Anda di halaman 1dari 33

LEUKIMIA

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu: Ns. Santi Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun oleh:
Dini Sholihatunnisa 1810711030
Amallia Tiara Kusuma 1810711032
Cintami Nida Fajriani 1810711041
Jumiati Lestari 1810711039

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Selawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini.

Makalah yang berjudul Leukimia ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah. Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang Prevelensi
Leukimia (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan Pekerjaan), Pengertian dan Klasifikasi, Etiologi
dan Faktor Risiko, Tanda dan Gejala, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan
Medis, Asuhan Keperawatan Leukimia, Telaah Jurnal, dan Materi Edukasi Leukimia

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnaan
makalah kami.

Jakarta, 07 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia merupakan keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai
oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi penambahan sel-sel abnormal dalam
darah tepi. Berdasarkan National Academy of Sciences, terdapat lebih dari 100.000 bayi di
seluruh dunia yang
lahir dengan keadaan dan kondisi yang berat dari Leukemia (Cooley’s Anemia Foundation,
2006). Jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2008 sudah mencapai 20.000 orang penderita
dari jumlah 200 juta orang penduduk Indonesia secara keseluruhan (Robert, 2009). Leukemia
limfositik akut atau biasa di sebut ALL adalah bentuk leukemia yang paling lazim dijumpai pada
anak, insiden tertinggi terdapat pada usia 3-7 tahun. Leukemia akut ditandai dengan suatu
perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera,
maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia
kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup
yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun (Hoffbrand, 2005).
Penderita leukimia pada anak yang memiliki gejala seperti demam atau keringat malam, merasa
lemah atau capai, pucat, sakit kepala, mudah berdarah atau memar. misalnya gusi mudah
berdarah saat sikat gigi, muda memar saat terbentur ringan, nyeri pada tulang dan/atau sendi.
Adanya perubahan gejala secara cepat pada penderita leukemia anak mengakibatkan anak
merasakan sakit yang hebat. Kondisi tersebut mengharuskan anak dengan penyakit leukemia
harus dilakukan dengan perawatan di rumah sakit, dan sangat tidak memungkinkan anak dalam
perawatan di rumah (Robert , 2009).
Reaksi terhadap penyakit pada anak prasekolah yaitu anak usia prasekolah merasa fenomena
nyata yang tidak berhubungan sebagai hubungan penyakit, cara berfikir magis menyebabkan
anak usia prasekolah memandang penyakit sebagai suatu hukuman. Selain itu, anak usia
prasekolah takut terhadap mutilasi (Muscari, 2005). Anak-anak dengan penyakit leukemia
memiliki masalah-masalah seperti berkurangnya kemampuan anak dalam beraktivitas pada
sesuainya. Anak akan mengalami kesulitan seperti menggambar yang dicontohkan, menggambar
garis yang lebih panjang. Kesulitan ini sebagai akibat rasa sakit nyeri pada bagian tulang
(Hoffbrand, 2005).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi Prevelensi Leukimi (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan
Pekerjaan)?
2. Apa Pengertian dan Klasifikasi dari Leukimia?
3. Apa saja Etiologi dan Faktor Risiko dari Leukimia?
4. Apa saja Tanda dan Gejala dari Leukimia?
5. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi dari Leukimia?
6. Pemeriksaan Penunjang apa saja yang digunakan untuk pasien Leukimia?
7. Apa saja Penatalaksanaan Medis yang digunakan untuk pasien Leukimia?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Leukimia?
9. Telaah Jurnal Leukimia?
10. Apa saja Materi Edukasi yang dapat diberikan untuk pasien Leukimia
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Prevelensi Leukimia (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan


Pekerjaan).
2. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian dan Klasifikasi dari Leukimia
3. Untuk mempelajari dan memahami Etiologi dan Faktor Risiko dari Leukimia
4. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala dari Leukimia
5. Untuk mengetahui dan memahami Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada pasien
Leukimia
6. Untuk mengetahui jenis-jenis Pemeriksaan Penunjang apa saja yang digunakan untuk
pasien Leukimia Untuk mempelajari dan memahami Penatalaksanaan Medis yang
digunakan untuk pasien Leukimia
7. Untuk menegtahui, mempelajari dan memahami Asuhan Keperawatan apa saja yang tepat
bagi pasien Leukimia Untuk menambah pengetahuna dan memberikan referensi
mengenai Telaah Jurnal Leukimia
8. Untuk mangetahui dan memahami Materi Edukasi apa saja yang baik untuk pasien
Leukimia
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN, PREVALENSI, KLASIFIKASI

Kanker sistem hematopoietik merupakan gangguan akibat proliferasi sel keganasan yang berasal
dari sumsum tulang, timus, dan jaringan limfatik. Sel darah yang berasal dari sumsum tulang
disebut sel hematopoietik: sel yang berasal dari limfa disebut sel limfoid. Leukemia adalah
kanker sumsum tulang, dan limfoma adalah kanker jaringan limfoid.

 LEUKEMIA
Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan
penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini
disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel
induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering
menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.

 PREVALENSI LEUKEMIA

Epidemiologi leukemia secara global prevalensi 13.7 per 100.000 populasi dengan tingkat
mortalitas 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
menunjukkan bahwa leukemia merupakan salah satu kanker yang paling banyak ditemui pada
anak-anak.

 GLOBAL
Menurut data statistic kanker Surveillance, Epidemiology, and End Results Program National
Cancer Institute prevalensi leukemia sebesar 13.7 per 100.000 populasi per tahun, dan jumlah
kematian leukemia sebesar 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Pada tahun 2017 diperkirakan
sebanyak 62.130 kasus baru leukemia dan 24,500 orang akan meninggalan karena leukemia.
Leukemia berada di urutan ke-9 dilihat dari prevalensi kejadiannya, yaitu sebesar 3.7% dari
seluruh kanker di United States.
Prevalensi kasus leukemia pada kelompok usia 65-74 merupakan prevalensi tertinggi yaitu
sebesar 22.4% dengan median usia 66 tahun saat terdiagnosis leukemia. Sedangkan jumlah
kematian akibat leukemia paling tinggi ditemui pada kelompok usia 75-84 tahun yaitu sebesar
30.2% dengan median usia 75 tahun saat kematian.
Prevalensi kasus leukemia dilihat dari jenis kelamin didapatkan bahwa kejadian pada laki-
laki lebih tinggi dari perempuan yaitu sebesar 17.6%, dan perempuan sebesar 10.7%. Ras yang
paling tinggi menderita leukemia adalah ras kaukasian (18.5% laki-laki, 11,3% perempuan).
Kejadian leukemia pada anak (0-19 tahun) menurut CDC pada tahun 2014 adalah sebesar 8.4
per 100.000 ditemukan pada kelompok usia 1-4 tahun dan tingkat kematian akibat leukemia
sebesar 0.8 per 100.000 anak ditemukan pada kelompok usia 15-19 tahun.

