Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH
EFEK MAKANAN PADA TERAPI OBAT
Sebagai Salah satu tugas Kelompok II
Mata Kuliah Imonologi Gizi

OLEH :
1. BERDIANTO PO.6231321442
2. IDA NUR HAIDA PO.6231321446
3. TEMMY MAYANG WULANDARI PO.6231321450
4. YULITA RIMADAYANTI PO.6231321453

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKARAYA


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
KELAS ALIH JENJANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah yang
berjudul “Efek Makanan Pada Terapi Obat” dengan tepat waktu. Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi Gizi. Selain ltu
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi kita semua
baik bagi pembaca dan bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Dosen mata kuliah Imonologi gizi untuk bimbingan materinya
dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua yaitu anggota
kelompok II dalam mengerjakan tugas kelompok mata kuliah Imonologi
Gizi yang telah saling bantu membantu untuk menyelesaikan tugas
kelompok makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palangka raya, 1 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Hal
i
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………
ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… iii
iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………. 1
1
2
BAB I PENDAHULUAN 2
3
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 4
4
C. Tujuan...................................................................................................................
4
D. Manfaat................................................................................................................. 7
7
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10
A. Pembahasan............................................................................................................
15
1. Pengertian Interaksi Makanan-Obat................................................................. 16
2. Fase-fase Dalam Interaksi obat-makanan........................................................
A. Fase Farmasetika........................................................................................
B. Fase Farkin.................................................................................................
C. Fase Farmakodinamik………………………………………………….

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ……………………………………………………..………………..
B. Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Contoh Interaksi Makanan yang Dapat Meningkatkan Absorsi Obat 11

Tabel 2. Contoh Interaksi Makanan Yang Dapat Menurunkan Absorsi Obat 12

Tabel 3. Contoh Makanan Terhadap Terapi obat 12

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Interaksi obat dan makanan terjadi bila makanan mempengaruhi bahan


dalam obat yang diminum sehingga obat tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya. Interaksi ini dapat menyebabkan efek yang berbeda-beda, dari mulai
peningkatan atau penurunan efektivitas obat sampai efeksamping. Tipe interaksi
antara obat dan makanan ada dua yaitu interaksi makanan terhadap obat dan interaksi
obat terhadap makanan. Interaksi makanan dengan obat terjadi jika makanan berada
bersama dengan obat dalam saluran pencernaan sehingga memberikan pengaruh
terhadap bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, sertaefikasiterapiobat
yang digunakan.
Keberadaan makanan mempengaruhi efikasi terapi karena kehadiran makanan
dalam saluran cerna atau peredaran darah dapat meningkatkan atau menurunkan laju
absorpsi dan metabolismeobat.
Sedangkan Interaksi obat terhadap makanan terjadi karena penggunaan obat
berpengaruh secara signifikan pada metabolisme dan bioavailabilitas makanan atau
nutrisi dalam tubuh dan mengubah persepsi rasa.
Perubahan absorpsi dan metabolism makanan menyebabkan perubahan pada
status nutrisi seseorang seperti deplesi mineral, vitamin, atau gangguan berat badan.
Nutrisi makanan diperlukan oleh system enzim untuk berfungsi secara normal. Sistem
enzim yang bekerja dengan baik akan membantu metabolism obat berlangsung
dengan baik pula.
Kehadiran makanan dalam saluran usus, sebagai situs penyerapan utama,
sangat mempengaruhi penyerapan obat. Makanan dapat meningkatkan atau
menurunkan keasaman, sekresi pencernaan, dan motilitas usus. Efek tersebut secara
langsung menentukan apakah obat akan mudah hancur, seberapa lama tinggal di usus,
apakah obat akan menjadi kristal, apakah obat tidak akan diserap sama sekali, dan
perubahan teknis lainnya (Stanfield dan Hui, 2010).
1
Diet mineral seperti zat besi, magnesium, kalsium, dan garam aluminium
menunjukkan bagaimana bahan kimia makanan atau zat gizi dapat mempengaruhi
penyerapan obat. Contohnya, mineral kimia dapat bergabung dengan tetrasiklin
(antibiotik yang umum digunakan) untuk membentuk partikel padat kecil
(endapantidaklarut). Konsumsi simultan mineral ini dan tetrasiklin menyebabkan efek
obat kehilangan nilai terapeutik (penyembuhan), sehingga membutuhkan dosis besar
untuk mengimbangi kerugian (Stanfield dan Hui, 2010).
Vitamin dapat dianggap obat jika digunakan untuk efek farmakologis. Sebagai
contoh, jika seseorang memiliki infeksi kandung kemih dan dosis tinggi dari vitamin
C yang diresepkan, vitamin C tidak digunakan untuk karakteristik sebagai vitamin
melainkan sedang diresepkan untuk mengasamkan urin. Niasin, vitamin B, juga sama
digunakan untuk menurunkan kolesteroldarah (Stanfield dan Hui, 2010).
Pemberianobat-obatan dengan makanan adalah praktek umum untuk
mengurangi efek samping gastrointestinal, tetapipraktikini juga dapat mengakibatkan
berkurangnya, tertundanya, atau berubahnyak erja obat. Menggunakan makanan
sebagai alat untuk  untuk menyamarkan rasa pahit (biasadilakukan oleh anak) juga
dapat mempengaruhi aksi obat jika makanan mengubah pH atau chelate obat. Obat-
obatan oral dipengaruhi oleh makanan di saluran pencernaan, pH lambung dan
ususkecil, dan motilitas (kontraksiataugerakan) saluran pencernaan (Stanfield dan
Hui, 2010).
Makanan berlemak tinggi dan makanan rendah akan memperlambat
pengosongan lambung sebanyak dua jam. Aksidariobat yang diberikan dengan atau
setelah makan seperti itu akan sama diperlambat. Makanan tinggi protein
meningkatkan aliran darah lambung dan meningkatkan penyerapan beberapa obat.
Makanan tinggi glukosa menyebabkan sedikit penurunan sementara aliran darah
kesaluran pencernaan, yang cenderung untuk mengurangi penyerapan obat (Stanfield
dan Hui, 2010).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah adalah “Apakah efek makanan terhadap terapi obat“ ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Tentang Pengertian efek makanan terhadap terapi obat
2. Mengetahui factor-faktor
2 yang menyebabkan terjadinya interaksi makanan
terhadap terapi obat
3. Mengetahui Fase-fase Interaksi Makanan terhadap Terapi Obat
4. Mengetahui Contoh interaksi Makanan dengan Terapi Obat
D. MANFAAT
1. Menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan tentang efek makanan
terhadap terapi obat
2. Menambah pengetahuan tentang fase fase interaksi obat-makanan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Interaksi makanan terhadap terapi obat


Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi interaksi
obat. Pengaruh makanan terhadap kerja obat masih sangat kurang. Karena itu, pada
banyak bahan obat masih belum jelas bagaimana pengaruh pemberian makanan pada
saat yang sama pada kinetika obat. Pada sejumlah senyawa makanan menyebabkan
peningkatan, penundaan, dan penurunan absorbsi obat (Mutschler, 1999)
Interaksi antara makanan dan obat dapat terjadi ketika keduanya saling
mengganggu. Interaksi makanan dan obat bias terjadi pada obat yang diresepkan
maupun yang tidak diresepkan, contohnya ada antacida dan vitamin. (Anonim, 2020)
Tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, namun bisa juga dipengaruhi
oleh waktu ketika memakan obat tersebut. Ketika memakan obat dan makanan
sekaligus, maka ada kemungkinan besar bahwa obat tidak akan terserap tubuh.
Kemungkinan lainnya yaitu makanan yang dimakan bias memperlambat atau
menghambat penyerapan.  (Anonim, 2020)
Makanan bias menimbulkan reaksi yang mengubah efek obat, dalam artian
bias menambah positif efek obat ataupun sebaliknya. 

B. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interaksi makanan terhadap terapi


obat
a. Pengosongan lambung
Pada kasus tertentu misalnya setelah pemberian laksansia atau penggunaan
preparat retard, maka di usus besar pun dapat terjadi absorpsi obat yang cukup
besar. Karena besarnya peranan usus halus dalam halini, tentu saja cepatnya
makanan masuk kedalam usus akan amat mempengaruhi kecepatan dan jumlah
obat yang diabsorpsi. Peranan jenis makanan juga berpengaruh besar di sini. Jika
makanan yang dimakan mengandung komposisi 40% karbohidrat, 40% lemak dan
20% protein maka walaupun
4 pengosongan lambung akan mulai terjadi setelah
sekitar 10 menit. Proses pengosongan ini baru berakhir setelah 3 sampai 4 jam.
Dengan ini selama 1 sampai 1,5 jam volume lambung tetap konstan karena adanya
proses-proses sekresi.
Tidak saja komposisi makanan, suhu makanan yang dimakanpu
nberpengaruh pada kecepatan pengosongan lambung ini. Sebagai contoh makanan
yang amat hangat atau amat dingin akan memperlambat pengosongan lambung.
Ada pula peneliti yang menyatakan pasien yang gemuk akan mempunyai laju
pengosongan lambung yang lebih lambat daripada pasien normal. Nyeri yang
hebat misalnya migren atau rasa takut, juga obat-obat seperti anti kolinergika
(missal atropin, propantelin), anti depresi vatrisiklik (misalamitriptilin, imipramin)
dan opioida (misalpetidin, morfin) akan memperlambat pengosongan lambung.
Sedangkan percepatan pengosongan lambung diamati setelah minum cairan dalam
jumlah besar, jika tidur pada sisi kanan (berbaning pada sisi kiri akan mempunyai
efek sebaliknya,) atau pada penggunaan obat seperti metokiopramida atau
khinidin. Jelaslah di sini bahwa makanan mempengaruhi kecepatan pengosongan
lambung, maka adanya gangguan pada absorpsi obat karenanya tidak dapat
diabaikan.
b. Komponen makanan
Efek perubahan dalam komponen-komponen makanan :
1. Protein (daging, dan produk susu)
Sebagai contoh, dalam penggunaan Levadopa untuk mngendalikan
tremor pada penderita Parkinson. Akibatnya, kondisi yang diobati mungkin
tidak terkendali dengan baik. Hindari atau makanlah sesedikit mungkin
makanan berprotein tinggi (Harknoss, 1989).

2. Lemak
Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolism obat adalah
bahwa apasaja yang dapat mempengaruhi jumlah atau komposisi asam lemak
dari fosfatidilkolinmikrosom hati dapat mempengaruhi kapasitas hati untuk
memetabolisasi obat. Kenaikan fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak
tidak jenuh dari fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolism obat
(Gibson, 1991). Contohnya
5 :Efek Griseofulvin dapat meningkat.interaksi yang
terjadiadalahinteraksi yang menguntungkan dan grieseofluvin sebaiknya
dimakan pada saat makan makanan berlemak seperti daging sapi, mentega, kue,
selada ayam, dan kentang goring (Harkness, 1989).
3. Karbohidrat
Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada metabolism obat,
walaupun banyak maka nglukosa, terutama sekali dapat menghambat
metabolism barbiturate, dan dengan demikian memperpanjang waktu tidur.
Kelebihan glukosa ternyata juga mengakibatkan berkurangnya kandungan
sitokrom P-450 hati dan memperendah aktivitas bifenil-4-hidroksilase (Gibson,
1991). Sumberkarbohidrat: roti, biscuit, kurma, jelli, dan lain-lain (Harkness,
1989).
4. Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk
sintesis protein dan lemak, keduanya merupakan komponen vital dari system
enzim yang memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa
perubahan dalam level vitamin, terutama defisiensi, menyebabkan perubahan
dalam kapasitas memetabolisasi obat. Contohnya :
a. Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan penyerapan vitamin
berkurang.
b. Vit C denganbesi, akibatnya penyerapan besi meningkat.
c. Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit D berkurang.
d. Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E menurun.(Harkness, 1989)
5. Mineral
Mineral merupakan unsure logam dan bukan logam dalam makanan
untuk menjaga kesehatan yang baik. Unsur – unsure yang telah terbukti
mempengaruhi metabolism obat ialah: besi, kalium, kalsium, magnesium, zink,
tembaga, selenium, dan iodium. Makanan yang tidak mengandung magnesium
juga secara nyata mengurangi kandungan lisofosfatidilkolin, suatuefek yang
juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas memetabolisme hati. Besi
yang berlebih dalam makanan dapat juga menghambat metabolism obat.
Kelebihan tembaga mempunyai efek yang sama seperti defisiensi tembaga,
yakni berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme obat dalam beberapa
hal. Jadi ada level optimum dalam tembaga yang ada pada makanan untuk
memelihara metabolism
6 obat dalam tubuh (Gibson, 1991).
c. Ketersediaan hayati
Penggunaan obat bersama makanan tidak hanya dapat menyebabkan
perlambatan absorpsi tetapi dapat pula mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi
(ketersediaan hayati obat bersangkutan). Penisilamin yang digunakan sebagai
basis terapeutika dalam menangani reumatik, jika digunakan segera setelah
makan, ketersediaan hayatinya jauh lebih kecil dibandingkan jika tablet tersebut
digunakan dalam keadaan lambung kosong. Ini akibat adanya pengaruh laju
pengosongan lambung terhadap absorpsi obat (Gibson, 1991).

