OLEH :
RAFIKA AFRIYANTI,
S.Kep NIM : 2114901031
A. DEFENISI
Leukimia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,
ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih serta gangguan pengaturan leukosit
dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Setiap inti sel memiliki
kromosom yang menentukan ciri fisik, misalnya kulit coklat, rambut lurus, mata putih,
sedangkan gen merupakan bagian terkecil dari kromosom yang memiliki fungsi dan
jumlahnya berjuta-juta. Bentuk akut dari leukikimia yang diklarifikasikan menurut sel
yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa lymphoblastis. Pada keadaan
leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan
anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 2012 dalam
Supriadi 2018).
Leukimia limfoblastik akut itu sendiri adalah suatu penyakit keganasan pada
jaringan hematopoetik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang
normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik dan penyebabkan penekanan dan
penggantian unsur sumsum yang normal ( Price, 2009 dalam Rahmadina, 2018 ).
Leukemia lymphoblastic akut (ALL atau juga disebut leukemia limfositik akut)
adalah kanker darah dan sumsum tulang . Kanker jenis ini biasanya semakin memburuk
dengan cepat jika tidak diobati .ALL adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-
anak . Pada anak yang sehat , sumsum tulang membuat sel-sel induk darah ( sel yang
belum matang ) yang menjadi sel-sel darah dewasa dari waktu ke waktu . Sebuah sel
induk dapat menjadi sel induk myeloid atau sel induk limfoid (National Cancer
Institute, 2014).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Darah didalam tubuh berfungsi
sebagai pengangkut oksigen keseluruh tubuh. Didalam darah terdapat juga nutrisi,
darah juga berfungsi mengangkut sel-sel sisa metabolisme, dan mengandung berbagai
bahan penyusun system imun yang bertujuan mepertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Darah merupakan bagian terbesar dari tubuh manusia, 70% tubuh manusia
terdiri atas darah, darah memiliki banyak fungsi didalam tubuh manusia, pada dasarnya
bermanfaat untuk mengedarkan oksigen, mengatur suhu tubuh, mengedarkan sari
makanan dalam tubuh, dan mengedarkan hormone (Handayani & haribowo, 2008
dalam Supriadi 2018).
Gambar 1
Anatomi sistem hematologi
Sumber : Wikipedia (2019)
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal
ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif
selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.
D. PATOFISIOLOGI
LLA dicirikan oleh proliferasi limfoblas imatur. Pada tipe leukemia akut,
kerusakan mungkin pada tingkat sel puncak limfopoietik atau prekursor limfoid yang
lebih muda. Sel leukemia berkembang lebih cepat daripada sel normal, sehingga
menjadi crowding out phenomenon di sumsum tulang. Perkembangan yang cepat ini
bukan disebabkan oleh proliferasi yang lebih cepat daripada sel normal, tetapi selsel
leukemia menghasilkan faktor- faktor yang selain menghambat proliferasi dan
diferensiasi sel darah normal, juga mengurangi apoptosis dibandingkan sel darah
normal (Yenni, 2014).
Perubahan genetik yang mengarah ke leukemia dapat mencakup antara lain
menurut (Yenni, 2014) :
MANISFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda
dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan
sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel
limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah
perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain
yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.
G. KOMPLIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan
tipe sel asal yaitu :
a. Leukemia Akut
Gambar 2
Leukemia Limfositik Akut
Gambar 3.
Leukemia Mielositik Akut
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-
laki. (gambar 4. a dan b. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).
Gambar 4
Leukemia Limfositik Kronik
Gambar 5
Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik
untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti\
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zinc serum : meningkat/ menurun
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
I. PENATALAKSANAAN
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh
sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Salah satu metode
penatalaksanaan dari leukemia adalah dengan kemoterapi.
a) Konsep Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak
seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi
sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel
kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2017).
Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (Active
Single Agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang
resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari
prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak,
biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan
terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan
pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa
sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik
bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang
sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan
sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika
sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke
dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
Proses kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut dibagi dalam
beberapa fase, yaitu:
1. Fase induksi. Fase ini dilakukan guna membunuh sel-sel kanker yang
berada dalam tubuh, terutama dalam darah dan sumsum tulang.
b) Konstipasi
c) Neuropati perifer
d) Toksisitas kulit
g) Kelelahan (fatigue)
a) Ketidakberdayaan
b) Kecemasan
c) Rasa malu
d) Harga diri
e) Stres
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan informasi
atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah- masalah
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental sosial dan lingkungan
(Dermawan, 2012:36).
1. Identitas
Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia dibawah 15 tahun
(85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual
muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
Biasanya mengalami demam yang naik turun, gusi berdarah, lemas dan dibawa
ke fasilitas kesehatan terdekat karena belum mengetahui tentang penyakit yang
diderita. Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar
oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1),
kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
d. Riwayat pada faktor-faktor pencetus Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-
obatan tertentu secara kronis.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
b) Tanda-tanda vital
- TD : Tekanan Darah
- N : Nadi
- P : Pernapasan
- S : Suhu
c) Antropometri
- TB : Tinggi Badan
- BB : Berat Badan
d) Sistem pernafasan
e) Sistem cardiovaskular
Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah dan capylary reffiling time.
f) Sitem Pencernaan
Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak, palpasi abdomen
apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus adakah meningkat atau
tidak.
g) Sistem Muskuloskeletal
i) Sistem endokrin
j) Sitem Pengindraan
k) Sistem reproduksi
l) Sistem Neurologis
- Fungsi cerebral
- Kemampuan berbicara.
- Fungsi Karnial
b) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-
sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi
oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)
c) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal,
serta danya hematuria.
d) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
e) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”,
adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
f) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingun.
g) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
i) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum
dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
c) Retikulosit : menurun/rendah
j) Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu
B. Diagnosa
1. Asupan Nutrsi tidak cukup b.d Ketidakmampuan menelan makanan dan mual muntah
2. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis
3. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
4. Resiko terhadap cedera b.d perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mual dan muntah
C. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:
Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development
of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology
Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late
Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-
90.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC;.2. Tucke