 INDONESIA
Menurut data Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI
dan Data Penduduk Sasaran, prevalensi kanker di Indonesia berturut-turut adalah kanker serviks
(0.8%), kanker payudara (0,5%), dan kanker prostat (0,2%). Riset yang dilakukan di RS Kanker
Dharmais pada tahun 2010-2013 menyebutkan bahwa leukemia tidak termasuk dalam 10 kanker
terbanyak di Indonesia.
Namun menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi kanker anak umur
0-14 tahun sebesar 16.291 kasus, dan jenis kanker yang paling banyak diderita anak di Indonesia
yaitu leukemia dan retinoblastoma. Pada riset yang dilakukan pada pasien anak di RS Kanker
Dharmais pada tahun yang sama menyatakan bahwa leukemia adalah  penyakit dengan jumlah
kasus baru dan jumlah kematian terbanyak di RS Kanker Dharmais.

 KLASIFIKASI LEUKEMIA
Leukemia atau disebtu kanker darah merupakan pertumbuhan sel darah yang tidak normal pada
sel darah putih. Leukemia dapat dibagi 4 yaitu :

1. Leukemia Limfositik Akut (LLA)


Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel
yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan
segera menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. LLA merupakan leukemia yang
paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker
yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi anak usia antara 3-5
tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa. LLA 5 kali lebih sering daripada LMA
dengan perkiraan 70-80% leukemia pada anak merupakan leukemia jenis LLA. Selain itu LLA
juga memiliki tingkat kesembuhan kira-kira 75-80%.

2. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke
semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA
atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%)
dibandingkan anak-anak (15%).20 Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai
3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LMA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
(gambar: hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

4. Leukemia Mielositik Kronis (LMK)

Leukemia Mielositik (mieloid, mielogemoous, granulasitik, LMK) adalah suatu penyakit dimana
sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar
granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal. Abnormalitas genetik yang
dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LMK. Penyakit ini bisa
mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita, tetapi jarang ditemukan pada anak-
anak berumur kurang dari 10 tahun. Insidens LMK banyak pada kelompok usia 55 tahun ke atas
juga seperti pada jenis LLK. Sebagian besar penderita LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya
berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang
amat kurang.

B. ETIOLOGI
Etiologi leukemia pada manusia belum diketahui secara pasti, tetapi pada penelitian mengenai
proses leukemogenesis pada binatang percobaan ditemukan bahwa penyebabnya mempunyai
kemampuan melakukan modifikasi deoxyribo nucleic acid (DNA), dan kemampuan ini
meningkat bila terdapat suatu kondisi genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi dan mutasi
onkogen seluler.

FAKTOR RISIKO
Terjadinya leukemia banyak hal yang mempengaruhi diantaranya :

1. Faktor Eksogen

a. Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukemia meningkat


pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi. Agen alkilase digunakan untuk
mengobati kanker lainnya. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli
radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
bekerja di bagian tersebut.

b. Zat kimia, pekerja yang terpapar bahan kimia seperti benzene, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazone, dan agen anti neoplastik. Terpapar zat kimia dapat menyebabkan displasia
sumsum tulang belakang,anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat
menyebabkan leukemia.
c. Infeksi virus. Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu
penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita
leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus
tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. Pada manusia, terdapat
bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T
manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur
pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi
tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan
Amerika Serikat

2. Faktor Endogen

a. Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter seperti sindrom
down, anemia aplastik fanconi, sindrom bloom, telangiektasia ataksia, trisomi 13 (sindrom
patau), sindrom wiskott-aldrich, dan agamaglobulinemia terpaut-X kongenital. mempunyai
insiden leukemia akut 20 x lipat dan riwayat leukemia dalam keluarga . insiden leukemia
lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden yang meningkat
sampai 20% pada kembar monozigot.

b. Kelainan genetic, mutasi genetic dari gen yang mengatur sel darah yang tidak diturunkan.

C. PATOFISIOLOGI
Di dalam sumsum tulang normal, pengaturan efisien menjamin bahwa proliferasi sel dan
maturasi tergolong adekuat untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Sel induk (stem cell)
pluripotent melakukan diferensiasi sepanjang jalur mieloid, eritroid, atau limfoid saat terdapat
faktor pertumbuhan. Pada leukemia, pengendalian hilang atau abnormal. Leukemia adalah
proliferasi leukosit tidak terkontrol. Kekurangan kontrol ini menyebabkan sumsum tulang
normal digantikan oleh leukosit tidak matang dan leukosit tidak terdiferensiasi, atau sel blast
(Figur 79-1). Leukosit tidak matang yang abnormal kemudian bersirkulasi di dalam darah dan
menginfiltrasi organ pembentuk darah (hati, limpa, dan nodus limfe) serta tempat lainnya di
seluruh tubuh.
French-American-British (FAB) Cooperative Group mengembangkan sistem klasifikasi yang
diterima secara universal. Di bawah sistem ini, leukemia akut diklasifikasikan berdasarkan
karakteristik morfologi dan histokimia yang mewarnai sel blast, yang mengindikasikan
persentase sel imatur/tidak matang pada sumsum tulang.
D. TANDA DAN GEJALA
Manifestasi dari semua tipe leukemia adalah sama. Riwayat klinis biasanya menunjukkan
anemia, trombositopenia dan leukopenia. Manifestasi klinis depresi sumsum tulang meliputi
keletihan yang disebabkan oleh anemia, perdarahan akibat trombositopenia (penurunan jumlah
trombosit yang beredar), demam akibat infeksi, anoreksia, sakit kepala, dan papiledema.
Perdarahan dapat terjadi pada kulit, gusi, membran mukosa, saluran gastrointestinal (GI), serta
saluran genitourinaria. Perdarahan juga merupakan penyebab mendasari petekie dan ekimosis
(perubal warna yang dapat terlihat pada kulit).

Anoreksia dihubungkan dengan penurunan berat badan, sensitivitas berkurang terhadap rasa
asam dan manis, penyusutan otot, dan kesulitan menelan. Pembesaran hati, limpa, dan nodus
limfe lebih sering terjadi pada LLA dibanding LLA. Splenomegali dan hepatomegali biasanya
terjadi bersama. Klien dengan leukemia umum mengelami nyeri perut dengan nyeri tekan dan
nyeri tekan payudara.

Sakit kepala, muntah, dan papiledema dihubungkan dengan keterlibatan SSP. Keterlibatan saraf
fasial menyebabkan palsi wajah. Pandangan kabur, gangguan pendengaran, dan iritasi meningeal
dapat terjadi jika sel leukemia menginfiltrasi meninges serebral atau spinal. Perdarahan dan
kompresi intrakranial juga dapat terjadi.
E. KOMPLIKASI
1. Infeksi
Pasien akan lebih rentan terhadap infeksi karena jumlah sel darah putih yang normal itu
tidak cukup untuk melawan bakteri dan virus yang menyerang
2. Pendarahan
Leukemia akut merupakan kanker darah dan sumsum tulang yang berkembang dengan
cepat. Sumsum tulang yang terkena dampaknya memproduksi banyak sel darah putih
tidak normal yang belum dewasa (dikenal sebagai “sel blast”). Sel darah putih tidak
normal yang belum dewasa ini merupakan sel leukemia. Sel leukemia tumbuh dengan
cepat di sumsum tulang dan memengaruhi produksi sel darah yang sehat, yang
menyebabkan gejala aneamia (kelelahan) dan jumlah trombosit yang rendah (mudah
mengalami perdarahan atau perdarahan secara berlebihan).

3. Splenomegali
Pembesaran limpa akibat kelainan darah dapat disebabkan oleh produksi sel-sel darah
abnormal (contohnya pada kasus anemia hemolitika yaitu idiopatik trombositopenia),
pada leukimia, dan limfoma serta gagal sumsum tulang kronis karena fibrosis atau
infiltrasi sekunder sel tumor

4. Anemia, pada penderita leukemia biasanya akan terjadi anemia karena banyaknya sel
darah merah (eritrosit) yang dirusak oleh sel darah putih imatur sehingga tubuh
kekurangan darah. Padahal fungsi sel darah merah adalah membawa oksigen dan nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme sel dan menghasilkan energi. Maka pada
penderita leukemia orang tersebut akan cenderung terlihat lemah, letih, lesu, mudah
capek bahkan terlihat pucat.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
 Hemoglobin kurang dari 10g/dl
2. Gambaran darah tepi
 Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan keudian bisa lebih dari
100.000/mm3.
 Menunjukan sectrum lengkap dari granulosit mulai dari meiloblast sampai
netrofil. Komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen)
dan meilosit. Metameilosit, promeilosit, dan meiloblast juga sering dijumpai.
Sel blast <5%, dan sel darah merah bernukleus.
 Jumlah basofil dalam darah meningkat.
 Pada fase awal trombosit meningkat
 Fosfatase alkali netrofil selalu rendah
3. Hitung sel darah lengkap
 SDP abnormal (rendah < 1000 mm3 atau sangat tinggi >200.000 mm3).
 Laukosit abnormal termasuk blast tidak matang.

b) Aspirasi sumsum tulang belakang


 Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Menunjukan spektrum lengkap
seri myloid, dengan komonen paling banyak adalah netrofil dan meilosit. Sel blast
kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
 Sitogenik: dijumpai adanya philadelphia (Ph1) kromosom pada 95%kasus.
 Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
 Biopsi sumsum tulang: SDM abnormal biasanya lebih dari 50% atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60%-90% dari blast, dengan prekursor eritroid,
sel matur dan megakariositis menurun.

c) Diagnosis banding
Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO
1) Blast 10-19% dari WBC pada darah tepi dan dari sel sumsum tulang berinti
2) Basofil darah tepi <20%
3) Trombositopenia persisten (<100x109/L) yang tidak dihubungkn dengan terapi atau
trombositosis (>1000x109/L) yang tidak responsif terhadap terapi.
4) Peningktan lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
Diagnosis pada CML pada fase krisis blastik menurut WHO
1. Blast >20% dari arah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti
2. Proliferasi blast ektrameduler

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab Darah

Hb : 7 gr/dl Tanda anemia


Ht : 24% Tanda anemia
Leukosit : 70.000/mm3 Leukositosis ( DD/ Leukemia)
Trombosit : 700.000/mm3 Trombositosis
As. Urat : 10 gr/dl Meningkat

SADT
Eritrosit Gangguan hematopoiesis
Normokrom, normositer, normoblas + Kesimpulan: Leukemia mielositik
Leukosit kronik / Leukemia granulositik
Terdapat semua stadium pertumbuhan kronik
granulosit, terbanyak metamielosit (gambaran
seperti pasar malam).
Mieloblas < 5%
Metamielosit dan mielosit ± 40%
Sisanya batang, segmen, dan promielosit
Eosinofil dan basofil meningkat
Trombosit : Trombositosis

Apus Sumsum Tulang: Hiperseluler ME ratio meningkat

Pemeriksaan Kromosom Leukemia granulositik kronik

Kromosom Philadelphia +

G. PENETALAKSANAAN MEDIS
Penghancuran Sel Neoplastik
Kemoterapi. Kemoterapi diberikan untuk menghancurkan sel ganas dari sumsum tulang.
Protokol pengobatan untuk leukemia akut mungkin melibatkan tiga fase: fase induksi, fase
konsolidasi, dan fase rumatar (pemeliharaan). Fase rumatan (pemeliharaan) biasanya hanya
digunakan pada LLA dewasa. Tiga fase protokol pengobatan adalah sebagai berikut.
 Fase induksi. Klien menerima sebuah rangkaian kemoterapi intensif yang dirancang
untuk menginduksi remisi lengkap. Kriteria remisi lengkap adalah sel blast kurang dari
5% dari sel sumsum tulang dan hitung darah perifer normal. Kedua kondisi harus
berlanjut paling tidak 1 bulan. Setelah remisi tercapai fase konsolidasi dimulai.
 Fase konsolidasi Modifikasi rangkaian kemoterapi intensif diberikan untuk mengetada
sport penyakit. Biasanya dosis lebih tinggi dari satu atau lebih agen kemoterapi diberikan.
 Fase rumatan. Dosis kecil dari kombinasi berbeda agen kemoterapi diberikan setiap 3-4
minggu. Fase ini mungkin dilanjutkan untuk 1 tahun atau lebih lama dan terstruktur untuk
memfasilitasi klien hidup senormal mungkin. Fase ini digunakan lebih sering pada LLA
Terapi Radiasi. Terapi radiasi mungkin diberikan sebagai tambahan terhadap kemoterapi ketika
sel leukemia menginfiltrasi SSP, kulit, rektum, dan testis atau ketika massa mediastinum besar
terlihat pada diagnosis (seperti yang terjadi pada LLA)
Terapi Sasaran. Ketika LMA kambuh, opsi pengobatan ini terbatas karena terkait toksisitas dan
status kesehatan klien. Terapi sasaran hanya toksisitas dan status kesehatan klien. Terapi sasaran
hanya mengenai sel tumor dan sedikit sel normal,karena itu menurunkan toksisitas terkait. Genm
Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg) adalah sebuah anti CD33 antibodi monoklonal yang terpaut
calicheamicin, yang merupakan agen sitotoksik amped Antigen CD33 ditemukan pada
permukaan sel leukosit blast dan prekursor myeloid. Agen ini disetujui untuk pengobatan LMA
positif CD33 pada klien dengan kekambuhan pertama kali berusia 60 tahun atau lebih dan yang
bukan kandidat kemoterapi sitotoksik.
Pengobatan atau Pencegahan Sindrom Lisis Tumor. Komplikasi fatal potensial akibat
pengobatan leukemia akut, sindrom lisis tumor adalah sekelompok komplikasi metabolik yang
berhubungan dengan kerusakan cepat sejumlah besar sel darah merah. Jika hitung sel darah
merah tinggi ketika kemoterapi dimulai, lisis sel cepat dapat menyebabkan (1) peningkatan kadar
serum asam urat, fosfat, dan kalium serta ) pran kadar serum kalsium. Gejala meliputi Konfusi,
lemah, bradikardi, perubahan EKG, dan distimia (hiperkalemia); mati rasa, sensasi kesemutan,
kram otot, kejang, tetanus, dan perubahan EKG hipokalemia dan kristaluria asam urat, obstruksi
ginjal, serta gagal ginjal akut (hiperurisemia). sindrom lisis tumor akut dapat dicegah dengan
meningkatkan hidrasi 1V, membasakan urine, dan memberikan alopurinol (Zyloprim).
Risbaratase (Elitek) adalah sebuah obat IV yang diberikan sekali sehari untuk 5 hari pada klien
anak penderita kanker untuk menurunkan konsentrasi asam urat plasma dan mengatasi sindrom
lisis tumor (TLS). Obat ini juga sering diberikan sebagai dosis tunggal lebih besar pada klien
dewasa. Hemodialisis sering kali diperlukan untuk menurunkan Kadar kreatinin atau leukoferesis
diperlukan untuk mengurangi hitung sel darah putih.

Mengganti Sel dan Mengontrol Infeksi. Modalitas pengobatan terkini untuk leukemia akut
merusak sel menyimpang dan sel normal. Terapi bertujuan mencegah dan mengatasi komplikasi
pansitopenia didapat dan dipicu:
anemia. perdarahan, dan infeksi.. Transfusi sel darah merah mungkin diperlukan sampai sumsum
memproduksi sel matang. Semua produk darah seharusnya cocok dengan human leukocyte
antigen (HLA), CMV negatif, dan iradiasi Jika klien memerlukan infus sel darah merah IV dan
amfoterisin B, sebuah agen antijamur, pemberian tersebut seharusnya diberi jeda sedikitnya 1
jam sehingga reaksi yang tidak diinginkan (alergi) dapat terdeteksi.

Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)


Pengobatan LMK biasanya dibagi ke dalam empat area
(1) transplantasi sel induk (dibahas kemudian pada bab ini).
(2) terapi alfa interferon dengan atau tanpa kemoterapi,
(3) kemoterapi agen tunggal (hidroksiurea), atau
(4) menggunakan penghambat tirosin kinase khusus

Tujuan terapi pada fase kronis LMK adalah mengontrol leukositosis dan trombositosis. Ketika
sel yang tidak diinginkan terakumulasi, aferesis adalah metode pengumpulan darah, yakni darah
diambil dari klien.
Komponen yang tidak diinginkan dipisahkan, dan sisa darah dikembalikan ke klien. Aferesis
biasanya dilakukan dengan menggunakan pemisah sel darah otomatis yang dirancang untuk
membuang secara selektif elemen darah yang diinginkan Leukapheresis mungkin dilakukan
untuk menurunkan hitung leukosit yang sangat tinggi secara cepat dan mencegah sindrom lisis
tumor akut (Figur 79-3).
Leukapheresis jarang dilakukan pada LMK, namun, kecuali jika hitung blast perifer meningkat
di atas 300.000/mm dan klien menunjukkan gejala klinis abnormal seperti leukostasis.
Leukapheresis dapat menurunkan hitung sel darah putih secara cepat dan aman pada klien
dengan hitung sel darah putih lebih
Kadar sel darah putih dapat diturunkan sementara dengan leukaferesis. Beberapa pemisah sel
darah otomatis secara efektif membuang sejumlah besar sel darah putih dan mengembalikan sel
darah merah dan plasma ke klien. Pemisah sel V50 Haemonetic umumnya digunakan untuk
melakukan prosedur ini besar dari 300.000/mm dan dapat meredakan gejala akut leukostasis,
hiperviskositas, dan infiltrasi jaringan Penurunan ini biasanya hanya sementara dan sering harus
dikombinasi dengan kemoterapi dan/atau terapi sasaran untuk efek lebih lama. Jika nyeri
splenomegali terjadi, iradiasi atau pengangkatan limpa mungkin dianjurkan:
namun, splenektomi dianggap sebagai usaha terakhir sekunder akibat mortalitas pembedahan
yang tinggi pada populasi ini.
Obat yang paling banyak digunakan adalah alfa interferon IV atau subkutan dan pemberian
hidroksiurea oral. Klien dengan krisis blast (Figur 79-4) memerlukan kemoterapi intensif dengan
agen yang sama seperti digunakan dalam leukemia akut. Obat ini dapat menghancurkan sel blast
leukemia, mentransformasi sel tersebut menjadi granulosis normal, atau mencegah sel leukemik
dari menghambat pembentukan granulosit normal. Untungnya, penghambat tirosin kinase telah
mengubah pengobatan LMK dan merupakan standar asuhan saat ini.

Terapi Sasaran.
Kelas penghambat tirosin kinase telah mengubah dengan cepat pengobatan LMK. Imatinib
mesylate (Gleevec) menghambat proliferasi dan memcu apoptosis dengan menghambat aktivitas
tirosin kinase. Pada sel positif untuk ber-abl. Agen ini juga menargetkan Sel leukemik baru pada
LMK yang positif kromosom Philadelphia. Data menunjukkan 89% keseluruhan ketahanan
hidup setelah 5 tahun pada klien yang menerima imatinib sebagai pengobatan awal LMK.
Dasatinib (Sprycel) obat lebih baru pada kelas penghambat tirosin kinase yang sering bekerja
untuk mengobati LMK pada klien ketika imatinib tidak diberikan. Sementara masih dalam kelas
penghambat tirosin kinase, dasatinib memiliki kemampuan mengikat konformasi aktif maupun
tidak aktif domain kinase ABL. Dasatinib diindikasikan untuk pengobatan orang dewasa dengan
fase LMK kronis, yang cepat, atau myeloid atau blast limfoid dengan resistansi atau intoleransi
terhadap pengobatan sebelumnya seperti imatinib. Dasatinib juga diindikasikan untuk
pengobatan orang dewasa dengan Ph+LLA dengan resistansi atau intoleransi terhadap obat
sebelumnya. Penghambat kinase paling akhir yang disetujui oleh FDA pada akhir tahun 2007
adalah Nilotinib (Tasigna). Agen oral ini diindikasikan untuk pengobatan fase kronis dan fase
percepatan Ph+ LMK pada klien dewasa yang resistan atau intoleransi terhadap obat sebelumnya
termasuk imatinib

Leukemia Limfositik Kronis (LLK)


Tujuan terapi LLK adalah meredakan atau mengontrol gejala yang tidak diinginkan. Radiasi
lokal ke limpa mungkin diberikan sebagai pengobatan paliatif untuk mengurangi komplikasi.
Dua komplikasi yang terlihat selama stadium akhir adalah anemia hemolitik akibat gangguan
autoimun dan hipogamaglobulinemia, yang selanjutnya meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi. Antibiotik, transfusi sel darah merah, dan suntikan konsentrat gamma globulin mungkin
diperlukan pada klien ini. Leukapheresis dilakukan ketika sel darah putih cukup untuk
menyebabkan trombosis atau emboli vaskular, khususnya pada klien yang tidak berespons
terhadap kemoterapi.

Kemoterapi. Chlorambucil (Leukeran) atau cyclophosphamide (Cytoxan) mungkin diberikan


oral untuk mengurangi gejala LLK. Umumnya kemoterapi diberikan untuk 2
minggu setiap bulan. Ketika anemia (stadium III) dan trombositopenia (stadium IV)
berkembang, prednison oral harian diberikan sebagai tambahan terhadap agen alkilasi. Prednison
mempunyai efek limfosit politik yang nyata serta merangsang produksi sel darah merah dan
trombosit. Fludarabine (Fludara), diklasifikasikan sebagai analog nukleosida, adalah
kemoterapeutik lainnya yang dipakai dalam pengobatan LLK

Terapi Sasaran. Terapi sasaran saat ini digunakan dalam pengobatan LLK. Alemtuzumab
(Campath) adalah antibodi monoklonal yang disetujui oleh FDA untuk terapi bagi klien yang
tidak berhasil dalam pengobatan agen alkilasi dan terapi fludarabine. Agen ini diarahkan pada
antigen CD52 limfosit, yang lambat berproliferasi. Rituximab (Rituxan), yang memiliki sasaran
antigen CD20, juga efektif sebagai pengobatan lini kedua atau ketiga dan sering digunakan di
dalam kombinasi dengan Cytoxan IV dan Fludarabine IV dalam pengobatan yang diketahui
sebagai terapi FCR kombinasi
H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Kaji keseluruhan riwayat kesehatan dari klien dan anggota keluarga untuk membantu diagnosis
dan pengobatan. Riwayat dan pemeriksaan awal memberikan data dasar untuk memfasilitasi
pengkajian komplikasi kemoterapi ablatif dan terapi radiasi. Keparahan dan lamanya gejala
leukemia adalah fakta penting untuk mengkaji dan mendokumentasikan. Tanyakan klien
mengenai faktor risiko dan faktor penyebab. Usia penting untuk dicatat karena insiden leukemia
meningkat dengan usia. Riwayat pekerjaan klien dan hobi juga memberikan petunjuk mengenai
paparan lingkungan. Sakit sebelumnya dan riwayat medis mungkin mengindikasikan faktor
risiko. Oleh karena leukemia meningkatkan risiko infeksi akibat dari kehilangan fungsi sel darah
putih, tanyakan mengenai frekuensi dan keparahan infeksi, seperti flu, pneumonia, bronkitis, dan
demam yang tidak diketahui sebabnya selama 6 bulan terakhir. Pengkajian lengkap dari kepala
sampai ujung kaki dilakukan.
Data pengkajian terfokus yang terkait dengan leukemia mencakup yang berikut.
Riwayat kesehatan: Keluhan keletihan, kelemahan, dispnea pada aktivitas, infeksi sering, luka
tenggorok, keringat malam, perdarahan gusi, atau perdarahan hidung penurunan berat badan
baru-baru ini; pajanan terhadap radiasi ionisasi (sinar-x multipel, tinggal di dekat uji radiasi atau
atom) atau bahan kimia (pekerjaan); pengobatan kanker sebelumnya; riwayat gangguan imun.
Pemeriksaan fisik: Periksa adanya memar, purpura, petekie, ulkus atau lesi pada kulit dan
membran mukosa; pucat; tanda vital meliputi tanda vital ortostatik; bunyi jantung dan paru;
pemeriksaan abdomen; mengenai adanya darah samar dalam feses.
Pemeriksaan laboratorium: Hitung darah dengan diferensial; pemeriksaan sumsum tulang.

Diagnosis, Hasil yang Diharapkan, dan Intervensi

1. Diagnosis: Ketidakefektifan Perlindungan Diri/Risiko Infeksi. Diagnosa keperawatan ditulis


sebagai Ketidakefektifan Perlindungan Diri/Risiko Infeksi yang berhubungan dengan
neutropenia atau leukositosis sekunder akibat leukemia atau pengobatan.
Hasil yang Diharapkan: Infeksi akan dicegah atau akan ditemukan dini dan diobati secara
efektif seperti dibuktikan dengan hitung neutrofil lebih dari 1.000/mm, tidak ada demam, dan
tidak ada kesulitan pernapasan.
Intervensi
Pengunjung dengan kemungkinan penyakit menular seharusnya diskrining untuk memeriksa
adanya infeksi, dan pengunjung atau staf dengan flu atau infeksi saluran pernapasan seharusnya
tidak diizinkanmendekati klien. Hindari semua tumbuhan hidup dan bunga dalam ruangan klien.
Klien seharusnya menjalankan diet rendah bakteri dengan tidak mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran mentah Bantu klien mandi sehari-hari dengan menggunakan sabun antimikroba.
Dorong klien melakukan higiene oral secara beberapa kali sehari. Klien perempuan idak boleh
menggunakan semprot vagina dan hindari pemakaian tampon. Pelunak feses harian
diprogramkan untuk mengurangi risiko fisura anus. Bersihkan perianal setiap BAB. Hindari
memasukkan obat secara supositoria dan penggunaan temperatur rektal. Temperatur oral, aksila,
dan timpani seharusnya diambil setiap 4 jam, dan dokter harus diberi tahu jika suhu tubuh di atas
38°C (10050101 °F) atau di bawah 36° C (9709750 F).
Demam mungkin hanya satu-satunya gejala pada klien neutropenia. Kaji penyebab demam
sebelum memulai terapi dengan memperoleh spesimen darah, sputum, urine, tempat pemasangan
jalur vena sentral, dan sumber potensial lainnya dari infeksi untuk memeriksa kultur. Berikan
antibiotik sesuai program. Terapi biasanya terdiri atas antibiotik spektrum luas IV multipel yang
diberikan pada jadwal bertukar-tukar. Berikan analgesik sesuai program untuk meredakan
ketidaknyamanan, hindari aspirin jika klien trombositopenia. Aspirin, produk mengandung
aspirin, dan asetaminofen seharusnya dihindari karena obat tersebut dapat menyamarkan demam.
Prosedur invasif seharusnya dihindari jika mungkin. Berikan dekontaminan kulit secara cermat
sebelum pungsi vena. Jaga penutup steril kateter vena sentral dan lakukan perawatan balutan
rutin menurut kebijakan institusi. Ganti slang IV sesuai kebijakan institusi.
Monitor klien secara ketat untuk memeriksa gejala infeksi jamur atau virus (misalnya
peningkatan frekuensi napas, rales, dispnea, perubahan warna mukosa mulut). Monitor frekuensi
napas dan auskultasi suara nafas secara teratur. Pneumonia virus dan jamur sering menyebabkan
kematian pada klien neutropenia.

2. Diagnosis: Risiko perdarahan. Klien akhirnya menjadi trombositopenia karena perjalanan


penyakit atau karena pengobatan kemoterapi, menyebabkan diagnosis keperawatan Risiko
perdarahan yang berhubungan dengan trombositopenia sekunder akibat leukemia maupun
pengobatan.
Hasil yang Diharapkan: Perdarahan akibat cedera, seperti jatuh, pungsi, tersayat, atau bahaya
lingkungan lainnya, akan dapat dicegah atau akan didiagnosis dan diobati secara berhasil seperti
yang dibuktikan dengan tidak adanya perdarahan dan hitung trombosit lebih dari 20.000/mm3.
Intervensi
Lakukan tindakan kewaspadaan/pencegahan perdarahan sebagai berikut.
Berikan sikat gigi lembut untuk kebersihan mulut; hindari flossing (benang gigi), bulu sikat keras
dan obat kumur komersial yang mengandung alkohol. Instruksikan klien untuk menghindari
memukul atau mengorek hidung, mengejan saat defekasi,menggunakan semprot vagina atau
memakai tampon, atau memakai alat cukur. Baik klien laki-laki maupun perempuan seharusnya
hanya memakai alat cukurelektrik selama fase neutropenia.
Jangan memberikan suntikan IM atau SK. Jangan memasukkan supositoria rektal. Jangan
memberikan obat yang mengandung aspirin, dan instruksikan klien untuk menghindari obat yang
mengandung aspirin. Hindari kateter urine jika mungkin. Jika kateter harus dimasukkan, gunakan
ukuran terkecil, lubrikasi dindingnya, dan masukkan secara lembut. Hindari trauma mukosa
selama pengisapan.
Buang semua bahan potensial berbahaya dan objek tajam dari lingkungan. Ujung atau tepi tajam
pada perabotan rumah seharusnya dilapisi bantalan. Gunakan matras yang mengurangi tekanan
dan ubah posisi klien secara sering untuk mencegah ulkus tekan/dekubitus. Gunakan
ayunan/timangan tempat tidur untuk melindungi anggota gerak Hindari inflasi berlebihan manset
tekanan darah, dan rotasi manset ke tempat berbeda. Hindari pemakaian tourniquet lama. Hanya
memakai plester kertas, dan hindari adhesif kuat yang mungkin menyebabkan penempelan kulit.
Ajarkan klien dan orang terdekat atau anggota keluarga lainnya untuk melakukan tindakan
pencegahan selama periode trombositopenia. Monitor klien paling tidak setiap 4 jam untuk
gejala perdarahan, seperti ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi, hematuria, darah pada
feses, pembesaran lingkar perut, disorientasi, bingung, dan perubahan tingkat kesadaran. Semua
urine, feses, dan emesis seharusnya diperiksa adanya darah.
Lakukan dan catat tanda vital secara rutin, catat gejala perubahan perfusi jaringan terkait anemia
(peningkatan frekuensi napas dan denyut nadi, penurunan tekanan darah).

3. Diagnosis: Intoleran aktivitas. Keletihan adalah keluhan umum klien mungkin akumulatif,
respons yang memburuk secara bertahan terhadap pengobatan kanker, kadar Hb dan hematokrit
rendah perubahan kadar glukosa darah, penurunan kadar saturasi oksigen, kadar elektrolit
abnormal, atau penurunan berat badan yang tidak disengaja. Keletihan paling berat dirasakan
setelah 2-3 hari setelah kemoterapi IV. Diagnosis keperawatan tertulis adalah Intoleran aktivitas
yang berhubungan dengan efek samping pengobatan, kadar Hb rendah, nyeri, kurang tidur atau
penyebab lainnya seperti dibuktikan oleh klien. Skala untuk angka kelelahan secara numerik
mungkin digunakan, seperti skala keletihan Piper atau lebih sederhana, skalanumerik 0-10 .
Hasil yang Diharapkan: Klien akan melaporkan letih yang berkurang, merencanakan periode
istirahat adekuat, dan mampu melakukan peningkatan sejumlah aktivitas biasa dengan
menurunkan bantuan dari orang lain.
Intervensi
Kaji anemia, fisik, psikologis, dan penyebab letih terkait pengobatan.
Dorong latihan fisik untuk menjaga kekuatan.
Minta ahli terapi fisik untuk membantu latihan penguatan dan latihan penguatan di tempat tidur.
Ahli terapi okupasi mungkin mampu menawarkan saran atau alat untuk mengubah energi.
Jika klien trombositopenia atau demam atau baru saja menerima kemoterapi (24 jam yang lalu),
latihan fisik tidak dianjurkan, untuk menghindari cedera. Advokasi untuk pengurangan nyeri
adekuat, minimalkan gangguan/interupsi, dan batasi pengunjung ketika istirahat dibutuhkan.
4. Diagnosis: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh. Klien biasanya
mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan asupan nutrisi sebagai akibat dari pengaruh
terapi radiasi dan kemoterapi pada GI. Tulis diagnosis keperawatan sebagai Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh yang berhubungan dengan anoreksia nyeri, dan keletihan.
Hasil yang Diharapkan: Klien akan menjaga nutrisi yang mempertahankan berat badan seperti
dibuktikan dengan berat badan stabil, asupan kalori adekuat, dan mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Intervensi
Berikan antiemetik sesuai program, selama 24 jam jika perlu untuk mencegah mual dan muntah.
Premedikasi klien dengan cukup antibiotik sebelum makan untuk mendorong asupan makanan
dan minuman.
Diskusikan kebutuhan diet harian dengan klien sediakan makanan tinggi karbohidrat serta
suplemen Biarkan klien membuat pilihan makanan. Makanan dingin, shake, roti isi ditoleransi
lebih baik dibanding makanan panas dan pedas. Makanan porsi kecil dan sering ditoleransi
dibanding tiga kali makan besar sehari.
Monitor berat badan setiap hari. Jika klien tidak dapat menoleransi makanan untuk periode lama,
mulai nutrisi parenteral total (NPT) sesuai program, dan monitor asupan. Sistem pencernaan
klien sendiri seharusnya digunakan selama mungkin, dengan NPT digunakan sebagai upaya
terakhir. Koordinasikan dan rencanakan tambahan periode istirahat dan aktivitas hidup sehari-
hari jika perlu untuk meminimalkan letih.
5. Diagnosis: Gangguan Citra Tubuh. Banyak klien mengalami gangguan citra tubuh. Diagnosis
keperawatan tertulis sebagai Gangguan Citra Tubuh yang berhubungan dengan alopesia,
penurunan berat badan, dan keletihan.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan mampu menunjukkan dan mendiskusikan pemahaman
kondisi penyakit dan karakteristik sementara dari perubahan citra tubuh dan energi.

Intervensi
Sebelum pengobatan, informasikan klien mengenai potensi kehilangan rambut seluruh tubuh.
Dorong pemakaian syal, topi, wig sesuai keinginan. Jelaskan sifat sementara alopesia, meskipun
rambut mungkin memiliki warna dan tekstur berbeda ketika kembali. Alopesia mungkin
permanen dengan terapi radiasi otak keseluruhan (whole-brain radiation therapy-WBXRT).
Dorong klien untuk menyeimbangkan istirahat dengan latihan dan aktivitas untuk menjaga tonus
otot tanpa memperparah letih. Bahas kebutuhan diet harian dengan Klien, dan sediakan makanan
tinggi kalori serta suplemen oral dalam upaya membantu klien mempertahankan berat badan dan
penampilan fisik yang dapat diterima klien.

6. Diagnosis: Risiko Disfungsi Seksual. Banyak klien mengalami disfungsi seksual dan
reproduksi. Diagnosa keperawatan ditulis sebagai Risiko Disfungsi Seksual yang berhubungan
dengan pengaruh kemoterapi atau terapi radiasi pada organ reproduksi.
Hasil yang Diharapkan. Klien akan mampu mendiskusikan kemungkinan sterilitas dan
penurunan libido yang diakibatkan oleh terapi.

Intervensi.
Jelaskan kerusakan seluler normal yang mungkin menyebabkan kerusakan sementara atau
permanen fungsi reproduksi pada klien. Informasikan kepada klien bahwa libido seksual
mungkin berubah selama dan setelah fase akut sakit karena letih atau efek samping terapi.
Berikan klien dukungan emosional dan referensi untuk dukungan kelompok. Sediakan panduan
untuk posisi dan teknik alternatif aktivitas seksual. Pada kasus yang tepat, informasikan alternatif
reproduktif klien, seperti bank sperma, inseminasi buatan, dan donor sel telur.

No. Diagnosa (NANDA) Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


1.       1 Resiko infeksi b.d Status imunitas Manajemen
. penurunan sistem (0702, hal 523) lingkungan:          
kekebalan tubuh Klien diharapkan (6480, hal.191)
(Domain 1, kelas 1, mampu:         1. Ciptakan
kode 00004)          Tidak adanya infeksi lingkungan yang aman
berulang untuk pasien.
         Tidak adanya tumor        2.  Identifikasi
         Status pencernaan kebutuhan keamanan
dari skala yang pasien, berdasarkan
diharapkan tingkat fisik, dan fungsi
         Status pernapasan kognitif dan pengalaman
dari skala yang masa lalu.
diharapkan         3. Hindari objek yang
         Berat badan dalam berbahaya dari
batas normal lingkungan.
         Suhu tubuh normal Da
         Tidak adanya mpingi pasien selama
kelelahan secara terus aktivitas di luar bangsal.
menerus         5. Atur tinggi
         Jumlah sel darah rendahnya tempat tidur.
putih dalam batas normal         6. Sediakan
Status nutrisi peralatan yang adaptif
Klien diharapkan (ex : tangga yang dapat
mampu menormalkan: disandarkan dan susuran
         Pemasukan nutrisi tangan), dengan tepat.
         Pemasukan makanan      7. Sediakan tempat
dan cairan tidur yang bersih dan
         Energi nyaman.
         Masa tubuh          8. Hindari
         Berat badan pencahayaan yang tidak
penting, sirkulasi udara,
keadaan yang terlalu
panas, ataupun dingin.
         9. Atur suhu
lingkungan sesuai
kebutuhan pasien, jika
suhu tubuhnya berubah.
    10. Batasi kunjungan
secara personal kepada
pasien, keluarga,
kebutuhan penting
lainnya.
         
Manajemen nutrisi
(1100, hal. 197)
Intervensi yang
dilakukan :
         1. Tanyakan apakah
pasien mempunyai alergi
terhadap makanan.
         2. Dorong kenaikan
pemasukan zat besi
makanan, dengan tepat.
         3. Dorong kenaikan
pemasukan protein, zat
besi, vitamin C, dengan
tepat.
         4. Berikan pasien
dengan protein tinggi,
kalori tinggi, nutrisi
makanan cemilan dan
minuman itu bisa dengan
mudah mengonsumsi
dengan tepat.
         5. Kontrol catatan
pemasukan untuk
kandungan nutrisi dan
kalori.
2. Resiko perdarahan Pembekuan darah Pencegahan          
b.d trombositopenia Koagulasi darah perdarahan (
(Domain 11, Kelas 2, (0409, hal 226) (4010, hal. 278)
kode 00206) Klien diharapkan Intervensi yang
mampu menormalkan : dilakukan :
        Pembentukan          1. Monitor
Bekuan kemungkinan terjadinya
Waktu perdarahan pada pasien
protrombin          2. Catat kadar HB
         Hb dan Ht setelah pasien
         Perdarahan mengalami kehilangan
         Memar banyak darah
         Petechiae          3. Pantau gejala dan
tanda timbulnya
perdarahan yang
berkelanjutan (cek
sekresi pasien baik yang
terlihat maupun yang
tidak disadari perawat)
         4. Pantau faktor
koagulasi, termasuk
protrombin (Pt), waktu
paruh tromboplastin
(PTT), fibrinogen,
degradasi fibrin, dan
kadar platelet dalam
darah)
        5.  Pantau tanda-
tanda vital, osmotic,
termasuk TD
        6.  Lindungai pasien
dari hal-hal yang
menimbulkan trauma dan
bisa menimbulkan
perdarahan
        7.  Gunakan sikat gigi
yang lembut untuk
perawatan oral pasien
         8. Gunakan alat
cukur elektrik yang
memiliki pinggiran tepi
saat pasien mencukur
         Cegah
memasukkan sesuatu
kedalam lubang daerah
yang mengalami
perdarahan
   10. Instruksikan pasien
untuk menghindar
aspirin/ antikoagulan
yang lain
       11.  Instruksikan
pasien untuk
mengkonsumsi makanan
yang mengandung vit K
      12.   Ajarkan pasien
dan keluarga untuk
mengenali tanda-gejala
terjadinya perdarahan
dan tindakan pertama
untuk penanganan
selama perdarahan
berlangsung
    3. Intoleran Aktivitas Toleransi terhadap Terapi aktivitas
b.d Kelemahan umum aktivitas (4310, hal. 431)
(anemia) (0005, hal. 582) Intervensi yang
(Domain 4, Kelas 4, Klien diharapkan dilakukan:
kode 00092) mampu untuk         1. Kolaborasi dengan
menormalkan: terapis dalam
         Saturasi oksigen merncanakan dan
ketika beraktivitas memonitor program
         Denyut nadi ketika aktivitas.
beraktivitas         2. Bantu
         Laju pernapasan mengekplorasi aktivitas
ketika beraktivitas yang bemanfaat bagi
         Tekanan darah pasien
sistolik         3.Bantu
         Tekanan darah mengidentifikasi sumber
diastolic daya yang dimiliki dalam
         Pemeriksaan EKG beraktivitas
         Warna kulit          4.Bantu pasien/
         Kekuatan tubuh atas keluarga dalam
         Kekuatan tubuh beradaptasi dengan
bawah lingkungan
Daya tahan          5.Pastikan
(0001, hal. 80) lingkungan aman untuk
Klien diharapkan pergerakan otot
mampu untuk        6.  Jelaskan aktivitas
menormalkan: motorik untuk
         Kinerja dari rutinitas meningkatkan tonus otot
         Aktivitas          7.Berikan
         Konsentrasi reinforcemen positif
         Kepulihan energy selama beraktivitas
setelah beraktivitas           8. Monitor respon
         Tingkat oksigen emosional, fisik, sosial
darah dan spiritual.

Tingkat Manajemen energi


ketidaknyamanan (0180, hal. 177)
(2109, hal. 576) Intervensi  yang
Klien diharapkan dilakukan
mampu untuk      1. Tentukan
menormalkan: pembatasan aktivitas
         Nyeri fisik pasien
         Cemas
         Mengerang     2. Jelaskan tanda yang
         Stress menyebabkan kelemahan
         Takut      3. Jelaskan apa dan
         Kegelisahan bagaimana aktivitas yang
         Nyeri otot dibutuhkan untuk
         Meringis membangun energi
         Sesak nafas      4. Monitor intake
         Mual nutrisi yang adekuat
         Muntah     5.  Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
     6. Batasi stimulus
lingkungan
     7.        Lakukan ROM
aktif/pasif
      8.  Monitor efek obat
stimulan dan depresan
         
4. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari (1004, hal. 551) (1100, hal. 197) d
kebutuhan tubuh b.d Klien diharapkan Intervensi yang i
faktor biologi mampu untuk dilakukuan:
(anoreksia) menormalkan:          1. Tanyakan apakah
(Domain 2, kelas 1,         Asupan nutrisi pasien mempunyai alergi
kode 00002)          Asupan makanan terhadap makanan
         Asupan cairan          2. Tentukan
         Energy makanan pilihan pasien
         Berat badan          3. Tentukan jumlah
         Tonus otot kalori dan jenis zat
         Hidrasi makanan yang
diperlukan untuk
Nafsu makan memenuhi nutrisi, ketika
(1014, hal. 319) berkolaborasi dengan
Klien diharapkan ahli makanan, jika
mampu untuk diperlukan
menormalkan:          4. Tunjukkan intake
         Intake makanan kalori yang tepat sesuai
         Intake cairan tubuh tipe tubuh dan gaya
         Intake nutrisi tubuh hidup
         5. Timbang berat
badan pasien pada jarak
waktu yang tepat

I. TELAAH JURNAL
Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukimia di Laboratorium Klinik RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang

ABSTRAK
Leukemia merupakan keganasan hematologi yang disebabkan oleh faktor imunologi, genetik,
virus, dan zat kimia. Leukemia dibedakan menjadi leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia
limfoblastik akut (LLA), leukemia mielositik kronik (LMK), dan leukemia limfositik kronik
(LLK). Diagnosis awal leukemia dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah lengkap dan
gambaran darah tepi (GDT). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola GDT pada penderita
leukemia di laboratorium klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini bersifat
deskriptif dengan desain potong lintang pada 98 penderita yang mengalami leukemia
berdasarkan kesan pemeriksaan GDT di laboratorium klinik RSMH pada 1 Januari 2012–31
Desember 2012. Sebagian besar penderita leukemia adalah laki-laki. Penderita LMA terbanyak
pada kelompok usia 31–40 tahun (27,3%), LLA terbanyak pada kelompok usia 1 bulan-10 tahun
(46,2%), LMK terbanyak pada kelompok usia 21–30 tahun (23,3%), dan LLK terbanyak pada
kelompok usia 51–60 tahun (100%). Pola GDT yang banyak ditemukan adalah eritrosit
normokrom normositik; jumlah leukosit meningkat dan sel blas (+) pada LMA dan LLA; jumlah
leukosit meningkat, sel blas (+), dan dijumpai disemua tahapan maturasi seri granulositik pada
LMK; jumlah leukosit meningkat, limfosit (+), dan smudge cell pada LLK; jumlah trombosit
menurun dan bentuk normal pada LMA, LLA, dan LLK; jumlah dan bentuk trombosit normal
pada LMK dan LLK.
PENDAHULUAN
Leukemia merupakan penyebab dari sepertiga kasus kematian pada anak dan remaja berusia di
bawah 15 tahun akibat kanker di Amerika Serikat2. Dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas)
Indonesia 2007, leukemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak usia 1-4 tahun di
Indonesia dengan proporsi kejadian 2,9%.
LMK memiliki GDT berupa peningkatan leukosit, dominasi sel neutrofil dan mielosit,
peningkatan eosinofil serta basofil di sirkulasi serta mieloblas yang kurang dari 5% dan
ditemukan di darah tepi. Pemeriksaan GDT dan darah lengkap merupakan salah satu
pemeriksaan laboratorium diagnostik awal yang cukup penting untuk mendiagnosis leukemia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan potong lintang. Penelitian
dilakukan selama bulan September – Desember 2013. Sampel penelitian yang digunakan adalah
pasien yang melakukan pemeriksaan GDT dan dinyatakan menderita leukemia berdasarkan
kesan pemeriksaan GDT di laboratorium klinik RSMH pada 1 Januari 2012–31 Desember 2012.
HASIL dan PEMBAHASAN
Penderita leukemia lebih banyak ditemukan pada kelompok usia 31 tahun sampai 40 tahun
sebanyak 18 orang (18,4%), dengan usia termuda 1 bulan dan usia tertua 79 tahun.
Ditinjau dari jenis kelamin, penderita leukemia pada laki-laki lebih banyak ditemukan pada
kelompok usia 1 bulan sampai 10 tahun dan 11 tahun sampai 20 tahun dengan masing-masing
kelompok usia sebanyak 11 orang (21,2%) dan pada perempuan lebih banyak ditemukan pada
kelompok usia 31 tahun sampai 40 tahun sebanyak 10 orang (21,7%)
LMA lebih banyak ditemukan pada kelompok usia 31 tahun sampai 40 tahun sebanyak 5 orang
(23,8%), penderita LLA pada kelompok usia 1 bulan sampai 10 tahun sebanyak 12 orang (44%),
penderita LMK pada kelompok usia 21 tahun sampai 30 tahun sebanyak 10 orang (23,3%), dan
penderita LLK pada kelompok usia 51 tahun sampai 60 tahun sebanyak 2 orang (100%).
Penderita leukemia laki-laki lebih banyak ditemukan pada LMA, LLA, dan LMK. Sedangkan
pada LLK jumlah penderita leukemia pada laki-laki dan perempuan adalah sama
Pola GDT eritrosit normokrom normositik lebih banyak ditemukan pada LMA sebanyak 17
orang (80,9%), LLA sebanyak 17 orang (63%), LMK sebanyak 32 orang (74,4%), dan LLK
sebanyak 2 orang (100%).
Pola GDT leukosit yang banyak ditemukan pada LMA adalah jumlah leukosit meningkat dan sel
blas (+) sebanyak 20 orang (95,2%). Pada LLA ditemukan sebanyak 13 orang (48,1 %) dengan
pola GDT leukosit jumlah meningkat, sel blas (+) dan 13 orang (48,1%) dengan pola GDT
leukosit jumlah meningkat dan sel limfoblas (+). Pada LMK pola GDT leukosit yang banyak
ditemukan adalah jumlah leukosit meningkat, sel blas (+), dan di jumpai di semua tahapan
maturasi seri granulositik sebanyak 41 orang (95,4%). Pada LLK pola GDT leukosit terbanyak
yang ditemukan adalah jumlah meningkat, limfosit (+), dan smudge cell sebanyak 2 orang
(100%).
KESIMPULAN
Pada penelitian ini, penderita leukemia lebih banyak ditemukan pada kelompok usia 31–40
tahun dan pada penderita laki-laki.
Penderita LMA banyak terdapat pada kelompok usia 31–40 tahun, LLA pada kelompok usia 1
bulan–10 tahun, LMK pada kelompok usia 21 – 30 tahun, dan LLK pada kelompok usia 51–60
tahun. Penderita leukemia pada laki-laki lebih banyak ditemukan pada LMA, LLA, dan LMK
dan pada LLK jumlah penderita laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama.
Angka kejadian penderita leukemia yang ditemukan berdasarkan kesan gambaran darah tepi di
laboratorium klinik RSMH yaitu penderita LMA yang ditemukan sebanyak 21 orang (21,4%),
penderita LLA sebanyak 27 orang (27,5%), penderita LMK sebanyak 43 orang (43,9%), dan
penderita LLK sebanyak 2 orang (2%).
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap, sebagian besar penderita leukemia mengalami anemia,
trombositopenia, leukositosis dan pada hitung jenis leukosit paling banyak ditemukan sel blas.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
5. Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan
penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik.
Epidemiologi leukemia secara global prevalensi 13.7 per 100.000 populasi dengan
tingkat mortalitas 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Leukemia atau disebtu kanker
darah merupakan pertumbuhan sel darah yang tidak normal pada sel darah putih.
Leukemia dapat dibagi 4 yaitu : Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielositik
Akut (LMA), Leukemia Limfositik Kronis (LLK), Leukemia Mielositik Kronis (LMK).

B. Kritik dan Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas. 
DAFTAR PUSTAKA

Putri.N.2006. CML (CHRONIC MYELOID LEUKIMIA). Diakses dari


https://www.academia.edu/13737222/CML_CHRONIC_MYELOID_LEUKIMIA

Euis.E.M,Dkk. 2015. Referat Leukemia Mielositik Kronik. Universitas Jendral


Achmad Yani. Diakses dari
https://www.academia.edu/19607093/Leukemia_Mielositik_Kronik_-
_Kedokteran_Okupasi

Rahardianto.Y,dkk.2014. Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukimia di


Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. MKS, Th. 46, No. 4,
Oktober 2014.hal259-265.

Anda mungkin juga menyukai