Anda di halaman 1dari 108

KONSEP PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

KONSEP DIRI

Disusun oleh:

Ani Lestari           1810711001


Retno Arum Sari           18107110102
Ega Rakha Elvita Deli           1810711012
Fatimah Az-Zahra           1810711016
Afifah Afriana           1810711017
Faradilla Azzahra           1810711023

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2018/201
Konsep diri adalah representative fisik seorang individu , pusat inti
dari “ Aku” dimana semua pesepsi dan pengalaman terorganisir. Konsep
diri adalah kombinasi dinamis yang dibentuk selama bertahun-tahun yang
didasarkan pada : 1). Reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang; 2).
Persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri; 3).
Hubungan diri dengan orang lain; 4).Struktur kepribadian; 5).Persepsi
terhadap stimulus yang mempunyai dampak terhadap diri; 6).Pengalaman
baru atau sebelumnya; 7).Perasaan saat ini tentang fisik, emosional,
social diri; 8).Harapan tentang diri ( Potter, 2005).

KOMPONEN KONSEP DIRI


A. Citra tubuh (body image)
Citra tubuh adalah Sikap sesesorang terhadap tubuhnya baik
secara sadar maupun tidak sadar. Persepsi dan perasaan tentang ukuran
dan bentuk, fungsi, penampilan serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
Jika individu menerima dan menyukai dirinya, merasa aman dan bebas
dari rasa cemas self esteem meningkat. Citra tubuh sangat terkait dengan :
Fokus individu terhadap fisik yang menonjol; bentuk tubuh, TB, dan BB;
Organ seksual/ reproduksi.

B. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai standar pribadi; Dibentuk oleh gambaran tipe oranng
yang diinginkan; Sejumlah aspirasi, nilai, dan tujuan yang dicapai;
Berdasarkan norma masyarakat dan usaha individu untuk memenuhi;
Dipengaruhi oleh budaya, keluarga, dan kemampuan individu; Tidak
terlalu tinggi, tetapi harus cukup untuk memberi dukungan secara kontinu
pada self respect ( Kusumawati & Yudi, 2010).

C. Harga Diri
Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang dirinya
dengan menganalisis,sejauh mana perilaku untuk memenuhi ideal diri.
Ideal diri ini dapat dipengaruhi oleh suatu penghargaan diri sendiri
maupun dari orang lain, jika seseorang sukses maka harga dirinya akan
tinggi dan sebaliknya jika harga dirinya mengalami kegagalan maka
cenderung harga diri menjadi rendah ( Wartonah, 2004).

Harga diri dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu:


1) Ideal diri: harapan, tujuan, nilai, dan standar perilaku yang
ditetapkan
2) Interaksi dengan orang lain
3) Norma social
4) Harapan orang terhadap dirinya dan kemampuan dirinya untuk
memenuhi harapan tersebut
5) Harga diri tinggi: seimbang antar ideal diri dengan konsep diri
6) Harga diri rendah: adanya kesenjangan antara ideal diri dengan
konsep diri.
Ciri-ciri harga diri rendah adalah sebagai berikut
1) Perasan bersalah / penyesalan
2) Menghukum diri
3) Merasa gagal
4) Gangguan hubungan interpersonal
5) Mengkritik diri sendiri dan orang lain.

D. Peran Diri
Peran diri adalah rangkaian perilaku yang diharapkan oleh
lingkungan social yang berhubungan dengan fungsi individu di berbagai
kelompok social. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang
tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih dengan individu ( Sundden, 2006).

E. Identitas Diri
Identitas diri / personal adalah pengorganisasian prinsip dari
kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsisten, dan keunikan individu. Mempunyai konotasi otonomi dan
meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai
pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja ( Sundden, 2006).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI


 Sumber Internal
- Tingkat perkembangan dan kematangan
- Significant other ( orang yang terpenting / terdekat)
- Self perception ( persepsi diri sendiri)
 Sumber Eksternal
- Budaya
- Pengalaman sukses dan gagal
- Stress
- Usia, Keadaan, Sakit dan Trauma

KESEHATAN SPIRITUAL
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat
untuk mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas
merupakan suatu kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui
hubungan intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi
berbagai masalah kehidupan.
Beberapa indikator terpenuhi kebutuhan spiritualnya seseorang adalah apabila
ia mampu:
a. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaan
kehidupan di dunia.
b. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu
kejadian atau penderitaan.
c. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya
dan cinta kasih yang tinggi.
d. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
e. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
f. Mengembangkan hubungan antar manusia dengan positif.
Aspek spiritual meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan
spiritual), kepercayaan dan agama.
1. Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha
kuasa dan maha pencipta dan percaya pada Allah atau Tuhan yang
maha pencipta
2. Kepercayaan, mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang, juga dapat dikatakan upaya seseorang untuk
memahami tempat seseorang dalam kehidupan atau dapat dikatakan
bagai mana seseorang melihat dinnya dalam hubungannya dengan
lingkungan.
3. Agama, merupakan suatu system ibadah yang terorganisir atau teratur.
KARAKTERISTIK SPIRITUAL
- Hubungan dengan orang lain (harmonis atau sportif), hubungan ini berupa
hubungan timbale balik (saling membutuhkan). Contoh: kamu dikatakan
pandai karena ada yang bodoh. Meyakini kehidupan dan kematian
- Hubungan dengan orang lain yang tidak harmonis. Contoh: konflik dengan
orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
- Hubungan dengan ketuhanan, hal ini menunjukan seseorang apakah masuk
agamis atau tidak agamis. Berikut karakteristik spiritual:
a. Merumuskan tujuan positif didunia atau kehidupan
b. Mengembangkan arti penderitaan
c. menjalin hubungan positif dan dinamis
d. membina integritas personal dan merasa diri berharga
e. merasa kehidupan terarah melalui harapan
f. mengembangkan hubungan antar manusia yang positif
STRESS ADAPTASI
Menurut Richard (2010)stres adalah suatu proses yang menilai suatu
peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan
a. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang (demam, kondisi seperti
kehamilan, menopause atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah )
b. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang (perubahan bermakna
dalam suhu lingkungan, perubahan peran dalam keluarga atau sosial, atau
tekanan dari pasangan ).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRESS
1. Faktor Lingkungan
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat
menimbulkan stress yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat
menimbulkan stress.faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
o Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi.
o Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi.
o Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan
tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur
pembuat keputusan atau peraturan.
o Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan
dalam suatu organisasi.
- Faktor Individu
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh
seseorang tersebut

ADAPTASI
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian.
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
1. Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah
atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam
berbagai faktor yang menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang
contoh: masuknya kuman pennyakit ketubuh manusia.
2. Adaptasi psikologi
• LAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh:
seperti  ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut
kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah
sekitar yang terkena.
• GAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi maka dapat menyebabkan
gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian
diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat

SEKSUALITAS

A. Pengertian
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak
terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan
individu. Seksualit. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu untuk
memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi.
Dua aspek seksualitas:
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin
adalah sebagai berikut:
- Alat kelamin itu sendiri
- Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
bekerjanya alat kelamin
- Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan
laki-laki dan perempuan
- Hubungan kelamin
2. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara
lain:
a. Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
b. Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
c. Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
B. Fungsi Seksualitas
- Kesuburan
- Kenikmatan.
- Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan.
- Menegaskan maskulinitas atau feminitas
- Meningkatkan harga diri.
- Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
- Mengungkapkan permusuhan
- Mengurangi ansietas atau ketegangan
- Pengambilan resiko
- Keuntungan materi

C. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini
tercermin dari ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam
kehidupan pribadi dan sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan dengan
teman atau pacar dalam batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam
masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan, penyakit atau
gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak seksual individu
perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN, 2006).

D. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia


Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri
dari beberapa tahap yaitu:
1. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan
seks dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan,
2. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat
buang air besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet,
sehingga kepuasannya tercapai.
3. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan
alat kelaminnya.
4. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-
olah terbenam.
5. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder
mulai berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak
dan terus berlangsung sampai mencapai usia lanjut
Berkembangan seksualitas dan pertalian seksual
1. Remaja
Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-perubahan di tubuh
yang berlangsung tanpa dapat diduga sementara perubahan-perubahan
hormon menimbulkan dampak pada reaktivitas emosi.
2. Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa
aman dalam pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh
“pengalaman barunya”.
3. Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan
kebutuhan lebih lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar
kemungkinannya mengalami penurunan keinginan seksual dan
kapasitas untuk menikmati seks menjelang akhir kehamilnya karena
terjadinya perubahan-perubahan fisik dan mekanis
4. Usia paruh baya
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita
hadapi terutama adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat
seksual pada wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak
pada seksualitas tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini
lebih kecil kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks
keluarga berencana atau kesehatan reproduksi (Glasier: 2005).

E. Respon Seksualitas
Empat tahapan siklus respon seksual :
1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:
a. .Peningkatan ketegangan otot
b. Peningkatan denyut jantung
c. Perubahan warna kulit
d. Aliran darah ke daerah genital
e. Mulainya pelumasan Vagina
f. Testis membengkak dan skrotum mengencang
2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa
perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:
a. Fase kegembiraan meningkat
b. Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
c. Klitoris menjadi sangat sensitive
d. Testis naik ke dalam skrotum
e. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah
f. Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan
fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki
karakteristik seperti berikut:
a. Kontraksi otot tak sadar
b. Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
c. Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim
berirama
d. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan
ejakulasi
e. Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara
perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal.

Dimensi Seksualitas
1. Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang
menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman
kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma
seksual dan menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas.
Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran,
apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan
dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang
diizinkan untuk menikah.
2. Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik.
Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan
seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual.
3. Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa
yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan
mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh
signifikan pertama pada anak-anaknya.
4. Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur
yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan
seksual.

Kesehatan Seksual
hasil Deklarasi Montreal 2005 tentang kesehatan seksual untuk MDGs,
menekankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengakui, mempromosikan , meyakinkan, dan melindungi hak-hak seksual
bagi semua. Berkembang ke arah kesetaraan jender.
2. Menghapus semua jenis kekerasan dan pelecehan seksual
3. Memberi akses unversal untuk pendidikan dan informasi tentang seksualitas
yang menyeluruh
4. Menjamin program-program kesehatan reproduktif dengan mengakui
pentingnya kesehatan seksual
5. Menghentikan dan mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan Infeksi
Menular Seksual (IMS)
6. Mengidentifikasi, menangani, dan mengatasi keluhan disfungsi dan gangguan
seksual
7. Mengakui bahwa kenikmatan seksual merupakan salah satu unsur
kesejahteraan manusi

Sosial Cultural, Biologis, Fisiologis, dan Psikologis


A. Perilaku Seksual
Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan
individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman,
pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi.

B. Perspektif Teoritis
Tujuan aktivitas seks tidak hanya proreaction namun juga reaction,
ekspresi cinta, celebration, dan kerja. Setiap tingkah laku/aktivitas seksual
adalah hasil dari sebuah dorongan yang ada dalam diri individu. Dorongan
seksual dapat dipengaruhi dalam tataran psikologis, kultual, dan biologis.
1. Psychological Influences
2. Cultural and Societal Influences
3. Biological and envolutionary Influences

IDENTITAS SEKSUAL
Identitas seksual mengacu pada bagaimana seseorang berpikir tentang
dirinya sendiri terkait dengan ketertarikannya secara fisik, spiritual, dan
emosional. Secara khusus apakah seseorang tertarik pada orang dari gendernya
atau gender yang berbeda. Identitas seksual tidak terbatas pada lesbian, gay,
biseksual, transgender, interseks, dan queer (LGBTIQ).

IDENTITAS SEKSUAL BIOLOGIS YANG MEMBEDAKAN PRIA DAN


WANITA

Jenis kelamin atau dalam bahasa inggris disebut “sex”  adalah kelas atau
kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat
digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan
spesies. Sedangkan menurut menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang
lahir. Jadi pada umumnya jenis kelamin adalah dua kelompok yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan.
1. Perbedaan Laki-laki dan PerempuanLaki-laki dan perempuan adalah dua
hal yang memiliki perbedaan, perbedaan pada laki-laki dan perempuan
terjadi karena adanya alat kelamin yang khas untuk masing-masing. Alat
reproduksi laki-laki dan perempuan hanya dapat berfungsi kalau
dipadukan. Artinya alat reproduksi perempuan tidak bisa bekerja sendiri.
Begitupun sebaliknya alat reproduksi laki-laki juga tidak bisa bekerja
sendiri.
Selain alat reproduksi yang dapat membedakan antara perempuan dan laki-
laki, Kromosom yang dimiliki manusia juga bisa dijadikan pembeda antara
perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin perempuan memiliki dua
Kromosom X (xx), sedangkan laki-laki memiliki satu kromosom X dan
satu Kromosom Y (xy).
2. Macam Jenis Kelamin Ada 6 jenis kelamin dimiliki manusia yaitu:
1. Laki-laki
Penggunaan istilah "lelaki" dalam bahasa Indonesia khusus untuk
manusia. Laki-laki pada umumnya terlahir dengan kromosom
46/XY, memiliki alat reproduksi berupa penis, memiliki sel
sperma, dan  Memiliki sifat maskulin.
2. Perempuan
Seorang memiliki kemaluan dan identitasya perempuan.
Perempuan adalah sebutan yang digunakan untuk homo sapiens
berjenis kelamin dan mempunyai alat reproduksi berupa vagina.
Terlahir sebagai manusia dengan kromosom xx.
3. Waria (Male to Female atau Transwoman)
Seorang memiliki kemaluan laki-laki tetapi identitasnya seperti
perempuan. Atmojo (dalam Kurniawati, 2013) membagi waria ke
dalam beberapa kelompok yakni:
Transeksual
Ada keinginan dari mereka untuk menghilangkan dan
menggantikan alat kelaminnya dan hidupnya menjadi sebagai
lawan jenisnnya.
Transvestite
Kelompok ini adalah penderita transvestism. Artinya mereka cukup
hanya berpakaian seperti lawan jenisnya saja sudah mendapat
kepuasan batin tersendiri.
Prita atau Priawan (Female to Male atau Transman)
Seorang memiliki kemaluan perempuan tetapi identitasnya seperti
laki-laki. Priawan bisa juga diartikan dengan Pria bertubuh wanita.
Priawan itu adalah seseorang yang secara biologis perempuan
tetapi menghayati dirinya sebagai laki - laki . Istilah lainnya
Transgender perempuan ke laki - laki.
4. Hermafrodit
Seorang memiliki kemaluan ganda tetapi identitasnya belum tentu
disebut laki-laki atau perempuan.
5. Hormon ganda/sindrom mullerian (Mullerian Syndrome)
Seorang laki-laki memiliki 2 organ sekaligus sejak lahir dan
memiliki peluang yaitu kehamilan.

IDENTITAS SEKSUAL
1. Pengertian
Eccles dkk (2004) dan Igartua dkk (2009), menjelaskan identitas
seksual sebagai persepsi individu tentang peran seksual dirinya yang
dipengaruhi oleh kematangan individu. Selanjutnya, Dilorio dkk (2004)
dan Igartua dkk (2009) mengartikan perilaku seksual sebagai suatu sikap
dan tindakan untuk melakukan kontak seksual dengan orang lain (laki-laki,
wanita, atau keduanya). Dalam pengertian ini, perilaku seksual merujuk
pada aktivitas dan tindakan seksual dari seseorang. Sementara itu,
American Psychological Association (2008) mendeskripsikan orientasi
seksual sebagai sebuah kondisi emosional yang bertahan lama, romantis,
dan daya pikat seksual untuk berhubungan dengan orang lain (lakilaki,
wanita, atau keduanya).
2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Orientasi Seksual.
Pada dasarnya, belum ada kesepakatan diantara para peneliti dan
ilmuwan tentang factor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya
orientasi seksual seseorang. Kebanyakan para peneliti tidak dapat
menjelaskan secara pasti tentang faktor apakah yang lebih dominan
mempengaruhi seseorang menjadi heteroseksual, homoseksual dan
biseksual. .
3. Proses Perkembangan
Perkembangan merupakan salah satu faktor yang dapat
menjelaskan mengapa individu mempunyai kecenderungan untuk
mempunyai orientasi seksual secara lebih spesifik. Santrock (2006),
Sigelman dan Rider (2009) menjelaskan bahwa perkembangan merujuk
pada proses perubahan dan mendapatkan kemantapan dalam orientasi
seksual. Artinya, bagaimana individu menjadi tertarik pada orientasi
seksual secara lebih spesifik telah dipengaruhi oleh pengalaman-
pengalaman sepanjang masa kehidupannya, mulai dari dalam kandungan
dan permulaan hidup (neonate) sampai pada tahap orientasi seksual
muncul, yakni masa remaja.
IDENTITAS DAN PERAN GENDER
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan
dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak
kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur
adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati
(gender).
Sejarah Pergerakan Feminisme
Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh
para pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarkhi)
yang selalu dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan
feminism modern di Barat dimulai pada Tahun 1960-an yaitu pada saat timbulnya
kesadaran perempuan secara kolektif 5 sebagai golongan tertindas (Skolnick
1987; Porter 1987)
PERAN SEKSUALITAS DARI BERBAGAI USIA
1. 0-2 tahun
Di usia ini anak menunjukkan ketertarikan akan anggota
tubuhnya. Ajari anak nama-nama anggota tubuh, termasuk alat kelamin.
Anda bisa melakukannya saat memandikan si Kecil.
Sebutkan dengan nama sebenarnya, bukan jargon atau sebutan
lain. Misalnya, “Ini hidung adik, ini tangan adik, ini penis adik”. Hal
tersebut bertujuan agar anak tidak merasa bingung, sehingga anak bisa
memiliki pemahaman yang positif terhadap anggota tubuhnya.
2. 3-5 tahun
Di usia ini, anak mulai mengerti adanya perbedaan jenis kelamin.
Jelaskan dengan bahasa yang sederhana dan ringkas perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Selain itu, anak yang sudah lebih besar umumnya
akan mempertanyakan darimana asalnya bayi.
Anda dapat menjelaskan proses kehamilan secara sederhana,
seperti “Sel sperma dari ayah dan sel telur dari ibu bertemu dan
berkembang menjadi bayi yang tumbuh di rahim ibu.
3. 6-8 tahun
Di usia ini, rasa ingin tahu anak umumnya akan semakin besar,
khususnya mengenai aktivitas seksual dan pubertas. Anda bisa
menjelaskan apa itu hubungan seksual antara pria dan wanita, tetapi
penting untuk menekankan bahwa hal tersebut hanya boleh dilakukan oleh
dua orang yang sudah dewasa dan menikah.
4. 9-12 tahun
Di usia ini umumnya anak akan memasuki masa pubertas. Anda
bisa menjelaskan tanda-tanda pubertas baik pada wanita maupun pria,
seperti tumbuhnya payudara dan pembesaran panggul pada anak
perempuan atau pembesaran penis dan buah zakar pada anak laki-laki,
serta tumbuhnya rambut kemaluan.
5. 12-18 tahun
Anak akan mengalami banyak perubahan, secara fisik maupun
emosional. Seringkali anak juga jadi enggan untuk bercerita. Yang penting
adalah orang tua selalu ada untuk anak dan bersikap terbuka terhadap
mereka.

PERBEDAAN AGAMA, KEPERCAYAAN DAN SPIRITUAL


- Agama (Religion)

Agama merupakan suatu sistem ibadah yang terorganisasi atau teratur.


Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual, dan praktik yang biasanya
berhubungan dengan kematian, perkawinan dan
keselamatan/penyelamatan (salvation). Agama mempunyai aturan-aturan
tertentu yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan
kepuasan bagi yang menjalankannya. Perkembangan keagamaan individu
merujuk pada penerimaan keyakinan, nilai, aturan, dan ritual tertentu.

- Kepercayaan (Faith)

Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau


mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Secara umum
keyakinan merupakan tempat seseorang melihat dirinya dalam
hubungannya dengan lingkungan secara menyeluruh.

- Spiritualitas (Spirituality)
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Tuhan.
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri.

DISTRES SPIRITUAL (DIAGNOSA NANDA)

Distres spiritual adalah suatu keadaan menderita yang berhubungan dengan


hambatan kemampuan untuk mengalami makna hidup melalui hubungan dengan
diri sendiri, dunia, atau kekuatan yang meha tinggi.

Batasan Karakteristik

- Ansietas

- Menangis

- Keletihan

- Ketakutan

- Insomnia

- Mempertanyakan identitas

- Mempertanyakan makna hidup

- Mempertanyakan makna penderitaan

Hubungan dengan Diri Sendiri


- Marah
- Kurang pasrah
- Perasaan tidak dicintai
- Rasa bersalah
- Kurang diterima
- Strategi koping tidak efektif
- Kurang dorongan
- Merasa hidup kurang bermakna
Hubungan dengan Orang Lain
- Perasaan asing
- Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
- Menolak interaksi dengan orang terdekat
- Perpisahan dari sistem pendukung

Hubungan dengan Seni, Musik, Literator, Alam


- Penurunan ekspresi tentang pola kreativitas sebelumnya
- Tidak berminat pada alam
- Tidak berminat membaca literatur spiritual
Hubungan dengan Kekuatan yang lebih Besar dari Diri Sendiri
- Marah terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya
- Perasaan diabaikan
- Tidak berdaya
- Ketidakmampuan berintropeksi
- Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
- Ketidaknyamanan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
- Ketidakmampuan berdoa
- Mengungkapkan penderitaan
- Meminta menemui pemimpin keagamaan
- Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual
Faktor yang berhubungan
- Ansietas
- Hambatan mengalami kasih sayang
- Perubahan ritual religious
- Perubahan praktik spiritual
- Konflik budaya
- Depresi
- Perubahan lingkungan
- Ketidakmampuan memaafkan
- Peningkatakan ketergantungan pada orang lain
- Hubungan yang tidak efektif
- Kesepian
- Harga diri rendah
- Nyeri
- Persepsi tentang tugas yang tidak selesai
- Asing tentang diri sendiri
- Perpisahan dengan sistem pendukung
- Asing tentang sosial
- Gangguan sosiokultural
- Stressor
- Penyalahgunaan zat
Populasi beresiko
- Penuaan
- Kelahiran bayi
- Kematian orang terdekat
- Mengalami kejadian kematian
- Trasisi kehidupan
- Kehilangan
- Mengalami bencana alam
- Konflik rasial
- Menerima berita buruk
- Kejadian hidup tidak terduga
Kondisi terkait
- Menjelang ajal
- Penyakit kronis
- Sakit
- Ancaman kematian
- Kehilangan bagian tubuh
- Kehilangan fungsi bagian tubuh
- Penyakit fisik
- Program pengobatan

TERAPI SPIRITUAL
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta. (Achir Yani H, 2008) spiritualitas meliputi aspek berhubungan
dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
menemukan arti dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk
menggunakansendiri, mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan
dengan Yang Maha Tinggi. Menurut Dadang H (2005) pakar dan praktisi
konseling dan psikoterapi Islam, menyatakan bahwa doa dapat memberikan rasa
optimis, semangat hidup dan menghilangkan perasaan putus asa ketika seorang
menghadapi keadaan atau masalah-masalah yang kurang menyenangkan baginya
(Bachtiar, 2012). Namun masih banyak pasien yang perilakunya dalam
pemenuhan kebutuhan spiritual tidak menempuh cara ini
Terapi Spiritual Islami
Terapi spiritual Islami adalah suatu pengobatan atau penyembuhan gangguan
psikologis seseorang yang dilakukan secara sistematis dengan berdasarkan kepada
konsep Alquran dan as-sunnah (Tauhid, 2006). terapi spiritual Islami memandang
bahwa keimanan dan kedekatan kepada Allah adalah kekuatan yang sangat berarti
bagi upaya perbaikan pemulihan diri dari gangguan depresi ataupun masalah
masalah kejiwaan lainnya, serta menyempurnakan kualitas hidup manusia.
Asuhan Spiritual
Menurut Virginia Henderson International Nursing Library (2008), peran perawat
dalam asuhan spiritual dilakukan melalui:
1. Peran pendampingan (accompanying)
2. Pemberian bantuan (helping),
3. Kehadiran (presencing),
1. Penghargaan (valuing),
2. Dan peran sebagai perantara (intercessory roles)
Berikut implementasi keperawatan terkait pemenuhan kebutuhan spiritual
menurut Kozier (2004):
1. Pendampingan (Providing Prescence)
2. Pendampingan digambarkan sebagai hadir dan menyatu dengan klien.
Pendampingan, sering merupakan yang terbaik dan kadang-kadang satu-
satunya intervensi untuk mendukung penderitaan klien dimana intervensi
medic tidak dapat mengatasinya (Kozier, 2004)..
3. Dukungan praktik keagamaan
4. Perawat perlu mempertimbangkan praktik keagamaan tertentu yang akan
mempengaruhi asuhan keperawatan, seperti: keyakian klien tentang
kelahiran, kematian, berpakaian, diet, berdoa, tulisan/pesan suci dan
symbol-simbol suci lainnya.
5. Membantu berdoa/mendoakan
6. Klien dapat memilih untuk berpartisipasi dalam berdoa secara pribadi atau
secara kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama.
7. Rujukan konseling spiritual.
8. Sumber rujukan tersebut untuk pembina rohani pasien. Menurut Kozier
(2004) rujukan mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa
distress spiritual. Pada situasi ini, perawat dan konselor keagamaan dapat
bekerja bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan klien.

KONSEP PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN


YANG MENCAKUP KONSEP STRES ADAPTASI DAN
KONSEP KEHILANGAN SERTA KEMATIAN DAN
BERDUKA
Dosen Pengampu:
Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep

Disusun oleh :
Tsilmi Adhari 1710711069
Suci Meliyani 1810711008
Nur Fitria Firliani 1810711035
Cintami Nida 1810711041
Anindita Putri 1810711042
Nurul Septianti 1810711060
Zihan Evrianti 1810711096

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jakarta


Fakultas Ilmu Kesehatan
S1 Keperawatan
2019
BAB II
PEMBSAHASAN
A. Stress Adaptasi
1. Konsep Stress
Stress adalah suatu kondisi ketika individu berespons terhadap
perubahan dalam status keseimbangan normal. Stresor adalah setiap
kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu mengalami stress.
a.Sumber Stress
Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai
contoh kanker atau perasaan depresi. Stressor eksternal berasal dari
luar individu, sebagai contoh perpindahan ke kota lain, kematian
anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya. Stressor
perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan sepanjang
hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu
harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stress. Stressor
situasional dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun sepanjang
hidup.
b. Pengaruh Stress
Secara fisik, stress dapat mengancam homeostatis fisiologis
seseorang. Secara emosi, stress dapat menimbulkan perasaan
negative atau nonkonstruktif terhadap diri sendiri. Secara intelektual,
stress dapat memengaruhi persepsi dan kemampuan seseorang dalam
memecahkan masalah. Secara social, stress dapat mengubah
hubungan seseorang dengan orang lain. Secara spiritual, stress dapat
mengancam keyakinan dan nilai seseorang. Banyak penyakit
dikaitkan dengan stress.
2. Faktor Pemicu Stres:
a. Stressor fisik-biologik
seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau
kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak
cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal
(seperti : terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk).
b. Stressor psikologik
seperti : negative thinking atau berburuk sangka, frustrasi
(kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan),
hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan cemburu,
konflik pribadi, dan keinginan yang di luar kemampuan.
c. Stressor Sosial
seperti iklim kehidupan keluarga : hubungan antar anggota
keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami
atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, lalu ada faktor
pekerjaan : kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena
PHK), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak
sesuai dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai
dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang terakhir ada
iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan
dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa,
atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal,
kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemacetan lalu
lintas bertempat tinggal di daerah banjir atau rentan longsor, dan
kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil.
Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :
a. Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam
kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stres
kecilkecilan.
b. Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta
integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved
membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan
reaksi penyesuaian agar tidak hancur karenanya.
1. Model Stress
Model stress dapat dilakukan untuk mengidentifikasi stressor dan
untuk dapat memperkirakan respon individu. Klien dapat memperkuat
respon dalam menghadapi atau menangani masalah dan situasi dengan
cara yang baik dan produktif dengan dibantu perawat yang memiliki
pengetahuan tentang model-model stress.
a. Model Berbasis Stimulus
Stress merupakan bagian dari tanda-tanda stimulus yang
ditimbulkan lingkungan yang dianggap menggangu. Kemudian dapat
membangkitkan reaksi-reaksi fisiologik atau psikologik yang dapat
membuat individu rentan terhadap penyakit. Stressor yang berasal
dari luar dapat menimbulkan beban atau stress pada diri individu.
Kelemahannya adalah model ini bersifat sangat individual, yang
artinya setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap
lingkungannya. Sebagai contoh Ana dan Bina bekerja di panti
jompo. Ana mengatakan bahwa bekerja disana merupakan sebuah
tantangan bagi dirinya, sementara menurut Bina bekerja disana
sering menimbulkan stress.
b. Model Berbasis Respon
Model ini juga menjelaskan bahwa stress merupakan respon
yang timbul dari stressor yang diterima individu. Respon stress Selye
(1982) menjelaskan bahwa General Adaptation Syndrome (GAS)
merupakan stress adalah respon nonspesifik tubuh yang timbul dari
setiap tuntutan terhadap suatu individu. Respon tubuh yang terjadi
dapat berupa pelepasan hormon adaptif tertentu. Stress juga dapat
mempengaruhi fungsi organ tubuh seperti saluran cerna, kelenjar
limfatik (timus, limpa, dan nodusl limfe mengalami penyusutan), dan
kelenjar adrenal. Tubuh juga dapat bereaksi secara lokal yaitu hanya
salah satu bagian atau organ tubuh saja yang bereaksi, disebut
dengan Sindrom Adaptasi Lokal (LAS)
1) Reaksi Alarm (Siaga)
Reaksi alarm berarti menyiagakan tubuh, terjadi
peningkatan hormone cortical, emosi, dan ketegangan. Fase
syok berarti individu dapat merasakan stressor secara sadar atau
tidak sadar. Saat fase syok terjadi system saraf otonom bereaksi
dan menyebabkan sejumlah besar epinefrin (adrenalin) dan
kortison dilepaskan ke tubuh. Kemudian timbul respon (fight or
flight) dan berlangsung singkat, 1 menit sampai 24 jam.
Sementara fase kontersyok berarti kebalikannya dari ciri-ciri
fase syok. Fase yang muncul terjadi dalam waktu yang
lamadibandingkan dengan fase kontersyok, sehingga individu
lebih baik dimobilisasi bereaksi saat fase syok muncul.
2) Tahap Resistensi (Perlawanan)
Tahap ini terjadi ketika tubuh mulai beadaptasi. Tahap
3) Kelelahan
Tahap ini terjadi saat tubuh tidak lagi dapat
mempertahankan atau menghadapi stressor
Respon tubuh yang terkait dengan epinefrin antara lain:
1) Terjadinya peningkatan kontraktilitas miokardial, yang
menimbulkan meningkatnya curah jantung dan aliran darah
untuk menggerakkan otot.
2) Terjadinya dilatasi bronki, meningkatnya asupan oksigen
3) Meningkatkan pembekuan darah
4) Meningkatnya metabolisme seluler
5) Meningkatnya mmetabolisme lemak untuk menghasilkan
energi yang digunakan untuk menyintesis senyawa yang
dibutuhkan tubuh.

Respon tubuh yang terkait dengan norepinefrin adalah


menurunnya aliran darah ke ginjal dan meningkatnya
sekresi renin. Pengaruh pengaruh hormone adrenal dapat
menyebabkan seseorang melakukan aktivitas yang lebih
besar daripada yang biasa dilakukan.

d. Model Berbasis Transaksi


Lazarus (1996) menyadari bahwa stress dapat ditimbulkan dari
tuntutan dan tekanan yang berasal dari banyak orang atau kelompok.
Kepekaan dan kerentanan yang dialami antara satu orang dengan
orang lain sangat berbeda, sehingga berbeda pula interpretasi dan
reaksi yang muncul dalam suatu situasi. Dengan banyaknya variasi
individu digunakanlah proses penilaian kognitif sebagai mediator
untuk mengetahui apa yang dihadapi, reaksi, dan factor yang
mempengaruhi dengan mencangkup komponen atau respon mental
(psikologis) sebagai konsep stress.
Terdapat tiga tahap dalam melakukan pengukuran suatu situasi
yang berpotensi mengandung stress: (1) Primer: menanyakan setiap
individu mengenai persepsi terhadap masalah yang dialami (2)
Sekunder: mengkaji sumber sumber yang tersedia dan kemampuan
individu untuk dapat menyelesaikan masalah (3) Tersier: focus pada
efektifitas perilaku koping dalam menghadapi ancaman.

2. Indikator Stress
a. Indikator Fisiologi
Stres karena faktor fisiologi memiliki indikator seperti:
 Pupil mata melebar.
 Keringat semakin banyak diproduksi.
 Kulit tampak pucat
 Hiperventilasi
 Pengeluaran urin sedikit
 Tegang otot
 Gula darah naik.
b. Indikator Psikologis
1) Ansietas
Seseorang yang stres akan gelisah, takut dan putus asa .
Ansietas dibagi dalam empat level:
 Ansietas Ringan, yaitu level dimana seeorang merasa
semakin semangat, bergairah, pengelihatan yang tajam, hal
ini menimbulkan seseorang mencari tahu lebih lanjut tentang
suatu informasi dengan cara mengajukan pertanyaan untuk
dapat menyelesaikan lebih cepat tugas atau masalah. Namun
demikian, dengan adanya semangat dan gairah yang besar
mengakibatkan energi semakin menipis.

 Ansietas sedang, mengalami perubahan dari semangat dan


bergairah menjadi perasaan semakin cemas, tegang, mudah
mengeluh, perasaan tidak bisa santai, lelah dan letih akibat
energi yang sudah menipis pada level ringan.

 Ansietas Berat, , sehingga pada level ini seseoeang tidak bisa


fokus pada suatu masalah yang menimbulkan ansietas terjadi.

 Panik, penderita merasa terbebani dan mengakibatkan hilang


kendali.

2) Takut
timbul karena adanya suatu sinyal yang menandakan akan
ada bahaya yang akan datang atau sudah terjadi.
3) Marah
Merupakan perasaan tidak senang yang kuat ataupun suatu
emosi positif. Ekspesi marah yang disampaikan akan memicu
permusuhan, agresi, dan kekerasan apabila kemarahan tidak bisa
dikendalikan.
4) Depresi
Merupakan ungkapan untuk sesorang yang merasakan sedih,
putus asa, tidak berharga dan sangat merasa kosong.
Adapun orang yang mengalami depresi akan terlihat dari
perilakunya seperti tidak fokus, sulit menentukan sebuah
keputusan, gangguan gairah seksual, menangis dan terdapat
gangguan tidur. Selain itu dilihat secara fisik penderita depresi
akan mengalami tidak nafsu makan, turunnya berat badan,
sembelit, sakit kepala dan lambung.
5) Mekanisme Pertahanan Ego yang Tidak Disadari
Adapun mekanisme pertahanan diri sebagai berikut.
a) Kompensasi, individu menutupi kesalahannya untuk
mengatasi masalahnya dan mencapai hasil yang
diinginkannya di zona yang dianggapnya lebih nyaman.
Seperti seseorang berpostur tubuh kecil tidak bisa menjadi
pesepak bola, dan ia lebih memilih menjadi atlet lari jarak
jauh.
b) Penyangkalan, menentang realitas yang ada untuk
melindungi diri untuk menghindari dampak situasi
traumatis. Seperti seseorang yang memiliki keluarga
penyakit kanker tetap membuat rencana untuk
menghabiskan waktu dengan keluarganya.

c) Pemindahan, melampiaskan rasa emosi dari objek yang satu


ke objek lainnya
d) Identifikasi, merupakan cara seseorang untuk mengolah
ansietas dengan meniru seseorang yang dihormati..
e) Intelektualisasi, merupakan respon emosi diserai kejadian
tidaknyaman untuk melindungi individu dari traumatis.
f) Introyeksi, menerima suatu norma dan nilai orang lain
kedalam dirinya, walaupun norma dan nilai tersebut
bertentangan dengan dirinya.
g) Minimalisasi, tidak mengakui tentang perilaku seseorang,
hal ini bertujuan untuk mengurangi tanggung jawab atas
apa yang telah diperbuatnya.
h) Proyeksi, proses menyalahkan orang lain demi melindungi
dirinya.
i) Rasionalisasi, membenarkan perilaku atau sikap tertentu
yang secara logis atau rasional dianggap salah.
j) Formasi reaksi, individu melakukan tindakan bertentangan
dengan sesuatu yang sebenarnya dirasakan.
k) Regresi, fungsi kembali kepada sebelumnya dimana
seseorang merasakan lebih nyaman, tidak menuntut dan
dengan sedikit pertimbangan tanggung jawab.
l) Represi, adalah proses yang tidak disadari ketika pikiran,
perasaan dan keinginan yang tak disadari bertahan agar
tidak sadar.
m) Substitusi, mengganti sebuah objek yang dianggap sangat
bernilai. Seperti, wanita mencari dan menikah dengan laki-
laki yang mirip dengan ayahnya yang sudah lama
meninggal.
n) Undoing, tindakan atau kata-kata yang dirancang untuk
mebatalkan pikiran dan melakukan perbaikan. Seperti,
orang tua yang memukul anaknya hari ini, merasa bersalah
dan membawakan hadiah keesokan harinya.

c. Indikator Kognitif
Merupakan cara fikir untuk memecahkan suatu masalah,
membentuk sebuah rencana, disiplin diri, supresi dan fantasi.
Memecahkan suatu masalah dengan cara berfikir cara untuk
melewati situasi bahaya ataupun mengancam. Penstrukturan atau
mebuat sebuah rencana sehingga kejadian yang dianggap ancaman
tidak akan terjadi.. Disiplin diri atau kontrol diri merupakan tindakan
untuk mencegah panik, Supresi adalah cara seseorang dimana pikiran
dan perasaanya ditempatkan di luar ingatan nya secara sadar dan
sengaja. Seperti seseorang yang menunda pekerjaan, akan mengalami
penurunan stress sementara, tetapi masalah yang ia hadapi tidak
terselesaikan.
Fantasi adalah khayalan, seseorang akan berkhayal jika impian
dan harapan tidak terjadi pada kenyataan, sebagai contoh pengidap
kanker berfantasi bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja. Ataupun
fantasi dapat timbul untuk menghindari kenyataan yang mungkin bisa
terjadi. Seperti, penderita kanker payudara sedang menunggu hasil
biopsi payudaranya, dan berfantasi dokteerbedah akan menyatakan
bahwa dirinya tidak mengidap kanker. Dua contoh diatas tidak
menimbulkn pemecahan masalah, adapun fantasi yang dapat
memecahkan masalah bergantung pada cara individu menggunakan
fantasinya. Seperti pasien berfantasi akan menerima kenyataan saat
dokter menyatakan dirinya mengidap kanker, tetapi harus ada obat
dan solusi untuk menyembuhkannya.
3. Koping
Koping dapat dideskripsikan sebagai keberhasilan menghadapi
atau menangani masalah dan situasi. Strategi koping (mekanisme koping)
adalah cara berespons bawaan atau dapatan terhadap perubahan
lingkungan atau masalah / situasi teretntu.
Koping yang berfokus pada masalah mengacu kepada upaya
memperbaiki situasi dengan membuat perubahan atau mengambil
beberapa tindakan. Koping yang berfokus pada emosi mencakup pikiran
dan tindakan yang meredakan distress emosi. Koping yang berfokus pada
emosi tidak memperbaiki situasi tetapi setelah menggunakan nya,
individu sering kali merasa lebih baik.
Strategi jangka panjang dapat konstruktif dan realistis. Sebagai
contoh pada situasi tertentu berbicara dengan orang lain mengenai
masalah dan mencoba untuk mencari tau lebih banyak mengenai situasi
tersebut. Strategi jangka panjang yang lain termasuk strategi yang
mencakup perubahan pola gaya hidup, sepertii lakukan diet sehat,
olahraga teratur, menyeimbangkan antara waktu senggang dan waktu
untuk bekerja.
Strategi koping jangka pendek dapat mengurangi stress hingga
batas yang dapat ditoleransi untuk sementara waktu, tetapi pada akhirnya
merupakan cara yang tidak efektif untuk menghadapi realitas. Strategi
tersebut bahkan dapat berpengaruh destruktif atau merusak.
Koping dapat adaptif dan maladaptive. Koping adaptif membantu
individu menghadapi kejadian yang menimbulkan stress dan
meminimalkan distress yang diakibatkannya secara efektif. Koping
maladaptif dapat mengakibatkan distress yang tidak seharusnya bagi
individu dan orang lain yang berhubungan dengan individu tersebut atau
kejadian yang menimbulkan stress. Koping efektif menimbulkan
adaptasi, koping tidak efektif menimbulkan maladaptasi.
Efektivitas koping individu dipengaruhi oleh beberapa factor,
termasuk :
 Jumlah, durasi, dan intensitas stressor
 Pengalaman masa lalu individu
 System pendukung yang tersedia untuk individu
 Kualitas personal individu

Apabila durasi stressor melebihi kekuatan koping individu, orang


tersebut menjadi kelelahan dan dapat semakin rentan terhadap masalah
kesehatan. Reaksi terhadap stress jangka panjang terlihat pada anggota
keluarga yang melakukan perawatan terhadap seseorang di rumah untuk
jangka waktu yang panjang. Stress ini disebut beban pemberi asuhan dan
menimbulkan respons, seperti kelebihan kronik, kesulitan tidur, dan
tekanan darah tinggi. Stress yang berkepanjangan dapat juga
menyebabkan gangguan jiwa. Saat strategi koping atau mekanisme
pertahanan diri menjadi tidak efektif, individu dapat mengalami masalah
interpersonal, kesulitan kerja, dan penurunan bermakna pada
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
B. Konsep Kehilangan
1. Tipe dan Sumber Kehilangan
a. Tipe Kehilangan
1) Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang
lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota
keluarga.
2) Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan
namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain.
Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang berharga,
berhenti bekerja / PHK.
3) Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu
kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga
dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

b. Sumber Kehilangan
Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat
dikelompokkan dalam 5 kategori:

Kategori kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan
yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak
karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut
mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa
mungkin berupa perhiasan atau suatu aksesoris pakaian.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang tehadap benda
yang hilang tergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut
terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.

2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal


Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah di kenal mencakup meninggalkan
lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya, termasuk pindah ke
kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah
sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah
di kenal dan dapat terjadi melalui situasi maturasional,
Perawatan dalam suatu institusi mengakibatkan isolasi dari
kejadian rutin. Peraturan rumah sakit menimbulkan suatu
lingkungan yang sering bersifat impersonal dan demoralisasi.
Kesepian akibat lingkungan yang tidak dikenal dapat
mengancam harga diri dan membuat berduka menjadi lebih sulit.

3) Kehilangan orang terdekat


Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak,
saudara sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan
kerja. Artis atau atlet yang telah terkenal mungkin menjadi orang
terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa
banyak hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan
dapat terjadi akibat perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi
di tempat kerja, dan kematian.

4) Kehilangan aspek diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh,
fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat
mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara.
Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol
kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan
ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek
atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat
penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan atau situasi.
Kehilangan seperti ini, dapat menurunkan kesejahteraan
individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat
kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen
dalam citra tubuh dan konsep diri.

