Anda di halaman 1dari 22

TUGAS INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA

Oleh:
YANI LESTARI
NIM 202314201035B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel abnormal

yang tidak terkendali. Sel biasanya gagal berkembang dengan baik, sehingga

tidak akan berfungsi secara normal. Leukemia adalah terjadinya pembentukan

sel darah yang berlebihan di sumsum tulang, dimana sel-sel yang tidak matang

ini menumpuk di dalam darah dan di dalam organ tubuh, namun mereka tidak

mampu menjalankan fungsi normal sel darah.

Darah normal mengandung sel darah putih, sel darah merah, dan

trombosit. Ketiga jenis elemen darah berkembang dari satu jenis sel yang belum

matang, yang disebut sel punca/sumsum dalam proses yang disebut

hematopoiesis.

Sel induk ini membelah dan berkembang tetapi masih belum matang

yang disebut blast, kemudian berkembang melalui beberapa tahap lagi menjadi

sel darah yang matang. Proses ini terjadi di sumsum tulang, merupakan bahan

spons lunak yang ditemukan di bagian tengah sebagian besar tulang.

Setiap jenis unsur darah memiliki fungsi yang berbeda dan esensial dalam

tubuh. Sel darah putih atau leukosit adalah bagian dari sistem kekebalan dan

membantu melawan berbagai infeksi dan membantu dalam penyembuhan luka.


Sel darah merah atau eritrosit mengandung hemoglobin, yang

mengangkut oksigen ke sel jaringan di seluruh organ tubuh. Sedangkan

trombosit bersama dengan protein plasma tertentu membantu membentuk

gumpalan begitu pembuluh darah rusak atau terpotong.

Tahap pertama dalam proses pematangan sel darah adalah diferensiasi

menjadi dua kelompok sel yaitu sel induk myeloid dan sel induk limfoid. Sel

induk myeloid berkembang menjadi sel darah merah, trombosit, dan beberapa

jenis sel darah putih seperti granulosit atau monosit. Sedangkan Sel induk

limfoid berkembang menjadi jenis lain dari sel darah putih yaitu limfosit.

Leukemia yang mempengaruhi turunan dari myeloid disebut leukemia

myelocytic (myelogenous, myeloblastik, atau nonlymphocytic). Leukemia yang

mempengaruhi turunan limfoid disebut leukemia limfositik, juga disebut

limfoblastik atau limfogen. Masing-masing jenis leukemia baik myelogenous dan

limfosit juga memilki onset akut dan kronis.

Leukemia akut pada dasarnya mengacu pada gangguan dengan onset

yang cepat. Pada leukemia myelocytic akut, sel-sel abnormal tumbuh dengan

cepat dan tidak matang. Sebagian besar sel yang belum matang ini cenderung

mati dengan cepat.

Pada leukemia limfositik akut, pertumbuhannya tidak secepat sel

mielositik. Sebaliknya, sel-sel cenderung menumpuk. Kesamaan kedua jenis

leukemia adalah ketidakmampuan mereka untuk menjalankan fungsi sel darah


putih yang sehat. Jika pasien tidak ditangani, kematian bisa terjadi dengan cepat,

seringkali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

Pada leukemia kronis onset cenderung lambat, terjadi ketidaknormalan

pematangan dan sering menumpuk di berbagai organ dalam interval yang lama.

Timbulnye kematian juga relif lebih lambat pada leukemia kronis.

B. TUJUAN

1. Memahami pengertian, penyebab, jenis, serta tanda dan gejala

yang muncul pada pasien dengan leukemia

2. Memahami pemeriksaan dan penataksanaan medik pada pasien

dengan leukemia

3. Merumuskan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada

askep leukemia menggunakan pendean Sdki

4. Merumuskan luaran dan keriteria hasil pada askep leukemia

menggunakan pendekatan Slki

5. Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep leukemia

menggunakan pendekatan Siki

6. Melakukan edukasi dan perencanaan pulang pada askep leukemia


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

a. Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam

jaringan pembentuk darah. (Suriadi,Skp,MSN & Rita Yuliani,SKp.M.Psi

2006 Edisi 2 Hal: 160)

b. Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya poliferasi sel leukosit yang

abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah

berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.

(A.Aziz Alimul Hidayat 2006 Hal: 44)

c. Leukimia merupakan poliferasi tanpa batas sel darah putih yang imatur

dalam jaringan tubuh yang membentuk darah.

(Wong’s Essentials of Pediatrik Nursing.Edisi 6 Hal: 1137)

d. Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang di tandai oleh adanya

akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah.

(Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4 2005 Hal: 150)

e. Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi(bertambah banyak atau

multifikasi)patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan

biasanya berakhir fatal. (Ngastiyah, 2005, Hal. 349)


2. Anatomi dan Fisiologi

a. Kakakteristik Darah

Darah memiliki karakteristik khusus:

1) Jumlah

Seseorang memiliki empat sampai enam liter darah dalam tubuhnya,

yang bergantung pada ukuran tubuhnya. Sekitar 38% sampai 48%, total

volume darah dalam tubuh manusia tersusun berbagai sel darah, yang

juga disebut “elemen penyusun.” Sisanya, yaitu sekitar 52% sampai 62%

merupakan plasma, bagian cair darah.

2) Warna

Anda mungkin berkata pada diri Anda, “tentu, warnanya merah!”

Warna merah disinggung di sini meskipun sebenarnya warna merahnya

bervariasi. Darah arteri tampak merah terang karena mengandung kadar

oksigen tinggi. vena telah memindahkan kandungan oksigennya ke

jaringan sehingga memiliki warna yang lebih gelap. Hal ini bisa sangat

penting dalam pengkajian sumber perdarahan. Jika warna darah merah

terang, kemungkinan darah berasal dari arteri yang terobek, dan jika

warna darah merah gelap, kemungkinan darah tersebut merupakan darah

vena.

3) pH

Kisaran pH normal darah adalah 7,35 sampai 7,45, yang cenderung

agak basa Darah vena biasanya memiliki pH yang lebih rendah daripada
darah arteri karena mengandung karbon dioksida dalam jumlah lebih

besar.

4) Viskositas

Berarti pengentalan atau tahanan terhadap aliran darah. Darah lebih

kental sekitar 3-5 kali dibanding air. Viskositas darah meningkat dengan

adanya sel-sel darah dan protein plasma, dan kekentalan ini berpengaruh

pada tekanan darah normal.

b. Plasma

Plasma adalah bagian cair darah, dan sekitar 91% merupakan air.

Kemampuan melarutkan air memungkinkan plasma rnengangkut

berbagai substansi. Nutrien yang diserap dari saluran pencernaan

disirkulasi ke berbagai jaringan tubuh. Dan produk sisa dari jaringan

diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine. Hormon yang

diproduksi oleh kelenjar endokrin diangkut oleh plasma menuju organ

sasarannya, dan antibodi juga diangkut oleh plasma. Sebagian besar

karbon dioksida yang dihasilkan sel diangkut oleh plasma dalam bentuk

ion bikarbonat (HCO 3). Ketika darah memasuki paru CO2 dibentuk

kembali, berdifusi ke dalam alveoli. dan akan diembus keluar.

c. Sel Darah

Ada tiga macam sel darah: sel darah merah, sel darah putih, dan

trombosit. Sel-sel darah diproduksi oleh jaringan hemopoietik, yang ada

dua, yaitu: sumsum tulang merah yang terdapat pada tulang pipih dan
tulang tak beraturan, dan jaringan limfatik, seperti limpa, kelenjar getah

bening, dan kelenjar timus.

1) Sel Darah Merah

Disebut juga eritrosit, sel darah merah berbentuk cakram

bikonkaf, yang berarti bagian tengahnya lebih tipis dari pada bagian

tepinya. Nukleus sel darah merah mengalami disintegrasi selama

pematangan sel darah merah dan menjadi tidak dibutuhkan dalam

menjalankan fungsinya.

2) Sel Darah Putih

Sel darah putih juga dikenal dengan nama Leukosit. Ada lima

macam sel darah putih; semuanya memiliki ukuran yang lebih besar

daripada sel darah merah dan memiliki nukleus ketika matang.

Nukleus dapat berupa suatu bentuk tunggal ataupun muncul dalam

beberapa lobus. Dengan pewarnaan khusus untuk pemeriksaa

mikroskopik, akan muncul gambaran khusus untuk setiap sel darah

putih.

3) Trombosit

Nama yang umum untuk platelet adalah trombosit, yang bukan

merupakan sat lengkap, melainkan fragmen atau pecahan sel. Hitung

normal trombosit bagian dalam hitung darah lengkap) adalah

150.000-300.000 / mm3 (batas atasnya bisa meningkat menjadi

500.000). Trombositopenia adalah istilah untuk hitung trombosit

yang rendah.
3. Klasifikasi

a. Leukimia akut

1) Leukimia Limfositik Akut (ALL)

Dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas, paling sering

terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding

perempuan, dan puncak insidensi pada usia 4 tahun, setelah usia 15

tahun ALL jarang terjadi

2) Leukimia Mielogeneus Akut (AML)

Mengenal sistem sel hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke

semua sel mieloid, monosit, grnulosit (basofil, neutrofil, eusinofil),

eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena, insiden

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan Leukemia

Nonlimfositik yang paling sering terjadi (Muttaqin arif. 2009)

b. Leukimia Kronis

1) Leukimia Limfositik Kronis (LLK)

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) merupakan suatu gangguan

limfoproliferatif yang ditemukan pada orang tua (umur median 60

tahun) dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. LLK dimanifestasikan

oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil

dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat

ekstramedular, dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm 3 atau

lebih. Pada lebih dan 90% kasus, limfosit abnormal adalah limfosit B.

Karena limfosit B berperan pada sintesis imunoglobulin pasien dengan


LLK mengalami insufisiensi sintesis imunoglobulin dan penekanan

respons antibodi.

2) Leukemia Sel Berambut

Leukemia Sel Berambut relatif jarang terjadi, leukemia limfositik

sel B indolen. Nama mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti

gelondong pada limfosit pada apusan darah dan sumsum tulang yang

diwarnai. (Sylvia A. Price, Edisi 6, 2006)

3) Leukimia Mielogeneus Kronis (LMK)

Juga dimasukkan dalam keganasan sel stem myeloid. Namun,

lebih banyak terdapat sel normal dibanding pada bentuk akut,

sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang

dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 90% sampai 95%

klien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu berusia dibawah 20

tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan usia.

(Muttaqin arif. 2009)


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Intervensi keperawatan Umum

Tingkatkan kenyamanan dengan meminimalkan efek merugikan dari kemoterapi,

memelihara vena, mengelola komplikasi, dan memberikan pengajaran dan

dukungan psikologis. Karena banyak pasien yang masih kanak-kanak, penuhilah

kebutuhan emosionalnya dan kebutuhan keluarganya.

Sebelum penanganan

1. Jelaskan rangkaian penyakit, penanganan, dan efek merugikan dari obat yang

diberikan.

2. Ajari pasien dan keluarganya cara mengenali infeksi (demam, menggigil,

batuk, sakit tenggorokan) dan pendarahan abdominal (memar, petekia) dan

cara menghentikan pendarahan ini (menekan dan mengompreskan es di area

yang sakit).

3. Tingkatkan nutrisi yang baik. Jelaskan bahwa kemoterapi bisa menyebabkan

berat badan turun, mual muntah dan anoreksia, jadi minta pasien

mengkonsumsi makanan dan minuman kaya-kalori dan kaya-protein. Akan

tetapi, obat kemoterapeutik dan prednisone bisa menyebabkan berat badan

naik, jadi konseling dan pengajaran mengenai makanan perlu diberikan.

4. Bantu pasien menjalani rehabilitasi saat remisi.


Untuk perawatan suportif

1. Lihat adakah tanda dan gejala leukemia meningeal (konfusi, letargi, sakit

kepala). Jika ada, cari tahu cara mengelola perawatan setelah kemoterapi

intratekal. Setelah instilasi semacam ini, tempatkan pasien di posisi

Trendelenburg selama 30 menit. Beri pasien banyak cairan, dan jaga ia

berada pada posisi telentang selama 4 sampai 6 jam.

2. Periksalah secara rutin adakah pendarahan di tempat pungsi lumbar.

3. Jika pasien menjalani radiasi kranial, beri tahu ia mengenai efek merugikan

yang bisa muncul dan lakukan apa yang Anda mampu untuk

meminimalkannya.

4. Cegah hiperurisemia, yang bisa disebabkan oleh lisis sel leukemik terpicu-

kemoterapi. Beri pasien cairan sebanyak sekitar 2 qt (2 L) setiap hari, dan beri

acetazolamide (Diamox), tablet natrium bikarbonat, dan allopurinol

(Zyloprim). Seringkali periksalah pH (seharusnya pH lebih dari 7,5). Lihat

adakah ruam atau reaksi hipersensitivitas lain terhadap allopurinol.

5. Jika pasien diberi daunorubicin atau doxorubicin, lihat adakah tanda awal

dari kardiotoksisitas, misalnya aritmia dan tanda gagal jantung.

6. Kontrol infeksi dengan menempatkan pasien di kamar pribadi dan

menentukan isolasi reversi, bila perlu.(Manfaat dari isolasi reversi ini masih

kontroversial.) Koordinasikan perawatan pasien sehingga ia tidak melakukan

kontak dengan staf yang juga merawat pasien yang terkena infeksi atau

penyakit menular. Jangan menggunakan kateter tertanam untuk kencing dan


memberi injeksi I.M. karena cara-cara tersebut bisa menyebabkan infeksi.

Lakukan screening pada staf dan pembesuk untuk mencegah penyakit

menular, dan lihat adakah tanda infeksi.

7. Rawat kulit pasien secara menyeluruh dengan menjaga kulit dan area

perianal tetap bersih, mengoleskan losion atau krim lembut untuk mencegah

kulit kering dan pecah-pecah, dan secara menyeluruh membersihkan kulit

sebelum semua prosedur kulit invasif dilakukan. Lakukan teknik aseptik

dengan ketat dan gunakan jarum vena kulit kepala logam (jarum kupu-kupu

logam) jika menggunakan saluran I.V. Jika pasien diberi nutrisi parenteral

total, rawat kateter subklavian dengan teliti.

8. Pantau suhu tubuh pasien tiap jam. Pasien yang suhu tubuhnya melebihi 101°

F (38,3° C) dan mengalami penurunan jumlah WBC sebaiknya menjalani

terapi antibiotik yang tepat.

9. Lihat adakah pendarahan. Jika ya, kompres dengan es dan beri tekanan, dan

angkat ekstremitas pasien. Jangan memberi injeksi IM., aspirin, dan obat

yang mengandung aspirin. Jangan pula mengukur suhu pasien secara rektal,

dan melakukan pemeriksaan rectal digital.

10. Cegah konstipasi dengan menjaga kecukupan hidrasi, memberi makanan

kaya-residu, pelunak tinja, dan laksatif ringan dan dengan mendorong pasien

berjalan-jalan.

11. Kontrol ulserasi mulut dengan sering memeriksa adakah ulser dan

pembengkakan gusi yang terlihat dan dengan sering merawat mulut dan

memberi pembilas yang mengandung garam.


12. Minta pasien menggunakan sikat gigi lembut dan tidak mengkonsumsi

makanan panas dan berbumbu dan tidak menggunakan pencuci mulut yang

dijual bebas secara berlebihan. Periksa juga area rektal setiap hari untuk

melihat adakah indurasi, pembengkakan, eritema, diskolorasi kulit, atau

drainase.

13. Minimalkan stres dan kecemasan dengan memberi pasien atmosfer yang

tenang dan sunyi serta kondusif untuk beristirahat dan bersantai. Berikaplah

fleksibel, terutama pada anak-anak, dalam merawat pasien dan menentukan

jam-jam besuk untuk meningkatkan interaksi maksimum dengan keluarga dan

teman dan untuk memberi pasien waktu untuk bersekolah dan bermain.

14. Bagi pasien yang sukar disembuhkan dengan kemoterapi dan penyakitnya

memasuki fase terminal, perawatan suportif bertujuan untuk memberikan

kenyamanan; mengelola nyeri, demam, dan pendarahan; dan mendukung

pasien dan keluarga. Beri kesempatan pasien mendapatkan konseling

keagamaan. Diskusikan pilihan perawatan di rumah atau di tempat

peristirahatan serta Kelompok pendukung.


Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Resiko Infeksi (D.0142)

Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)

 Kebersihan tangan dan badan meningkat


 Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
 Periode malaise menurun
 Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
 Kadar sel darah putih membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (I.14539)

 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada daerah edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada psien beresiko tinggi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2. Resiko perdarahan (D.0012)

Luaran: Tingkat perdarahan menurun (L.02017)

 Kelembaban membran mukosa meningkat


 Kelembaban kulit meningkat
 Pendarahan menurun
 Hemoglobin membaik
 Hematokrit membaik
 Tekanan darah membaik
 Denyut Nadi apikal membaik
 Suhu tubuh membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Perdarahan

 Monitor tanda dan gejala perdarahan


 Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Monitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial thromboplastin
time (PTT), fibrinogen, degradsi fibrin dan atau platelet)
 Pertahankan bed rest selama perdarahan
 Batasi tindakan invasif, jika perlu
 Gunakan kasur pencegah dikubitus
 Hindari pengukuran suhu rektal
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
 Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
 Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarhan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

3. Hipertermia (D.0130)

Luaran: Termoregulasi membaik (L.14134)

 Menggigil dan kulit merah menurun


 Akrosianosis, piloreksi, vasokonstriksi perifer dan pucat menurun
 Takikardi, takipnea, dasar kuku sianotik, dan hipoksia menurun
 Suhu tubuh dan suhu kulit membaik
 Pengisian kapiler membaik
 Ventilasi membaik
 Tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen hipertermia (I.15506)

 Identifkasi penyebab hipertermi


 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika perlu
 Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

b. Regulasi Temperatur (I.14578)

 Monitor suhu tubuh tiap 2 jam, jika perlu


 Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
 Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
 Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan penghangat ruangan,
untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
 Gunakan kasur pendingin, water circulating blanket, ice pack atau jellpad
dan intravascular cooling catherization untuk menurunkan suhu
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
 Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion,heat stroke
 Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
 Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu

4. Resiko Hipovolemia (D.0034)

Luaran : Status Cairan membaik (L.03028)

 Kekuatan nadi meningkat


 Turgor kulit meningkat
 Output Urin meningkat
 Perasaan lemah menurun
 Keluhan Haus menurun
 Konsentrasi urin menurun
 Intake cairan membaik
 Frekwensi nadi, tekanan darah, dan tekanan nadi membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Pemantauan Cairan (I.03121)

 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hypervolemia mis. Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular
positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

b. Manajemen Hipovolemia (I.03116)

 Periksa tanda-tanda hipovolemia


 Monitor intake dan output cairan
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonik
 Kolaborasi pemberian cairan IV Hipotonik
 Kolaborasi pemberian cairan IV koloid
 Kolaborasi pemberian produk darah
5. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

Luaran: Toleransi Aktivitas meningkat (L.05047)

 Saturasi oksigen meningkat


 Frekwensi Nadi meningkat
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari hari meningkat
 Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat
 Dyspnea saat dan setelah melakukan aktivitas menurun
 Perasaan lemah menurun
 Warna kulit membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Energi (I.05178)

 Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan


 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus seperti cahaya, suara,
dan kunjungan
 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

b. Terapi Aktivitas (I.05186)

 Identifikasi deficit tingkat aktivitas


 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
 Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas
 Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
 Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
 Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu
Referensi:

1. Lyengar V, Shimanovsky A. 2021. Leukemia. Treasure Island (FL):


StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ books/ NBK560490/
2. Karen Seiter. 2021. Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL). Med Scape.
https://emedicine.medscape.com/article/207631-overview.
3. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott
William & Wilkins : Norristown Road.
4. Carol S Viele. 2003. Diagnosis, Treatment, And Nursing Care Of Acute
Leukemia. Pubmed.gov. Semin Oncol Nurs. May; 19(2):98-108. doi:
10.1016/s0749-2081(03)00006-8.
5. Terwilliger, T & Abdul-Hay, M. 2017. Acute lymphoblastic leukemia: a
comprehensive review and 2017 update. Blood cancer journal, 7(6), e577.
https://doi.org/10.1038/bcj.2017.53
6. PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
8. PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai