DISUSUN OLEH
DWI RIANA
MARTHA SRI WAHYUNI
Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan keperawatan kritis leukimia” dengan tepat waktu.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah. Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya buat untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan
kita semua. Semoga bermanfaat.
Kelompok 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih (leukemia).
1.3.2. Tujuan khusus\
Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic,
penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
2.4. Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya
pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker.
Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga bisa
menyebabkan kematian (Irawan, 2012).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible
dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berada. Sel-sel tersebut,
pada berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan
dijumpai dalam jumlah yang banyak. Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut
maka akan terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia.
Apabila proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi
hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia serta
trombositopenia (Supandiman, 2013).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan.
Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia.
Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus.
Mereka membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit
primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh
terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia oleh
karena itu maka kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak,
leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada dewasa
muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur
(Supandiman, 2013).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar
rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter ahli
radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan
resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 2013). Selain faktor
diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika,
lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus
keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy
ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom,
fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan
hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol (Dipiro, et al, 2015).
Penyebaran
Infiltrasi sumsum Sel onkogen
ekstramedular
tulang
Pertumbuhan berlebih
Hepatosplenomegali limfadenopati
MK
Ketidakseimbangan
Peningkatan nutrisi kurang dari
Penekanan ruang
tekanan intra kebutuhan tubuh
abdomen
abdomen
Sel normal
digantikan oleh Gangguan rasa
sel kanker nyaman nyeri
MK
Resiko perdarahan
Depresi produksi sumsum
tulang
2.8. Komplikasi
Penyakit leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses
terapi Leukemia juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
3.1. Pengkajian
A. Anamnesa :
a. Identitas
Meliputi, nama, usia, jk, suku , agama, alamat. Leukemia banyak menyerang laki-laki
dari pada wanita dan menyerang pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang
dewasa. Bisa juga terjadi pada anak-anak.
b. Keluhan utama
Lemas, sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah, lelah,
wajah terlihat pucat, anemis, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda
anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-tanda leucopenia
yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu
ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi
ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya
pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar
rectal, nyeri ( Lawrence, 2013).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan
hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
f. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial perlu dikaji tentang bagaimana respon klien terhadap
penyakit leukemia yang sedang dialaminya. Apakah ada perubahan gambaran peran
dan fungsinya terhadap penyakit yang dialaminya sekarang. Kemudian tanyakan
bagaimana cara keluarga memberikan dukungan ketika pasien dengan keadaannya
sekarang.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat
composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan B1-B6
a. B1 (Breath):
RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu otot
sternokleidomastoid.
b. B2 (Blood):
TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl,
leukosit 70.500 ml3, trombosit 44.000ml3
c. B3 (Brain): sakit kepala
d. B4 (Bladder):
Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine. Mengkaji apakah menggunakan
alat bantu untuk berkemih.
e. B5 (Bowel):
BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati
f. B6 (Bone):
Nyeri tulang dan sendi
C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia
tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian
anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum (Gale, 2012 : 185).
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a. Darah tepi
1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.
b. Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel
primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya
dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis
normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang
(dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang
c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam
diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1. Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2. Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak
adekuat.
3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4. Blast dalam sumsum tulang >10%.
3) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan
modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena
gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan
dapat deteksi.
4) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk
resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu
intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal
tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak
spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai
gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis.Pada
pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan
dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis
multipel mieloma.
D. Penatalaksanaan Medis
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
1) Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
2) Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
3) Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut.Pada
waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal
secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan
memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan
penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di
mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan
pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan
darah tepi (Bakta,I Made, 2017 : 131-133).
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang
tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi
meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin), daunorubisin (Daunomycin), dan L-
asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan
awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate).Allopurinol
diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah
hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan,
85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi
komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan
untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2012: 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada
akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a. Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification
b. Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan
penyembuhan permanen pada sebagaian penderita, terutama penderita yang
berusia di bawah 40 tahun.
Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan
kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif
harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak penderita dapat
meninggal karena efek samping obat,.Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk
mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
a) Terapi untuk mengatasi anemia
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas
Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit. Perawatan khusus
(isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan
d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis,
pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
i. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
1) Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap
minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat
dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi
50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan,
fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2015).
2) Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya
perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2015) dan memerlukan pengaturan
dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg
– 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit
10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan
sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2017).
3) Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis
dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik
terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons
hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase
kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph-
(Hoffbrand, 2015).
4) Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10%
kasus (Bakta, 2017;Hoffbrand, 2015).
ii. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat
rendah.
iii. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang
terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan
adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini
merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
iv. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler
(targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki
ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase
sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2017).
3. Multiple Myeloma
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel
kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah
dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian besar efek
samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,
mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran
pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin
berunding lainnya khusus efek samping.
b. Terapi radiasi
1) Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih
besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang
myeloma.
2) Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih
besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
3) Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang
berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
c. Pengobatan ditujukan untuk:
1) Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2) Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3) Memperlambat perkembangan penyakit.
d. Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1) Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang
terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2) Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak
minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang
bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3) Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.
Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya
rapuh.
4) Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah
kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5) Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin.