5) Kehilangan hidup
Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup,
merasakan, berpikir, dan merespon terhadap kejadian dan orang
sekitarnya sampai terjadinya kematian.
Setiap orang berespon secara berbeda-beda terhadap
kematian. orang yang telah hidup sendiri dan menderita penyakit
kronis lama dapat mengalami kematian sebagai suatu perbedaan.
Maslow (1954 dalam Videback, 2008) tindakan manusia
dimotivasi oleh hierarki kebutuhan, yang dimulai dengan
kebutuhan fisiologis, (makanan, udara, air, dan tidur), kemudian
kebutuhan keselamatan (tempat yang aman untuk tinggal dan
bekerja), kemudian kebutuhan keamanan dan memiliki.
Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu dimotivasi
oleh kebutuhan harga diri yang menimbulkan rasa percaya diri
dan adekuat. Kebutuhan yang terakhir ialah aktualisasi diri, suatu
upaya untuk mencapai potensi diri secara keseluruhan. Apabila
kebutuhan manusia tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan
karena suatu alasan, individu mengalami suatu kehilangan.
Beberapa contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan
spesifik manusia yang diindentifikasi dalam hierarki Maslow
antara lain:

a) Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang


adekuat, kehilangan fungsi pankreas yang adekuat,

b) Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman,


seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan publik,
dapat menjadi titik awal proses duka cita yang panjang
misalnya, sindrom stres pasca trauma.

c) Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi


ketika hubungan berubah akibat kelahiran, perkawinan,
perceraian, sakit, dan kematian.

d) Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau


dianggap sebagai kehilangan setiap kali terjadi perubahan
cara menghargai individu dalam pekerjaan dan perubahan
hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau
dialami sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri
sendiri berubah. Kehilangan fungsi peran sehingga
kehilangan persepsi dan harga diri karena keterkaitannya
dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan
kematian seseorang yang dicintai.

e) Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi


individu dapat terancam atau hilang seketika krisis internal
atau eksternal menghambat upaya pencapaian tujuan dan
potensi tersebut.
Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri
mencakup gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kehilangan dan Respons Berduka


Sejumlah faktor yang memengaruhi respons seseorang terhadap
kehilangan atau kematian. Faktor-faktor ini meliputi usia,makna
kehilangan ,budaya,keyakinan spiritual,jenis kelamin,status
sosioekonomi,sistem pendukung, dan penyebab kehilangan atau
kematian. Perawat dapat mempelajari konsep umum mengenai pengaruh
faktor-faktor ini pada pengalaman berduka,tetapi sekelompok faktor-
faktor ini dan maknanya tidak sama pada setiap individu.
a. Usia
Usia memengaruhi pemahaman dan reaksi sesorang terhadap
kehilangan. Setelah terbiasa,orang biasanya meningkatkan
pemahaman dan penerimaan mereka terhadap kehidupan, kehilangan
, dan kematian.Individu biasanya tidak mengalami kehilangan orang
yang dicintai pada interval teratur.
1) Masa Kanak-kanak
Anak-anak berbeda dari orang dewasa tidak hanya dalam
pemahaman mereka mengenai kehilangan dan kematian tetapu
juga bagaimana mereka dipengaruhi oleh kehilangan orang lain.
Kehilang orang tua atau orang terdekat dapat mengancam
kemampuan anak untuk berkembang dan kadang kala
menimbulkan regresi.
Mereka dapat merasa takut,terabaikan, dan kesepian.
Merawat anak yang berkabung dengan sangat hati-hati terutama
penting karena pengalaman kehilangan di masa kanak-kanak
dapat menyebabkan efek serius dalam kehidupan mereka di
masa depan.
2) Masa Dewasa Awal dan Pertengahan
Seiring dengan pertumbuhan seseorang,mereka mengalami
kehilangan sebagai bagian dari perkembangan normal.
Misalnya,pada usia paruh baya yang kehilangan orang tua akibat
kematian tampak lebih normal terjadi dibandingkan kematian
orang yang lebih muda. Dewasa paruh baya dapat mengalami
kehilangan selain kematian. Misalnya, kehilangan akibat
gangguan kesehatan atau gangguan fungsi tubuh dan kehilangan
berbagai fungsi peran dapat dirasakan sulit bagi dewasa paruh
baya.
3) Masa Dewasa Akhir
Kehilangan yang dialami oleh lansia terdiri atas
kehilangan kesehatan,mobilitas,kemandirian,dan peran kerja.
Bagi lansia ,kehilangan akibat kematian pasangan yang
telah bersamannya dalam waktu lama amat menyakitkan.

b. Makna Kehilangan
Makna kehilangan bergantung pada persepsi orang yang
mengalami kehilangan. Sejumlah faktor yang memengaruhi makna
kehilangan antara lain :
 Makna orang ,objek,atau fungsi yang hilang
 Derajat perubahan yang harus dilakukan karena kehilangan
 Keyakinan dan nilai seseorang
c. Budaya
Budaya memengaruhi reaksi individu terhadap kehilangan.
Cara mengungkapkan duka cita kerap ditentukan oleh kebiasaan
budaya. Kecuali terdapat struktur keluarga besar,berduka dihadapi
oleh keluarga inti. Kematian anggota keluarga dalam keluarga inti
bisa meninggalkan kehampaan yang besar karena sedikit individu
yang sama mengisi sebagian besar peran. Dalam budaya yang
beberapa generasi dan anggota keluarga besar tinggal di rumah yang
sama atau dekat secara fisik,dampak kematian anggota keluarga
dapat diredam karena peran orang yang meninggal diisi dengan cepat
oleh kerabat yang lain.
Beberapa kelompok budaya menghargai dukungan sosial dan
ekspresi kehilangan. Di beberapa kelompok,ekspresi berduka dengan
meratap,menangis,kepasrahan fisik,dan demonstrasi ekspresi lainnya
dapat diterima dan didorong. Kelompok lain mungkin menganggap
demonstrasi ini sebagai kehilangan control,lebih menyukai ekspresi
budaya yang lebih tenang dan tabah. Dalam kelompok budaya yang
memelihara hubungan kekeluargaan yang erat,dukungan fisik dan
emosional serta bantuan diberikan oleh anggota keluarga.

d. Keyakian Spiritual
Keyakinan dan praktik spiritual sangat memengaruhi reaksi
seseorang terhadap kehilangan dan perilaku yang ditimbulkannya.
Sebagian besar kelompok agama memiliki kebiasaan yang
berhubungan dengan menjelang ajal dan sering kali sangat penting
bagi klien dan orang pendukung.
e. Jenis Kelamin
Pria sering kali diharapkan untuk “bersikap kuat” dan tidak banyak
menunjukkan emosi selama berduka,sementara wanita
diperbolehkan menunjukkan rasa berduka dengan menangis. Sering
kali saat seorang istri meninggal,suami yang merupakan orang yang
paling berduka diharap dapat menekan emosinya dan menenangkan
anak laki-laki dan perempuannya saat berduka.
f. Status Sosioekonomi
Status Sosioekonomi individu sering kali memengaruhi sistem
pendukung yang tersedia pada saat kehilangan. Misalnya jaminan
pensiun atau asuransi dapat menawarkan berbagai pilihan cara untuk
mengatasi kehilangan pada janda/duda atau individu yang cacat;
seseorang yang dihadapkan dengan kehilangan yang berat dan
kesuliatan ekonomi mungkin tidak mampu mengatasi keduanya.
g. Sistem Pendukung
Orang terdekat individu yang sedang berduka sering kali
menjadi orang pertama yang mengetahui dan memberikan bantuan
emosional,fisik,dan fungsional yang dibutuhkan. Namun,karena
banyak orang yang tidak nyaman atau tidak berpengalaman dalam
mengatasi kehilangan,orang yang biasanya mendukung malah
menarik diri dari individu yang berduka.

h. Penyebab Kehilangan atau Kematian


Pandangan individu dan masyarakat mengenau penyebab
kehilangan atau kematian dapat secara bermakna memengaruhi
respons berduka. Beberapa penyakit dianggap “bersih”,seperti
penyakit kardiovaskular dan memuculkan rasa haru,sementara
penyakit lain mungkin dianggap menjijikkan dan bencana.
Kehilangan atau kematian diluar kendali orang yang terlibat
mungkin lebih diterima dibandingkan kehilangan atau kematian yang
dapat dicegah,seperti kecelakaan kendaraan bermotor karena
pengemudi yang mabuk. Cedera atau kematian yang terjadi selama
kegiatan yang terhormat, seperti “saat menjalankan tugas” dianggap
terhormat,sementara yang terjadi selama kegiatan terlarang mungkin
dianggap sebagai kejadian yang patut diterima oleh individu
tersebut.

C. Berduka
1. Berduka, Duka Cita dan Berkabung
Berduka adalah respon total terhadap pengalaman emosional akibat
kehilangan. Berduka di manifestasikan dalam pikiran, perasaan, dan
perilaku yang berhubungan dengan distress atau kesedihan yang
mendalam.
Duka cita adalah respons subjektif yang dialami oleh orang yang
ditinggalkan setelah kematian seseorang yang erat hubungannya dengan
merka.
Berkabung adalah proses perilaku yang pada akhirnya akan
menyelesaikan atau mengubah berduka, berkabung sering kali dipengaruhi
oleh budaya, keyakinan spiritual, dan kebiasaan..
Diantara gejala yang menyertai berduka adalah ansietas, depresi,
penurunan berat badan, kesulitan menelan, muntah, keletihan, sakit kepala,
pusing, berkunang-kunang, pandangan kabur, ruam kulit, keringat
berlebih,dan lain-lain. Orang yang berduka cita juga dapat mengalami
perubahan libido, konsentrasi, dan pola makan, tidur, aktivitas, dan
komunikasi.
Tipe Respon Berduka
Berduka singkat berlangsung secara singkat tetapi dapat dirasakan
secara actual. Objek yang telah hilang mungkin tidak begitu penting bagi
individu yang berduka atau mungkin telah digantikan segera oleh yang
lain, yang nilainya setara dengan objek yang hilang.
Berduka adaptif (antisipasi) dialami sebelum peristiwa terjadi. Istri
yang berduka sebelum kematian suaminya yang sakit tengah menunggu
kehilangan tersebut terjadi. Seseorang remaja putrid dapat berduka
sebelum operasi yang akan meninggalkan jaringan parut pada tubuhnya.
Berduka akibat kehilangan hak terjadi jika seseorang tidak mampu
mengakui kehilangan ke orang lain.kehilangan yang tidak dapat diterima
secara social yang tidak boleh dibicarakan, seperti bunuh diri, aborsi, atau
memberikan anak untuk diadopsi oleh orang lain. Contoh lainnya,
mencakup putus hubungan yang tidak mendapat sangsi secara social dan
mungkin tidak diketahui oleh orang lain.
Berduka tidak sehat yaitu, berduka patologis atau berduka
maladaptive/disfungsional mungkin tidak selesai atau terhalang. Banyak
factor yang dapat menyebabkan berduka disfungsional, termasuk
kehilangan traumatic di masa lalu dan keadaan kehilangan saat ini.
Pengaruh lainnya bisa berupa hambatan keluarga atau budaya terhadap
ekspresi berduka secara emosional.
Berduka yang tidak selesai berlangsung lama dan parah. Tanda-
tanda yang sama diekspresikan seperti hal nya berduka, normal, tetapi
orang yang berkabung juga dapat mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan rasa berduka, dapat menyangkal kehilangan, atau dapat
berduka melebihi waktu yang telah diperkirakan.
Berduka maladaptive/disfungsional setelah kematian dapat
disimpulkan dari data atau pengamatan berikut :
 Klien tidak mengungkapkan kesedihannya, misalnya seorang suami
tidak menangis, atau tidak dating saat pemakaman istrinya.
 Klien tidak mau mengunjungi kuburan dan menolak ikut dalam
upacara peringatan, meskipun praktik ini adalah bagian dari budaya
klien.
 Klien kembali menunjukkan gejala yang berduka yang berulang saat
peringatan kematian atau selama liburan.
 Klien terus merasa bersalah dan memiliki harga diri yang rendah.
 Bahkan setelah beberapa lama, klien terus mencari orang yang telah
meninggal tersebut. Beberapa orang mungkin berpikir untuk bunuh
diri agar dapat bertemu kembali.
 Peristiwa yang relative minor memicu gejala berduka.
 Bahkan setelah suatu periode waktu, klien tidak mampu
membicarakan tentang almarhum dengan perasaan tenang, misalnya
suara klien serak dan gemetar, mata berkaca-kaca.
 Setelah periode berduka normal, klien mengalami gejala fisik yang
sama dengan orang yang telah meninggal.
 Hubungan klien dengan teman dan kerabat memburuk setelah
kematian.

Banyak factor yang menyebabkan berduka tidak selesai setelah


suatu kematian :
 Ambivalensi (perasaan yang mendalam, positif dan negative)
terhadap orang yang telah meninggal.
 Kebutuhan untuk dianggap berani dan memiliki control, takut
kehilangan control di depan orang lain.
 Ketahanan terhadap kehilangan multiple, seperti kehilangan seluruh
keluarga, yang membuat individu yang berkabung merasa terlalu
berat untuk merenung.
 Nilai emosional yang sangat tinggi yang ditanamkan pada orang
yang meninggal tersebut tidak menunjukkan kesedihan dalam kasus
ini membantu orang yang berkabung menghindari realita kehilangan.
 Ketidakpastian mengenai kehilangan misalnya saat orang yang
dicintai “menghilang dalam tugas”
 Kurang system pendukung.

2. Tahap Berduka
Kubler-Ross (1969), yang menggambarkan lima tahap:
penyangkalan, marah, penawaran, depresi dan penerimaan. Engel (1964)
mengidentifikasi enam tahap berduka, syok dan tidak percaya, menyadari,
restitusi, menyelesaikan kehilangan, idealisasi, dan hasil akhir. Sanders
(1998) menggambarkan lima fase berkabung: syok, kesadaran,
konservasi/menarik diri, pemulihan, dan pembaruan.
Martocchio (1985) membahas lima kelompok berduka, syok dan
tidak percaya, kerinduan dan protes, penderitaan, disorganisasi, dan putus
asa, identifikasi berkabung, dan reorganisasi serta resitusi dan menyatakan
bahwa tidak ada satupun cara yang benar atau waktu yang tepat, saat
seseorang melalui proses berduka. Apakah seseorang bisa berhasil
menerima kehilangan dan bagaimana cara melakukannya terkait dengan
perkembangan individual dan karakteristik pribadi orang tersebut. Selain
itu, individu yang berespons terhadap kehilangan yang benar-benar sama
tidak dapat diharapkan untuk mengikuti pola atau jadwal yang sama dalam
menyelesaikan rasa berduka mereka bahkan saat mereka saling
mendukung.
MANIFESTASI BERDUKA
Perawat mengkaji klien atau anggota keluarga yang berduka
setelah kehilangan untuk menentukan fase atau tahap berduka. Secara
fisiologis, tubuh berespon terhadap kehilangan saat ini atau kemungkinan
kehilangan dengan reaksi stress. Perawat dapat mengkaji tanda-tanda
klinis dari respon ini.
Manifestasi berduka yang dianggap normal bisa berupa
mengungkapkan rasa kehilangan, menangis, mengalami gangguan tidur,
kehilangan selera makan, dan sulit berkonsentrasi. Berduka fungsional
atau duka cita /adaptif mungkin ditandai dengan lamanya waktu
penyangkalan, depresi, gejala fisiologis berat, atau pikiran untuk bunuh
diri.
D. Kematian
1. Definisi dan Tanda-tanda kematian
Kematian jantung paru adalah hentinya denyut apical, pernafasan,
tekanan darah yang merupakan tanda kematian yang secara tradisional.
Sejak perkembangan zaman dan kemajuan teknologi tanda kematian
makin sulit diidentifikasi oleh karena itu tahun 1968, World Medical
Assembly mengadopsi panduan yang digunakan oleh dokter untuk
mengidentifikasi kematian :
 Tidak ada respond terhadap stimulus eksternal secara menyeluruh
 Tidak ada pergerakan otot, tertutama pernafasannya
 Tidak ada refleks
 Ensefalogram (gelombang otak) datar
Defenisi kematian yang lain yaitu kematian otak atau kematian
otak yang lebih tinggi bisa terjadi jika otak mengalami kerusakan dibagian
pusat otak atau dibagain korteks serebral.

2. Tanda-Tanda Kematian
a. Aliran darah melambat
Karena aliran darah bermasalah, kulit akan terlihat seperti
berbintik-bintik dan mengalami perubahan warna. Bintik dan
warna kebiruan pada kulit yang terlihat di bagian atas tubuh, yaitu
dari pinggul hingga kepala, mencirikan tanda kematian yang lebih
dekat dibandingkan dengan perubahan yang terlihat di bagian
bawah tubuh.
b. Menurunnya aliran darah di serebral otak
Kondisi ini mengakibatkan seseorang mengalami
penurunan tingkat kesadaran. Juga merasa mengantuk terus
menerus dan terkadang mengalami disorientasi (linglung).
Dalam kondisi ini seseorang terkadang mengalami
takikardia, atau detak jantung di atas normal saat beristirahat. Jika
orang normal berdetak 60-100 kali per menit, maka orang yang
mengalami takikardia umumnya lebih dari 100 detak per menit.
Selain itu, kondisi ini juga mengakibatkan seseorang mengalami
hipotensi atau tekanan darah rendah yang bisa mengakibatkan
kegagalan organ.
c. Penurunan fungsi pada sistem kemih
Pada kondisi ini, seseorang mungkin akan mengalami
inkontinensia urine atau mengompol.Pakaikan popok untuk
menghindari penggantian celana yang terlalu sering yang mungkin
membuatnya tidak nyaman.
d. Perubahan selera makan
Pada kondisi ini, biasanya orang yang sakit keras akan
mengalami penurunan selera makan dan minum. Hal ini akan
berakibat pada penurunan berat badan dan dehidrasi.
e. Kesulitan makan
Biasanya seseorang di situasi ini akan mengalami beberapa
kesulitan saat makan seperti makanan tidak ditelan, tersedak, dan
batuk-batuk setelah makan. Solusinya, Anda bisa memberi orang
terkasih makan-makanan lunak atau makanan yang telah
dihaluskan agar makanan lebih mudah dicerna.
f. Perubahan pada kulit
Perubahan pada kulit bisa berupa bintik-bintik atau
perubahan warna. Biasanya, muncul bercak kehijauan atau merah
gelap yang terdapat di belakang lengan atau kaki.
g. Luka dekubitus
Luka dekubitus yaitu titik nyeri yang muncul pada tubuh
akibat tekanan yang terlalu besar yang terjadi pada satu area
tertentu. Bintik-bintik merah yang muncul pada tonjolan tulang
merupakan tanda pertama luka dekubitus. Meringankan tekanan
pada luka dengan memiringkan tubuh pasien bisa menjadi solusi.
h. Gangguan sistem pernapasan
Adanya retensi sekret pada faring atau saluran pernapasan
bagian atas. Biasanya ditandai dengan suara napas yang berisik
walaupun tidak sedang mengalami batuk. Tidur dengan posisi
memiringkan kepala bisa menjadi salah satu solusi.
Anda juga bisa menaruh bantal kecil yang empuk di belakang leher
untuk mengganjal kepalanya.
i. Sesak napas
Jika orang terkasih Anda mengalami hal ini, maka Anda
bisa memberikan oksigen sebagai alat bantu napas.
j. Mengalami cheyne-stokes respirations
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pola
pernapasan yang sangat tidak teratur. Terkadang napas bisa sangat
dalam dan cepat, tetapi selanjutnya justru sangat dangkal dan
lambat. Bahkan seseorang yang mengalami kondisi ini bisa
mengalami henti napas selama beberapa waktu. Sering kali kondisi
ini berlangsung antara 30 detik hingga 2 menit.
k. Perubahan pada fase menjelang kematian
Secara keseluruhan, seseorang yang berada dalam fase ini
akan terlihat sangat lemah dan lelah. Akibatnya, orang tersebut
akan tidur dalam jangka waktu yang lebih lama. Selain itu,
seseorang juga akan mengalami kelinglungan terhadap waktu,
lingkungan sekitar, bahkan orang-orang terdekatnya. Terkadang,
bahkan pasien bisa terlihat seperti orang yang sedang koma.
.

3. Legalitas yang terkait dengan kematian


Isu-isu yang terkait dengan kematian ditentukan oleh hukum
wilayah dan kebijakan institusi perawatan kesehatan dimana perawat itu
bekerja. Contohnya :
 slang pemberian makan boleh dilepaskan di negara bagian lain jika
pihak keluarga meminta untuk dilepaskan dan bisa juga karan
instruksi dokter, tetapi ada juga dinegara bagian lain tidak
diizinkan dilepaskan untuk pasien yang koma parsisten kecuali
sudah ada persetujuan dari pasien sebelumnya.
 ada juga klien yang sekarat telah setuju untuk mendonorkan
organnya disitu mulaikan terjadi masalah yang kompleks dalam
menentukan obat, penanganan, atau perlengkapan apa saja yang
dilanjutkan sampai waktu mendonorkan tiba.
a. Intruksi Perawatan Kesehatan Lanjut
Patien Self-Determination Act diberlakukan thn 1991
mengharuskan semua fasilitas perawatan kesehatan yang mendapatkan
pergantian pembayaran dari medicare dan Medicaid untuk
 Mengetahui instruksi lanjut
 Bertanya kepada klien apa mereka punya intruski lanjut
 Mengedukasi pasien mengenai hak mereka yaitu mengenai
harapan mereka mengenai keputusan pengobatan, termasuk
hak untuk menolak pengobatan dan memberitahu juga
kalau mereka akan selalu mempunyai pilihan untuk
mengubah keputusan mereka walupun sudah memiliki
instruksi lanjut. Contohnya klien membuat keputusan untuk
tidak mendapatkan alat bantu ventilator jika dia dalam
keadaan terminal tetapi itu bisa saja berubah jika terjadi
situasi yang actual dan disitu mereka diberi waktu untuk
mengubah keputusannya atau membuat keputusan.
Ada 2 tipe instruksi yaitu surat wasiat dan wali perawatan
kesehatan. Yang pertama Surat wasiat yang memberikan instruksi
spesifik tenatang penanganan media yang dia pilih untuk diterima dan
ditolak misal alat ventilator jika pasien tidak bisa membuat keputusan
misalnya sedang koma persisten atau penyakit terminal dan perlu di
resusitasi supaya tidak terjadi kematian yang mendadak.
Ke dua wali perawatan kesehatan, wewenang yang kuat pengacara
untuk perawatan kesehatan, pembuatannya disetai dengan saksi atau
notaris yang menunjuk orang lain (orang tua, anak atau kerabatnya
yang terpercaya) untuk membuat keputusan jika klien tidak mampu
membuat keputusannya.

b. Otopsi
Otopsi atau pemeriksaan pascamortem adalah pemeriksaan tubuh
setelah meninggal yang dilakukan pada kasus-kasus tertentu. Undang-
undang yang menguraikan tentang situasi apa aja yang terjadi
misalnya kematian yang mendadak atau terjadi 48 jam setelah masuk
ke rs. Organ dan jaringan tubuh diperiksa untuk menentukan penyebab
yang pasti kematian, mempelajari penyakit dan membantu akumulasi
data statistic.
Otopsi memerlukan persetujuan dan tanggung jawab dari dokter
atau orang yang ditunjuk dari pihak rumah sakit yang disetujui oleh
pihak keluarga ataupun sebelum almarhum meninggal. Orang yang
berhak yaitu orang tua, pasangan yang ditinggalkan, anak yang
dewasa dan saudara kandung dan setelah dilakukkan otopsi pihak
rumah sakit tidak boleh menahan jariangan atau organ tanpa izin dari
orang yang menyetujui otopsi.

c. Surat Keterangan Kematian


Surat keterangan kematian dibuat setelah orang meninggal, dan
penentuan kematian atau pengumumannya dilakukan oleh dokter,
perawat, atau penyelidik penyebab kematian. Biasanya penentuan
kematian yang dilakukan oleh perawat terbatas di perawatan jangka
panjang, perawatan kesehatan dirumah dan lembaga hospice untuk
perawatan lanjut. Dan suarat kematian ditanda tangangi oleh dokter
yang hadir dan diisi oleh kantor kesehatan local. Biasanya diberikan
Salinan untuk anggota keluarga untuk dalam urusan hukum seperti
untuk menguburkan jenazah atau klaim asuransi.

d. Instruksi untuk Tidak Meresusitasi


Resusitasi adalah sikap utama yang dilakukan untuk penyelamatan
jiwa seseorang yang mengalami henti jantung. Instruksi “no code”
atau yang disebut dengan DNR (do not resusitate) dapat dikatakan
oleh dokter kepada pasien yang penyakitnya sudah pada stadium
terminal, menjelang ajal, atau tidak dapat kembali semula. Program
DNR ini biasa ditulis saat klien atau keluarganya memang meminta
untuk tidak diresusitasi bila terjadi henti napas atau jantung. Program
DNR ini memiliki tujuan penanganan, yaitu kematian yang nyaman
dan terhormat dan bahwa tindakan mempertahankan hidup tidak
diindikasikan.
American Nurses Association (ANA) merekomendasikan intruksi
DNR, antara lain:
 Pilihan klien slalu menjadi prioritas tertinggi, bahkan jika
keinginannya tersebut ditolak oleh keluarganya atau pemberi
perawatan kesehatannya.
 Jika klien tidak kompeten dengan pilihannya, wali yang
memutuskan atas nama klien harus menangani perawatan
kesehatan.
 Keputusan DNR selalu menjadi subjek diskusi eksplisit
antara klien, keluarga, yang memutuskan dan tim
perawatannya.
 Instruksi DNR didokumentasikan dengan jelas, ditinjau
kembali dan terus diperbarui untuk merefleksikan perubahan
kondisi klien. Dokumentasi berfungsi untuk memenuhi
standa Joint Comission on Accreditation of Healthcare
Organization.
 Adanya instruksi DNR bukan berarti perawatan pasien
dihentikan. Asuhan keperawatan dilakukan untuk
memastikan kenyamanan dan penanganan penyakit klien
dengan tidak mengancam jiwa.
 Apabila bertentangan dengan keyakinan perawat mengenai
DNR untuk pasien tersebut, perawat harus berkonsultasi
dengan manager perawat untuk perubahan tugas.
Banyak negara bagian yang memperbolehkan pasien yang tinggal
dirumah untuk melakukan instruksi khusus tersebut sehingga saat
teknisi kegawatdaruratan dipanggil saat peristiwa henti jantung,
teknisi tidak akan meresusitasi pasien tersebut. Hal tersebut terjadi
karena adanya instruksi yang telah disetujui dan ditandatangani atas
nama pasien. Perawat hatus mengetahui mengenai hukum dan
kebijakan lembaga negaranya berkenaan dengan tidak melakukan
tindakan mempertahankan hidup.

e. Eutanasia
Eutanasi adalah tindakan mematikan tanpa adanya rasa nyeri untuk
seseorang yang mengalami penyakit yang tak bisa disembuhkan atau
yang menimbulkan penderitaan jangka panjang.
Eutanasia adalah tindakan yang tidak sah, kecuali kepada negara
yang memiliki undang-undang hak untuk mati dan juga surat wasiat.
Pada tahun 1994, negara bagian Oregon menyetujui hukum bunuh diri
yang dibantu dokter pertama kalinya di Amerika Serikat, Death with
Dignity Act, yang memperbolehkan dokter memberikan obat dosis
letal. Undang-undang tersebut berlaku pada bulan November 1997,
dan sampai tahun 2002 terdapat 129 orang yang mengajukan
permintaan dibawah undang-undang tersebut.
Di Kanada, tindakan Eutanasia menimbulkan tuntutan kriminal
pembunuhan karena tidak memberikan penanganan sesuai standar
asuhan.

f. Pemeriksaan Koroner
Pemeriksaan koroner adalaah pemeriksaan legal untuk mencari
penyebab atau cara seseorang itu mati. Misal, apabila mati karena
kecelakaan, maka pemeriksaan koroner dilakukan untuk mengetahui
penyebab kecelakaan, siapa yang bersalah saat kejadian itu.
Pemeriksaan koroner ini diputuskan oleh petugas koroner atau
pemeriksa medis. Petugas koroner adalah mereka yang ditunjuk untuk
memeriksa penyebab, tidak hanya dokter. Pemeriksa medis adalah
dokter yang memiliki pendidikan lanjut dalam patologi medis.

g. Donasi Organ
Disebut dengan donasi organ apabila seseorang menyerahkan
bagian tubuhnya untuk tujuan tertentu, seperti untuk pendidikan
medis, riset, kemajuan ilmu pengetahuan kedokteran atau gigi, terapi,
atau transplantasi. Donasi dapat dibuat dengan sebuah pernyataan
yang ditandatangani di formulir menyerupai kartu.
Di sebagian negara donasi organ dapat dibatalkan dengan
menghancurkan kartu tersebut atau dengan mencabut pernyataan
secara lisan yang dihadiri dua orang saksi. Proses mengenai donasi
organ berbeda-beda sesuai dengan negaranya masing-masing,
sehingga perawat harus mengetahui hukum yang berlaku dalam
negaranya tersebut.

4. Praktik Keagamaan dan Budaya yang Terkait dengan Kematian


Pengetahuan tentang agama dan budaya klien, membuat perawat
mampu memberikan perawatan yang sesuai dengan keinginan klien dan
keluarga meskipun mereka tidak terlibat dalam ritual yang berhubungan
dengan kematian.
Banyak budaya yang masyarakatnya memilih kematian dengan
tenang di rumah daripada di rumah sakit. Beberapa kelompok etnis
meminta agar profesional kesehatan tidak memberitahu prognosis kepada
klien yang sekarat, karena mereka percaya bahwa akhir dari kehidupan
seseorang harus bebas dari rasa khawatir. Masyarakat dengan budaya
lainnya lebih memilih agar keluarga mengetahui diagnosis sehingga klien
dapat diinformasikan secara bertahap atau tidak sama sekali. Perawat
harus mampu menentukan siapa yang dapat dihubungi dan kapan, saat
tanda-tanda kematian mulai muncul.
Keyakinan tentang kematian dan penyebabnya dapat berbeda-beda
di antara banyaknya budaya. Kematian yang buruk kadang kala dibedakan
dengan kematian yang baik, dan hal tersebut terlihat salah satunya dari
perilaku orang tersebut selama menjalani hidup. Keyakinan tentang
persiapan tubuh, otopsi, donasi organ, kremasi, dan memperpanjang hidup
sangat bergantung dengan agama yang di anut oleh klien. Misalnya, pada
agama muslim, yahudi ortodoks, dan saksi jenovah melarang adanya
otopsi, donasi organ, kremasi. Sedangkan pada agama Buddha
menganggap donasi organ sebagai belas kasihan, agama hindu memilih
kremasi dan membuang abunya di sungai yang suci.
Perawat harus mengetahui ritual kematian klien, seperti
pemberkatan terakhir, berdoa, melakukan prosedur cuci tangan,
berpakaian hingga memposisikan jenazah. Perawat perlu bertanya kepada
keluarga klien tentang pilihan mereka dan konfirmasikan siapa yang
melakukan kegiatan ini. Pakaian pemakaman dan benda budaya lainnya
biasa menjadi simbol penting dalam pemakaman. Perawat juga hatus
memastikan bahwa semua barang ritual klien sudah dikembalikan seluru
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, B. dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, &
Praktik, Ed. 7, Vol. 1. Jakarta: EGC
Ningsih,TY.3 april 2018. 12 tanda orang akan menemui ajal dari kacamata
medis. Diakses dari https://www.liputan6.com/citizen6/read/3423926/12-
tanda-orang-akan-menemui-ajal-dari-kacamata-medis
Sentana, D. A. 2017. Peran Masyarakat Dalam Penanganan Henti Jantung
Dengan Melakukan Resusitasi Jantung Paru Yang Terjadi Di Luar Rumah
Sakit. Jurnal Kesehatan Prima, Vol. 11, No. 2, Hlm. 113
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama
ANTROPOLOGI KESEHATAN DALAM BUDAYA,
MASYARAKAT RUMAH SAKIT, DAN ETIOLOGI PENYAKIT
Dosen Pengampu: Ns. Sang Ayu Made A, M. Kep. 

Disusun oleh: 

Dinda Noviyanti 1810711007


Lutfi Riskyta 1810711014
Rahmawati Eka 1810711020
Alda Amatus 1810711028
Dinda Nur Aliya 1810711029
Mella Mahardika 1810711052

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
A. Antropologi Kesehatan Kebudayaan
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya
terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Solita
Sarwono, 1993). Menurut Edward B. Taylor “Kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, 
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-
kemampuan lain yang di dapat seseorang sebagai anggota masyarakat”   
Jadi, antropologi kesehatan dalam kebudayaan adalah ilmu yang mempelajari
tentang kesehatan yang berhubungan dengan   tingkah laku, kebiasaan serta
norma norma dan kepercayaan di masyarakat.
Contoh pengaruh kebudayaan terhadap masalah kesehatan. Pertama,
Penggunaan kunyit sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit kuning
(hepatitis) di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa
warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna obat yang telah disediakan oleh
alam. Contoh budaya kesehatan tentang cara menjaga kesehatan personal,
seperti mandi, keramas, atau sikat gigi. Dahulu sebelum ditemukan sabun,
masyarakat menggunakan minyak, abu, dan batu apung untuk membersihkan
badan. Dahulu sebelum ditemukan pasta gigi, masyarakat menggunakan kayu
siwak, kaca halu, halusan genting dan batu untuk menggosak gigi. Dahulu
sebelum ditemukan shampo, masyarakat menggunakan  merang untuk keramas.
Dahulu masyarakat lebih ke arah paradigma sakit. Namun saat ini seiring
dengan perkembangan zaman, masyarakat cenderung berparadigma sehat dalam
memaknai kesehatan mereka. Penilaian individu terhadap status kesehatan
merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sakit
jika mereka merasa sakit dan perilaku sehat jika mereka menganggap sehat.
Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi
ke pusat layanan kesehatan jika sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi
sembuh. Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, misalnya: pencegahan
penyakit, personal hygiene, penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi makanan
bergizi. 
Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya
kesehatan. Contohnya masyarakat dahulu saat persalinan minta bantuan oleh
dukun bayi dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat lebih banyak
yang ke bidan atau dokter kandungan dengan peralatan yang serba canggih.
Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam
kandungan melalui USG.

B. Rumah Sakit : Pandangan dari Ilmu Perilaku


1. Beberapa Kontras Antara Barat dan Non Barat
Berbeda dengan dunia tradisional, dalam dunia Barat kontemporer,
sejumlah besar penyakit ditangani di rumah-rumah sakit di mana pasien
berada di bawah perawatan (dan pengawasa) dokter, dibantu oleh perawat-
perawat dan personal pembantu lainnya. Kelompok nonmedical – handai-
tolan dan anggota keluarga menjalankan peranan yang relative sedikit dalam
usaha mengembalikan pasien kepada keadaan sehat kembali, paling sedikit
selama tahap akut dari sakitnya, pasien membutuhkan perawatan rumah sakit.
Pelayanan perawatan kesehatan di Barat, sangat berbeda dari dunia
tradisional, di mana keluarga handai-tolan mungkin menjalankan peranan
yang besar sebagai pendukung terhadap pengobatan, sedangkan
penyembuhan umumnya, tak dibantu oleh personal medis lainnya.
2. Perubahan Peranan Rumah Sakit
Rumah sakit seperti yang diutarakan, telah menjadi pusat-pusat
perawatan kesehatan pertama di Amerika Serikat. Pasien-pasien secara rutin
memanfaatkan bagian perawatan untuk pasien berobat jalan, yang di amsa
lalu, merka terima di rumah atau di ruang praktik dokter. Laboratorium,
radiologi, terapi fisik dan bermacam pelayanan kesehatan lain dimanfaatkan
secara luas bagi perawatan dan diagnosis pasien berobat jalan, juga bagi
pemenuhan kebutuhan pasien yang dirawat. Rumah sakit bukan sesuatu yang
ditakutkan, paling sedikit, tidak seperti yang dialami masa lalu.
Hal ini tidak selamanya demikian. Dalam sebagian besar sejarah, rumah
sakit telah berfungsi sebagai pranata untuk amal, sebagai suatu penampungan
dan sebagai tujuan akhir bagi orang-orang miskin yang sakit gawat. Rumah
sakit sudah di pandang secara realistis sebagai suatu tempat di mana orang
datang untuk mati. Pembantu-pembantu rumah sakit tidak terlatih, dan
berasal dari kelas social terbawah, dengan jumlah dokter yang amat sedikit,
di samping beberapa orang yang bekerja pada pemerintah atau pada orde-
orde keagamaan. Terutama yang mendorong perubahan tersebut adalah
bidang bedah yang relative baru, namu telah berkembang pesat. Bedah tonsil
mungkin dapat dilakukan di meja makan oleh dokter umum, tetapi operasi
usu buntu dan mastetomi jelas membutuhkan prosedur-prosedur yang
kompleks, yang hanya dapat dilakukan di rumah sakit. Tugas dianostik yang
kompleks juga diakui lebih efekrif apabila dilakukan dalam lingkungan yang
terkontrol dengan adanya laboratorium, sinar-X dan sumber-sumber lain
yang semuanya berada di bawah satu atap.
3. Rumah Sakit sebagai Masyarakat Kecil
Ada beberapa tipe rumah sakit. Suatu klasifikasi yang umum
membandingkan rumah sakit komunitas suka rela atau komunitas keagamaan
yang tidak mencari keuntungan, dengan rumah sakit swasta yang merupakan
milik individu-induvidu dan berorientasi pada keuntungan, serta dengan
rumah sakit umum yang sering berorientasi pada amal. Namun perbedaan
yang paling menonjol dalam kepustakaan ilmu perilaku adalah perbedaan
antara rumah sakit umum dengan rumah sakit jiwa. Walaupun fungsinya
rumah sakit umum sebagai suatu tipe adalah untuk merawat, dan kalau
mungkin, untuk memulihkan kesehatan pasien dan kembalinya mereka ke
masyarakat, banyak pula di antaranya yang memiliki fungsi utama sebagai
pengajaran dan pembelajaran, karena pasien-pasien cukup kritis terhadap
kemajuan dari kedua bidang tersebut. 
Diantara ahli-ahli sosiologi dan antropologi terdapat dikotomi yang
menarik yang perlu di catat: para ahli antropologi sebagian besar membatasi
studi mereka terhadap rumah sakit jiwa. Walaupun ahli-ahli sosiologi juga
bekerja di rumah sakit jiwa. Rumah sakit, sebagaimana dengan masyarakat
kecil, dapat dipandang memiliki "kebudayaan". 
Kebudayaan di rumah sakit yang "umum" atau kebudayaan keseluruhan
adalah sulit untuk dicirikan, namun nampak jelas adanya kedua sub
kebudayaan dasar, yakni: kebudayaan "pasien" atau "penghuni" dan
kebudayaan "profesional" atau "staf" dari semua yang bekerja di sebuah
rumah sakit. Kebudayaan-kebudayaan staf nampaknya hampir serupa di
rumah sakit tipe apapun. Sebaliknya kebudayaan-kebudayaan pasien atau
penghuni lebih berbeda secara berarti. Apabila sebaliknya, sebagaimana yang
lalu menjadi tanggapan dari ahli-ahli antropologi, bahwa kebudayaan
membutuhkan waktu untuk berkembang, maka orang-orang yang tiap hari
berinteraksi selama bertahun-tahun, akan lebih mungkin mengembangkan
kebudayaan yang dapat hidup daripada mereka yang kontaknya hanya
bersifat sementara.
Kami menganggap bahwa karena adanya kontinuitas dari interaksi di
antara para warga kebudayaan pasien di rumah sakit jiwa, maka kebudayaan
pasien di rumah sakit jiwa lebih berkembang dibandingkan dengan yang
terdapat pada rumah sakit umum. Kebudayaan staf sudah tentu telah di
pelajari oleh para ilmuwan perilaku dalam berbagai jenis rumah saki. Namun
gaya hidup dari kebanyakan para profesional rumah sakit yang keaktifan
dalam tugasnya sulit dipahami, sangat pribadi dan tak dapat ditembus ketika
sedang bebas tugas membuat studi tentang kebudayaan staf sulit di lakukan. 
4. Struktur Dan Fungsi Dalam Rumah Sakit
Sebuah rumah sakit, pada tingkatan kerja sehari-hari, merupakan suatu
organisasi yang sangat otoriter. Rumah sakit telah diperbandingkan dengan
organisasi militer. Semua perintah dan instruksi harus dijalankan tanpa
kecuali, seringkali dengan kecepatan yang tinggi. Berkenaan dengan aktivitas
rumah sakit yang bersifat mati maupun hidup, maka hal itu adalah wajar
karena tindakan yang tertunda atau dilakukan dengan ceroboh akan
membahayakan jiwa seorang pasien. Namun rumah sakit bukan pula suatu
struktur hierarki dan otoriter dalam artian umum, dengan garis-garis kontrol
langsung dari atas ke bawah dalam suatu sistem yang semakin luas berakar.
Ilmuwan perilaku telah terpaku pada kenyataan bahwa suatu rumah sakit
memiliki system administrasi ganda, di mana system otoritas awam (dewan
perwakilan, administrator rumah sakit dan anggota-anggota staf yang di
bayar oleh rumah sakit) seringkali berada dalam konflik dengan otoritas yang
tertanam pada para dotkter (Smith 1955). Para dokter personal yang paling
tinggi prestasinya, berada dalam posisi paling ganjil sebagai “tamu” di rumah
sakit di mana mereka berpraktik, penghasilan mereka berasal dari para pasien
dan bukan dari rumah sakit itu sendiri. Otoritas mereka adalah dari otoritas
“karismatik” Weber, berdasarkan pengakuan para pengikut berasal dari
lambing khusus atau keleluasaan yang tertanam dalam diri mereka. Baik
yang bersifat medis maupu religious, karisma menantang struktur-
strukturotoritas para awam. Dan, nyatanya, “hamper tak ditemukan
administrasi rutin yang terdapat di rumah sakit, yang tidak dapat dihapuskan
atau di tentang (bahkan seringkali), oleh dokter yang mengajukan dalilnya
demi pengobatan darurat atau oleh siapapun yang bertindak atas nama dokter
dan beralih demi kepentingan medis yang serupa” (Ibid, 59)
5. Mobilitas Buntu Dalam Rumah Sakit
Ciri structural lainnya dari rumah sakit adalah apa yang disebut
“mobilitas terhambat”. Perawatan pasien dalam sebuah rumah sakit modern
embutuhkan pelayanan dari sejumlah personal yang berbedam terdiri dari
kelompok professional, subprofesional, dan juga tenagaa bukan ahli. Sebagai
akibat dari pemisahan antara peranan secara ketat adalah bahwa mobilitas
vertical dalam suatu rumah sakit menjadi terbatas, dan jarang sekali ada
orang yang baru naik dari status yang lebih rendah ke status yang lebih tinggi
tanpa mendapatkan tambahan pendidikan formal. Nampaknya, pemisahan
peranan sebagian besar merupakan suatu fungsi dari berbagai jenis keahlian
khusus yang diperlukan bagi perawatan pasiean, yang masing-masing
cenderung di buat bebagi-bagi.
6. Pandangan Pasien Tentang Masuk Rumah Sakit
Brown melihat masuk rumah sakit sebagai awal dari proses “pengulitan”
pasien. “Ia diharapkan untuk dapat menahan sebagian besar dari keinginan
pribadinya, hasrat serta kebiasaan lamanya untuk membuat keputusan bagi
dirinya sendiri dan bagi orang lain berlangsung dan efeknya terhadap dirinya
semakin meningkat, ia seringkali merasa seakan-akan kehilangan lapisan
demi lapisan dari identifikasi dirinya" (Brown 1963: 119).
Ahli Antropologi Brown, yang memandang masalahnya dari segi tempat
tidur pasien, melihat kecenderungan manusia untuk mengasumsikan bahwa
orang lain melihat suatu situasi manusia sama seperti dirinya. "Para staf
sering menganggap sudah seharusnya pasien berpikir dan merasakan hal
yang sama se perti mereka mengenal banyak hal" (Brown 1963 123) Para
personal rumah sakit, dari dokter hingga ke personal bawahan, yang telah
terbiasa dengan seluruh aspek kehidupan rumah sakit serta arti maupun
tujuannya, cenderung lupa bahwa pasien-pasien rumah sakit, kecuali yang
berpenyakit kronis, amat sedikit mengetahui tentang hal rutin yang bagi para
personal itu anggap wajar untuk diketahui. 
7. Garis otoritas yang bertentangan 
Garis otoritas yang bertentangan tidak akan menambah stabilitas
organisasi manapun, dan banyak karyawan rumah sakit tercabik-cabik oleh
tuntutan yang berlawanan dari para dokter dan para adminisator. Yang paling
peka adalah perawat, yang sering mendapatkan diri mereka sebagai
“penengah” dari kedua pihak tersebut. Karena garis otoritas tersebut tidak
sebutkan, hal itu menimbulkan dilemma bagi para perawat yang harus
dipecahkan, yang berarti harus memuaskan empat kelompok; hierarki
perawatan, bagian-bagian rumah sakit lainnya yang bukan perawatan, dokter
dan staff tetap rumah sakit, dan pasien.
C. ETIOLOGI PENYAKIT
Setelah melakukan survei terhadap kepustakaan etnomedisin yang berkenaan
dengan konsep-konsep kausalitas, kami menjadi heran waktu mengetahui
bahwa hanya ada sedikit sekali kerangka kognitif pada masyarakat-
masyarakat non-Barat yang penting untuk "menjelaskan" tentang adanya
penyakit (disease). Kami temukan bahwa suatu pembagian atas dua telah
cukup untuk membedakan kategori-kategori besar, atau sistem-sistem. Usul
kami (Foster dan Anderson pent ) adalah menyebut pembagian atas dua itu
dengan istilah-istilah personalistik dan naturalistik. Walaupun istilah-istilah
tersebut merujuk secara khusus kepada konsep-konsep kausalitas, keduanya
dapat juga dipakai untuk menyebut seluruh sistem-sistem medis (yakni tidak
hanya kausal, melainkan juga seluruh tingkahlaku yang berhubungan, yang
bersumber pada pandangan-pandangan tersebut).
1. Sistem-sistem medis personalistic
Suatu sistem personalistik adalah suatu sistem di mana penyakit (illness)
disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa
makhluk supra natural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan
manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun makhluk manusia
(tukang sihir atau tukang tenung). Orang yang sakit adalah korbannya, objek
dari agresi atau hukuman yang ditujukan khusus kepadanya untuk alasan-
alasan yang khusus menyangkut dirinya saja.
2. Sistem-sistem medis naturalistic
Dalam sistem-sistem naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan
istilah. Istilah sistemik yang bukan pribadi. Sistem-sistem naturalistik, di
atas segalanya, mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi
karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas, dingin, cairan
tubuh (lumor atau dosha), yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang
menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan
lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya
adalah timbulnya penyakit.
Penjelasan penyakit seperti tenung, sihir, masuknya roh, susto, mata
jahat, dan sebagainya, semuanya masuk ke dalam kategori ini. Penjelasan-
penjelasan tentang penyakit yang bersifat nonsupranatural adalah penjelasan
yang seluruhnya didasarkan atas hubungan sebab-akibat yang dapat
diobservasi, lepas dari persoalan apakah hubungan yang terbentuk itu keliru
atau tidak, disebabkan oleh observasi yang tidak lengkap atau keliru"
(Seijas 1973 545).
Sistem-sistem etiologi personalistik dan naturalistik sudah tentu
tidaklah eksklusif satu sama lainnya untuk menjelaskan tentang terjadinya
penyakit (illness) biasanya mengakui adanya faktor alam atau unsur
kebetulan sebagai penyebab. Masyarakat yang merasakan lebih banyak
terjadinya sebab-sebab naturalistik, kadang-kadang menyatakan bahwa
beberapa penyakit merupakan akibat dari sihir atau mata jahat. Walaupun
terjadi banyak tumpang-tindih, masyarakat pada umumnya sudah terikat
pada salah satu dari prinsip-prinsip penjelasan tersebut untuk menerangkan
tentang sebagian besar penyakit. Sebagai contoh, ketika kita membaca
bahwa di sebuah desa petani di Venezuela, yakni desa El Morro, 89% dari
sampel data penyakit disebabkan oleh sebab-sebab yang "natural"
sedangkan hanya sejumlah 11% disebabkan oleh hal-hal magis atau
supranatural (Suarez 1974), wajarlah untuk mengatakan bahwa sistem
penyebab penyakit menurut masyarakat tersebut adalah naturalistik, bukan
personalistik. Sebaliknya kalau kita mengetahui bahwa di kalangan
penduduk Dobu, di Melanesia, semua jenis penyakit (illness) disebabkan
oleh rasa iri, dan bahwa "kematian disebabkan oleh ilmu sihir, ilmu tenung,
racun, bunuh diri atau akibat penyerangan" (Fortune 1932 135, 150),
jelaslah bahwa kausalitas personalistik di sini yang lebih menonjol.

DAFTAR PUSTAKA
Foster. Anderson. 2009. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press 
Konsep Transkultural Nursing, Globalisasi & Perspektif
Transkultural

Makalah disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan

Dosen Pengampu : Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Nama Kelompok:
Dianah Syahirah 1810711038
Rifdah Camila 1810711045
Rizcha Aristiara 1810711049
Rifda Hasanah Fauzi 1810711054
Siska Agustina Lestari 1810711088
Vernanda Erlina Vebyana 1810711108

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019

A. PENGERTIAN

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada


proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002).

Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk mengidentifikasi,


menguji, mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural untuk
meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan


sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-
nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa.
Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan
dilakukan hampir oleh semua kultur seperti budaya berolahraga membuat badan
sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat (Leininger, 1978).

B. Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung
pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang
merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas setempat.
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar, beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan
sebuah rencana untuk melakukan kegiatan tertentu (Leininger, 1991).

Menurut konsep budaya Leininger (1978,1984), karakteristik budaya dapat


digambarkan sebagai berikut :
(1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua
budaya yang sama persis,
(2) budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut
diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan,
(3) budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal


daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi
pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang
menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan
terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin
kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap


bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh
orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah seperangkat
kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik).
Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan
sosial yang unik serta menurunkannya ke generasi berikutnya (Handerson, 1981).

6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada


mendiskreditkan asal muasal manusia
Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik
pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan bentuk kepala. Ada
tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid, Mongoloid.
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia
kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989).

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada


penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal
balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,


dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,


mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk


memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

I. PENGERTIAN KEPERAWATAN DAN GLOBALISASI


Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional sebagai
bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi,
sosial dan spiritual secara komperensif ditujukan kepada individu keluarga dan
masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia (Riyadi,
2007).
Keperawatan adalah suatu profesi yang mengapdi pada manusia dan
kemanusian, mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat diatas
kepentingan sendiri, suatu bentuk pelayanan/ asuhan yang bersifat humanistik,
mengunakan pendekatan holistik, dilaksanankan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berpegang pada strandar pelayanan/ asuhan keperawatan serta
mengunakan kode etik keperawatan sebagai tuntutan utama dalam
melaksanakan asuhan keperawatan (Kusnanto, 2004).
Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat
(UU Kesehatan No. 38 tahun 2014)
Gobalisasi berasal dari bahasa asing (globalization) yaitu global artinya
universal dan lization artinya proses. Jadi secara asal usul kata globalisasi yaitu
proses pelebaran elemen – elemen baru baik pemikiran, gaya hidup, informasi
maupun teknologi, dengan tanpa dibatasi batas negara atau mendunia.
Globalisasi dapat diartikan sebagi sebuah proses dimana batas – batas
dalam suatu negara menjadi bertambah sempit karena adanya kemudahan dalam
berinteraksi antar negara baik perdagangan, gaya hidup, informasi maupun
dalam bentuk interaksi yang lain.
Globalisasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana dalam
kehidupan sehari – hari, informasi dan ide – ide menjadi tolak ukur standar
diseluruh dunia. Proses tersebut diakibatkan oleh bertambah cangihnya
teknologi informasi dan komunikasi serta trasportasi dan kegiatan ekonomi yang
sudah memasuki pasar dunia.
Jadi, dapat disimpulkan keperawatan dalam globalisasi yaitu pelayanan
asuhan yang diberikan kepada individu, keluarga maupun masyarakat tanapa
mengenal batasan wilayah seiring dengan perkembagan ide – ide, teknologi,
informasi maupun yang lainnya.

II. KEPERAWATAN MENGAHADAPI ERA GLOBALISASI


a. GLOBALISASI DALAM KEPERAWATAN
Globalisasi sering diartikan sebagai interaksi antara manusia di muka
bumi yang sudah semakin intensif karena kemajuan teknologi komunikasi.
Globalisasi membuat ruang, jarak dan waktu menjadi lebih sempit dan
singkat. Dalam kenyataannya globalisasi bisa seperti pisau, di salah satu sisi
memberikan banyak sekali manfaat jika hal tersebut sesuai dengan nilai-
nilai yang ada dan di sisi lain memberikan kerugian jika bertentangan
dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Hal ini tentunya menjadi sebuah
dilema bagi siapapun.
Globalisasi saat ini juga telah mempengaruhi bidang keperawatan, hal
ini membuat profesi keperawatan harus mempersiapkan dan menyediakan
hal – hal yang dibutuhkan pada era globalisasi. Pengaruh yang sangat
menonjol adalah ketika perawat Indonesia dan perawat asing bisa dengan
bebas keluar masuk luar negeri. Padahal Indonesia sendiri belum memiliki
Undang – Undang Praktik Keperawatan sehingga hal yang dikhawatirkan
adalah ketika perawat Indonesia disamakan seperti buruh, padahal perawat
adalah sebuah profesi yang memiliki induk organisasi profesi yaitu PPNI.
Globalisasi yang akan berpengaruh terhadap keperawatan adalah
tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan pelayanan
untuk menarik minat pemakai jasa pemakai kualitas untuk memberikan jasa
pelayanan kesehatan yang terbaik. Dengan hal tersebut berarti tenaga
keperawatan diharapkan dapat memenuhi standar tersebut agar dapat
bersaing secara global. Sehingga tenaga keperawatan dituntut memiliki
kemampuan yang profesional, termasuk dalam asuhan keperawatan dan
kecakapan komunikasi.

Perspektif transkultural dalam keperawatan

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,


termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin
besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara
(imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan
keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang
dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu
metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.

Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika
klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan
seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis.
Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis
pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia
mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya
untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien
karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami
oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan
yang diberikan.
PSIKOSOSIAL BUDAYA DALAM KEPERAWATAN
“DIVERSITY DALAM MASYARAKAT, TEORI MODEL MADELEINE LEININGER
DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN, DAN PENGKAJIAN BUDAYA”

Di Susun Oleh :
Pricilia Dewi Sulistyawati 1810711006
Annisa Kirana Putri 1810711009
Anjani Dara Narulita 1810711010
Sherly Agatha 1810711015
Cherlyn Eva Taryono 1810711018
Bunga Indah Sari 1810711027

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN
2019

A. DYVERSITY DALAM MASYARAKAT


Diversity (keragaman) adalah suatu bentuk yang ideal dari asuhan keperawatan
yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya individu, kepercayaan, dan
tindakan.
Diversity (keragaman) sering juga disebut dengan istilah perbedaan, bahwa
keragaman bukan sekedar materi tambahan atau sebagai bahan renungan akan tetapi
justru memainkan peran sentral dalam upaya mempelajari perilaku organisasi dan
menerapkannya dalam pengelolaan organisasi (Luthans, 2002).
Diversity (perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan) merupakan bentuk
yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya
yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk
kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang dating dan individu yang mungkin
kembali lagi (Leininger, 1985).
Diversity (keragaman) berasal dari kata ragam yang artinya tingkah laku, macam
jenis, warna corak, laras. Sehingga keragaman adalah perihal beragam-ragam dan
berjenis-jenis. Jenis keragaman yang dimaksud adalah suatu kondisi dalam
masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama
suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideology, adat kesopanan dan situasi
ekonomi.
Unsur diversity (keragaman) dalam masyarakat Indonesia :
1. Suku bangsa dan ras
Suku bangsa di Indonesia sangan beragam, perbedaan ras muncul karena adanya
pengelompokkan yang memiliki ciri berbeda-beda mulai dari rambut, warna
kulit, ukuran tubuh, mata, ukuran kepala dan lain sebaginya.
2. Agama dan keyakinan
Pada dasarnya agama dan keyakinan merupakan unsur penting dalam keragaman
bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya agama yang di akui di
Indonesia.
3. Tata karma
Tata krama yang di anggap sebagai dari bahasa Jawa yang berarti “adat sopan
santun, basa basi” pada dasarnya merupakan segala tindakan, perilaku, adat
istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu.
4. Kesenjangan ekonomi
Bagi sebagian Negara, perekonomian akan menjadi salah satu perhatian yang
harus ditingkatkan, masyarakat Indonesia berada di golongan tingkat ekonomi
menengah kebawah. Hal ini tentu saja menjadi sebuah pemicu adanya
kesenjangan yang tidak dapat di hindari.
5. Kesenjangan social
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan berbagai
macam tingkat pangkat, dan seterata social yang hierarkis. Hal ini yang dapat
menimbulkan kesenjangan social yang tidak saja menyakitkan, namun juga
membahayakan bagi kerukunan masyarakat. Tak hanya itu bahkan menjadi
sebuah pemicu perang antara etnis dan suku.

A. TEORI MODEL MADELEINE LEININGER DALAM PRAKTIK


KEPERAWATAN

1. Cultural Diversity and Universality


Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and universality,
atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing. Awalnya, Leininger
memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam keperawatan. Namun kemudian
dia menemukan teori cultural diversity and universality yang semula disadarinya
dari kebutuhan khusus anak karena didasari latar belakang budaya yang berbeda.
Transcultural nursing merupakan subbidang dari praktik keperawatan yang telah
diadakan penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan
pelayanan kesehatan berbasis budaya.
Bahasan yang khusus dalam teori Leininger, antara lain adalah :
a. Culture
Apa yang dipelajari, disebarkan dan nilai yang diwariskan, kepercayaan, norma,
cara hidup dari kelompok tertentu yang mengarahkan anggotanya untuk berfikir,
membuat keputusan, serta motif tindakan yang diambil.
b. Culture care
Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan subjektif yang berkaitan dengan
nilai yang diwariskan, kepercayaan, dan motif cara hidup yang membantu,
menfasilitasi atau memampukan individu atau kelompok untuk mempertahankan
kesejahteraannya, memperbaiki kondisi kesehatan, menangani penyakit, cacat,
atau kematian.
c. Diversity
Keanekaragaman dan perbedaan persepsi budaya, pengetahuan, dan adat
kesehatan, serta asuhan keperawatan.
d. Universality
Kesamaan dalam hal persepsi budaya, pengetahuan praktik terkait konsep sehat
dan asuhan keperawatan.
e. Worldview
Cara seseorang memandang dunianya
f. Ethnohistory
Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, budaya,
lembaga, terutama sekelompok orang yang menjelaskan cara hidup manusia
dalam sebuah budaya dalam jangka waktu tertentu.
Untuk membantu perawat dalam menvisualisasikan Teori Leininger, maka
Leininger menjalaskan teorinya dengan model sunrise. Model ini adalah sebuah peta
kognitif yang bergerak dari yang paling abstrak, ke yang sederhana dalam
menyajikan faktor penting teorinya secara holistik. Sunrise model dikembangkan
untuk memvisualisasikan dimensi tentang pemahaman perawat mengenai budaya
yang berdeda-beda. Perawat dapat menggunakan model ini saat melakukan
pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan, pada pasien dengan berbagai latar
belakang budaya. Meskipun model ini bukan merupakan teori, namun setidaknya
model ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memahami aspek holistik, yakni
biopsikososiospiritual dalam proses perawatan klien. Selain itu, sunrise model ini
juga dapat digunakan oleh perawat komunitas untuk menilai faktor cultural care
pasien (individu, kelompok, khususnya keluarga) untuk mendapatkan pemahaman
budaya klien secara menyeluruh. Sampai pada akhirnya, klien akan merasa bahwa
perawat tidak hanya melihat penyakit serta kondisi emosional yang dimiliki pasien.
Namun, merawat pasien secara lebih menyeluruh. Adapun, sebelum melakukan
pengkajian terhadap kebutuhan berbasis budaya kepada klien, perawat harus
menyadari dan memahami terlebih dahulu budaya yang dimilki oleh dirinya sendiri.
Jika tidak, maka bisa saja terjadi cultural imposition.
2. Tujuan Teori Madeleine Leininger
Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains
dan pohon keilmuan yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kebudayaan yang spesifik dan universal (Leininger, dalam Ferry Efendi dan
Makhfudli, 2009). Dalam hal ini, kebudayaan yang spesifik merupakan
kebudayaan yang hanya dimiliki oleh kelompok tertentu. Misalnya kebudayaan
Suku Anak Dalam, Suku Batak, Suku Minang. Sedangkan kebudayaan yang
universal adalah kebudayaan yang umumnya dipegang oleh masyarakat secara
luas. Misalnya, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan merupakan perilaku
yang baik, untuk meminimalisir tubuh terkontaminasi oleh mikroorganisme ketika
makan. Dengan mengetahui budaya spesifik dan budaya universal yang dipegang
oleh klien, maka praktik keperawatan dapat dilakukan secara maksimal.
3. Kelebihan Teori Madeleine Leininger
a. Merupakan perspektif teori yang bersifat unik dan kompleks, karena tidak
kaku memandang proses keperawatan. Bahwa kebudayaan klien juga sangat
patut diperhatikan dalam memberikan asuhan.
b. Pengaplikasiannya memaksimalkan teori keperawatan lain, seperti Orem,
Virginia Henderson, dan Neuman.
c. Teori transkultural ini dapat mengarahkan perawat untuk membantu klien
dalam mengambil keputusan, guna meningkatkan kualitas kesehatannya.
d. Mengatasi berbagai permasalahan hambatan budaya yang sering ditemukan
saat melakukan asuhan keperawatan.
4. Kelemahan Teori Madeleine Leininger
Teori ini tidak mempunyai metode spesifik yang mencakup proses asuhan
keperawatan.
5. Penerapan Teori Madeleine Leininger dalam Keperawatan
Dalam bidang riset, teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode
penelitian dalam berbagai budaya, dimana hasil penemuan ini berguna bagi
masyarakat dan para staf profesional untuk mengembangkan teori transcultural
nursing.
Dalam bidang edukasi, Leininger mengembangkan Transcultural Nursing di
bidang kursus dan di sebuah program sekolah perawat. Teori Leininger memberikan
pengaruh yang sangat besar dalam proses pembelajaran keperawatan yang ada di
dunia karena teori ini sangat penting guna menciptakan perawatan profesional yang
peka budaya.
Dalam bidang kolaborasi, teori Leininger ini diterapkan di lingkungan pelayanan
kesehatan ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf kesehatan
yang lainnya. Dalam pemberian perawatan, perawat diharuskan memahami konsep
teori Transcultural Nursing untuk menghindari terjadinya cultural shock atau culture
imposition saat pemberian asuhan keperawatan.
Dalam bidang manajemen, teori Transcultural Nursing bisa diaplikasikan saat
pemberian pelayanan menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh pasien. Hal
ini memungkinkan pasien merasa lebih nyaman, dan lebih dekat dengan pemberi
pelayanan kesehatan.Dalam aspek sehat dan sakit, Leininger menjelaskan hal
tersebut sebagai suatu hal yang sangat bergantung, dan ditentukan oleh budaya,
karena budaya akan mempengaruhi seseorang mengapresiasi keadaan sakit yang
dideritanya.
6. Sehat dan Sakit
Leininger menjelaskan konsep sehat dan sakit sebagai suatu hal yang sangat
bergantung, dan ditentukan oleh budaya. Budaya akan mempengaruhi seseorang
mengapresiasi keadaan sakit yang dideritanya.
Apresiasi terhadap sakit yang ditampilakan dari berbagai wilayah di Indonesia
juga beragam. Contohnya, Si A, yang berasal dari suku Batak mengalami influenza
disertai dengan batuk. Namun, dia masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya
secara normal. Maka dia dikatakan tidak sedang sakit. Karena di Suku Batak,
seseorang dikatakan sakit bila dia sudah tidak mampu untuk menjalankan
aktivitasnya secara normal.
B. PENGKAJIAN BUDAYA
Peran perawat sangat penting dalam transkultural nursing yang menjadi jembatan
antara masyarakat dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan itu sendiri.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:

 Cara I : Mempertahankan budaya


Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
 Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
 Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991)menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Menurut KBBI Pengkajian adalah proses atau cara. Dan menurut beberapa
ahli pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995)
Sedangkan arti kata Budaya menurut KBBI diartikan sebagai pikiran akal
budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa pengertian kebudayaan diturunkan dari
kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola piker manusia. Budaya
merupakan salah satu cara hidup yang terus berkembang dan dimiliki bersama
oleh suatu kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Sedangkan menurut beberapa ahli seperti E. B. Taylor memiliki nama panjang
Edwart Burnett. Ia merupakan ahli antropologi yang berasal dari Inggris. E. B
Taylor juga memiliki pandangan atau pendapat tentang pengertian budaya.
Menurut tokoh antropolog ini, budaya adalah keseluruhan yang meliputi
kesusilaan, kesenian, kepercayaan, adat istiadat serta kebiasaan dan kesanggupan.
Hal ini terjadi disebabkan oleh berbagai hal yang di pelajari oleh masyarakat.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengkajian budaya adalah
mengumpulkan informasi pasien untuk mengenali masalah dan kebutuhan pasien
sesuai dengan latar belakang budaya yang meliputi adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan dan sebagainya secara keseluruhan. Atau Pengkajian Budaya adalah
proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model"
yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat
untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi
yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh
jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
 jangan menggunakan asumsi
 jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal: orang padang pelit, orang
jawa halus
 menerima dan memahami metode komunikasi
 menghargai perbedaan individual
 mengahargai kebutuhan personal dari setiap individu
 tidak beleh membeda-bedakan keyakinan klien
 menyediakn ptivacy terkait kebutuhan pribadi
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
a. Cultural care preservation/maintenance/ Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien
dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation /Negosiasi budaya


Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik

c. Cultual care repartening/reconstruction /Restrukturisasi budaya


Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang
dianut.
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing


melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien
amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien
yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transcultural dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latarbelakang budaya klien.
KASUS: KEHILANGAN

Dosen Pengampu:

Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep

Disusun oleh :

Tsilmi Adhari 1710711069

Ani Lestari 1810711001

Pricilia Dewi Sulistyawati 1810711006

Anisa Kirana Putri 1810711010

Lutfi Riskyta Istiomah `1810711014

Alda Amatus Syahidah 1810711028

Dinda Nur Aliya 1810711029

Nurul Septianti 1810711060

Vernanda Erlina Vebyana 1810711108


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN
2019

Kasus: Kehilangan
Seorang wanita berusia 22 tahun di ranap RS Bahagia post natal 1 hari, rujukan dari
melahirkan di bidan pukul 22.00 WIB dengan usia kehamilan 40 minggu. Kehamilan
yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami istri. Mulai merasakan mulas sejak
pukul 12.00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak paraji(indung beurang).
Pukul 04.00 klien merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluannya, berwarna
bening, oleh indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara diurut
dari bagian atas perut, minum air kelapa muda tetapi ternyata bayi tidak mau keluar.
Setelah klien kecapaian dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan oleh indung
beurang klien dibawa ke puskesmas yang berjarak 50 km 1 jam perjalanan
menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien. Setelah dirangsang bayi keluar pukul
22.00 di puskesmas. Klien dirawat karena pingsan setelah klien mengetahui bahwa
anak yang dilahirkannya meninggal dunia. Perawat melakukan pengkajian setelah
klien sadar, didapatkan data bahwa klien sering menangis sambil mengatakan
“seandainya saya melahirkan pada pagi hari atau siang hari, pasti anakku masih
hidup....” Kemudian perawat mengkaji proses kehilangan yang tengah dialami oleh
klien. Klien mengatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal
gaib. Klien percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan
hilang dibawa gendolwewe atau kalongwewe. Biasanya bayi tersebut akan  dibawa
selepas maghrib, karena menurut keluarga klien bayi masih berbau amis dan mahluk
gaib sangat menyukai hal-hal yang berbau amis. Bayi tersebut biasanya digunakan
tumbal oleh orang-orang yang memuja ingin awet muda. Biasanya bagi keluarga
yang baru saja memiliki bayi akan menggunakan tradisi “meutingan” yaitu tradisi
menginap di rumah keluarga yang baru saja melahirkan. Suku Sunda menurut klien
biasanya ngaos (membaca ayat-ayat suci Al Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang
dimulai selepas maghrib sampai dengan Isya. Suku Sunda percaya dengan cara
tersebut bayi yang baru saja lahir tidak akan hilang.
1. Apa saja peran perawat sesuai implikasi kasus diatas?
2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap kasus
diatas!
3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa
faktor yang penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?
4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan
minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas!
5. Tuliskan intervensi dari diagnosa utama yang telah ditegakkan!
1. Apa saja peran perawat sesuai implikasi kasus diatas?
1. Care giver 
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : melakukan
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang benar, menegakkan
diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi
keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah
atau cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.
Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang
meliputi intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan
menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan.
2. Counsellor
interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan
kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga
dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan
kepada individu/keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan
penglaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan,
mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.
3. Educator
Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya
malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan
medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab
terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat
memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi,
kadar kesehatan, dan lain sebagainya.
4. Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan
rencan maupun pelaksanaan asuhan keperawtan guna memenuhi kebutuhan
kesehatan klien.
5. Change agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap,
bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat.
Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam
berhubungan dengan klien dan cara memberikan keperawatan kepada klien
6. Consultan
Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan
dengan kondisi spesifik lain. Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan
yang ada di masyarakat, maka perawat dalam menjalankan perannya harus dapat
memahami tahapan pengembangan kompetensi budaya

2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap kasus
diatas!
 Tipe kehilangan 
1. Actual Loss 
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan.  Contoh : kehilangan
anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga. 
2. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan
yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien
(anggota) menderita sakit terminal.
 Kategori kehilangan
1. Kehilangan orang terdekat 
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau
atlet yang telah terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang
muda. Riset telah menunjukkan bahwa banyak hewan peliharaan sebagai
orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah,
melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.

 Faktor yang mempengaruhi 


1. Usia 
 Masa Dewasa Awal dan Pertengahan
Seiring dengan pertumbuhan seseorang,mereka mengalami kehilangan
sebagai bagian dari perkembangan normal. Misalnya,pada usia paruh baya
yang kehilangan orang tua akibat kematian tampak lebih normal terjadi
dibandingkan kematian orang yang lebih muda. Koping terhadap kematian
orang tua yang telah lansia bahkan dianggap sebagai tugas perkembangan
yang penting bagi orang dewasa paruh baya. Dewasa paruh baya dapat
mengalami kehilangan selain kematian. Misalnya, kehilangan akibat
gangguan kesehatan atau gangguan fungsi tubuh dan kehilangan berbagai
fungsi peran dapat dirasakan sulit bagi dewasa paruh baya. Bagaimana
dewasa paruh baya berespons terhadap kehilangan seperti itu sangat
dipengaruhi oleh pengalaman kehilangan sebelumnya,harga diri
individu,dan kekuatan serta ketersediaan dukungan.
2. Makna Kehilangan
Makna kehilangan bergantung pada persepsi orang yang mengalami
kehilangan. Sesorang dapat meglamai rasa kehilangan yang besar karena
perceraian; sementara orang lain mungkin hanya menganggapnya sebagai
gangguan ringan. Sejumlah faktor yang memengaruhi makna kehilangan
antara lain :
 Makna orang ,objek,atau fungsi yang hilang
 Derajat perubahan yang harus dilakukan karena kehilangan
 Keyakinan dan nilai seseorang
3. Budaya
Budaya memengaruhi reaksi individu terhadap kehilangan. Cara
mengungkapkan duka cita kerap ditentukan oleh kebiasaan budaya.
Kecuali terdapat struktur keluarga besar,berduka dihadapi oleh keluarga
inti. Kematian anggota keluarga dalam keluarga inti bisa meninggalkan
kehampaan yang besar karena sedikit individu yang sama mengisi
sebagian besar peran. Dalam budaya yang beberapa generasi dan anggota
keluarga besar tinggal di rumah yang sama atau dekat secara fisik,dampak
kematian anggota keluarga dapat diredam karena peran orang yang
meninggal diisi dengan cepat oleh kerabat yang lain.
4. Keyakian Spiritual
Keyakinan dan praktik spiritual sangat memengaruhi reaksi seseorang
terhadap kehilangan dan perilaku yang ditimbulkannya. Sebagian besar
kelompok agama memiliki kebiasaan yang berhubungan dengan
menjelang ajal dan sering kali sangat penting bagi klien dan orang
pendukung. Untuk memberikan dukungan pada saat kematian,perawat
perlu memahami keyakinan dan praktik tertentu klien.
5. Jenis kelamin
Pria sering kali diharapkan untuk “bersikap kuat” dan tidak banyak
menunjukkan emosi selama berduka,sementara wanita diperbolehkan
menunjukkan rasa berduka dengan menangis. Sering kali saat seorang istri
meninggal,suami yang merupakan orang yang paling berduka diharap
dapat menekan emosinya dan menenangkan anak laki-laki dan
perempuannya saat berduka.
6. Penyebab Kehilangan atau Kematian
Pandangan individu dan masyarakat mengenau penyebab kehilangan atau
kematian dapat secara bermakna memengaruhi respons berduka. Beberapa
penyakit dianggap “bersih”,seperti penyakit kardiovaskular dan memuculkan
rasa haru,sementara penyakit lain mungkin dianggap menjijikkan dan bencana.
Kehilangan atau kematian diluar kendali orang yang terlibat mungkin lebih
diterima dibandingkan kehilangan atau kematian yang dapat dicegah,seperti
kecelakaan kendaraan bermotor karena pengemudi yang mabuk. Cedera atau
kematian yang terjadi selama kegiatan yang terhormat, seperti “saat menjalankan
tugas” dianggap terhormat,sementara yang terjadi selama kegiatan terlarang
mungkin dianggap sebagai kejadian yang patut diterima oleh individu tersebut.

3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa


faktor yang penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?

PENGKAJIAN KEPERAWATAN BERDASARKAN  TEORI SUNRISE


LEININGER
Faktor Teknologi
Klien berharap agar dapat melahirkan di emak paraji (indung beurang). Pada saat
proses melahirkan klien merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluannya,
berwarna bening, oleh indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara
diurut dari bagian atas perut, minum air kelapa muda tetapi ternyata bayi tidak mau
keluar. Klien merasakan kecapaian dan tidak kuat lagi untuk mengejan oleh indung
beurang klien di bawa ke puskemas yang berjarak 50 km (1 jam perjalanan dengan
menggunakan ojek) dari tempat ditinggal. Pukul 22.00 klien terpaksa harus
dirangsang untuk mengeluarkan bayinya di puskesmas.
Faktor Agama Dan Falsafah Hidup
Klien mengatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal gaib. Klien
percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan hilang
dibawa gendolwewe atau kalongwewe. Biasanya bayi tersebut akan dibawa selepas
maghrib, karena menurut keluarga klien bayi masih berbau amis dan mahluk gaib
sangat menyukai hal-hal yang berbau amis. Bayi tersebut biasanya digunakan tumbal
oleh orang-orang yang memuja ingin awet muda.
Faktor Sosial Dan Keterikatan Keluarga
Biasanya bagi keluarga yang baru saja memiliki bayi akan menggunakan tradisi
“meutingan” yaitu tradisi menginap di rumah keluarga yang baru saja melahirkan. 
Faktor Nilai-Nilai Budaya dan Gaya Hidup

 Bahasa yang digunakan adalah bahasa sunda.


 “Klien percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya
akan hilang dibawa gendolwewe atau kalongwewe. Biasanya bayi tersebut
akan dibawa selepas maghrib, karena menurut keluarga klien bayi masih
berbau amis dan mahluk gaib sangat menyukai hal-hal yang berbau mis. Bayi
tersebut biasanya digunakan tumbal oleh orang-orang yang memuja ingin
awet muda”. Pada kasus tersebut klien menganggap bahwa bayinya
hilang/meninggal karena diambil oleh gendolwewe atau kalongwewe
dikarenakan lamanya perjalan dari rumah ke Puskesmas.
 “biasanya bagi keluarga yang baru saja memiliki bayi akan menggunakan
tradisi ‘meutingan’ yaitu tradisi menginap di rumah keluarga yang baru saja
melahirkan”. Pada kasus tersebut dalam tradisi sunda ada tradisi meutingan
pada keluarga yang baru memiliki bayi.
 “Suku sunda menurut klien biasanya ngaos (membaca ayat-ayat suci Al-
Qur’an) selama 7 hari 7 malamyang dimulai sejak selepas maghrib sampai
dengan isya. Suku sunda percaya dengan cara tersebut bayi yang baru saja
lahir tidak akan hilang.” Pada kasus tersebut ada tradisi ngaos selepas magrib
yang bertujuan untuk menjaga bayi yang baru lahir dari mahluk halus.
Faktor Kebijakan dan Peraturan yang Berlaku
“Berharap dapat melahirkan di emak paraji (indung beurang)”. Indung beurang
adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Pada saat proses
kehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut diwajibkan untuk berobat
hanya pada indung beurang, bila berobat ke petugas kesehatan meskipun dekat akan
dikucilkan oleh warga setempat. Selama 7 hari setelah bayi lahir, indung beurang
akan datang setiap hari ke rumah bayi untuk memandikan bayi, mengurut bayi dan 
merawat tali pusat bayi.
Faktor Ekonomi
Klien tampak berasal dari keluarga yang menengah ke bawah dikarenakan pada
proses jalan dari rumah ke puskesmas menggunakan ojek, padahal saat itu klien
meringis kesakitan. Dalam kasus klien hanya diantar naik ojek dan tidak diantar oleh
suami.
Faktor Pendidikan
Terlihat pendidikan klien rendah dikarenakan klien dengan kehamilan kedua
seharusnya mengetahui bahwa melahirkan dengan cara diurut dari bagian atas perut
dapat beresiko tinggi terhadap keselamatan dirinya dan bayinya. Apabila klien
memiliki pendidikan yang tinggi, maka selain ke emak paraji beliau juga seharusnya
tetap memeriksa kandungannya di Puskesmas/pelayanan kesehatan lainnya, sehingga
tidak hanya berharap penuh ke emak paraji saja.
Faktor Yang Penting Diperhatikan Perawat Dari Kasus Di Atas
Faktor yang penting di kasus ini adalah agama dan budaya karena yang paling
ditekankan di dalam kasus ini adalah proses kehilangan bayinya. Klien tersebut
mengatakan beragama islam tetapi masih percaya akan ilmu sihir dan hal-hal yang
gaib. Padahal di dalam agama islam tidak mempercayai ilmu sihir karena dalam
ajaran agama islam sendiri tidak di perbolehkan untuk mempercayai ilmu sihir. 
Klien mempercayai bahwa bayinya yang hilang dibawa oleh gendolwewe atau
kalongwewe karena bayinya teralu lama dalam perjalanan menuju ke puskesmas
pada malam hari. Menurut kepercayaan klien biasanya bayi tersebut dibawa selepas
maghrib karena bayi masih berbau amis sehingga mahkluk gaib sangat menyukai
hal-hal yang berbau amis. Biasanya bayi tersebut digunakan untuk tumbal oleh
orang-orang yang memuja ingin awet muda.

4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan
minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas!

ANALISA DATA

Nama Klien / Umur      : Ny. X / 22 Tahun


No. Tempat tidur          : -
Ruang / RS                   : - / RS Bahagia

No Data Masalah Etiologi


.
1. Ds :  Dukacita -gangguan
1. Klien mengatakan merasa letih terganggu emosional
2. Klien mengatakan tidak percaya -kurang
atas kehilangan anaknya dukungan
3. Klien mengatakan tidak menerima social
kematian anaknya

Do :
1. Klien terlihat berbicara dengan
nada marah
2. Klien terlihat sering menangis
3. Klien terlihat menyalahkan diri
sendiri
4. Klien terlihat syok
2.  Ds :  Distress -kehilangan
1. Klien mengatakan tidak percaya spiritual
atas kehilangan anaknya
2. Klien mengatakan tidak menerima
kematian anaknya
3. Klien mengatakan anaknya masih
hidup jika tidak lahir malam hari
4. Klien mengatakan percaya ilmu
sihir dan hal gaib berdasarkan
budaya klien. 

Do :
1. Klien terlihat berbicara dengan
nada marah
2. Klien terlihat sering menangis
3. Klien terlihat menyalahkan diri
sendiri
4. Klien terlihat syok

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Klien / Umur      : Ny. X / 22 Tahun


No. Tempat tidur          : -
Ruang / RS                   : - / RS Bahagia
No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Paraf
. (P & E) di Teratasi &
Temukan Nama
Jelas
1. Dukacita terganggu berhubungan 25 / 10 / 27/10/2019
dengan gangguan emosional dan 2019
kurang dukungan sosial ditandai
dengan : syok, marah, tidak yakin,
keletihan, tidak percaya, tidak
menerima, ingatan menyedihkan yang
menetap, dan menyalahkan diri sendiri

2.  Distress spiritual berhubungan dengan 25/ 10 / 28/10/2019


kehilangan yang ditandai dengan 2019
ketidakmampuan memaafkan dan
konflik budaya

5. Tuliskan intervensi dari diagnosa utama yang telah ditegakkan!


INTERVENSI KEPERAWATAN

Tg Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional Para


l Kriteria Tindakan f
Hasil
1. Dukacit Setelah 1. Dukung a. Dukunga
a terganggu dilakukan an keluarga n
berhubunga intervensi a. Beritahu keluarga
n dengan keperawatan keluarga sangat
gangguan 1x24 jam, untuk penting
emosional duka cita tetap untuk
dan kurang terganggu menyem menurun
dukungan teratasi angati kan
sosial dengan klien stress
kriteria hasil: b. Anjurka pada ibu
1. Duku n pasca
ngan kepada melahirk
social klien an
2. Resol untuk b. Kegiatan
usi mwngik atau
bersalah uti organisas
kegiatan i mampu
diluar membuat
rumah psikis
c. Anjurka manusia
n pada menjadi
klien lebih
untuk baik
melakuk karna
an adanya
senam dukunga
nifas n dari
2. Fasilitas orang
i proses luar
berduka; c. Senam
kemtian nifas
perinatal mampu
a. Beritahu meminim
pada alisir rasa
pasien sakit
tentang pada
kematia pasca
n melahirk
perinatal an
b. Anjurka
n pada
psien
untuk
melakuk
an hal
yang ia
sukai
c. Anjurka
n pada
pasien
untuk
tidak
larut
dalam
kesediha
n
KASUS 3 : KECEMASAN
PSIKOSOSIAL BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Psikososial budaya

Dosen Pengampu: Ns. Sang Ayu Adyani, M.Kep

Disusun oleh:
Retno Arum Sari 1810711002
Dinda Noviyanti 1810711007
Rahmawati Eka Yulistyani 1810711020
Cintami Nida Fajriani 1810711041
Anindita Putri Suwarno 1810711042
Rifda Camila 1810711045
Mella Mahardika 1810711052
Widhi Nurfadillah 1810711094
Rahmadia 1810711107

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
1. Kasus 3: Kecemasan
Seorang wanita berusia 38 tahun dirawat di RSU dengan diagnosa Ca
mammae dan sedang mempersiapkkan operasi mastektomi. Klien mengeluh
mengeluh adanya benjolan atau ulkus pada mammae dan kadang-kadang
timbul nyeri serta perasaan takut atau cemas. Ketika diobservasi, perawat
mendapatkan data bahwa klien sering bertanya tentang penyakitnya, berpikir
kalau saja nanti operasinya tidak berhasil atau bagaimana kalau ia menolak
saja untuk dioperasi karena kemungkinan sembuh kecil sekali. Klien bicara
cepat, gemetar dan sulit konsentrasi. Klien juga mengeluhkan kalau ia tidak
bisa tidur menjelang operasinya, menolak makan, selalu mimpi buruk. Klien
tidak menyangka jika ia akan menderita kanker, karena sebelumnya tidak
pernah menderita penyakit berat.
Pertanyaan :
1. Apa saja peran perawat sesuai implikasi kasus diatas?
2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap
kasus diatas!
3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa
faktor yang penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?
4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan
minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas!
5. Tuliskan intervensi dari diagnosa utama yang telah ditegakkan!
B. PEMBAHASAN KASUS

1. Peran Perawat
 Konselor
Konselor yaitu orang yang memerlukan konseling terhadap masalah yang
dialami untuk mengambil keputusan yang dianggap terbaik bagi dirinya.
Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien
dengan petugas kesehatan (perawat) yang bertujuan memberikan bantuan
mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan. Konseling adalah
proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan
psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan
seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.

Peran perawat :
 Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap
keadaan sehat sakitnya.
 Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam
merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya
 Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada
individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman
kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
 Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan

 Educator
Pendidik, perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien
dan keluarga agar klien dan keluarga melakukan program asuhan
kesehatan keluarga terkait dengan kebutuhan keamanan secara mandiri,
dan bertanggung jawab terhadap masalah keamanan keluarga. Tujuan
utama dari pembangunan kesehatan adalah membantu individu, keluarga
dan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat sehingga dapat memenuhi
kebuthan hidupnya secara mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut
perawat harus mendidik keluarga agar berperilaku sehat dan selalu
memberikan contoh yang positif tentang kesehatan.

 Motivator
Apabila keluarga telah mengetahui, dan mencoba melaksanakan perilaku
positf dalam kesehatan, harus terus didorong agar konsisten dan lebih
berkembang. Dalam hal inilah perawat berperan sebagai motivator.

 Kolaborator
Kolaborasi, perawat juga harus bekerja sama dengan lintas program
maupun secara lintas sektoral dalam pemenuhan kebutuhan keamanan
keluarga untuk mencapai kesehatan dan keamanan keluarga yang
optimal. Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan
rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap
kesehatan keluarga yang optimal

 Fasilitator
Perawat harus mampu menjembatani dengan baik terhadap pemenuhan
kebutuhan keamanan klien dan keluarga sehingga faktor risiko dalam
ketidakpemenuhan kebutuhan keamanan dapat diatasi. Membantu
keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat
kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik,
maka perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan
(sistem rujukan, dana sehat, dll)

 Manajanemen Kasus
Merupakan suatu penghubung antara pasien dengan jasa pelayanan yang
menyediakan kebutuhan pasien untuk pelayanan yang berkelanjutan.
Manajemen kasus ini merujuk kepada suatu proses atau metoda yang
menjamin agar pasien mendapat pelayanan yang dibuthkannya secara
terkoordinasi, efektif dan efisien. Manajemen kasus adalah alat untuk
mempertahankan dan menjaga kontrak pasien dengan pusat pelayanan,
mengurangi frekuensi dan lamanya perawatan di Rumah Sakit sehingga
biaya yang dikeluarkan berkurang, serta memperbaiki hasil khususnya
fungsi sosial dan kualitas hidup.

2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap kasus
diatas!
Aplikasi konsep teori dari kasus diatas mengenai konsep stress adaptasi.
Pada kasus diatas pasien mengalami stress karena di diagnosa Ca mammae
(kanker payudara). Pasien merasa takut atau cemas dengan operasi
mastektomi karena pasien berpikir jika operasinya tidak berhasil dan
kemungkinan sembuh kecil sekali. Pasien juga mengeluh tidak bisa tidur
menjelang operasi , menolak makan, dan selalu mimpi buruk. Pasien
merasakan stress karena sebelumnya tidak pernah menderita penyakit yang
berat.
1) Konsep Stress
Stress adalah suatu kondisi ketika individu berespons terhadap
perubahan dalam status keseimbangan normal. Stresor adalah setiap
kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu mengalami stress.
A. Sumber Stress
Secara luas sumber stress diklasifikasikan sebagai stresor internal
dan eksternal, atau stresor perkembangan dan situasional. Dari kasus
diatas sumber stress yang dialami pasien yaitu stresor internal berasal
dari dalam diri seseorang dan stresor situasional karena pasien di
diagnosa Ca mammae (kanker payudara).
B. Pengaruh Stress
Stress dapat memiliki konsekuensi fisik, emosi, intelektual,
sosial, dan spiritual. Biasanya efek tersebut terjadi bersamaan karena
stress memengaruhi seseorang secara keseluruhan. Secara fisik, stress
dapat mengancam homeostasis fisiologis seseorang. Pada kasus ini
pengaruh fisik yang dialami pasien yaitu tidak bisa tidur dan tidak
mau makan yang akan membuat pasien kekurangan nutrisi. Secara
emosi, stress dapat menimbulkan perasaan negatif atau nonkonstruktif
terhadap diri sendiri. Pada kasus ini pengaruh emosi yang dialami
pasien yaitu pasien berpikir jika nanti operasinya tidak berhasil
sehingga membuat pasien menjadi takut dan cemas. Secara
intelektual, stress dapat memengaruhi persepsi dan kemampuan
seseorang dalam memecahkan masalah. Pada kasus ini pengaruh
intelektual yang dialami pasien yaitu pasien berpikir untuk menolak
operasinya karena kemungkinan sembuh kecil sekali. Secara sosial,
stress dapat mengubah hubungan sesorang dengan orang lain. Secara
spiritual, stress dapat mengancam keyakinan dan nilai seseorang.

2) Faktor Pemicu Stress


A. Stresor fisik-biologik
Seperti: penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau
kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak
cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal
(seperti: terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk). Pada kasus
diatas stresor fisik-biologik yang dialami pasien adalah penyakit
Ca mammae (kanker payudara) yang sulit disembuhkan. Dan juga
cacat fisik atau kurang berfungsinya anggota tubuh akibat operasi
mastektomi.
B. Stresor psikologik
Seperti: negatif thinking atau berburuk sangka, frustasi
(kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan),
hasud (iri hati atau dendam), sikap permusuhan, perasaan
cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang diluar kemampuan.
Pada kasus diatas stresor psikologik yang dialami pasien adalah
negatif thinking terhadap operasi mastektomi yang menyebabkan
pasien memiliki fikiran jika saja opersainya tidak berhasil dan
bahkan pasien ingin menolak untuk dioperasi.
3) Indikator Stress
Indikator stress yang dialami pasien adalah takut akan
penyakit Ca mammae yang dideritanya dan juga takut jika operasi
yang akan dilakukannya gagal. Takut merupakan perasaan yang
timbul karena adanya suatu sinyal yang menandakan akan adanya
bahaya yang akan datang atau sudah terjadi. Hal yang membuat rasa
takut seseorang muncul bisa dari realita yang terjadi atau mungkin
tidak.

3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa


faktor yang
penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?
Pengkajian Keperawatan Berdasarkan Teori Sunrise Leininger

Pengkajian  dirancang  berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Leininger’s Sunrise


models” dalam teori keperawatan transkultural Leininger yaitu :

a) Faktor Teknologi (Technological Factors)


Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih
atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat
perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
 Dalam kasus diatas, persepsi klien bahwa kanker mammae ini adalah
penyakit yang berat dan kemungkinan untuk sembuhnya sangat kecil,
klien memilih pengobatan yaitu operasi mastektomi untuk
menyembuhkan penyakit kanker mammae yang ia alami.

b) Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical Factors)


Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi
yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat
kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama
yang dianut, status pernikahan, kebiasaan agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai
konsep diri yang utuh.
 Di dalam kasus tidak disebutkan status pernikahan klien, tetapi
kemungkinan klien sudah menikah karena usianya yang sudah memasuki
38 tahun, cara pengobatan yang dipilih klien adalah operasi mastektomi.

c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)


Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap
dan nama panggilan dalam keluarga, umur dan tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga,
hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh
keluarga.
 Dalam kasus diatas klien merupakan seorang wanita berusia 38 tahun,
kemungkinan klien sudah menikah namun dalam kasus tidak disebutkan
nama lengkap klien.

d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)


Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapka noleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup
adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit,
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, kebiasaan membersihkan
diri, serta sarana hiburan yang dimanfaatkan.
 Klien mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur menjelang operasinya,
menolak makan, dan selalu mimpi buruk. Hal ini menunjukkan adanya
perubahan gaya hidup ketika klien ingin operasi.
 Dalam kasus usia klien masih produktif untuk bekerja sehingga dapat
menjadi penyebab klien memiliki gaya hidup buruk .

e) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factor).
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan
transkultural (Andrew & Boyle, 1995). Hal yang perlu dikaji seperti jam
berkunjung, pasien harus memakai baju seragam, jumlah keluarga yang boleh
menunggu, hak dan kewajiban pasien, cara pembayaran untuk pasien yang
dirawat.
 Ketika diobservasi, perawat mendapatkan data bahwa klien sering
bertanya tentang penyakitnya, berpikir kalau saja nanti operasinya tidak
berhasil atau bagaimana kalau ia menolak saja untuk dioperasi karena
kemungkinan sembuh kecil sekali.

f) Faktor ekonomi (economical factors).


Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai rumah sakit agar cepat sembuh . Faktor ekonomi yang
perlu dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan pasien, sumber biaya
pengobatan , kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan.
 Dalam kasus diatas pasien masih berusia 38 tahun diperkirakan klien masih
produktif untuk bekerja sehingga tidak menjaga pola hidup dengan baik dan
menyebabkan klien mengalami Ca Mamae.

g) Faktor pendidikan (educational factors).


Latar belakang pendidikan klen adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klienbiasanya di dukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional individu
tersebut dapat beradaptasi dengan budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan pasien meliputi
tingkat pendidikan pasien dan keluarga, serta jenis pendidikannnya.
 Dalam kasus ini pasien sama sekali tidak mengetahui informasi apapun
terkait dengan penyakitnya, dibuktikan dengan keingintahuan pasien selalu
bertanya kepada perawat tentang penyakitnya, mengapa hal tersebut terjadi
kepada dirinya.
 Klien mengatakan tidak pernah pernah mempunyai penyakit berat apalagi
kanker mamae dengan tidak ada pengalaman penyakit tersebut sehingga
pasien tidak tau apa yang harus dilakukan untuk mengurangi nyeri sehingga
rasa cemasnya bertambah atau tidak terkontrol.

4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan
minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas!

DATA FOKUS
No Data Subjektif Data Objektif
1. - Klien megeluh adanya - Klien terlihat sering
benjolan atau ulkus pada menanyakan tentang
mammae penyakitnya
- Klien meneluh nyeri - Klien sering berfikiran buruk
tentang hasil operasi yang
- Klien mengeluh sering takut akan dijalaninya
- Klien mengeluh cemas - Klien bicara cepat
- Mengeluh tidak bisa tidur - Klien terlihat gemetar
menjelang operasinya
- Klien terlihat sulit
- Klien mengeluh selalu konsentrasi
mimpi buruk
Data tambahan: - Klien menolak makan
- klien mengatakan skala
nyerinya 8 dari 10.
Data tambahan :
- terlihat ekspresi kesakitan
dari wajah klien
-

A. ANALISA DATA
NO DATA DIAGNOSA ETIOLOGI
.
1. DATA SUBJEKTIF : Nyeri akut Agens cedera
- Klien megeluh adanya (domain 12, kelas 1, biologis,
benjolan atau ulkus pada 00132) Benjolan atau ulkus
mammae pada mamae
- Klien meneluh nyeri

DATA OBJEKTIF :
- Klien terlihat sulit
konsentrasi
- Klien menolak makan

Data tambahan
- klien mengatakan skala
nyerinya 8 dari 10
- terlihat ekspresi kesakitan
dari wajah klien

2. DATA SUBJEKTIF : ansietas Stressor


- Klien mengeluh sering (Domain 9 , kelas 2, Ancaman pada
takut 00146) status terkini
- Klien mengeluh cemas
- Mengeluh tidak bisa tidur
menjelang operasinya
- Klien mengeluh selalu
mimpi buruk

DATA OBJEKTIF :
- Klien terlihat sering
menanyakan tentang
penyakitnya
- Klien sering berfikiran
buruk tentang hasil operasi
yang akan dijalaninya
- Klien bicara cepat
- Klien terlihat gemetar
- Klien terlihat sulit
konsentrasi
- Klien menolak makan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Paraf &


( P&E) Ditemukan Teratasi Nama jelas
1. Nyeri akut b.d agens 29 oktober 30 Oktober
cidera biologis d.d 2019 2019
perubahan selera makan,
perilaku ekspresif nyeri,
ekspresi wajah nyeri,
fokus menyempit, keluhan
sekala nyeri 8 dari 10.
2. Ansietas b.d stressor dan 29 Oktober 30 Oktober
ancaman pada status 2019 2019
terkini ditandai dengan
sulit konsentrasi, tremor
,berbicara cepat,dan
gangguan pola tidur

5. Tuliskan intervensi dari diagnosa utama yang telah ditegakkan!


No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional
Hasil
1. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (Bagian 1. Mengetahui
tindakan keperawatan Tiga, Hlm. 198-199, 1400): lokasi nyeri,
1x24 jam, Nyeri akut b.d. 1. Lakukan pengkajian karakteristik
agens cidera biologis d.d nyeri komprehensif nyeri, durasi,
perubahan selera makan, yang meliputi lokasi, frekuensi,
ekspresi wajah nyeri, karakteristik, kualitas hingga
fokus menyempit, onset/durasi, frekuensi, faktor
keluhan skala nyeri 8 kualitas, intensitas atau munculnya
dari 10 beratnya nyeri dan nyeri.
Nyeri, akut (Bagian
faktor pencetus. 2. Agar pasien
Tiga, Hlm.384, 1843):
2. Berikan informasi mengetahui
Diharapkan nyeri yang
dirasakan dapat mengenai nyeri, seperti nyeri seperti
berkurang dengan penyebab nyeri, berapa apa dan dapat
kriteria hasil: lama nyeri akan mengatasinya.
 Tanda dan gejala dirasakan, dan 3. Agar pasien
nyeri antisipasi dari paham cara
dipertahankan ketidaknyamanan mengurangi
pada tingkat tidak akibat prosedur. nyeri.
ada pengetahuan 3. Ajarkan metode 4. Agar nyeri yang
(1) ditingkatkan farmakologi untuk dirasakan
pengetahuan menurunkan nyeri pasien dapat
sedang (3) 4. Dorong pasien untuk berkurang
 Strategi untuk menggunakan obat- 5. Agar nyeri yang
mengontrol nyeri obatan penurun nyeri dirasakan
dipertahankan yang adekuat pasien dapat
pada tingkat tidak 5. Gunakan tindakan berkurang.
ada pengetahuan pengontrol nyeri 6. Untuk
(1) ditingkatkan sebelum nyeri mengetahui
pengetahuan bertambah berat. perkembangan
sedang (3) 6. Dorong pasien untuk kondisi pasien.
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat.

Manajemen Nutrisi (Bagian


Tiga, Hlm. 197, 1100):
1. Beri obat-obatan
Nafsu Makan (Bagian sebelum makan
Tiga, Hlm. 319, 1014): (misalnya, penghilang 1. Untuk
Diharapkan Diharapkan rasa sakit, antiemetik), menghilangkan
Nutrisi yang didapatkan rasa nyeri
jika diperlukan
tercukupi dengan kriteria sebelum makan
2. Tentukan apa yang
hasil: 2. Agar keinginan
menjadi preferensi
 Hasrat/keinginan pasien untuk
makanan bagi pasien
untuk makan makan dapat
3. Bantu pasien dalam
dipertahankan meningkat
menentukan
pada tingkat 3. Agar nutrisi
pedoman/piramida
banyak terganggu pasien
makanan yang paling
(2) ditingkatkan tercukupi
cocok dalam
sedikit 4. Untuk memberi
memenuhi kebutuhan
terganggu(4) kenyamanan
nutrisi dan preferensi
 Intake makanan pasien saat
(misalnya piramida
dipertahankan makan
makanan vegetarian,
pada tingkat
piramida panduan
banyak terganggu
makanan, dan piramida
(2) ditingkatkan
makanan untuk lanjut
sedikit
usia lebih dari 70)
terganggu(4)
4. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan
(misalnya bersih,
berventilasi, santai, dan
bebas dari bau yang
menyengat)
2. Ansietas b.d stressor dan Pengurangan kecemasan 6. Untuk
ancaman pada status (bagian Tiga, membantu
terkini ditandai dengan Hlm.319,5820) : penanganan
sulit konsentrasi, 1. Gunakan pendekatan ansietas
tremor ,berbicara yang tenang dan 7. Untuk pasien
cepat,dan gangguan pola meyakinkan dapat
tidur 2. Berikan objek yang mengurangi rasa
Tingkat kecemasan menunjukan perasaan kecemasan
(bagian Tiga, Hlm.572, aman 8. Menghindari
1211) : 3. Berikan aktivitas terjadinya
Diharapkan ansietas yang pengganti yang ansietas
dirasakan dapat bertujuan untuk 9. Untuk
berkurang dengan mengurangi tekanan mengetahui
kriteria hasil : 4. Kontrol stimulus untuk perkembangan
 Tidak dapat kebutuhan klien secara kondisi pasien.
beristirahat tepat 10. Agar pasien
dipertahankan 5. Berikan informasi mengetahui
pada tingkat faktual terkait rasa kecemasan
cukup berat (2) diagnosis, perawatan seperti apa dan
ditingkatkan ke dan prognosis dapat
sedang (3) mengatasinya.
 Kesulitan
berkonsentrasi
dipertahankan Dapat dilakukan dengan :
pada tingkat (2) 1. Pemberian obat
ditingkatkan ke antidepresan gol SSRI
sedang (3) 2. Pemberian obat
penenang gol
kolaborator mengenai benzodiazepine 1. Di minggu awal
obat penghilang cemas (alprazolam, clobazam, obat ini belum
 Obat-obatan diazepam/lorazepam bekerja secara
 psikoterapi Jenis-jenis terapi : optimal
1. Terapi perilaku 2. Jika tidak ada
kognitif, dimana dapat perubahan
menelaah kaitan antara maka dokter
pola pikir dan akan
kepercayaan seseorang menambahkan
2. Terapi psikoanalitik, dosis
dimana dapat membuat
pasien mengatakan
1. Pasien mampu
apapun yang ada dalam
mengenali pola
pikirannya
3. Terapi kognitif analitik, pikir negative,
gabungan antara terapi mengevaluasi
psikoanalitik dan terapi kebenarannya
perilaku kognitif dan berpikir
4. Terapi humanistik, positif.
pasien berfikir positif 2. Pasien mampu
terhadap dirinya mengatasi
5. Terapi sistemik, perasaannya
melibatkan anggota secara lebih
keluarga lainnya, agar baik dengan
dapat mengatasi mengungkapkan
masalah bersama pengalaman
yang pernah
dilaluinya.
3. Pasien dapat
mengetahui
penyebab
masalah yang
terkait dari
dirinya.
4. Meningkatkan
kesadaran
dalam
menghargai diri
sendiri.
5. Mengingat
keluarga
penompang
yang baik untuk
membantu
pemulihan.
KASUS 4 : Budaya 1

Dosen Pengampu:
Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep

Disusun oleh :
Suci Meliyani 1810711008
Anjani Dara Narulita 1810711010
Ega Rakha Alvita Deli 1810711012
Fatimah Az-Zahra 1810711016
Afifah Afriana 1810711017
Nur Fitria Firliani Pardi 1810711035
Rizcha Aristiara 1810711049
Zihan Evrianti Susanto 1810711096
Dina krismayanti 1810711103

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN

2019
Kasus 4 : Budaya 1
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun berasal dari Suku Karo. Saat ini klien
dirawat di ruang perawatan bedah dengan diagnosa fraktur sejak 4 hari
lalu setelah mengalami kecelakaan karena klien jatuh dari pohon yang
dikeramatkan di desanya, kemudian menurut kepercayaan orang sekitar klien
terjatuh akibat didorong oleh penunggu pohon keramat tersebut. Saat dibawa
kerumah sakit keadaan klien sudah parah. Ibu klien mengatakan bahwa
setelah terjadi kecelakaan anaknya langsung dibawa ke sangkal putung lalu
klien dipijat menggunakan batang sereh yang dibakar dengan bacaan doa-doa.
Setelah pengkajian, perawat mendapatkan data keluhan nyeri sedang, berat
badan klien menurun, dan kurang nafsu makan. Selain itu, keluarga klien lebih
percaya kepada sangkal putung untuk mengobati sakit anaknya karena
dianggap lebih cepat penyembuhannya dan sudah terbukti dari dulu untuk
mengobati patah tulang. Ibu klien mengatakan klien dilarang mengkonsumsi
makanan seperti ikan, daging, dan telur sehingga klien juga tampak lemah
dan lesu. Ketika diberikan pendidikan kesehatan, ibu klien masih terlihat
kebingungan dan belum menandatangani persetujuan untuk pembedahan
klien. Saat ini klien dijaga oleh ibunya. Keluarga klien menggunakan jeruk
purut yang ditumbuk untuk diusapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh klien,
mereka percaya buah jeruk purut dapat mengeluarkan benda-benda dan roh
jahat yang bersemayam dalam tubuh klien. Klien dan keluarga percaya
bahwa sakit yang didapat dan tidak bisa sembuh merupakan hukuman para
dewa. Keluarga klien juga membaca mantra tiap pagi kepada klien dan
meletakkan beberapa sesajen di dekat tempat tidur klien seperti kemenyam,
minyak ikan, mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, kelapa muda, banyu
gula, serta piduduk (beras, gula merah, telur ayam, dan kelapa). Mereka
percaya sesajen ini disukai oleh dewa kemudian mempercepat penyembuhan
penyakit. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital maka didapatkan
hasil TD : 90/50 mmHg, N:72x/menit, P : 20 x/menit, dan Suhu: 38’5°C.
Observasi perawat terhadap penampilan klien berwarna kulit: sawo matang
(turgor kulit baik), Rambut: ikal, Struktur tubuh: kurus, dan Bentuk wajah:
bulat.
1. Apa saja peran perawat sesuai implikasi kasus diatas?
2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap
kasus diatas!
3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa
faktor yangpenting diperhatikan perawat terkait kasusdiatas?
4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan
minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas!
5. Tuliskan intervensi dari diagnosa utama yang telah ditegakkan!

PEMBAHASAN
1. Apa saja peran sesuai implikasi kasus diatas ?
1. Sebagai Pemberi Perawatan
Perawat sebagai pemberi perawatan secara langsung yaitu peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada
individu, keluarga dan kelompok dengan menggunakan energi dan waktu
seminimal mungkin. Perawat ini langsung mengkaji kondisi kesehatan
pasien, merencanakan, mengimplementasi dan mengevaluasi asuhan
keperawatan. Dari Kasus : perawat melakukan pengkajian kepada pasien dan
mendapatkan hasil keluhaan nyeri sedang, berat badan klien menurun, dan
kurang nafsu makan.
2. Sebagai Pendidik
Peran perawat di komunitas sebagai pendidik yaitu untuk memberikan
informasi berupa pengajaran mengenai pengetahuan dan keterampilan dasar.
Dari Kasus : ketika diberikan pendidikan kesehatan, ibu klien masih terlihat
bingung dan belum menandatangani surat persetujuan untuk pembedahan
klien.
3. Sebagai Konsultan
Perawat sebagai konsultan yaitu peran perawat yang bertugas sebagai
tempat konsultasi pasien dalam pemberian informasi, dukungan atau
memberi ajaran tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. Dalam
mengambil keputusan mengenai pengobatan yang akan dipilih dan dijalani,
klien memerlukan informasi dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
Pendapat untuk kasus :perawat menjelaskan tentang apa yang dinyakinin
ibu klien dan apa yang terbaik untuk sang anak agar bisa cepat sembuh.
4. Sebagai Advokat
Peran perawat sebagai advokat yaitu tindakan perawat dalam
mencapai suatu untuk kepentingan masyarakat atau bertindak untuk
mencegah kesalahan yang tidak diinginkan ketika pasien sedang menjalankan
pengobatan. Peran perawat advokat ini dapat kita temukan saat pasien
bingung dan berusaha memutuskan tindakan yang terbaik bagi kesehatannya,
untuk itu perawat dibutuhkan memberikan informasi lengkap bagi pasien dan
berusaha menolak bila tindakan itu membahayakan kondisi pasien dan
melanggar hak-hak pasien. Pendapat untuk kasus : perawat berusaha
menyakinkan ibu klien untuk melakukan pembedahan kepada anaknya sesuai
tindakan medis yang ada.

2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang dijelaskan di QBL 1 terhadap kasus


diatas?
Aplikasi konsep teori dalam kasus diatas mengenal Konsep dalam
Transcultural Nursing. Pada kasus diatas seorang anak dirawat diruang
perawatan karena mengalami fraktur sejak 4 hari yang lalu setelah mengalami
kecelakaan jatuh dari pohon yang dikeramatkan di desanya. Menurut
kepercayaan orang sekitar klien terjatuh akibat didorong oleh penunggu pohon
keramat tersebut. Saat dibawa ke Rumah sakit keadaan klien sudah parah, ibu
klien mengatakan bahwa setelah terjadi kecelakaan anaknya langsung dibawa ke
sangkal putung lalu klien dipijat menggunakan batang sereh yang dibakar
dengan bacaan doa-doa. selain itu keluarga juga lebih mempercayakan
pengobatan ke sangkal putung untuk mengobati anaknya karena sudah terbukti
dari dulu untuk mengobati patah tulang.
1. Budaya
Budaya adalah suatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan kecakapan lain yang
merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunitas setempat.
Menurut konsep budaya Laininger(1978-1984) karakteristik budaya dapat
digambarkan sebagai berikut
1. Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua
budaya yang sama persis.
2. Budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut
diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.
3. Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusia sendiri tanpa disadari.
Pembahasan:
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa didesa tersebut masih
mempercayai hal ghaib seperti yang dialami klien, warga mempercayai
bahwa ia terjatuh akibat didorong oleh penunggu pohon yang dikeramatkan
didesa tersebut.
2. Nilai budaya
Adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
Pembahasan:
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ibu klien lebih mempercayakan
anaknya untuk diobati disangkal putung yang sudah terbukti menyembuhkan
patah tulang ketimbang memeriksanya ke rumah sakit.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan,
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya
individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap,lingkungan
dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi
(Laininger 1985).
Pembahasan:
Perbedaan asuhan keperawatan pada kasus diatas sangat berbeda, klien lebih
banyak menggunakan proses penyembuhan tradisional. Ketika pertama kali
klien mengalami kecelakaan ia langsung dibawa ke sangkal putung dan
dipijat menggunakan batang daun sereh yang dibakar dengan bacaan doa-
doa. selain itu klien dilarang untuk memakan makanan seperti ikan, daging
dan telur sehingga klien tampak lesu serta keluarga klien menggunakan jeruk
purut yang ditumbuk untuk diusapkan dan diurut ke sekujur tubuh klien
karena mereka percaya buah jeruk purut dapat mengeluarkan benda-benda
dan roh jahat ditubuh klien.
Sedangkan asuhan keperawatan perawat melakukan pengkajian mendapatkan
data keluhan nyeri sedang, berat badan klien menurun, dan klien tidak nafsu
makan. Selain itu perawat memberikan pendidikan kesehatan , namun ibu
klien terlihat kebingungan dan belum menandatangi persetujuan untuk
pembedahan klien.
4. Etnosentris
Persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya
yang terbaik diantara budaya-budaya Yang dimiliki orang lain.
Pembahasan:
Dikasus tersebut keluarga dan masyarakat sekitar percaya bahwa klien
terjatuh karena didorong oleh penunggu pohon yang dikeramatkan, serta
keluarga lebih mempercayakan pengobatan ke sangkal putung ketimbang ke
rumah sakit. Selain itu juga keluarga membaca mantra tiap hari kepada klien
dan meletakan beberapa sesajen di dekat tempat tidur klien seperti kemenyan,
minyak ikan, mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, kelapa muda, banyu
gula, serta pariduduk seperti beras, gula merah, telur ayam dan kelapa.
Mereka percaya bahwa sesajen ini disukai para dewa kemudian mempercepat
penyembuhan penyakit.
5. Care / Caring
Fenomena yang berhubungan dengan tindakan bimbingan, bantuan, dan
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
Pembahasan:
Perawat melakukan care dengan melakukan pengkajian dan memberikan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan diberikan agar keluarga
mengerti mengenai sakit yang dialami pasien, serta pihak rumah sakit juga
menganjurkan pasien untuk melakukan pembedahan untuk mempercepat
penyembuhan.

3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leininger!


Apafaktor yang penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?
1. FaktorBudaya
Keluarga klien lebih percaya kepada sangkal putung untuk mengobati
sakit anaknya karena dianggap lebih cepat penyembuhannya dan sudah
terbukti untuk mengobati patah tulang. Ibu klien juga mengatakan klien
dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan,daging, dan telur sehingga
klien juga tampak lemah & lesu.
2. Faktor Teknologi
Ketika diberikan penkes,ibu klien masih terlihat kebingungan dan
belum menandatangani persetujuan untuk pembedahan klien. Keluarga klien
lebih memilih untuk menggunakan jeruk purut yang ditumbuk untuk
diusapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh klien,mereka percaya bahwa buah
jeruk purut dapat mengeluarkan benda-benda dan roh jahat yang bersemayam
dalam tubuh klien.
3. Faktor Agama dan Falsafah Hidup
Klien dan keluarga percaya bahwa sakit yang didapat dan tidak bisa
sembuh merupakan hukuman dari para dewa. Keluarga klien juga
membacakan mantra setiap pagi kepada klien dan meletakkan beberapa
sesajen didekat tempat tidur klien seperti kemenyan ,minyak ikan,mayang
pinang,beras kuning ,kelapa tua ,kelapa muda . mereka percaya bahwa
sesajen ini disukai oleh dewa dan dapat mempercepat penyembuhan penyakit
klien.
4. Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup
Gaya hidup klien yang melanggar peraturan itu membuat klien
mendapatkan imbas dari sikapnya itu. Konon katanya pohon yang dinaiki
klien itu pohon yang dikeramatkan didesanya itu,kemudian menurut
kepercayaan orang-orang sekitar klien terjatuh akibat didorong oleh
penunggu pohon keramat tersebut.
5. Faktor Ekonomi
Klien tampak berasal dari keluarga yang berkecukupan dikarenakan
waktu klien mengalami kecelekaan,keluarga langsung membawa klien ke
Rumah Sakit. Dalam kasus klien sudah dirawat diruang perawatan bedah
sejak 4 hari yang lalu.
6. Faktor Kebijakan & Peraturan yang Berlaku
“Keluarga klien lebih percaya kepada sangkal putung untuk
mengobati sakit anakanya karena dianggap lebih cepat menyembuhkan &
sudah terbukti dari dulu untuk mengobati patah tulang.” Sangkal putung
adalah semacam teknik pengobnatan patah tulang yang dipercaya sakti yang
akan memberikan hasil yang lebih cepat, Namun diyakini hal tersebut karena
pijatan ,ramuan , serta doa-doa yang dipanjatkan oleh tabib selama masa
penyembuhan.
7. Faktor Pendidikan
Terlihat pendidikan klien & keluarganya rendah dikarenakan saat
petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan klien & keluarga
tampak kebingungan & belum menandatangani persetujuan untuk
pembedahan klien serta ibu klien masih menggunakan jeruk dan juga sesajen
untuk mengeluarkan roh-roh jahat. Apabila klien dan keluarga memiliki
pendidikan yang cukup tinggi,maka klien tidak dibawa ke Sangkal Putung
untuk diurut terlebih dahulu tetapi langsung dibawa ke dokter spesialis
orthopedic untuk diperiksa dan ditindak lanjuti terlebih dahulu sehingga
penyakit fraktur yang dialami klien tidak terlalu parah.

4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan


tegakkan minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas?
 Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Pasien mengeluh nyeri sedang 1. Fraktur 4 hari yang lalu
2. Pasien mengatakan kurang nafu makan 2. Berat badan klien menurun
3. Ibu klien mengatakan klien dilarang 3. TD : 90/50 mmHg,
mengkonsumsi makanan seperti ikan, 4. N:72x/menit,
daging, dan telur 5. P : 20 x/menit, dan
4. Klien dan keluarga mempercayai hal- 6. Suhu: 38’5°C.
hal gaib 7. struktur tubuh klien tampak kurus
5. keluarga klien lebih percaya kepada 8. Klien tampak lemah
sangkal putung untuk mengobati 9. Klien tampak lesu
sakit anaknya 10. Ibu klien tampak bingung saat
6. keluarga klien percaya buah jeruk diberikan pendidikan kesehatan
purut dapat mengeluarkan benda- 11. Ibu klien belum menandatangani
benda dan roh jahat yang persetujuan untuk pembehadan
bersemayam dalam tubuh klien
7. Keluarga klien percaya sesajen ini
disukai oleh dewa kemudian
mempercepat penyembuhan penyakit

 Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS: Nyeri akut (Domain 12, Fraktur
 Pasien mengeluh nyeri sedang Kelas 1, Kode 000132,
DO : Hal.445)
 Fraktur 4 hari yang lalu
 TD : 90/50 mmHg,
 N:72x/menit,
 P : 20 x/menit, dan
 Suhu: 38’5°C.
DT:

2. DS : Ketidak seimbangan Tidak nafsu makan
 Pasien mengatakan kurang nutrisi : kurang dari
nafu makan kebutuhan tubuh
 Ibu klien mengatakan klien (Domain 2, Kelas 1,
dilarang mengkonsumsi Kode 00002, Hal. 153)
makanan seperti ikan, daging,
dan telur
DO :
 Berat badan klien menurun
 TD : 90/50 mmHg,
 N:72x/menit,
 P : 20 x/menit, dan
 Suhu: 38’5°C.
 struktur tubuh klien tampak
kurus
 Klien tampak lemah
 Klien tampak lesu
DT :
 BB awal : 35 kg
 BB sekarang : 30kg
3. DS : Defisiensi Pengetahuan Kurang informasi
 Ibu klien mengatakan klien (Domain 5, Kelas 4,
dilarang mengkonsumsi 00126, Hal. 257)
makanan seperti ikan, daging,
dan telur
 Klien dan keluarga
mempercayai hal-hal gaib
DO:
 Ibu klien tampak bingung saat
diberikan pendidikan
kesehatan
 Ibu klien belum
menandatangani persetujuan
untuk pembehadan
4. DS: Ketidak Patuhan Nilai-nilai tidak
1. Ibu klien mengatakan klien (Domain 1. Kelas 2, sesuai dengan
dilarang mengkonsumsi makanan 00079, Hal 165) rencana
seperti ikan, daging, dan telur
2. Klien dan keluarga mempercayai
hal-hal gaib
3. keluarga klien lebih percaya
kepada sangkal putung untuk
mengobati sakit anaknya
4. keluarga klien percaya buah jeruk
purut dapat mengeluarkan benda-
benda dan roh jahat yang
bersemayam dalam tubuh klien
5. Keluarga klien percaya sesajen ini
disukai oleh dewa kemudian
 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Paraf &


( P&E) Ditemukan Teratasi Nama jelas
1. Nyeri akut berhubungan 13 November
dengan fraktur ditandai 2019
dengan ekspresi wajah
nyeri.
2. Ketidak seimbangan nutrisi 13 November
kurang dari kebutuhan 2019
tubuh berhubungan dengan
asupan gizi yang kurang
ditandai dengan berat badan
yang turun, lemah, lesu dan
tidak nafsu makan.
3. Defisien pengetahuan 13 November
berhubungan dengan 2019
kurangnya informasi dan
sumber pengetahuan.
Ketidak Patuhan 13 November
berhubungan dengan nilai- 2019
nilai tidak sesuai dengan
rencana
Tuliskan intervensi dan diagnosa utama yang telah ditegakkan!

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Dx Keperawatan NOC NIC
.
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan perawatan 1 x Nyeri Akut {Bagian Enam, Hal.
{Domain 12, 24 jam, masalah Nyeri akut 559}
Kelas 1, Kode berhubungan dengan fraktur Intervensi yang dapat dilakukan:
Diagnosis ditandai dengan ekspresi wajah Pemberian Analgesik {Bagian
00132, Hal. 445} nyeri dapat teratasi dengan Tiga, Kode 221, Hal. 247}
kriteria hasil: 1. Tentukan lokasi,
Tingkat Nyeri {Bagian Tiga, karakteristik, kualitas, dan
Kode 2102, Hal. 577} keparahan nyeri sebelum
1. Nyeri yang dilaporkan mengobati pasien
dipertahankan pada 3 2. Cek perintah pengobatan
(deviasi sedang dari meliputi, obat, dosis, dan
kisaran normal) frekuensi, obat analgesic
ditingkatkan 5 (tidak ada yang diresepkan
deviasi dari kisaran 3. Cek adanya riwayat alergi
normal) obat
2. Kehilangan nafsu makan 4. Tentukan pilihan obat
dipertahankan pada 3 analgesic (narkotik, non-
(deviasi edang dari narkotik, atau NSAID),
kisaran normal) berdasarkan tipe dan
ditingkatkan ke 5 (tidak keparahan nyeri
ada deviasi dari kisaran 5. Berikan kebutuhan
normal) kenyamanan dan aktivitas
3. Tekanan darah lain yang dapat membantu
dipertahankan pada 2 relaksasi untuk
(deviasi yang cukup berat memfasilitasi penurunan
dari kisaran normal) nyeri
ditingkatkan ke 5 (tidak 6. Ajarkan tentang
ada deviasi dari kisaran penggunaan analgesic,
normal) strategi untuk menurunkan
efek samping, dan harapan
Nafsu Makan {Bagian Tiga, terkain dengan keterlibatan
Kode 1014, Hal. 319} dalam keputusan
1. Hasrat / keinginan untuk pengurangan nyeri
makan dipertahankan
pada 3 (deviasi cukup Manajemen Nyeri {Bagian Tiga,
terganggu dari kisaran Kode 1400, Hal. 198}
normal) ditingkatkan ke 5 1. Lakukan pengkajian nyeri
(tidak terganggu dari komprehensif yang
kisaran normal) meliputi lokasi,
2. Intake nutrisi karakteristik, onsit/durasi,
dipertahankan pada 3 frekuensi,
(deviasi cukup terganggu kualitas/intensitas,
dari kisaran normal) beratnya nyeri dan factor
ditingkatkan ke 5 (tidak pencetus
terganggu dari kisaran 2. Ajarkan peenggunaan
normal) teknik non-farmakologi
3. Ajarkan metode
Tanda-tanda Vital {Bagian farmakologi
Tiga, Kodee 0802, Hal.563}
1. Suhu tubuh dipertahankan Monitor TTV {Bagian Tiga,
pada 3 (deviasi sedang dari Kode 6680, Hal. 237}
kisaran normal) ditingkatkan 1. Monitor tekanan darah,
ke 5 (tidak ada deviasi dari nadi, suhu, dan status
kisaran normal) pernafasan dengan tepat
2. Tekanan darah sistolik 2. Monitor tekanan darah
dipertahankan pada 4 (deviasi setelah pasien minum obat
ringan dari kisaran normal) jika memungkinkan
ditingkatkan ke 5 (tidak ada 3. Identifikasi penyebab
deviasi dari kisaran normal) penurunan perubahan
3. Tekanan darah diastolic tanda-tanda vital
dipertahankan pada 4 (deviasi
ringan dari kisaran normal)
ditingkatkan ke 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
4. Ketidak Patuhan Setelah dilakukan tindakan 1. Cultural care perservation atau
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam maintenance
dengan nilai- masalah ketidakpatuhan a. Beri dukungan keluarga
nilai tidak sesuai pengobatan dapat teratasi dengan mengenai pengobatan untuk
dengan rencana kriteria hasil : menangani masalah kekurangan
1. Keluarga melaporkan yodium
penggunaan strategi untuk b. Beri instruksi tertulis tentang
menghilangkan perilaku tidak manfaat pelayanan kesehatan
sehat dan memaksimalkan sesuai dengan kebutuhan keluarga
kesehatan c. Identifikasi sejauh mana
2. Keluarga mampu pengetahuan keluarga tentang
menggunakan layanan kesehatan pengobatan untuk menangani
sesuai dengan kebutuhan masalah kekurangan yodium
3. Keluarga menunjukkan d. Bersikap tenang dan tidak
kepatuhan pada pengobatan dan terburu-buru saat berinteraksi
program penanganan dengan keluarga
e. Diskusikan kesenjangan
budaya yang dianut keluarga dan
perawat

2. Cultural care accomodation


atau negosiation
a. Gunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh keluarga saat
melakukan pendekatan
keperawatan
b. Libatkan semua anggota
keluarga dalam perencanaan
perawatan terkait pengobatan
masalah kekuranagn yodium
c. Apabila konflik tidak
terselesaikan, lakukan negoisasi di
mana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan, pandangan keluarga
dan standar etik.

3. Cultural care repartnering


atau recontruction
a. Beri kesempatan pada
keluarga untuk memahami
informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
b. Tentukan tingkat perbedaan
keluarga dari budaya kelompok
KASUS 5
(Budaya 2)
Makalah disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keparawatan
Dosen Pengampu: Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep

Sherly Agatha 1810711015


Cherlyn Eva Taryono 1810711018
Faradilla Azzahra 1810711023
Bunga Indah Sari 1810711027
Dianah Syahirah 1810711038
Rifda Hasanah Fauzi 1810711054
Siska Agustina Lestari 1810711088 
Sondang Mariani 1810711090
zahrah rasyida rasa fathuhaq 1810711091
Fauziana Dzulhia Putri 1810711102

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019

Kasus 5 : Budaya 2.
Seorang wanita berusia 27 tahun, primigravida, kehamilan ini sudah direncanakan
dan sangat diharapkan, usia kehamilan 24 minggu, pekerjaan buruh tani dan sudah
mulai menabung untuk persiapan melahirkan, pendidikan SD, dan beragama Islam.
Klien baru pertama kali datang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas Sejahtera
karena pusing dan lemas. Kemudian hasil pengkajian perawat mendapatkan tanda
gejala 5L pada klien. Klien didiagnosa anemia oleh dokter puskesmas. Keluarga
klien masih percaya pada mitos-mitos dalam masyarakat misalnya banyak anak
banyak rejeki dan jika pasangan suami-istri tidak memiliki keturunan maka yang
tidak normal/bermasalah adalah istri. Suku Jawa dengan bahasa sehari-hari
menggunakan bahasa Jawa. Selama kehamilan, klien tidak pernah memeriksakan
kehamilannya ke puskesmas atau sarana kesehatan yang lain dengan alasan tidak
mempunyai biaya untuk periksa kehamilan. Kien menyatakan selama hamil
menghindari makanan yang dapat mengganggu kehamilan dan proses melahirkan
seperti makan ketan, telur, udang, durian, dll. Klien dan keluarga mempunyai
kebiasaan makan sehari-hari adalah makanan hewani jarang memakan makanan
nabati. Makanan yang dipantang adalah daging babi. Klien dan suaminya juga
merencanakan kelak akan melahirkan dengan pertolongan dukun beranak. Pada
keluarga klien pengambil keputusan adalah suami (laki-laki) dan seorang istri harus
mengikuti apa kata suami tanpa bisa menyampaikan pendapatnya. Jika terjadi
masalah dalam keluarga maka akan diselesaikan oleh keluarga pihak suami. Klien
dan keluarga menyatakan hanya rakyat biasa dan tidak mengerti dengan aturan-
aturan dan kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan-kebijakan dalam masalah
kesehatan, mereka hanya mengikuti apa yang di perintahkan oleh kepala desanya.
Hampir semua ibu di desa klien yang melahirkan di bantu oleh dukun bayi.
1. Apa saja peran perawat sesuai implikasi kasus diatas?
2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap kasus
diatas!
3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa faktor
yang penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?
4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan minimal
2 diagnosa terkait kasus diatas!
5. Tuliskan intervensi dari diagnosa utama yang telah ditegakkan!

1. Apa saja peran perawat sesuai implikasi kasus diatas ?


Jawab :
a. Advokat klien 
Menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam mengambil persetujuan yang diberikan kepada pasien.
Dalam kasus ( klien baru pertama kali datang memeriksa kehamilannya,
kemudian hasil pengkajian perawat mendapatkan tanda gejala 5L pada klien.
Klien didiagnosa anemia oleh dokter puskesmas).
b. Pendidik/educator 
Membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan sehingga
terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan.
Dalam kasus (klien menyatakan selama hamil menghindari makanan yang dapat
mengganggu kehamilan dan proses melahirkan seperti makan telur, udang,
durian, ketan,dll). 
c. Peneliti 
Mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Dalam kasus (klien dan keluarga menyatakan hanya rakyat biasa dan tidak
mengerti dengan aturan-aturan dan kebijakan pemerintah, mereka hanya
mengikuti apa yang di perintahkan oleh kepala desanya. Hamper semua ibu di
desa klien yang melahirkan di bantu oleh dukun bayi).

2. Jelaskan aplikasi konsep teori yang telah dijelaskan di QBL 1 terhadap kasus
diatas!
1. Budaya 
Teori : Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok
yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
Pembahasan :  
Dari kasus diatas dapat kita ketahui, bahwa dalam desa tersebut sangat
mempercayai budaya-budaya yang mereka anut dari dulu. Warga hanya
mempercayai dan mematuhi apa yang dikatakan oleh kepala desanya. Mereka
juga hanya mengkonsumsi makanan hewani, tidak dengan makanan nabati. Dan
mereka juga mempunyai budaya dimana jika ingin melahirkan mereka ke dukun
beranak daripada ke rumah sakit/bidan. Dan terakhir ialah, budaya yang dianut
pasien ialah pengambil keputusan adalah pihak suami ataupun keluarga suami
sehingga pihak wanita tidak dapat menyarankan sebuah saran ataupun pendapat.
2. Nilai budaya 
Teori : Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkan
atau dipertahankan pada suatu waktu tertentu.
Pembahasan :
Dari kasus diatas, Pasien dan keluarga pasien lebih mempercayai dukun
beranak daripada pemerintah. Dan pasien juga kurang mengetahui tentang
makanan yang sebenarnya dipantang dan dibolehkan dalam masa kehamilannya.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan 
Teori : Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk
yang
optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
Pembahasan :
Dalam kasus diatas,  setelah dikaji oleh perawat, ternyata pasien baru
pertama kali memeriksa kandungannya yang sudah memasuki bulan ke-24 ini.
Dan klien juga sudah merencanakan persalinannya nanti di dukun beranak. Juga,
pasien tidak mengkonsumsi makanan yang menurut budayanya itu sangat
dipantang seperti udang, telur, dll.
Sedangkan dalam asuhan keperawatan, setelah dilakukan pengkajian
keperawatan, pasien datang dengan keluhan pusing dan lemah. Dan pasien juga
ditemukan tanda dan gejala 5L. Pasien juga didiagnosis anemia.
4. Etnosentris 
Teori : Etnosentris adalah persepsi individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya lain.
Pembahasan :
Keluarga klien mempercayai mitos-mitor dalam masyarakat seperti banyak
anak banyak rezeki, dan jika pasangan suami-istri tidak memiliki keturunan,
maka yang bermasalah ialah istrinya. Klien selama ini juga menghindari
makanan yang dianggapnya mengganggu proses kehamilan seperti ketan, telur,
udang, dll. Keluarga pasien dan pasien juga mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan hewani dan jarang memakan makanan nabati.
5.  Etnis 
Teori : Berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya
yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim
Pembahasan :
  Pasien memiliki suku, yaitu Suku Jawa.
6. Care dan Caring
Teori : Care dan caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk
membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia.
Pembahasan :
Perawat dapat memberikan edukasi tentang informasi kesehatan yang
dialami pasien sebaik-baiknya. Dan menghapus kebudayaan pasien yang
menyimpang dengan kesehatan pasien, guna meningkatkan kualitas kesehatan
pasien sesuai teori

3. Jelaskan pengkajian keperawatan berdasarkan teori Sunrise Leiniger! Apa


faktor yang penting diperhatikan perawat terkait kasus diatas?
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). 

1.  Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada ”Sunrise Model” yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
Analisis Kasus: 
 Klien baru pertama kali datang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas
Sejahtera karena pusing dan lemas 
 Selama kehamilan, klien tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke
Puskesmas dengan alasan tidak mempunyai biaya untuk periksa kehamilan
 Klien dan suami merencanakan kelak akan melahirkan dengan pertolongan
dukun beranak

b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical


factors) 
    Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara
pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Analisis Kasus: 
 Klien beragama Islam

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)


Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
Analisis Kasus:
 Seorang wanita berusia 27 tahun
 Jika pasangan suami-istri tidak memiliki keturunan maka yang tidak
normal/bermasalah adalah istri
 Pada keluarga klien pengambil keputusan adalah suami dan seorang istri
harus mengikuti apa kata suami tanpa bisa menyampaikan pendapatnya
 Jika terjadi masalah dalam keluarga maka akan diselesaikan oleh keluarga
pihak suami

d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Yang perlu dikaji pada faktor
ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit,
persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
Analisis kasus:
 Suku Jawa dengan bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Jawa
 Klien menyatakan selama hamil menghindari makanan yang dapat
mengganggu kehamilan dan proses melahirkan seperti makan ketan, telur,
udang, durian, dll.
 Klien dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari-hari adalah makanan
hewani jarang memakan makanan nabati.
 Makanan yang dipantang adalah daging babi

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
Analisis Kasus:
 Klien dan keluarga menyatakan hanya rakyat biasa dan tidak mengerti
dengan aturan-aturan dan kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan-
kebijakan dalam masalah kesehatan, mereka hanya mengikuti apa yang
diperintahkan oleh kepala desanya.

f. Faktor ekonomi (economical factors)


Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari
sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga.
Analisis Kasus:
 Pekerjaan buruh tani
 Sudah mulai menabung untuk persiapan melahirkan
 Klien tidak memeriksakan kehamilannya ke puskesmas dengan alasan tidak
mempunyai biaya untuk periksa kehamilan.

g. Faktor pendidikan (educational factors)


Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Analisis Kasus:
 Klien berpendidikan SD

4. Lakukan analisa data (buat tambahan data jika diperlukan) dan tegakkan
minimal 2 diagnosa terkait kasus diatas!
DATA FOKUS
DS :
1. Pasien mengatakan kehamilan direncanakan dan sangat diharapkan
2. Pasien mengatakan bekerja sebagai buruh tani
3. Pasien mengatakan sudah mulai menabung untuk melahirkan
4. Pasien mengatakan pendidikan terakhir SD
5. Pasien mengatakan baru pertama kali memeriksa kehamilannya ke
Puskesmas karena pusing dan lemas
6. Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan di Puskesmas
7. Pasien mengatakan keluarganya masih percaya pada mitos-mitos dalam
masyarakat misalnya banyak anak banyak rejeki dan jika pasangan suami-
istri tidak memiliki keturunan maka yang tidak normal/bermasalah adalah
istri
8. Pasien mengatakan selama hamil menghindari makanan yang dapat
mengganggu kehamilan dan proses melahirkan seperti ketan, telur, udang,
durian, dll
9. Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan makanan hewani dan jarang
memakan makanan nabati
10. Pasien mengatakan makanan yang dipantang adalah daging babi
11. Pasien mengatakan akan merencanakan untuk melahirkan di dukun beranak
kelak
12. Pasien mengatakan pengambilan keputusan di dalam keluarganya adalah
laki-laki (suami)
13. Pasien mengatakan jika ada masalah dalam keluarga, maka akan diselesaikan
oleh pihak keluarga suami
14. Pasien mengatakan hanya rakyat biasa dan tidak mengerti dengan aturan dan
kebijakan pemerintah termasuk kebijakan-kebijakan dalam masalah
kesehatan
15. Pasien mengatakan hampir semua ibu di desanya melahirkan dengan dukun
bayi

DO : 
1. Pasien didapatkan gejala 5L
2. Diagnosa: Anemia

ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. DS: Anemia ditandai Keletihan
 Pasien mengatakan baru dengan (Domain 4. Kelas
pertama kali memeriksa kekurangan 3. Kode
kehamilannya ke Puskesmas energy, Diagnosis:
karena pusing dan lemas kelelahan, dan 00093)
 Pasien mengatakan selama malnutrisi
hamil menghindari makanan
yang dapat mengganggu
kehamilan dan proses
melahirkan seperti ketan,
telur, udang, durian, dll
 Pasien mengatakan
mempunyai kebiasaan
makanan hewani dan jarang
memakan makanan nabati
 Pasien mengatakan makanan
yang dipantang adalah
daging babi

DO :
 Pasien didapatkan gejala 5L
 Diagnosa: Anemia

2. DS : Kurang sumber Defisien


 Pasien mengatakan pengetahuan pengetahuan
pendidikan terakhir SD ditandai dengan (Domain 5. Kelas
 Pasien mengatakan tidak kurang 4. Kode
pernah melakukan pengetahuan dan diagnosis 00126)
pemeriksaan di Puskesmas kurang informasi
 Pasien mengatakan
keluarganya masih percaya
pada mitos-mitos dalam
masyarakat misalnya banyak
anak banyak rejeki dan jika
pasangan suami-istri tidak
memiliki keturunan maka
yang tidak
normal/bermasalah adalah
istri
 Pasien mengatakan hanya
rakyat biasa dan tidak
mengerti dengan aturan dan
kebijakan pemerintah
termasuk kebijakan-
kebijakan dalam masalah
kesehatan
 Pasien mengatakan hampir
semua ibu di desanya
melahirkan dengan dukun
bayi

DO : -
3. DS : Pergeseran Diskontinuitas
 Pasien mengatakan akan kekuatan anggota proses keluarga
merencanakan untuk keluarga ditandai (Domain 7. Kelas
melahirkan di dukun beranak dengan 2. Kode
kelak perubahan dalam diagnosis: 00060
 Pasien mengatakan partisipasi di
pengambilan keputusan di dalam pembuatan
dalam keluarganya adalah keputusan
laki-laki (suami)
 Pasien mengatakan jika ada
masalah dalam keluarga,
maka akan diselesaikan oleh
pihak keluarga suami

DO: -

5. Tuliskan intervensi dari diagnose utama yang telah ditegakkan


No. Tujuan dan kriteria Rencana tindakan Rasional
Diagnos hasil
a
1 Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Mengetahui
tindakan asuhan (bagian tiga, kendala dalam
keperawatan selama 0108:177-178) sistem fungsi
1x24 jam, 1. Kaji status tubuh pasien
diharapkan kelelahan fisiologis pasien sehingga
teratasi dengan yang menyebabkan
kriteria hasil: menyebabkan kelelahan
1. Tingkat kelelahan sesuai sehingga sistem
kelelahan dengan konteks tubuh yang
(0007:575) usia dan bermasalah dapat
 Kelelahan perkembangan diatasi
dipertahankan 2. Tentukan 2. Mengetahui
pada skala persepsi pasien cara pandang
cukup berat atau orang terdekat pasien atau orang
ditingkatkan dengan pasien terdekat pasien
ke skala tidak mengenai mengenai
ada penyebab stimulus
2. Status nutrisi: kelelahan kelelahan yang
Asupan 3. Monitor dialami pasien
nutrisi intake/asupan 3. Mengetahui
(1009:553) nutrisi untuk kuantitas intake
 Asupan mengetahui pasien sehingga
protein sumber energy dapat
dipertahankan yang adekuat meningkatkan
pada sedikit 4. Konsultaikan energy pasien
adekuat dengan ahli gizi untuk dapat
ditingkatkan mengenai cara beraktivitas
ke meningkatkan secara efisien
sepenuhnya asupan energy dari 4. Memenuhi
adekuat makanan kebutuhan nutrisi
(makan 5. Tingkatkan 5. Menyeimbang
makanan tirah kan istirahat
yang baring/pembatasan dengan aktivitas
mengandung kegiatan pasien sehingga
protein) (misalnya: mobilitas pasien
meningkatkan tetap terpenuhi
jumlah waktu 
istirahat pasien)
Manajemen nutrisi
(bagian tiga,
1100:197-198) 1. Mengetahui
1. Tentukan status gizi pasien
status gizi pasien saat ini
dan kemampuan 2. Mengetahui
pasien untuk jenis makanan
memenuhi pasien yang harus
kebutuhan gizi diprioritaskan
2. Tentukan apa 3. Memenuhi
yang menjadi kebutuhan nutrisi 
preferensi
makanan bagi
pasien
3. Tentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
persyaratan gizi
2 Setelah dilakukan Perawatan prenatal 1. Mengetahui
tindakan asuhan (bagian tiga, kebutuhan pasien,
keperawatan selama 6960:384) meningkatkan
1x24 jam, 1. Identifikasi pengetahuan dan
diharapkan defisiensi kebutuhan keterlibatan
pengetahuan teratasi individu, pasien mengenai
dengan kriteria hasil: kekhawatiran, skala prioritas
1. Pengetahuan: preferensi, dan untuk
kehamilan meningkatkan menyelesaikan
(1810:361) keterlibatan dalam masalah yang ada
 Pentingnya pengambilan 2. Meningkatkan
pendidikan keputusan, serta pengetahuan
(kesehatan) mengidentifikasi pasien tentang
sebelum dan menunjukan perawatan
melahirkan hambatan- prenatal
dipertahankan hambatan yang 3. Mengetahui
pada mungkin ada bagi kondisi kesehatan
pengetahuan perawatan dan tumbuh
terbatas (2) 2. Diskusikan kembang janin
ditingkatkan pentingnya juga ibu serta
ke berpartisipasi meminimalisir
pengetahuan dalam perawatan risiko yang
sangat banyak prenatal sepanjang mungkin ada
(5) periode kehamilan, kepada sang janin
sembari 4. Pasien
menganjurkan mendapatkan
keterlibatan pelayanan
pasangan pasien/ kesehatan yang
anggota keluarga sesuai dengan
lainnya. kebutuhannya
3. Instruksikan 5. Mengetahui
pasien untuk dapat kesiapan pasien
dilakukan dalam kehamilan
pengujian dan kelahiran
laboratorium
secara rutin selama
kehamilan
(misalnya:
urinalisis, kadar
hemoglobin, USG,
diabetes
gestasional, dan
HIV)
4. Berikan
rujukan pelayanan
yang tepat
5. Monitor status
psikososial pasien
dan pasangan
pasien

DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Iskandar.Tanpa Tahun. Aplikasi Teori Transcultural Nursing Dalam Proses
Keperawatan.Universitas Indonesia: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai