TAHUN 2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan pengertian leukimia.
2. Menjelaskan etiologi dari leukimia.
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari leukimia.
4. Menjelaskan pemeriksaa penunjang pada leukimia.
5. Menjelaskan komplikasi leukinia.
6. Menjelaskan patofisiologi dari leukimia.
7. Menjelaskan cara pengobatan leukimia.
8. Menjelaskan Asuhan keperawatan pada leukemia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma
(Guyton, 1992). Proses pembentukan sel darah (Hemopoesis) terdapat di 3 tempat:
1. Sumsum tulang
Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah tulang
vertebrae, sternum (tulang dada), dan costa (tulang iga).
2. Hepar
3. Limpa
Limpa berfungsi sebagai organ limfoid, memfagosit material tertentu
dalam sirkulasi darah, dan menghancurkan sel darah merah yang rusak.
Volume darah pada tubuh sehat sekitar 1/13 dari BB atau 4-5 liter.
Keadaan jumlah tersebut tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau
pembuluh darah. Tekanan viskositas atau kekentalan darah mempunyai berat jenis
1,041 – 1,067 dengan temperatur 380C dan pH 7,37 – 7,45.
4
membunuh dan memakan bibit penyakit yang masuk ke tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel System), mengangkut dan membawa zat lemak
dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah.
3. Trombosit (sel plasma)
Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/mm3.
Trombosit memegang peran penting dalam pembekuan darah.
4. Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warna bening
kekuningan. Hampir 90% plasma darah terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral : metabolisme dan juga mengadakan osmotic.
c. Protein darah (albumin dan globulin) : meningkatkan viskositas darah
dan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin)
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
f. Antibodi atau anti toksin
Leukima adalah proliferasi sel leukosit yang yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan di akhiri dengan kematian (Kapita
Selekta Kedokteran, 1999).
Leukima adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasi patologis sel hemopoetik yang ditandai oleh adanya kegagalan sum –
sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan
tubuh lain (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Leukima adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentukan darah (Asuhan keperawatan Anak, 2010).
5
Leukemia adalah nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan
oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia
dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului
sumsum tulang. Kata leukemia diturunkan dari bahasa yunani leukos dan aima
yang berarti putih dan darah, yang mengaju pada peningkatan abnormal dari
leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi,
trombositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian.
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal, juga terjadi
proliferasi di hati limpa dan nodus limfatikus dan invaasi organ non hematologis
seperti meningen, traktus gastroinsestinal, ginjal dan kulit (Bruner & Suddarth.
2002).
2.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti,
akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia,
yaitu :
1. Neoplasma
Ada persamaan antara leukemia dengan penyakit neoplastik lain, misalnya
poliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan
infiltrasi organ. Lebih dari itu, kelainan sumsum kronis lain dapat berubah
bentuk yang akhirnya menjadi leukemia akut.
2. Radiasi.
Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang
menangani kasus leukemia bahwa para pegawai radiologi lebih sering
menderita leukemia. Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita
leukemia, Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom
Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
3. Leukemogenik.
Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi
frekuensi leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan
6
kimia industri seperti insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk
kemoterapi.
4. Herediter.
Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20x lebih besar
dari orang normal.
5. Virus.
Beberapa jenis virus menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen dan
dapat menyebabkan leukemia, seperti HTLV-1(T-Cell leukemia lymphoma
virus).
6. Obat
Obat – obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
1. Anemia.
Penderita cepat lelah, pucat mendadak, demam dan bernafas cepat (sel
darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen tubuh kurang, akibatnya
penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen
dalam tubuh).
2. Perdarahan
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak diproduksi dengan wajar karena
didominasi oleh leukosit, maka penderita mengalami perdarahan dijaringan
kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit). Perdarahan dapat
berupa ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya.
Perdarahan biasanya disertai dengan splenomegali, hepatomegali, serta
limfadenopatia.
3. Mudah Terserang Infeksi
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama
melawan penyakit infeksi. Pada penderita leukemia, leukosit yang terbentuk
tidak normal sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si
7
penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan
menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler)
dan batuk.
4. Nyeri Tulang dan Persendian
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)
terdesak padat oleh sel darah putih. Gejala ini sering disalah-artikan sebagai
penyakit reumatik.
5. Nyeri Perut
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana
sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri.
Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Lympa
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar
lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa
bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan
menyebabkan pembengkakan.
7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).
Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri
dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan
medis.
8. Berat badan turun drastis
Anak yang menderita leukemia akan mengalami anoreksia sehingga berat
badannya turun dengan drastic.
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit yang imatur.
Berdasarkan pada kelainan sum sum tulang yaitu berupa
pansitopenia, limfositosis, dan terdapatnya sel blas (sel muda beranak
inti). Sel blas merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.
8
2. Pemeriksaan sum sum tulang
Pemeriksaan sum sum tulang memberikan gambaran monoton,
yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system
lain terdesak (aplasia sekunder). Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
aspirasi (yang diambil hanya sum sum tulang) dan biopsy (mengangkat
sepotong kecil tulang dan sumsum tulang). Biopsi adalah cara pasti
untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada di sumsum tulang. Hal
ini memerlukan anestesi lokal. Sum sum tulang diambil dari tulang
pinggul atau tulang besar lainnya.
b) Pemeriksaan Fisik : pemerikaan terhadap pembengkakan kelenjar getah
bening, limpa, atau hati.
c) Pemeriksaan darah
d) Sitogenetik
Laboratorium akan meneliti kromosom dari sampel sel darah,
sumsum tulang, atau kelenjar getah bening. Jika kromosom abnormal
ditemukan, tes dapat menunjukkan jenis leukemia yang dimiliki.
e) Biopsy limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan
sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal,
RES, dan granulosit.
f) Kimia darah
Pada penderita leukemia, kolesterol rendah, asam urat meningkat,
hipogamaglobulinemia.
g) Lumbal pungsi
Bila terjadi peninggian sel patologis, maka hal ini berrati terjadi
leukemia meningeal. Untuk mencegahnya dilakukan lumbal pungsi pada
penderita.
h) Spinal Tap
Dengan mengambil beberapa cairan cerebrospinal. Prosedur ini
memakan waktu sekitar 30 menit dan dilakukan dengan anestesi lokal.
Laboratorium akan memeriksa cairan untuk meneliti adanya sel-sel
leukemia atau tanda-tanda lain dari masalah.
9
i) X-ray Dada :
Menunjukkan pembengkakan kelenjar getah bening atau tanda-
tanda lain dari penyakit di dalam dada.
2.6 Komplikasi
a. Sepsis e. Splenomegali
b. Perdarahan f. Hepatomegali
c. Gagal organ g. Kematian
d. Iron Deficiency Anemia
2.7 Patofisiologi
Leukemia adalah satu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat
irreversible dari sel induk darah dan pertumbuhannya dimulai dari mana sel
itu berasal.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi
kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia.
Apabila proliferasi sel terjadi di limfa maka akan membesar sehingga dapat
terjadi hipersplenisme. Pada leukemia yang disertai splenomegali sering
terjadi komplikasi hemolisis.
Pada leukemia akut hepar, lien dan kelenjar getah bening membesar secara
cepat, keluhan nyeri akibat regangan kapsel organ tersebut menjadi jelas.
Infiltrasi ke otak menyebabkan keluhan sakit kepala dan infiltrasi ke tulang
menyebabkan fraktur spontan. Infiltrasi ke gusi menimbulkan hipertrofi gusi
dan sering disertai pendarahan gusi. Limfadenopati dapat menyertai leukemia
dan apabila kelompokkan pembesaran kelenjar ini menekan pembuluh darah
dan pembuluh getah bening, maka akan terjadi edema lokal.
Infiltrasi ke paru menyebabkan batuk dan sesak, pembesaran kelenjar
getah bening diabdomen dapat menyebabkan keluhan rasa tidak enak di
perut, dan rasa cepat kenyang. Infiltrasi ke ginjal dapat menyebabkan
hematuria dan gagal ginjal. Keluhan akibat adanya anemia lemah badan dan
cepat lelah. Trombositopenia menimbulkan pendarahan baik dari kulit dan
selaput lendir.
10
2.8 WOC (terlampir)
2.9 Pengobatan
1. Transfusi darah
Diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g %. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi trombosit dan
bila terdapat tanda- tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
3. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-
sama dengan prednison.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang suci hama)
5. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan bertujuan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukimia yang telah diradiasi.
Cara Pengobatan :
1. Induksi
Bertujuan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai
obat, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
Sistemik :
11
a. VCR (vinkristin) : 2 mg/m2 / minggu, intravena, diberikan 6 kali
b. ADR (adriamisin): 40 mg/m2/2 minggu intravena, diberikan 3 kali,
dimulai pada hari ketiga pengobatan
c. Pred (Prednison) : 50 mg/m 2/ hari peroral diberikan selama 5
minggu, kemudian tapering off selama 1 minggu
SSP : Profilaksis : MTX (metotreksat) 10 mg/m2/ minggu intratekal,
diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR
pertama.
Radiasi Kranial : dosis total 2.400 rad, dimulai setelah konsolidasi
terakhir (siklofosfamida)
2. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi
a. MTX : 15 mg/m2/ hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu
minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin) : 500 mg/m2/ hari peroral, diberikan 3 kali.
c. CPA (siklofosfamid) : 800 mg/m2/ kali diberikan sekaligus pada
akhir minggu kedua dari konsolidasi
3. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika
separuh dosis biasa. Di mulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir
(CPA) dengan :
a. 6-MP : 65 mg/m2/ hari peroral
b. MTX : 20 mg/m2/ minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya
Senin dan Kamis)
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah ralaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada
induksi selama 10-14 hari. Selama reinduksi obat-obat rumat
dihentikan.
12
Sistemik :
a. VCR : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Pred : dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 1 minggu penuh
dan 1 minggu kemudian tapering off.
SSP : MTX intratekal : dosis sama dengan dosis profilaksis,
diberikan 2 kali.
5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi
pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing
0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama
pengobatan ini, obat-obat rumat diteruskan.
6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus :
BB : 28 kg
Tinggi Badan : 140 cm
Hb : 8 g/dl
Ht (Hematokrit): 26 % (normal : 33-38%)
Leukosit : 20.000 ul
Konjungtiva anemis.
3.1 Pengkajian
a) Identitas klien : selain nama klien, juga orangtua; umur, alamat, asal kota
dan daerah.
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : penyebab utama klien sampai dibawa ke rumah sakit.
Dalam kasus ini keluhan utamanya adalah badan lemas, cepat lelah,
nafsu makan kurang, anak terlihat pucat.
2. Riwayat penyakit sekarang : tanda dan gejala klinis dari leukimia.
3. Riwayat penyakit dahulu : untuk mengidentifikasi adanya faktor-faktor
penyulit atau faktor yang membuat kondisi pasien menjadi lebih parah
kondisinya.
c) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Prenatal : ANC lengkap
Intranatal : kelahiran normal
Postnatal : berat badan normal
14
d) Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh klien : Orangtua / Wali
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Baik / buruk
3. Hubungan dengan teman sebaya : Baik / buruk
4. Pembawaan secara umum : Periang / murung
5. Lingkungan rumah : Lingkungan rumah bersih /
kumuh.
e) Riwayat Imunisasi.
Imunisasi yang pernah didapatkan anak sejak lahir.
f) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan klien
Pertumbuhan fisik anak.
- Berat badan : 28 kg
- Tinggi Badan : 140 cm
Perkembangan anak.
Pemberian ASI.
Pemberian makanan tambahan.
g) Pemeriksaan Fisik
BB : 28 kg
Tinggi Badan : 140 cm
Hb : 8 g/dl
Ht (Hematokrit): 26 % (normal : 33-38%)
Leukosit : 20.000 ul
Konjungtiva anemis.
15
3.2 Aplikasi NANDA, NOC, NIC
Berikan kebersihan
mulut sebelum makan.
Kolaborasi : berikan
oksigen tambahan.
16
nyaman dan tenang.
Berikan tindakan
kenyamanan, misal :
pijatan, kompres dingin.
Kolaborasi analgetik,
narkotik.
3 Gangguan nutrisi Tujuan : setelah dilakukan Observasi dan catat
kurang dari tindakan keperawatan masukan makanan, bila
kebutuhan tubuh b.d kebutuhan nutrisi terpenuhi. jumlahnya kurang dari
malaise yang diperlukan berikan
a.Nafsu makan meningkat
cairan parenteral.
b.BB meningkat
Sajikan makanan dalam
bentuk menarik dan
berikan sedikit sedikit
tapi sering.
Timbang BB sesuai
indikasi.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
18