Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH BIOFARMASETIKA

“PENGARUH PENYAKIT PADA ABSORBSI OBAT”

Dosen Pembimbing

Melviani, M.,Farm.Apt

Diusulkan oleh:

o Ajeng Septira Khitami F.16.043


o Aulia Rahma Az Zahra F.16.046
o Chanti Jessica Ravani F.16.047
o Dede Giri Saputri F.16.048
o Eka Safitri F.16.049
o Fadly Priyatna F.16.051
o Gusti Nur Herlina Suci F.16.053
o Indra Nopian F.16.056
o Jasa Ihsan Nurdin F.16.057
o Khairun Saadah F.16.058
o M.Rizky Rais F.16.064
o Misbahul Jannah F.16.063
o Nurul Hikmah F.16.069
o Nurlisani F.16.068
o Nadimah Firza F.16.065
o Shopa Handayani F.16.077
o Suvana Devi F.16.078
o Vina Amrina F.16.080
o Yenny Herliantika F.16.081
o Zainuddin F.16.083

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA

BANJARMASIN

2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah yang berjudul “Pengaruh Penyakit pada Absorbsi Obat” dengan lancar.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan para pembaca.

Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat


kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, penyusun
mengharapkan adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Melalui kata pengantar ini penyusun terlebih dahulu meminta maaf dan
memohon pemakluman bila mana terdapat kesalahan pada makalah ini. Dan
dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Banjarmasin, Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................


KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
2.1 Farmakokinetik pada Pasien Gangguan Ginjal Kronis ................
2.2 Absorbsi dan Bioavaibilitas .........................................................
2.3 Efek Penyakit Ginjal terhadap Absorbsi Obat .............................
2.4 Penyesuaian Dosis pada Penderita Gangguan Ginjal ..................
2.5 Prinsip umum penggunaan obat pada gagal ginjal ......................
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................
3.1 Kesimpulan ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Absorbsi adalah proses yang terjadi dari waktu obat masuk kedalam tubuh
hingga obat masuk kedalam aliran darah untuk disirkulasikan. Awitan
aksi obat paling besar ditentukan oleh kecepatan absorbsi; intensitas yang
ditentukan oleh besarnya absorbsi. Banyak faktor mempengaruhi
kecepatan dan besarnya absorbsi, termasuk bentuk dosis, jalur/rute masuk
obat, aliran darah ke tempat pemberian, fungsi saluran pencernaan
(Gastrointestinal), adanya makanan atau obat lain, dan variable lainnya.
Bentuk obat merupakan penentu utama bioavailability
( bagian dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik dan mampu bekerja
pada tubuh sel). Dalam bentuk obat intravena hampir 100% bioavailable;
obat oral hamper selalu kurang dari 100% bioavailablenya karena
beberapa tidak diserap dari saluran cerna dan beberapa menuju hati dan
sebagian di metabolism sebelum mencapai sistem sirkulasi.
Pada suatu kasus pasien laki-laki mengalami gagal ginjal dan menjalani
hemodialysis selama beberapa tahun. Suatu ketika dia diopname karena
mengalami refluk-esofagus setelah menjalani sebuah oprasi. Gejala ini
mengakibatkan dimulainya terapi dengan pemberian cimetidin, tetapi
pasien menunjukkan gejala pusing dan mengalami kondidi gawat sehingga
dirujuk kerumah sakit dan menjalani terapi hemodialisis. dapat
disimpulkan bahwa jenis penyakit tertentu memang bisa mempengaruhi
respon obat.

Penyakit Ginjal
Penyakit ini mengurangi ekskresi obat aktif maupun metabolitnya
yang aktif melalui ginjal sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah
dan jaringan, dan menimbulkan respon yang berlebihan atau efek toksik.
Di samping itu, penyakit ginjal dapat mengurangi ikatan protein plasma
(oleh adanya peningkatan kadar ureum dan asam lemak bebas dalam
darah) sehingga meningkatkan kadar obat bebas dalam darah , mengubah
keseimbangan elektrolit dan asam basa, meningkatkan sensitivitas atau
respon jaringan terhadap beberapa obat dan mengurrangi atau
menghilangkan efektivitas beberapa obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakokinetik pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik


Ginjal termasuk organ eliminasi utama disamping hati. Oleh sebab
itu normalitas fungsi ginjal merupakan faktor penentu ekskresi senyawa
endogen dan eksogen (termasuk obat), dan akumulasinya di dalam tubuh.
Dalam proses ekskresi, ginjal melakukan filtrasi, sekresi dan reabsorbsi,
yang mana proses ini dipengaruhi oleh kecepatan dan aliran darah ginjal.
Karena berkaitan dengan sirkulasi sistemik, maka jumlah dan kecepatan
ekskresi obat melalui ginjal juga ditentukan oleh curah jantung, khususnya
aliran darah yang menuju dan di ginjal (renal blood flow) (Hakim, 2013).
Oleh sebab itu setiap kejadiaan yang mengubah aliran darah ginjal
akan mengubah kecepatan dan jumlah obat yang dieksresi oleh ginjal.
Disamping itu dalam proses filtrasi oleh glomeruli, karena yang lolos
filtrasi adalah obat yang tak terikat protein (albumin atau AAG), maka
kadar protein darah menentukanjumlah obat yang terekskresi. Seperti
diketahui, karena biosintesis protein terjadi di hati, maka normalitas fungsi
hati secara tidak langsung turut menentukan kapasitas ekskresi ginjal. Jadi
jumlah dan kecepatan ekskresi renal tidak hanya ditentukan oleh fungsi
ginjal, tetapi juga fungsi kardiovaskular dan hati, selain faktor fisiko-
kimiawi obat itu sendiri. Obat – obat yang memiliki rasio ekskresi renal
tinggi (misalnya golongan penisilin dan glukuronat), ekskresinya lebih
tergantung dari perubahan kecepatan aliran darah di ginjal dibandingkan
obat yang memiliki rasio ekskresi renal rendah (misalnya digoksin,
furosemid, dan tetrasiklin). Perubahan aliran darah ginjal sering dapat
disamakan dengan perubahan LFG ketika merancang regimen dosis pada
gagal ginjal (Hakim, 2013).
Faktor penting dalam pemberian obat adalah menentukan dosis
obat terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. Penentuan
dosis obat ini sangat tergantung pada farmakokinetik dan farmakodinamik
obat. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan
terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan
aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis,
beberapa obat dapat dengan mudah terdialisis, sehingga dibutuhkan dosis
obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik (Nasution, et al,.
2003).

Bertitik tolak dari perubahan yang terjadi pada gagal ginjal, beberapa hal
yang harus diperhatikan adalah:
a. penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi
obat
b. pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida,
OAINS, zat kontras dan siklosporin harus dihindari untuk
mencegah gangguan fungsi ginjal yang lebih berat
c. pada pasien yang menjalani dialisis, penyesuaian dosis obat yang
mudah terdialisis harus dilakukan seperti aminoglikosida dan
sefalosporin untuk mencapai efek terapeutik
d. beberapa obat yang dikonver menjadi metabolit aktif dan
eliminasinya melaui ginjal, harus disesuaikan dosisnya (Nasution,
et al,. 2003).

2.2 Absorbsi dan Bioavailabilitas


Bagian obat yang terpakai dan kecepatan obat memasuki sirkulasi
merupakan hal penting pada pemakaian obat. Pemberian obat secara
parenteral akan segera memasuki pembuluh darah dan masa kerjanya
menjadi lebih cepat. Gagal ginjal akan menurunkan absorbsi dan
mengganggu bioavailabilitas obat yang diberikan secar oral, hal ini terjadi
karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH
lambung, berkurangnya absorbsi usus dan gangguan metabolisme di hati.
Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain
mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas
lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang
mengganggu absorbsi dan motilitas (Nasution, et al,. 2003)
2.3 Efek Penyakit Ginjal terhadap Absorbsi Obat
Secara umum bioavailabilitas pada kebanyakan obat tidak terpengaruh
oleh keruskkan ginjal. Namun demikian, ada penelitian lain yang
menyebutkan adanya penurunan kecepatan absorbsi d-xylosa (0.555/jam)
pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan 1.03/jam pada pasien normal.
Jumlah d-xylosa yang diabsorpsi juga lebih sedikit (48.6% Vs. 69.4%).
Penelitian lain lagi juga menyebutkan terjadinya pengurangan
bioavailabilitas furosemid dan pindolol pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal.

2.4 Penyesuaian Dosis pada Penderita Gangguan Ginjal


• Terapi obat secara individual harus dilakukan pada penderita dengan
gangguan ginjal. Umumnya, penyesuaian dosis di dasarkan pada
clearence creatinin.

• Penyesuaian dosis lebih kompleks untuk obat yang terlalu cepat


dimetabolisme atau obat-obatan yang mengalami perubahan pada
ikatannya dengan protein akibat keadaan gagal ginjal.

• Penyesuaian regiment dosis yang optimal tergantung pada keakuratan


hubungan parameter farmakokinetik obat dan parameter fungsi ginjal
dan juga tergantung pada penilaian yang akurat terhadap sisa fungsi
ginjal yang masih baik.

2.5 Prinsip umum penggunaan obat pada gagal ginjal:


1. Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui
metabolisme hati, untuk obatnya sendiri maupun untuk metabolik
aktifnya.
2. Hindarkan penggunaan: golongan tetrasiklin untuk semua derajat
gangguan ginjal (kecuali doksisiklin dan minosiklin yang dapat
diberikan asal fungsi ginjal tetap dimonitor), diuretic merkuri, diuretic
hemat K, diuretic tiazid, antidibetik oral, dan aspirin (paracetamol
mungkin merupakan analgesic paling aman pada penyakit ginjal)
3. Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama untuk obat-
obat yang eliminasi utamanya melalui ekkresi ginjal.
Untuk penurunan dosis, dapat digunakan perhitungan menurut Giusti-
Hayton bergantung pada fraksi obat yang diekskresi utuh dalam urin
dari dosis yang bioavailabel, klirens kreatinin pada pasien dengan ginjal
normal yang dibandingkan dengan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal. Hasil perhitungan tersebut belum tentu merupakan dosis yang
tepat karena masih ada fkctor-faktor farmakodinamik dan
farmakokinetik yang tidak diperhitungkan di samping fungsi ginjal
dapat berubah dengan cepat. Oleh karena itu, dosisi tersebut hanya
merupakan pedoman untuk pengobatan awal, yang harus disesuaikan
kembali berdasarkan respon klinik pasien, dan untuk obat dengan batas-
batas keamanan yang sempit sebaiknya kadar obat dalam plasma juga
dimonitor secara berkala.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Penyakit ginjal , penyakit tertentu memang bisa mempengaruhi respon
obat.maknanya bahwa klinis harus berupaya semaksimal mngkin untuk
memperoleh informasi mengenai penderita untuk tujuan penyesuaian
dosis individual. Hal ini karena parameter seperti penyakit terdahlu,
usia,jenis kelamin dan berbagai faktor lainnya akan mempengaruhi efek
farmakodinamik suatu obat terhadap pasien. selain itu berbagai factor
dapat mempengaruhi farmakokinetik obat seperti absorbs, distribusi
metabolism dan ekskresi.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2006. Gangguan kardiovaskular pada penderita gagal ginjal.


Deparetemen Kesehatan RI Diakes: 24 Oktober 2011.

DikowR,Zainer M. Rizt E. 2005 Photophysiology of Cardivascular


andChronic Renal Failure.Cardio Clin 23 (2005).

Anda mungkin juga menyukai