Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK LANJUT


“PENYAKIT AKUT DAN KEGAWATDARURATAN PADA ANAK
LEUKIMIA DENGAN DEMAM NEUTROPENIA”

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH :

APRIYANT BP : 1921312013

DOSEN:

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga kami dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak lanjut yang mana membahas
tentang penyakit akut dan kegawatdaruratan anak dengan demam neutropenia.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan ini bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT Yang Maha Esa.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Terutama bagi mahasiswa fakultas keperawatan Universitas Andalas yang
ingin membahas secara rinci tentang isi makalah ini sehingga menjadi lebih baik
lagi.

Padang, Maret 2020


Hormat Saya,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar belakang ........................................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Tujuan ........................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................. Error! Bookmark not defined.
2.1. Pengertian Leukimia ................................. Error! Bookmark not defined.
2.2 Terapi Bermain dengan Puzzle ............................................................. 5
2.3 Satuan Acara Penyuluhan ..................................................................... 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13
3.1 Saran ...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Leukimia adalah penyakit kanker sel-sel darah putih, yang bila seorang
anak menderita leukemia, maka sejumlah besar sel darah putih abnormal
diproduksi di sumsum tulang. Sel-sel abnormal ini memenuhi sumsum tulang dan
mungkin meluber ke aliran darah. Leukemia anak-anak juga dibagi menjadi Acute
Lymphotic Leukimia (ALL) atau Acut Lymphotic Leukimia (ANLL) tergantung
apakah kankernya melibatkan sel darah putih spesifik yang disebut limfosit.
(Komplewich, H, 2015).
Angka kejadian leukemia di dunia terjadi sebanyak 351.965 kasus menurut
IARC (Internasional Agency for Research on Cancer). Jumlah leukemia di Asia
mencapai 167.448 kasus. Negara China insiden kanker yang banyak ditemukan
pada anak adalah leukemia sekitar 2,67/100.000, mendekati negara Asia (Japaries,
2013). Menurut Depkes (2015), Permasalahan kanker pada anak juga menjadi
persoalan yang cukup besar di negara Indonesia dikarenakan menjadi sepuluh
besar penyebab kematian pada anak.
Pengobatan kanker pada anak meliputi kemoterapi, terapi radiasi,
transplantasi sumsum tulang, cryotherapy dan transplantasi sel darah perifer
(peripheral blood stem cell). Kemoterapi menjadi salah satu intervensi yang
banyak digunakan hingga saat ini pada pasien kanker, dimana kemoterapi
bertujuan untuk menghancurkan sel-sel yang menyerang tubuh penderita kanker
(Handayani, 2018).
Pengobatan kemoterapi yang dijalani tentunya memerlukan proses yang
lama, berkelanjutan dan teratur pada anak yang menderita kanker leukimia.
Pengobatan yang dilakukan menimbulkan ketidaknyamanan seperti masalah fisik
yaitu mual, muntah, luka pada rongga mulut, rambut rontok, serta gangguan saraf
tepi seperti kebas dan kesemutan pada jari tangan dan kaki, serta demam
neutropenia. (Hockenberry dan Wilson, 2010).
3

Demam neutropenia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari 2 gejala,


yaitu demam yang didefinisikan sebagai temperatur oral ≥38,3OC sekali
pengukuran, atau temperatur ≥38OC untuk pengukuran selama 1 jam terus-
menerus, atau pada 2 kali pengukuran dengan jarak minimal 12 jam, dan
neutropenia yang didefinisikan sebagai hitung neutrofil total (absolute neutrophils
count / ANC) < 500 sel/mm3. Demam neutropenia adalah penyakit yang self-
limited, seringkali iatrogenik yang muncul pada pasien kanker maupun
pengobatannya. Demam neutropenia termasuk kegawatan di bidang hematologi
karena penurunan jumlah neutrofil sebagai salah satu pertahanan tubuh utama
terhadap mikroba, pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi berat dan
kematian. Pasien demam neutropenia dengan atau tanpa gejala merupakan
keadaan potensial yang mengancam hidup. (Mendez, et al 2007).
Pengobatan yang mempengaruhi flora normal endogan dan perawatan
berulang di rumah sakit akan mempengaruhi kejadian infeksi yang seringkali sulit
diatasi. Tempat terjadinya infeksi pada pasien neutropenia menentukan
pengobatan yang akan diberikan. Sedangkan pengetahuan mengenai mikro-
organisme tersering yang menjadi penyebab infeksi pada pasien neutropenia
merupakan dasar pengobatan antibiotik empirik yang paling tepat.

1.2.Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana penyakit akut dan kegawatdaruratan anak
dengan demam neutropenia.

1.3. Manfaat
Sebagai bahan masukan dan menambah referensi untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dalam keterampilan penulis khususnya dalam penyakit akut dan
kegawatdaruratan anak dengan demam neutropenia.
BAB II

PENDAHULUAN

2.1. Pengertian Leukimia


Leukimia adalah penyakit kanker sel-sel darah putih, yang bila seorang
anak menderita leukemia, maka sejumlah besar sel darah putih abnormal
diproduksi di sumsum tulang. Sel-sel abnormal ini memenuhi sumsum tulang dan
mungkin meluber ke aliran darah. Leukemia anak-anak juga dibagi menjadi Acute
Lymphotic Leukimia (ALL) atau Acut Lymphotic Leukimia (ANLL) tergantung
apakah kankernya melibatkan sel darah putih spesifik yang disebut limfosit.
(Komplewich, H, 2015).
Leukemia merupakan penyakit keganasan yang disebabkan adanya
abnormalitas gen pada sel hematopoetik sehingga menyebabkan poliferasi klonal
dari sel-sel yang tidak terkendali, sekitar 40% leukemia yang terjadi pada anak
(Widagdo, 2012). Penyakit ini dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya
radiasi, faktor leukemogenik, virus dan keturunan. Penderita leukemia biasanya
menunjukkan gejala mudah terpapar infeksi, pendarahan, nyeri tulang, nyeri perut,
pembengkakan kalenjer getah bening, dan sulit bernafas (Yuni, 2015).
Penyakit ini juga merupakan poliferasi patologis dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik yang biasa nya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit
darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel
darah, yaitu pada sum sum tulang belakang. Penyakit ini sering disebut kanker
darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel darah
tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak
pertumbuhan sel darah yang normal. Berdasarkan morfologiksel terdapat lima
golongan besar leukemia sesuai dengan lima macam system hemopoietik dalam
sumsum tulang. (Ngastiyah, 2005). Adapun lima golongan besar leukemia yaitu:
1. Leukemia system eritropoietik: mielosis eritremika atau penyakit di
guglielmo.
2. Leukemia system granulopoietik: leukemia granulositik atau mielositik.

13
14

3. Leukemia system trobopoietik: leukemia megakariositik.


4. Leukemia system limfopoietik: leukimia limfositik.
5. Leukemia RES: Retikuloendoteliosis yang dapat berupa leukemia monositik,
leukemia plasmositik (penyakit Kahler), histiositosis, dan sebagainya

2.2. Penyebab Leukimia


Adapun penyebab leukemia menurut Komplewich, H (2015) adalah
sebagai berikut:
1) Tingkat radiasi yang tinggi pada orang-orang yang terpapar radiasi tingkat
tinggi lebih mudah terkena leukemia dibandingkan dengan mereka yang
tidak terpapar radiasi. Radiasi tingkat tinggi bisa terjadi karena ledakan
bom atom seperti yang terjadi di Jepang. Pengobatan yang menggunakan
radiasi bisa menjadi sumber dari paparan radiasi tinggi.
2) Orang yang bekerja atau yang pernah dengan bahan-bahan kimia tertentu
terpapar oleh benzene dengan kadar benzene yang tinggi di tempat kerja
dapat menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara luas di industri
kimia. Formaldehid juga digunakan luas pada industri kimia, pekerja yang
terpapar formaldehid memiliki resiko lebih besar terkena leukemia.
3) Kemoterapi pasien kanker yang di terapi dengan obat anti kanker kadang-
kadang berkembang menjadi leukemia.
4) Down Syndrome dan beberapa penyakit keturunan lainnya beberapa
penyakit disebabkan oleh kromosom yang abnormal mungkin
meningkatkan resiko leukemia.
5) Human T-cell Leukemia virus-I (HTVL-I) Virus ini menyebabkan tipe
yang jarang dari leukemia limfositik kronik yang dikenal sebagi T-cell
leukemia.
6) Myelodysplastic syndrome ini terjadi pada orang -orang dengan penyakit
darah ini memiliki resiko terhadap berkembangnya leukemia myeloid
akut.
7) Fanconi Anemia yang juga menyebabkan akut myeloid leukemia.
15

2.3. Gejala pasien leukemia


Leukemia akut merupakan penyakit kanker yang berkembang dengan cepat.
Biasanya, leukemia akut berkembang pesat dan menjadi lebih buruk dalam jangka
waktu beberapa minggu saja. Pasien menjadi kurang sehat, lemah dengan gejala
anemia, mudah mengalami pendarahan, dan infeksi. Leukemia kronis biasanya
tidak menimbulkan gejala apa pun pada stadium awal. Penyakit ini biasanya
ditemukan pada saat melakukan tes darah rutin. Beberapa pasien CLL terdiagnosis
ketika kelenjar getah bening yang bengkak ditemukan oleh dokter pada saat
melakukan pemeriksaan rutin. Segera lakukan konsultasi dengan dokter jika Anda
merasakan gejala-gejala berikut ini:
 Mudah merasa lelah
 Penurunan berat badan
 Kehilangan selera makan
 Berkeringat di malam hari
 Demam yang tidak jelas
 Sering mengalami infeksi
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Pendarahan yang tidak biasa (misalnya pendarahan pada hidung/gusi
secara berulang-ulang)

2.4. Pengobatan pasien Leukemia


Pengobatan leukemia bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada
beberapa jenis leukemia seperti CLL, terutama jika berada di stadium awal,
pengobatan mungkin tidak diperlukan jika pasien tidak menunjukkan gejala
gangguan kesehatan. Pengobatan andalan terhadap leukemia adalah kombinasi
kemoterapi. Kemoterapi, atau kemoterapi sitotoksik adalah penggunaan obat
untuk membunuh sel kanker. Pengobatan bisa dilakukan dalam bentuk obat oral
atau infus intravena. Pembunuhan sel kanker tidak bersifat selektif, dan
pengobatan ini juga beracun bagi sel-sel normal. Kemoterapi biasanya dibagi ke
dalam beberapa tahapan berbeda :
16

 Induksi remisi: merupakan pengobatan awal saat kemoterapi intensif


diberikan untuk membunuh sel kanker.
 Konsolidasi remisi: merupakan pengobatan lanjutan dengan kemoterapi
untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa. Kemoterapi ini biasanya
kurang intensif bila dibandingkan dengan yang digunakan dalam tahapan
induksi.
 Pemeliharaan remisi: melibatkan kemoterapi untuk mempertahankan
remisi.
 Radioterapi: mencakup pengiriman radiasi dosis tinggi ke tempat tumor
berada. Hanya digunakan sebagai kendali lokal pada beberapa jenis
leukemia (misalnya CLL) saat kankermemengaruhi kelompok kelenjar
getah bening tertentu.
 Transplantasi sel punca haematopoietik: yang sebelumnya dikenal sebagai
transplantasi sumsum tulang (RMT), mencakup penggunaan sel punca
haematopoietik sumbangan yang sehat. Tindakan pengobatan ini berlaku
untuk beberapa pasien yang leukemianya tidak bisa dikendalikan dengan
kemoterapi saja.

2.5. Demam Neutropenia


Demam neutropenia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari 2 gejala,
yaitu demam yang didefinisikan sebagai temperatur oral ≥38,3C sekali
pengukuran, atau temperatur ≥38.0 C untuk pengukuran selama 1 jam terus-
menerus, atau pada 2 kali pengukuran dengan jarak minimal 12 jam, dan
neutropenia yang didefinisikan sebagai hitung neutrofil total (absolute neutrophils
count / ANC) < 500 sel/mm3. Demam neutropenia adalah penyakit yang self-
limited, seringkali iatrogenik yang muncul pada pasien kanker maupun
pengobatannya. Demam neutropenia termasuk kegawatan di bidang hematologi
karena penurunan jumlah neutrofil sebagai salah satu pertahanan tubuh utama
terhadap mikroba, pasien menjadi sangat rentan terhadap infeksi berat dan
kematian. Pasien demam neutropenia dengan atau tanpa gejala merupakan
keadaan potensial yang mengancam hidup. (Mendez, et al 2007).
17

Pengobatan yang mempengaruhi flora normal endogan dan perawatan


berulang di rumah sakit akan mempengaruhi kejadian infeksi yang seringkali sulit
diatasi. Tempat terjadinya infeksi pada pasien neutropenia menentukan
pengobatan yang akan diberikan. Sedangkan pengetahuan mengenai mikro-
organisme tersering yang menjadi penyebab infeksi pada pasien neutropenia
merupakan dasar pengobatan antibiotik empirik yang paling tepat.

2.6. FaKtor penyebab Demam Neutropenia


Pada 25 tahun terakhir diketahui bahwa terjadi perubahan jenis patogen
penyebab demam pada pasien neutropenia. Perubahan ini mencerminkan
perubahan pada faktor pejamu dan perubahan pemakaian antibiotik pada pasien
neutropenia ini. Jenis mikroba yang sering dan jarang menyebabkan infeksi pada
neutropenia. Secara tradisional, bakteri Gram negatif merupakan penyebab infeksi
pada neutropenia, khususnya Pseudomonas aeruginosa. Dalam beberapa tahun ini,
penyebab infeksi pada neutropenia telah berubah dari bakteri Gram negatif
menjadi bakteri Gram positif, dilaporkan terjadi pada sekitar 63% dari isolat yang
dilaporkan oleh American National Cancer Institute Survey.
Penyebab perubahan ini diduga karena peningkatan pemasangan kateter
intravena dan penggunaan antibiotik secara empiris, yang lebih banyak ditujukan
kepada bakteri Gqaram negatif daripada Gram positif. Mikroba yang terbanyak
berhubungan dengan pemasangan kateter intravena adalah Staphyllococcus
coagulase negative, S.aureus, dan Streptococcus viridans. Mikroba lainnya yang
juga sering ditemukan adalah P.aeruginosa, spesies Acinetobacter, spesies
Bacillus, spesies Corynebacterium, spesies Candida, dan Malassezia furfur.
Infeksi oleh stafilokokus, streptokokus, dan enterokokus tampak meningkat.
Pengobatan seringkali gagal seiring dengan meningkatnya insidens methicillin
resistance terhadap stafilokokus dan multidrug resistance terhadap enterokokus.
Mukositis seringkali disebabkan ooleh Streptococcus mitis dan viridans (pada
pasien dewasa seringkali disebabkan oleh pemakaian siprofloksasin sebagai
antibiotik profilaksis).
18

Infeksi jamur juga dilaporkan meningkat, terbanyak disebabkan oleh


C.albicans, spesies C.non-albicans, C.tropicalias, C.kruzei, dan fungi filamentosa
(sp. Asperfillus, Mucor, Fusarium, dan Pseudoallescheria boydii). Fungi
filamentosa ini berhubungan dengan infeksi sistem nafas American National
Institute of Health melaporkan bahwa infeksi bakteri Gram negatif sebagai
penyebab infeksi pada pasien neutropenia tetap harus diperhitungkan, namun jenis
bakteri yang semula terbanyak disebabkan oleh Ps. aeruginosa telah menurun
dengan drastis (sekitar 1% dari isolat yang ditemukan) tanpa penyebab yang jelas.
Pseudomonas masih banyak ditemukan pada anak dengan infeksi HIV. Isolat
terbanyak dari bakteri Gram negatif adalah E.coli dan K.pneumoniae; namun
perlu mendapat perhatian adanya antibiotik yang telah resisten terhadap spesies
Enterobacter, Serratia marcescens dan spesies Acinetobacter. Di antara penyebab
demam neutropenia, sekitar 30-50% dapat diisolasi. Hal ini jauh berkurang
dibandingkan dengan kejadian 20-30 tahun yang lalu.
Penyebab lainya juga pasien keganasan mengalami penurunan daya tahan
tubuh sehingga meningkatkan risiko kejadian infeksi, termasuk phlebitis akibat
pemakaian infus. Penelitian kami tidak mendapatkan perbedaan antara rerata lama
pemakaian infus lebih dari 10 hari dan kurang dari 10 hari terhadap kejadian
demam neutropenia.

2.7. Manifestasi Klinis


Keadaan neutropenia merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi.
Pada umumnya sekitar 90% kasus neutropenia mudah menderita demam, tanpa
disertai gejala klinis lain. Dalam keadaan demikian, perlu dicari adakah faktor
risiko untuk jenis infeksi tertentu, riwayat penyakit dasarnya serta pengobatannya,
telah berapa lama terjadi neutropenia, antibiotik profilaksis yang telah diberikan,
penyakit infeksi yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatannya, perjalanan
ke daerah endemis penyakit infeksi tertentu, pengetahuan spektrum mikroba serta
uji resistensi, serta kemungkinan adanya gejala klinis yang khas harus dicari
dengan teliti.
19

Pada sebagian besar kasus, sulit mencari penyebab penyakit walaupun


telah dilakukan pemeriksaan penunjang diagnosis; oleh karena itu seringkali
pengobatan empiris harus segera diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium
yang spesifik.

2.8. Analisis jurnal pasien dengan demam neutropenia

Judul : Implementation Of A Nursing Based Order Set: Improved Antibiotic


Administration Times For Pediatric ED Patients With Therapy-Induced
Neutropenia And Fever.

Penulis : Tana Lukes, BA, BSN-RN, CPN, Katharine Schjodt, MSN, APRN-
PCNS-BC, CPN, CPHON, Leeza Struwe, PhD, MSN, RN (2018).

Tujuan : Jurnal ini bertujuan untuk pasien dengan demam neutropenia yang
diinduksi kemoterapi, keterlambatan dalam pemberian antibiotik terkait dengan
hasil yang buruk, seperti penerimaan ICU dan kebutuhan untuk intervensi lebih
lanjut peningkatan kualitas secara signifikan mengurangi waktu dari inisiasi triase
terhadap antibiotik.

Hasil : Hasil terakhir, untuk penggunaan antibiotik, menunjukkan penurunan,


secara statistik dan signifikan, p = 0,07. Melalui proyek peningkatan kualitas ini,
ED ini mampu meningkatkan kolaborasi antara disiplin ilmu untuk mempengaruhi
hasil perawatan pasien. Dengan hasil menurunkan dari rata-rata 128 menit ke 60
menit menggunakan tiga intervensi. Intervensi difokuskan pada penyedia dan
keperawatan meningkatkan otonomi perawat untuk secara efektif merawat pasien
dengan demam neutropenia.
20

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT
LEUKIMIA DEMAM NEUTROPENIA

3.1. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat keluarga : riwayat keluarga tentang penyakit keturunan
3. Riwayat pasien : tentang penyakit dimasa lalu atau penyebab lainya.
4. Riwayat kesehatan lingkungan
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
6. Pola makan
7. Pola aktivitas
8. Riwayat ibu saat hamil
9. Kemampuan bicara dan bermain
10. Riwayat imunisasi
11. Pemeriksaan fisik
(sumber : Wijayanti, 2015)

3.2. Diagnosa Keperawatan (sumber : SDKI, 2017)


1. Termoregulasi tidak efektif b/d efek kemoterapi (D0149)
2. Gangguan tumbuh kembang b/d efek ketidakmampuan fisik (D0106)
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan (D0056)
4. Ketidakmampuan koping keluarga b/d krisis situasional (D0093)
5. Pemeliharaan kesehatan tidakefektif b/d ketidakmampuan mengatasi
masalah. (D0003)
21

3.3. Intervensi Keperawatan (Sumber : NIC & NOC, 2016)


NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN

1 Termoregulasi tidak setelah dilakukan intervensi 1. Kaji tanda-tanda vital


efektif b/d efek keperawatan anak mampu : pasien
kemoterapi (D0149) (NOC : 611) 2. Kaji manajemen
 Anak tanpak nyaman lingkungan pasien
 Tanda-tanda vital dalam 3. Pantau tanda-tanda infeksi
batas normal 4. Anjurkan keluarga untuk
 Anak terhindar dari kompres hangat
demam 5. Ajarkan keluarga cara
penggunaan thermometer
dirumah.
6. Anjurkan keluarga untuk
segara membawa ke
fasilitas kesehatan jika
terjadi peningkatan suhu
lebih dari 37,5 c.
(NIC : 518)
2 Gangguan tumbuh setelah dilakukan intervensi 1. Kaji perilaku tumbuh
kembang b/d keperawatan anak mampu : kembang anak
ketidakmampuan fisik (NOC : 497) 2. Kaji kecakapan social anak
(SDKI. D. 0106)  Menunjukan kesehatan 3. Pantau peningkatan
yang baik dan status perkembangan anak
perkembangan baik 4. Pantau peningkatan koping
 Menggunakan anak dan keluarga atau
keterampilan interkasi pengasuhan.
social yang efektif 5. Berikan konseling tentang
 Menunjukan kemampuan cara stimulus
bekerja perkembangan anak. (NIC
22

 Menunjukan : 536)
perkembangan harga diri.
3 Intoleransi aktivitas b/d setelah dilakukan intervensi 1. Kaji aktivitas anak
kelemahan (D0056) keperawatan anak mampu: 2. Identifikasi resiko
(NOC : 618) 3. Kaji peningkatan
 Anak mampu toleransi keselamatan pasien
terhadap aktifitas 4. Monitor tanda-tanda
 Daya tahan tubuh lebih vital
baik 5. Kaji mobilisasi pasien
 Tanda-tanda vital dalam 6. Ajarkan latihan
batal normal kekutana otot
7. Bantu klien dalam
terapi mobilitas otot.
(NIC: 527)
4 Ketidakmampuan Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji koping anak dan
koping keluarga b/d keperawatan keluarga mampu keluarga
krisis situasional : (NOC : 498) 2. Pahami situasi yang
(D0093)  Menggunakan strategi terjadi dari persepktif
koping yang efektif anak
 Menunjukan pemikiran 3. Gunakan pendekatan
yang komplek yang yang tenang dan
semakin berkembang meyakinkan
 Mempertahankan fungsi 4. Berikan objek untuk
kognitif menunjukan perasaan
5. Dorong verbalisari
perasaan
6. Berikan aktivitas
pengganti yang seperti
terapi bermain pada anak
7. Berikan pendkes tentang
23

penanganan tanda dan


gejala dirumah.
8. Dukung penggunaan
mekanisme koping yang
sesuai. (NIC : 582)
5 Pemeliharaan kesehatan Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji kegiatan keluarga
tidakefektif b/d keperawatan keluarga mampu 2. Kaji pengatahuan
ketidakmampuan : (NOC : 647) keluarga terhadap
mengatasi masalah.  Keluarga menunjukan penyakit
(D0003) kepatuhan sesuai saran 3. Informasikan pada
petugas kesehatan keluarga mengenai cara
 Keluarga mampu mengatasi perawatan pasien
proses penyakit 4. Informasikan pada
 Keluarga mampu dalam keluarga cara
kelputusan perawatan memutuskan tindakan
kesehatan 5. Informasikan pada
keluarga untuk
menggunakan fasilitas
kesehatan
6. Bantu keluarga untuk
pengambilan keputusan
kolaboratif
7. Berikan informasi sesuai
kebutuan keluarga
8. Hormati hak-hak pasien
untuk menerima atau
tidak informasi.
(NIC : 7140)
24

BAB IV
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencegah infeksi pada pasien
neutropenia antara lain :
 Trimethoprim-sulfamethoxazole sebagai antibiotik profilaksis, namun
makin hari makin banyak bakteri yang mulai resisten.
 Ciprofloxacin juga telah dipakai sebagai antibiotik profilaksis untuk
mengurangi infeksi bakteri Gram negatif namun tidak untuk Gram positif.
Profilaksin antigungal fluconazole telah dapat menurunkan insidens
candidiosis, namun tampaknya telah muncul pula spesies candida yang
resisten terhadap fliconazole.
 Trimethoprim-sulfamethoxazole sebagai pencegahan terhadap Pneumocystis
carinii tampaknya cukup efektif dan tetap direkomendasikan untuk pasien
keganasan yang mendapat pengobatan glikokortikoid.
 Kebersihan lingkungan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Isolasi
sederhana perlu diterapkan untuk pasien neutropenia, kebiasaan mencuci
tangan bagi dokter, perawat, dan pengasuh perlu harus selalu diingatkan,
aliran udara dalam kamar cukup baik, sehingga mengurangi paparan
mikroba pada pasien.
 Merekomendasikan untuk selalu memasak makanan dengan baik, terutama
untuk menghindari infeksi jamur.
 Menjaga pencemaran dari polusi bahan bangunan untuk mencegah infeksi
Aspergillus dan Ventilasi kamar perlu diperhatikan kebersihannya untuk
mencegah infeksi Legionella

3.2.Saran
Diharapkan kepada pembaca maupun penulis sendiri agar dapat menjadi
bahan referensi dalam melakukan pembuatan asuhan keperawatan kususnya pada
anak dengan demam neutropenia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2018). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta.


Wong, DL. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatri. Jakarta: EGC.
Mendes AV, Sapolnik R, Mendonca N. New guidelines for the clinical
management of febrile neutropenia and sepsis in pediatric oncology patients.
J Pediatr (Rio J) 2017; 83:S54-63.
Hadinegoro, S. R. S. (2016). Demam pada Pasien Neutropenia. Sari Pediatri,
3(4), 235. https://doi.org/10.14238/sp3.4.2002.235-41
Hapsari, M., Tamam, M., & Satrio, P. (2016). Faktor Risiko Terjadinya Demam
Neutropenia pada Anak Leukemia Limfoblastik Akut. Sari Pediatri, 15(1),
39. https://doi.org/10.14238/sp15.1.2013.39-45.

Anda mungkin juga menyukai