Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penderita penyakit kanker di Indonesia belum diketahui secara


pasti, tetapi peningkatan dari tahun ke tahun dapat dibuktikan sebagai salah
satu penyebab kematian. Hanya beberapa penyakit kanker yang dapat diobati
secara memuaskan, terutama jika diobati saat masih stadium dini.
Keberhasilan pengobatan sangat ditentukan oleh jenis kanker, stadium kanker,
keadaan umum penderita, dan usaha penderita untuk sembuh. Kanker
bukanlah suatu penyakit yang ringan. Langkah awal dalam pengobatan
penyakit kanker adalah deteksi dengan benar bahwa gejala yang muncul pada
tubuh pasien adalah benar-benar sel kanker ganas. Deteksi ini bisa dilakukan
dengan pemeriksaan biopsy, sehingga langkah pengobatan bisa dilakukan
secara cepat dan tepat. Langkah berikutnya adalah terapi pengobatan dengan
cara konvensional.

Namun pada kenyataannya pengobatan dengan cara ini sering kali


kanker belum bisa diatasi secara total. Disinilah peran tanaman obat/herbal.
Penyakit Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan
sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang
dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri, selanjutnya
menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus menyebar melalui
jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta syaraf tulang
belakang. Dalam keadaan normal, sel hanya akan membelah diri jika ada
penggantian sel-sel yang telah mati dan rusak. Sebaliknya sel kanker akan
membelah terus meskipun tubuh tidak memerlukannya, sehingga akan terjadi
penumpukan sel baru yang disebut tumor ganas. Penumpukan sel tersebut
mendesak dan merusak jaringan normal, sehingga mengganggu organ yang
ditempatinya. Kanker dapat terjadi diberbagai jaringan dalam berbagai organ
di setiap tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Bila kanker terjadi di bagian
permukaan tubuh, akan mudah diketahui dan diobati. Namun bila terjadi

1|Page
didalam tubuh, kanker itu akan sulit diketahui dan kadang – kadang tidak
memiliki gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya sudah stadium lanjut
sehingga sulit diobati.

Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya,


Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi
sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel
darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat
bagi sel darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal
secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-reproduksi kembali.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi penyakit leukemia?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari penyakit leukemia?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis penyakit leukemia?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari penyakit leukemia?
1.2.5 Bagaimana epidemiologi dari penyakit leukemia?
1.2.6 Bagaimana klasifikasi penyakit leukemia?
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit leukemia?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit leukemia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami definisi dari penyakit leukemia.
1.3.2 Mengetahui dan memahami etiologi dari penyakit leukemia.
1.3.3 Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari penyakit leukemia.
1.3.4 Mengetahui dan memahami patofisiologi dari penyakit leukemia.
1.3.5 Mengetahui dan memahami epidemiologi dari penyakit leukemia.
1.3.6 Mengetahui dan memahami klasifikasi dari penyakit leukemia.
1.3.7 Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit
leukemia.
1.3.8 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari penyakit leukemia.

2|Page
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah
putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.
Leukimia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi
dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukimia juga bisa didefinisikan
sebagai keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai
gangguan diferensiasei pada berbagai tingkatan sel induk hematopoietik.
Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi
(pertumbuhan sel imatur) sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta
sering disertai adanya leukosit dengan jumlah yang berlebihan, yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia (Hidayat, 2006).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak
atau multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik
dan biasanya berakhir fatal (Nursalam, 2005).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen-elemen sumsum
normal (Baughman, 2000, hal: 336).
Leukemia merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan bisanya berakhir fatal (Ngastiyah, 1997).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentukan darah (Suriadi, 2006).
Jadi dapat disimpulkan bahwa leukemia adalah penyakit akibat
terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering
disertai adanya leukosit jumlah yang berlebihan dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.
2.2 Etiologi
Meskipun pada sebagian besar penderita leukimia faktor-faktor
penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang

3|Page
terbukti dapat menyebabkan leukimia, yaitu faktor genetik, sinar,
radioaktif, dan virus.
1. Faktor Genetik
Insidensi leukimia akut pada anak-anak penderita sindrom Down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom
21 dapat menyebabkan leukimia akut. Insidensi leukimia akut juga
meningkatkan pada penderita kelainan kongenital dengan aneuloidi,
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis van Greveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter,
dan sindrom trisomi D.
2. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Angka
kejadian leukimia mieloblastik akut (AML) dan leukimia granuosistik
kronis (LKG) jelas sekali meningkat sesudah sinar radioaktif. Akhir-
akhir ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan sinar
radioaktif akan menderita leokimia pada 6% klien, dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukimia pada
binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab
leukima pada manusia adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa
hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab
leukimia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah
manusia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan didalam virus
onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang
menyebabkan eukimia pada binatang. Enzim tersebut menyebabbkan
virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang
kemudian bergabung dengan genom yang terinfeksi.
2.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia,
perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa

4|Page
pembengkakan. Purpura merupakan hal yang umum serta hepardan lien
membesar. Jika terdapat infiltrasi ke dalam susunan saraf pusat dapat
ditemukan tanda meningitis. Cairan serebro spinal mengandung protein
yang meningkatkan dan glukosa yang menurun. Tampaknya juga terdapat
beberapa hubungan antara leukemia dan sindrom down (mongolisme):
1. Pucat
2. Malaise
3. Keletihan (letargi)
4. Perdarahan gusi
5. Mudah memar
6. Petekia dan ekimosis
7. Nyeri abdomen yang tidak jelas
8. Berat badan turun
9. Iritabilitas
10. Muntah
11. Sakit kepala (pusing)
2.4 Patofisiologi