E. Diagnosa Keperawatan
4. Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : Mengurangi rasa cemas:
biologis (efek Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
fisiologis dari untuk : a. Tenangkan klien dan
leukemia) a. Menghindari perasaan melakukan pendekatan.
gelisah. b. Kaji perspektif situasi
b. Menghindari serangan stress klien.
panik c. Berikan informasi faktual
c. Menghindari Rasa mengenai diagnosis, terapi,
cemas yang berlebihan. dan prognosis.
d. Mengontrol tekanan d. Bantu pasien untuk untuk
darah. meminimalisir rasa cemas
e. Mengontrol peningkatan yang timbul.
denyut nadi. e. Kaji tanda-tanda
f. Mengontrol peningkatan kecemasan baik secara
jumlah pernafasan. verbal maupun non verbal.
g. Menghindari hal-hal Menajemen nyeri
yang bisa mengganggu Intervensi yang dilakukan:
tidur. a. Ajarkan klien tentang
Tingkatan nyeri bagaimana cara
Klien diharapkan mampu mengontrol rasa nyeri.
untuk: b. Ajarkan klien teknik-
a. Mengendalikan rasa teknik relaksasi.
nyeri. c. Ajarkan klien bagaimana
b. Mengontrol diri dari cara menghindari diri dari
kehilangan nafsu rasa cemas.
makan.
5. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu makan:
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukuan:
kebutuhan tubuh b.d untuk menormalkan: a. Anjurkan asupan kalori
faktor biologi a. Pemasukan nutrisi yang sesuai dengan
(anoreksia) b. Pemasukan makanan kebutuhan dan gaya hidup.
c. Pemasukan cairan b. Kontrol asupan nutrisi dan
d. Energy kalori.
e. Berat badan c. Anjurkan kepada klien
f. Tonus otot untuk mengkonsumsi
g. Hidrasi nutrisi yang cukup.
Pengontrolan nutrisi
Nafsu makan Intervensi yang dilakukuan:
Klien diharapkan mampu a. Tanyakan apakah pasien
untuk menormalkan: mempunyai alergi terhadap
a. Menyeimbangkan nafsu makanan
makan b. Tentukan makanan pilihan
b. Menyeimbangkan pasien
Pasokan cairan tubuh c. Tentukan jumlah kalori
c. Menyeimbangkan dan jenis zat makanan
Pasokan nutrisi tubuh yang diperlukan untuk
Weight gain behavior : memenuhi nutrisi, ketika
Klien diharapkan mampu : berkolaborasi dengan ahli
a. Mengidentifikasi makanan, jika diperlukan
penyebab kehilangan d. Tunjukkan intake kalori
berat badan yang tepat sesuai tipe
b. Memilih sebuah target tubuh dan gaya hidup
sehat berat badan. e. Timbang berat badan
c. Mengidentifikasi pasien pad jarak waktu
pemasukan kalori yang tepat
d. Memilihara suplai nutrisi Terapi Nutrisi
makanan dan minuman Intervensi yang dilakukan
yg adekuat f. Monitor pemasukan cairan
e. Meningkatkan nafsu dan makanan dan
makan menghitung pemasukan
kalori sehari-hari
g. Bantu pasien membentuk
posisi duduk yang benar
sebelum makan
h. Ajarkan pasien dan kelurga
tentang memilih makanan
6. Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit
kulit b.d zat kimia membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
(kemoterapi, Klien diharapkan mampu a. Amati warna kulit,
radioterapi) menormalkan : kehangatan (suhu),
a. Temperatur bengkak, getaran, tekstur
b. Sensasi kulit, udem.
c. Elastisitas b. Pantau area yang tidak
d. Pigmentasi berwarna dan memar kulit
e. Warna serta membran mukosa.
f. Ketebalan c. Pantau kelainan
g. Jaringan bebas lesi. kekeringan dan
kelembaban kulit.
d. Catat perubahan kulit atau
membran mukosa.
e. Periksa keketatan pakaian.
f. Pantau warna kulit.
g. Pantau suhu kulit.
h. Instruksikan anggota
keluarga / pemberi
perawatan tentang tanda –
tanda dari kerusakan kulit.
G. Implementasi
Dalam implementasi perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi
yang telah disusun. Dilakukan sesuai standar operasional dalam melakukan tindakan.
Agar tindakan yang dilakukan perawat ada bukti dan diharus dicatat hasil monitoring
tindakan.
H. Evaluasi
Evaluasi wajib dilakukan karena sebagai tolak ukur tindakan yang diberikan pada pasien
memiliki hasil yang sudah diharapkan sesuai dengan kriteria hasil atau belum. Dan dalam
melakukan tindakan sudah sesuai perencanaan atau tidak. Evaluasi memberikan nilai atas
hasil yang diperoleh dari kondisi pasien. Jika kriteria hasil tidak mencapai tujuan, maka
dilakukan pengkajian ulang selanjutnya dilakukan perencanaan tindakan dan dilakukan
pelaksanaannya.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.
leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah”
yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini
akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus
menyebabkan kematian.
Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor
predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah putih yang kemungkinan
berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab tersering, kemudian karena radiasi,
zat kimia, gangguan imunologik, virus dan factor genetic. Sampai saat ini, leukemia
merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Adanya mediastinal
massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.
4.2. Saran
Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar semangat menjalani
hidup dan memberikan usaha maksimal untuk mempertahankan hidup pasien, dan
menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu mengikuti terapi yang dianjurkan.
Perawat juga harus memperhatikan personal hygiene pasien untuk mengurangi dampak
bertambah parahnya penyakit leukemia pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2018 Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Burke, J.M. 2012. Dx/Rx leukemia. Mississauga: Jones & Bartlett Learning
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC :
Jakarta. Marilyn E. Doenges,
Sudoyo, A.W dkk. 2017. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing
Nurarif, Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.