Anda di halaman 1dari 40

TUGAS KELOMPOLK 1

KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN LEUKIMIA

DISUSUN OLEH
DWI RIANA
MARTHA SRI WAHYUNI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan keperawatan kritis leukimia” dengan tepat waktu.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah. Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah makalah ini saya buat untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan
kita semua. Semoga bermanfaat.

Jayapura, oktober 2022

                                                                                                            
Kelompok 1
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Leukemia merupakan nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan oleh


perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan
pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului sumsum tulang. Kata leukemia
diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah” yang
mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya
menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan
kematian (Jan Tambayong, 2012).
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif)    adalah kanker. Kanker merupakan salah
satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005
sampai 2015. Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita)
menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya meninggal dunia (Case Fatality
Rate/CFR 62%) (WHO, 2013).
Data American Cancer Society (2004), angka kejadian leukemia di Amerika Serikat
33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420 kasus baru
lainnya pada perempuan (43,12%). Insiden rate (IR) leukemia pada laki- laki di Canada 14
per 100.000 penduduk dan pada wanita 8 per 100.000 penduduk pada tahun yang sama. Data
The Leukemia and Lymphoma Society (2009) menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat 1
orang meninggal karena kanker. Diperkirakan 139.860 orang di Amerika terkena leukemia,
lymphoma dan myeloma dan 53.240 orang meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). IR
leukemia yaitu 12,2 per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut mempunyai banyak faktor penyebab namun belum ada yang
mendominasi hingga terjadinya penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah leukemia
atau kanker darah kita harus mengenal lebih jauh tentang leukemia, bagaimana gejala-
gejalanya, dampak dari penyakit leukemia, cara diagnosa dan penyembuhannya. Penyakit
leukimia ini harus ditangani dengan tepat agar penderita tidak terjangkit penyakit lainnya
karena tranfusi yang tidak steril. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka saya selaku
penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit leukimia ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penyakit Leukemia?
2. Apa jenis-jenis penyakit Leukemia?
3. Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?
4. Bagaimana Faktor Risiko Perkembangan penyakit Leukemia?
5. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Leukemia?
6. Apa sajakah manifestasi klinis penyakit Leukemia?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik penyakit Leukemia?
8. Bagaiamankah penatalaksanaan penyakit Leukemia?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien penyakit Leukemia?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih (leukemia).
1.3.2. Tujuan khusus\
Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic,
penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT

2.1. Definisi Leukimia


Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain
(Reeves, Charlene J et al, 2011).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sekelompok sel anak
yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-
faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa akhirnya,
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum
leukemia.

2.2. Anatomi Fisiologi


Darah merupakan jaringan tubuh yang berbentuk cairan yang terdapat dalam
pembuluh darah, dan termasuk dalam sistem hematologi. Jumlah darah setiap individu
berbeda-beda tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan pembuluh darah.
Normalnya pada orang sehat 1/13 dari berat badan atau 4 sampai 5 Liter. Darah berfungsi
sebagai alat pengangkut dan sebagai pertahanan tubuh serta penyebar panas keseluruh tubuh.
Darah mengandung:
1. Air 91%
2. Protein 8% (Albumin, Globulin, Protombin dan Fibrinogen)
3. Mineral 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt, Magnesium dan
Asam Amino)
Darah itu sendiri terbagi atas :
1. Eritrosit
Merupakan sel darah merah yang berbentuk cakram bikonkaf dan tidak berinti.
Normalnya 5.000/mm3 darah. Eritrosit ini mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin
(Hb). Hb normal wanita 11,5 mg% dan Hb normal laki_laki 13 mg%. Eritrosit berfungsi
sebagai pengikat oksigen dari paru-paru lalu diedarkan keseluruh tubuh dan mengikat CO 2
dari jaringan tubuh lalu dikeluarkan malalui paru-paru.
2. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih yang terbagi atas dua kategori : granolosit
sebanyak 60% san sel mononuklear (agranosit) sebanyak 40%. Leukosit memiliki inti dan
bentuk yang berubah-ubah. Leukosit berfungsi sebagai pertahan tubuh terhadap benda asing
yang menyerang tubuh. Contoh infasi bakteri Normal leukosit : 5.000-10.000 mm3.
3. Trombosit
Trombosit merupakan partikel-partikel kecil yang bermacam-macam, ada bulat dan
lonjong. Trombosit berwarna putih. Jumlah normalnya 150.000-450.000/mm 3. Leukosit
berfungsi sebagai pengontrol pendarahan. Contoh: dalam pembekuan darah.

2.3. Klasifikasi Leukemia


Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat tidaknya
kemunculan dan bagaimana diferensiasi sel-sel kanker yang bersangkutan. Sel-sel leukemia
akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel leukemia kronis biasanya
berdiferensiesi dengan baik.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh,
leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak,
menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitif. Leukemia granulostik adalah
leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik
kronis atau mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia
bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia
limfositik akut pada masa kanak-kanak, merupakan angka statistik yang luar biasa karena
penyakit ini hamper bersifat fatal. Pembagian penyakit leukemia terdiri dari:

1. Leukemia limfositik akut (LLA)


Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak, dan
membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun, dan lebih dari
separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini jarang pada pasien berusia lebih dari 30
tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15% leukemia pada orang dewasa, namun dari
kasus ini mungkin sebenarnya adalah gambaran awal dari transformasi akut LMK. (Ronald
A. Sacher, 2014)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering dijumpai
pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik akut lebih sering
dijumpai pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras kaukasia daripada Afrika-
Amerika. Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik akut adalah kira-kira 4 tahun,
walaupun walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia. Individu-individu tertentu,
seperti penderita Sindrom Down dan ataksia-telangieksis sangat beresiko mengalami
penyakit ini. Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun dapat berkaitan dengan factor genetic,
lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun. Gejala pada saat pasien datang berobat adalah
pucat, fatigue, demam, pendarahan, memar. Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak kecil
dapat datang untuk dievaluasi karena karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada
pemeriksaaan fisik dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati dan hepatosplenomegali.
Evaluasi laboratorium dapat menunjukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada
kira-kira 50% pasien pasien di temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm 3 pada saat
didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3. Neutopenia (jumlah neutrofil
absolute kurang dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan di darah perifer,
tetapi pemeriksa yang berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit
atipik. Diagnosis pasti leukemia di tegakkan dengan melakukan aspirasi sumsum tulang yang
meperlihatkan limfoblas lebih dari 25%. Sebaikmya juga dilakukan pe,eriksaan
imunologik,sitogenik, dan karakter biokimiawi sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena
sistem saraf pusat merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Factor-faktor
prognostic seperti jumlah leukosit awal dan usia pasien menetukan pengobatan yang
diindikasikan. Pasien-pasien yang berisiko tinggi memrlukan terapi yang lebih intensif.
Kebanyakan rencana-rencana pengobatan berlangsung selama 2-3 tahun dan dimulai dengan
fase induksi remisi yang bertujuan untuk menurunkan beban leukemik yang berdeteksi
menjadi kurang dari 5%. Fase terapi berikutnya bertujuan untuk menurunkan dan akhirnya
menghilangkan semua sel leukemik dari tubuh. Terapi preventif pada saraf pusat termasuk
didalam semjua protocol terapi. Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama,
walaupun pada beberapa pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf
pusat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain yang dilakukan
pada anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps lain adalah sistem saraf
pusat dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup bebas penyakit yang lain lama
adalah kira-kira 75% pada semua kelompok resiko.
Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan hiperfofatemia)
merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia mengalami lisis sebagai
respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan, kandungan interaselulernya ke dalam
aliran darah. Sindrom ini sering terjadi di dalam sel yang memiliki fraksi pertumbuhan tinggi
(leukemia/limfosema sel T dan limfoma burkitt). Hidrasi, alkalinisasi, dan pemberian
aluporinal secara agresif sebelum memulai kemoterapi dapat meringankan disfungsi ginjal
yang serius. Kedua tidakan pertama membantu ekskresi fosfat dan asam urat, dan alupurinol
mengurangi pembentukan asam urat. Kalium sebaiknya tidak ditambahkan ke dalam cairan
hidrasi. Dengan memantau konsentrasi elektrolit dan fungsi ginjal secara kilat, seseorang
dapat menghindari berkembangnya gagal ginjal. (M.william schawtz,2015).

