Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA


DI RUANG KRONIS RSUP M DJAMIL
PADANG

OLEH :
RAFIKA AFRIYANTI,
S.Kep NIM : 2114901031

PEMBIMBING AKADEMIK I PEMBIMBING AKADEMIK II

(Ns. Rischa Hamdanesti, M.Kep) (Ns. Syalvia Oresti, M.Kep)

PEMBIMBING KLINIK I PEMBIMBING KLINIK II

(Ns. Suhelmida Munir, M.Kep) (Ns. Rahmadevita, M.Kep, Sp.Anak)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA

A. DEFENISI
Leukimia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,
ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih serta gangguan pengaturan leukosit
dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Setiap inti sel memiliki
kromosom yang menentukan ciri fisik, misalnya kulit coklat, rambut lurus, mata putih,
sedangkan gen merupakan bagian terkecil dari kromosom yang memiliki fungsi dan
jumlahnya berjuta-juta. Bentuk akut dari leukikimia yang diklarifikasikan menurut sel
yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa lymphoblastis. Pada keadaan
leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan
anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Ngastiyah, 2012 dalam
Supriadi 2018).

Leukimia limfoblastik akut itu sendiri adalah suatu penyakit keganasan pada
jaringan hematopoetik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang
normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik dan penyebabkan penekanan dan
penggantian unsur sumsum yang normal ( Price, 2009 dalam Rahmadina, 2018 ).

Leukemia lymphoblastic akut (ALL atau juga disebut leukemia limfositik akut)
adalah kanker darah dan sumsum tulang . Kanker jenis ini biasanya semakin memburuk
dengan cepat jika tidak diobati .ALL adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-
anak . Pada anak yang sehat , sumsum tulang membuat sel-sel induk darah ( sel yang
belum matang ) yang menjadi sel-sel darah dewasa dari waktu ke waktu . Sebuah sel
induk dapat menjadi sel induk myeloid atau sel induk limfoid (National Cancer
Institute, 2014).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Darah didalam tubuh berfungsi
sebagai pengangkut oksigen keseluruh tubuh. Didalam darah terdapat juga nutrisi,
darah juga berfungsi mengangkut sel-sel sisa metabolisme, dan mengandung berbagai
bahan penyusun system imun yang bertujuan mepertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Darah merupakan bagian terbesar dari tubuh manusia, 70% tubuh manusia
terdiri atas darah, darah memiliki banyak fungsi didalam tubuh manusia, pada dasarnya
bermanfaat untuk mengedarkan oksigen, mengatur suhu tubuh, mengedarkan sari
makanan dalam tubuh, dan mengedarkan hormone (Handayani & haribowo, 2008
dalam Supriadi 2018).
Gambar 1
Anatomi sistem hematologi
Sumber : Wikipedia (2019)

Fungsi darah terdiri atas:


1. Sebagai alat pengangkut
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan
membunuh tubuh dengan perantaraan leukosit, anti bodi / zat-zat anti racun
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh
Ada beberapa tempat pembuatan darah yaitu:
1. Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemapoesis adalah tulang vertebrae,
stenum (tulang dada ), dan costa (tulang gigi).
2. Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh manusia.
Tugas utama hati yaitu untuk menghasilkan energy, mengerap karbohidrat,
menstabilkan gula darah, dan menetralisir racun didalam tubuh.
3. Limpa
Limpa adalah organ yang berkapsul dengan berat 100- 150gr yang terletak
dibagian kiri atas abdomen dan berbentu setegah bulan berwarna merah. Limpa
berfungsi sebagai organ limdoid dan memfagositosis material tertentu dalam
sirkulasi darah merah yang rusak. Di dalam tubuh terjadi 1/3 darah pada orang
dewasa yang sehat dari berat badan atau setara 4-5 liter darah. Dalam tubuh
manusia jumlah darah tidak sama tergantung pada usia, pekerjaan dan keadaan
jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a) Plasma darah
Plasma darah adalah bagian darah 55% dari darah yang berupa cairan
kekuningan dan membentuk medium cairan yang disebut plasma darah.
Plasma darah merupakan media sirkulasi element darah (eritrosit, leukosit,
trombosit ), sebagian pengangkut zat organik dan organic dari suatu organ
atau jaringan ke organ atau jaringan lain (Ester, 2013 dalam Supriadi
2018).
b) Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang telah berdiferensiasi
jauh dan mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Eritrosit
terbentuk seperti cakram bikonkaf dan bila dilihat pada bidang datar
berbentuk bundar. Sel-sel darah merah bersifat elastis dan mempunyai
ukuran sekitar 8.6µm. Kemampuan berubah bentuk, jumlah eritrosit pada
laki-laki terdapat 5-5, 5 juta permililiter kubik. Eritrosit berwarna kuning
kemerah- merahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin ( Ester, 2013 dalam Supriadi 2018).
c) Trombosit
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang berbentuk dan ukurannya
bermacam-macam, ada yang bulat da nada yang lonjong warnanya putih
dengan jumlah normal 150.000-450.000/mm3. Trombosit memegang
peranan penting dalam pembekuan darah.
d) Leukosit (sel darah putih)
Leukosit adalah sel darah yang bentuknya dapat berubah-rubah dan
mempunyai macam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan
inti sel. Leukosit berwarna kuning (tidak berwarna). Jumlah leukosit kira-
kira 4000-11000/mm3. Leukosit berfungsi untuk membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh
serta mengangkut zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan pembuluh
darah (Ch Rostia, 2012 dalam Supriadi 2018). Golongan utama leukosit
terdiri atas leukosit agranular yaitu leukosit yang mempunyai sitoplasma
yang tampak homogen dan intinya berbentuk bulat. Ada 2 jenis leukosit
agranula yaitu:
1) Limfosit adalah leukosit mononuclear lain dalam darah yang memiliki
inti bulat dan oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit
berwarna biru yang mengandung sedikit granula.
2) Monosit lebih besar dari pada neutrophil dan dan memiliki inti
monomorfik yang relative sederhana. Golongan leukosit granular
leukosit mengandung granula spesifik dalam sitoplasma yang
mempunyai inti yang memperlihatkan banyak fariasi dalam bentuknya.
Ada 3 jenis leukosit granular yaitu:
- Neutrofil merupakan system pertahanan tubuh primer melawan
infeksi bakteri, metode pertahanan adalah proses fagositosis.
- Eusinofil mempunyai fungsi fagositosis yang lemah dan lebih
berfungsi pada reaksi antigen, antibody, dan meningkat pada
serangan asma.
- Basofil membawa heparin, factor-faktor pengaktifan histamine dan
trombosit dalam granula-granulanya untuk menimbulkan
peradangan pada jaringan (Ester, 2013 dalam Supriadi 2018).

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan
adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal
ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya
ALL ,

2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus
lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif
selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.

D. PATOFISIOLOGI
LLA dicirikan oleh proliferasi limfoblas imatur. Pada tipe leukemia akut,
kerusakan mungkin pada tingkat sel puncak limfopoietik atau prekursor limfoid yang
lebih muda. Sel leukemia berkembang lebih cepat daripada sel normal, sehingga
menjadi crowding out phenomenon di sumsum tulang. Perkembangan yang cepat ini
bukan disebabkan oleh proliferasi yang lebih cepat daripada sel normal, tetapi selsel
leukemia menghasilkan faktor- faktor yang selain menghambat proliferasi dan
diferensiasi sel darah normal, juga mengurangi apoptosis dibandingkan sel darah
normal (Yenni, 2014).
Perubahan genetik yang mengarah ke leukemia dapat mencakup antara lain
menurut (Yenni, 2014) :

1) Aktivasi gen yang ditekan (protogen) untuk membuat onkogen yang


menghasilkan suatu produk protein yang mengisyaratkan peningkatan proliferasi

2) Hilangnya sinyal bagi sel darah untuk berdiferensiasi

3) Hilangnya gen penekan tumor yang mengontrol proliferasi normal

4) Hilangnya sinyal apoptosis


Pada prosesnya ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan
kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum
tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam
sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal.
Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan
kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil
seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan
sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit
B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B
intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari
sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom
thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular
sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali.
Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu
sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang
dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan
jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri
tulang serta persendian.
WOC
F.

MANISFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda
dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan
sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel
limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah
perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain
yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.
G. KOMPLIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan
tipe sel asal yaitu :
a. Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat


terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata
dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun.
Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah
terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. (gambar
2 : Hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 2
Leukemia Limfositik Akut

2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan
anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1
sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA
fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar 3 :Hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 3.
Leukemia Mielositik Akut
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-
laki. (gambar 4. a dan b. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).

Gambar 4
Leukemia Limfositik Kronik

2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang
dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan
kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda
leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,
trombosit dan sel darah merah yang amat kurang. (gambar 5. hapusan sumsum
tulang dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).

Gambar 5
Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik
untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih besar dengan satu atau lebih anak inti\
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zinc serum : meningkat/ menurun
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari
SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan

I. PENATALAKSANAAN
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan
sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa
hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh
sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Salah satu metode
penatalaksanaan dari leukemia adalah dengan kemoterapi.
a) Konsep Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak
seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi merupakan terapi
sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel
kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2017).
Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (Active
Single Agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang
resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari
prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak,
biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan
terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan
pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa
sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik
bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang
sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan
sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika
sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke
dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.
Proses kemoterapi pada leukemia limfoblastik akut dibagi dalam
beberapa fase, yaitu:

1. Fase induksi. Fase ini dilakukan guna membunuh sel-sel kanker yang
berada dalam tubuh, terutama dalam darah dan sumsum tulang.

2. Fase konsolidasi. Fase ini dilakukan guna membunuh sel-sel kanker


yang masih tersisa pada jaringan tubuh setelah terapi induksi dilakukan.
3. Fase pemeliharaan. Fase ini dilakukan guna mencegah sel-sel kanker
tumbuh kembali pada jaringan tubuh.

4. Terapi tambahan. Terapi ini dilakukan kepada pengidap kanker yang


sel-sel kankernya sudah menyebar ke sistem saraf pusat

Efek samping dari kemoterapi meliputi, anemia, trombositopenia,


leucopenia, mual dan muntah, alopesia (rambut rontok), stomatitis,
reaksialergi, neurotoksik, dan ekstravasasi (keluarnya obat vesikan atau iritan
ke jaringan subkutan yang berakibat timbulnya rasa nyeri, nekrosis jaringan,
dan ulserasi jaringan) (Rasjidi, 2007).

1. Efek kemoterapi secara fisik.

Kemoterapi memiliki dampak dalam berbagai bidang kehidupan


antara lain dampak terhadap fisik dan psikologis kemoterapi
memberikan efek nyata kepada fisik pasien, setiap orang memiliki
variasi yang berbeda dalam merespon obat kemoterapi, efek fisik yang
tidak diberikan penanganan yang baik dapat mempengaruhi kualitas
hidup pasien, adapun dampak fisik kemoterapi adalah sebagai beriku
(Ambarwati, 2014).

a) Mual dan muntah

b) Konstipasi

c) Neuropati perifer

d) Toksisitas kulit

e) Kerontokan rambut (alopecia)

f) Penurunan berat badan

g) Kelelahan (fatigue)

h) Penurunan nafsu makan

i) Perubahan rasa dan nyeri.

2. Efek Samping Psikologi

Wijayanti (2007) menyebutkan beberapa dampak psikologis


pasien kanker diantaranya sebagai berikut:

a) Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah kondisi psikologis yang


disebabkan oleh gangguan motivasi, proses kognisi, dan emosi
sebagai hasil pengalaman di luar kontrol organisme.
Ketidakberdayaan pada penderita kanker bisa terjadi karena proses
kognitif pada penderita yang berupa pikiran bahwa usahanya
selama ini untuk memperpanjang hidupnya atau mendapatkan
kesembuhan, ternyata menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan (perasaan mual, rambut rontok, diare kronis, kulit
menghitam, pusing, dan kehilangan energi). Efek samping yang
tidak diinginkan ini dapat muncul berupa proses emosi dimana
penderita tersebut merasa bahwa mereka hanya dijadikan sebagai
objek uji coba dokter. Proses kognisi dan emosi inilah seorang
penderita melakukan suatu reaksi penolakan sebagai gangguan
dalam hal motivasi. Munculnya ketidak berdayaan ini mampu
menimbulkan suatu bentuk tingkah laku yang dapat dilihat oleh
semua orang (overt behavior). Bentuk tingkah laku ini bisa seperti
marah dan seolah mencoba mengontrol lingkungan untuk
menerima keberadaan mereka. Ketidakberdayaan dapat
meyebabkan penderita kanker mengalami dampak psikologis lain
yaitu depresi (Wijayanti, 2007).

b) Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan psikologis yang disebabkan


oleh adanya rasa khawatir yang terus-menerus ditimbulkan oleh
adanya inner conflict. Dampak kecemasan yang muncul pada
penderita kanker adalah berupa rasa takut bahwa usianya akan
singkat (berkaitan dengan inner conflict). Inner conflict berupa
kegiatan untuk menjalani pengobatan agar bisa sembuh tetapi tidak
mau menerima adanya risiko bagi penampilannya. Risiko disini
dapat berupa rambut rontok dan kulit menghitam akibat
kemoterapi, atau hilangnya payudara akibat operasi. Kecemasan
dapat digolongkan dalam bentuk covert behavior, karena
merupakan keadaan yang ditimbulkan dari proses inner conflict.
Kecemasan dapat pula muncul sebagai reaksi terhadap diagnosis
penyakit parah yang dideritanya. Sebagai seseorang yang awalnya
merasa dirinya sehat, tiba-tiba diberitahu bahwa dirinya mengidap
penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tentu saja muncul
penolakan yang berupa ketidakpercayaan terhadap diagnosa.
Penolakan yang penuh kecemasan ini terjadi karena mungkin ia
memiliki banyak rencana akan masa depan, ada harapan pada
kemajuan kesehatannya, dan itu seolah terhempas.

c) Rasa malu

Rasa malu merupakan suatu keadaan emosi yang kompleks


karena mencakup perasaan diri yang negatif. Perasaan malu pada
penderita kanker muncul karena ada perasaan dimana ia memiliki
mutu kesehatan yang rendah dan kerusakan dalam organ.

d) Harga diri

Sebagai penderita penyakit terminal seperti kanker,


disebutkan bahwa pada diri penderita mengalami perubahan dalam
konsep diri. Harga diri merupakan bagian dari konsep diri, maka
bila konsep diri menurun diartikan bahwa harga dirinya juga
menurun. Terjadinya penurunan harga diri sejalan dengan
memburuknya kondisi fisik, yaitu pasien tidak dapat merawat diri
sendiri dan sulit menampilkan diri secara efektif. Ancaman paling
berat pada psikologisnya adalah kehilangan harga diri. Penurunan
dan kehilangan harga diri ini merupakan reaksi emosi yang muncul
pada perasaan penderita kanker.

e) Stres

Stres yang muncul sebagai dampak pada penderita kanker


memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor. Stressor
dalam hal ini adalah penyakit kanker. Stres yang muncul ini
merupakan bentuk manifestasi perilaku yang tidak muncul dalam
perilaku yang nampak (covert behavior). Stres ini dipengaruhi oleh
beberapa hal, salah satunya adalah dukungan sosial. Dukungan
sosial sangat berguna untuk menjaga kesehatan seseorang dalam
keadaan stres.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujua untuk mengumpulkan informasi
atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah- masalah
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental sosial dan lingkungan
(Dermawan, 2012:36).

1. Identitas

Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia dibawah 15 tahun
(85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual
muntah, tidak nafsu makan dan lemas.

b. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya mengalami demam yang naik turun, gusi berdarah, lemas dan dibawa
ke fasilitas kesehatan terdekat karena belum mengetahui tentang penyakit yang
diderita. Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar
oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1),
kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.

c. Riwayat penyakit keluarga

Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit LLA karena merupakan


penyakit ginetik (keturunan)

d. Riwayat pada faktor-faktor pencetus Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-
obatan tertentu secara kronis.

e. Manifestasi dari hasil pemeriksaan

Biasanya di tandai dengan pembesaran sum-sum tulang dengan sel-sel leukemia


yang selanjutnya menekan fungsi sum-sum tulang, sehingga menyebabkan gejala
seperti dinawah ini.
- Anemia Ditandai dengan penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malaise,
kelemahan, dan anoreksia.

- Trombositopenia Ditandai dengan perdarahan gusi, mudah memar, dan


petekie.

- Netropenia Ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi, berkeringat di


malam hari (Nursalam dkk, 2008:100).

3. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Meliputi : Baik, jelek, sedang.

b) Tanda-tanda vital

- TD : Tekanan Darah

- N : Nadi

- P : Pernapasan

- S : Suhu

c) Antropometri

- TB : Tinggi Badan

- BB : Berat Badan

d) Sistem pernafasan

Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas, bunyi


tambahan ronchi dan wheezing.

e) Sistem cardiovaskular

Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah dan capylary reffiling time.

f) Sitem Pencernaan

Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak, palpasi abdomen
apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus adakah meningkat atau
tidak.

g) Sistem Muskuloskeletal

Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.


h) Sistem Integumen

- Rambut : Warna rambut, kebersihan, mudah tercabut atau tidak.

- Kulit : Warna, temperatur, turgor dan kelembaban.

- Kuku : Warna, permukaan kuku, dan kebersihannya.

i) Sistem endokrin

Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi urine.

j) Sitem Pengindraan

- Mata : Lapang pandang dan visus.

- Hidung : Kemampuan penciuman.

- Telinga : Keadaan telinga dan kemampuan pendengaran.

k) Sistem reproduksi

Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.

l) Sistem Neurologis

- Fungsi cerebral

- Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.

- Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan Gaslow


Coma Scale (GCS).

- Kemampuan berbicara.

- Fungsi Karnial

- Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot.

- Funsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.

- Funsi cerebrum : Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.

4. Pengkajian Pola sehari-hari

a) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan


dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan
kimia dari orangtua.

b) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah,
perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta
pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen,
penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-
sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi
oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic
leukemia)

c) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri
abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin,
serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal,
serta danya hematuria.

d) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.

e) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami
penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”,
adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal
berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.

f) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan
peerubahan suasana hati, dan bingun.

g) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.

h) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan


kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.

i) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum
dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.

j) Pengkajian tumbuh kembang anak

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia

b) Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%

c) Retikulosit : menurun/rendah

d) Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)


e) White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke
kanan”)

f) Serum/urin uric acid : meningkat

g) Serum zinc : menurun

h) Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid

i) prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit

j) Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu

B. Diagnosa
1. Asupan Nutrsi tidak cukup b.d Ketidakmampuan menelan makanan dan mual muntah
2. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis
3. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
4. Resiko terhadap cedera b.d perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mual dan muntah

C. Intervensi

N Diagnosa Keperawatan SLKI SDKI


O
1 Asupan nutrisi tidak cukup Status nutrisi membaik MANAJEMEN NUTRISI
untuk memenuhi kebutuhan (L. 03030) (I. 03119)
metabolisme. Observasi
Berhubungan dengan : 1. Identifikasi status
1. Ketidakmampuan nutrisi
menelan makanan 2. Identifikasi alergi dan
2. Ketidakmampuan intoleransi makanan
mencerna makanan 3. Identifikasi makanan
3. Ketidakmampuan yang disukai
mengabsorbsi nutrien 4. Identifikasi kebutuhan
4. Peningkatan kalori dan jenis
kebutuhan nutrient
metabolisme 5. Identifikasi perlunya
5. Faktor ekonomi (mis. penggunaan selang
finansial tidak nasogastrik
mencukupi) 6. Monitor asupan
6. Faktor psikologis makanan
(mis. stres, 7. Monitor berat badan
keengganan untuk 8. Monitor hasil
makan) pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
PROMOSI BERAT BADAN
Observasi
1. Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual
dan muntah
3. Monitor jumlah
kalorimyang
dikomsumsi sehari-
hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin,
limfosit, dan elektrolit
serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan,
jika perlu
2. Sediakan makan yang
tepat sesuai kondisi
pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus,
makanan yang
diblander, makanan
cair yang diberikan
melalui NGT atau
Gastrostomi, total
perenteral nutritition
sesui indikasi)
3. Hidangkan makan
secara menarik
4. Berikan suplemen,
jika perlu
5. Berikan pujian pada
pasien atau keluarga
untuk peningkatan
yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis
makanan yang bergizi
tinggi, namuntetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan
2 Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri Menurun MANAJEMEN NYERI (I.
dengan (L.08066) 08238)
1. Agen pencedera Observasi
fisiologis (mis. 1. lokasi, karakteristik,
Inflamasi, iskemia, durasi, frekuensi,
neoplasma) kualitas, intensitas
Agen pencedra nyeri
kimiawi (mis. 2. Identifikasi skala
Terbakar, bahan nyeri
kimia iritan) 3. Identifikasi respon
2. Agen pencidra fisik nyeri non verbal
(mis. Abses, trauma, 4. Identifikasi faktor
amputasi, terbakar, yang memperberat
terpotong, dan memperingan
mengangkat nyeri
berat,prosedur 5. Identifikasi
operasi,trauma, pengetahuan dan
latihan fisik keyakinan tentang
berlebihan nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)
Observasi
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat
alergi obat
2. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis.
Narkotika, non-
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
3. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
4. Monitor efektifitas
analgesik
5. Terapeutik
6. Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
7. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
8. Tetapkan target
efektifitas analgesic
untuk
mengoptimalkan
respon pasien
9. Dokumentasikan
respon terhadap efek
analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
10. Edukasi
11. Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
3 Resiko infeksi berhubungan Tingkat infeksi menurun PENCEGAHAN INFEKSI
dengan (l. 14137) (I.14539)
1. Penyakit Kronis Observasi
Efek prosedur Infasif 1. Identifikasi riwayat
Malnutrisi kesehatan dan riwayat
Peningkatan paparan alergi
organisme patogen 2. Identifikasi
lingkungn kontraindikasi
2. Ketidakadekuatan pemberian imunisasi
pertahanan tubuh 3. Identifikasi status
perifer imunisasi setiap
3. Ketidakadekuatan kunjungan ke
pertahan tubuh pelayanan kesehatan
sekunder Terapeutik
1. Berikan suntikan pada
pada bayi dibagian
paha anterolateral
2. Dokumentasikan
informasi vaksinasi
3. Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan
efek samping
2. Informasikan
imunisasi yang
diwajibkan
pemerintah
3. Informasikan
imunisasi yang
melindungiterhadap
penyakit namun saat
ini tidak diwajibkan
pemerintah
4. Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus
5. Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
6. Informasikan
penyedia layanan
pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin
gratis
MANAJEMEN IMUNISASI/
VAKSIN (I. 14508)
Observasi
1. Identifikasi riwayat
kesehatan dan riwayat
alergi
2. Identifikasi
kontraindikasi
pemberian imunisasi
3. Identifikasi status
imunisasi setiap
kunjungan ke
pelayanan kesehatan
Terapeutik
1. Berikan suntikan pada
pada bayi dibagian
paha anterolateral
2. Dokumentasikan
informasi vaksinasi
3. Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko yang
terjadi, jadwal dan
efek samping
2. Informasikan
imunisasi yang
diwajibkan
pemerintah
3. Informasikan
imunisasi yang
melindungiterhadap
penyakit namun saat
ini tidak diwajibkan
pemerintah
4. Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus
5. Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
6. Informasikan
penyedia layanan
pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin
gratis

DAFTAR PUSTAKA
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:
Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development
of risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology
Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late
Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-
90.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC;.2. Tucke

Anda mungkin juga menyukai