Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan


pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tidak
terkendali serta bentuk sel-sel darah putihnya tidak normal. Pada pemeriksaan
mikroskopis apus darah tepi terlihat sel darah putih muda, besar-besar dan selnya
masih berinti (disebut megakariosit) putih (neoplasma hematology).
Beberapa ahli menyebut leukemia sebagai keganasan sel darah putih
(neoplasma hematology) yang merupakan bertambahnya sel darah abnormal secara
berlebihan dan tidak terkendali, dan penyebarannya ke seluruh tubuh sangat cepat.
Leukemia ini sering berakibat fatal meskipun leukemia limpositik yang menahun
(chronic lympocytic leucaemia), dahulu disebut sebagai jenis leukemia yang bisa bisa
bertahan lama dengan pengobatan yang intensif.
Dengan pengobatan yang intensif maka pasien yang terkena leukimia akan
diperhatikan dengan lebih ketika di rumah sakit. Perawatan pasien leukimia
membutuhkan penangan khusus dari petugas kesehatan yang ada di rumah sakit.
Perawatan yang dilakukan tidak hanya berfokus pada penyakit leukimianya saja tetapi
juga harus memperhatikan faktor apa saja yang dapat beresiko mengancam keadaan
pasien.
B Rumusan Masalah

1 Bagaimana definisi, etiologi pada leukemia ?

2 Bagaimana, tanda gejala, patofisiologi, manifestasi klinis dengan leukemia ?

3 Bagaimana pemeriksaan, penatalaksanaan dan masalah yang mungkin terjadi pada


penyakit leukemia?

4 Bagaimana Asuhan keperawatan pada penyakit leukemia?

5 Bagaimana pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan terapi, dan managemen pada


kasus leukemia ?

1
C Tujuan

1 Mahasiswa dapat mengetahui definisi, etiologi pada leukemia.


2 Mahasiswa dapat mengetahui tanda gejala, patofisiologi, pada leukemia.
3 Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan terapi, dan
manegemen pada kasus leukemia.
4 Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit leukemia

D Manfaat
1 Untuk Pembaca
Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan bahan bacaan mengenai konsep
leukimia dan asuhan keperawatannya.
2 Untuk Penulis
Dapat lebih mengetahui dan menambah pengetahuan mengenai konsep leukimia
dan asuhan keperawatannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A Definisi Leukimia
Menurut Crowin, Elizabeth J (2009) leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel
darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah
putih dengan menyingkirkan jenis sel lain. Leukemia tampak merupakan penyakit
klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali,
menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel
darah lain di sumsunm tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka
tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-faktor ini, leukemia disebut gangguan
akumulasi sekaligus gangguan klonal.Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih
sumsum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah
yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia.
Ada berbagai jenis kanker darah. Berdasarkan kecepatan perkembangannya, kanker
ini dapat dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Kanker darah akut berkembang
dengan cepat. Jenis ini harus ditangani dengan segera, jika dibiarkan, tubuh akan
kekurangan oksigen dan kekebalan tubuh menurun. Sementara itu, kanker darah
kronis berkembang secara perlahan-lahan dan dalam jangka panjang. Sel-sel darah
putih yang seharusnya sudah mati akan tetap hidup dan menumpuk dalam aliran
darah, sumsum tulang. Gejalanya cenderung tidak segera dirasakan sehingga baru
terdiagnosis setelah bertahun-tahun.
Kanker darah juga dapat dikategorikan menurut jenis sel darah putih yang diserang.
Kanker darah yang menyerang sel-sel limfa dikenal dengan istilah leukemia limfotik
dan yang menyerang sel-sel mieloid disebut leukemia mielogen.

B Epidemiologi
Leukimia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan
sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemiologi
menunjukkan hasil sebagai berikut:

1 Insidensi
Insidensi leukimia negara Barat adalah 13/100.000 penduduk per tahun. Leukimia
merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti mengenai
insiden leukimia di Indonesia.

3
2 Frekuensi relative
Frekuensi relatif leukimia negara barat menurut Gunz adalah sebagai berikut :
a. Leukimia akut 60%
b. CLL 25%
c. CML 15%
Sedangkan di Indonesia, frekuensi CLL sangat rendah. CML merupakan leukimia
kronis yang paling sering dijumpai..
3 Usia
Insiden leukimia menurut usia didapatkan data sebagai berikutt
a. ALL terbanyak pada anak-anak dan dewasa
b. AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa
c. CML pada semua usia tersering usia 40-60 tahun
d. CLL terbanyak pada orangtua
4 Jenis kelamin
Leukimia sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1

C Etiologi

Etiologi dari leukemia masih tidak diketahui. Namun diketahui ada beberapa faktor
(faktor eksogen) yang diduga mempengaruhi, yaitu :

1 Radiasi dan zat ionisasi

Sumber: http://web.rshs.or.id/fasilitas/alat-alat-canggih/
Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukimia
meningkat pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi
(Nurilawati, 2016).
2 Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab LMA)
Zat-zatnya seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen anti
neolastik.Terpapar zat kimia dapat menyebabkan displasia sumsum tulang
belakang, anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat
menyebabkan leukimia (Nurilawati, 2016).
3 Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus alkil pada terapi
kombinasi radiasi dapat menyebabkan LMA) (Lanzkowsky P, 2011) dalam
(Fikri, 2015)

4
Berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor (faktor endogen) yang
diduga mempengaruhi:

1 Kembar identik- apabila anak kembar yang pertama didiagnosa leukemia


pada 5 tahun pertama, maka risiko untuk anak kembar kedua meningkat
menjadi 20% didiagnosa leukemia (Fikri, 2015).
2 Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia akan meningkat
sebanyak 2 sampai 4 kali lipat dibandingkan pada populasi umum.
Kromosom abnormal tertentu dijumpai dalampresentase yang tinggi pada
pasien pengidap leukemia. Sebaliknya, individu yang mengidap abnormalitas
kromosom tertentu, termasuk sindrom down memiliki peningkatan resiko
mengidap leukemia (Corwin, 2009)
3 Gangguan pada kromosom:
a Trisomy 21 (Down Syndrome) memiliki risiko 95% untuk mengalami
leukemia.

Sumber: https://www.slideshare.net/ditaissriza/aneusomi
b Bloom syndrome memiliki risiko 8% untuk mengalami leukemia.

Sumber: http://www.keyword-
suggestions.com/Ymxvb20gc3luZHJvbWU/

c Anemia fanconi memiliki risiko 12% untuk mengalami leukemia.


(Lanzkowsky P, 2011) dalam (Salsabila, 2016).

Kelainan Interval Risiko Waktu

5
kromosom: Grup
Trisomi 21 (sindrom
1 di 95 <10 tahun
Down)
Sindrom Bloom 1 di 8 <30 tahun
Anemia Fanconi 1 di 12 <16 tahun

Peningkatan kejadian dengan kondisi genetik sebagai berikut (Salsabila, 2016):


a Agammaglobulinemia kongenital
b Sindrom Polandia
c Sindrom Shwachman Diamond
d Ataksia telangiectasia
e Sindrom Li-Fraumeni (mutasi gen p-53)
f Neurofibromatosis
g Diamond-Blackfan anemia
h Penyakit Kostmann.
Sebagian besar kasus leukemia tidak berasal dari kecenderungan genetik yang
diwariskan, tetapi dari perubahan genetik somatik (Lanzkowsky,2008)

Berdasarkan penelitian Buffler P.A,et al, 2005, faktor risiko dari penyakit
leukemia terdiri atas (Fikri, 2015):
1 Paparan dari pekerjaan orang tua
Setelah sekitar lebih kurang 3 dekade penelitian yang dilakukan, maka
hubungan paparan dari pekerjaan orang tua masih belum jelas. Awalnya hal ini
diduga dari paparan hidrokarbon yang ada dalam pekerjaan orang tua,
contohnya adalah pegawai pom bensin yang sering terpapar langsung dengan
asap kendaraan tanpa menggunakan masker.
2 Polusi udara
Polusi udara yang dapat menjadi pemicu terjadinya leukemia ada beberapa
seperti anak perokok pasif dari orang tua yang merokok.Hal ini masih menjadi
perdebatan apakah memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas atau
tidak.Kemudian bahan dari turunan benzena.Benzena telah terbukti menjadi
suatu faktor risiko yang besar untuk terjadi leukemia.Benzena dapat kita
temukan pada makanan, pabrik perindustrian, dan kosmetik yang digunakan.
3 Pestisida
Pestisida merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membunuh hama,
serangga, jamur, dan lain-lain. Pada penelitian ditemukan terdapat hubungan
terhirupnya pestisida melalui udara pada saluran nafas anak dapat
menyebabkan leukemia pada anak.
4 Radiasi

6
Radiasi merupakan suatu bahan yang di gunakan sebagai proses imaging dari
seorang ibu yang hamil. Pada penelitian ini ditemukan hubungan sebab akibat
paparan radiasi dari alat prosedur diagnostik menyebabkan leukemia.
5 Pasien anak yang immunocompromise
Pada pasien yang mengalami transplantasi organ, maka akan terjadi penurunan
dari sistem imunitas tubuh. hal ini telah terbukti meningkatkan risiko
terjadinya leukemia pada anak (American Cancer Society, 2012) dalam (Fikri,
2015).

D KLASIFIKASI LEUKEMIA
Berdasarkan maturasi sel dan asal sel, leukemia dapat di klasifikasikan sebagai
berikut:

1 Leukemia Akut
Leukemia akut adalah suatu proses proliferasi dari sumsum tulang yang
immature. Sel-sel ini dapat melibatkan darah pada daerah tepi dan juga organ-
organ padat. Persentase yang di temukan pada penegakan diagnosa leukemia
akut berkisar 30% atau lebih (Abdul-Hamid G,2011) dalam (Fikri, 2015).
a Leukemia Limfoblastik Akut

Sumber: https://antyass.wordpress.com/2009/10/12/acute-lymphoblastic-
leukemia-atau-leukemia-limfositik-akut/

Leukemia Limfoblastik Akut adalah penyakit keganasan klonal bone


marrow dimana prekursor awal limfoid berproliferasi dan menggantikan
kedudukan sel-sel hemopoietik di marrow (Seiter, 2012) dalam (Handayani,
2013). Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sejumlah 30% dari kanker anak-anak.
Data yang diperoleh dari The National Cancer Institute`s surveillance,
Epidemiology, and End Result (SEER) menyatakan bahwa leukemia
limfoblastik akut pada anak-anak terjadi sebanyak 26 anak /1.000.000
pertahun di Amerika serikat(Greer J.P, 2003) dalam (Fikri, 2015).

7
Gejala klinis LLA tersering adalah demam tanpa adanya bukti terjadinya
infeksi.Namun, setiap demam yang terjadi pada pasien LLA tetap harus
diduga sebagai infeksi hingga ada bukti yang menyangkalnya, karena
kegagalan mengobati infeksi secara cepat dan tepat dapat berakibat
fatal.Infeksi merupakan penyebab kematian tersering pada pasien LLA
(Seiter, 2012) dalam (Handayani, 2013).

b Leukemia Mieloblastik Akut

Sumber: http://penyakitakut.com/leukemia-mieloblastik-akut/

Leukemia Mieloblastik Akut adalah suatu keganasan hematologi yang


ditandai dengan pembentukan dan penyebaran dari sel myeloid yang muda
(Greer J.P, 2003) dalam (Fikri, 2015).
Leukemia mieloblastik akut adalah penyakit keganasan bone marrow
dimana sel-sel prekursor hemopoietik terperangkap di fase awal
perkembangannya. Kebanyakan subtipe dari LAM dibedakan dari kelainan
darah lainnya berdasarkan jumlah blast yang berada di bone marrow, yaitu
sebanyak lebih dari 20%. Gejala klinis yang muncul pada pasien AML
berakibat dari kegagalan bone marrow dan atau akibat infiltrasi sel-sel
leukemik pada berbagai organ.Durasi perjalanan penyakit
bervariasi.Beberapa pasien, khususnya anak-anak mengalami gejala akut
selama beberapa hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain mengalami durasi
penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan (Handayani, 2013).
2 Leukemia kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK)

8
Sumber:
http://medicastore.com/penyakit/51/Leukemia_Mielositik_kronis.html
LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa
usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan
kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LMK. Sebagian
besar penderita LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang
disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang (Greer J.P, 2003) dalam
(Fikri, 2015).
Manifestasi klinis LMK bersifat insidious, artinya muncul perlahan dengan
gejala tersamar namun dengan efek yang besar. Biasanya penyakit ini
ditemukan pada fase kronis, ketika terlihat peningkatan jumlah sel darah
putih pada pemeriksaan darah rutin atau ketika limpa yang membesar teraba
pada saat pemeriksaan fisik umum. Gejala non-spesifik seperti fatigue dan
penurunan berat badan biasanya timbul cukup lama setelah onset penyakit.
Kehilangan tenaga dan menurunnya toleransi kegiatan fisik terjadi beberapa
bulan setelah fase kronik.Pasien biasanya mengalami gejala-gejala akibat
pembesaran limpa, hati atau keduanya (Handayani, 2013).
b Leukemia Limfoblastik kronik (LLK)

Sumber:
http://medicastore.com/penyakit/1029/Leukemia_Limfositik_Kronik.html

9
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit
T).Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif
yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. LLK
cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang
berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki dan
perempuan(Greer J.P, 2003) dalam (Fikri, 2015).

E Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan
karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang.
Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang
tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal. Terdapat dua
mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:

a. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering


ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini
diakibatkan karena produksi yangdihasilkan adalah sel yang immatur.
b. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal
atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan
sebagai bagian darikonsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen
makanan metabolik.
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalam
sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ
hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegali,
hepatomegali). Poliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal
sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pengembangan/pembelahan sel yang
cepat dan ke sitopenias (penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih
mengakibatkan menurunnya immunocompetence dengan meningkatnya
kemungkinan terjadi infeksi.
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah masuk ke
dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan struktur antigen
manusia. Begitu juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh.

10
Dimana struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat
tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh.
Prosesnya meliputi: normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang
malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan
platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia,
sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi, manifestasi akan tampak pada
gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat, gangguan
pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada
penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan meningkatnya tekanan
jaringan dan adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.

