Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK KEPERAWATAN ANAK 2

PEMICU 3
“Leukemia Limfoblastik Akut”
Dosen Pengampu : Maulina Handayani, S. Kp., M. Sc

Disusun Oleh :
Kelompok 3 PSIK B 2017
1. Nadiene Widyasa Moran 11171040000046
2. Ridla Ainanurruri Q. 11171040000052
3. Arlisha Putri Asmarani 11171040000056
4. Retno Laelasari 11171040000057
5. Risca Hayatun Nikmah 11171040000058
6. Nur Ummi Ummayadah 11171040000065
7. Dita Nugrahaning Urfi 11171040000069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Diskusi Kelompok Pemicu 3 ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami sangat menyadari bahwa makalah ini
sangat kurang dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangatlah mengharapkan
adanya kritik dan saran dari para pembaca agar makalah yang kami buat ini dapat
lebih baik lagi kedepannya.
Terimakasih kepada Ibu Maulina Handayani selaku pembimbing kami, serta
kepada masing-masing pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Ciputat, Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Kasus Pemicu ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
2.1 Leukemia................................................................................................................... 2
2.2 Asuhan Keperawatan .............................................................................................. 19
BAB III............................................................................................................................. 26
PENUTUP........................................................................................................................ 26
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kasus Pemicu


Anak perempuan usia 9 tahun dibawa ibunya ke poliklinik dengan
keluhan bengkak pada sendi siku kanan dan lutut sejak 1 minggu disertai
demam. Hasil pengkajian : tampak lemah, mengeluh lelah, batuk tidak
berdahak dan pilek, konjungtiva anemis, tampak pucat, mimisan+, gusi
bengkak dan berdarah jika sikat gigi,terdapat benjolan pada leher namun tidak
nyeri, splenomegaly dan hepatomegaly, perut kembung. Hasil lab : HB 6 gr/dl,
Leukosit 200.000/mm3 (Sel Linfosit blast >50%), tromborit 30.000/mm3.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Leukemia ?
2. Apa aja klasifikasi Leukemia ?
3. Apa etiologi dari leukemia ?
4. Bagaimana epidemiologi leukemia ?
5. Apa manifestasi klinis penyakit leukemia ?
6. Bagaimana patofisiologi leukemia pada anak ?
7. Apa saja penatalaksanaan Leukemia pada anak?
8. Apa pemeriksaan penunjang leukemia pada anak ?
9. Bagaimana pandangan islam terkait kasus pemicu ?
10. Apa asuhan keperawatan yang sesuai untuk kasus ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang leukimia ?
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari leukemia ?
3. Untuk mengetahui tanda gejala leukemia pada anak ?
4. Untuk mengetahui penanganan untuk leukemia pada anak ?
5. Untuk mengetahui dan memahami pandangan islam terkait kasus ?
6. Untuk mengetahui dan memahami ashan keperawatan yang sesuai kasus ?

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Leukemia
1. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel yang lain (Corwin, 2009). Leukemia merupakan
sekumpulan penyakit neoplastik yang beragam, ditandai dengan produksi
atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan jaringan limfoid yang abnormal (sel leukemia). Produksi sel leukemia
yang bertambah banyak menyebabkan sel leukemia keluar dari sumsum. Sel
leukemia dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi yang
kemudian mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah
normal dan sistem imunitas tubuh sehingga dapat menimbulkan gejala klinis
pada tubuh penderita (Yayan, 2010). Pada kasus Leukemia (kanker darah),
sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan.
Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar
dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah
tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat
mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti
ini (leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena
penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.
Leukemia adalah kanker dari sel-sel pembentuk darah; sebagian besar
merupakan kanker dari leukosit, tetapi dapat juga dapat berawal dari sel
darah jenis lain. Leukemia dimulai di sumsum tulang yang merupakan
tempat pembentukan sel-sel darah. Sel-sel darah dengan cepat dilepaskan ke
dalam darah, kemudian dapat ke kelenjar getah bening, limpa, hati, sistem
saraf pusat, dan organ lainnya. Salah satu jenis leukemia yang sering terjadi
pada anak-anak dan remaja yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA)
(Lanzkowsky P, 2011).

2
2. Epidemiologi
Leukemia adalah jenis kanker anak yang paling umum terjadi.
Leukemia menyumbang angka 30% dari semua jenis kanker yang
terdiagnosis pada anakanak pada umur kurang dari 15 tahun. Insiden
leukemia meningkat per tahun, namun jumlah pasti kasus baru tidak
diketahui karena di banyak negara tidak semua penderita kanker anak
terdaftar dan banyak yang tidak terdiagnosis dengan benar. Angka-angka ini
mengejutkan, mengingat fakta bahwa 70% dari semua kanker pada anak
dapat disembuhkan bila didiagnosis dan diobati bila diketahui lebih dini
(World Health Organization, 2011).
Menurut data sistem registrasi kanker di Indonesia (Srikandi) tahun
2005- 2007 menunjukkan insiden kanker pada anak sebesar 9 per 100.000
anak-anak. Leukemia merupakan kanker tertinggi pada anak sebesar 2,8 per
100.000, retinoblastoma 2,4 per 100.000, osteosarkoma 0,97 per 100.000,
limfoma 0,75 per 100.000, kanker nasopharing 0,43 per 100.000. Kasus
kanker pada anak-anak sebesar 4,7% dari kanker pada semua umur. Angka
kematian akibat kanker anak adalah 50-60% karena pada umumnya
penderita dating terlambat atau sudah dalam stadium lanjut (Profil
Kesehatan Indonesia, 2012).
Angka kejadian LLA ialah 3-4 kasus per 100.000 anak. Setiap tahun, di
Amerika Serikat sekitar 2.500-3.000 anak, dan di Eropa sekitar 5000 anak
menderita LLA. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2-5 tahun. LLA
merupakan keganasan yang tersering ditemukan pada usia <15 tahun, dan
sekitar 25-30% dari seluruh penyakit keganasan pada anak. Anak laki-laki
mempunyai risiko leukemia yang lebih tinggi daripada anak perempuan,
tetapi diagnosis leukemia pada tahun pertama kehidupan lebih sering pada
anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Di negara-negara maju,
insiden LLA pada anak 2-4 kali lipat dibandingkan ratarata insiden di
negara-negara sedang berkembang. Hal ini bisa diakibatkan oleh perbedaan
faktor lingkungan, genetik, dan akurasi diagnostik (Harila M, 2011).
Menurut hasil penelitian Chandrayani S, et al (2010) yang dilakukan di
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta menyebutkan bahwa dari semua

3
jenis leukemia pada anak, kasus terbanyak terjadi pada anak laki-laki
(76,9%) dibanding perempuan (23,1%) dengan rasio 10 : 3. Kasus terbanyak
pada rentang usia 2-5 tahun (46,2%) dan terendah pada usia terbanyak
adalah ras/suku Jawa 88,5% dan terendah adalah suku Manado dan Minang
1,9% (Chandrayani, 2010).
3. Klasifikasi
Klasifikasi leukemia yang paling banyak digunakan adalah
klasifikasi dari FAB (French-American-British). Klasifikasi ini klasifikasi
morfologi dan didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukemia
yang dominan dalam sumsum tulang. Bentuk penyakit leukemia yang
umumnya ditemukan pada anak-anak adalah leukemia limfoid akut (acute
lymphooid leukemia, ALL) dan leukemia non-limfoid (mielogenus) akut
(acute nonlymphoid [myelogenous] leukemia, ANLL/AML). Sinonim
untuk ALL meliputi leukemia limfatik, limfositik, limfoblastik, dan
limfoblastoid. Istilah leukemia sel tunas (stem cell) atau sel blast juga
mengacu pada leukemia tipe limfoid. Sinonim untuk tipe AML meliputi
leukemia granulositik, mielositik, monositik, mielogenus, monoblastik,
dan monomieloblastik. Leukemia granulositik adalah leukemia eosinofil,
neutrofil, atau basofil (Wong, 2009).

4
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang
berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan
segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.
LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang
mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi
pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja
dan dewasa. LLA 5 kali lebih sering daripada LMA dengan perkiraan
70-80% leukemia pada anak merupakan leukemia jenis LLA. (Gurney
et al, 1995; Pui 1997, 2000; Zipf et al, 2000). Selain itu LLA juga
memiliki tingkat kesembuhan kira-kira 75-80%. (Pui et al, 2008).
Dalam penelitian pada leukemia limfoblastik akut menunjukkan
bahwa sebagian besar LLA (Leukemia Limfoblastik Akut)
mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap
pasien, sehingga dugaan semakin kuat bahwa populasi sel leukemia
itu berasal dari sel tunggal. Oleh karena homogenitas itu maka LLA
diklasifikasikan secara morfologik sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin
homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma
sempit.
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya
bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak
inti.
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi.
2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.
kejadian leukemia jenis LMA biasanya tidak lebih dari 5%. Tipe ini
dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut (Tivey, 2009).

5
Berdasarkan tingkat kesembuhan, leukemia jenis LMA memiliki
tingkat kesembuhan sebesar 40-45%. (Pui et al, 200).
Klasifikasi jenis leukemia yang termasuk golongan Leukemia
Mioloblastik Akut (LMA) menurut FAB (Francis, Amerika, British)
adalah sebagai berikut:
a. M-0 leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal
b. M-1 leukemia mielositik akut tanpa maturase
c. M-2 leukemia mielositik akut dengan maturasi
d. M-3 leukemia promielositik hipergranular
e. M-4 leukemia mielomonositik akut
f. M-5 leukemia monositik akut
g. M-6 leukemia eritroblastik (eritroleukemia)
h. M-7 leukemia megakariositik akut
3) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya
sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang
bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4
penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria.
4) Leukemia Mielositik Kronis (LMK)
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK)
adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang
berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit
(salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal. Penyakit ini bisa
mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita, tetapi
jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun.
Insidens LMK (Leukemia Mielositk Kronik) banyak pada kelompok
usia 55 tahun ke atas juga seperti pada jenis LLK.
4. Etiologi
Penyebab dasar leukemia tidak diketahui dengan pasti. Namun
beberapa faktor predisposisi genetik maupun faktor lingkungan berperan
terhadap kejadian leukemia, seperti insiden leukemia lebih tinggi dari

6
saudara kandung anak-anak yang terserang. Pada kembar monozigot
(identik) insiden meningkat sampai 20%. Individu dengan kelainan
kromosom, seperti sindrom Down mempunyai insiden leukemia akut dua
puluh kali lipat. Faktor lingkungan berupa pajanan dengan radiasi pergion
dosis tinggi disertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun
kemudian serta zat-zat kimia (misalnya benzen, arsen, pestisida,
kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen antineoplastik) berperan terhadap
kejadian leukemia (Price & Wilson, 2006).
5. Manifestasi
1) Demam
Penderita akan mengalami demam yang kadang suhu tubuh turun
dengan sendirinya namun setelah itu demam datang dengan suhu
tubuh yang lebih tinggi dari demam sebelumnya. Hal ini akibat dari
aktivitas sel imun yang menyerang sel kanker dalam tubuh sebagai
bentuk pertahanan tubuh.
2) Sakit Kepala
Penderita sering mengalami pusing yang datang tiba-tiba. Hal ini
dikarenakan aktivitas sel kanker yang menghimpit saraf kerja otak,
dimana sel kanker tersebut masuk ke dalam otak melalui sumsum
tulang belakang.
3) Berat Badan Menurun
Berat badan merupakan salah satu gejala yang timbul akibat proses
penyerapan gizi yang tidak stabil karena adanya gangguan sel kanker
yang menyerang organ-organ pencernaan. Fungsi dari organ-organ
tersebut terganggu sehingga fungsinya kurang maksimal
4) Anemia
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat
(sel darah merah dibawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh
berkurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi
pemenuhan kekurangan oksigen dalam tubuh).

7
5) Perdarahan
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar
karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan
mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya bintik merah
lebar/kecil dijaringan kulit).
6) Terserang Infeksi
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh,
terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel
darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga
tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh penderita rentan terkena
infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan
keluhan adanya demam, pilek dan batuk.
7) Nyeri Tulang dan Persendian
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)
mendesak padat oleh sel darah putih. Sehingga penderita merasakan
nyeri pada tulang dan persendiannya.
8) Nyeri Perut
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia,
dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan
empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini
dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu
makan penderita leukemia.
9) Pembengkakan Kelenjar Limfe
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada
kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya.
Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat
terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
10) Kesulitan Bernapas
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan
nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan
pertolongan medis. Pada leukemia akut, gejala-gejala nampak dan
memburuk secara cepat. Orang-orang dengan penyakit ini pergi ke

8
dokter karena mereka merasa sakit. Gejala-gejala lain dari leukemia
akut adalah muntah, bingung, kehilangan kontrol otot, dan serangan-
serangan (epilepsi). Sel-sel leukemia juga dapat berkumpul pada
buah-buah pelir (testikel) dan menyebabkan pembengkakan. Juga,
beberapa pasien-pasien mengembangkan luka-luka pada mata-mata 24
atau pada kulit. Leukemia juga dapat mempengaruhi saluran
pencernaan, ginjal, paru-paru, atau bagian lain dari tubuh
(Chandrayani, 2010).
6. Patofisiologi
Leukemia disebabkan akibat dari adanya mutasi pada DNA
somatik. Mutasi tersebut disebabkan oleh terjadinya aktivasi onkogen atau
deaktivasi gen tumor supresor dan terganggunya pengaturan program
kematian sel (apoptosis). Mutasi tersebut bisa terjadi secara spontan atau
karena pengaruh radiasi atau pemaparan substansi karsinogen dan erat
hubungannya dengan faktor genetik. Beberapa penderita disebabkan oleh
pengaruh radiasi ion, pemaparan bahan kimia misalnya benzen dan agen
kemoterapi alkyl untuk pengobatan malignan sebelumnya, karakteristik
kelahiran anak, kondisi reproduktif orang tua, pengaruh kondisi
lingkungan, faktor immunologi tubuh seseorang dan kebiasaan perilaku
yang tidak sehat seperti merokok. Beberapa faktor tersebut selanjutnya
mempengaruhi tubuh untuk melakukan mutasi DNA somatik. Virus juga
ada hubungannya dengan leukemia, paada hewan uji coba mencit dan
hewan uji coba lainnya dengan infeksi retrovirus ada hubungannya dengan
kejadian leukemia. Retrovirus yang teridentifikasi adalah Human T-
lymphotropic virus atau HTLV-1 18 yang selanjutnya diketahui sebagai
penyebab T-cell Leukemia. Penderita leukemia diduga mempunyai gen
tunggal atau gen multipel penyebab leukemia, jenis leukemia bisa sama
atau juga bisa jenis leukemia yang lain. Pada kelainan genetik tersebut
individu mempunyai kromosom defek atau kelainan genetik tertentu yang
mempunyai risiko lebih besar terhadap leukemia. Misalnya, seseorang
dengan gejala down’s syndrome mempunyai risiko tinggi terhadap
kejadian leukemia.

9
Pada saat leukemia terjadi, jumlah besar dari sel pertama-tama
menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam sumsum tulang,
limfosit di limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut
kenorgan yang lebih besar sehingga mengakibatkan hematomegali dan
splenomegali. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer serta mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya,
hematopoiesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumlah
leukosit, eritrosit, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya dapat
rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal
sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pembelahan sel yang cepat dan
sitoenia atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah putih
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun.
Trombositopenia mengakbatkan perdarahan yang ditandai oleh ptekie dan
ekimosi atau perdarahan dalam kulit, epitaksis atau perdarahan hidung,
hematoma dalam membran mukosa, serta perdarahan saluran cerna dan
saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan oleh
infark tulang (Darmono,2012).
7. Faktor Risiko
Sampai saat ini belum diketahui apa yang menjadi penyebab
terjadinya leukemia pada manusia, namun ada beberapa faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian leukemia. Belson et al (2007) menguraikan
beberapa faktor risiko leukemia yang didapatkan dari berbagai penelitian
yang ada. Faktor risiko tersebut adalah faktor lingkungan seperti radiasi
ionisasi, hydrocarbon, zat-zat kimia, pestisida, alkohol, rokok. Faktor lain
adalah faktor genetik yaitu riwayat keluarga, ketidaknormalan gen, dan
translokasi kromosom. Leukemia juga dipengaruhi Human T-cell
Leukemia Virus-1 (HTLV-1), etnis, jenis kelamin, umur, dan variabel lain
seperti riwayat reproduksi ibu (umur ibu saat melahirkan), serta
karakteristik kelahiran (berat lahir, urutan lahir). Selain faktor-faktor
tersebut ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi leukemia yaitu

10
medan magnet, vitamin K, marijuana, diet. (Ross et al, 1994; Belson et al,
2007).
1) Bahan kimia
Belson et al (2007) menguraikan bahwa bahan-bahan kimia yang
pada umumnya kebanyakan berhubungan dengan leukemia anak
adalah hidrokarbon dan pestisida. Beberapa studi membuktikan
adanya hubungan antara leukemia dan keterpaparan langsung dengan
bahan-bahan kimia tersebut (misalnya pestisida yang digunakan di
rumah tangga) (Freedman et al. 2001; Lowengart 1987). Faktor kedua
adalah pakaian yang dipakai orangtua saat bekerja (pekerjaan yang
berhubungan dengan hidrokarbon) digunakan sampai ke rumah
(Buckley et al, 1989). Hidrokarbon merupakan bahan organik yang
terdiri dari karbon dan hidrogen, dan terdapat dalam bensin.
Hidrokarbon juga banyak ditemukan dalam rumah tangga dan produk
industri seperti cat, tinta, dan bahan pelarut yang digunakan untuk
melarutkan bahan kimia lain. Bahan lain adalah benzen yang sering
terdapat pada cat, minyak motor dan plastik. Benzen memiliki
hubungan yang kuat dengan kejadian leukemia khususnya LMA.
(Rinsky, 1981).
Sementara untuk pestisida, banyak studi yang membuktikan
adanya hubungan antara pestisida dan kejadian leukemia anak. Akan
tetapi banyak keterbatasan dari setiap studi karena menggunakan
pestisida yang tidak spesifik, tidak jelas seberapa banyak terpapar, dan
kemungkinan bias. (Belson et al, 2007) Beberapa studi menghasilkan
bahwa anak yang terpapar pestisida memiliki risiko untuk terkena
leukemia lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini
menunjukkan bahwa anak lebih sensitif terhadap bahan karsinogen
daripada orang dewasa. Kebanyakan anak-anak terpapar pestisida
adalah dari rumah, rumput, dan kebun. Sumber lain adalah wilayah
pertanian, makanan yang terkontaminasi, dan pekerjaan orangtua yang
berhubungan dengan pestisida. Daniel et al (1997) menuliskan bahwa
pekerjaan orangtua yang berhubungan pestisida (misalnya petani)

11
dapat meningkatkan risiko kanker pada anak, sedangkan penggunaan
pestisida di rumah tangga juga memiliki asosiasi dengan leukemia
anak. Sementara penelitian epidemiologi di Perancis, untuk pertama
kalinya ditemukan bahwa ada hubungan antara obat serangga dengan
leukemia anak jenis LLA & LMA. (Belson et al, 2007; Ross, 1994).
2) Radisi Ionisasi
Radiasi ion merupakan salah satu faktor risiko terjadinya leukemia,
khususnya jenis LMA. Besarnya risiko tergantung dari tingkat radiasi,
waktu keterpaparan, dan umur orang yang terpapar. Sudah ada studi
yang membuktikan bahwa ada hubungan antara tingkat radiasi dengan
kejadian leukemia (Miller, 1967; Moloney, 1955). Contohnya, tingkat
leukemia pada orang yang tinggal 1.000 m dari daerah ledakan bom
atom di Hirosima dan Nagasaki, Jepang 20 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan populasi umum (di luar daerah tersebut).
Pengaruh keterpaparan radiasi ionisasi pada anak kemungkinan
bisa terjadi pada saat dalam kandungan atau setelah lahir dan
keterpaparan paternal (ayah) terhadap fasilitas nuklir. Beberapa studi
epidemiologi menemukan bahwa ada hubungan antara leukemia anak
dengan keterpaparan radiasi ionisasi pada ayah si anak di tempat kerja
sebelum pembuahan atau sesudah pembuahan. (Belson et al, 2007)
Leukemia Mielositik Kronik (LMK) merupakan jenis leukemia anak
yang faktor etiologinya adalah radiasi ionisasi. Insiden leukemia
banyak ditemukan pada ahli radiologi (pada orang dewasa) dan orang-
orang yang melakukan terapi radiasi untuk pengobatan berbagai
penyakit. Akan tetapi paparan radiasi jarang ditemukan pada anak
penderita leukemia jenis LMK.
3) Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia
pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori
virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti
diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti

12
retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus
jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur
pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang
umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain,
khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
4) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.
Leukemia Limfositik Akut merupakan leukemia paling sering
ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 3-7
tahun, Leukemia Mielositik Akut terdapat pada umur 15-39 tahun,
sedangkan Leukemia Mielositik Kronik banyak ditemukan antara
umur 30-50 tahun. Leukemia Limfositik Kronik merupakan kelainan
pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih
tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap
tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia
daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua.
Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering
sebelum usia 4 tahun.
5) Faktor genetic
Faktor genetik merupakan salah satu faktor risiko leukemia anak.
Miller (1967) menyatakan bahwa untuk anak yang memiliki saudara
kembar menderita leukemia sebelum umur 7 tahun memiliki risiko 2
kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki
saudara kembar penderita leukemia. Bukan hanya saudara kembar,
tetapi orang yang memiliki keuarga dekat (anak,saudara kandung atau

13
orangtua) sebagai penderita leukemia juga memiliki risiko 2 sampai 4
kali lebih besar untuk terkena leukemia dibandingkan dengan mereka
yang tidak memiliki riwayat keluarga leukemia dalam keluarga.
Faktor lain adalah kelainan genetik seperti kromosom yang
abnormal pada penderita Down’s syndrom, dapat meningkatkan risiko
leukemia pada anak. (Belson et al, 2007). Insiden leukemia pada anak-
anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada
normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia
akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan
kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis
Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi,
sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung darah lengkap
a. Hemoglobin : dapat kurang dari 10gr/dL
b. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (kurang dari 50.000
mm)
c. Sel darah putih : mungkin lebih dari 50.000 mm dengan
peningkatan sel darah putih imatur
2) Pemeriksaan sel darah tepi
Biasanya menunjukkan anemia dan trombositopenia, tetapi juga
dapat menunjukkan leucopenia, leukositosis tergantung pada jumlah
sel yang beredar.
3) Asam urat serum / urine : mungkin meningkat
4) Biopsi sumsum tulang
Sel darah putiih abnormal biasanya lebih dari 50% atau lebih dari
sel darah merah pada sumsum tulang. Sering 60%-90% dari sel blast,
dengan prekursor eritrosit, sel matur, dan megakariositis menurun
5) Biopsi nodus limfa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan
sel yang berasal dari jaringan limfa akan terdesak seperti limfosit
normal dan granulosit (Doengoes, 2014).

14
9. Tatalaksana
Penanganan dan pengobatan Leukemia biasanya dimulai dari
gejala yang muncul, seperti anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis
besar penanganan dan pengobatan Leukemia bisa dilakukan dengan cara
salah satu ataupun gabungan dari beberapa metode, seperti :
1) Kemoterapi
2) Terapi radiasi
3) Transplantasi sumsum tulang
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemia sehingga sel normal bias tumbuh kembali
di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu
dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang belakang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan :
1) Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
2) Transfusi tromosit untuk mengatasi perdarahan
3) Antibiotik untuk mengatasi infesi
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan
dosisnya diulang elama beberpa hari atau beberapa minggu. Suatu
kombinasi terdiri dari prednisone per-oral dan dosis mingguan dari
vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi
sel leukemia di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemia, diberikan kemoterapi konsolidasi dan
kemoterapi rehabilitasi untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik dalam
tubuh penderita. Proses pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun
(Yayan, 2010).
10. Komplikasi
Komplikasi metabolic pada anak dengan Leukemia Limfoblastik
Akut (LLA) dapat disebabkan oleh lisis sel leukemic akibat kemoterapi

15
atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang
memiliki beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen
intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan
hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Beberapa pasien dapat
menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul
urolitiasisdengan obstruksi ureter setelah pasien diobati untuk leukemia.
Hidrasi, pemberian allopurinol dan aluminium hidroksida, serta
penggunaan alkalinisasi urin yang bijaksana dapat mencegah atau
memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemic yang difus pada ginjal
juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau
siklofosfamid dapat mengakibatkan peningkatan hormone antidiuretic, dan
pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin
atau karbenisislin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia
terjadi pada 10% pasien setelah pengobatan dengan prednisone dan
asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga
kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi.
Sifat infeksi ini bervariasi dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi
yang paling awal adalah bakteri, yang dimanifestasikan oleh sepsis,
pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas aeruginosa,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,
Staphylococcus epidermidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza
adalah organisme yang biasanya menyebabkan septic. Setiap pasien yang
mengalami febris dengan granulositopenia yang berat harus dianggap
septic dan diobati dengan antibiotika spectrum luas. Transfusi granulosit
diindikasikan untuk pasien dengan granulositopeniaabsolut dan septikemia
akibat kuman gram negative yang berespons buruk terhadap pengobatan.
Dengan penggunaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan
antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata
oleh Candida atau Aspergillus lebih sering terjadi, meskipun organisme itu
sulit dibiakkan dari bahan darah. Pemindaian tomografi computer (CT-
Scan) bermanfaat untuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses

16
paru, hati, limpa, ginjal, sinus, atau kulit memberi kesan infeksi jamur.
Diagnosisnya biasanya dapat ditegakkan dengan menemukan organisme
bersangkutan dalam sampel biopsy. Amfoterisin B adalah pengobatan
pilihan, dengan 5-fluorositosin dan rifampisin kadangkala ditambahkan
untuk memperkuat efek obat tersebut.
Pneumonia Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi
merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi
sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin dengan
trimethoprim-sulfametoksazol. Infeksi virus pada penderita leukemia
terutama yang disebabkan oleh virus varicella, sitomegalovirus, virus
herpes simpleks, dan virus campak mungkin besar sekali. Asiklovir
merupakan pengobatan pilihan untuk pasien yang menderita infeksi
varicella atau virus herpes simpleks. Dewasa ini, terapi gabungan antara
gansiklovir dengan immunoglobulin sitomegalovirus telah digunakan
untuk mengobati infeksi sitomegalovirus. Imun globulin zoster yang
diberikan dalam 96 jam pemajanan biasanya akan mencegah atau
memodifikasi manifestasi klinis varicella.
Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia
atau pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya
terbatas pada kulit dan membrane mukosa. Menifestasi perdarahan pada
system saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat
mengancam jiwa pasien. Transfuse dengan komponen trombosit diberikan
untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler
diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya
ringan. Dwasa ini, thrombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya,
telah dijumpai pada 1-3% anak setelah induksi pengobatan dengan
prednisone, vinkristin, dan asparaginase. Pathogenesis dari komplikasi ini
belum diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat.
Biasanya, obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit,
seperti salisilat, harus dihindari pada penderita leukemia (Alpers, 2006 :
1401).

17
11. Prognosis
Respon pasien terhadap pengobatan berbeda-beda. Ada yang
tingkat kesembuhannya lebih tinggi, sedangkan ada yang tingkat
kesembuhannya lebih rendah sehingga pengobatan yang dijalani lebih
lama. Perbedaan yang mempengaruhi respon terhadap pengobatan disebut
sebagai faktor prognostik. Berdasarkan faktor prognostik, pasien dapat
digolongkan ke kelompok resiko biasa dan resiko tinggi.
Faktor prognostik LLA menurut American Cancer Society (2012),
yaitu :
1) Usia
Pasien anak yang berusia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun
mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien anak yang
berusia diantara itu. Pasien bayi yang berusia dibawah 6 bulan pada
saat ditegakkan diagnosis, mempunyai prognosis paling buruk.
2) Jumlah leukosit
Jumlah leukosit awal pada saat penengakan diagnosis LLA sangat
bermakna tinggi sebagai suatu faktor prognostik. Ditemukan adanya
hubungan antara hitung jumlah leukosit dengan outcome pasien LLA
pada anak, yaitu pada pasien dengan jumlah leukosit > 50.000/mm3
akan mempunyai prognosis yang buruk.
3) Jenis kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan
cenderung mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan anak
laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki mempunyai
kecenderungan untuk terjadi relaps testis, insidensi leukemia sel-T
yang tinggi, hiperleukositosis, dan organomegali serta massa pada
mediastinum.
4) Imunofenotipe
Imunofenotipe juga berperan dalam menentukan faktor prognostik
pasien LLA. Leukemia sel-B (L3) dengan antibodi “kappa” dan
“lambda” pada permukaannya diketahui mempunyai prognosis buruk
tetapi dengan pengobatan yang spesifik, prognosisnya membaik. Sel-T

18
leukemia juga mempunyai prognosis yang buruk dan digolongkan
sebagai kelompok resiko tinggi.
5) Respon terhadap terapi
Respon pasien terhadap terapi dapat kita ukur dari jumlah sel blas
yang ditemukan pada pemeriksaan darah tepi seminggu setelah
dimulai terapi prednison. Prognosis dikatakan buruk apabila pada fase
induksi hari ke-7 atau 14 masih ditemukan adanya sel blas pada
sumsum tulang.
6) Kelainan jumlah kromosom
LLA hiperdiploid (>50 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang
baik, sedangkan LLA hipodiploid (< 45 kromosom/sel) mempunyai
prognosis yang buruk. Adanya translokasi t(9;22) atau t(4;11) pada
bayi berhubungan dengan prognosis buruk.

2.2 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama : An. P
Usia : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh bengkak pada sendi siku kanan dan lutut sejak 1
minggu disertai demam.
2. Pemeriksaan Fisik
1) System Kardiovaskuler : tampak lemah, mengeluh lelah,
konjungtiva anemis, mimisan, gusi bengkak dan berdarah jika sikat
gigi
2) System Pernapasan : batuk tidak berdahak dan pilek
3) System Pencernaan : splenomegaly, hepatomegaly, perut
kembung
4) System Saraf : tidak ada kelainan
5) System Muskuloskeletal : bengkak pada sendi siku kanan dan lutut
6) System Endokrin : tidak ada kelainan

19
7) System Integumen : tampak pucat, terdapat benjolan pada leher
namun tidak nyeri
8) System Pendengaran : tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Lab :
1) Hb 6 gr/dL
2) Leukosit 200.000/mm3 (sel limfosit blast > 50%)
3) Trombosit 30.000/mm3
4. Analisa Data
Etiologi/Faktor Diagnosa
Data Masalah
Risiko
DS : klien
mengeluh
mimisan dan Risiko
Risiko
gusi berdarah ketidakseimbanga
Ketidakseimbanga Perdarahan
jika sikat gigi n cairan d.d
n Cairan
DO : Hb 6 perdarahan
gr/dLtrombosi
t 30.000/mm3
DS : klien
Keletihan b.d
mengeluh
kondisi fisiologis
lelah
(anemia) d.d klien
DO : klien Kondisi
mengeluh lelah
tampak Keletihan Fisiologis
dank lien tampah
lemah, pucat, (Anemia)
lemah, pucat, dan
dan
konjungtiva
konjungtiva
anemis
anemis

20
DS : klien Hipertermia b.d
mengeluh proses penyakit
Proses Penyakit
demam sudah Hipertermia (kanker) d.d klien
(Kanker)
1 minggu mengeluh demam
DO : - sudah 1 minggu
DS : - Risiko infeksi d.d
Ketidakadekuata
DO : Hb 6 ketidakadekuatan
n Pertahanan
gr/dL pertahanan tubuh
Risiko Infeksi Tubuh Sekunder
sekunder
(Penurunan
(penurunan
Hemoglobin)
haemoglobin)

5. Diagnosa Prioritas
1) Risiko ketidakseimbangan cairan d.d perdarahan
2) Hipertermia b.d proses penyakit (kanker) d.d klien mengeluh
demam sudah 1 minggu
3) Keletihan b.d kondisi fisiologis (anemia) d.d klien mengeluh lelah
dank lien tampah lemah
4) Risiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan haemoglobin)
6. Intervensi dan Kriteria Hasil
Diagnosa Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setelah diberikan Pencegahan Perdarahan
asuhan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
selama … x 24 jam, perdarahan
Risiko diharapkan status cairan 2. Monitor nilai
ketidakseimbangan membaik, dengan KH : haemoglobin dan
cairan d.d 1. Perasaan lemah hematokrit sebelum dan
perdarahan menurun sesudah kehilangan darah
2. Membrane mukosa 3. Monitor tanda-tanda vital
membaik ortostatik
3. Kadar Hb membaik 4. Monitor koagulasi

21
4. Hepatomegaly 5. Pertahankan bedrest
membaik selama perdarahan
5. Suhu tubuh membaik 6. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
7. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
8. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
Setelah diberikan Manajemen Hipertermia
asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab
selama … x 24 jam, hipertermia
diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
termoregulasi membaik, 3. Monitor kadar elektrolit
dengan KH : 4. Monitor haluaran urin
Hipertermia b.d
1. Pucat menurun 5. Monitor komplikasi
proses penyakit
2. Suhu tubuh akibat hipertermia
(kanker) d.d klien
membaik 6. Sediakan lingkungan
mengeluh demam
yang dingin
sudah 1 minggu
7. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
8. Berikan cairan oral
9. Lakukan pendinginan
aksternal
10. Anjurkan tirah baring
Keletihan b.d Setelah diberikan Manajemen Energi
kondisi fisiologis asuhan keperawatan 1. Identifikasi gangguan
(anemia) d.d klien selama … x 24 jam, fungsi tubuh yang
mengeluh lelah diharapkan tingkat megakibatkan kelelahan
dank lien tampah keletihan membaik, 2. Monitor pola dan jam
lemah, pucat, dan dengan KH : tidur
konjungtiva 1. Verbalisasi lelah 3. Sediakan lingkungan

22
anemis menurun yang nyaman dan rendah
2. Lesu menurun stimulus
4. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
5. Anjurkan tirah baring
6. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Setelah diberikan Pencegahan Infeksi
asuhan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
selama … x 24 jam, infeksi local dan sistemik
diharapkan tingkat 2. Cuci tangan sebelum dan
infeksi menurun, sesudah kontak dengan
dengan KH : pasien dan lingkungan
Risiko infeksi d.d 1. Demam pasien
ketidakadekuatan menurun 3. Pertahankan teknik
pertahanan tubuh 2. Bengkak aseptic pada pasien berisiko
sekunder menurun tinggi
(penurunan 3. Kadar sel darah 4. Jelaskan tanda dan gejala
haemoglobin) putih membaik infeksi
5. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
6. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
7. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

2.3 Pandangan Islam

23
Transfusi darah merupakan salah satu bentuk upaya penyembuhan
manusia ketika diserang penyakit karena manusia tidak boleh berputus asa pada
penyakit yang menimpanya. Menyumbangkan darah kepada orang lain yang amat
membutuhkannya menurut kesepakatan para ahli fikih termasuk dalam kerangka
tujuan syariat Islam, yaitu menghindarkan salah satu bentuk kemudaratan yang
akan menimpa diri seseorang. Sebagai sesuatu hal yang tidak dikenal dalam kajian
klasik Islam pembahasan tentang transfusi darah dapat ditemukan landasan ushul
fiqhnya dari zaman klasik. Pada umumnya pembicaraan tentang transfusi darah
mencapai kesimpulan dibolehkan dilaksanakannya namun berbeda pendapat pada
kasus-kasus yang muncul.
Dalam kajian ushul fiqh, transfusi darah masih diperbincangkan apakah
termasuk bab ibadah, bab muammalah atau jinayah. Apakah darah merupakan
“barang” sehingga boleh dimiliki atau “bukan barang” sehingga tidak boleh
dimiliki, apakah kegunaan transfusi darah hanya boleh untuk kepentingan sosial
atau boleh juga untuk dibisniskan. Menurut ushul fiqh pada dasarnya, darah yang
dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis mutawasithah. Maka dalam kajian
ibadah darah tersebut hukumnya haram untuk dimakan dan dimanfaatkan,
sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 3 yaitu “Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah,..”.
Ayat tersebut di atas pada dasarnya melarang memakan maupun
mempergunakan darah, baik secara langsung ataupun tidak. Akan tetapi apabila
darah merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang
kehabisan darah, maka mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan transfusi.
Bahkan melaksanakan transfusi darah dianjurkan demi kesehatan jiwa manusia,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 32 yang berbunyi sebagai
berikut :

“... Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka


seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya....”

24
Yang demikian itu sesuai pula dengan tujuan syariat Islam, yaitu bahwa
sesungguhnya syariat Islam itu baik dan dasarnya ialah hikmah dan kemaslahatan
bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan yang
terkandung dalam mempergunakan darah dalam transfusi darah adalah untuk
menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat manusia dalam
keadaan darurat, karena tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan untuk
menyelamatkan jiwanya. Maka, dalam hal ini najis seperti darah pun boleh
dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya seseorang yang
menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka dalam hal ini
diperbolehkan menerima darah dari orang lain. Hal tersebut sangat dibutuhkan
(dihajatkan) untuk menolong seseorang yang keadaannya darurat.
Islam membolehkan hal-hal yang makruh dan yang haram bila berhadapan
dengan hajat dan darurat. Dengan demikian transfusi darah untuk menyelamatkan
seorang pasien dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat. Kebolehan
mempergunakan darah dalam transfusi dapat dipakai sebagai alasan untuk
mempergunakannya kepada yang lain, kecuali apabila ada dalil yang
menunjukkan kebolehannya. Hukum Islam melarang hal yang demikian, karena
dalam hal ini darah hanya dibutuhkan untuk ditransfer kepada pasien yang
membutuhkannya saja (Akbar, 2017)

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak P 9 tahun mengalami Leukemia Limfoblastik Akut yang dilihat dari usia,
keluhan, hasil pengkajian, dan hasil Lab. Dari data yang ada, diperoleh diagnosa
keperawatan Risiko ketidakseimbangan cairan, Hipertermia, Keletihan. Oleh
karena itu, dibutuhkan perawatan dengan intervensi dan juga pendekatan yang
tepat pada anak.

26
Daftar Pustaka

American Cancer Society, 2014. Childhood Leukemia. Atlanta, Ga: American


Cancer Society Press.
Akbar, Ali. 2017. Transfusi Darah Menurut Hukum Islam. Diakses dari
jurnal.uinsu.ac.id › alusrah › article › download pada 18 Desember 2019
pukul 14.35 WIB.
Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Jakarta : EGC.
American Cancer Society. 2012. Cancer Facts and Figures 2012. Atlanta :
American Cancer Society, Inc.
Belson, Martin et al. 2007, ‘Risk Factors for Acute Leukemia in Children: A
Revew’, Enviromental Health Perspectives, vol. 115, no. 1, 138-143.
Chandrayani S., 2010. Gambaran Epidemiologi Kasus Leukemia Anak di Rumah
Sakit Kanker “Dharmais”, 2004-2008. Indonesian Journal of Cancer, Vol. 4,
No. 1.
Corwin, E.J., 2009) Buku saku patofisiologi, Edisi 3, Alih bahasa ; Nike Budi
Subekti. Jakarta : EGC.
Darmono, 2012. Toksikologi Genetik: Pengaruh, Penyebab, dan Akibat
Terjadinya Penyakit Gangguan Keturunan. Jakarta: UI Press.
Doengoes, Marilynn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC
Lanzkowsky P. 2011. Leukemia. In: Lanzkowsky P, editor. Manual of Pediatric
Hematology and Oncology (Fifth edition). New York: Elsevier Inc; 518.
Harila M. 2011. Health Related Quality of Life in Survivors of Childhood Acute
Lymphoblastic Leukaemia [Thesis]. Oulu: University of Oulu.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Pui CH, Robison LL, Look AT. 2008. Acute lymphoblastic leukaemia.
Lancet.;371:1030-43.
Tivey, Harold. 2009. ‘Prognosis for Survival in The Leukemias of Childhood:
Review of the Literature and the Proposal of a Simple Method of Reporting

27
Survival Data for These Diseases’, American Academy of Pediatrics
1952;10;48-59.
Tim Poka SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
WHO. 2009. Incidence of Childhood Leukemia. Europe : ENHIS.
World Health Organization, 2011. World Cancer Report 2011. WHO Library
Cataloguing in Publication Data: WHO Press.
Wong, D.L., Eaton – Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., &
Schwartz. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (Ed. 6).Alih bahasa;
Andri Hartono, Sari Kurnianingsih, & Setiawan. Jakarta : EGC.
Yayan A. I., 2010. Leukemia. Riau: FK Universitas Riau

28

Anda mungkin juga menyukai