C. Fase-fase Interaksi Makanan terhadap Terapi Obat


1. Fase farmasetika (Disolusi dan Disintergasi Obat)
Makanan menyebabkan perubahan: - pH GI Tract berefek terhadap disolusi
dan disintergasiobat - Tingkat keasaman berefek terhadap kelarutan dan
efektivitasobat.
Interaksi farmasetika atau inkompatibilitas adalah interaksi yang terjadi di
luartubuh (sebelumobatdiberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur
(inkompatibel).Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi
langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai
pembentukan endapan, perubahan warna dan lain–lain. Interaksi ini biasanya
berakibat inaktivasi obat (Sinaga, 2010).
2. Fase farmakokinetika (a d m e obat)
Interaksi farmakokinetika dapat terjadi beberapa tahap yaitu absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Jika salah satu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolism atau ekskresi obat kedua, sehingga kadar plasma obat
kedua meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau
penurunan efektivitas obat tersebut (Sinaga, 2010).
a. Absorbsi
Obat-obat yang digunakan secara oral biasanya diserap dari saluran
cerna kedalam system sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi
selama obat melewati saluran cerna (Nuryati, 2017).
Absorbsi adalah pemindahan obat dari lokasi pemberian menuju aliran
darah (Harvey dan Champe, 2014). Absorbsi obat dapat terjadi melalui
transport pasif maupun aktif, dimana sebagian besar obat diabsorpsi secara
pasif. Difusiobat7 terjadi dari daerah dengan kadar tinggi kedaerah dengan
kadar obat yang lebih rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat
melawan gradienkonsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air)
dan proses ini membutuhkan energi. Absorbsi obat secara transport aktif lebih
cepat daripadas ecara transport pasif. Obat dalam bentuk tak –terionlarut
lemak dan mudah berdifusi melewati membrane sel, sedangkan obat dalam
bentuk terion tidak larut lemak tidak dapat berdifusi. Interaksi obat secara
signifikan akan lebih mudah terjadi bila kecepatan absorbs berubah, terutama
obat dengan waktu paruh yang pendek atau bila dibutuhkan kadarpun cak
plasma yang cepat untuk mendapatkan efek (Nuryati, 2017). Kecepatan dan
efisiensi absorbs tergantung pada cara pemberiannya. Pada pemberian
intravena, absorbs berlangsung sempurna karena dosis total langsung obat
mencapai sirkulasisistemik. Pemberian obat dengan rute lain hanya bias
menghasilkan absorbs parsial sehingga menurunkan bioavailabilitas.
Bioavailabilitas adalah fraksiobat yang diberikan dan masuk kedalam sirkulasi
systemis serta tidak mengalami perubahan bentuk kimiawi (Harvey dan
Champe, 2014).
b. Distribusi
Setelah obat diabsorpsi kedalam sirkulasi systemic maka akan
didistribusikan keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah (Sinaga, 2010). Sebuah
proses perpindahan suatu obat secara reversible dari sirkulasi darah menujuk
einterstisium (cairanekstraselular) dan/atausel–sel jaringan disebut sebagai
distribusiobat. Setelah obat diserap atau disuntikkan kealiran darah, obat itu
didistribusikan keberbagai 7 Universitas Sumatera Utara jaringan tubuh.
Interaksi obat dapat terjadi pada fasedistribusi. Distribusi berbeda antara obat-
obatan dan tergantung pada faktor-faktor seperti kelarutan lemak dan aliran
darah kejaringan spesifik. Organ yang menerima aliran darah yang lebih tinggi
seperti hati, jantung dan ginjal menerima lebih banyak obat dengan lebih cepat
dari organ dengan aliran darah rendah seperti otot, lemak, dan jaringan perifer.
Faktor yang mempengaruhi distribusi obat adalah sejauh mana mengikat
dengan protein plasma dan jaringan (Scott et al., 2013). Terdapat dua bentuk
obat di dalam tubuh yaitu obat dalam bentuk bebas dan obat dalam bentuk
terikat dengan protein. Obat yang dalam bentuk bebas adalah yang aktif secara
farmakologi dan dapat berdifusi keluar dari sirkulasisistemik sehingga
distribusinya lebih
8 luas tetapi obat yang terikat dengan protein plasma tidak
aktif secara farmakologis dan tidak dapat berdifusi sehingga banyak berada di
sirkulasi dan distribusinya terbatas. Obat-obatan yang saling berinteraksi
selama proses distribusi untuk menempati tempat ikatan pada protein plasma.
Formasi komplek sobat protein disebut protein–binding (pengikatan protein
terhadapobat) dan merupakan proses reversible (dapatbalik) atau irreversible
(tidakdapatbalik). Ikatan obat–protein yang tidak reversible Karena dapat
menyebabkan toksisitas. Umumnya obat akan berikatan atau membentuk
kompleks dengan protein melalui proses bolak–balik (reversible). Ikatanobat –
protein yang bolak balik menyatakan secara tidak langsung bahwa obat
mengikat protein dengan ikatan kimia yang lemah misalnya: ikatan ionic,
ikatanhidrogen (Sinaga, 2010).
c. Metabolisme
Sementara absorbsi dan distribusi obat masih terjadi obat memulai
proses metabolisme. Obat paling sering di eliminasi melalui biotransformasi
dan/atau ekskresike dalam urin atau empedu. Proses metabolism adalah
mengubah obat–obat lipofili menjadi produk yang bersifat lebih polar dan
mudah diekskresi. Lokasi utama metabolism obat adalah hati, tetapi obat-obat
tertentu dapat mengalami biotransformasi dalam jaringan lain seperti, ginjal
dan usus (Harvey dan Champe, 2014).
Hambatan atau induksienzim pada proses metabolism obat terutama
berlaku terhadap obat–obatatauzat–zat yang merupakan substrat enzim
mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). Beberapa isoenzim CYP yang penting
dalam metabolism obat, antara lain adalah CYP2D6 yang dikenal juga sebagai
debrisoduinhidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang
diketahui dan aktivitasnya dihambat oleh obat–obat seperti kuinidin,
paroxetine, terbinafine. CYP3A yang banyak digunakan memetabolisme lebih
dari 50% obat-obat dan terdapat selain di hati juga di usus halus dan ginjal,
antara lain dihambat oleh ketakonazol, itrakonazol, eritromisin. CYP1A2
merupakan enzim pemetabolisme penting di hati untuk teofilin, kafein,
klozapin dan R-warfarin, dihambat oleh obat–obatsepertisiprofloksasin,
fluvoksamin. Interaksi inhibitor CYP dengan substratnya menyebabkan
peningkatan kadar plasma atau peningkatan bioavailabilitas sehingga
memungkinkan aktivitas substrat meningkat sampai terjadinya efek samping
yang tidak dikehendaki.
9 Interaksi CYP dengan substratnya menyebabkan laju
kecepatan metabolism obat (substrat) meningkat sehingga kadarnya menurun
dan efektivitas obat akan menurun atau sebaliknya, induksi CYP
menyebabkan meningkatnya pembentukan metabolit yang bersifat reaktif
sehingga memungkinkan timbulnya risiko toksik (Gitawati, 2008).
d. Ekskresi
Pengeluaran obat dari tubuh terjadi melalui berbagai rute, yang
terpenting adalah melalui ginjal dalam bentuk urin. Ginjala dalah organ
terpenting dalam pengeluaran obat (Harvey dan Champe, 2014). Ekskresi
melalui ginjal melibatkan 3 proses, yaitu filtrasi glomerulus, sekresiaktif di
tubulus proksimal dan reabsorpsipasif di sepanjang tubulus. Filtrasi
glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein, jadi semua
obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap
tinggal dalam darah. Sekresiaktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal
terjadi melalui transporter membrane P-glikoprotein (P-gp) dan MRP
(multidrugresistance protein) yang terdapat menbran selepitel dengan
selektivitas berbeda. Reabsorpsipasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk
anion obat yang larut lemak. Obatasam yang relatifkuat (pKa ≤ 2) dan
obatbasa yang relatifkuat (pKa ≥ 12) terionisasi sempurna pada pH
ekstrimurin akibat asidifikasi dan alkalinisasipaksa (4,5–7,5). Obatasam yang
sangat lemah (pKa>8, misalnyafenitoin) dan obat basa yang sangat lemah
(pKa ≤ 6, misalnya propoksifen) tidak terionisasi samasekali pada semua pH
urin. Hanya obat asam dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan
pKa antara 6 dan 12, yang dipengaruhi oleh pH urin (Gunawan, 2007).
3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik.
Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat yang bekerja pada system reseptor,
tempat kerja atau system fisiologik yang sama, sehingga terjadiefek yang aditif,
sinergis, atau antagonistanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma atau
seringkal iinteraksi obat terjadi karena secara langsung berkompetisi dengan
reseptor (Sa’adah, et al., 2016).

a. Interaksi sinergis
Interaksi10sinergis terjadi apabila dua obat dengan efek farmakologis
yang sama diberikan bersama-sama dapat menyebabkan efekaditif. Interaksi
sinergisini dapat terjadi pada pemberian beberapa macam obat yang walaupun
bekerja pada reseptor yang berbeda, tapi memiliki efek yang sama sehingga
saling memperlambat efek satu sama lain. Mekanisme ini sering berkontribusi
terhadap interaksi obat yang merugikan. Contohnya, penggunaan obat
bersamaan dengan efek depresi CNS, seperti antidepresan, hipnotik,
antiepilepsi dan antihistamin dapat menyebabkan mengantuk berlebihan
(Nidhi, 2012).
b. Interaksi antagonis
Interaksi antagonis adalah obat dengan aksiantagonis pada tipe
reseptor tertentu akan berinteraksi dengan antagonis pada reseptor (Nidhi,
2012). Interaksi antagonis atau berlawanan yaitu berbeda dengan interaksi
aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang bertentangan satusama
lain (Sa’adah et al., 2016)

D. Contoh interaksi Makanan denganTerapi Obat

1. Interaksi Makanan Yang Dapat Meningkatkan Absorbsi Obat

Tabel 1 ContohInteraksiMakanan Yang DapatMeningkatkanAbsorbsiObat


N NAMA OBAT INDIKASI MEKANISME ATURAN
O MINUM
1 Carbamazepin Mengatasi kejang Meningkatkan Diminum
pada epilepsi produksi empedu, Bersama
meningkatkan makanan
disolusi dan absorsi
2 Diazepam Mengatasi Meningkatkan Sebelum atau
gangguan enterohepatic, setelah makan
kecemasan dan disolusi sekunder
epilepsi pada sekresi asam
lambung
3 Erythromycin Mengobatiinfeksiak Tidakdiketahui Diminum saat
ibatbakteri makan
4 Griseofulvin Mengobatiinfeksi Obat mudah larut Diberikan
dalam lemak, dengan
meningkatkan makanan tinggi
absorbsi lemak atau
disuspensi
minyak jagung
rendah
kontraindikasi
5 Hydrochlorothia Mengobati tekanan
11 Menunda Diberikan
zide (HCT) darah tinggi pengosongan Bersama
lambung, makanan
meningkatkan
absorbs usushalus
6 Phenytoin Mencegah dan Menunda Diberikan pada
mengurangi kejang pengosongan saat makan
akibat epilepsi lambung, pagi, siang dan
meningkatkan malam
produksi empedu,
meningkatkan
disolusi dan absorbsi