5|Page
2.5 Epidemiologi
Leukimia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya
merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data
epidemiologi menunjukkan hasil sebagai berikut.
1. Insidensi
Insien leukimia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/ tahun.
Leukimia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada
angka pasti mengenai insiden leukimia di indonesia.
2. Frekuensi relatif
Frekuensi relatif leukimia di negara barat menurut Gunz adalah
sebagai berikut.
 Leukimia akut 60%
 CLL 25%
 CML 15%
Di Indonesia, frekuensi CLL sangat rendah. CML merupakan leukimia
kronis yang paling sering dijumpai.
3. Usia
Insiden leukimia menurut usia didapatkan data sebgai berikut.
 ALL terbanyak pada anak-anak dan dewasa.
 AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa.
 CML pada semua usia tersering usia 40-60 tahun.
 CLL terbanyak pada orang tua.
4. Jenis kelamin
Leukimia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita
dengan perbandingan 2 : 1.
2.6 Klasifikasi
Leukimia dapat diklasifikasikan berdasarkan:
2.4.1 Maturase sel
1. Leukimia Akut
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leokosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leokosit yang lain
6|Page
daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan
kematian.
a. Patofisiologi
Proses patofiologi leokimia akut dimulai dari transformasi
ganas sel induk hematologis atau turunannya. Proliferase
ganas sel induk ini mengahasilkan se leokimia dan
mengakibatkan hal-hal berikut.
1) Penekanan hematopoiesis normal, sehinga terjadi bone
marrow failure.
2) Infiltrasi sel leokimia ke dalam organ, sehingga
menimbukan organomegali.
3) Katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan
hiperkatabolik.

b. Kasifikasi
Leukimia akut menurut kasifikasi FAB (French-American-
British) dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1) Leukimia mielositik akut/ acute myeloid leukimia
(LMA/AML). Asuhan keperawatan pada klien dengan
leukimia mielositik akut (LMA/AML) adalah sebagai
berikut.
 Pengertian. Leukimia mielositik akut (LMA)
merupakan leukimia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua
sel miooid. LMA merupakan leokimia nonlimfositik
yang paling sering terjadi.
 Insidensi. Insiden AML kira-kira 2-3/100.000
penduduk, LMA lebih sering ditemukan pada usia
dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%).
Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada
wanita.

7|Page
 Klasifikasi. Menurut k-lasifikasi FAB (French-
American-British) LMA dibagi menjadi enam jenis,
yaitu:
M1 : Leukimia mieloblastik tanpa pematangan.
M2 : Leukimia mieloblastik dengan berbagai derajat
pematangan.
M3 : Leukimia promieloblistik hipergranular.
M4 : Leukimia mielomonositik.
M5 : Leukimia Monoblastik.
M6 : Eritroleukimia.
 Gejala Klinis. Gejala Klinis yang dapat terlihat
pada klien LMA adalah rasa leah: pucat, nafsu
makan hilang, anemia, petekie, pendarahan, nyeri
tulang, serta infeksi dan pembesaran kelenjar getah
bening, limpah, hati, dan kelenjar mediastinum.
Kadang-kadang juga ditemukan hipertrofi gusi,
khususnya pada leukimia akut monoblastik dan
mielomonolitik.
 Evaluasi Diagnostik. Evaluasi diagnostik pada
klien dengan LMA adalah sebgai berikut.
a) pada hitung sel darah menunjukkan adanya
penurunan, baik eritrosit maupun trombosit;
jumlah leukosit total bisa rendah, dan normal
atau tinggi.
b) Pada pemeriksaan sum-sum tulang
menunjukkan kelebihan sel blast yang imatur.
 Penatalaksaan.
Penatalaksanaan pada klien ini adalah sebagai
berikut:
a) Kemoterapi merupakan bentuk terapi utama dan
pada beberapa kasus dapat menghasilkan
perbaikan yang berlangsung sampai setahun

8|Page
atau lebih. Obat yang biasanya digunakan
meliputi daunorubicin, hydrochloride
(cerubidine), cytarabine (Cytosar-U), dan
mercaptopurine (purinethol).
b) Pemberian produk darah dan penanganan infeksi
dengan seger.
c) Transplantasi sumsum tulang.
 Prognosis
Dalam pengobatan modern, angka remisinya 50-
75%, tetapi angka rata-rata hidup masih dua tahun
dan yang dapat hidup lebih dari lima tahun hanya
10%.
2) Leukimia limfositik akut/ acute lymphoblastic
leukimia (LLA/ALL).
 Pengertian. LAA merupakan suatu proliferasi
ganas dari imfoblast.
 Insidensi. Insiden LLA berkisar 2-3 per 100.000
penduduk, lebih sering ditemukan pada anak-anak
(82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering
ditemukan pada laki-laki di bandingkan wanita.
 Klasifikasi. Klasifikasi LLA adalah sebagai berikut.
a) Secara morfologis, menurut FAB (Frech,
British, and America) ALL dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
 L1: ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil
dan merupakan 84% dari ALL, biasanya
ditemukan pada anaka-anak.
 L2: sel lebih besar, inti ireguler, kromatin
bergumpal, nuleoli prominen dan sitoplasma
agak banyak, merupakan 14% dari ALL,
biasanya terjadi pada orang dewasa.

9|Page
 L3: ALL mirip dengan limfoma burkitt,
yaitu sitoplasma basofil dengan banyak
vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.
b) Secara imunofenotipe ALL dapat dibagi
menjadi empat golongan basar yaitu sebagai
berikut.
 Common ALL  frekuensi relatif pada
anak-anak 76% dan dewasa 51%.
 Null ALL  frekuensi relatif pada anak-
anak 12% dan dewasa 38%.
 T-ALL  frekuensi relatif pada anak-anak
12% dan dewasa 10%.
 B-LL  frekuensi relatif pada anak-anak
1% dan dewasa 2%.
 Gejala Klinis. Gejala tersering yang dapat terjadi
adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi, purpura, nyeri
tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta
sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan splenomegali,
hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang
dada, ekimosis, dan peredaran retina.
 Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan darah tepi, hasil yang didapatkan
adalah sebagai berikut:
 ditemukan sel muda limfoblast.
 leukositosis (60%).
 kadang-kadang leucopenia.
 jumlah leukosit neutrofil sering kali rendah.
 kadar hemoglobin dan trombosit rendah.
b) Pemerisaan sumsum tulang  biasanya
menunjukkan sel blast yang dominan.

10 | P a g e
 Penatalaksanaan
Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah
ALL adalah kemoterapi. Kemoterapi untuk ALL
yang paling mendasar terdiri atas panduan obat.
a) Induksi remisi
 Obat yang digunakan terdiri atas:
1) Vincristine (VCR)  1,5 mg/m2/minggu
secara IV.
2) Prednison (Pred)  6 mg/m2/hari secara
oral.
3) L. Asparaginase (L.asp)  10.000 U/m2
4) Daunorubicin (DNR) 
25mg/m2/minggu-4 minggu.
 Regimen yang digunakan untuk ALL dengan
risiko standar terdiri atas:
1) Prednison + VCR
2) Prednisone + VCR + L. Asparaginase
 Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi
atau ALL pada orang dewasa antara lain:
1) Prednisone + VCR + DNR dengan atau
tanpa L. Asparaginase.
2) DNR + VCR + Prednison + L.
Asparaginase dengan atau tanpa
siklofosfamid.
b) Terapi post-remisi
 Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel
leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan
testis).
 Terapi intensifikasi/konsolidasi : pemberian
regimen noncross resistant terhadap regimen
induksi remisi.

11 | P a g e
 Terapi pemeliharaan (maintenance):
umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6
MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun
dengan diselingi terapi konsolidasi.
 Prognosis
Prognosis LLA pada anak-anak pada umumnya
baik, lebih dari 95% terjadi remisi sempurna. Kir-
kira 70-80% dari klien bebas gejala selama 5 tahun.
Apabila terjadi relaps, remisi sempurna kedua dapat
terjadi pada sebagian besar kasus. Para klien
merupakan kandidat untuk implantasi sumsum
tulang dengan 35%-65% kemungkinan hidup lebih
lama.

2. Leukemia Kronis

Leukemia kronis dibagi menjadi :

a. Leukemia myeloid  leukemia granulositik kronis/


leukemia mielid kronis (LGK/LMK).
 Pengertian
LMK merupakan suati enyakit mieloproliferatif yang
ditandai dengan produksi berlebihan seri granulosit
yang relative matang. LMK merupakan leukemia kronis
dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel
leukemianya berasal dari transformasi sel induk
myeloid.
 Epidemiologi
LMK merupakan 15-20% dari leukemia dan merupakan
leukemia kronis yang paling sering dijumpai di
Indonesia, sedangkan di Negara Barat leukemia kronis
lebih banyak ditemui dalam bentuk LLK. Insiden LMK
di Negara Barat adalah 1-1,4/100.000/tahun.umumnya
LMK mengenai usia pertengahan dengan puncak pada
12 | P a g e
usia 4050 tahun. Pada anak-anak dapat dijumpai bentuk
juvenile LMK. Abnormalitas genetic yang disebut
kromosom Philadelphia ditemukan pada 90%-95%
klien dengan LMK.
 Klasifikasi
LMK terdiri atas enam jenis leukemia:
1) Leukemia myeloid kronis, Ph positif (LMK,Ph +).
2) Leukemia mielid kronis, Ph negativf (LMK, Ph -).
3) Juvenile chronic myeloid leukemia.
4) Chronic neutrophilic leukemia.
5) Eosinophilic leukemia.
6) Chronic myelomonocytic leukemia (CMML).
 Fase perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit LMK dibagi menjadi dua fase
sebagai berikut.
1) Fase kronis -> fase ini berjalan 2-5 tahun dan
responsive terhadap kemoterapi.
2) Fase akselerasi atau transformasi akut:
 Pada fase ini manifestasi klinis LMK berubah
mirip leukemia akut.
 Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya
masuk kedalam blast crisis atau krisis blastik.
 Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri myeloid,
sedangkan 1/3 nya menunjukkan seri limfoid.

 Gejala Klinis

Gejala klinis LMK bergantung pada fase yang kita


jumpai dari penyakit tersebut .

1) Fase kronis, pada fase ini gejala yang ditemukan


adalah sebagai berikut:
 Gejala hiperkatabolik: berat badan menurun,
lemah, anoreksia, dan berkeringat malam.
13 | P a g e
 Splenomegali hamper selalu ada, sering massif.
 Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
 Gejala gout, gangguan penglihatan, dan
priapismus.
 Anemia pada fase awal dan sering hanya ringan.
 Kadang-kadang asimptomatik.
2) Fase transformasi akut, pada fase ii gejala yang
ditemukan adalah sebagai berikut:
 Perubahan terjadi secara perlahan-lahan dengan
prodromal selama 6 bulan yang disebut sebagai
fase akselerasi. Timbul keluhan baru, yaitu:
demam, lelah, nyeri tulang, respons terhadap
kemoterapi menurun, leukositosis meningkat,
serta trombosit menurun dan akhirnya menjadi
gambaran leukemia akut.
 Pada sekitar 1/3 penderita, erubahan terjadi
secara mendadak tanpa didahului masa
prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik.

 Evaluasi Diagnostik
1) Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan
leukositosis berat 20.000-50.000, pergeseran ke kiri
pada hitung jenis dan trombositopenia nilai
fosfatase alkali netrofil selalu rendah dan anemia
yang mula-mula ringan menjadi progresif pada fase
lanjut, sehingga bersifat normokromik normosite.
2) Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan
keadaan hiperseluler dengan peningkatan
megakariosit dan aktivitas granulopoiesis.
3) Pada pemeriksaan sitogenik dijumpai adanya
kromosom Philadelphia (Ph1).
4) Kenaikan kadar vitamin B12 dalam darah.
14 | P a g e
5) Kadar asam urat meningkat.

 Penatalaksanaan

Terapi LMK bergantung pada fase penyakit, yaitu:

1) Fase kronis
Obat pilihan:
 Busulphan (myleran)  dosis 0,1-0,2 mg/kg
BB/hari, terapi dimulai jika leukosit naik
menjadi 50.000/mm3. Efek samping berupa
aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis
paru, dan bahaya tibulna leukemia akut.
 Hidroksiurea  dosis ditritasi dari 500-2000
mg, kemudian diberikan dosis pemeliharaan
untuk mencapai leukosit 10.000-15.000 mm3,
efek sampingnya lebih sedikit.
 Interferon alfa  biasnya diberikan setelah
jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksuirea.
2) Fase akselerasi
Sama dengan terpi leukemia akut, tetapi respons
sangat rendah.
3) Transplantasi sumsum tulang
Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang,
terutama untuk penderita yang berusia kurang dari
40 tahun. Penanganan yang umum diberikan adalah
allogeneic peripheral blood stem cell
transplantation.
4) Terapi dengan memakai prinsip biologi molekuler
Obat baru imatinib mesylate (Gleevec) yang dapat
menekan aktivitas tyrosine kinase, sehingga
menekan poiferasi sel myeloid

15 | P a g e
 Prognosis
Pada kebanyakan klien kelak akan mengalami leukemia
mielogenus akut dan biasanya resisten terhadap terpi
apa pun. Secara keseluruhan, klien dapat bertahan
selama 3 sampai 4 tahun. Sebagian besar klien LMK
akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang
disebut krisis blastik.

b. Leukemia limfoid  leukemia limfositik kronis (LLK)


 Pengertian
LLK merupakan proliferasi ganas limfoblast.
 Insidensi
LLK merupakan 25% dari seluruh leukemia di Negara
Barat, tetapi amat jarang ditemukan di Jepang, Cina,
dan Indonesia. Penderita laki-laki dua kali lebih sering
ditemukan daripada wanita. Jarang sekali ditemukan
pada usia kurang dari 40 tahun. Kebanyakan mengenai
usia lebih dari 50 tahun.
 Klasifikasi
Menurut Raid an kawan-kawan (1978) LLK dapat dibgi
menjadi lima tingkatan penyakit secara klinis sebagai
berikut.

Tingkat penyakit Median survival


(Bulan)
0 : Hanya limfositosis dengan infiltrasi sel 150
1 : limfositosis dan limfodenopati 101
2 : limfositosis dan splenomegali/hematomegali 71
3 : limfositosis dan anemia <11 g% dengan/tanpa 19
pembesaran hati, limpa, dan kelenjar
4 : limfositosis dan trombositopenia 19
<100.000/mm2/tanpa pembesaran hati, limpa,
dan kelenjar.
16 | P a g e
 Gejala Klinis
LLK memberikan gejala klinis sebagai berikut.
1) Pembesran secara massif menyebabkan tekanan
mekanik pada lambung, sehingga menimbulkan
gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada
abdomen, dan buang air besar tidak teratur.
2) Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati)
superficial yang sifatnya simetris dan volumenya
cukup besar.
3) Anemia
4) Splenomegali
5) Hepatomegali (lebih jarang)
6) Sering disertai herepes zoster dan pruritus
 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi
Menunjukkan adanya limfositosis 30.000-
300.000/mm3, anemia normositer normokromik,
dan trombositopenia.
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Adanya infiltrasi “small well differentiated
lymphocyte” difus, dengan limfosit 25%-95% dari
sel sumsum tulang.
3) Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan jenis
leukemia kronis seri limfoid.
 Penatalaksanaan.
Pengobatan sebaikyna tidak diberikan kepada klien-
klien tanpa gejala, karena tidak memperpanjang hidup.
Hal yang perlu diobati adalah klien yang menunjukkan
progresivitas limfadenodenopati atau splenomegali,
anemia, trombositopenia, atau gejala akibat desakan

17 | P a g e
tumor. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut.
1) Klorambusil 0,1-0,3 mg/kg BB/hari per oral
2) Kortikosteroid bsebaiknya baru diberikan bila
terdapat AIHA atau trombositopenia atau demam
tanpa sebab infeksi.
3) Radioterapi dengan menggunakan sinar X kadang-
kadang menguntungkan bila ada keluhan
pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah
bening setempat.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1) Hitung darah lengkap:
a. Hemoglobin: dapat kurang dari 10g/100 ml.
b. Jumlah trombosit: mungkin sangat rendah (kurang dari 50.000/mm).
c. Sel darah putih: mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan sel
darah putih imatur (mungkin menyimpang ke kiri).
Mungkin ada sel blast leukemia.
2) Pemeriksaan sel darah tepi:
Biasanya menunjukkan anemia dan trombositopenia, tetapi juga dapat
menunjukkan leucopenia, leukositosis tergantung pada jumlah sel yang
beredar.
3) Asam urat serum atau urine: mungkin meningkat.
4) Biopsy sumsum tulang:
Sel darah merah abnormal biasanya lebih dari 50% atau lebih dari sel
darah putih pada sumsum tulang. Sering 60%-90% dari sel blast, dengan
prekusor eritrosit, sel matur, dan megakariositis menurun.
5) Biopsy nodus limfa:
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel
yang berasal dari jaringan limfa akan terdesak seperti limfosit normal dan
granulosit.

2.8 Penatalaksanaan

18 | P a g e
1) Transfuse darah
Diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gr%. Pada trombositopenia yang
berat dan perdarahan yang masif dapat diberikan transfuse trombosit.
2) Kortikosteroid seperti prednisone, kortison, deksametason, dan
sebagainya. Setelah dicapai remisi (sel kanker sudah tidak ada lagi dalam
tubuh dan gejala klinik membaik), dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
3) Sitostatika bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi:
vinkristine, asparaginase, prednisone, untuk terapi awal dan dilanjutkan
dengan kombinasi mercaptopurine, metrotexate, vincristine, dan
prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah kraniospinal dan
injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan
pada system syaraf pusat.
4) Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang baru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia yang cukup rendah, imunoterapi diberikan.
Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG
atau dengan cryae bacterium dan dimaksutkan agar terbentuk antibody
yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan
dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
5) Transplantasi sumsum tulang.

BAB III

19 | P a g e
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan leukemia adalah sebagi
berikut.
1. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan
pada dosis besar radiasi, obat-obatan tertentu secara kronis, dan
riwayat infeksi virus kronis,
2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manifestasi:
3. Pembesaran sumsum tulang depan sel-sel leukemia yang
selanjutnya menekan fungsi sumsum tulang, sehingga
menyebabkan gebeberapa gejala dibawah ini.
 Anemia  penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malise,
kelemahan, dan anoreksia.
 Trombositopenia  perdarahan gusi, mudah memar, petekie,
dan ekimosis.
 Netropenia  demam tanpa adanya infeksi, berkeringat malam
hari.
Infiltrasi organ lain dengan sel-sel leukemia yang menyebabkan
beberapa gejala seperti hematomegali, splenomegali,
limfadenopati, nyeri tulang dan sendi, serta hipertrofi gusi.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada klien dengan leukemia
adalah sebagai berikut.
1. Darah lengkap  menunjukkan adanya penurunan hemoglobin,
hematokrit, jumlah sel darah merah, dan trombosit. Jumlah sel
darah putih meningkat pada leukemia kronis, tetapi juga dapat
turun, normal, atau tinggi pada leukemia akut.
2. Aspirasi sumsum tulang dan biopsy memberikan data diagnostic
definitive.
3. Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah
keluar masuknya sel-sel leukemia cepat dan penggunaan obat
sitotoksi.

20 | P a g e
4. Sinar X dada  untuk mengetahui luasnya penyakit.
5. Profil kimia, EKG, dan kultur specimen  untuk menyingkirkan
masalah atau penyakit lain yang timbul.
3.2 Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan data dasar pengkajian, diagnosis yang muncul adalah
sebagai berikut.
1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan system
sistemik.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan proliferative gastrointestinal dan efek toksik
obat kemoterapi.
3. Kelemahan berhubungan dengan anemia.
4. Berduka berhubungan dengan kehilangan kemungkinan terjadi
karena perubahan peran dan fungsi diri.
5. Gangguan integritas kulit: alopesia berhubungan dengan efek
toksik kemoterapi.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan
penampilan dalam fungsi dan peran.

Diagnosa Keperawatan 1
Nyeri berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.
Criteria Hasil
Berikut ini adalah criteria evaluasi pada klien dengan masalah nyeri.
1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri.
2. Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi
nyeri.
3. Menerima medikasi nyeri sesuai dengan yang diresepkan.
4. Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang
nyeri.
5. Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik.

21 | P a g e
6. Mengidentifikasi strategi peredah nyeri.
7. Menggunakan strateri peredaan nyeri dengan tepat.

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional

1. Karakteristik nyeri: lokasi, kualitas Memberikan dasar untuk mengkaji


frekuensi, dan durasi perubahan pada tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi

2. Tenangkan klien bahwa anda Rasa takut bahwa nyeri tidak dianggap
mengetahui nyeri yang nayata dapat meningkatkan ansietas dan
dirasakanna adalah nyata dan mengurangi toleransi nyeri.
bahwa anda akan membantu klien
dalam mengurangi nyeri tersebut.

3. Kaji faktor lain yang menunjang Memberikan data tentang faktor-faktor yang
nyeri, keletihan, dan marah klien. menurunkan kemampuan klien untuk
menoleransi nyeri dan meningkatkan tingkat
nyeri klien

4. Berikan analgetik untuk Analgetik cenderung lebih efektif ketika


meningkatkan peredaan nyeri diberikan secara dini pada siklus nyeri.
optimal dalam batas resep dokter

5. Kaji respons perilaku klien Memberikan informasi tambahan tentang


terhadap nyeri dan pengalman nyeri klien.
nyeri.

6. Kolaborasikan dengan klien, Metode baru pemberian analgetik harus


dokter, dan tim perawatan dapat diterima klien, dokter, dan tim
kesehatan lain ketika mengubah erawatan kesehatan lain agar dapat efektif,
pentalaksanaan nyeri diperlukan. partisipasi klien menurunkan rasa
ketidakberdayaan klien.

22 | P a g e
7. Berikan dukungan pengunaan Memberikan dorongan strategi peredaan
strategi pereda nyeri yang telah nyeri yang dapat diterima klien dan keluarga.
klien terapkan dengan berhasil
pada pengalaman nyeri
sebelumnya.

8. Ajarkan klien strategi baru untuk Meningkatkan jumlah pilihan dan strategi
meredakan nyeri: distraksi, yang tersedia bagi klien.
imajinasi, relaksasi, dan stimulasi
kutan

Diagnosa Keperawatan 2
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
efek toksik obat kemoterapi.
Tujuan
Mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian
kemoterapi.
Kriteteria evaluasi
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dilakukan pada klien dengan
masalah nutrisi.
1. Melaporkan penurunan mual.
2. Melaporkan penurunan muntah.
3. Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat.
4. Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika
diindikasikan.
5. Menunjukkan turgor kulit normal dan membrane mukosa yang
lembab.
6. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.

Intervensi Keperawatan

23 | P a g e
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar rasa mual dan muntah
klien dapat berkurang. Cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

Intervensi Rasional

1. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah Setiap klien berespons secara berbeda
pemberian obat sesuai dengan terhadap makanan setelah kemoterapi,
kesukaan dan toleransi klien. makanan kesukaan dapat meredakan mual
dan muntah klien.

2. Cegah pandangan, bau, dan bunyi- Sensasi tidak menyenangkan dapat


bunyi yang tidak menyenangkan di menstimulasi pusat mual dan muntah.
lingkungan.

3. Gunakan distraksi, relaksasi, dan Menurunkan ansietas yang dapat menunjang


imajinasi sebelum dan sesudah mual dan muntah.
kemoterapi.

4. Berikan antiematik, sedative, dan Kombinasi terapi obat berupaya untuk


kortikosteroid yang diresepkan. mengurangi mual muntah melalui control
berbagai faktor pencetus.

5. Pastikan hidrasi cairan yang adekuat Volume cairan yang adekuat akan
sebelum, selama, dan sesudah mengencerkan kadar obat, mengurangi
pemberian obat. Kaji intake dan stimulasi reseptor muntah.
output cairan.

6. Berikan dukungan kepada klien agar Mengurangi rasa kecap yang tidak
dapat menjaga personal higiene menyenangkan.
dengan baik.

7. Berikan tindakan pereda nyeri jika Meningkatkan rasa nyaman akan


diperlukan meningkatkan toleransi fisik terhadap gejala
yang dirasakan.

Diagnosis Keperawatan 3
Kelemahan berhubungan dengan anemia.
24 | P a g e
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan.
Criteria Evaluasi
kriteria evaluasi pada klien dengan masalah nyeri adalah bila
didapatkan adanya hal-hal berikut ini:
1. Melaporkan penurunan tingkat keletihan.
2. Meningkatkann keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap.
3. Istirahat ketika mengalami keletihhan.
4. Melaporkan dapat tidur lebih baik.
5. Melaporkan energy yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas.
6. Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang
dianjurkan.
Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar kelemahan klien
berkurang dank lien dapat melakukan aktivitasnya dengan baik.

Intervensi Rasional

1. Berikan dorongan untuk istirahat Selama istirahat, energy dihemat dan tingkat
beberapa periode selama siang hari, energy diperbarui. Beberapa kali periode
terutama sebelum dan sesudah latihan istirahat singkat mungkin lebih bermanfaat
fisik. dibandingkan satu kali periode istirahat yang
panjang.

2. Tingkatkan jam tidur total pada malam Tidur membantu ungtuk memulihkan tingkat
hari. energy.

3. Atur kembali jadwal setiap hari dan Pengaturan kembali aktivitas dapat
atur aktivitas untuk menghemat mengurangi kehilangan energy dan
pemakaian energy. mengurangi stressor.

4. Berikan masukan protein dan kalori Penipisan kalori dan protein menurunkan
yang adekuat. toleransi aktivitas.

5. Berikan dorongan untuk teknik Peningkatan relaksasi dan istirahat psikologis

25 | P a g e
relaksasi imajinasi. dapat menurunkan keletihan fisik.

6. Kolaborasi pemberian produk darah Penurunan hemoglobin akan menctuskan


sesuai yang diresepkan. klien pada keletihan akibat penurunan
ketersediaan oksigen.

Diagnosa keperawatan 4
Berduka berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan terjadi karena
perubahan peran fungsi.
Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada klien ini adlah sebagai berikut.
1. Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase berduka.
2. Klien dan keluarga mengidentifikasi sumber-sumber yang tersedia
untuk membantu strategi koping selama berduka.
3. Klien dan keluarga menggunakan sumber-sumber dan dukungan
secara sesuai.
4. Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan
terbuka satu sama lain.
5. Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang
kekhawatiran mereka terhadap satu sama lain.
Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada klien ini bertujuan agar klien mampu
menggunakan koping yang efektif untuk mengatasi perasaan duka
yang dihadapinya.

Intervensi Rasional

1. Bantu klien untuk mengungkapkan Dasar pengetahuan yang akurat dan


ketakutan, kekhawatiran, dan meningkat akan mengurangi ansietas
ertanyaan tentang penyakit, dan meluruskan mikonsepsi.
pengobatan, serta implikasinya di

26 | P a g e
masa yang akan datang.

2. Berikan dukungan partisipasi aktif Partisipasi aktif akan


dari klien dan keluarganya dalam mempertahankan kemandirian dan
keputusan perawatan dan control emosi klien.
pengobatan.

3. Berikan dukungan agar klien dapat Hal ini memungkinkan untuk


membuang perasaan negative. mengekspresikan emosional tanpa
kehilangan harga diri.

4. Berikan waktu untuk klien menangis Perasaan ini diperlukan untuk


dan mengekspresikan kesedihannya. terjadinya perpisahan dan
kerenggangan.

5. Libatkan petugas sesuai dengan yang Guna memfasilitasi proses berduka


diinginkan oleh klien dan keluarga dan perawatan spiritual.

6. Sarankan konseling professional Hal ini memfasilitasi proses


sesuai yang diindikasikan bagi klien berduka.
dan keluarganya untuk
menghilangkan proses berduka yang
patologis.

7. Ciptakan situasi yang Proses berduka beragam. Oleh


memungkinkan untuk beralih karena itu, untuk menyelesaikan
melewati proses berduka. proses berduka, keragaman ini harus
dibiarkan terjadi.

Diagnosis Keperawatan 5
Gangguan integritas kulit: alopesia berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi.

Tujuan
27 | P a g e
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas
kulit tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika dapat
memenuhi kriteria berikut ini.
1. Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan
pengobatan.
2. Mengidntifikasi perasaan negative dan positif serta mancaman
terhadap citra diri.
3. Mengungkapkan mengenai adanya kemungkinan kerontokan
rambut yang dimiliki.
4. Menyebutkan rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut
dan pengobatan.
5. Melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan
kerontokan rambut.
Interensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada klien dengan masalah gangguan integritas
kulit adalah agar masalah gangguan integritas kulit pada klien dapat
teratasi.

Intervensi Rasional

1. Diskusikan otensial kerontokan Memberikan informasi,


rambut dan pertumbuhan kembali sehingga klien dan
rambut bersama klien dan keluarganya dapat mulai
keluarga. untuk bersiap diri secara
kognitif dan emosional
terhadap kerontokan.

2. Cegah atau minimalkan dampak Meminimalkan kerontokan


kerontokan rambut melalui rambut akibat beban berat
langkah-langkah berikut ini. dan tarikan pada rambut.
 Potong rambut yang
panjang sebelum
28 | P a g e
pengobatan.
 Hindari pemakaian sampo
yang berlebihan.
 Menggunakan sampo
ringan dan kondisioner.
 Hindari penggunaan
pengeriting listrik,
pemanas, pengering
rambut, dan penjepit.
 Hindari menyisir
berlebihan, gunakan sisir
yang bergerigi lebar.

3. Cegah trauma pada kulit kepala. Membantu dalam


mempertahankan
pertumbuhan rambut.

4. Sarankan cara untuk membantu Menyamarkan kerontokan


dalam mengatasi kerontokan rambut.
rambut seperti memakai wig atau
mengenakan topi.

5. Jelaskan bahwa pertumbuhan Menenangkan klien bahwa


rambut biasanya mulai kembali kerontokan rambut biasanya
ketika pengobatan telah selesai. bersifat sementara.

Diagnosis keperawatan 6
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan enampilan,
fungsi, dan peran.
Tujuan
29 | P a g e
Setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan, maka citra tubuh
dan harga diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada klien ini adalah:
1. Mengidentifikasi hal-hal yang penting.
2. Mengambil peran aktif dalam aktivitas.
3. Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan.
 Mengungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan.
 Ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang diberikan ada klien dengan gangguan
gambaran diri bertujuan agar tercapai peningkatan harga diri.

Intervensi Rasional

1. Kaji perasaan klien tentang Setiap klien berespons secara


gambaran dan tingkat harga berbeda terhadap makanan
diri. setelah kemoterapi, makanan
kesukaan dapat meredakan mual
muntah klien.

2. Berikan motivasi untuk Mengidentifikasi kekhawatiran


keikutsertaan yang kontinu merupakan satu tahapan penting
dalam aktivitas dan erbuatan dalam mengatasinya.
keputusan.

3. Berikan dukungan pada klien Kesejahteraan fisik


untuk mengungkapkan meningkatkan harga diri.
kekhawatirannya.

4. Berikan motivasi kepada klien Memberikan kesempatan untuk


dan pasangannya untuk saling mengekspresikan
berbagi kekhawatiran kekhawatirannya.
mengenai perubahan fungsi

30 | P a g e
seksual.

BAB IV
APLIKASI KASUS

31 | P a g e
4.1 Kasus
An. T umur 45 Tahun, datang ke RS dengan keluhan demam tinggi disertai
nyeri kepala. Klien mengatakan sering berkeringat pada malam hari, lemas,
mudah sakit terutama pilek, mudah pendarahan terutama di gusi.
Klien tampak lemas dan pucat, bibir kering dan sianosis, dan akrat dingin dan
sianosis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan RR: 20x/menit, S: 38oC, N: 82x/menit dan
TD: 120/90 mmHg.
Dan pemeriksaan Lab: Leukosit : 35.000 sel, Hb: 8g/100ml, CRT 3 detik,
Narmocitic, Narmokromik anemia.

4.2 Asuhan Keperawatan Kanker Paru – Paru

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien :
Nama : Nn. A
Umur : 45 Tahun
Alamat : Jl X Desa X Kelurahan X
Pendidikan : SMA
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Tanggal Masuk : 1 November 2014
Tanggal Pengkajian : 1 November 2014
No. Register : 01.10.04.40
Diagnosa Medis : Leukimia
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. AA
Umur : 45 Tahun
Hub dengan Pasien : Suami
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Jl X Desa X Kelurahan X
32 | P a g e
3. Status Kesehatan
a) Status Kesehatan saat ini :
1) Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
Klien mengeluh demam tinggi disertai nyeri kepala.
2) Riwayat Penyakit sekarang
Klien mengatakan sering berkeringat pada malam hari, lemas,
mudah sakit terutama pilek, dan mudah pendarahan terutama
di gusi.
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan pernah MRS dengan diagnosa DBD
4) Riwayat Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak ada riwayat penyakit
leukimia
5) Riwayat Geografis
Klien tinggal di daerah perumahan tengah kota
6) Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi
7) Kebiasaan sosial
Klien mengatakan sering bermain dengan teman sebayanya di
lingkungan dekat rumahnya
8) Kebiasaan merokok
-
4. Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing)
RR : 20x/menit
b) B2 ( Blood)
TD : 120/90 mmHg
N : 82x/menit
c) B3 ( Brain)
Kesadaran umum : komposmetis
d) B4 ( Bladder)
-

33 | P a g e
e) B5 ( Bowel)
-
f) B6 ( Bone)
-
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 8 gr/ml, leukosit: 35.000/mm3
CRT 3 detik

Analisa data

No Data Etiologi Problem

1 DS: Klien mengatakan mudah Ketidakadekuatan Resiko tinggi


sakit terutama pilek, mudah pertahanan sekunder infeksi
pendarahan terutama di gusi.

DO: Pemeriksaan Lab:


Leukosit : 35.000 sel, Hb:
8g/100ml.

2 DS: Klien mengatakan sering Kehilangan cairan Resiko tinggi


berkeringat pada malam hari aktif kekurangan cairan
dan lemas.

DO: Bibir kering dan sianosis


dan akrat dingin dan sianosis.

3 DS: Klien tampak lemas dan Kelemahan umum Intoleran aktivitas


pucat

DO: TD: 120/90 mmHg, RR:


20x/menit, S: 38oC, dan N:
82x/menit.

4 DS: Klien mengatakan takut Perubahan dalam Ansietas


akan penyakitnya. status kesehatan
34 | P a g e
DO: N: 82x/menit dan RR:
20x/menit.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder
2. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan
Kehilangan cairan aktif
3. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
4. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan
C. Intervensi Keperawatan

No Tujuan Rencana Keperawatan Rasional


Dx

1 Setelah dilakukan 1. Pantau perubahan suhu 1. Regulasi suhu dapat


tindakan keperawatan menunjukkan adanya
3x24 jam : infeksi

Klien terhindar dari


2. Batasi pengunjung yang 2. Meminimalkan
infeksi
menjenguk klien terjadinya infeksi pada
Kriteria hasil : klien

1. Normotermia 3. Cuci tangan setiap


3. Mencegah perpidahan
2. Hasil kultur negatif melakukan tindakan
bakteri atau virus
3. Peningkatan keperawatan
penyembuhan Kolaborasi

4. Berikan antibiotik
4. Untuk mencegah
berkembang biaknya
bakteri dalam tubuh
5. Berikan diet rendah 5. Mencegah bakteri
bakteri untuk masuk ke dalam
35 | P a g e
tubuh
2 Setelah dilakukan 1. Awasi 1. Mengontrol cairan
tindakan keperawatan masukan/haluaran cairan yang masuk dan keluar
3x24 jam : dari tubuh
2. Posisi telentang
Volume cairan terpenuhi 2. Anjurkan tirah baring
meningkatkan filtrasi
dengan posisi semi
Kriteria hasil : ginjal dan menurunkan
fowler
produksi ADH
1. Volume cairan
sehingga
adekuat
meningkatkan diuresis
2. Mukosa lembab
3. Agar mengetahui
3. Ttv stabil
perkembangan klien
4. Nadi teraba
3. Pantau berat badan 4. Untuk menjaga
5. Haluan urin
keseimbangan
30ml/jam
5. Mempertahankan
4. Pantau TTV
cairan dalam tubuh
6. Untuk menjaga
5. Beri masukan cairan 3-4 keseimbangan cairan
liter/hari 7. Agar cairan dalam
6. Berikan diet halus tubuh menjadi adekuat
Kolaborasi 8. Mempertahankan
keseimbangan dalam
7. Berikan cairan IV
tubuh

8. Berikan obat sesuai


indikasi

D. Implementasi

No Tgl/Hari/Jam Tindakan Keperawatan Respon Paraf


Dx

1 1 November 2014 1. Memantau perubahan suhu 1. S: 38oC Cinta

36 | P a g e
2. Membatasi pengunjung 2. Pengunjung
yang menjenguk klien terbatas
Cinta
3. Mencuci tangan setiap 3. Tim kesehatan,
melakukan tindakan Klien dan
keperawatan Keluarga
Cinta
mampu
melakukannya
Kolaborasi
4. Klien mampu
4. Memberikan antibiotik menkonsumsin
ya
5. Klien mampu
menerima
5. Memberikan diet rendah anjuran dari Cinta
bakteri perawat

Cinta

2 1 November 2014 1. Mengawasi 1. Cairan yang Cinta


masukan/haluaran cairan masuk dan
keluar cukup
seimbang
2. Klien nyaman
2. Menganjurkan tirah baring dengan posisi
dengan posisi semi fowler semi fowler Cinta
3. BB : 47 Kg
4. TD : 120/90
3. Memantau berat badan
mmHg, RR:
37 | P a g e
4. Memantau TTV 20x/menit, N:
82x/menit ,S:
Cinta
38oC
5. Cairan Cinta
terpenuhi
6. Klien mampu
menerima
5. Memberi masukan cairan anjuran perawat
3-4 liter/hari 7. Cairan mampu
6. Memberikan diet halus masuk
8. Klien mampu
Cinta
mengkonsumsi
Kolaborasi
nya
7. Memberikan cairan IV
Cinta

8. Memberikan obat sesuai


indikasi

Cinta

Cinta

E. Evaluasi

No Tgl/hari/jam Evaluasi

38 | P a g e
Dx

1 3 november 2014 S : Klien mengatakan mudah pilek

O : Pemeriksaan Lab : Leukosit : 34.000 sel, Hb: 9gr/ml

A : masalah sebagian teratasi

P : tindakan no 2 dihentikan, tindakan no 1, 3, 4 dan 5


dilanjutkan

2 3 November 2014 S : Klien mengatakan sudah tidak berkeringat pada malam


hari

O : Pemeriksaan Fisik : Bibir tidak sianosis dan akrat hangat

A : masalah sebagian teratasi

P : Tindakan no 1, 2, 3 dan 4 dihentikan, tindakan no 5, 6, 7


dan 8 dilanjutkan.

BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
39 | P a g e
Leukimia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukimia juga
bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasei pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoietik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa leukemia adalah penyakit akibat
terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering
disertai adanya leukosit jumlah yang berlebihan dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.
Faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukimia, yaitu faktor
genetik, sinar, radioaktif, dan virus.
Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia,
perdarahan, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan.
Insien leukimia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/
tahun. Leukimia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum
ada angka pasti mengenai insiden leukimia di indonesia.
4.2 Saran
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui tentang penyakit leukemia.
2. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan teori asuhan
keperawatan pada kasus leukemia.
3. agar mampu berkolaborasi dengan keluarga pasien leukemia.

DAFTAR PUSTAKA

40 | P a g e
Handayani, Wiwik & Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta; Salemba Medika.

Judith M. Wilkinson, Nancy R athern. 2009. Buku Saku Diagnosisi Keperawatan.


Edisi 9. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

41 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai