakit sesuai dengan pertambahan umur.

Prevalensi Diabetes Mellitus cenderung lebih tinggi bagi penderita yang

tinggal di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan.

RSUD Al Ihsan merupakan salah satu rumah sakit di Jawa Barat

yang memiliki unggulan pelayanan Diabetik Center, Diabetes Melitus

menempati urutan ke 1 dari 10 besar penyakit di ruang Zaitun I RSUD Al

Ihsan pada tahun 2017, yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Prevalensi 10 Besar Penyakit di Klinik Endokrin RSUD

Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

No Nama Penyakit Jumlah


1 Non Insulin dependent diabetes mellitus non 10647
complications
2 Non toxic goitre, unspecified 2155
3 Unspecified diabetes mellitus without 351
complications
4 Essential (primary)hypertension 38
5 Insulin dependent diabetes mellitus without 34
complications
6 Diabetes Insipidus 10
7 Heart disease, unspecified 9
8 Arthrosis, unspecified 9
9 Nonspecific lymphadenitis,unspecified 7
10 Non insulin dependent diabetes mellitus with 7

2
peripheral
Jumlah 13277
Sumber :Data Rekam Medik RSUD Al Ihsan

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang tidak dapat

disembuhkan dan membutuhkan pengelolaan seumur hidup dalam

mengontrol kadar gula darahnya agar dapat meningkatkan kualitas hidup

penderita (Arisman 2013). Pasien dengan DM yang tidak dapat mengontrol

gula darahnya akan memiliki potensi mengalami komplikasi yang akan

merusak ke berbagai sistem tubuh. Peningkatan komplikasi dan angka

kematian penderita DM tipe 2 terjadi bila penderita tidak melakukan terapi

pengelolaan DM sesuai dengan saran yang telah diberikan oleh petugas

kesehatan.

Diabetes Mellitus dapat disebut juga dengan the silent killer sebab

penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan

berbagai macam keluhan. DM tidak dapat disembuhkan tetapi glukosa

darah dapat dikendalikan melalui 5 pilar penatalaksanaan DM seperti

edukasi, diet, olah raga , obat-obatan dan pengontrolan gula darah.

Salah satu gejala Diabetes Mellitus adalah adanya peningkatan

frekuensi buang air kecil (poliuria), pada penderita Diabetes Mellitus, ginjal

tidak dapat menyerap kembali gula yang berlebihan di dalam darah, gula ini

akan menarik air keluar dari jaringan, sehingga selain berkemih menjadi

sering dan banyak, juga akan merasa dehidrasi atau kekurangan cairan.

Manajemen hiperglikemia yang dapat dilakukan perawat dalam

aktivitas keperawatan untuk mengatasi masalah hiperglikemia adalah

mendorong pasien untuk meningkatkan intake cairan secara oral dan

memonitor status cairan pasien (Wagner, dkk 2013). Konsumsi air putih

membantu proses pemecahan gula (James, 2010 dalam Yuniarti , 2012)

3
Cairan merupakan komponen terbesar yang membentuk tubuh,

60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas cairan (Potter & Perry,

2010). Kekurangan air putih dapat menyebabkan dehidrasi yang berakibat

buruk pada kinerja organ organ tubuh, selain itu dehidrasi juga dapat

menyebabkan cepat lupa, sulit berkonsentrasi, mudah lelah bahkan sukar

menyelesaikan persoalan yang sederhana (Guyton & Hall, 2008). Air putih

mengandung dan terdiri dari senyawa hidrogen (H2) dan senyawa oksigen

(O2) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Sementara itu, air yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya adalah

sekitar 50 ml/kgBB/hari (Potter & Perry, 2010). Konsumsi air putih

(hidroterapi) atau ketika asupan air meningkat, ini dapat mencegah atau

menunda timbulnya hiperglikemia dan diabetes berikutnya (Roussel, 2011).

Hal ini sejalan dengan penelitian Kusniawati & Suhanda (2017) yang

menjelaskan bahwa hidroterapi dapat menurunkan kadar gula darah

sewaktu pada pasien DM tipe 2, hidroterapi dapat digunakan sebagai

manajemen hiperglikemi pada pasien penderita diabetes melitus.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mencoba

menganalisa beberapa hasil penelitian mengenai hidroterapi yang dapat

digunakan sebagai pengobatan atau perawatan komplementer yang dapat

diberikan untuk menurunkan kadar gula darah sewaktu pada pasien DM

dengan judul “Pengaruh hidroterapi terhadap penurunan kadar gula

sewaktu pada pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan”.

B. RUMUSAN MASALAH

4
Rumusan masalah pada analisis ini adalah “Bagaimanakah

pengaruh hidroterapi terhadap penurunan kadar gula sewaktu pada pasien

DM di Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan?”

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Analisis ini bertuujuan untuk mengetahui “Adakah pengaruh

hidroterapi terhadap penurunan kadar gula sewaktu pada pasien DM di

Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan”.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kadar gula sewaktu pada pasien DM

sebelum diberikan hidroterapi di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

b. Mengetahui gambaran kadar gula sewaktu pada pasien DM setelah

diberikan hidroterapi di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

c. Mengetahui pengaruh hidroterapi terhadap penurunan kadar gula

sewaktu pada pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoristik

Hasil dari penelitian ini di harapkan menjadi sumber ilmu

pengetahuan untuk pengembangan teori keperawatan terkait dengan

intervensi komplementer terhadap penurunan kadar glukosa sewaktu

pada pasien DM di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

2. Manfaat Praktis

5
Dalam peneilitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk berbagai

pihak yang membutuhkan diantaranya:

a. Bagi Ruang Perawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membuat leaflet

tentang manfaat hidroterapi untuk di simpan di ruangan sehingga

perawat bisa memberikan pendidikan kesehatan serta

menganjurkan klien untuk diberikan hidroterapi khususnya pada

pasien DM.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DIABETES MELLITUS

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan

metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya (Brunner & Suddart, 2014).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI ,2011)

seseorang dapat didiagnosa Diabetes Mellitus apabila mempunyai gejala

klasik Diabetes Mellitus seperti poliuria, polidipsi dan polipagi disertai

dengan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl dan gula darah puasa >

126 mg/dl.

American Diabetes Association (ADA) tahun 2012 mendefinisikan

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

7
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan

peningkatan gula darah akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

keduanya dengan gejala klasik seperti poliuri, polidipsi dan polipagi, yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan

pembuluh darah.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

American Diabetes Association (ADA) mengklasifikasikan

diabetes mellitus berdasarkan patogenesis sindrom diabetes mellitus dan

gangguan toleransi glukosa. Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4

yaitu diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes gestational

dan diabetes mellitus tipe khusus (Price & Wilson, 2012).

a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus atau

IDDM) merupakan diabetes yang disebabkan oleh proses autoimun

sel-T (autoimmune T- Cell attack) yang menghancurkan sel-sel beta

pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin,

sehingga insulin tidak terbentuk dan mengakibatkan penumpukan

glukosa dalam darah. Pasien dengan diabetes tipe 1 membutuhkan

penyuntikan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darah

(Smeltzer & Bare, 2010).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 adalah diabetes mellitus yang tidak

tergantung dengan insulin. Diabetes mellitus ini terjadi karena

8
pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh

tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadi

kelebihan gula dalam darah(Smeltzer & Bare, 2010).

c. Diabetes Mellitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada masa

kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Diabetes

gestasional disebabkan karena peningkatan sekresi berbagai hormon

yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa. Diabetes

gastastional dapat hilang setelah proses persalinan selesai (Price &

Wilson, 2012).

d. Diabetes Mellitus Tipe Khusus

Diabetes mellitus tipe khusus merupakan diabetes yang

terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi

insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas

sehingga mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin

secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal

yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu

sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (Arisman, 2011).

3. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) membagi alur

diagnosis diabetes mellitus menjadi dua bagian besar berdasarkan ada

tidaknya gejala khas diabetes mellitus. Gejala khas diabetes mellitus

terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa

sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas diabetes mellitus

diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata

9
kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita

(PERKENI, 2011). Diagnosis diabetes mellitus menurut Gustaviani (2009)

dapat ditegakkan melalui cara sebagai berikut :

a. Gejala klasik diabetes mellitus ditambah glukosa plasma sewaktu ≥

200 mg/dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

makan terakhir.

b. Gejala klasik diabetes mellitus ditambah glukosa plasma puasa ≥

126mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

c. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa

anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Glukosa plasma 2 jam pada

TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

4. Gejala Diabetes Mellitus

Manifestasi klinis diabetes mellitus menurut Brunner & Suddart

(2013) yaitu sebagai berikut :

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui

membran dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum

plasma meningkat atau hiperosmolaritas menyebabkan cairan

intrasel berdifusi ke dalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran

darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolaritas dan

akibatnya terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

10
Peningkatan difusi cairan dari intrasel ke dalam vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah

dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan

sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan

ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya

kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan

menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang

akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan dan malaise

Glukosa tidak dapat ditransport ke dalam sel maka sel

kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,

akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan

terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.

5. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak

dibelakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk

seperti pulau dalam peta, sehingga disebut pulau Langerhans pankreas.

Pulau-pulau ini berisi sel alpa yang menghasilkan hormon glukagon sel

beta yang menghasilkan insulin. Kedua hormon ini bekerja berlawanan,

glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja

menurunkan kadar glukosa darah.

11
Insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan

sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuk glukosa ke dalam

sel, kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi

tenaga. Jika insulin tidak ada atau jumlahnya sedikit, maka glukosa tidak

dapat masuk ke dalam sel sehingga kadarnya di dalam darah tinggi atau

meningkat (hiperglikemia). Pada DM tipe 2 jumlah insulin kurang atau

dalam keadaan normal, tetapi jumlah reseptor insulin dipermukaan sel

berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci

pintu masuk ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup

banyak, namun karena jumlah lubang kuncinya (reseptor) berkurang,

maka jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang (resistensi

insulin). Sementara produksi glukosa oleh hati terus meningkat, kondisi ini

menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (Subekti & Suryono, 2009).

Resistensi insulin pada awalnya belum menyebabkan DM secara

klinis, sel beta pankreas masih bisa melakukan kompensasi. Insulin

disekresikan secara berlebihan sehingga terjadi hiperinsulinemia dengan

tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang

terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pankreas. Kondisi ini

disebut dekompensasi dimana produk insulin menurun secara absolute.

Resistensi dan penurunan produksi insulin menyebabkan peningkatan

kadar glukosa darah (hiperglikemia).

Hiperglikemia terjadi akibat kerusakan sel Beta pankreas yang

menimbulkan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran

glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan

glukosa yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa

12
hambatan karena insulin tidak ada. Ketika kadar glukosa darah meningkat

sampai jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas, sehingga sel-sel

tubulus melakukan reabsorbsi, maka glukosa akan timbul di urin

(glukosuri). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik air

bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria

(sering berkemih).

Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi,

sehingga dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume

darah turun secara mencolok. Kegagalan sirkulasi apabila tidak diperbaiki

dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak turun atau

dapat menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang

tidak kuat. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami

dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstra

sel yang hipertonik. Sel-sel otak sangat peka karena timbul gangguan

sistem saraf yaitu polineuropaty.

Gejala khas lain pada Diabetes Mellitus adalah rasa haus

berlebihan yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk

mengatasi dehidrasi akibat poliuria.karena terjadi defisiensi glukosa intra

sel, maka kompensasi tubuh merangsang syaraf sehingga nafsu makan

meningkat dan timbul pemasukan makanan yang berlebihan (polifagia).

Akan tetapi walaupun terjadi peningkatan pemasukan makanan, berat

tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada

metabolisme lemak dan protein. Sintesa gliserida menurun saat lipolisis

meningkat sehingga terjadi mobilisasi asam lemak dalam darah sebagian

besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif.

13
6. Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut Smeltzer & Bare (2010) komplikasi pada pasien diabetes

mellitus dibagi menjadi dua yaitu :

a. Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes mellitus

terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek diantaranya

(Smeltzer & Bare, 2010) :

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena

pengobatan yang kurang tepat. Pasien diabetes mellitus pada

umumnya mengalami hiperglikemia (kelebihan glukosa dalam

darah) namun karena kondisi tersebut pasien diabetes mellitus

berusaha untuk menurunkan kelebihan glukosa dengan

memberikan suntik insulin secara berlebihan, konsumsi makanan

yang terlalu sedikit dan aktivitas fisik yang berat sehingga

mengakibatkan hipoglikemia (Smeltzer & Bare, 2010).

2) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi diabetes

yang disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam darah

sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga

mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias

hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo, 2009).

3) Sindrom HHNK (Koma Hiperglikemia Hiperosmoler Nonketotik)

14
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes mellitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa

serum lebih dari 600 mg/dl. Sindrom HHNK disebabkan karena

kekurangan jumlah insulin efektif. Hiperglikemia ini muncul tanpa

ketosis dan menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik dan

dehidrasi berat (Price & Wilson, 2012).

b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien diabetes mellitus

menurut Price & Wilson (2012) dapat berupa kerusakan pada

pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh

darah besar (makrovaskuer) diantaranya :

1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes

mellitus terhadap pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:

a) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan

pembuluh darah kecil. Retinopati belum diketahui

penyebabnya secara pasti, namun keadaan hiperglikemia

dianggap sebagai faktor risiko yang paling utama. Pasien

diabetes mellitus memiliki risiko 25 kali lebih mudah

mengalami retinopati dan meningkat dengan lamanya

diabetes (Pandelaki, 2009).

b) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

15
Kerusakan ginjal pada pasien diabetes mellitus

ditandai dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam atau

>200ih/menit) minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun

waktu 3 sampai dengan 6 bulan. Nefropati diabetik

merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.

Pasien diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 memiliki faktor

risiko yang sama namun angka kejadian nefropati

diabetikum lebih tinggi pada pasien diabetes mellitus tipe 2

dibandingkan pada pasien diabetes mellitus tipe 1

(Hendromartono, 2009).

c) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling

sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus. Neuropati

pada diabetes mellitus mengacu pada sekelompok penyakit

yang menyerang semua tipe saraf. Neuropati diabetik

berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Risiko

yang dihadapi pasien diabetes mellitus dengan neuropati

diabetik yaitu adanya ulkus yang tidak sembuh- sembuh dan

amputasi jari atau kaki (Subekti, 2009).

2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar (efek

makrovaskuler) pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko

jantung koroner.

a) Penyakit jantung koroner

16
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat Diabetes

Mellitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk

memompa darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan

darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh

darah menyebabkan mengerasnya arteri (aterosklerosis)

dengan resiko PJK atau stroke (Corwin, 2009).

b) Penyakit serebrovaskuler

Pasien diabetes mellitus berisiko 2 kali lipat

dibandingkan dengan pasien nondiabetes untuk terkena

penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan pada

penyakit ini menyerupai gejala pada komplikasi akut

diabetes, seperti adanya keluhan pusing, gangguan

penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare,

2010).

c) Pembuluh darah kaki

Timbul karena adanya anesthesi fungsi saraf-saraf

sensorik, keadaan ini menyebabkan ulkus atau gangren

infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang mengalami

hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan halus,

demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma

(Corwin, 2009).

7. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Faktor risiko utama Diabetes Mellitus tipe 2 ( LeMone et al, 2016)

adalah sebagai berikut:

a. Keturunan

17
Riwayat Diabetes Mellitus pada orang tua dan saudara kandung.

Anak dari penyandang DM tipe 2 memiliki peningkatan resiko dua

hingga empat kali menyandang DM tipe 2 dan 30% resiko mengalami

intoleransi glukosa (ketidakmampuan memetabolisme karbohidrat

secara normal).

b. Kegemukan

Kegemukan didefinisikan sebagai kelebihan berat badan minimal 20%

lebih dari berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa

tubuh (IMT) minimal 27 kg/m2, kegemukan, khususnya kegemukan

viseral (lemak abdomen), dikaitkan dengan peningkatan resistensi

insulin.

c. Tidak ada aktivitas fisik.

Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena

diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk

mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi.

Peredaran darah lebih baik dan risiko terjadinya diabetes tipe 2 akan

turun sampai 50%. Keuntungan lain yang dapat diperoleh olah raga

adalah bertambahnya massa otot. Biasanya 70-90% glukosa darah

diserap oleh otot. Pada orang tua atau yang kurang gerak badan,

massa otot berkurang sehingga pemakaian glukosa berkurang dan

gula darah pun meningkat.

d. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik, atau

melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.

e. Hipertensi (>130/85 pada dewasa), kolesterol HDL > 35 mg/dl, dan

atau kadar trigliserida > 250 mg/dl.

18
f. Sindrom metabolik

Kumpulan manifestasi yang terkait dengan DM tipe 2. Hipertensi,

kegemukan viseral, kadar rendah dari lipoprotein densitas tinggi,

kadar tinggi dari trigliserida, protein C reaktif naik, dan glukosa darah

puasa lebih dari 110 mg/dl meningkatkan resiko DM, penyakit jantung

koroner, dan stroke (Porth & Matfin, 2009).

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari

penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita

diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:

1) Memberikan semua unsur makanan esensial (vitamin dan

mineral).

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.

3) Memenuhi kebutuhan energi.

4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah mendekati normal

melalui cara-cara yang aman dan praktis.

5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

b. Latihan Jasmani

Menurut konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2

tahun 2015, latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2 apabila tidak disertai adanya nefropati.

19
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara

teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit,

dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari

2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah

<100mg/dl pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu

dan bila >250 mg/dl dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.

Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk

dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap

hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan

intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan

cepat,bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis,

hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefrppati) dianjurkan juga

melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali perminggu

sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas

latihan jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa

ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai

komplikasi intensitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan

masing-masing individu.

c. Pemantauan glukosa dan keton

20
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara

mandiri (SMBG : self monitoring of blood glucose), penderita diabetes

kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa

darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan

pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam

menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan

mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Berbagai metode

kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa

darah. Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan

mandiri glukosa darah sangat membantu dalam melakukan

pemantauan terhadap efektifitas latihan, diet dan obat hipoglikemia

oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien untuk

melanjutkan terapinya. Bagi penderita DM tipe 2, pemantauan mandiri

glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang diduga dapat

menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemia.

d. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis

terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi

menjadi 5 golongan:

a. Pemicu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

 Sulfonilurea

21
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan

sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping

utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat

badan.hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien

dengan resiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan

faal hati, dan ginjal).

 Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi

insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam

obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan

Nateglinid (derivat Fenilanin). Obat ini diabsorbsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan diekresi secara

cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia

post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah

hipoglikemia.

b. Peningkat sensitivitas terhadap Insulin

 Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi

glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan

glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan

pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Efek

samping yang mungkin berupa gangguan saluran

pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.

 Tiazolidindion (TZD)

22
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),

suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot

lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek

menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan

jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.

Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung

karena dapat memperberat edema/retensi cairan.

c. Penghambat Absorbsi Glukosa di saluran pencernaan

Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan

memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating

(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan

flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya

diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah

Acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim

DPP-IV sehingga GLP-1 (Glukose Like Peptide-1) tetap dalam

konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1

untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi

23
glukagon bergantung kadar glukosa darah. Contoh obat

golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glukose Cotransporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat

antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan

kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara

menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.obat yang

termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,

Depagliflozin.

2. Obat Antihiperglikemia Suntik

Pada DM tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai jangka

panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan

obat hiperglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping

itu sebagian pasien diabetes tipe 2 yang biasanya mengendalikan

kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang

membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit,

infeksi, kehamilan, pembedahan, atau beberapa kejadian stress

lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari atau

bahkan lebih sering lagi untuk mengendalikan kenaikan kadar

glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena

dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan

oleh kadar glukosa dalam darah, maka pemantauan kadar

glukosa yang akurat sangat penting. Pemantauan mandiri kadar

glukosa darah telah menjadi dasar dalam memberikan terapi

insulin.

24
e. Pendidikan kesehatan

Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan

perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet,

aktivitas fisik dan stress fisik serta emosional dapat mempengaruhi

pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur

keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan hanya harus belajar

keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari

penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi

juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penghargaan pasien

tentang pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki

oleh penderita diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan

pendidikan dan penyuluhan.

B. KONSEP GLUKOSA DARAH

1. Definisi Glukosa Darah

Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa

bertindak sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi

sebagai prekursor untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen,

galaktosa, ribosa, dan deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir

terbanyak dari metabolisme karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat

diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk glukosa, sedangkan

monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah menjadi

25
glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida

terbanyak di dalam darah (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).

2. Pencernaan karbohidrat

Tiga sumber utama karbohidrat dalam diet manusia normal yaitu ;

sukrosa (disakarida yang dikenal dengan gula tebu), laktosa (disakarida

dalam susu) dan pati, polisakarida yang besar yang terdapat hampir pada

semua makanan khususnya padi-padian. (Sakung J, 2016: 48)

Mula-mula zat pati dihidrolisis menjadi disakarida (maltosa,

laktosa, dan sukrosa), terbentuknya disakarida disertai dengan absorbsi

atau penyerapan di dalam usus menjadi monosakarida setelah

mengalami proses hidrolisis. (Sakung J,2016 : 48)

Semua bahan makanan akan dihidrolisis menjadi monosakarida,

glukosa,galaktosa, dan fruktosa. Hidrolisis pati di dalam mulut

dipengaruhi enzim ptialin, proses hidrolisis pati dibantu oleh asam klorida

lambung, selanjutnya hidrolisis pati masuk ke dalam usus halus yang

dipengaruhi oleh enzim amilase pankreas.

Cadangan karbohidrat dapat disimpan dalam bentuk glikogen

dalam hatidan otot. Bila tubuh kurang memperoleh suplai makanan dari

luar tubuh dalam bentuk diet, maka cadangan karbohidrat akan

mensuplai energi untuk fungsi tubuh selama setengah hari.

3. Metabolisme Glukosa

Glukosa dalam tubuh membentuksemua jenis karbohidrat yang

mengalami absorbsi atau penyerapan melalui dinding usus halus,

selanjutnya dalam bentuk monosakarida (glukosa) dibawa oleh aliran

darah ke sel hati. Glukosa akan mengalami proses sintesis menghasilkan

26
glikogen (glikogenolisis) proses oksidasi akan menghasilkan

karbondioksida dan uap air, atau dilepaskan untuk membawa dengan

aliran darah ke bagian tubuh yang memerlukan. Sebagian lagi dari

glukosa dibawa ke sel dan mengalami proses metabolisme lanjut.

(Sakung J, 2016:62)

Molekul glukosa masuk ke dalam sel dengan adanya faktor

hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan selanjutnya

sel hati mengatur kadar glukosa dalam darah. Jika terjadi peningkatan

kadar glukosa dalam darah sebagai akibat naiknya proses pencernaan

dan penyerapan yang tidak diiringi dengan ketersediaan ketersediaan

insulin, maka glukosa tidak masuk ke dalam sel hati atau tetap

menumpuk dalam darah. Kadar glukosa menurun disebabkan oleh

aktivitas atau latihan olahraga, maka akan terjadi penguraian glikogen

menjadi glukosa untuk selanjutnya mengalami proses katabolisme

menghasilkan energi.(Sakung J, 2016 :63)

4. Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

Kadar glukosa darah diatur sedemikian rupa agar dapat

memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam keadaan absorptif, sumber energi

utama adalah glukosa. Glukosa yang berlebih akan disimpan dalam

bentuk glikogen atau trigliserida. Dalam keadaan pasca-absorptif, glukosa

harus dihemat untuk digunakan oleh otak dan sel darah merah yang

sangat bergantung pada glukosa. Jaringan lain yang dapat menggunakan

bahan bakar selain glukosa akan menggunakan bahan bakar alternatif

(Sherwood, 2012).

27
Karena keseimbangan kadar glukosa darah sistemik sangat

penting, dibutuhkan pengaturan kadar glukosa darah yang ketat oleh

tubuh. Pengaturan kadar glukosa darah ini terutama dilakukan oleh

hormon insulin yang menurunkan kadar glukosa darah dan hormon

glukagon yang menaikkan kadar glukosa darah (Kronenberg et al, 2008)

Kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sel otot dan lemak

sangat dipengaruhi oleh insulin. Dengan adanya insulin, kecepatan

pengangkutan glukosa dapat meningkat sekitar sepuluh kali lipat. Ketika

kadar glukosa dalam darah tinggi, maka insulin akan disekresikan oleh

pankreas. Insulin akan merangsang sel otot dan lemak untuk lebih

permeabel terhadap glukosa. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-

enzim yang berperan dalam proses glikogenesis di otot dan hati (Guyton

dan Hall, 2008).

Glukagon mempunyai efek yang berlawanan dengan insulin.

Glukagon mempunyai dua fungsi utama, yaitu berperan dalam proses

glikogenolisis dan glukoneogenesis. Jadi, glukagon mempunyai efek

meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah

Berdasarkan ADA (2015), beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kadar glukosa di dalam darah adalah:

a. Konsumsi karbohidrat

Karbohidrat adalah salah satu bahan makanan utama yang

diperlukan oleh tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang kita

konsumsi terdapat dalam bentuk polisakarida yang tidak dapat

diserap secara langsung. Karena itu, karbohidrat harus dipecah

28
menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat diserap melalui

mukosa saluran pencernaan (Sherwood, 2012).

Karbohidrat yang masuk ke saluran cerna akan dihidrolisis

oleh enzim pencernaan. Ketika makanan dikunyah di dalam mulut,

makanan tersebut bercampur dengan saliva yang mengandung enzim

ptialin (α-amilase). Tepung (starch) akan dihidrolisis oleh enzim

tersebut menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya

(Guyton dan Hall, 2008). Sesampainya di lambung, enzim ptialin

menjadi tidak aktif akibat suasana lambung yang asam. Proses

pencernaan ini akan dilanjutkan di usus halus yang merupakan muara

dari sekresi pankreas. Sekresi pankreas mengandung α-amilase yang

lebih poten daripada α-amilase saliva. Hampir semua karbohidrat

telah diubah menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya

sebelum melewati duodenum atau jejunum bagian atas (Guyton dan

Hall, 2008). Disakarida dan polimer glukosa kecil ini kemudian

dihidrolisis oleh enzim monosakaridase yang terdapat pada vili

enterosit usus halus. Proses ini terjadi ketika disakarida

berkontak dengan enterosit usus halus dan menghasilkan

monosakarida yang dapat diserap ke aliran darah ( Guyton & Hall,

2008).

Kebanyakan karbohidrat dalam makanan akan diserap ke

dalam aliran darah dalam bentuk monosakarida glukosa. Jenis gula

lain akan diubah oleh hati menjadi glukosa (Murray, Granner, dan

Rodwell, 2009)

b. Aktivitas fisik

29
Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa dalam darah.

Ketika aktivitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut

meningkat. Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk

menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap seimbang. Pada

keadaan normal, keadaan homeostasis ini dapat dicapai oleh

berbagai mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan regulasi

glukosa (Kronenberg et al., 2008).

Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan glukosa

yang tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar glukosa

tubuh akan menjadi terlalu rendah (hipoglikemia). Sebaliknya, jika

kadar glukosa darah melebihi kemampuan tubuh untuk

menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang, maka

kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal (hiperglikemia)

(ADA, 2015).

c. Penggunaan obat

Berbagai obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam

darah, di antaranya adalah obat antipsikotik dan steroid (ADA, 2015).

Obat antipsikotik atipikal mempunyai efek simpang terhadap proses

metabolisme. Penggunaan klozapin dan olanzapin sering kali

dikaitkan dengan penambahan berat bahan sehingga pemantauan

akan asupan karbohidrat sangat diperlukan. Penggunaan antipsikotik

juga dikaitkan dengan kejadian hiperglikemia walaupun mekanisme

jelasnya belum diketahui. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

penambahan berat badan akibat resistensi insulin.

30
Steroid mempunyai efek yang beragam karena steroid dapat

mempengaruhi berbagai fungsi sel di dalam tubuh. Salah satu di

antaranya adalah efek steroid terhadap metabolisme karbohidrat,

protein, dan lemak. Steroid sintetik mempunyai mekanisme kerja yang

sama dengan steroid alami tubuh.

Glukokortikoid mempunyai peran penting dalam proses

glukoneogenesis. Kortisol dan glukokortikoid lainnya dapat

meningkatkan kecepatan proses glukoneogenesis hingga 6 sampai

10 kali lipat. Selain berperan dalam proses glukoneogenesis, kortisol

juga dapat menyebabkan penurunan pemakaian glukosa oleh sel.

Akibat peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan penurunan

pemakaian glukosa ini, maka konsentrasi glukosa dalah darah akan

meningkat (Guyton dan Hall,2008)

d. Keadaan sakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kadar glukosa di

dalam darah seseorang, di antaranya adalah penyakit metabolisme

diabetes mellitus dan tirotoksikosis.

Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik berupa

hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja

insulin, atau keduanya.

Tirotoksikosis adalah respons jaringan tubuh akibat pengaruh

metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Hormon tiroid mempunyai

efek pada pertumbuhan sel, perkembangan, dan metabolisme energi

(Price dan Wilson, 2012).

31
Tiroksikosis dapat menaikkan kadar glukosa darah melalui efek

hormon tiroid terhadap metabolisme karbohidrat. Hormon tiroid dapat

meningkatkan kecepatan penggunaan glukosa oleh sel,

meningkatkan proses glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan

absorpsi saluran cerna, bahkan meningkatkan sekresi insulin (Guyton

dan Hall, 2008)

e. Stress

Stres, baik stres fisik maupun neurogenik, akan merangsang

pelepasan ACTH (adrenocorticotropic hormone) dari kelenjar hipofisis

anterior. Selanjutnya, ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk

melepaskan hormon adrenokortikoid, yaitu kortisol. Hormon kortisol ini

kemudian akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam

darah (Guyton dan Hall, 2008).

Hormon ini meningkatkan katabolisme asam amino di hati dan

merangsang enzim-enzim kunci pada proses glukoneogenesis.

Akibatnya, proses glukoneogenesis meningkat (Murray, Granner, dan

Rodwell, 2009).

Selain itu, stres juga merangsang kelenjar adrenal untuk

menyekresikan epinefrin. Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati

dan otot dengan menstimulasi enzim fosforilase (Murray, Granner,

dan Rodwell, 2009)

Beberapa jenis stres yang dapat meningkatkan pelepasan

kortisol adalah; trauma, infeksi, suhu yang ekstrim, injeksi

noreprinefrin, pembedahan, injeksi bahan yang bersifat nekrolisis di

bawah kulit, pengekangan sehingga tidak dapat bergerak, hampir

32
setiap penyakit yang menyebabkan kelemahan (Guyton dan Hall,

2008).

f. Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu kondisi di mana tubuh kekurangan

cairan sehingga keseimbangan air menjadi negatif. Ketika tubuh

kekurangan cairan, maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan

cara mengaktifkan sistem renin-angiotensin. Angiotensin II kemudian

akan merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu efeknya

adalah meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal (Sherwood,

2012).

Selain berfungsi dalam meretensi air, vasopresin juga

mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa. Vasopresin memiliki

reseptor di hati dan di pulau Langerhans pankreas. Vasopresin

merangsang proses glukoneogenesis dan pelepasan glukagon

sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Roussel et al.,

2011).

g. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol dikaitkan dengan hipoglikemia. Sebagian

pecandu alkohol mengalami hipoglikemia akibat gangguan

metabolisme glukosa. Metabolisme alkohol (etanol) melibatkan enzim

alkohol dehidrogenase (ADH) yang terutama terdapat di hati. Proses

perubahan etanol menjadi asetaldehid menghasilkan zat reduktif yang

berlebihan di hati, terutama NADH (Katzung, 2007).

33
Peningkatan NADH ini mengganggu proses glikogenolisis. Alkohol

juga dapat menggangu kerja enzim yang berperan dalam proses

glukoneogenesis dan lipogenesis.

6. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Menurut ADA (2014) ada berbagai cara yang biasa dilakukan

untuk memeriksa kadar glukosa darah, diantaranya:

a. Tes glukosa darah puasa

Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah

tidak mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini

biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan. Normalnya

kurang dari 100mg/dl

b. Tes glukosa darah sewaktu

Kadar gula darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak

atau kasual. Tes gula darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja.

Kadar glukosa darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari

200 mg/dl.

c. Uji toleransi glukosa oral

Tes toleransi oral adalah tes yang mengatur kadar glukosa darah

sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75

gram yang dilarutkan dalam 300 ml air.normalnya kurang dari 140

mg/dl.

d. Uji HbA1C

34
Uji HbA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan

terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa

darah pada penderita diabetes.Normalnya Kurang dari 5,7 %.(ADA,

2014)

C. KONSEP TERAPI AIR PUTIH

1. Pengertian Terapi Air Putih

Hidroterapi (Hydrotherapy), adalah metode pengobatan

menggunakan air untuk mengobati atau meringankan kondisi yang

menyakitkan dan merupakan metode terapi menggunakan “Lowtech”

yang mengandalkan pada respon-respon tubuh terhadap air (Destina,

Umi & Priyanto, 2014).

Terapi air putih adalah metode perawatan dan penyembuhan

dengan menggunakan air (minum air putih) untuk mendapatkan manfaat

terapis dalam penanganan penyakit.

2. Fungsi dan Manfaat Air Putih

Fungsi dan manfaat air putih (Hamidin ,2013)

a. Menjaga kelembaban organ didalam tubuh agar tetap sejuk. Artinya,

bila organ di dalam tubuh kekurangan air, bentuknya akan semakin

mengempis akibat kehilangan kelembapan. Bukan hanya organ

penting dalam tubuh, tetapi juga kulit sebagai pembungkusnya.

b. Menjaga agar darah dan getah bening dalam tubuh mempunyai

volume dan kekentalan yang cukup.bila tubuh kekurangan cairan,

darah dan getah bening akan menjadi kental karena cairan dalam

darah dan getah bening disedot untuk kebutuhan dalam tubuh,

sehingga aliran darah tidak akan lancar.

35
c. Menjaga suhu tubuh, tubuh manusia 70 persen terdiri dari cairan.

Fungsi cairan ini adalah untuk memproses pencernaan, penyerapan,

sirkulasi, produksi air ludah, tranfortasi nutrisi, dan mempertahankan

suhu tubuh.

d. Mendorong terbuangnya racun atau toksin yang ada di dalam tubuh.

Air mampu membersihkan racun dalam tubuh lewat keringat, air seni

dan pernafasan.

e. Sebagai media yang mengantarkan vitamin dan nitrisi ke seluruh sel

dan organ tubuh.

f. Memperlancar sistem pencernaan.mengkonsumsi air putih dalam

jumlah cukup setiap hari akan memperlancar sistem pencernaan

sehingga akan terhindar dari masalah-masalah pencernaan seperti

gastritis ataupun konstipasi.

g. Menjaga kehalusan dan kelembapan kulit. Air yang dikonsumsi

sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit.

h. Terhindar dari batu ginjal. Cairan tubuh merupakan media yang juga

mentranfortasikan sisa atau limbah untuk keluar dan masuk ke dalam

sel. Ginjal akan berfungsi normal, jika keseimbangan air dalam tubuh

terjaga.

i. Terhindar dari dehidrasi.

j. Membantu meningkatkan energi dan otot. Sel-sel ynag tidak mampu

mempertahankan keseimbangan akan cairan dan elektrolit, akan

berakibat pada kelelahan otot. Ketika sel-sel otot tidak memiliki cairan

yang cukup, mereka tidak akan berfungsi dengan baik dan

kemampuannya berkurang.

36
k. Untuk mengontrol kalori. Makanan yang mengandung banyak air

cenderung untuk kerap dikunyah dan diserap tubuh perlahan. Ini

menumbuhkan rasa kenyang.

l. Membantu tubuh bebas bergerak. Sendi-sendi tulang bahkan otot

tidak akan berfungsi dengan baik jika tidak terdapat pelumas yang

dihasilkan air, yang membantu melenturkan tubuh kita.

3. Metode Terapi Minum Air Putih

Cara pengobatan/terapi dengan menggunakan air (minum air putih) :

(Hamidin, 2013)

a. Pagi hari ketika saat bangun tidur minum 1250 ml air putih, yang kira-

kira 5 sampai 6 gelas.

b. Untuk latihan boleh minum 4 gelas dahulu dan sisanya diminum dua

menit kemudian.

c. Setelah 45 menit boleh makan minum seperti biasa.

d. Untuk yang berusia lanjut ataupun yang sedang sakit dan tidak dapat

minum 4 gelas air sekaligus, dapat digantikan dengan meminum

sedikit air terlebih dahulu dan secara bertahap ditingkatkan sedikit

demi sedikit hingga mampu meminum 4 gelas air sekaligus.

Metode diatas adalah terapi untuk mengobati orang yang sedang

sakit, dan bagi orang sehat dapat menikmati hidup yang lebih sehat.

Menurut penelitian dan pengalaman, penyakit-penyakit berikut

diketahui dapat disembuhkan dengan terapi air putih ini dalam waktu,

sebagai berikut:

a. TBC Paru-paru,terapinya dilakukan selama kurang lebih 90 hari.

b. Konstipasi, terapinya cukup dengan 1 hari.

37
c. Diabetes Mellitus, dilakukan terapi air putih selama 7 hari.

d. Hipertensi, selama kurang lebih 30 hari.

e. Gastritis , untuk mengobatinya lakukan terapi selama kurang lebih 10

hari

f. Kanker, melakukan terapi selama kurang lebih 180 hari.

g. Peningkatan asam urat, terapi air putih selama 2 hari.

h. Disarankan agar penderita radang / sakit persendian dan rematik

melaksanakan terapi ini tiga kali sehari, yaitu pagi, siang, dan malam

satu jam sebelum makan selama satu minggu, setelah itu dua kali

sehari sampai penyakit sembuh.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

38
A. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai

dengan peningkatan gula darah akibat kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya dengan gejala klasik seperti poliuri, polidipsi

dan polipagi, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada

mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

Gejala khas diabetes mellitus terdiri dari poliuria, polidipsia,

polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas,

sedangkan gejala tidak khas diabetes mellitus diantaranya lemas,

kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita (PERKENI, 2011).

Hidroterapi (Hydrotherapy), adalah metode pengobatan

menggunakan air untuk mengobati atau meringankan kondisi yang

menyakitkan dan merupakan metode terapi menggunakan “Lowtech”

yang mengandalkan pada respon-respon tubuh terhadap air (Destina,

Umi & Priyanto, 2014).

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan

visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep

yang lainnya, antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari

masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2018)

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah quaisi eksperiment atau eksperimen semu. meggunakan

39
desain rancangan non equivalent control group. Peneliti lapangan

biasanya menggunakan rancangan eksperimen semu. Desain ini tidak

mempunyai pembatasan yang ketat terhadap randomisasi, dan pada

saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas

(Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini dilaksanakan setelah melakukan

ethical clreance di RSUD Cibabat.

Gambar 3.1 Rancangan penelitian Pengaruh Hidroterapi


terhadap penurunan kadar gula sewaktu pada
pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

R Pretest X Posttest

Keterangan :

R : Kelompok intervensi
Pretest : Mengukur kadar gula sewaktu sebelum diberi

perlakuan
X : Diberikan hidroterapi sebanyak 6 gelas/hari selama

3 hari
Posttest : Mengukur kadar gula sewaktu setelah diberi

perlakuan

3. Hipotesis Penelitian

40
Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan

duga atau dalil sementara, yang kebenarannya dibuktikan dalam

peneliatan tersebut (Notoatmodjo, 2018).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat pengaruh hidroterapi

terhadap penurunan kadar gula sewaktu

pada pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD

Al-Ihsan.
Ha : Terdapat pengaruh pengaruh hidroterapi

terhadap penurunan kadar gula sewaktu

pada pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD

Al-Ihsan.
4. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki

oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

dimiliki oleh kelompok lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel

adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang

dimiliki dan didapat oleh satuan peneliti tentang konsep penelitian

tertentu (Notoatmodjo, 2018).

Variabel dalam penelitian ini ialah :

a. Variabel independen merupakan yang mempengaruhi, variabel

resiko atau sebab. Variabel independen (Variabel bebas) dalam

penelitian ini yaitu hidroterapi.

b. Variable dependen merupakan variabel akibat atau efek. Variabel

dependen (Variable terikat) dalam penelitian ini yaitu penurunan

kadar gula sewaktu pada klien dengan DM.

41
5. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

Definisi operasional yaitu variabel yang diberi batasan agar

variabel dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur

sertta agar saat pengukuran variabel atau pengumpulan data

konsisten antara sumber data yang satu dengan yang lain.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Definisi Alat Hasil Skala


penelitian konseptual Operasional Ukur ukur
Variabel Metode Minum air - - -
independen perawatan dan putih 1,25 liter
hidroterapi penyembuhan di pagi hari
dengan (5-6 gelas)
menggunakan dari awal
air putih bangun tidur.
(hamidin,2013) (hamidin,2013)

Variabel Kadar glukosa Kadar gula gluko 1: rendah Ordina


dependen darah acak darah sewaktu test 0 – 69 l
Kadar GDS atau kasual. setelah mg/dl
Tes dilakukan pemberian 2: normal
kapan saja terapi air putih 70-
(ADA,2014) selama 3 hari 200mg/dl
3: tinggi >
201mg/dl

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini ialah seluruh pasien rawat

inap dengan DM tipe 2 dari tanggal 02 November 2019 sampai 12

November 2019 yaitu sebanyak 10 orang.

42
2. Sampel

a. Tehnik pengambilan sampel

Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini

menggunakan tehnik Total sampling, yaitu teknik penentuan

sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang

dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi

dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain total sampling

atau sampling jenuh adalah sensus, dimana semua anggota

populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2018).

b. Kriteria sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Responden Pasien DM tipe 2 dengan kadar glukosa

diatas 201 mg/dL yang di rawat di ruang Zaitun I RSUD

Al-Ihsan.

b) Responden yang bisa menerima saran, bisa bekerja sama

dan kooperatif dalam pemberian Hidroterapi dada.

2) Kriteria Ekslusi

a) Responden yang tidak bisa diajak kerja sama dalam

melakukan Hidroterapi.

b) Pasien dengan kadar glukosa rendah/hipoglikemi

c) Responden yang tiba-tiba mengalami gejala kegawat

daruratan.

C. Pengumpulan Data

43
1. Tehnik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

pengamatan (observasi) yaitu dengan cara mengukur kadar glukosa

dalam darah sebelum dan sesudah diberikan intervensi Hidroterapi

pada pasien DM tipe 2.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan

data yaitu berupa gluko test untuk mengukur kadar glukosa dalam

darah dan lembar observasi.

3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan

alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Sedangkan uji

reliabilitas adalah indeks yang menujukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo,

2018).

D. Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Menentukan masalah penelitian.

b. Mencari data angka kejadian DM di ruang Zaitun I RSUD Al-

Ihsan tiga bulan terakhir pada tahun 2019.

c. Setelah mendapatkan data awal kemudian melakukan

penyusunan makalah.

2. Tahap pelaksanaan

a. Memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi.

44
b. Melakukan informed concent bersedia atau tidaknya menjadi

responden.

c. Mengiidentifikasi pasien sesuai identitasnya.

d. Melakukan pengukuran kadar GDS dengan menggunakan

Glukotest dan menuliskannya dalam lembar observasi yang telah

disediakan.

e. Pelaksanaan edukasi tentang Hidroterapi (terapi air putih).

f. Pelaksanaan pengukuran kadar GDS sebelum pemberian

Hidroterapi.

g. Pelaksanaan terapi air putih pada kelompok eksperimen selama 3

hari.

h. Pelaksanaan pengukuran kadar GDS setelah pemberian

Hidroterapi.

i. Menyusun lembar observasi sebelum dan setelah pelaksanaan

penelitian.

j. Mengolah dan menilai hasil yang didapatkan pada semua

responden.

k. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian analisa univariat tentang

gambaran distribusi untuk setiap variabel sebelum dan setelah

perlakuan dan analisa bivariate tentang pengaruh Hidroterapi

terhadap penurunan kadar GDS.

3. Tahap akhir

a. Menyusun laporan penelitian.

b. Penyajian hasil akhir penelitian.

c. Perbaikan penyusunan penulisan hasil penelitian.

45
E. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data merupakan sala satu langkah yang penting

hal ini disebabkan data yang diperoleh langsung dari penelitian masih

mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap

disajikan. Adapun menurut Notoatmodjo (2018) langkah-langkah

pengolahan data ialah:

a. Editing (Penyuntingan Data)

Hasil observasi yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

pengamatan perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Peneliti

melakukan pengecekan ulang hasil pengukuran frekuensi napas

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.

b. Coding

Untuk memudahkan saat analisa data dan mempercepat

saat memasukan data, peneliti melakukan pengkodean untuk

yang diberikan kepada kelompok intervensi yaitu coding 1 dan

coding 2 untuk yang diberikan kepada kelompok control.

c. Data Entry (Memasukan Data)

Peneliti memasukkan data yang ada di lembar observasi

ke dalam program atau software komputer, salah satu paket

program yang digunakan adalah paket program SPSS for window.

d. Cleaning (Pembersihan Data)

46
Cleaning merupakan proses pengecekan kembali data

yang sudah dimasukkan (entry) untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan atau ketidaklengkapan.

2. Analisa data

Analisa data merupakan proses mengidentifikasi data ke

dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan dengan

menggunakan statistik, kemudian diberikan interpretasi dan

membandingkan hasil penelitian dengan teori yang ada. Analisa yang

dilakukan dalam penelitian ini analisa bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2018). Analisa univariat yang dimaksud adalah

untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari setiap

variabel.

Rumus :

F
P= 100%
N

Keterangan

P = Persentasi

F = Frekuensi

N = Jumlah seluruh responden


(Sumber : Notoatmodjo, 2018).

Hasil perhitungan presentase tersebut diinterpretasikan

dengan menggunakan skala menurut Arikunto (2013) :

0% : Tidak seorangpun

47
1-25% : Sebagian kecil

26-49 : Kurang dari setengahnya

50% : Setengahnya

51-75% : Lebih dari setengahnya

76-95% : Sebagian besar

96-100% : Seluruhnya

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2018). Sebelum

menentukan analisa data atau uji hipotesis dengan menggunakan

statistik maka perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu.

Metode uji normalitas yang digunakan yaitu ratio Skewness

dengan nilai skewness dibagi Std.eror skewness. Jika hasilnya

data berdistribusi normal dengan hasil -2 s/d 2 maka

menggunakan uji parametrik yaitu mengguanakan Dependen

simple T test.

Adapun hasil uji normalitas data yang telah dilakukan

menunjukan bahwa hasil dari pre dan post kelompok intervensi

maupun kelompok kontrol berdistribusi normal. Maka analisa data

statistik yang digunakan ialah Dependen simple T test. Tujuan

pengujian ini adalah untuk menguji pengaruh sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan dengan data dependen (Subjeknya

sama diukur dua kali). Sedangkan untuk menguji perbedaan dua

mean antara terapi yang diberikan pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol jika hasil uji normalitas data berdistribusi normal

48
maka menggunakan anlisa data statistik yaitu Independen Simple

T test.

F. Etik Keperawatan

Menurut Hidayat (2007, dalam Arisa, 2016) untuk mencegah

timbulnya masalah etika, maka dilakukan hal sebagai berikut :

1. Informed Consent

Informed Consent diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informed Consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Sebelumnya peneliti memberi penjelasan terlebih dahulu

tentang prosedur penelitian, manfaat, dan resiko sebelum

diikutsertakan dalam penelitian, setelah itu peneliti meminta izin

orangtua dan anak untuk ikut berpartisipasi, jika ada yang menolak

atau tidak bersedia maka untuk menghindari terjadinya masalah etik

peneliti tidak akan memaksa.

2. Respect For Privacy And Confidentiality

Pada saat proses penelitian, untuk menjaga kerahasian

anak yang bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, peneliti

memberi kode pada data penelitian dan tidak mencantumkan

identitas responden dalam laporan hasil intervensi, kerahasian dan

identitas responden dalam penelitian ini akan dijaga oleh peneliti dan

hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan penelitian. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh

peneliti,

49
3. Balancing Harms and Benefit

Pada saat dilakukan penelitian untuk membuat anak merasa

nyaman saat dilakukan tindakan, maka peneliti mengikutsertakan

orangtua anak untuk membantu dalam tindakan yang akan diberikan.

G. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksankan di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan

2. Waktu Penelitian

Rangkaian penelitian dilaksanakan dari tanggal 02 November 2019

sampai 12 November 2019.

50
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENERAPAN JURNAL

Hasil aplikatif jurnal yang dilakukan kelompok selama 5 hari di ruang

Zaitun 1 RSUD AL-IHSAN Provinsi Jawa Barat Baleendah Bandung, dengan

jumlah sampel sebanyak 10 responden. Proses aplikatif jurnal dilakukan

mulai dari pemberian informed Consent dan penjelasan prosedur

pelaksanaan, pretest dilakukan pada responden DM tipe 2 dengan kadar

glukosa diatas 201 mg/dL menggunakan alat autocek kemudian responden

diberikan intervensi tentang Hidroterapi (terapi air putih) dimana responden

meminum air putih 5-6 gelas/ hari, terapi air putih diberikan selama pada

kelompok eksperimen selama 3 hari. Kemudian hari ke 4 kelompok

melakukan pengukuran kadar GDS.

1. Analisa Univariat

a. Gambaran kadar gula sewaktu pada pasien DM sebelum diberikan

hidroterapi di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kadar gula sewaktu pada pasien DM


sebelum diberikan hidroterapi
Kadar Gula Darah F Presentasi (%)
Sewaktu
Normal 1 10,0
Tinggi 9 90,0
Total 10 100,0
Sumber : Data Primer 2019.

51
Berdasarkan hasil analisis didapatkan, yaitu sebagian besar 9

responden (90,0%) memiliki kadar glukosa darah tinggi dan sebagian

kecil 1 responden memiliki kadar glukosa normal (10,0).

b. Gambaran kadar gula sewaktu pada pasien DM setelah diberikan

hidroterapi di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kadar gula sewaktu pada pasien DM


setelah diberikan hidroterapi
Kadar Gula Darah F Presentasi (%)
Sewaktu
Normal 6 60,0
Tinggi 4 40,0
Total 10 100,0
Sumber : Data Primer 2019.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan, yaitu sebagian

besar 6 responden memiliki kadar gula darah sewaktu normal

(60,0%) sebagian kecil yaitu 4 responden memiliki kadar gula darah

sewaktu tinggi (40,0%).

2. Analisa Bivariat

a. Pengaruh hidroterapi terhadap penurunan kadar gula sewaktu pada

pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

Tabel 4.5 Distribusi Pengaruh hidroterapi terhadap penurunan


kadar gula sewaktu pada pasien DM
Kadar Gula Darah P
Mean N Delta
Sewaktu Value

Pretest 287.90
10 5,00 0,002
Posttest 233.20
Paired Simple T-Test

Berdasarkan hasil analisa terdapat penurunan kadar gula

darah sewaktu sebesar 5,00. Setelah diberikan hidroterapi, terdapat

52
pengaruh penurunan kadar gula darah sewaktu nilai p value= 0,002

(p>0,05).

B. PEMBAHASAN

1. Gambaran kadar gula sewaktu pada pasien DM sebelum diberikan

hidroterapi di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan, yaitu sebagian besar 9

responden (90,0%) memiliki kadar glukosa darah tinggi dan sebagian

kecil 1 responden memiliki kadar glukosa normal (10,0).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan

metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya (Brunner & Suddart, 2014). Penatalaksaaan pada diabetes tipe

II diantaranya diet, latihan jasmani, Pemantauan glukosa dan keton,

Terapi Farmakologis, dan pendidikan kesehatan.

Hal ini dikarenakan responden yang diteliti merupakan kelompok

lanjut usia serta jarang melakukan diet, latihan jasmani, dan memantau

kadar glukosa dalam darah sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi.

Terlebih lagi responden jarang minum air putih dalam sehari responden

hanya minum 2- 3 gelas saja.

2. Gambaran kadar gula sewaktu pada pasien DM setelah diberikan

hidroterapi di ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan, yaitu sebagian besar 6

responden memiliki kadar gula darah sewaktu normal (60,0%) sebagian

kecil yaitu 4 responden memiliki kadar gula darah sewaktu tinggi (40,0%).

53
Dalam aplikatif jurnal ini masih ada responden yang memiliki

kadar gula darah tinggi hal ini dikarenakan ada beberapa responden yang

masih sangat sulit untuk diberi intervensi dengan alasan lupa dan sering

bolak balik kamar mandi. Hidroterapi berfungsi dalam meretensi air,

vasopresin juga mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa.

Vasopresin memiliki reseptor di hati dan di pulau Langerhans pankreas.

Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan pelepasan

glukagon sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Roussel et

al., 2011). Sehinggal hal ini berpengaruh dalam hasil aplikatif.

3. Pengaruh hidroterapi terhadap penurunan kadar gula sewaktu pada

pasien DM di Ruang Zaitun I RSUD Al-Ihsan.

Berdasarkan hasil analisa terdapat penurunan kadar gula darah

sewaktu sebesar 5,00. Setelah diberikan hidroterapi, terdapat pengaruh

penurunan kadar gula darah sewaktu nilai p value= 0,002 (p>0,05).

Bahwa ada perbedaan antara pasien DM sebelum dan sesudah diberikan

hidroterapi, maka dinyatakan H0 diterima, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh hidroterapi terhadap penurunan kadar

gula darah sewaktu pada pasien DM di ruang Zaitun 1 RSUD Al-Ihsan

Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

Yuniarti,dkk (2012) dimana pada penelitian tersebut dihasilkan uji statistik

didapatkan nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh hidroterapi pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Dan

didukung oleh penelitian James (2010) dalam Yuniarti (2012) menyatakan

bahwa dengan minum air putih menyebabkan terjadinya pemecahan

54
gula.Untuk membantu mengeluarkan zat-zat kimia seperti glukosa dan

zat-zat melalui ginjal serta proses pembersihan organ tubuh, diperlukan

jumlah cairan yang banyak dalam satu kali pemberian di pagi hari. Hal ini

diperkuat juga oleh Sudarmoko (2010) dalam Yuniarti (2012) yang

menyatakan bahwa konsumsi air putih membantu proses pembuangan

semua racun-racun di dalam tubuh, termasuk gula berlebih.

Demikian juga hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

Husna & Junios (2013) didapatkan hasil uji statistik nilai p = 0,006

(p<0,05), maka terdapat pengaruh terapi air putih terhadap kadar gula

darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2. Hasil penelitian ini selaras

dengan teori Sherwood (2011) yang menyatakan bahwa ketika tubuh

kekurangan cairan, maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan

cara mengaktifkan sistem renin angiotensin. Angiotensin II kemudian

merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu efeknya adalah

meningkatkan reabsorbsi air oleh tubulus ginjal. Vasopresin merangsang

proses glukoneogenesis dan pelepasan glukagon sehingga meningkatkan

kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia).

Manajemen hiperglikemia yang dapat dilakukan perawat dalam

aktivitas keperawatan untuk mengatasi masalah hiperglikemia adalah

mendorong pasien untuk meningkatkan intake cairan secara oral dan

memonitor status cairan pasien (Wagner, dkk 2013). Konsumsi air putih

membantu proses pemecahan gula (James, 2010)

Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi,

sehingga dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume

darah turun secara mencolok. Kegagalan sirkulasi apabila tidak diperbaiki

55
dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak turun atau

dapat menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang

tidak kuat. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami

dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstra

sel yang hipertonik.

Cairan merupakan komponen terbesar yang membentuk tubuh,

60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas cairan (Potter & Perry,

2010). Kekurangan air putih dapat menyebabkan dehidrasi yang

berakibat buruk pada kinerja organ organ tubuh, selain itu dehidrasi juga

dapat menyebabkan cepat lupa, sulit berkonsentrasi, mudah lelah bahkan

sukar menyelesaikan persoalan yang sederhana (Guyton & Hall, 2007).

Air putih mengandung dan terdiri dari senyawa hidrogen (H2) dan

senyawa oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh (Marks, dkk.,

2000). Sementara itu, air yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya

adalah sekitar 50 ml/kgBB/hari (Potter & Perry, 2010). Konsumsi air putih

(hidroterapi) atau ketika asupan air meningkat, ini dapat mencegah atau

menunda timbulnya hiperglikemia dan diabetes berikutnya (Roussel,

2011).

Berdasarkan analisa peneliti adanya penurunan kadar gula darah

antara sebelum dan sesudah dikarenakan adanya perlakuan yang

diberikan yaitu mengkonsumsi air putih setelah bangun tidur selama 3

hari berturut-turut. Pemberian terapi air putih selama 3 hari terhadap 10

orang responden, semua responden (60 %) mengalami penurunan kadar

gula darah dan yang paling tinggi Sehingga dapat disimpulkan sesuai

56
dengan teori yang ada bahwa terapi air putih berpengaruh terhadap

kadar gula darah.

C. KETERBATASAN PENELITI

1. Sebagian responden masih sulit untuk diberi intervensi dengan alasan

lupa dan sering bolak balik kamar mandi.

2. Terbatasnya populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi sehingga

kelompok membutuhkan beberapa hari untuk mencari responden.

3. Pada aplikatif jurnal ini masih ada variabel yang mempengaruhi kadar

gula darah sewaktu pada pasien DM tipe 2 yang tidak dikendalikan

seperti konsumsi obat hiperglikemi oral (OHO), aktivitas fisik dan diet.

4. Kelompok tidak langsung memberikan air putih pada saat bangun

tidurpemberian terapi air putih ini diberikan oleh keluarga, sehingga

kelompok tidak tau apakah responden minum air putih sesuai dengan

yang ditentukan atau tidak.

57
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian mengenai pengaruh

pengaruh hidroterapi (terapi minum air putih) terhadap penurunan gula

darah sewaktu pada pasien dm di ruang zaitun I RSUD AL-Ihsan, maka

dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebelum diberikan hidroterapi didapatkan, yaitu sebagian besar 9

responden (90,0%) memiliki kadar glukosa darah tinggi dan sebagian

kecil 1 responden memiliki kadar glukosa normal (10,0).

2. Setelah diberikan hidroterapi didapatkan, yaitu sebagian besar 6

responden memiliki kadar gula darah sewaktu normal (60,0%) sebagian

kecil yaitu 4 responden memiliki kadar gula darah sewaktu tinggi

(40,0%).

3. Terdapat pengaruh pemberian hidroterapi terhadap penurunan kadar

gula darah sewaktu pada pasien DM di ruang Zaitun 1 RSUD Al-Ihsan

Provinsi Jawa Barat dengan nilai p = 0.000 < α = 0,005.

B. SARAN

1. Manfaat Teoristik

58
Hasil dari penelitian ini di harapkan menjadi sumber ilmu

pengetahuan untuk pengembangan teori keperawatan terkait dengan

hidroterapi terhadap penurunan kadar gula sewaktu pada pasien DM

tipe II di ruang Zaitun IRSUD Al-Ihsan.

2. Manfaat Praktis

Dalam peneilitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk berbagai

pihak yang membutuhkan diantaranya:

a. Bagi Ruang Perawatan

Diharapkan perawat ruangan khususnya di ruang Zaitun I

RSUD Al-Ihsan membuat leaflet dan memberikan pendidikan

kesehatan mengenai hidroterapi serta memberikan edukasi pada

pasien DM .

59
DAFTAR PUSTAKA

Anita Fransiska, et al. (2018). Pengaruh Latihan Range Of Motion Terhadap

Rentang Gerak Sendi Ekstremitas Atas Pada Pasien Pasca Stroke Di

Makassar. JOURNAL OF ISLAMIC NURSING. Volume 3 Nomor 1,

Juli 2018. Diakses pada tanggal 16 September 2019.

Agonwardi & Budi Hendri. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Latihan

Range Of Motion (Rom) Terhadap Keterampilan Keluarga Melakukan

Rom Pasien Stroke. Journal Endurance 1(1) 25 February 2016 (47-

54). Diakses Pada Tanggal 16 September 2019.

Bauronga, Et Al. (2018). Hubungan Pengetahuan Rom Dengan Bimbingan

Keluarga Melaksanakan Rom Exercise Pada Pasien Stroke Di Rsu

Gmim Bethesda Tomohon. E-Jurnal Sariputra, Juni 2018 Vol. 5 (2).

Diakses Pada Tanggal 16 September 2019.

Bernhardt dkk 2010. Pedoman Praktis “STROKE Panduan Perawatan”, ARCAN.

Elizabeth, Corwin. 2010. Patofisiologis. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Jakarta.

Friedman, M.M. 2010. Family Nursing Research, theory, and practice 6 th edition.

Connecticut: Appleton & Lange

Karunia, E. 2016. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian

Activity Of Daily Living Pasca Stroke. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol

4 Nomor 2 , 213-224.

Lewis. 2007. Medical Surgical Nursing. Edisi VII. St. Louis: Missouri. Mosby-

yearbook, Inc.

60
Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:

Rinekan Cipta

Pongantung H.,SampeA.,Sianimpar.,Melci (2018) Pengaruh Range of Motion

pada Ekstremitas Bawah Terhadap Keseimbangan Berjalan pada

Pasien Pasca Stroke Di Rs. Stella Maris Makassar

Http://ejournal.stikesnh.ac.id/index, php/jikd/article/view/319

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula.

Yogyakarta

Smeltzer, C.S., et al. 2008. Brunner & suddarth’s texbook of medicalsurgical

nursing. (11 th ed). Philadelphia: Lippincott and Wilkins.

Suratun, dkk . 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskletal. Jakarta : EGC

61

Anda mungkin juga menyukai