Anda di halaman 1dari 6

Sakdiyah Sariwati

04011181823029
Beta 2018
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI PNEUMONIA PADA ANAK

Jenis pemeriksaan Hasil Normal Kesan


Pemeriksaan Laboratorium
Hb 12,1 gr/dl 10,5-13,5 gr%* Tidak anemia
Ht 36 vol% 33-39%* Tidak anemia
Leukosit 25.000/mm3 6-17x103/mm3* Leukositosis
LED 25 mm/jam 0-10 mm/jam** Inflamasi
3
Trombosit 280.000/mm 150.000-450.000 / Tidak trombositosis
mm3 /trombositopenia
Hitung jenis 0/2/1/80/14/3 Bas: 0-1% Neutrofil (bat) 
Eos: 1-3% Neutrofil (seg) 
N.Bat: 2-6% Limfosit 
N.Seg: 50-70%
Lim: 20-40%
Mon: 2-8%
CRP 24 0-10 mg/L Inflamasi akut/kronis
Pemeriksaan Radiologi
Toraks AP infiltrat di parakardial kedua Pneumonia
paru

*
Mayo Clinic Laboratories. 2018. Complete Blood Count (CBC) with Differential, Blood. Pediatric Catalog
https://pediatric.testcatalog.org/show/CBC
**
C.S. Mott Children’s Hospital. 2019. Sedimentation Rate (Sed Rate). https://www.mottchildren.org/health-library/hw43353

Keterangan:
 Basofil: berperan dalam respon peradangan
 Eosinofil: terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit
 Neutrofil: imunitas non spesifik melawan infeksi bakteri
 Limfosit:
- Limfosit B: membentuk imunitas humoral, memproduksi antibodi jika terdapat antigen
- Limfosit T: membentuk imunitas selular, langsung berhubungan dengan benda asing untuk
difagosit
 Monosit: mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Sel
makrofag berperan dalam proses fagositosis

Tes Laboratorium dan Tes Pencitraan Yang Harus Digunakan pada Anak dengan Suspensi CAP
(Community-acquired pneumonia) menurut Bradley et al., (2011) adalah sebagai berikut:
a) Oksimetri: harus dilakukan pada semua anak dengan pneumonia dan diduga hipoksemia.
b) Kultur darah: harus diperoleh pada anak-anak yang gagal menunjukkan perbaikan klinis dan pada
mereka yang memiliki gejala progresif atau penurunan klinis setelah memulai terapi antibiotik.
Selain itu kultur darah harus diperoleh pada anak-anak yang membutuhkan rawat inap untuk
dugaan pneumonia bakteri yang sedang sampai parah, terutama yang mengalami complicated
pneumonia.
c) Kultur sputum: untuk menentukan bakteri penyebab pneumonia, harus diperoleh pada anak-anak
yang dapat menghasilkan dahak.
d) Tes sensitif dan spesifik untuk diagnosis cepat virus influenza dan virus pernapasan lainnya harus
digunakan dalam evaluasi anak-anak dengan pneumonia. Tes influenza positif dapat mengurangi
kebutuhan untuk studi diagnostik tambahan dan penggunaan antibiotik. Terapi antibakteri tidak
Sakdiyah Sariwati
04011181823029
Beta 2018
diperlukan untuk anak-anak dengan tes positif untuk virus influenza tanpa adanya temuan klinis,
laboratorium, atau radiografi yang menunjukkan koinfeksi bakteri.
e) Anak-anak dengan tanda dan gejala yang mencurigakan pneumoniae akibat bakteri harus diuji
untuk membantu memandu pemilihan antibiotik.
f) Jumlah sel darah putih: mungkin meningkat pada kasus infeksi bakteri.
g) Reaktan fase akut, seperti tingkat sedimentasi eritrosit (ESR), konsentrasi protein C-reaktif (CRP),
atau konsentrasi prokalsitonin serum, tidak dapat digunakan sebagai penentu tunggal untuk
membedakan antara penyebab virus dan bakteri pneumonia. Namun reaktan fase akut ssebagai
skrining awal dan dapat digunakan bersama dengan temuan klinis untuk menilai respons terhadap
terapi.
h) Radiografi dada (posteroanterior dan lateral) harus diperoleh pada semua pasien yang dirawat di
rumah sakit untuk manajemen pneumonia untuk mendokumentasikan keberadaan, ukuran, dan
karakter infiltrat parenkim dan mengidentifikasi komplikasi pneumonia yang dapat menyebabkan
intervensi di luar agen antimikroba dan untuk terapi medis suportif. Rontgen dada berulang harus
diperoleh pada anak-anak yang gagal menunjukkan perbaikan klinis dan pada mereka yang
memiliki gejala progresif atau perburukan klinis dalam waktu 48-72 jam setelah mulai terapi
antibiotik.
Rontgen dada berulang 4-6 minggu setelah diagnosis CAP harus diperoleh pada pasien
dengan pneumonia berulang yang melibatkan lobus yang sama dan pada pasien dengan kolar
kolaps pada radiografi dada awal dengan dugaan anomali anatomi, massa dada, atau aspirasi
benda asing.
i) Tes diagnostik tambahan yang harus digunakan pada anak dengan pneumonia parah atau
mengancam kehidupan, yaitu mendapatkan aspirasi trakea untuk pewarnaan dan kultur gram, serta
pengujian untuk patogen virus, termasuk virus influenza, pada saat penempatan tabung
endotrakeal awal pada anak-anak yang membutuhkan ventilasi mekanik. Pengambilan sampel
kuas spesimen bronkoskopik, bronchoalveolar lavage (BAL), aspirasi paru perkutan, atau biopsi
paru terbuka harus disediakan untuk anak dengan imunokompeten dengan pneumonia parah jika
tes diagnostik awal tidak positif.

Mekanisme abnormal

Leukositosis
Peningkatan jumlah leukosit (neutrofil) tanda adanya infeksi bakteri.

LED meningkat
Peningkatan LED di pengaruhi oleh temperatur, letak posisi pipet (saat pemeriksaan), konsentrasi
fibrinogen dan globulin yang meningkat. Perubahan konsentrasi kandungan protein plasma seperti
fibrinogen dan globulin yang menyertai sebagian besar infeksi akut dan kronis cenderung akan
meningkatkan pembentukan rouleaux. Pembentukan rouleaux di mana sel darah merah saling
berdekatan seperti tumpukan koin, jika rouleaux banyak terbentuk maka LED meningkat.

Pneumonia adalah invasi saluran pernapasan bagian bawah oleh patogen baik melalui inhalasi,
aspirasi, invasi epitel pernapasan, atau penyebaran hematogen. Adanya hambatan infeksi yang
meliputi struktur anatomi (rambut hidung, turbinat, epiglotis, silia), dan imunitas humoral dan seluler
ditembus, terjadi infeksi yang menghasilkan peradangan dan cedera atau kematian epitel dan alveoli
di sekitarnya. Pada akhirnya disertai dengan migrasi sel-sel inflamasi ke tempat infeksi,
menyebabkan proses eksudatif, yang pada gilirannya mengganggu oksigenasi (Ebeledike dan
Ahmad, 2020).
Ada empat tahap pneumonia lobar.
Sakdiyah Sariwati
04011181823029
Beta 2018
1. Stadium Engorgment Kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan
oedem. Bakteri berkembang biak tanpa hambatan
2. Stadium Hepatisasi Merah kapiler yang telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis dari
sel - sel eritrosit
3. Stadium Hepatisasi Kelabu alveoli dipenuhi oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah
leukosit meningkat. Dengan adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembang
biakan kuman menjadi terhalang bahkan kuman – kuman pada stadium ini akan di fagositosis.
Pada stadium ini akan terbentuk antibodi.
4. Stadium Resolusi Dicapai bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat
dalam alveoli beserta sisa – sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding alveoli dan
jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal. Jika penyembuhan tidak ideal, maka itu dapat
menyebabkan efusi parapneumonic dan adhesi pleura (Bennett, 2018).

CRP adalah protein fase akut yang diproduksi oleh hati (sel hepatosit) sebagai respons terhadap
berbagai sitokin, termasuk interleukin (IL) -6, IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF) -alpha selama
cedera akut, infeksi, rangsangan inflamasi, dan penyakit ganas, tetapi temuan ini tidak spesifik karena
dihasilkan juga oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan adiposa dan
makrofag. (Cannon, 2006)
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada
infeksi bakteri profunda (pneumokokus ≥120 mg/l). CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons
terhadap terapi antibiotik.

Setelah terjadi peradangan, pembentukan CRP akan meningkat dalam 4 sampai 6 jam, jumlahnya
bahkan berlipat dua dalam 8 jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36 jam
sampai 50 jam setelah inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi
yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan
kadar CRP secara cepat oleh karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. CRP sangat baik
untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan akut. Pemeriksaan ini relatif tidak mahal dan dapat
diperoleh hasilnya dalam waktu cepat serta tidak memerlukan volume darah yang banyak (Utama,
2016).
Fungsi biologis CRP diantaranya ialah:
1. CRP dapat mengikat C-polisakarida (CPS) dari berbagai bakteri melalui reaksi
presipitasi/aglutinasi.
2. CRP dapat meningkatkan aktivitas dan motilitas sel fagosit seperti granulosit dan
monosit/makrofag.
3. CRP dapat mengaktifkan komplemen baik melalui jalur klasik mulai dengan C1q maupun jalur
alternatif.
4. CRP mempunyai daya ikat selektif terhadap limfosit T. Dalam hal ini diduga CRP memegang
peranan dalam pengaturan beberapa fungsi tertentu selama proses peradangan.
5. CRP mengenal residu fosforilkolin dari fosfolipid, lipoprotein membran sel rusak, kromatin inti
dan kompleks DNA-histon (Cannon, 2006).

Pemeriksaan thorax AP, kadang-kadang kelainan radiologis susah dibedakan antara Pneumonia
dan TB Paru. Pada pneumonia batas kurang tegas, dan kurang padat dibanding TB Paru. Kadang-
kadang terpaksa diberi pengobatan (TB dan non TB) dan disertai pemeriksaan radiologis sekali
seminggu

Hal yang dinilai dalam foto toraks yakni antara lain:


a) Corakan bronkovaskular: normalnya semakin ke lateral semakin menghilang. Bila corakan
makin tampak pada daerah lateral paru, berarti corakan bronkovaskular meningkat
Sakdiyah Sariwati
04011181823029
Beta 2018
b) Parenkim paru: normalnya tidak tampak gambaran kalsifikasi, fibrosis, atau infiltrat di lapangan
paru
c) Keadaan hilus
d) Sinus kostofrenikus: normalnya sinus kostrofrenikus kanan kiri lancip dan tidak tertutup apapun
e) Diafragma: normalnya diafragma kanan-kiri licin, melengkung ke arah paru
f) Cor (Jantung) : dinilai ukuran dan bentuknya. Pada dewasa normalnya memiliki CTR (Cardio
Thoracic Ratio) kurang dari 0,5 atau 50%.
g) Faktor-faktor penting yang lain dalam membaca sebuah foto yakni identitas yang meliputi nama
pasien, umur, tanggal dan waktu baca, dan marker

Gambaran thorax pneumonia berdasarkan predileksi lokasi / luasnya infeksi


a) pneumonia lobaris
pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru. Pada foto toraks
PA tampak infiltrate di parenkim paru perifer, opasitas homogen, homogen tipis seperti awan,
berbatas tegas, bagian perifer lebih opak di banding bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru
tanpa melibatkan jalan udara mengakibatkan timbulnya air bronchogram. Air bronchogram
adalah udara yang terdapat pada percabanganbronkus, yang dikelilingi oleh bayangan opak
rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk
pneumonia lobaris. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini

Gambar 1: pneumonia lobaris lobus superior paru kanan (kiri) dan pneumonia lobaris lobus
medius paru kanan (kanan)

b) bronkopneumonia
Gambaran yang akan didapatkan pada bronkopneumonia adalah: (1) Bercak opaque pada paru
yang dapat berbentuk nodul-nodul atau retikulonoduler dan dapat berkonfluens. (2) Distribusi dari
bercak ini jarang bilateral dan lebih sering asimetris/mengenai satu hemitoraks saja namun dapat
mengenai beberapa lobus. (3) Bercak kesuraman lebih sering muncul di daerah inferior paru.
Sakdiyah Sariwati
04011181823029
Beta 2018

Gambar 2: Gambaran bronkopneumonia kanan. Tampak bercak kesuraman mengawan dengan


batas tidak tegas pada parenkim paru, hanya di kanan, muncul di bagian inferior dan medial paru

Gambar 3: Perbedaan antara penumonia lobaris dengan bronkopneumonia

c) pneumonia interstisial
Pneumonia interstitial ditandai dengan perselubungan yang tidak merata dan halus dengan pola
linear atau retikuler pada parenkim paru. Pada tahap akhir, dijumpai penebalan jaringan interstitial
sebagai densitas noduler yang kecil.

Gambar 4: pneumonia interstitial pada kedua paru, disertai gambaran pneumatocele pada kedua
apeks paru

Daftar Pustaka
Bennett, Nicholas John. 2018. Pediatric Pneumonia.
https://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a3
Bradley, J.S., Byington C.L., Shah S.S., Alverson B., Carter E.R., Harrison C., et al. 2011. The
Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of
Sakdiyah Sariwati
04011181823029
Beta 2018
Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious
Diseases Society of America. Clinical Infection Dissease. 53(7), 617-30.
Cannon, Christopher P. 2006. The Reasons and Uses for C-Reactive Protein (CRP). Medscape
Cardiology. https://www.medscape.com/viewarticle/531852
Ebeledike, Chiemelie, Thaer Ahmad. 2020. Pediatric Pneumonia.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/.
Utama, I Made G.D. Lingga. 2016. Uji diagnostik CRP, leukosit, nilai total neutrofil, dan suhu pada
anak demam. Sari Pediatri, vol. 13, no. 6. Indonesia: BP-IDAI

Anda mungkin juga menyukai