F Masalah yang Mungkin Terjadi


Masalah dapat terjadi karena efek samping dari kemoterapi. Masalah tersbut antara
lain:
1 Mual muntah.
Mual muntah merupakan gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada
sistem gastrointestital. Mual muntah menjadi suatu fenomena yang terjadi dalam
tiga stadium yaitu mual, retching (gerakan dan suara sebelum muntah) dan
muntah yang dapat diukur dari durasi mual, frekuensi mual, stress akibat mual,
frekuensi muntah, volume muntah (Apriany, 2010 dalam ).
Terjadinya mual muntah akibat kemoterapi berhubungan dengan faktor internal
(kondisi pasien), seperti usia kurang dari 50, jenis kelamin perempuan, riwayat
penggunaan alkohol, riwayat mual muntah terdahulu akibat kehamilan atau
mabuk perjalanan, riwayat mual muntah akibat kemoterapi sebelumnya dan
fungsi sosial yang rendah, dan faktor eksternal (yang berkaitan dengan obat-
obat yang digunakan), bergantung dari jenis obat, dosis, kombinasi dan metode
pemberian obat (Grunberg, et al., 2004).
Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan mual muntah akibat kemoterapi
adalah pengalaman mual muntah sebelumnya dengan kemoterapi dan pemberian
kemoterapi multiday (dosis multipel). Pasien yang pernah menjalani kemoterapi
sebelumnya akan berisiko mengalami mual muntah dibandingkan dengan yang
belum pernah menjalani kemoterapi (Apriany, 2010 dalam Utami, 2015).
2 Masalah yang terjadi karena efek samping dari Metotreksat (MTX), yaitu obat
anti-metabolit yang banyak digunakan dalam kemoterapi. Jika digunakan dalam

11
dosis yang tinggi efek sampingnya yaitu kerusakan mukosa ginjal, depresi
sumsum tulang, sampai dengan terjadinya acute kidney injury (Adam,2015
dalam Salsabila, 2016).
3 Komplikasi ginjal yang terjadi pada pasien LLA sering dihubungkan dengan
beberapa faktor, yaitu infiltrasi sel leukemia ke dalam sel ginjal dan juga karena
pengaruh dari pengobatan terhadap sel kanker itu sendiri. Komplikasi terhadap
ginjal tersebut tidak jarang terjadi dan kebanyakan terjadi pada fase induksi,
serta bisa bertahan sampai beberapa tahun atau bahkan mungkin bisa menjadi
permanen. Komplikasi yang sering terjadi ialah pembesaran ginjal yang
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemia ke dalam sel ginjal. Selain pembesaran
ginjal, acute kidney injury (gagal ginjal akut) juga merupakan salah satu
komplikasi ginjal yang berat akibat penyakit LLA, walaupun masih jarang
terjadi (Adam,2015 dalam Salsabila, 2016).
4 Anak yang selamat dari leukemia mengalami peningkatan risiko untuk terjadi
keganasan baru di masa selanjutnya dibandingkan dengan anak-anak yang tidak
sakit leukemia, lebih cenderung berhubungan dengan sifat agresif regimen
kemoterapeutik atau radiologi (Corwin, 2009).
5 Regimen terapi, termasuk transplantasi sumsum tulang, dihubungkan dengan
depresi sumsum tulang temporer, dan peningkatan risiko perkembangan infeksi
berat yang dapat mengakibatkan kematian (Corwin, 2009).
6 Pada terapi dan remisi yang berhasil, sel-sel leukemeik masih tetap ada,
meninggalkan gejala sisa penyakit (Corwin, 2009).

G Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Leukemia
Tanda dan gejala awal leukemia dapat termasuk demam, anemia, pendarahan, nyeri
tulang atau sendi dengan atau tanpa pembengkakan.Purpura merupakan hal yang
umum serta hepar dan lien membesar.Jika terdapat ilfiltrasi ke dalam susunan
syaraf pusat, dapat ditemukan tanda meningitis. Beberapa hubungan antara
leukemia dengan sindrom down, antara lain (Nurilawati, 2011):

a Pucat

b Malaise

c Keletihan (letargi)

d Pendarahan gusi

12
e Mudah memar

f Petekia dan ekimosis

g Nyeri abdomen yang tidak jelas

h Berat badan turun

i Iritabilitas

j Muntah

k Sakit kepala (pusing)

Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi


perdarahan yang paling sering ditemukan berupa ptekie, purpura atau ekimosis,
yang terjadi pada 40 70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi
perdarahan yang paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung,
ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan yang mengancam jiwa biasanya terjadi
pada saluran cerna dan sistem saraf pusat, selain itu juga pada paru, uterus dan
ovarium. Manifestasi perdarahan ini muncul sebagai akibat dari berbagai kelainan
hemostasis. Perdarahan yang mengancam jiwa lebih sering terjadi pada leukemia
akut dan merupakan masalah yang serius. Perdarahan menjadi penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada leukemia akut terutama pada leukemia mielositik
akut dengan diferensiasi monositik dan leukemia promielositik akut. Komplikasi
perdarahan mengakibatkan mortalitas 7 10% pada pasien leukemia akut yang
terjadi dalam beberapa hari atau minggu pertama setelah diagnosis. Penyebab
tersering perdarahan pada leukemia adalah trombositopenia. Berkurangnya jumlah
trombosit pada leukemia biasanya merupakan akibat dari infiltrasi ke sumsum
tulang atau kemoterapi, namun bisa juga karena koagulasi intravaskuler
diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran
limpa. Selain trombositopenia, perdarahan dapat juga akibat disfungsi trombosit,
kelainan hepar dan fibrinolisis (Rofinda, 2012).

Adanya sitopenia akibat infiltrasi sel leukemia akan menyebabkan kelelahan,


pucat, sesak karena anemia, perdarahan karena trombositopenia, infeksi atau panas
karena neutropenia. Menginfiltrasi organ, sehingga menyebabkan hepatomegali,

13
splenomegali, limfadenopati dan beberapa kasus menyerang kulit menjadi
leukemia kulit (Iswandi, 2013).

Untuk kasus leukemia limfoblastik akut (LLA), manifestasi klinisnya adalah


adanya bukti anemia, pendarahan dan infeksi, seperti demam, pucat, petekie dan
pendarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas,pembesaran
dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotieal hati limfa dan limfonudus.
Kemudian adanya peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meningens,
seperti sakit kepala,muntah bahkan penurunan kesadaran (Anderson & Sylvia,
2006 dalam Hasyimzoem, 2014).

H Pemeriksaan Penunjang
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan beberapa
pemeriksaan diantaranya seperti aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan
pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan
penunjang yang lain. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan
sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi,
sitogenetika, dan biologi molekuler. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan
anemia, kelainan jumlah hitung jenis leukosit dan trombositopenia. Bisa terdapat
eosinofilia reaktif, pada pemeriksaan preparat apus darah tepi didapatkan sel-sel
blas
Kadang-kadang leukemia ditemukan dokter saat menjalani pemeriksaan darah
rutin. Jika anda memiliki gejala-gejala yang mengarah leukemia, anda akan
disarankan untuk menjalani satu atau lebih tes berikut ini
1) Pemeriksaan fisik

Dokter akan memerika pembengkakan pada kelenjar getah bening, limpa


atau hati
2) Pemeriksaan darah

14
Hasil pemeriksaan laboratorium akan melakukan hitung darah lengkap
untuk memeriksa jumlah se; darah putih, sel darah merah dan trombosit.
Leukemia menyebabkan jumlah sel darah putih sangat tinggi. Seringkali
ditemukan kadar trombosit hemoglobin yang rendah di dalam sel darah
merah
3) Pemeriksaan Nilai-nilai MC
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ukuran serta kandungan
hemoglobin dalam sel darah merah.
Pemeriksaan ini terdiri dari :
a) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
Pemeriksaan untuk mengetahui rata-rata banyaknya hemoglobin yang
terdapat dalam eritrosit. Nilai normal MCH adalah 26-34 pg.
Pengukuran ini biasanya tidak rutin dilakukan seorang dokter jika tidak
ada inidikasi yang jelas pada pasien yang diperiksa. Pasien yang
memiliki kelainan pada MCH biasanya juga mempunyai ciri pada
kelainan darahnya. Gejala yang muncul dapat berupa 5L (lemah, letih,
lesu, lelah, lunglai) dan mudah pusing berkunang-kunang. Selain itu,
pasien mungkin mengalami perubahan suasana hati, menjadi mudah
marah atau merasa tertekan, sulit berkonsentrasi, kulit menjadi pucat,
otot menjadi lemah, warna kotoran menjadi lebih gelap, atau bahkan
minat seksual menjadi turun dari biasanya.
Pasien yang memiliki MCH rendah mempunyai kecenderungan untuk
memiliki anemia tipe defisisensi zat besi. Anemia yang terjadi pada
pasien ini biasanya terjadi karena kurangnya asupan nutrisi zat besi
ataupun perdarahan yang terjadi, seperti pada kanker usus serta
perdarahan pada saluran pencernaan lainnya. MCH yang tinggi bisa
menandakan adanya ukuran sel darah merah yang besar yang dapat
terjadi akibat kerusakn hati, defisiensi vitamin B12 dan juga
kekurangan asam folat. Pemeriksaan yang lainnya juga akan dilakukan

15
seperti Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dan
Mean Corpuscular Volume (MCV) untuk menentukan diagnosis yang
lebih tepat. Pengobatan untuk kekurangan atau kelebihan dari MCH
bergantung dari penyebabnya sendiri. Jika kekurangan terjadi karena
kurang nutrisi, perbaiki untuk nutrisi zat besi yang lebih baik yang
terdapat pada sayuran hijau, jika pada perdarahan, maka hentikan
perdarahan tersebut. Sebaliknya pada kelebihan MCH, maka
pengobatan juga berdasarkan penyebab yang timbul dari penyakit itu
sendiri. Segera konsultasikan gejala gejala anemia yang telah
disebutkan di atas untuk mengetahui jenis sel darah apa yang
mengalami penurunan atau kenaikan sehingga dapat diobati dengan
lebih cepat dan tepat guna.
b) Mean Corpuscular Volume (MCV)
Pemeriksaan untuk mengetahui rata-rata volume eritrosit. Nilai normal
MCV adalah 80-100 fL. MCV ini dapat menentukan ukuran sel darah
merah. Umumnya, ukuran sel darah merah dapat ditentukan dari
pemeriksaan sediaan darah langsung dengan mikroskop. Namun,
pemeriksaan dengan mikroskop sangat bergantung pada tingkat
kemampuan orang yang melakukan pemeriksaan. Oleh karena itu,
pemeriksaan MCV ini dapat membantu mengkonfirmasi hasil yang
didapatkan pada pemeriksaan darah langsung melalui mikroskop. Nilai
MCV yang rendah menunjukkan ukuran sel darah merah yang kecil
(atau disebut dengan mikrositik), nilai MCV yang normal menunjukkan
ukuran sel darah merah yang normal, dan nilai MCV yang tinggi
menunjukkan ukuran sel darah merah yang besar (atau disebut dengan
makrositik).
Nilai tersebut dapat menentukan tipe anemia (kekurangan sel darah
merah) berdasarkan ukuran sel darah merah tersebut. Nilai normal
MCV 80-97 fl/sel darah merah pada orang dewasa. Rentang nilai
normal bisa berbeda pada tiap laboratorium dan usia pasien.
MCV yang rendah (< 80 fl), menunjukkan produksi hemoglobin yang
rendah, seperti pada anemia kekurangan zat besi, berkurangnya
produksi komponen hemoglobin seperti pada thalasemia, yang
berakibat ukuran sel darah merah yang kecil.

16
Nilai MCV yang meningkat (>100fl) dapat menunjukkan berbagai
macam kondisi klinis berdasarkan tingkat peningkatan MCV. Nilai
MCV 100-110 fl berhubungan dengan konsumsi alkohol yang lama,
penyakit hati, konsumsi obat-obatan tertentu (pada terapi HIV/AIDS,
tumor atau epilepsi). Nilai MCV > 110 fl menunjukkan anemia
megaloblastik akibat kekurangan vitamin B12 atau asam folat. Namun,
sepertiga pasien usia tua mempunyai nilai MCV yang meningkat tanpa
penyebab yang jelas. MCV juga dapat meningkat palsu dengan adanya
suatu zat penggumpalan sel darah merah atau kadar gula darah yang
sangat meningkat (kadar glukosa darah > 600 mg/dl) karena pada
kondisi tersebut sel darah merah membengkak (sehingga volume sel
darah merah bisa meningkat).
c) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Konsentrasi hemoglobin pada volume eritrosit. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menentukan keadaan anemia. Nilai normal MCHC
adalah 32-36 g/dL. MCHC yang rendah (hipokromia) akan dijumpai
pada keadaan di mana hemoglobin abnormal yang dicairkan di dalam
eritrosit, misalnya pada anemia yang kekurangan zat besi dalam
talasemia. Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada keadaan di
mana hemoglobin yang abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit,
seperti pada pasien luka bakar dan sferositosis bawan.
MCHC tersebut mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit
volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia
hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung
dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.
Berikut nilai rujukan normal MCHC :
i. Dewasa : 32 36 %,

ii. Bayi baru lahir : 31 35 %

iii. Anak usia 1.5 3 tahun : 26 34 %

iv. Anak usia 5 10 tahun : 32 36 %

Nilai MCHC tidak lepas kaitannya dengan indeks eritrost yang lain,
yaitu MCH dan MCV. Kami akan menjelaskan mengenai indeks eritrosit
tersebut. Indeks eritrosit yaitu batasan berupa ukuran dan isi hemoglobin

17
eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit
(MCV : Mean Corpuscular Volume atau volume eritrosit rata-rata), berat
(MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-
rata), konsentrasi (MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration kadar hemoglobin eritrosit rata-rata), dan perbedaan
ukuran (RDW : RBC Distribution Width atau luas distribusi eritrosit).
Indeks eritrosit dilakukan secara umum dalam mengindentifikasi anemia
atau sebagai pemeriksaan penunjang dalam membedakan
berbagai macam anemia.

4) Biopsi

Biopsi merupakan satu-satunya cara pasti untuk mengetahui keberadaan


sel-sel leukemia didalam sumsum tulang anda
5) Sitogenetik
Pemeriksaan ini akan meneliti kromosom dari sampel sel darah, sumsum
tulang atau kelenjar getah bening. Jika ditemukan kromosom abnormal,
hasil tes dapat menunjukkan jenis leukemia yang ada derita

6) Spinal tap

18
Dokter mengambil beberapa cairan serebrospinal, yaitu cairan yang mengisi
ruang didalam serta sekitar otak dan sumsum tulang belakang. Tujuan
pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya sel-sel leukemia atau tanda-tanda
lain dari masalah
7) X-ray dada

Pemeriksaan x-ray dapat menujukkan pembengkakan kelenjar getah bening


atau tanda-tanda lain dari penyakit didalam dada

I Penatalaksnaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Kemoterapi
1) Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua
fase yang digunakan untuk semua orang.
a) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum
tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan
perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia.Pada tahap ini dengan memberikan

19
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison
dan asparaginase.
b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi
intensifikasiyang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia
residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel
yangresisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan
kemudian.
c) Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada
SSP. Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan
pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang - kadang dikombinasikan
dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak
dan sistem saraf pusat.
d) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh,
tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup
jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang
diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

2) Kemoterapi pada penderita LMA


a) Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan
untuk mengeradikasi sel - sel leukemia secara maksimal sehingga
tercapai remisi komplit. Walaupun remisi ko mplit telah tercapai,
masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi
tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi
menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
b) Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase
induksi.

20
3) Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus
kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama
atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata -
rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun
hanya 10%.
4) Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi
terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai
ialah klasifikasi Rai:
a) Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
b) Stadium I : limfositosis da n limfade nopati.
c) Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
d) Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
e) Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3
dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.

Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi


bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.
Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena
tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau
kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV
diberikan kemoterapi intensif. Angka ketahanan hidup rata-rata adalah
sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun.
Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10
tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata
dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.

5) Kemoterapi pada penderita LGK/LMK


a) Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu
menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama.
Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi
pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan
transplantasi sumsum tulang.
b) Fase Akselerasi,

21
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

b. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian
lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia.Energi ini bisa
menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar
gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan
pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

c. Transplantasi Sumsum Tulang


Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak
dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain
itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel
darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-
80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu
1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen
(HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan
pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan
pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon
terhadap pengobatan.
d. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi
darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi
infeksi.

J Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian Keperawatan
a. Biodata
1. Identitas klien
Identitas klien meliputi: nama/nama panggilan, tempat tanggal
lahir/usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, diagnosa medik, dan rencana terapi.

22
2. Identitas orang tua
a) Ayah, meliputi: nama, usia, pedidikan, pekerjaan/sumber
penghasilan, agama, dan alamat.
b) Ibu, meliputi: nama, usia, pedidikan, pekerjaan/sumber penghasilan,
agama, dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1). Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan utama
Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah
terlihat pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
b) Riwayat keluhan utama
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-
tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji
adanya tanda-tanda leukopenia yaitu demam dan adanya infeksi.
Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra
medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji
adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal
ginjal, inflamasi di sekitar rectal, nyeri
c) Keluhan pada saat pengkajian
Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya didapatkan
bahwa klien tampak pucat, lemah, pusing, berkunang saat berdiri
dan nafsu makan menurun, klien tampak gelisah.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar
monozigot.
c. Pengkajian Perpola
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam
mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan
laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari klien.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Adanya mual, muntah, dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak
adekuat pada klien dengan leukimia.
3) Pola eliminasi

23
Klien kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen,
dan ditemukan darah segar pada feses, darah dalam urin, serta penurunan
urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya
hematuria.
4) Pola latihan dan aktivitas
Klien penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kordinasi
dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau tulang. Klien sering dalam
keadaan umum lemah, dan ketidakmampuan melaksnakan aktivitas rutin
seperti berpakaian, mandi, makan, toileting secara mandiri. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan penurunan tonus otot, kesadaran somnolence, keluhan
jantung berdebar-debar (palpitasi), adanya murmur, kulit pucat, membran
mukosa pucat, penurunan fungsi saraf kranial dengan atau disertai tanda-
tanda perdarahan serebral. Klien mudah mengalami kelelahan serta sesak saat
beraktifitas ringan, dapat ditemukan adanya dyspnea, tachipnea, batuk,
crackles, ronchi dan penurunan suara nafas. Penderita ALL mudah
mengalami perdarahan spontan yang tak terkontrol dengan trauma minimal,
gangguan visual akibat perdarahan retina, demam, lebam, purpura,
perdarahan gusi, epistaksis.
5) Pola kognitif dan perceptual
Klien penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran
(somnolence), iritabilits otot dan seizure activity, adanya keluhan sakit
kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke
susunan saraf pusat.
6) Pola Istirahat dan tidur
Klien memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
Konsep diri pada klien dengan leukimia tidak banyak mengalami perubahan.
Namun, pada ideal diri klien akan cenderung mengalami perubahan karena
klien tidak mampu berperan di keluarga maupun di masyarkat sesuai dengan
harapan masyarakat di lingkungannya.
8) Pola peran dan hubungan
Klien dengan leukimia biasanya merasa kehilangan waktu untuk bekerja
karena kondisinya yang lemah. Klien juga merasa kehilangan waktu untuk
bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat serta warga masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya.
9) Pola reproduksi/seksual

24
Klien biasanya mengalami penurunan dalam aktivitas seksual karena
kelemahan fisik yang dirasakan. Keluarga klien cenderung lebih
memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada klien.
10) Pola koping/toleransi stress
Klien berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan tubuh yang sangat
jelek. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi, withdrawal,
cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati,
dan bingung.
11) Pola keyakinan dan nilai
Kegiatan beribadah selama kondisi sakit mengalami penurunan. Namun,
klien biasanya lebih cenderung mendekatkan diri kepada Tuhan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Lemah
2) Kesadaran : Compos Mentis (tergantung dari kondisi penyakitnya
tingkat kesadaran bisa berubah menjadi koma jika leukosit sudah
berinfiltrasi ke sistem saraf pusat.
3) TTV : Untuk hasil TTV tergantung dari kondisi pasiennya.
4) Pemeriksaan fisik pada bagian tubuh
1. Kepala :
a. Lingkar kepala :
b. Rambut : kebersihan.(bersih) warna. (hitam)
Tekstur (kasar) distribusi rambut.(merata)
Kuat/mudah tercabut....( kuat )
2. Mata :
a. Sklera :Normal/non ikterik
b. Konjungtiva :anemis
c. Palpebra :
d. Pupil :ukuran 2mm .bentuk isokor, reaksi cahaya
berkurang
3. Telinga :
a. Simetris : ya
b. Serumen : Ada
c. Pendengaran: Baik
4. Hidung :
a. Septum simetris :ya

25
b. Sekret :tidak
c. Polip :tidak
5. Mulut :
Kebersihan kurang, warna pucat kelembaban kering, gusi mudah
berdarah
a. Lidah :kemungkinan adanya sariawan
b. Gigi : kemungkinan terjadi caries pada gigi atasnya
6. Leher :
a. Kelenjer getah bening :
Teraba di colli dextra diameter 1x1/2x1 cm dan di inguinal
dextra ada 3 bh diameter x 1 x 2 cm.
Saat berperan menyaring antigen, kelenjar getah bening dapat
membengkak yang disebabkan oleh penambahan sel-sel yang
berfungsi sebagai sistem imun tubuh, seperti limfosit, sel plasma,
monosit dan histiosit. Setelah selesai melaksanakan tugasnya,
secara normal kelenjar getah bening akan kembali menyusut
seperti ukuran asalnya yang sebesar kacang.

Bagian yang paling sering mengalami pembengkakan kelenjar


getah bening ialah ketiak, pangkal paha, dan leher. Pada
kebanyakan kasus, hanya satu area yang mengalami
pembengkakan. Pembengkakan perlu diwaspadai karena dapat
pula disebabkan oleh adanya sel-sel kanker, antara lain lymphoma
dan leukemia

Kanker yang bersumber dari kelenjar getah bening disebut dengan


limfoma. Limfoma terbagi menjadi 2 macam, yaitu
Limfoma Hodgkin dan Non-Hodgkin. Perbedaannya ada pada cara
penyebaran dan respon terhadap pengobatan. Keduanya bermula
dari sel darah putih (limfosit). Limfosit yang merupakan bagian
dari sistem imun tubuh mulai tumbuh secara tidak terkontrol, dan
kemudian sel-sel di sekitarnya dapat berubah menjadi sel kanker.

b. Kelenjer tiroid : Tidak ada pembengkakan

26
c. JVP : 5-2 cm H2O
7. Dada :
a. Inspeksi :Normal
b. Palpasi :Normal
c. Perkusi :normal
d. Auskultasi: bunyi ronchi

8. Jantung:
a. Inspeksi : iktus cordis di IC V
b. Auskultasi:-
c. Palpasi :-

9. Paru-paru :
a. Inspeksi :simetris
b. Palpasi :fremitus kiri=kanan
c. Perkusi :-
d. Auskultasi:vesikuler
10. Perut :
a. Inspeksi :ada purpura
b. Palpasi :Hepar kenyal dan pinggirnya tajam
c. Perkusi :timpani
d. Auskultasi:bising usus normal (4x/menit)

11. Punggung :bentuk normal


12. Ekstremitas: Kekuatan dan tonus otot lemah
13. Genitalia :-
14. Kulit:
a. Warna : pucat
b. Turgor :kemungkinan terjadi kembali dalam waktu < 2 detik
c. Integritas :ada purpura di abdomen
d. Elastisitas :kemungkinan tidak elastis

e. Pemeriksaan persistem:
1) Sistem pernapasan

27
Nafas pendek, dispnea, tachipnea, batuk, RR meningkat, ronchi.
2) Sistem pencernaan
Distensi abnormal, bising usus meningkat, anoreksia, mual, muntah,
penurunan BB, stomatitis, ulkus mulut, hipertrofi gusi, diare, feses hitam,
nyeri tekan perianal.
3) Sistem kardiovaskuler
Palpitasi, takikardi, murmur jantung, kulit dan membrane mukosa pucat,
konjungtiva anemis.
4) Sistem perkemihan
Penurunan output urin, hematuria.
5) Sistem persarafan
Defisit syaraf cranial/tanda perdarahan serebral, penurunan koordinasi,
kesemutan, paretesia, otot iritabilitas, kejang, pusing, sakit kepala,
disorientasi.
6) Sistem musculoskeletal
Nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sterna, kram otot, kelelahan, kelemahan.
f. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia yang biasanya muncul yaitu:
a. Anemi normokrom normositer
b. Leukosit : meningkat >15.000/mm3 (N = 5000-10000/ mm3)
c. Sitogenik: kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang pada
kromosom 6, 11
d. H : menurun ( < 12.0 16.0 g/dL).
e. Trombosit: Menurun (<150.000-400.000/mm3)
f. SDP : meningkat (>50.000)
g. PT/PTT : memanjang
h. Copper serum : meningkat
i. Zink serum : menurun
j. Hb : menurun
k. Ht : menurun
l. Eritrosit : MCH menurun (< 26-34 pg)
MCHC menurun (< 32-36 g/dL)
MCV menurun (<80-100 fL)
Produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang
memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi
hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang.
3. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman : nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari
leukemia, penekanan pada sumsum tulang
b) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
c) Resiko tinggi kekuranga volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau

28
stomatitis
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
f) Resiko terhadap cidera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
g) Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
h) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
i) Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan perawatan

4. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan
Diagnosa Intervensi Rasional
. Kriteria Hasil

1. Gangguan rasa Tujuan : Pasien a. Kaji tingkat a. Informasi


nyaman : nyeri tidak mengalami nyeri dengan memberikan
yang nyeri atau nyeri skala 0 sampai data dasar
berhubungan menurun sampai 10 untuk
dengan efek tingkat yang dapat b. Jika mungkin, mengevaluasi
fisiologis dari diterima anak gunakan kebutuhan atau
leukemia, dengan kiteria hasil prosedur- keefektifan
penekanan : Skala nyeri prosedur intervensi
pada sumsum berkurang, ekspresi (Rnvasi b. Untuk
tulang rileks pemantauan meminimalkan
suhu non rasa tidak aman
Rnvasive, alat c. Untuk
akses vena) menentukan
c. Evaluasi kebutuhan
efektifitas perubahan
penghilang dosis. Waktu
nyeri dengan pemberian atau
derajat obat
kesadaran dan d. Sebagai
sedasi analgetik
d. Lakukan tambahan
teknik Untuk mencegah

29
pengurangan kambuhnya
nyeri non nyeri
farmakologis
yang tepat
e. Berikan obat-
obat anti nyeri
secara teratur
Rasional :
untuk
mencegah
kambuhnya
nyeri

2. Resiko infeksi Tujuan : Klien tidak a. Pantau suhu a. Untuk


berhubungan mengalami gejala- dengan mendeteksi
dengan gejala infeksi teliti kemungkina
menurunnya dengan kriteria b. Tempatkan n infeksi
sistem hasil tidak ada klien dalam b. Untuk
pertahanan tanda-tanda infeksi, ruangan meminimal
tubuh seperti peningkatan khusus kan
suhu tubuh c. Anjurkan terpaparnya
semua klien dari
pengunjung sumber
dan staf infeksi
rumah sakit c. Untuk
untuk meminimal
menggunak kan pajanan
an teknik pada
mencuci organisme
tangan infektif
dengan baik d. Untuk
d. Gunakan mencegah
teknik kontaminasi
aseptik yang silang/menu

30
cermat runkan
untuk semua resiko
prosedur infeksi
invasive e. Untuk
e. Evaluasi intervensi
keadaan dini
anak penanganan
terhadap infeksi
tempat- f. Rongga
tempat mulut
munculnya adalah
infeksi medium
seperti yang baik
tempat untuk
penusukan pertumbuha
jarum, n organisme
ulserasi g. Menambah
mukosa, dan energi untuk
masalah gigi penyembuh
f. Inspeksi an dan
membran regenerasi
mukosa seluler
mulut. h. Untuk
Bersihkan mendukung
mulut pertahanan
dengan baik alami tubuh
g. Berikan i. Sebagai
periode profilaktik
istirahat atau
tanpa mengobati
gangguan infeksi
h. Berikan diet khusus
lengkap
nutrisi

31
sesuai usia
i. Berikan
antibiotik
sesuai
ketentuan
3. Resiko tinggi Tujuan : Tidak a. Berikan a. Untuk
kekurangan terjadi kekurangan antiemetik mencegah
volume cairan volume cairan awal sebelum mual dan
berhubungan Pasien tidak dimulainya muntah
dengan mual mengalami mual kemoterapi b. Untuk
dan muntah dan muntah b. Berikan mencegah
dengan kriteria antiemetik episode
hasil : Muntah secara teratur berulang
dapat teratasi, pada waktu c. Karena tidak
masukan cairan dan program ada obat
cukup kemoterapi antiemetik
c. Kaji respon yang secara
klien umum
terhadap berhasil
antiemetic d. Bau yang
d. Hindari menyengat
memberikan dapat
makanan menimbulkan
yang mual dan
beraroma muntah
menyengat e. Karena
e. Anjurkan jumlah kecil
makan dalam biasanya
porsi kecil ditoleransi
tapi sering dengan baik
f. Berikan Untuk
cairan mempertahankan
intravena hidrasi
sesuai

32
ketentuan
4. Perubahan Tujuan : Pasien a. Dorong orang a. Jelaskan
nutrisi mendapat nutrisi tua untuk tetap bahwa
kurang dari yang adekuat rileks pada hilangnya
kebutuhan dengan kriteria saat anak nafsu makan
tubuh yang hasil : Tidak ada makan adalah akibat
berhubungan penurunan BB, b. Izinkan klien langsung dari
dengan nafsu makan baik, memakan mual dan
anoreksia, tidak mengalami semua muntah serta
malaise, mual dan muntah makanan yang kemoterapi
mual dan dapat b. Untuk
muntah, efek ditoleransi, mempertahan
samping rencanakan kan nutrisi
kemoterapi untuk yang optimal
dan atau memperbaiki c. Untuk
stomatitis kualitas gizi memaksimalk
pada saat an kualitas
selera makan intake nutrisi
anak d. Untuk
meningkat mendorong
c. Berikan agar anak
makanan yang mau makan
disertai e. Karena
suplemen jumlah yang
nutrisi gizi, kecil biasanya
seperti susu ditoleransi
bubuk atau dengan baik
suplemen f. Kebutuhan
yang dijual jaringan
bebas metabolik
d. Izinkan klien ditingkatkan
untuk terlibat begitu juga
dalam cairan
persiapan dan untuk

33
pemilihan menghilangka
makanan n produk
e. Dorong sisa
masukan suplemen
nutrisi dengan dapat
jumlah sedikit memainkan
tapi sering peranan
f. Dorong pasien penting dalam
untuk makan mempertahan
diet tinggi kan masukan
kalori kaya kalori dan
nutrient protein yang
g. Timbang BB, adekuat
ukur TB dan g. Membantu
ketebalan dalam
lipatan kulit mengidentifik
trisep asi malnutrisi
protein kalori,
khususnya
bila BB dan
pengukuran
antropometri
h. Membantu
dalam
mengidentifik
asi malnutrisi
protein kalori,
khususnya
bila BB dan
pengukuran
antropometri
kurang dari
normal
5. Intoleransi Tujuan : Terjadi a. Evaluasi a. Menentukan

34
aktivitas peningkatan laporan derajat dan
berhubungan toleransi aktifitas kelemahan, efek
dengan dengan kriteria perhatikan ketidakmamp
kelemahan hasil : Klien dapat ketidakmampu uan
akibat anemia melakukan aktivitas an untuk b. Menghemat
secara mandiri berpartisipasi energi untuk
dengan bertahap dalam aktifitas aktifitas dan
sehari-hari regenerasi
b. Berikan seluler atau
lingkungan penyambunga
tenang dan n jaringan
perlu istirahat c. Mengidentifik
tanpa asi kebutuhan
gangguan individual dan
c. Kaji membantu
kemampuan pemilihan
untuk intervensi
berpartisipasi d. Memaksimalk
pada aktifitas an sediaan
yang energi untuk
diinginkan tugas
atau perawatan diri
dibutuhkan
d. Berikan
bantuan dalam
aktifitas
sehari-hari dan
ambulasi

6. Resiko Tujuan : Klien tidak a. Gunakan a. Karena


terhadap menunjukkan semua perdarahan
cedera : bukti-bukti dengan tindakan memperberat

35
perdarahan kriteria hasil : Hb untuk kondisi anak
yang normal, tidak ada mencegah dengan
berhubungan penurunan energi perdarahan adanya
dengan khususnya anemia
penurunan pada daerah b. Karena kulit
jumlah ekimosis yang luka
trombosit b. Cegah cenderung
ulserasi oral untuk
dan rectal berdarah
c. Gunakan c. Untuk
jarum yang mencegah
kecil pada perdarahan
saat d. Untuk
melakukan mencegah
injeksi perdarahan
d. Gunakan e. Untuk
sikat gigi memberikan
yang lunak intervensi dini
dan lembut dalam
e. Laporkan mengatasi
setiap tanda- perdarahan
tanda f. Aspirin
perdarahan mempengaruh
(tekanan i fungsi
darah trombosit
menurun, g. Untuk
denyut nadi mencegah
cepat, dan perdarahan
pucat)
f. Hindari obat-
obat yang
mengandung
aspirin
g. Ajarkan

36
orang tua dan
anak yang
lebih besar
ntuk
mengontrol
perdarahan
hidung

7. Perubahan Tujuan : Pasien a. Inspeksi a. Untuk


membran tidak mengalami mulut setiap mendapatkan
mukosa mukositis oral hari untuk tindakan yang
mulut : dengan kriteria adanya ulkus segera
stomatitis hasil : Tidak ada oral b. Untuk
yang stomatitis, b. Hindari mencegah
berhubungan membran mukosa mengukur trauma
dengan efek lembab suhu oral c. Untuk
samping agen c. Gunakan menghindari
kemoterapi sikat gigi trauma
berbulu d. Untuk
lembut, meningkatkan
aplikator penyembuhan
berujung e. Untuk
kapas, atau menjaga agar
jari yang bibir tetap
dibalut kasa lembab dan
d. Berikan mencegah
pencucian pecah-pecah
mulut yang (fisura)
sering f. Karena bila
dengan digunakan
cairan salin pada faring,
normal atau dapat
tanpa larutan menekan
bikarbonat refleks

37
e. Gunakan muntah yang
pelembab mengakibatka
bibir n resiko
f. Hindari aspirasi dan
penggunaan dapat
larutan menyebabkan
lidokain pada kejang
anak kecil g. Agar
g. Berikan diet makanan yang
cair, lembut masuk dapat
dan lunak ditoleransi
h. Inspeksi klien
mulut setiap h. Untuk
hari mendeteksi
i. Dorong kemungkinan
masukan infeksi
cairan i. Untuk
dengan membantu
menggunaka melewati area
n sedotan. nyeri
j. Hindari j. Dapat
penggunaa mengiritasi
swab jaringan yang
gliserin, luka dan dapat
hidrogen membusukkan
peroksida gigi,
dan susu memperlamba
magnesia t
k. Berikan obat- penyembuhan
obat anti dengan
infeksi sesuai memecah
ketentuan. protein dan
l. Berikan dapat
mengeringkan

38
analgesik mukosa
k. Untuk
mencegah
atau
mengatasi
mukositis
l. Untuk
mengendalika
n nyeri
8. Gangguan Tujuan : Pasien atau a. Dorong klien a. Untuk
citra tubuh keluarga untuk memilih membantu
berhubungan menunjukkan wig (anak mengembangka
dengan perilaku koping perempuan) n penyesuaian
alopesia atau positif dengan kriteri yang serupa rambut
perubahan hasil : Rasa percaya gaya dan terhadap
cepat pada diri klien meningkat warna rambut kerontokan
penampilan anak sebelum rambut
rambut mulai b. Karena
rontok hilangnya
b. Berikan perlindungan
penutup rambut
kepala yang c. Untuk
adekuat menyamarkan
selama kebotakan
pemajanan parsial
pada sinar d. Untuk
matahari, meningkatkan
angin atau penampilan
dingin e. Untuk
c. Anjurkan menyiapkan
untuk menjaga anak dan
agar rambut keluarga
yang tipis itu terhadap
tetap bersih, perubahan

39
pendek dan penampilan
halus rambut baru
d. Jelaskan untuk
bahwa rambut menyamarkan
mulai tumbuh kebotakan
dalam 3 parsial
hingga 6 bulan
e. Dorong
hygiene,
berdan, dan
alat alat yang
sesuai dengan
jenis kelamin ,
misalnya wig,
skarf, topi, tata
rias, dan
pakaian yang
menarik

9. Kurang Tujuan : Keluarga a. Jelaskan a. Nutrisi yang


pengetahuan dapat memahami secara singkat baik dapat
tentang tentang penyakit, akan menjaga daya
penyakit, prognosis, dan pentingnya tahan tubuh
prognosis, dan perawatan anak nutrisi untuk b. Protein baik
perawatan dengan leukemia membantu untuk menjaga
berhubungan dengan kriteria proses kesehatan
dengan kurang hasil : Keluarga penyembuhan c. Mengurangi
informasi. dapat menjelaskan penyakit risiko terjadi
ulang b. Anjurkan pada cedera dan
keluarga untuk trauma
meningkatkan d. Anak dengan
nutrisi tinggi leukimia

40
protein dan mudah
kalori terserang
c. Anjurkan penyakit
keluarga untuk e. Leukimia
menyediakan memelukan
lingkungan kemoterapi
rumah yang untuk menekan
baik sel- sel kanker
d. Jelaskan pada
orang tua
pentingnya
menjaga
kesehatan
anak, karena
pada penyakit
leukimia
mudah terjadi
infeksi
e. Jelaskan
bahwa ALL
merupakan
penyakit
kanker darah
yang
disebabkan
oleh virus dan
membutukkan
kemoterapi

41
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit).Leukemia tampak merupakan
penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa
terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini
menghambat semua sel darah lain di sumsunm tulang untuk berkembang secara
normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang. Karena factor-faktor ini,
leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal.Pada akhirnya,
sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang. Sehingga menurunkan kadar
sel-sel nonleukemik di dalam darah. Kemungkinan anak-anak terkena kanker
cukup tinggi. Mengingat tingginya risiko anak-anak terkena kanker dan tumor,
diingatkan bahwa para orangtua perlu perhatian dan kesiagapan. Terutama
terhadap anak-anak yang memiliki gejala-gejala mirip dengan gejala
kanker.Kanker darah atau leukemia merupakan bertambahnya sel darah abnormal
yaitu sel sarah putihsecara berlebihan dan tidak terkendali, dan penyebarannya ke
seluruh tubuh sangat cepat. bertahan lama dengan pengobatan yang intensif.
B. Saran
Setelah membahas mengenai asuhan keperawatan pada lansia ini penulis
menyarankan untuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada klien dengan leukemia. Untuk masyarakat diharapkan dapat
melakukan pengobatan secara optimal untuk kesembuhan penyakitnya. Untuk
mahasiswa agar lebih memahami tentang leukemia agar dapat melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan leukemia secara optimal.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Asra, Delvia. (2010). Karakteristik Penderita Leukemia Rawat Inap


Di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009. Diakses pada 10 April
2017 dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20969/Chapt
er%20II.pdf;jsessionid=4EA1EFF9F280757875CBC1E543B72402?
sequence=4

2. Brunner, Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta : EGC
3. Corwin, Elizabeth L. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
4. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
5. Fikri, Irsyadil. (2015). Hubungan Paparan Asap Rokok Orang Tua dan Lingkungan
Rumah terhadap Kejadian Leukemia pada Anak di RSUP H Adam Malik Medan.
Diakses pada 31 Maret 2017 dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52373/4/Chapter%20II.pdf
6. Handayani, Sativa. (2013). Gambaran Hasil Kesimpulan Bone Marrow Puncture
(BMP) Pada Penderita Leukemia Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011.
Diakses pada 31 Maret 2017
dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37617/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=C3A80F039784518252B8A71253470215?sequence=4
7. Hasyimzoem, NC. Leukemia Limfoblastik Akut pada Dewasa dengan Multiple
Limfadenopati. Medula. Januari, 2014; 2(1). Diakses pada 30 Maret 2017, dari:
8. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-nurilawati-5172-2-bab2. pdf
9. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=300062&val=7288&title=Kelainan%20Hemostasis%20pada%20Leukemia
10. http://eprints.undip.ac.id/43856/3/BAB_2_KTI_Faisal_iswandi.pdf
11. http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2015/11/161-298-1-SM.pdf
https://books.google.co.id/books?
id=8ErRCgAAQBAJ&pg=PA102&dq=pemeriksaan+leukemia&hl=en&sa=X&ved=0
ahUKEwjmieX7pv7SAhXKy7wKHSFQCP8Q6AEIJjAC#v=onepage&q=pemeriksaa
n%20leukemia&f=false
12. I., Faisal. 2013. Hubungan Antara Paparan Polutan Yang Mengandung Benzena
Dengan Leukemia Akut Pada Anak. Diakses pada tanggal 30 Maret 2017 dalam
http://eprints.undip.ac.id/43856/3/BAB_2_KTI_Faisal_iswandi.pdf

43
13. Iswandi, Faisal. (2013). Hubungan antara Paparan Polutan yang Mengandung
Benzena dengan Leukemia Akut pada Anak. Diakses pada 30 Maret 2017, dari:
14. Link google book :

15. Nadira, aliya. 2016. Kanker Kelenjar Getah Bening: Gejala, Penyebab, dan
Pengobatan. Diakses pada 2 April 2016, dari: http://www.prikasa.com/kanker-
kelenjar-getah-bening/

16. Nurilawati. (2007). Asuhan Keperwatan Pada An. A Dengan Suspect Leukimia Di
Ruang C1L2 RSUP Dr Kariadi Semarang. Diakses pada tanggal 1 April 2017 dari :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-nurilawati-5172-2-bab2.pdf
17. Nurilawati. (2011). Leukemia. Diakses pada 30 Maret 2017, dari:
18. Nurilawati. (2016). Leukimia dan Askep. Diakses pada 31 Maret 2017 dari:
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1404
19. Rofinda, Zelly Dia. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Kesehatan Andalas.
2012; 1(2). Diakses pada 30 Maret 2017, dari:
20. Salsabila, K. 2016. Perbandingan Nilai Ureum dan Kreatinin Sebelum dan Sesudah
Kemoterapi Fase Konsolidasi Pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut Anak di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2013. Diakses pada 2 April 2017, dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56312/Chapter%20II.pdf?
sequence=4
21. Salsabila, Khansa. (2016). Perbandingan Nilai Ureum Dan Kreatinin Sebelum Dan
Sesudah Kemoterapi Fase Konsolidasi Pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut
Anak Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2013. Diakses pada 31 Maret
2017 dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56312/4/Chapter%20II.pdf
22. Tim cancerhelps. 2010. Stop Kanker: Kanker Bukan Lagi Vonis Mati. Jakarta:
agromedia pustaka.
23. Tim Hi-Lab Diagnostic Center. (2008). Hematologi. Diakses pada tanggal 3 April
2017 dari : http://www.hilab.co.id/index.php/our-advice/164-hematologi
24. Utami, KTB. 2015. Pengaruh Akupresur Titik P6 Terhadap Mual Muntah Lambat
Akibat Kemoterapi Pada Anak Usia Sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut
(Lla). Diploma thesis, Universitas Udayana. Diakses pada 2 April 2017, dari:
http://erepo.unud.ac.id/9917/3/22862eb40156d0b1f71de0793ad76bf4.pdf
25. Wiwik Handayani. Andi Sulistyo Hariwibowo. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika, 2008

44

Anda mungkin juga menyukai