2. Leukemia mielositik kronis (CML)


Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira 3% dari semua kasus leukemia
pada anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar kasus terjadi
pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative lebih lambat disbanding leukima akut.
Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering asimtomatik dan dapt terdapat jumlah leukosit
yang tinngi atau splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak yang sehat. Akan
tetapi, dapat trejadi gejala seperti demam, keringat malam, nyeri abdomen atau nyeri tulang.
Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya splenomegali nhyata. Hepatomegali dapat juga
terjadi. Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata, trombositis,
dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi myeloid yang normal.
Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom ini
berkaitan dengan t (9;22) klasik.
Ada tiga tipe leukemia mielositik kronis: fase kronis, fase akselerasi, dan krisis blas.
Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan hiperproliferasi
elemen myeloid matur. Pengobatan selama fase ini ditunjukkan pada sitoreduksi untuk
mengurangi resiko berkembangnya leukositosis dan splenomegali massif. Pemberian
hidroksiuria merupakan bagian penting pengobatan sitoredutif. Dengan berjalannya waktu,
semua pasien akan memasuki fase akselerasi dan fase blas, mengalami leukemia yang nyata.
Pada sebagian besar keadaan, secara morfologis ditemukan mieloblas, tetapi dapat juga
terjadi transformasi limfoblas. Saat dimulai fase blas, prognosis biasanya buruk.
Transplantasi sumsum tulang (BMT) merupakan satu-satunya terapi kuratif dan sebaiknya
dilakukan kaetika pasien masih berada pada fase kronis. ( M.william schawtz, 2015).
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma
yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan
sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan
keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang ,
dan formasi para protein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis
melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup
sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan
traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang
terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-
5013 cukup menjanjikan (McPhee, J. Stephen, Maxine A. Papadakis, Jr. Lawrence M.
Tierney, 2008).

2.4. Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya
pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker.
Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga bisa
menyebabkan kematian (Irawan, 2012).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible
dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berada. Sel-sel tersebut,
pada berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan
dijumpai dalam jumlah yang banyak. Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut
maka akan terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia.
Apabila proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi
hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia serta
trombositopenia (Supandiman, 2013).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan.
Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia.
Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus.
Mereka membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit
primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh
terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia oleh
karena itu maka kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak,
leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada dewasa
muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur
(Supandiman, 2013).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar
rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter ahli
radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan
resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 2013). Selain faktor
diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika,
lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus
keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy
ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom,
fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan
hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol (Dipiro, et al, 2015).

2.5. Faktor Risiko Perkembangan Leukemia


Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik yang
berhubungan dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui. Saudara
kandungan dari anak yang menderita leukemia memiliki kecerendungan 2 sampai 4 kali lipat
untuk mengalami penyakit ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom abnormalitas
kromosom tertentu, termasuk sindrom Down memiliki resiko menderita leukemia. Pajanan
terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum tulang, dan berbagai obat
kemoterapi telah dianggap meningkatkan risiko leukemia, agens-agens berbahaya di
lingkungan juga di duga dapat menjadi faktor risiko.
Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan hematopoies (pembentukan sel
darah ) telah terbukti meningkatkan risiko leukehodgkin, myeloma multiple. Riwayat
leukemia kronis meningkatkan risiko leukemia akut.
2.6. Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi dan
maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer.

Faktor pencetus : genetic, radiasi, Sel neoplasma


obat-obatan, kelainan kromosom, berpoliferasi didalam
infeksi virus, paparan bahan kimia. sumsum tulang

Penyebaran
Infiltrasi sumsum Sel onkogen
ekstramedular
tulang
Pertumbuhan berlebih

MII Sirkulasi darah MII Sistem


Limfatik Kebutuhan nutrisi
meningkat
Pembesaran hati dan
Nodus limfe
limfa
hipermetabolisme

Hepatosplenomegali limfadenopati
MK
Ketidakseimbangan
Peningkatan nutrisi kurang dari
Penekanan ruang
tekanan intra kebutuhan tubuh
abdomen
abdomen

Sel normal
digantikan oleh Gangguan rasa
sel kanker nyaman nyeri
MK
Resiko perdarahan
Depresi produksi sumsum
tulang

Penurunan trombosit trombositopenia kecenderungan perdarahan

Penurunan eritrosit anemia Suplai oksigen MK


kejaringan In
Penurunan fungsi leukosit Daya tahan tubuh menurun Ketidakseimbangan
adekuat Resiko infeksi
perfusi jaringan perifer
Infiltrasi periosteal Kelemahan tulang
c

tulang lunak dan lemah stimulasi saraf C (noticeptor)

fraktur fisiologis Gangguan rasa


nyaman nyeri
Hambatan mobilitas fisik

2.7. Manifestasi klinis


Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk definitif
diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya
yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi. Noda cytochemical
sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid atau
limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya
toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat
beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya sugestif
infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan petechiae),
nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.

2.8. Komplikasi
Penyakit leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses
terapi Leukemia juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.

1. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada


keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom.
2. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan
ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang
pesat.
3. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan
leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar,
bahkan beresiko untuk pecah.
4. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus
leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar
trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke.
5. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan leukemia juga dapat menurunkan kadar
leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
6. Kematian.
B. PROSES KEPERAWATAN.

3.1. Pengkajian
A. Anamnesa :
a. Identitas
Meliputi, nama, usia, jk, suku , agama, alamat. Leukemia banyak menyerang laki-laki
dari pada wanita dan menyerang pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang
dewasa. Bisa juga terjadi pada anak-anak.
b. Keluhan utama
Lemas, sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah, lelah,
wajah terlihat pucat, anemis, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-tanda leucopenia
yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu
ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi
ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya
pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar
rectal, nyeri ( Lawrence, 2013).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan
hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
f. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial perlu dikaji tentang bagaimana respon klien terhadap
penyakit leukemia yang sedang dialaminya. Apakah ada perubahan gambaran peran
dan fungsinya terhadap penyakit yang dialaminya sekarang. Kemudian tanyakan
bagaimana cara keluarga memberikan dukungan ketika pasien dengan keadaannya
sekarang.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat
composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan B1-B6
a. B1 (Breath):
RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu otot
sternokleidomastoid.
b. B2 (Blood):
TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl,
leukosit 70.500 ml3, trombosit 44.000ml3
c. B3 (Brain): sakit kepala
d. B4 (Bladder):
Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine. Mengkaji apakah menggunakan
alat bantu untuk berkemih.
e. B5 (Bowel):
BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati
f. B6 (Bone):
Nyeri tulang dan sendi
C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia
tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian
anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum (Gale, 2012 : 185).
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a. Darah tepi
1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia


4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast,
erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.

Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia

b. Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel
primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya
dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis
normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang
(dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang
c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam
diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.

Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik


d. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik
leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna
membedakan jenis leukemia.
Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping

2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)


1) Darah Tepi
1) Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x 109/L.
2) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
3) Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil
dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast
kurang dari 5%.
4) Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu rendah
2) Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan apusan darah
tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah
netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal
atau meningkat.
3) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.
4) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein
bcr – abl pada 99% kasus.
6) Kadar asam urat serum meningkat.

Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1. Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2. Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak
adekuat.
3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4. Blast dalam sumsum tulang >10%.

Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:


1. Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.
2. Basofil darah tepi > 20%.
3. Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan terapi, atau
thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.
4. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5. Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.

Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:


1. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.
2. Proliferasi blast ekstrameduler.
3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.

3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma


1) Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit
umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis.
Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan
leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite
mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang
didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan
proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan
imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

Gambar Hasil Pemeriksaan Adanya Protein M pada Penderita Multyple Myeloma


Gambar Keganasan Multiple Myeloma
2) Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik,
punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran
yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang
cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang
pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada
beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.Saat
timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos
memperlihatkan:
1) Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang
belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma.
Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-
satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
2) Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis
senilis.
3) Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di
dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
4) Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan
lunak.
5) Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu
penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,
tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.
Gambar Radiologi Pasien Multiple Myeloma

3) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan
modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena
gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan
dapat deteksi.

Gambar CT Scan Pada Multiple Myeloma

4) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk
resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu
intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal
tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak
spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai
gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis.Pada
pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan
dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis
multipel mieloma.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
1) Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
2) Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
3) Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
 Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut.Pada
waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal
secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan
memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan
penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di
mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan
pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan
darah tepi (Bakta,I Made, 2017 : 131-133).
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang
tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi
meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin), daunorubisin (Daunomycin), dan L-
asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan
awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate).Allopurinol
diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah
hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan,
85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi
komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan
untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2012: 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada
akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a. Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b. Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan
penyembuhan permanen pada sebagaian penderita, terutama penderita yang
berusia di bawah 40 tahun.
 Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan
kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif
harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak penderita dapat
meninggal karena efek samping obat,.Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk
mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
a) Terapi untuk mengatasi anemia
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas
Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit. Perawatan khusus
(isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan
d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis,
pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
i. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
1) Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat
dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi
50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2015).
2) Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya
perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2015) dan memerlukan pengaturan
dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg
– 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit
10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan
sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2017).
3) Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis
dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik
terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons
hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase
kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph-
(Hoffbrand, 2015).
4) Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10%
kasus (Bakta, 2017;Hoffbrand, 2015).
ii. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
iii. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang
terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan
adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini
merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
iv. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki
ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase
sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2017).
3. Multiple Myeloma
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah
dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian besar efek
samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,
mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran
pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin
berunding lainnya khusus efek samping.
b. Terapi radiasi
1) Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih
besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang
myeloma.
2) Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih
besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
3) Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang
berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
c. Pengobatan ditujukan untuk:
1) Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2) Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3) Memperlambat perkembangan penyakit.
d. Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1) Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang
terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2) Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak
minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang
bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3) Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.
Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya
rapuh.
4) Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah
kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5) Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin.

E. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke perifer


(anemia)
2) Resiko infeksi b.d penurunan sistem kekebalan tubuh
3) Resiko perdarahan b.d trombositopenia
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (anemia)
5) Nyeri b.d agen cedera biologis (efek fisiologis dari leukemia)
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (anoreksia)
7) Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (kemoterapi, radioterapi)

F. Perumusan NANDA NIC-NOC


No. NANDA NOC NIC
(North American (Nursing Outcome (Nursing Intervertion
Nursing Diagnosis Classification) Classification)
Asosiation)
Ketidakseimbangan 1. Status Sirkulasi 1. Monitor adanya daerah
perfusi jaringan perifer 2. Tissue perfusion : tertentu yang hanya peka
b.d penurunan suplai cerebral terhadap panas, dingin,
darah ke perifer Kriteria hasil : tajam, tumpul.
(anemia) 1. Tekanan sistol dan 2. Monitor adanya paretese
Definisi : Penurunan diastole dalam keadaan 3. Instruksikan keluarga
sirkulasi darah ke rentang yang diharapkan untuk mengobsrvasi kulit
perifer yang dapat 2. Tidak ada ortostatik jika ada isi atau laserasi
mengganggu hipertensi 4. Gunakan sarung tangan
kesehatan. 3. Tidak ada tanda-tanda untuk proteksi
Batasan karakteristik : peningkatan intracranial 5. Batasi gerakan pada
a. Tidak ada nadi 4. Menunjukkan fungsi kepala, leher dan
b. Perubahan fungsi sensori motoric kranial punggung
motoric yang utuh : tingkat 6. Monitor kemapuan BAB
c. Perubahan kesadaran membaik, 7. Kolaborasi pemberian
karakteristik kulit tidak ada gerakan- analgetik
d. Penurunan nadi gerakan involunter. 8. Monitor adanya
e. Warna kulit pucat tromboplebitis
saat elevasi 9. Diskusikan mengenai
Factor yang penyebab perubahan
berhubungan : sensasi
1. Kurang
pengetahuan
tentang factor
pemberat
(merokok, gaya
hidup monoton,
trauma, obesitas,
imobilitas).
1.        Resiko infeksi b.d Status imun Manajemen lingkungan
penurunan sistem Klien diharapkan mampu: Intervensi yang dilakukan :
kekebalan tubuh a. Tidak adanya infeksi a. Ciptakan lingkungan yang
berulang aman untuk pasien.
b. Tidak adanya tumor b. Identifikasi kebutuhan
c. Status pencernaan dari keamanan pasien,
skala yang diharapkan berdasarkan tingkat fisik,
d. Status pernapasan dari dan fungsi kognitif dan
skala yang diharapkan pengalaman masa lalu.
e. Berat badan dalam batas c. Hindari lingkungan yang
normal berbahaya (ex : permadani
f. Suhu tubuh normal lepas dan kecil, perabotan
g. Tidak adanya kelelahan rumah yang dapat
secara terus menerus dipindah-pindahkan).
h. Jumlah sel darah putih d. Hindari objek yang
dalam batas normal berbahaya dari lingkungan.
Status nitrisi e. Usaha perlindungan dengan
Klien diharapkan mampu pinggir jeruji/pinggir
menormalkan: lapisan jeruji, dengan tepat.
a. Pemasukan nutrisi f. Dampingi pasien selama
b. Pemasukan makanan dan aktivitas di luar bangsal.
cairan g. Atur tinggi rendahnya
c. Energi tempat tidur.
d. Masa tubuh h. Sediakan peralatan yang
e. Berat badan adaptif (ex : tangga yang
dapat disandarkan dan
susuran tangan), dengan
tepat.
i. Tempatkan furniture dalam
ruangan dengan susunan
yang tepat.
j. Sediakan tabung panjang
untuk membuat gerakan
lebih leluasa.
k. Tempatkan objek yang
digunakan dalam batas
jangkauan.
l. Sediakan kamar untuk 1
orang.
m. Sediakan tempat tidur yang
bersih dan nyaman.
n. Sediakan tempat tidur yang
kokoh/kuat.
o. Tempatkan perubahan
posisi tempat tidur dalam
kondisi yang mudah
dijangkau.
p. Kurangi rangsangan dari
lingkungan.
q. Hindari pencahayaan yang
tidak penting, sirkulasi
udara, keadaan yang terlalu
panas, ataupun dingin.
r. Atur suhu lingkungan
sesuai kebutuhan pasien,
jika suhu tubuhnya
berubah.
s. Kontrol/cegah bising yang
berlebihan, bila
memungkinkan.
t. Kontrol pencahayaan untuk
manfaat terapeutik.
u. Batasi jumlah pengunjung.
v. Batasi kunjungan secara
personal kepada pasien,
keluarga, kebutuhan
penting lainnya.
w. Lakukan rutinitas sehari-
hari sesuai kebutuhan
pasien.
Manajemen nutrisi
Intervensi yang dilakukan :
a. Tanyakan apakah pasien
mempunyai alergi terhadap
makanan.
b. Pastikan makanan
kesukaan pasien.
c. Dorong kenaikan
pemasukan zat besi
makanan, dengan tepat.
d. Dorong kenaikan
pemasukan protein, zat
besi, vitamin C, dengan
tepat.
e. Berikan pasien dengan
protein tinggi, kalori
tinggi, nutrisi makanan
cemilan dan minuman itu
bisa dengan mudah
mengonsumsi denagn
tepat.
f. Ajarkan pasien bagaimana
menafkahkan buku harian
makanan, sesuai dengan
kebutuhan.
g. Kontrol catatan pemasukan
untuk kandungan nutrisi
dan kalori.

2.        Resiko perdarahan b.d Pembekuan darah Pencegahan perdarahan


trombositopenia Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan :
menormalkan : a. Monitor kemungkinan
a. Gumpalan pembentukan terjadinya perdarahan
b. Waktu protrombin pada pasien
c. Hb b. Catat kadar HB dan Ht
d. Perdarahan setelah pasien mengalami
e. Memar kehilangan banyak darah
f. Petechiae c. Pantau gejala dan tanda
timbulnya perdarahan
yang berkelanjutan 9cek
sekresi pasien baik yang
terlihat maupun yang tidak
disadari perawat)
d. Pantau factor koagulasi,
termasuk protrombin (Pt),
waktu paruh tromboplastin
(PTT), fibrinogen,
degradasi fibrin, dan kadar
platelet dalam darah)
e. Pantau tanda-tanda vital,
osmotic, termasuk TD
f. Atur pasien agar pasien
tetap bed rest juka masih
ada indikasi pendarahan
g. Atur kepatenan/ kualitas
produk / alat yang
berhubungan dengan
perdarahan
h. Lindungai pasien dari hal-
hal yang menimbulkan
trauma dan bias
menimbulkan perdarahan
i. Jangan lakukan injeksi
j. Gunakan sikat gigi yang
lembut untuk perawatan
oral pasien
k. Gunakan alat ukur elektrik
yang memiliki pinggiran
tepi saat pasien mencukur
l. Hindari tindakan invasive
m. Cegah memasukkan
sesuatu kedalam lubang
daerah yang mengalami
perdarahan
n. Hindari pengukuran suhu
secar rectal
o. Jauhkan alat-alat berat
disekitar pasien
p. Instruksikan pasien untuk
menghindari/ menjauhi
aspirasi atau anti koagulan
yang lain
q. Instruksikan pasien untuk
menghindar aspirin/
antikoagulan yang lain
r. Instruksikan pasien untuk
emngkonsumsi makanan
yang mengandung vit K
s. Cegah terjadi konstipasi
t. Ajarkan pasien dan
keluarga untuk mengenali
tanda-gejala terjadinya
perdarahan dan tindakan
pertama untuk penanganan
selama perdarahan
berlangsung
3.        Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas
b.d kelemahan umum Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
(anemia) untuk menormalkan: a. Kolaborasi dengan terapis
a. Saturasi oksigen ketika dalam merncanakan dan
beraktivitas memonitor program
b. Denyut nadi ketika aktivitas
beraktivitas b. Tingkatkan komitmen
c. Laju pernapasan ketika pasien dalam beraktivitas
beraktivitas c. Bantu mengekplorasi
d. Tekanan darah sistolik aktivitas yang bemanfaat
e. Tekanan darah diastolic bagi pasien
f. Pemeriksaan EKG d. Bantu mengidentifikasi
g. Warna kulit sumberdaya yang dimiliki
h. Kekuatan tubuh atas dalam beraktivitas
i. Kekuatan tubuh bawah e. Bantu pasien/keluarga
Daya tahan dalam beradaptasi dengan
Klien diharapkan mampu lingkungan
untuk menormalkan: f. Bantu menyusun aktivitas
a. Kinerja dari rutinitas fisik
b. Aktivitas g. Pastikan lingkungan aman
c. Konsentrasi untuk pergerakan otot
d. Kepulihan energy h. Jelaskan aktivitas motorik
setelah beraktivitas untuk meningkatkan tonus
e. Tingkat oksigen darah otot
i. Berikan reinforcemen
Tingkat kegelisahan positif selama beraktivitas
Klien diharapkan mampu j. Monitor respon emosional,
untuk menormalkan: fisik, sosial dan spiritual
a. Nyeri
b. Cemas Manajemen energy
c. Mengerang Intervensi yang dilakukan
d. Stress a. Tentukan pembatasan
e. Takut aktivitas fisik pasien
f. Kegelisahan b. Jelaskan tanda yang
g. Nyeri otot menyebabkan kelemahan
h. Meringis c. Jelaskan penyebab
i. Sesak nafas kelemahan
j. Mual d. Jelaskan apa dan
k. Muntah bagaimana aktivitas yang
dibutuhkan untuk
membangun energi
e. Monitor intake nutrisi yang
adekuat
f. Monitor respon
kardiorespirasi selama
aktivitas
g. Monitor pola tidur
h. Monitor lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
i. Batasi stimulus lingkungan
j. Anjurkan bedrest
k. Lakukan ROM aktif/pasif
l. Bantu pasien membuat
jadwal istirahat
m. Monitor efek obat stimulan
dan depresan
n. Monitor respon oksigenasi
pasien

4.        Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : Mengurangi rasa cemas:
biologis (efek Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
fisiologis dari untuk : a. Tenangkan klien dan
leukemia) a. Menghindari perasaan melakukan pendekatan.
gelisah. b. Kaji perspektif situasi
b. Menghindari serangan stress klien.
panik c. Berikan informasi faktual
c. Menghindari Rasa mengenai diagnosis, terapi,
cemas yang berlebihan. dan prognosis.
d. Mengontrol tekanan d. Bantu pasien untuk untuk
darah. meminimalisir rasa cemas
e. Mengontrol peningkatan yang timbul.
denyut nadi. e. Kaji tanda-tanda
f. Mengontrol peningkatan kecemasan baik secara
jumlah pernafasan. verbal maupun non verbal.
g. Menghindari hal-hal Menajemen nyeri
yang bisa mengganggu Intervensi yang dilakukan:
tidur. a. Ajarkan klien tentang
Tingkatan nyeri bagaimana cara
Klien diharapkan mampu mengontrol rasa nyeri.
untuk: b. Ajarkan klien teknik-
a. Mengendalikan rasa teknik relaksasi.
nyeri. c. Ajarkan klien bagaimana
b. Mengontrol diri dari cara menghindari diri dari
kehilangan nafsu rasa cemas.
makan.
5.        Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu makan:
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukuan:
kebutuhan tubuh b.d untuk menormalkan: a. Anjurkan asupan kalori
faktor biologi a. Pemasukan nutrisi yang sesuai dengan
(anoreksia) b. Pemasukan makanan kebutuhan dan gaya hidup.
c. Pemasukan cairan b. Kontrol asupan nutrisi dan
d. Energy kalori.
e. Berat badan c. Anjurkan kepada klien
f. Tonus otot untuk mengkonsumsi
g. Hidrasi nutrisi yang cukup.
Pengontrolan nutrisi
Nafsu makan Intervensi yang dilakukuan:
Klien diharapkan mampu a. Tanyakan apakah pasien
untuk menormalkan: mempunyai alergi terhadap
a. Menyeimbangkan nafsu makanan
makan b. Tentukan makanan pilihan
b. Menyeimbangkan pasien
Pasokan cairan tubuh c. Tentukan jumlah kalori
c. Menyeimbangkan dan jenis zat makanan
Pasokan nutrisi tubuh yang diperlukan untuk
Weight gain behavior : memenuhi nutrisi, ketika
Klien diharapkan mampu : berkolaborasi dengan ahli
a. Mengidentifikasi makanan, jika diperlukan
penyebab kehilangan d. Tunjukkan intake kalori
berat badan yang tepat sesuai tipe
b. Memilih sebuah target tubuh dan gaya hidup
sehat berat badan. e. Timbang berat badan
c. Mengidentifikasi pasien pad jarak waktu
pemasukan kalori yang tepat
d. Memilihara suplai nutrisi Terapi Nutrisi
makanan dan minuman Intervensi yang dilakukan
yg adekuat f. Monitor pemasukan cairan
e. Meningkatkan nafsu dan makanan dan
makan menghitung pemasukan
kalori sehari-hari
g. Bantu pasien membentuk
posisi duduk yang benar
sebelum makan
h. Ajarkan pasien dan kelurga
tentang memilih makanan
6.        Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit
kulit b.d zat kimia membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
(kemoterapi, Klien diharapkan mampu a. Amati warna kulit,
radioterapi) menormalkan : kehangatan (suhu),
a. Temperatur bengkak, getaran, tekstur
b. Sensasi kulit, udem.
c. Elastisitas b. Pantau area yang tidak
d. Pigmentasi berwarna dan memar kulit
e. Warna serta membran mukosa.
f. Ketebalan c. Pantau kelainan
g. Jaringan bebas lesi. kekeringan dan
kelembaban kulit.
d. Catat perubahan kulit atau
membran mukosa.
e. Periksa keketatan pakaian.
f. Pantau warna kulit.
g. Pantau suhu kulit.
h. Instruksikan anggota
keluarga / pemberi
perawatan tentang tanda –
tanda dari kerusakan kulit.

G. Implementasi
Dalam implementasi perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi
yang telah disusun. Dilakukan sesuai standar operasional dalam melakukan tindakan.
Agar tindakan yang dilakukan perawat ada bukti dan diharus dicatat hasil monitoring
tindakan.
H. Evaluasi
Evaluasi wajib dilakukan karena sebagai tolak ukur tindakan yang diberikan pada pasien
memiliki hasil yang sudah diharapkan sesuai dengan kriteria hasil atau belum. Dan dalam
melakukan tindakan sudah sesuai perencanaan atau tidak. Evaluasi memberikan nilai atas
hasil yang diperoleh dari kondisi pasien. Jika kriteria hasil tidak mencapai tujuan, maka
dilakukan pengkajian ulang selanjutnya dilakukan perencanaan tindakan dan dilakukan
pelaksanaannya.
BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.
leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah”
yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini
akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus
menyebabkan kematian.

Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor
predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah putih yang kemungkinan
berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab tersering, kemudian karena radiasi,
zat kimia, gangguan imunologik, virus dan factor genetic. Sampai saat ini, leukemia
merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Adanya mediastinal
massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.

4.2. Saran

Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar semangat menjalani
hidup dan memberikan usaha maksimal untuk mempertahankan hidup pasien, dan
menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu mengikuti terapi yang dianjurkan.
Perawat juga harus memperhatikan personal hygiene pasien untuk mengurangi dampak
bertambah parahnya penyakit leukemia pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2018 Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).

Burke, J.M. 2012. Dx/Rx leukemia. Mississauga: Jones & Bartlett Learning

Carpenito, Lynda Juall. 2015. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC :
Jakarta. Marilyn E. Doenges,

Green, J.H. 2009. Fisiologi kedokteran. Tangerang: Binarupa Aksara

Goldsmith, C. 2018. Leukemia. Minneapolis: USA Today

Sudoyo, A.W dkk. 2017. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing

Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2002. Rencana Asuhan Keperawatan.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2017. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nurarif, Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai