Anda di halaman 1dari 38

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELAINAN SISTEM HEMATOLOGI: LEUKEMIA PADA


ANAK DENGAN APLIKASI NANDA NOC NIC

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah keperawatan Anak II

Dosen Pengampu: Ns., Happy Indri Hapsari., M.Kep.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
1. Ary Muslikhah (ST182008)
2. Hari Purnomo (ST182018)
3. Nina Setyowati (ST182026)
4. Purnaning Sintya Krisna Utami (ST182035)
5. Winda Fitriani (ST182052)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-
Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN ANAK II dibimbing oleh ibu Ns., Happy
Indri Hapsari., M.Kep. dalam menempuh Pendidikan Sarjana Keperawatan.
Kami berharap setelah memahami makalah ini teman-teman dapat menambah
pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dan juga kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun
demi menyempurnakan makalah ini.
Demikian makalah kami, kami mengucapkan terima kasih.

Surakarta, 27 April 2019


Penulis
Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C. Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi ................................................................................................ 3
B. Definisi Leukemia................................................................................................ 4
C. Klasifikasi Leukemia................................. .......................................................... 4
D. Etiologi ...................... ........................................................................................ 6
E. Patofisiologi .......................................................................................................... 8
F. Pathways................................................................................................................ 9
G. Manifestasi Klinis ............................................................................................... 10
H. Pemeriksaan Diagnosis....................................................................................... 11
I. Penatalaksanaan................................................................................................... 14
J. Komplikasi........................................................................................................... 17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian............................................................................................................ 18
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................... 20
C. Intervensi NANDA NIC-NOC............................................................................. 20
D. Implementasi........................................................................................................ 33
E. Evaluasi................................................................................................................ 33
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................... 34
B. Saran..................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang beragam, ditandai
oleh produksi secara tak normal (transformasi maligna) dari sel-sel pembentuk darah di
sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang belakang
digantikan oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat dijumpai di
dalam darah perifer atau sel darah tepi. Sel leukemia sangat mempengaruhi pembentukan
sel darah normal (hematopoiesis) dan imunitas tubuh penderita (Yayan, 2010).
American Cancer Society (2014) menyebutkan bahwa angka kejadian leukemia
di Amerika Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan
14.420 kasus pada perempuan (43,12%). Insiden Rate (IR) leukemia pada laki-laki di
Canada 14 per 100.000 penduduk dan pada perempuan 8 per 100.000 penduduk. Kasus
Leukemia banyak terjadi pada kelompok usia anak kurang dari 15 tahun. Jenis leukemia
yang terjadi pada kelompok usia anak adalah Leukemia Limfositik Akut (LLA),
Leukemia Mielositik Akut (LMA), Leukemia Limfositik Kronis (LLK), dan Leukemia
Mielositik Kronis (LMK). Dimana kejadian LLA pada kelompok usia anak 5 kali lebih
sering terjadi dibanding dengan kejadian LMA. (Belson et al, 2007). Proporsi besar
kejadian kanker pada kelompok usia anak adalah 32% dan 74% dari kelompok usia anak
tersebut terdiagnosisleukemia. Tahun 1994, insidensi kejadian Leukemia di Amerika
adalah 31,8 per 1.000.000 kelahiran hidup (Ross et al, 1994).
Data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2006 melaporkan kasus Leukemia berada pada peringkat kelima dengan jumlah rawat
inap 2.513 (5,93%) setelah kanker payudara, kanker servik, kanker hati dan saluran
empedu intrahepatik, limfoma non-Hodgkin dari seluruh pasien kanker rawat inap rumah
sakit yang berjumlah 31.188 pasien di seluruh Indonesia. Sedangkan pada rawat jalan,
leukemia menempati posisi ketujuh dengan jumlah pasien 4.075 (4,42%) dari 92.233
pasien rawat jalan. Sistem Registrasi Kanker di Indonesia (Srikandi) tahun 2005-2007
mencatat bahwa diperkirakan insiden kanker pada anak (0-17 tahun) sebesar 9 per
100.000 anak. Dimana leukemia merupakan kasus kanker tertinggi pada anak dengan
estimasi insiden sebesar 2,8 per 100.000 anak, kanker bola mata (Retinoblastoma) 2,4
per 100.000 anak, osteosarkoma 0,97 per 100.000 anak, limfoma 0,75 per 100.000 anak,

1
kanker nesopharing 0,43 per 100.000 anak. Kanker pada anak merupakan 4,7% dari
jumlah kanker pada semua umur (Riskesdas, 2013).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi
kejadian leukemia. Beberapa faktor tersebut adalah faktor genetik, faktor karakteristik
kelahiran, faktor lingkungan, faktor immunologi, dan faktor reproduktif orang tua. Faktor
genetik seperti, riwayat keluarga dengan leukemia dan riwayat down’s syndrome pada
anak. Faktor karakteristik kelahiran anak seperti berat badan lahir, urutan lahir, dan jenis
kelamin. Faktor lingkungan seperti, paparan radiasi, paparan insektisida rumah tangga,
dan paparan asap rokok/polusi. Faktor immunologi seperti, pemberian ASI kepada anak
sewaktu bayi. Faktor reproduktif orang tua seperti, usia ibu saat mengandung anak, usia
ayah saat ibu mengandung anak, dan riwayat keguguran pada ibu (Kennedy, 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah antomi fisiologi darah?
2. Apa definisi Leukemia?
3. Apa sajakah klasifikasi Leukemia?
4. Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?
5. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Leukemia?
6. Bagaimanakah Pathways penyakit Leukemia
7. Apa sajakah manifestasi klinis penyakit Leukemia?
8. Apa sajakah pemeriksaan diagnostikpenyakit Leukemia?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit Leukemia?
10. Apa sajakah komplikasi penyakit Leukemia?
11. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien penyakit Leukemia?

C. Tujuan
1. Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II
2. Mengetahui Proses Terjadinya Leukemia.
3. Mengetahui Proses Asuhan Keperawatan pada Leukemia dengan mengaplikasikan
Intervensi dari NANDA NOC NIC.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
Darah merupakan jaringan tubuh yang berbentuk cairan yang terdapat dalam
pembuluh darah, dan termasuk dalam sistem hematologi. Jumlah darah setiap individu
berbeda-beda tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan pembuluh darah.
Normalnya pada orang sehat 1/13 dari berat badan atau 4 sampai 5 Liter. Darah
berfungsi sebagai alat pengangkut dan sebagai pertahanan tubuh serta penyebar panas
keseluruh tubuh.
Darah mengandung:
1. Air 91%
2. Protein 8% (Albumin, Globulin, Protombin dan Fibrinogen)
3. Mineral 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt, Magnesium
dan Asam Amino)
Darah itu sendiri terbagi atas :
1. Eritrosit
Merupakan sel darah merah yang berbentuk cakram bikonkaf dan tidak berinti.
Normalnya 5.000/mm3 darah. Eritrosit ini mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin (Hb). Hb normal wanita 11,5 mg% dan Hb normal laki_laki 13 mg%.
Eritrosit berfungsi sebagai pengikat oksigen dari paru-paru lalu diedarkan keseluruh
tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh lalu dikeluarkan malalui paru-paru.
2. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih yang terbagi atas dua kategori : granolosit
sebanyak 60% san sel mononuklear (agranosit) sebanyak 40%. Leukosit memiliki inti
dan bentuk yang berubah-ubah. Leukosit berfungsi sebagai pertahan tubuh terhadap
benda asing yang menyerang tubuh. Contoh infasi bakteri Normal leukosit : 5.000-
10.000 mm3.
3. Trombosit
Trombosit merupakan partikel-partikel kecil yang bermacam-macam, ada bulat
dan lonjong. Trombosit berwarna putih. Jumlah normalnya 150.000-450.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai pengontrol pendarahan. Contoh: dalam pembekuan darah.

3
B. Definisi Leukemia
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal  berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk berkembang
secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel
nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia
(Corwin, 2008).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-
sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002 : 248 ).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Menurut teori – teori diatas leukemia adalah suatu keganasan berupa kanker dari
keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh limfoblas
yang abnormal, salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang  belakang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.

C. Klasifikasi leukemia
Klasifikasi leukemia dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai
dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis
yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

4
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun.
Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis
terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. 
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a) L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b)  L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
c) L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak,
banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA)
lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak
(15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3
sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari
salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.LLK cenderung
dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50
sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

5
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang
dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan
kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.

D. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1. Faktor genetic
Terlihat pada kembar identik yang akan beresiko tinggi bila kembaran yang
lain mengalami leukemia saudara sekandung dari individu yang leukemia dan
individu dengan sindrom down juga beresiko terhadap terjadinya leukemia.
Adanya Penyimpangan Kromosom: Insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2. Penyakit yang didapat
Resiko terkena leukemia mencakup mielofibrosis, polisetemia vera, dan anemia
refraktori sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin juga menunjukan
peningkatan resiko terhadap terjadinya penyakit ini. Resiko ini dapat di hubungkan
dengan penyakit dasar atau pengobatan dengan adens kemoterapi/radiasi.
3. Agens kimia dan fisik
Merupakan resiko signifikan terhadap leukimia mencakup radiasi dan pemajanan
jangka lama terhadap benzen. Agens kemoterapi kloramfenikol dan agens pengkelat
(alkylating) juga beresiko.

6
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal:
b. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1)  Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan
dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk – produk minyak,
cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
3) Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan
pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk
Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia
ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal:
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis.
4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-
sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini
berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.

7
5. Faktor lain
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab ALL sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkologik), faktor lain
yang turut berperan adalah:
a. Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (bentol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
b. Faktor endogen seperti Ras (orang Yahudi mudah menderita).

E. Patofisiologi
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai
struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh
manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu (hospes).
Bila struktur antigen virus tidak sesuai dengan struktur antigen individu, maka
virus tersebut akan ditolak, seperti pada penolakan terhadap benda asing lain. Struktur
antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat, terutama kulit dan
selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan) atau
HL-A (Human Leucocyte locus A).
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor malignan, imaturnya sel blast.
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu akan menimbulkan
anemia dan trombositopenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh sehingga mudah mengalami infeksi.
Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
SSP. Gangguan nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang dan berdampak pada
penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan menyebabkan terjadinya pembesaran hati,
limfe dan nodur limfe dan nyeri persediaan.

8
F. Pathways

9
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai
berikut:
1. Pilek tidak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar tanpa sebab
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Lumphedenopathy
9. Hepatosplenomegaly
10. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001: hal. 177)
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia sesuai jenisnya
adalah sebagai berikut:
1. Leukemia Mieloblastik Akut
a. Rasa lemah, pucat, nafsu makan hilang
b. Anemia
c. Perdarahan, petekie
d. Nyeri tulang
e. Infeksi
f. Pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati dan kelenjar mediatinum
g. Kadang – kadang ditemukan hipertrofi gusi khususnya pada M4 dan M5
h. Sakit kepala
2. Leukemia Mieloblastik Kronik
a. Rasa lelah
b. Penurunan berat badan
c. Rasa penuh di perut
d. Kadang – kadang rasa sakit di perut
e. Mudah mengalami perdarahan
f. Diaforesis meningkat
g. Tidak tahan panas
3. Leukemia Limfositik Akut

10
a. Malaise, demam, letargi, kejang
b. Keringat pada malam hari
c. Hepatosplenomegali
d. Nyeri tulang dan sendi
e. Anemia
f. Macam – macam infeksi
g. Penurunan berat badan
h. Muntah
i. Gangguan penglihatan
j. Nyeri kepala
4. Leukemia Limfositik Kronik
a. Mudah terserang infeksi
b. Anemia
c. Lemah
d. Pegal – pegal
e. Trombositopenia
f. Respons antibodi tertekan
g. Sintesis immonuglobin tidak cukup

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia
tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian
anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum.
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a. Darah tepi
1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.
4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast,
erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.
b. Sumsum tulang

11
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel
primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk
membedakannya dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada
apusan sumsum tulang).
c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam
diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan
prognosis.
d. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik
leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna
membedakan jenis leukemia.
2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)
a. Darah Tepi
1) Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x
109/L.
2) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
3) Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen
netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga
dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
4) Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu
rendah
b. Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%.
Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.

12
c. Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95%
kasus.
d. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
e. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein bcr – abl pada 99% kasus.
f. Kadar asam urat serum meningkat.
3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma
a. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien
yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai
5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux
ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat
didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan
mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria,
sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan
imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
b. Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas,
litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan
tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus.
c. CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan
modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi
karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi
yang CT scan dapat deteksi.
d. MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk
resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang
menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.

13
e. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multipel mieloma.

I. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
1.1. Kemoterapi pada penderita LLA
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang
karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh
sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan
setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki
otak dan sistem saraf pusat.
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis.
Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.
Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang
diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

14
1.2 Kemoterapi pada penderita LMA
a. Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi
komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia
di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini
berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
b. Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan
obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang
digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata
hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.

1.3 Kemoterapi pada penderita LLK


Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan
prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai:
· Stadium 0: limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
· Stadium I: limfositosis dan limfadenopati.
· Stadium II: limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
· Stadium III: limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
· Stadium IV: limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm 3dengan/tanpa
gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi
bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak
diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada
stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada
stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien
dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan
hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-
rata dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.
1. 4 Kemoterapi pada penderita LGK/LMK

15
a. Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan
pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan
bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang
tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
b. Fase Akselerasi, Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.
Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel
seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat
diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah
bening setempat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang
rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi
sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika
menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan
donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA
transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon
terhadap pengobatan.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita
leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan
antibiotik untuk mengatasi infeksi.

16
I. Komplikasi
Penyakit leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses
terapi Leukemia juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
2. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia)
pada keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan
hematom.
3. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau sendi.
Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal
yang berkembang pesat.
4. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat
keadaan leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa
bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
5. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus
leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar
trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke.
6. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi
lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan leukemia juga dapat menurunkan
kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
7. Kematian.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A PENGKAJIAN
1. Anamnesa
- Identitas klien
- Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
· Myelodisplastic syndrome
· Kemoterapi
· Down Syndrome
· Terpapar oleh elektromagnetik field
· Bekerja dengan bahan – bahan kimia tertentu (formaldehid, benzene)
· Anemia fanconi
b. Riwayat kesehatan sekarang
· Demam atau berkeringat pada malam hari
· Fatigue, Malaise
· Sakit kepala
· Nyeri pada tulang ataupun sendi
· Hepatosplenomegali
· Pembengkakan pada nodus limfe terutama pada leher dan ketiak
· Penurunan berat badan
· Anemia
· Petekie
· Hipertrofi gusi
· Pegal – pegal
c. Riwayat kesehatan keluarga
· Saudara kandung (kembar monozigot/identik) menderita leukemia
· Identitas
2. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas
· Malaise

18
· Lemah
· Peningkatan kebutuhan tidur
2. Sirkulasi
· Palpitasi
· Takikardia
· Membran mukosa pucat
3. Makanan/Cairan
· Anoreksi
· Mual
· Muntah
· Penurunan berat badan
· Disfagia
· Hipertrofi gusi
· Distensi abdomen
· Bunyi usus menurun
· Stomatitis
4. Neurosensori
· Pusing
· Kesemutan
· Disorientasi
· Kejang
5. Nyeri/Kenyamanan
· Nyeri abdomen
· Nyeri tekan sternal
· Sakit kepala
· Nyeri tulang/sendi
6. Pernapasan
· Dyspnea
· Napas pendek
· Takipnea
· Ronki
· Penurunan bunyi napas

19
7. Keamanan
· Gangguan penglihatan
· Infeksi
· Perdarahan
· Pembesaran hati, limpa, nodus limfe
8. Integritas Ego
· Depresi, Menarik diri
· Ansietas
· Perasaan tak berdaya

B. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke perifer
(anemia)
2) Resiko infeksi b.d penurunan sistem kekebalan tubuh
3) Resiko perdarahan b.d trombositopenia
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (anemia)
5) Nyeri b.d agen cedera biologis (efek fisiologis dari leukemia)
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (anoreksia)
7) Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (kemoterapi, radioterapi)

C. INTERVENSI NANDA NIC-NOC


No. NANDA NOC NIC
(North American (Nursing Outcome (Nursing Intervertion
Nursing Diagnosis Classification) Classification)
Asosiation)
1 Ketidakseimbangan 1. Status Sirkulasi 1. Monitor adanya
perfusi jaringan 2. Tissue perfusion : daerah tertentu yang
perifer b.d penurunan cerebral hanya peka terhadap
suplai darah ke perifer Kriteria hasil : panas, dingin, tajam,
(anemia) 1. Tekanan sistol dan tumpul.
Definisi : Penurunan diastole dalam keadaan 2. Monitor adanya
sirkulasi darah ke rentang yang paretese
perifer yang dapat diharapkan 3. Instruksikan keluarga

20
mengganggu 2. Tidak ada ortostatik untuk mengobsrvasi
kesehatan. hipertensi kulit jika ada isi atau
Batasan karakteristik : 3. Tidak ada tanda-tanda laserasi
1. Tidak ada nadi peningkatan 4. Gunakan sarung
2. Perubahan fungsi intracranial tangan untuk proteksi
motoric 4. Menunjukkan fungsi 5. Batasi gerakan pada
3. Perubahan sensori motoric kranial kepala, leher dan
karakteristik kulit yang utuh : tingkat punggung
4. Penurunan nadi kesadaran membaik, 6. Monitor kemapuan
5. Warna kulit pucat tidak ada gerakan- BAB
saat elevasi gerakan involunter. 7. Kolaborasi pemberian
Factor yang analgetik
berhubungan : 8. Monitor adanya
1. Kurang tromboplebitis
pengetahuan 9. Diskusikan mengenai
tentang factor penyebab perubahan
pemberat sensasi
(merokok, gaya
hidup monoton,
trauma, obesitas,
imobilitas).
1.       2 Resiko infeksi b.d Status imun Manajemen lingkungan
penurunan sistem Klien diharapkan mampu: Intervensi yang dilakukan
kekebalan tubuh a. Tidak adanya infeksi :
berulang a. Ciptakan lingkungan
b. Tidak adanya tumor yang aman untuk
c. Status pencernaan dari pasien.
skala yang diharapkan b. Identifikasi kebutuhan
d. Status pernapasan dari keamanan pasien,
skala yang diharapkan berdasarkan tingkat
e. Berat badan dalam fisik, dan fungsi
batas normal kognitif dan
f. Suhu tubuh normal pengalaman masa lalu.
g. Tidak adanya kelelahan c. Hindari lingkungan

21
secara terus menerus yang berbahaya (ex :
h. Jumlah sel darah putih permadani lepas dan
dalam batas normal kecil, perabotan rumah
Status nitrisi yang dapat dipindah-
Klien diharapkan mampu pindahkan).
menormalkan: d. Hindari objek yang
a. Pemasukan nutrisi berbahaya dari
b. Pemasukan makanan lingkungan.
dan cairan e. Usaha perlindungan
c. Energi dengan pinggir
d. Masa tubuh jeruji/pinggir lapisan
e. Berat badan jeruji, dengan tepat.
f. Dampingi pasien
selama aktivitas di luar
bangsal.
g. Atur tinggi rendahnya
tempat tidur.
h. Sediakan peralatan
yang adaptif (ex :
tangga yang dapat
disandarkan dan
susuran tangan),
dengan tepat.
i. Tempatkan furniture
dalam ruangan dengan
susunan yang tepat.
j. Sediakan tabung
panjang untuk
membuat gerakan lebih
leluasa.
k. Tempatkan objek yang
digunakan dalam batas
jangkauan.
l. Sediakan kamar untuk
22
1 orang.
m. Sediakan tempat tidur
yang bersih dan
nyaman.
n. Sediakan tempat tidur
yang kokoh/kuat.
o. Tempatkan perubahan
posisi tempat tidur
dalam kondisi yang
mudah dijangkau.
p. Kurangi rangsangan
dari lingkungan.
q. Hindari pencahayaan
yang tidak penting,
sirkulasi udara,
keadaan yang terlalu
panas, ataupun dingin.
r. Atur suhu lingkungan
sesuai kebutuhan
pasien, jika suhu
tubuhnya berubah.
s. Kontrol/cegah bising
yang berlebihan, bila
memungkinkan.
t. Kontrol pencahayaan
untuk manfaat
terapeutik.
u. Batasi jumlah
pengunjung.
v. Batasi kunjungan
secara personal kepada
pasien, keluarga,
kebutuhan penting
lainnya.
23
w. Lakukan rutinitas
sehari-hari sesuai
kebutuhan pasien.
Manajemen nutrisi
Intervensi yang dilakukan
:
a. Tanyakan apakah
pasien mempunyai
alergi terhadap
makanan.
b. Pastikan makanan
kesukaan pasien.
c. Dorong kenaikan
pemasukan zat besi
makanan, dengan
tepat.
d. Dorong kenaikan
pemasukan protein, zat
besi, vitamin C,
dengan tepat.
e. Berikan pasien dengan
protein tinggi, kalori
tinggi, nutrisi makanan
cemilan dan minuman
itu bisa dengan mudah
mengonsumsi denagn
tepat.
f. Ajarkan pasien
bagaimana
menafkahkan buku
harian makanan, sesuai
dengan kebutuhan.
g. Kontrol catatan
pemasukan untuk
24
kandungan nutrisi dan
kalori.

2.       3 Resiko perdarahan b.d Pembekuan darah Pencegahan perdarahan


trombositopenia Klien diharapkan mampu Intervensi yang
menormalkan : dilakukan :
a. Gumpalan a. Monitor kemungkinan
pembentukan terjadinya perdarahan
b. Waktu protrombin pada pasien
c. Hb b. Catat kadar HB dan
d. Perdarahan Ht setelah pasien
e. Memar mengalami kehilangan
f. Petechiae banyak darah
c. Pantau gejala dan
tanda timbulnya
perdarahan yang
berkelanjutan 9cek
sekresi pasien baik
yang terlihat maupun
yang tidak disadari
perawat)
d. Pantau factor
koagulasi, termasuk
protrombin (Pt),
waktu paruh
tromboplastin (PTT),
fibrinogen, degradasi
fibrin, dan kadar
platelet dalam darah)
e. Pantau tanda-tanda
vital, osmotic,
termasuk TD
f. Atur pasien agar
pasien tetap bed rest

25
juka masih ada
indikasi pendarahan
g. Atur kepatenan/
kualitas produk / alat
yang berhubungan
dengan perdarahan
h. Lindungai pasien dari
hal-hal yang
menimbulkan trauma
dan bias menimbulkan
perdarahan
i. Jangan lakukan
injeksi
j. Gunakan sikat gigi
yang lembut untuk
perawatan oral pasien
k. Gunakan alat ukur
elektrik yang
memiliki pinggiran
tepi saat pasien
mencukur
l. Hindari tindakan
invasive
m. Cegah memasukkan
sesuatu kedalam
lubang daerah yang
mengalami
perdarahan
n. Hindari pengukuran
suhu secar rectal
o. Jauhkan alat-alat berat
disekitar pasien
p. Instruksikan pasien
untuk menghindari/
26
menjauhi aspirasi atau
anti koagulan yang
lain
q. Instruksikan pasien
untuk menghindar
aspirin/ antikoagulan
yang lain
r. Instruksikan pasien
untuk emngkonsumsi
makanan yang
mengandung vit K
s. Cegah terjadi
konstipasi
t. Ajarkan pasien dan
keluarga untuk
mengenali tanda-
gejala terjadinya
perdarahan dan
tindakan pertama
untuk penanganan
selama perdarahan
berlangsung
3.      4  Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas
b.d kelemahan umum Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
(anemia) untuk menormalkan: a. Kolaborasi dengan
a. Saturasi oksigen ketika terapis dalam
beraktivitas merncanakan dan
b. Denyut nadi ketika memonitor program
beraktivitas aktivitas
c. Laju pernapasan ketika b. Tingkatkan komitmen
beraktivitas pasien dalam
d. Tekanan darah sistolik beraktivitas
e. Tekanan darah c. Bantu mengekplorasi
diastolic aktivitas yang

27
f. Pemeriksaan EKG bemanfaat bagi pasien
g. Warna kulit d. Bantu
h. Kekuatan tubuh atas mengidentifikasi
i. Kekuatan tubuh bawah sumberdaya yang
Daya tahan dimiliki dalam
Klien diharapkan mampu beraktivitas
untuk menormalkan: e. Bantu pasien/keluarga
a. Kinerja dari rutinitas dalam beradaptasi
b. Aktivitas dengan lingkungan
c. Konsentrasi f. Bantu menyusun
d. Kepulihan energy aktivitas fisik
setelah beraktivitas g. Pastikan lingkungan
e. Tingkat oksigen darah aman untuk
pergerakan otot
Tingkat kegelisahan h. Jelaskan aktivitas
Klien diharapkan mampu motorik untuk
untuk menormalkan: meningkatkan tonus
a. Nyeri otot
b. Cemas i. Berikan reinforcemen
c. Mengerang positif selama
d. Stress beraktivitas
e. Takut j. Monitor respon
f. Kegelisahan emosional, fisik, sosial
g. Nyeri otot dan spiritual
h. Meringis
i. Sesak nafas Manajemen energy
j. Mual Intervensi yang dilakukan
k. Muntah a. Tentukan pembatasan
aktivitas fisik pasien
b. Jelaskan tanda yang
menyebabkan
kelemahan
c. Jelaskan penyebab
kelemahan
28
d. Jelaskan apa dan
bagaimana aktivitas
yang dibutuhkan untuk
membangun energi
e. Monitor intake nutrisi
yang adekuat
f. Monitor respon
kardiorespirasi selama
aktivitas
g. Monitor pola tidur
h. Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyer
i
i. Batasi stimulus
lingkungan
j. Anjurkan bedrest
k. Lakukan ROM
aktif/pasif
l. Bantu pasien membuat
jadwal istirahat
m. Monitor efek obat
stimulan dan depresan
n. Monitor respon
oksigenasi pasien

4.       5 Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : Mengurangi rasa cemas:
biologis (efek Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
fisiologis dari untuk : a. Tenangkan klien dan
leukemia) a. Menghindari perasaan melakukan
gelisah. pendekatan.
b. Menghindari serangan b. Kaji perspektif situasi
panik stress klien.
c. Menghindari Rasa c. Berikan informasi
cemas yang berlebihan. faktual mengenai

29
d. Mengontrol tekanan diagnosis, terapi, dan
darah. prognosis.
e. Mengontrol d. Bantu pasien untuk
peningkatan denyut untuk meminimalisir
nadi. rasa cemas yang
f. Mengontrol timbul.
peningkatan jumlah e. Kaji tanda-tanda
pernafasan. kecemasan baik secara
g. Menghindari hal-hal verbal maupun non
yang bisa mengganggu verbal.
tidur. Menajemen nyeri
Tingkatan nyeri Intervensi yang dilakukan:
Klien diharapkan mampu a. Ajarkan klien tentang
untuk: bagaimana cara
a. Mengendalikan rasa mengontrol rasa nyeri.
nyeri. b. Ajarkan klien teknik-
b. Mengontrol diri dari teknik relaksasi.
kehilangan nafsu c. Ajarkan klien
makan. bagaimana cara
menghindari diri dari
rasa cemas.
5.       6 Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu makan:
kebutuhan tubuh b.d untuk menormalkan: Intervensi yang
faktor biologi a. Pemasukan nutrisi dilakukuan:
(anoreksia) b. Pemasukan makanan a. Anjurkan asupan
c. Pemasukan cairan kalori yang sesuai
d. Energy dengan kebutuhan dan
e. Berat badan gaya hidup.
f. Tonus otot b. Kontrol asupan nutrisi
g. Hidrasi dan kalori.
c. Anjurkan kepada klien
Nafsu makan untuk mengkonsumsi
Klien diharapkan mampu nutrisi yang cukup.

30
untuk menormalkan: Pengontrolan nutrisi
a. Menyeimbangkan nafsu Intervensi yang
makan dilakukuan:
b. Menyeimbangkan a. Tanyakan apakah
Pasokan cairan tubuh pasien mempunyai
c. Menyeimbangkan alergi terhadap
Pasokan nutrisi tubuh makanan
Weight gain behavior : b. Tentukan makanan
Klien diharapkan mampu : pilihan pasien
a. Mengidentifikasi c. Tentukan jumlah
penyebab kehilangan kalori dan jenis zat
berat badan makanan yang
b. Memilih sebuah target diperlukan untuk
sehat berat badan. memenuhi nutrisi,
c. Mengidentifikasi ketika berkolaborasi
pemasukan kalori dengan ahli makanan,
d. Memilihara suplai jika diperlukan
nutrisi makanan dan d. Tunjukkan intake
minuman yg adekuat kalori yang tepat
e. Meningkatkan nafsu sesuai tipe tubuh dan
makan gaya hidup
e. Timbang berat badan
pasien pad jarak waktu
yang tepat
Terapi Nutrisi
Intervensi yang dilakukan
f. Monitor pemasukan
cairan dan makanan
dan menghitung
pemasukan kalori
sehari-hari
g. Bantu pasien
membentuk posisi
duduk yang benar
31
sebelum makan
h. Ajarkan pasien dan
kelurga tentang
memilih makanan
6.     7  Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit Pengawasan kulit
kulit b.d zat kimia dan membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
(kemoterapi, Klien diharapkan mampu a. Amati warna kulit,
radioterapi) menormalkan : kehangatan (suhu),
a. Temperatur bengkak, getaran,
b. Sensasi tekstur kulit, udem.
c. Elastisitas b. Pantau area yang tidak
d. Pigmentasi berwarna dan memar
e. Warna kulit serta membran
f. Ketebalan mukosa.
g. Jaringan bebas lesi. c. Pantau kelainan
kekeringan dan
kelembaban kulit.
d. Catat perubahan kulit
atau membran
mukosa.
e. Periksa keketatan
pakaian.
f. Pantau warna kulit.
g. Pantau suhu kulit.
h. Instruksikan anggota
keluarga / pemberi
perawatan tentang
tanda – tanda dari
kerusakan kulit.

D. Implementasi
Dalam implementasi perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi
yang telah disusun. Dilakukan sesuai standar operasional dalam melakukan tindakan.

32
Agar tindakan yang dilakukan perawat ada bukti dan diharus dicatat hasil monitoring
tindakan.

E. Evaluasi
Evaluasi wajib dilakukan karena sebagai tolak ukur tindakan yang diberikan pada pasien
memiliki hasil yang sudah diharapkan sesuai dengan kriteria hasil atau belum. Dan dalam
melakukan tindakan sudah sesuai perencanaan atau tidak. Evaluasi memberikan nilai atas
hasil yang diperoleh dari kondisi pasien. Jika kriteria hasil tidak mencapai tujuan, maka
dilakukan pengkajian ulang selanjutnya dilakukan perencanaan tindakan dan dilakukan
pelaksanaannya.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel
lain. leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan
“darah” yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak
terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa
kasus menyebabkan kematian.

Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor
predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah putih yang kemungkinan
berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab tersering, kemudian karena radiasi,
zat kimia, gangguan imunologik, virus dan factor genetic. Sampai saat ini, leukemia

33
merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Adanya mediastinal
massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.

B. Saran

Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar semangat


menjalani hidup dan memberikan usaha maksimal untuk mempertahankan hidup pasien,
dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan
buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu mengikuti terapi yang
dianjurkan. Perawat juga harus memperhatikan personal hygiene pasien untuk mengurangi
dampak bertambah parahnya penyakit leukemia pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC :
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayati, P (2013). Asuhan Keperawatan Pada An. A Dengan Leukimia Limfoblastik Akut
Di Ruang Melati Ii Rumah Sakit Dr. Moewardi. Diakses pada tanggal 25 april 2019
dari http://eprints.ums.ac.id/25946

http://www.academia.edu/20618101/ASKEP_LEUKEMIA diakses 25 April 2017

34
Sulistyawan, W. Diakses pada tanggal 25 april 2019 dari
http://www.academia.edu/38006044/356126017-Askep-Leukemia-doc.
Ma’unah, E (2016). Skripsi: Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Leukemia
Anak Di Kota Semarang. Diakses pada tanggal 26 april 2019 dari
https://lib.unnes.ac.id/26143

Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2002. Rencana


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2002. Rencana


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nurarif, Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Reeves, Charlene J et al. 2001.Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.
Sacher, Ronald A., Rochard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil pemeriksaan
laboratorium. Jakarta. EGC.
Schwartz, M.Willam. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith. M, Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Nanda,
NIC,NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta: EGC.

35

Anda mungkin juga menyukai