2. Contoh Interaksi Makanan yang dapat menurunkan absorbs obat.


Table 2 Contoh Interaksi Makanan yang dapat menurunkan absorbs obat.
N NAMA INDIKASI MEKANISME ATURAN MINUM
O OBAT
1 Acetaminop Mengobati rasa sakit Terutama makanan Diminum saat perut
hen mengandung pectin kosong
(Paracetamol bersifat absorben
) dan pelindung
2 Ampicillin Mengatasiinfeksiaki Mengurangi volume Diminum dengan air
batbakteri cairan lambung
3 Amoxicillin Mengobati Mengurangi volume Diminum dengan air
bronchitis akut, cairan lambung
infeksi THT,
infeksikulit, ISK
4 Acetosal Analgetik Mengubah pH Diminum saat perut
(Aspirin) lambung kosong
5 Captopril Hipertensi dan Tidakdiketahui Diminum sebelum
gagaljantung (ACE inhibitor) makana
6 Digoxin Aritmia dan Obat terikat Diminum saat
gagaljantung makanan tinggi serat makan

3. Contoh Makanan Terhadap Terapi Obat


Table.3 Contoh Makanan Terhadap Terapi Obta

No Jenis Makanan Jenis Obat Efek Yang Disebabkan


1 Susu Maupun Prodak Antibiotic (Siprofloksasin, menyebabkan terbentuknya
12
Susu Lainnya Tetrasiklin, Azitromisin) senyawa khealat yang
membuat antibiotic sulit
diserap dalam tubuh sehingga
dapat terjadi gagal terapi

2 Reaksi antara zat besi antibiotic golongan Menyebabkan menurunkan


(misalnya dalam Fluorokuinolon kinerja antibiotic
daging/bayam)
3 Kopi pemacu susunan syaraf Menyebabkan meningkatkan
pusat misalnya denyut jantung, menimbulkan
Metilfenidat rasa cemas dan gangguan
tidur

4 makanan yang obat lambung Antasida Menyebabkan menurunkan


mengandung Vit.A penyerapan vitamin
dan B
5 kandungan zat tannin obat yang mengandung Menyebabkan penghabatan
dalam Teh zat besi maupun senyawa penyerapan obat dalam tubuh
aktif lainnya

6 minum alcohol atau obat penurun panas seperti mengakibatkan kerusakan hati
minuman beralcohol Paracetamol dan pendarahan saluran cerna

7 dengan makanan Obat asma (Teofilin, meningkatkan karbohidrat


berlemak tinggi Albuterol, Ephinepherine) dalam darah sehingga efek
samping yang timbul semakin
besar

8 Grapefruit (jeruk bali Obat-obatan penurun Menyebabkan meningkatnya


merah) kolesterol (Statin) jumlah obat statin dalam
darah sehingga menimbulkan
efek samping yng lebih besar

9 Sayuran hijau (Vit.K) Obat pengencer darah Konsumsi sayuran hijau yang
contohnya bayam, (Warfarin) mengandung Vit.K tinggi
kale, sawi, brokoli, dapat menurunkan kinerja
asparagus, lobak obat Warfirin.
hijau, kol dan brussel.
10 Makanan yang13 Obat untuk mengobati Dapat mengganggu kerja obat
mengandung kadar depresi dan penyakit Monoamine Oxidase Inhibitor
tyramine seperti Parkinson (Monoamine (MAOI)
Cokelat, daging Oxidase Inhibitor)
fermentasi (sosis,
ham, papperoni)
11 Madu Beberpapa contoh obat Dapat meningkatkan resiko
seperti aspirin, pendarahan akibat kandungan
antikoagulan (obat madu yang dapat
pengencer darah) , obat mengganggu system tubuh
wrfirin/heparin, obat anti dalam memproduksi
platelet (clopidogrel) dan kandungan herbal yang
obat non-steroid anti- merusak fungsi enzim hati.
inflamasi (ibuprofen/
naproxen)

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Efek makanan terhadap terapi obat dapat menimbulkan interaksi ketika


keduanya saling mengganggu. perubahan efek obat ketika dikonsumsi bersamaan
dengan obat lain atau dengan makanan dan minuman tertentu. Beberapa obat tidak
boleh dikonsumsi bersamaan atau berdekatan waktunya dengan makanan atau
minuman tertentu. Misalnya mengkonsumsi suplemen zat besi bersamaan dengan teh
bisa menurunkan penyerapan zat besi oleh tubuh. Suplemen atau obat herbal tertentu
juga sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan. Contoh lainnya
14
adalah mengkonsumsi warfarin bersamaan atau berdekatan waktunya dengan
konsumsi sayuran hijau seperti bayam, dapat menurunkan efektivitas warfirin.
2. faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interaksi makanan terhadap
terapi obat ada 3 yaitu pengosongan lambung, komponen makanan, ketersediaan
hayati. Yang apabila tidak diperhatikan maka akan berdampak buruk dalam hasil
terapi obat pasien itu sendiri
3. Fase-fase Interaksi Makanan terhadap Terapi Obat ada 3 yaitu fase
farmasetika yang berarti interaksi yang terjadi diluar tubuh(sebelum obat diberikan)
antara obat yang tidak dapat dicampur(inkompatibel), yang kedua yaitu fase
farkokinetik, Fase ini dapat mengakibatkan terjadinya toksisitas atau penurunan
efektivitas obat tersebut, yang ketiga fase farmakodinamik yaitu fase yang mana
berdeda dari dua fase sebelumnya, fase farkodinamik terjadi antara obat yang bekerja
pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama, sehingga
terjadiefek yang aditif, sinergis, atau antagonistanpa terjadi perubahan kadar obat
dalam plasma atau seringkal iinteraksi obat terjadi karena secara langsung
berkompetisi dengan reseptor.
4. Contoh interaksi Makanan dengan Terapi Obat yaitu pada produk susu, jika
kita memberikan berbarengan dengan obat antibiotic sejenis tetrasiklin atau
azitrosimin maka akan menyebabkan terbentuknya khealat yang membuat antibiotik
sulit diserap dalam tubuh sehingga dapat terjadi gagal terapi

B. Saran

1. Bagi pembaca, kiranya melalui makalah ini dapat memberi informasi dan
wawasan mengenai efek makanan pada terapi obat dimana diketahui bahwa peran
makanan yang dimakan sangat mempengaruhi kerja efektivitas terapi obat yang
diminum. Oleh karena itu kiranya harus selalu konsultasi dokter saat
mengkonsumsi obat dan tidak lupa untuk selalu membaca informasi label obat.
2. Bagi Kampus , melalui makalah ini kami sebagai penulis juga menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kiranya mendapat koreksi lebih
lanjut dari Dosen.
15
DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. Drug-food Interactions. Family Doctor; 2020.


 Gibson, Gordon, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Press ; Jakarta.
 Gitawati, R. 2008, Interaksi obat dan beberapa implikasinya. Media Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan,18 (4Des) Media Litbang Kesehatan vol.18,no. 4,
pp.177-178.
 Gunawan,S.G.,Setiabudy,R.,Nafrialdi,Elysabeth.2012, Farmakologi Dan Terapi,
Edisi 5 (Cetak Ulang Dengan Tambahan), Departemen Farmakologi Dan
Terapeutik, FakultasKedokteran–UniversitasIndonesia,Jakarta, pp. 11-12.
 Harkness, Richard, 1989, Interaksi Obat, Penerbit ITB: Bandung.
 Harvey, R.A& Champe, P.C.2009, Farmakologi Ulasan Bergambar
(Lippincott’sIllustratedReviews:Pharmacology), Edisi4, Penerbit Buku
Kedokteran, ECG, Jakarta, pp 5-20.
 Muttschler,Ernest, 1999, Dinamika Obat : Farmakologi dan Toksikologi, Penerbit
ITB: Bandung.
 Nidhi,S.2012,Conceptof Drug Interaction, International research journal of
pharmacy,vol.3, no.7, p. 121.
 Nuryati.,2017, Buku Ajar Farmakologi, Edisi2017,pp.106
 Sa’adah,F.Z.,Lestari,F.,Yuniarni, 2016,Kajian Probabilitas Interaksi Obat Anti
diabetes Golongan Sulfonilurea diSatu Rumah Sakit Umum Swasta Kota
Bandung,vol. 2,no.2, p.328.
 Sinaga,F.A.2010, Interaksi Farmakokinetika Pada Distribusi Obat. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat,vol.16,no.60,pp.48-50

Anda mungkin juga menyukai