Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

LEUKIMIA

Untuk Memperoleh Gelar SarjanaKeperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Insan Unggul Surabaya

Oleh :
ADE RIA CARISNA
NIM 13011001

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
INSAN UNGGUL SURABAYA
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 1


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
BAB 1 ....................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3
BAB 2 ....................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 5
BAB 3 ..................................................................................................................................... 15
ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................................ 15
BAB 4 ..................................................................................................................................... 42
PENUTUP .............................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 43

Page 1 of 61
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 2 leukimia” dengan tepat waktu.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyusunan makalah. Saya juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah makalah ini saya buat untuk memenuhi kebutuhan akan


pengetahuan kita semua. Semoga bermanfaat.

Sidoarjo, 9 Maret 2017

Penyusun

Page 2 of 61
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Leukemia merupakan nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan


oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia
dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului
sumsum tulang. Kata leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang
berarti “putih” dan “darah” yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit.
Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi,
trobositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian (Jan Tambayong,
2000).
Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker
merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker
dalam rentang waktu 2005 sampai 2015. Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3
juta laki-laki dan 4,7 juta wanita) menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta
diantaranya meninggal dunia (Case Fatality Rate/CFR 62%) (WHO, 2003).
Data American Cancer Society (2004), angka kejadian leukemia di Amerika
Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420
kasus baru lainnya pada perempuan (43,12%). Insiden rate (IR) leukemia pada laki-
laki di Canada 14 per 100.000 penduduk dan pada wanita 8 per 100.000 penduduk
pada tahun yang sama. Data The Leukemia and Lymphoma Society (2009)
menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat 1 orang meninggal karena kanker.
Diperkirakan 139.860 orang di Amerika terkena leukemia, lymphoma dan myeloma
dan 53.240 orang meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). IR leukemia yaitu 12,2
per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut mempunyai banyak faktor penyebab namun belum ada yang
mendominasi hingga terjadinya penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah
leukemia atau kanker darah kita harus mengenal lebih jauh tentang leukemia,

Page 3 of 61
bagaimana gejala-gejalanya, dampak dari penyakit leukemia, cara diagnosa dan
penyembuhannya. Penyakit leukimia ini harus ditangani dengan tepat agar penderita
tidak terjangkit penyakit lainnya karena tranfusi yang tidak steril. Berdasarkan
paparan dari fakta inilah maka saya selaku penulis tertarik untuk membahas kasus
mengenai penyakit leukimia ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penyakit Leukemia?
2. Apa jenis-jenis penyakit Leukemia?
3. Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?
4. Bagaimana Faktor Risiko Perkembangan penyakit Leukemia?
5. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Leukemia?
6. Apa sajakah manifestasi klinis penyakit Leukemia?
7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostikpenyakit Leukemia?
8. Bagaiamankah penatalaksanaan penyakit Leukemia?
9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien penyakit Leukemia?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih
(leukemia).
1.3.2. Tujuan khusus\
Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic,
penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.

Page 4 of 61
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologi


Darah merupakan jaringan tubuh yang berbentuk cairan yang terdapat dalam
pembuluh darah, dan termasuk dalam sistem hematologi. Jumlah darah setiap
individu berbeda-beda tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan
pembuluh darah. Normalnya pada orang sehat 1/13 dari berat badan atau 4 sampai 5
Liter. Darah berfungsi sebagai alat pengangkut dan sebagai pertahanan tubuh serta
penyebar panas keseluruh tubuh.
Darah mengandung:
1. Air 91%
2. Protein 8% (Albumin, Globulin, Protombin dan Fibrinogen)
3. Mineral 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt,
Magnesium dan Asam Amino)
Darah itu sendiri terbagi atas :
1. Eritrosit
Merupakan sel darah merah yang berbentuk cakram bikonkaf dan tidak
berinti. Normalnya 5.000/mm3 darah. Eritrosit ini mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin (Hb). Hb normal wanita 11,5 mg% dan Hb normal laki_laki 13 mg%.
Eritrosit berfungsi sebagai pengikat oksigen dari paru-paru lalu diedarkan keseluruh
tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh lalu dikeluarkan malalui paru-paru.
2. Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih yang terbagi atas dua kategori : granolosit
sebanyak 60% san sel mononuklear (agranosit) sebanyak 40%. Leukosit memiliki inti
dan bentuk yang berubah-ubah. Leukosit berfungsi sebagai pertahan tubuh terhadap
benda asing yang menyerang tubuh. Contoh infasi bakteri Normal leukosit : 5.000-
10.000 mm3.
3. Trombosit

Page 5 of 61
Trombosit merupakan partikel-partikel kecil yang bermacam-macam, ada
bulat dan lonjong. Trombosit berwarna putih. Jumlah normalnya 150.000-
450.000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai pengontrol pendarahan. Contoh: dalam
pembekuan darah.

2.2. Definisi Leukimia


Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan
jenis sel lain (Reeves, Charlene J et al, 2001).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sekelompok sel
anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang
untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena factor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan
klonal. Paa akhirnya, sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukemia.

2.3. Klasifikasi Leukemia


Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat
tidaknya kemunculan dan bagaimana diferensiasi sel-sel kanker yang bersangkutan.
Sel-sel leukemia akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel leukemia
kronis biasanya berdiferensiesi dengan baik.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai
contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di
jumpai pada anak, menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitif.
Leukemia granulostik adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia
pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut. Angka
kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang
terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada
masa kanak-kanak, merupakan angka statistik yang luar biasa karena penyakit ini
hamper bersifat fatal.Pembagian penyakit leukemia terdiri dari:

Page 6 of 61
1. Leukemia limfositik akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak, dan
membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun, dan lebih
dari separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini jarang pada pasien berusia
lebih dari 30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15% leukemia pada orang
dewasa, namun dari kasus ini mungkin sebenarnya adalah gambaran awal dari
transformasi akut LMK. (Ronald A. Sacher, 2004)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering
dijumpai pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik akut
lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras kaukasia
daripada Afrika-Amerika. Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik akut adalah
kira-kira 4 tahun, walaupun walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia.
Individu-individu tertentu, seperti penderita Sindrom Down dan ataksia-telangieksis
sangat beresiko mengalami penyakit ini. Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun
dapat berkaitan dengan factor genetic, lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun.
Gejala pada saat pasien datang berobat adalah pucat, fatigue, demam, pendarahan,
memar. Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak kecil dapat datang untuk dievaluasi
karena karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada pemeriksaaan fisik dijumpai
adanya memar, petekie, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Evaluasi
laboratorium dapat menunjukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada kira-
kira 50% pasien pasien di temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3 pada saat
didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3. Neutopenia (jumlah
neutrofil absolute kurang dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas dapat
melaporkan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang berpengalaman dapat melaporkan
limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. Diagnosis pasti leukemia di tegakkan
dengan melakukan aspirasi sumsum tulang yang meperlihatkan limfoblas lebih dari
25%. Sebaikmya juga dilakukan pe,eriksaan imunologik,sitogenik, dan karakter
biokimiawi sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat

Page 7 of 61
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Factor-faktor prognostic
seperti jumlah leukosit awal dan usia pasien menetukan pengobatan yang
diindikasikan. Pasien-pasien yang berisiko tinggi memrlukan terapi yang lebih
intensif. Kebanyakan rencana-rencana pengobatan berlangsung selama 2-3 tahun dan
dimulai dengan fase induksi remisi yang bertujuan untuk menurunkan beban
leukemik yang berdeteksi menjadi kurang dari 5%. Fase terapi berikutnya bertujuan
untuk menurunkan dan akhirnya menghilangkan semua sel leukemik dari tubuh.
Terapi preventif pada saraf pusat termasuk didalam semjua protocol terapi.
Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama, walaupun pada beberapa
pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf pusat. Transplantasi
sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain yang dilakukan pada anak
yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps lain adalah sistem saraf pusat
dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup bebas penyakit yang lain lama
adalah kira-kira 75% pada semua kelompok resiko.
Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan
hiperfofatemia) merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia
mengalami lisis sebagai respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan,
kandungan interaselulernya ke dalam aliran darah. Sindrom ini sering terjadi di dalam
sel yang memiliki fraksi pertumbuhan tinggi (leukemia/limfosema sel T dan limfoma
burkitt). Hidrasi, alkalinisasi, dan pemberian aluporinal secara agresif sebelum
memulai kemoterapi dapat meringankan disfungsi ginjal yang serius. Kedua tidakan
pertama membantu ekskresi fosfat dan asam urat, dan alupurinol mengurangi
pembentukan asam urat. Kalium sebaiknya tidak ditambahkan ke dalam cairan
hidrasi. Dengan memantau konsentrasi elektrolit dan fungsi ginjal secara kilat,
seseorang dapat menghindari berkembangnya gagal ginjal. (M.william
schawtz,2005).

2. Leukemia mielositik kronis (CML)


Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira 3% dari semua kasus
leukemia pada anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian

Page 8 of 61
besar kasus terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative lebih lambat
disbanding leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering asimtomatik
dan dapt terdapat jumlah leukosit yang tinngi atau splenomegali yang ditemukan pada
pemeriksaan rutin anak yang sehat. Akan tetapi, dapat trejadi gejala seperti demam,
keringat malam, nyeri abdomen atau nyeri tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya splenomegali nhyata. Hepatomegali dapat juga terjadi. Evaluasi laboratorium
secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata, trombositis, dan anemia ringan.
Sumsum tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi myeloid yang normal. Sel blas
tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom
ini berkaitan dengan t (9;22) klasik.
Ada tiga tipe leukemia mielositik kronis: fase kronis, fase akselerasi, dan krisis
blas. Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan
hiperproliferasi elemen myeloid matur. Pengobatan selama fase ini ditunjukkan pada
sitoreduksi untuk mengurangi resiko berkembangnya leukositosis dan splenomegali
massif. Pemberian hidroksiuria merupakan bagian penting pengobatan sitoredutif.
Dengan berjalannya waktu, semua pasien akan memasuki fase akselerasi dan fase
blas, mengalami leukemia yang nyata. Pada sebagian besar keadaan, secara
morfologis ditemukan mieloblas, tetapi dapat juga terjadi transformasi limfoblas. Saat
dimulai fase blas, prognosis biasanya buruk. Transplantasi sumsum tulang (BMT)
merupakan satu-satunya terapi kuratif dan sebaiknya dilakukan kaetika pasien masih
berada pada fase kronis. (M.william schawtz,2005).

3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel
plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam
darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma,
Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian
sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan

Page 9 of 61
gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor
menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus
digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang
terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib
dan CC-5013 cukup menjanjikan(McPhee,J.Stephen, Maxine A. Papadakis,
Jr.Lawrence M. Tierney, 2008).

2.4. Etiologi
Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya
pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel
kanker. Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga
bisa menyebabkan kematian (Irawan, 2001).
Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat
irreversible dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berada.
Sel-sel tersebut, pada berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel
yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah yang banyak. Sebagai akibat dari
proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi kompetisi metabolik yang akan
menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila proliferasi sel terjadi di limpa
maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi hipersplenisme yang selanjutnya
menyebabkan makin memburuknya anemia serta trombositopenia (Supandiman,
1997).
Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan.
Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi
leukimia. Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi
oleh suatu virus. Mereka membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia
bukan merupakan penyakit primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon
pertahanan sekunder dari tubuh terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh
berbeda pada berbagai tingkat usia oleh karena itu maka kita lihat bahwa leukimia
limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak, leukimia mieoblastik akut pada

Page 10 of 61
usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada dewasa muda dan orang tua dan
leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur (Supandiman, 1997).
Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi
sinar rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para
dokter ahli radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan
merendahkan resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman,
1997). Selain faktor diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut
yaitu faktor genetika, lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta
kemungkinan paparan virus keduanya.
Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi,
epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akutyaituDown sindrom,
bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia
yaitu benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum
alkohol(Dipiro, et al, 2005).

2.5. Faktor Risiko Perkembangan Leukemia


Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik yang
berhubungan dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui. Saudara
kandungan dari anak yang menderita leukemia memiliki kecerendungan 2 sampai 4
kali lipat untuk mengalami penyakit ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom
abnormalitas kromosom tertentu, termasuk sindrom Down memiliki resiko menderita
leukemia. Pajanan terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum
tulang, dan berbagai obat kemoterapi telah dianggap meningkatkan risiko leukemia,
agens-agens berbahaya di lingkungan juga di duga dapat menjadi faktor risiko.
Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan hematopoies
(pembentukan sel darah ) telah terbukti meningkatkan risiko leukehodgkin, myeloma
multiple. Riwayat leukemia kronis meningkatkan risiko leukemia akut.

Page 11 of 61
2.6. Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi,
poliferasi dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat
pada sirkulasi perifer.

Faktor pencetus : genetic, radiasi, Sel neoplasma


obat-obatan, kelainan kromosom, berpoliferasi didalam
infeksi virus, paparan bahan kimia. sumsum tulang

Penyebaran
Infiltrasi sumsum Sel onkogen
ekstramedular
tulang
Pertumbuhan berlebih

MII Sirkulasi darah MII Sistem


Limfatik Kebutuhan nutrisi
meningkat
Pembesaran hati dan
Nodus limfe
limfa hipermetabolisme

Hepatosplenomegal limfadenopati
i MK
Ketidakseimbangan
Peningkatan
Penekanan ruang nutrisi kurang dari
tekanan intra
abdomen kebutuhan tubuh
abdomen

Sel normal
digantikan oleh Gangguan rasa
sel kanker nyaman nyeri
MK
Resiko perdarahan
Depresi produksi sumsum
tulang

Penurunan trombosit trombositopenia kecenderungan perdarahan

Penurunan eritrosit anemia Suplai MK


oksigen
kejaringan In Ketidakseimbangan
adekuat perfusi jaringan perifer
Page 12 of 61
Penurunan fungsi leukosit Daya tahan tubuh menurun Resiko infeksi

Infiltrasi periosteal Kelemahan tulang


c

tulang lunak dan lemah stimulasi saraf C (noticeptor)

fraktur fisiologis Gangguan rasa


nyaman nyeri
Hambatan mobilitas fisik

2.7. Manifestasi klinis


Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk
definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi
dan aspirasinya yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi.
Noda cytochemical sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah
keturunan myeloid atau limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan,
kurangnya toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan
dyspnea saat beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil,
dan kerasnya sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis,
ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.

2.8. Komplikasi
Penyakit leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah,
maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia

Page 13 of 61
tersebut. Proses terapi Leukemia juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel
darah merah.

1. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah


(trombositopenia) pada keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis.
Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari
gusi, ptechiae, dan hematom.
2. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau sendi.
Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal
yang berkembang pesat.
3. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat
keadaan leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa
bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
4. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan
kasus leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak
dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat
menyebabkan clot yang abnormal dan mengakibatkan stroke.
5. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi
lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan leukemia juga dapat
menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak
efektif.
6. Kematian.

Page 14 of 61
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
A. Anamnesa :
a. Identitas
Meliputi, nama, usia, jk, suku , agama, alamat. Leukemia banyak menyerang
laki-laki dari pada wanita dan menyerang pada usia lebih dari 20 tahun
khususnya pada orang dewasa. Bisa juga terjadi pada anak-anak.
b. Keluhan utama
Lemas, sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah,
lelah, wajah terlihat pucat, anemis, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak,
nafas cepat.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya
tanda-tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-
tanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda
trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji
adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria,
hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan
hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
f. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial perlu dikaji tentang bagaimana respon klien
terhadap penyakit leukemia yang sedang dialaminya. Apakah ada perubahan

Page 15 of 61
gambaran peran dan fungsinya terhadap penyakit yang dialaminya sekarang.
Kemudian tanyakan bagaimana cara keluarga memberikan dukungan ketika
pasien dengan keadaannya sekarang.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat
composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan B1-B6
a. B1 (Breath):
RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu
otot sternokleidomastoid.
b. B2 (Blood):
TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl,
leukosit 70.500 ml3, trombosit 44.000ml3
c. B3 (Brain): sakit kepala
d. B4 (Bladder):
Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine.Mengkaji apakah
menggunakan alat bantu untuk berkemih.
e. B5 (Bowel):
BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati
f. B6 (Bone):
Nyeri tulang dan sendi
C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)

Page 16 of 61
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa
leukemia tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan
aspirasi dan biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka
dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum (Gale,
2000 : 185).
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
a. Darah tepi
1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul
cepat.
2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia


4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast,
monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti
pada darah tepi.

Page 17 of 61
Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia

b. Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali
sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk
membedakannya dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum
tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang,
tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada
apusan sumsum tulang).

Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang


c. Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan
dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan
prognosis.

Page 18 of 61
Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik
d. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi
imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface
marker guna membedakan jenis leukemia.

Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping

2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)


a. Darah Tepi
1) Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x
109/L.
2) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
3) Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari
mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen

Page 19 of 61
netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga
dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
4) Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat.
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu
rendah
b. Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%.
Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
c. Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95%
kasus.
d. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
e. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric
protein bcr – abl pada 99% kasus.
f. Kadar asam urat serum meningkat.

Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1. Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2. Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak
adekuat.
3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4. Blast dalam sumsum tulang >10%.

Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:


1. Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.
2. Basofil darah tepi > 20%.
3. Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan
terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.

Page 20 of 61
4. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5. Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.

Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:


1. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.
2. Proliferasi blast ekstrameduler.
3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.

3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma


a. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang
terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali
pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60%
pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar
seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi
ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones
yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

Gambar Hasil Pemeriksaan Adanya Protein M pada Penderita Multyple Myeloma

Page 21 of 61
Gambar Keganasan Multiple Myeloma
b. Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga
medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.Saat timbul gejala sekitar 80-
90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
1) Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda
radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering
dijumpai.
2) Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.
3) Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang
berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
4) Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa
jaringan lunak.

Page 22 of 61
5) Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada
suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga
44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula
10%.

Gambar Radiologi Pasien Multiple Myeloma

c. CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.

Gambar CT Scan Pada Multiple Myeloma

Page 23 of 61
d. MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma
berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi
intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak
spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran
nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai
plasmasitosis.Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk
menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
e. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multipel mieloma.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
a. Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen
pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus
berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
1) Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
2) Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
3) Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
b. Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1) Kemoterapi
a) Induksi Remisi.

Page 24 of 61
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik
akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan
sumsum tulang normal secara sitologis, dan pembesaran organ
menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat
tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan obat lain
yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari
penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu
keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang
kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel
leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi (Bakta,I Made, 2007 : 131-
133).
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan
yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana
induksi meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin),daunorubisin
(Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin
dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan
Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam dengan
gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan potensial adanya
kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90% anak-anak dan lebih
dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.Teniposude (VM-
26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi
remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b) Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin
yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
(1) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
Terapi konsolidasi
Terapi pemeliharaan (maintenance)
Late intensification

Page 25 of 61
(2) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang
memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian penderita,
terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.
2) Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.
Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula,
kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.Terapi
suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat.
Terapi suportif yang diberikan adalah;
a) Terapi untuk mengatasi anemia
b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik
terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit.
Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau
GM-CSF)
c) Terapi untuk mengatasi perdarahan
d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis,
pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu
a. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
1) Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa
tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun
setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai
jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa
aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya
leukemia akut (Bakta, 2007).
2) Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit
dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi

Page 26 of 61
biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan
memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal.
Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis
pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek
samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada
(Bakta, 2007).
3) Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan
klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu
inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu
menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua
pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum
tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
4) Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh
hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi
hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5
– 10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
b. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons
sangat rendah.
c. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka
panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang
umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation.
Modus terapi ini merupakan satu – satunya yang dapat memberikan
kesembuhan total.
d. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi
molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec)
dapat menduduki ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan
aktifitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta,
2007).

Page 27 of 61
3. Multiple Myeloma
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh
sel-sel kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui
aliran darah dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum
sebagian besar efek samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi, mual dan muntah, kehilangan selera makan,
rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan, nyeri otot, dan mudah
memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya khusus efek
samping.
b. Terapi radiasi
1) Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang
lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan
tulang myeloma.
2) Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area
yang lebih besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
3) Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain
yang berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
c. Pengobatan ditujukan untuk:
1) Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2) Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3) Memperlambat perkembangan penyakit.
d. Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1) Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang
yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2) Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus
bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah
dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3) Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah

Page 28 of 61
patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-
tulangnya rapuh.
4) Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil,
daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5) Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau
mendapatkan eritropoetin.

E. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke perifer
(anemia)
2) Resiko infeksi b.d penurunan sistem kekebalan tubuh
3) Resiko perdarahan b.d trombositopenia
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (anemia)
5) Nyeri b.d agen cedera biologis (efek fisiologis dari leukemia)
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi
(anoreksia)
7) Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (kemoterapi, radioterapi)

F. Perumusan NANDA NIC-NOC


No. NANDA NOC NIC
(North American (Nursing Outcome (Nursing Intervertion
Nursing Diagnosis Classification) Classification)
Asosiation)
Ketidakseimbangan 1. Status Sirkulasi 1. Monitor adanya daerah
perfusi jaringan perifer 2. Tissue perfusion : tertentu yang hanya peka
b.d penurunan suplai cerebral terhadap panas, dingin,
darah ke perifer Kriteria hasil : tajam, tumpul.
(anemia) 1. Tekanan sistol dan 2. Monitor adanya paretese
Definisi : Penurunan diastole dalam keadaan 3. Instruksikan keluarga

Page 29 of 61
sirkulasi darah ke rentang yang diharapkan untuk mengobsrvasi kulit
perifer yang dapat 2. Tidak ada ortostatik jika ada isi atau laserasi
mengganggu hipertensi 4. Gunakan sarung tangan
kesehatan. 3. Tidak ada tanda-tanda untuk proteksi
Batasan karakteristik : peningkatan intracranial 5. Batasi gerakan pada
1. Tidak ada nadi 4. Menunjukkan fungsi kepala, leher dan
2. Perubahan fungsi sensori motoric kranial punggung
motoric yang utuh : tingkat 6. Monitor kemapuan BAB
3. Perubahan kesadaran membaik, 7. Kolaborasi pemberian
karakteristik kulit tidak ada gerakan- analgetik
4. Penurunan nadi gerakan involunter. 8. Monitor adanya
5. Warna kulit pucat tromboplebitis
saat elevasi 9. Diskusikan mengenai
Factor yang penyebab perubahan
berhubungan : sensasi
1. Kurang
pengetahuan
tentang factor
pemberat
(merokok, gaya
hidup monoton,
trauma, obesitas,
imobilitas).
1. Resiko infeksi b.d Status imun Manajemen lingkungan
penurunan sistem Klien diharapkan mampu: Intervensi yang dilakukan :
kekebalan tubuh a. Tidak adanya infeksi a. Ciptakan lingkungan yang
berulang aman untuk pasien.
b. Tidak adanya tumor b. Identifikasi kebutuhan
c. Status pencernaan dari keamanan pasien,

Page 30 of 61
skala yang diharapkan berdasarkan tingkat fisik,
d. Status pernapasan dari dan fungsi kognitif dan
skala yang diharapkan pengalaman masa lalu.
e. Berat badan dalam batas c. Hindari lingkungan yang
normal berbahaya (ex : permadani
f. Suhu tubuh normal lepas dan kecil, perabotan
g. Tidak adanya kelelahan rumah yang dapat
secara terus menerus dipindah-pindahkan).
h. Jumlah sel darah putih d. Hindari objek yang
dalam batas normal berbahaya dari lingkungan.
Status nitrisi e. Usaha perlindungan dengan
Klien diharapkan mampu pinggir jeruji/pinggir
menormalkan: lapisan jeruji, dengan tepat.
a. Pemasukan nutrisi f. Dampingi pasien selama
b. Pemasukan makanan dan aktivitas di luar bangsal.
cairan g. Atur tinggi rendahnya
c. Energi tempat tidur.
d. Masa tubuh h. Sediakan peralatan yang
e. Berat badan adaptif (ex : tangga yang
dapat disandarkan dan
susuran tangan), dengan
tepat.
i. Tempatkan furniture dalam
ruangan dengan susunan
yang tepat.
j. Sediakan tabung panjang
untuk membuat gerakan
lebih leluasa.
k. Tempatkan objek yang
digunakan dalam batas

Page 31 of 61
jangkauan.
l. Sediakan kamar untuk 1
orang.
m. Sediakan tempat tidur yang
bersih dan nyaman.
n. Sediakan tempat tidur yang
kokoh/kuat.
o. Tempatkan perubahan
posisi tempat tidur dalam
kondisi yang mudah
dijangkau.
p. Kurangi rangsangan dari
lingkungan.
q. Hindari pencahayaan yang
tidak penting, sirkulasi
udara, keadaan yang terlalu
panas, ataupun dingin.
r. Atur suhu lingkungan
sesuai kebutuhan pasien,
jika suhu tubuhnya
berubah.
s. Kontrol/cegah bising yang
berlebihan, bila
memungkinkan.
t. Kontrol pencahayaan untuk
manfaat terapeutik.
u. Batasi jumlah pengunjung.
v. Batasi kunjungan secara
personal kepada pasien,
keluarga, kebutuhan

Page 32 of 61
penting lainnya.
w. Lakukan rutinitas sehari-
hari sesuai kebutuhan
pasien.
Manajemen nutrisi
Intervensi yang dilakukan :
a. Tanyakan apakah pasien
mempunyai alergi terhadap
makanan.
b. Pastikan makanan
kesukaan pasien.
c. Dorong kenaikan
pemasukan zat besi
makanan, dengan tepat.
d. Dorong kenaikan
pemasukan protein, zat
besi, vitamin C, dengan
tepat.
e. Berikan pasien dengan
protein tinggi, kalori
tinggi, nutrisi makanan
cemilan dan minuman itu
bisa dengan mudah
mengonsumsi denagn
tepat.
f. Ajarkan pasien bagaimana
menafkahkan buku harian
makanan, sesuai dengan
kebutuhan.
g. Kontrol catatan pemasukan

Page 33 of 61
untuk kandungan nutrisi
dan kalori.

2. Resiko perdarahan b.d Pembekuan darah Pencegahan perdarahan


trombositopenia Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan :
menormalkan : a. Monitor kemungkinan
a. Gumpalan pembentukan terjadinya perdarahan
b. Waktu protrombin pada pasien
c. Hb b. Catat kadar HB dan Ht
d. Perdarahan setelah pasien mengalami
e. Memar kehilangan banyak darah
f. Petechiae c. Pantau gejala dan tanda
timbulnya perdarahan
yang berkelanjutan 9cek
sekresi pasien baik yang
terlihat maupun yang tidak
disadari perawat)
d. Pantau factor koagulasi,
termasuk protrombin (Pt),
waktu paruh tromboplastin
(PTT), fibrinogen,
degradasi fibrin, dan kadar
platelet dalam darah)
e. Pantau tanda-tanda vital,
osmotic, termasuk TD
f. Atur pasien agar pasien
tetap bed rest juka masih
ada indikasi pendarahan
g. Atur kepatenan/ kualitas

Page 34 of 61
produk / alat yang
berhubungan dengan
perdarahan
h. Lindungai pasien dari hal-
hal yang menimbulkan
trauma dan bias
menimbulkan perdarahan
i. Jangan lakukan injeksi
j. Gunakan sikat gigi yang
lembut untuk perawatan
oral pasien
k. Gunakan alat ukur elektrik
yang memiliki pinggiran
tepi saat pasien mencukur
l. Hindari tindakan invasive
m. Cegah memasukkan
sesuatu kedalam lubang
daerah yang mengalami
perdarahan
n. Hindari pengukuran suhu
secar rectal
o. Jauhkan alat-alat berat
disekitar pasien
p. Instruksikan pasien untuk
menghindari/ menjauhi
aspirasi atau anti koagulan
yang lain
q. Instruksikan pasien untuk
menghindar aspirin/
antikoagulan yang lain

Page 35 of 61
r. Instruksikan pasien untuk
emngkonsumsi makanan
yang mengandung vit K
s. Cegah terjadi konstipasi
t. Ajarkan pasien dan
keluarga untuk mengenali
tanda-gejala terjadinya
perdarahan dan tindakan
pertama untuk penanganan
selama perdarahan
berlangsung
3. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas
b.d kelemahan umum Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
(anemia) untuk menormalkan: a. Kolaborasi dengan terapis
a. Saturasi oksigen ketika dalam merncanakan dan
beraktivitas memonitor program
b. Denyut nadi ketika aktivitas
beraktivitas b. Tingkatkan komitmen
c. Laju pernapasan ketika pasien dalam beraktivitas
beraktivitas c. Bantu mengekplorasi
d. Tekanan darah sistolik aktivitas yang bemanfaat
e. Tekanan darah diastolic bagi pasien
f. Pemeriksaan EKG d. Bantu mengidentifikasi
g. Warna kulit sumberdaya yang dimiliki
h. Kekuatan tubuh atas dalam beraktivitas
i. Kekuatan tubuh bawah e. Bantu pasien/keluarga
Daya tahan dalam beradaptasi dengan
Klien diharapkan mampu lingkungan
untuk menormalkan: f. Bantu menyusun aktivitas

Page 36 of 61
a. Kinerja dari rutinitas fisik
b. Aktivitas g. Pastikan lingkungan aman
c. Konsentrasi untuk pergerakan otot
d. Kepulihan energy h. Jelaskan aktivitas motorik
setelah beraktivitas untuk meningkatkan tonus
e. Tingkat oksigen darah otot
i. Berikan reinforcemen
Tingkat kegelisahan positif selama beraktivitas
Klien diharapkan mampu j. Monitor respon emosional,
untuk menormalkan: fisik, sosial dan spiritual
a. Nyeri
b. Cemas Manajemen energy
c. Mengerang Intervensi yang dilakukan
d. Stress a. Tentukan pembatasan
e. Takut aktivitas fisik pasien
f. Kegelisahan b. Jelaskan tanda yang
g. Nyeri otot menyebabkan kelemahan
h. Meringis c. Jelaskan penyebab
i. Sesak nafas kelemahan
j. Mual d. Jelaskan apa dan
k. Muntah bagaimana aktivitas yang
dibutuhkan untuk
membangun energi
e. Monitor intake nutrisi yang
adekuat
f. Monitor respon
kardiorespirasi selama
aktivitas
g. Monitor pola tidur
h. Monitor lokasi

Page 37 of 61
ketidaknyamanan/nyeri
i. Batasi stimulus lingkungan
j. Anjurkan bedrest
k. Lakukan ROM aktif/pasif
l. Bantu pasien membuat
jadwal istirahat
m. Monitor efek obat stimulan
dan depresan
n. Monitor respon oksigenasi
pasien

4. Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : Mengurangi rasa cemas:


biologis (efek Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukan:
fisiologis dari untuk : a. Tenangkan klien dan
leukemia) a. Menghindari perasaan melakukan pendekatan.
gelisah. b. Kaji perspektif situasi
b. Menghindari serangan stress klien.
panik c. Berikan informasi faktual
c. Menghindari Rasa mengenai diagnosis, terapi,
cemas yang berlebihan. dan prognosis.
d. Mengontrol tekanan d. Bantu pasien untuk untuk
darah. meminimalisir rasa cemas
e. Mengontrol peningkatan yang timbul.
denyut nadi. e. Kaji tanda-tanda
f. Mengontrol peningkatan kecemasan baik secara
jumlah pernafasan. verbal maupun non verbal.
g. Menghindari hal-hal Menajemen nyeri
yang bisa mengganggu Intervensi yang dilakukan:
tidur. a. Ajarkan klien tentang

Page 38 of 61
Tingkatan nyeri bagaimana cara
Klien diharapkan mampu mengontrol rasa nyeri.
untuk: b. Ajarkan klien teknik-
a. Mengendalikan rasa teknik relaksasi.
nyeri. c. Ajarkan klien bagaimana
b. Mengontrol diri dari cara menghindari diri dari
kehilangan nafsu rasa cemas.
makan.
5. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Mengontrol nafsu makan:
nutrisi kurang dari Klien diharapkan mampu Intervensi yang dilakukuan:
kebutuhan tubuh b.d untuk menormalkan: a. Anjurkan asupan kalori
faktor biologi a. Pemasukan nutrisi yang sesuai dengan
(anoreksia) b. Pemasukan makanan kebutuhan dan gaya hidup.
c. Pemasukan cairan b. Kontrol asupan nutrisi dan
d. Energy kalori.
e. Berat badan c. Anjurkan kepada klien
f. Tonus otot untuk mengkonsumsi
g. Hidrasi nutrisi yang cukup.
Pengontrolan nutrisi
Nafsu makan Intervensi yang dilakukuan:
Klien diharapkan mampu a. Tanyakan apakah pasien
untuk menormalkan: mempunyai alergi terhadap
a. Menyeimbangkan nafsu makanan
makan b. Tentukan makanan pilihan
b. Menyeimbangkan pasien
Pasokan cairan tubuh c. Tentukan jumlah kalori
c. Menyeimbangkan dan jenis zat makanan
Pasokan nutrisi tubuh yang diperlukan untuk
Weight gain behavior : memenuhi nutrisi, ketika

Page 39 of 61
Klien diharapkan mampu : berkolaborasi dengan ahli
a. Mengidentifikasi makanan, jika diperlukan
penyebab kehilangan d. Tunjukkan intake kalori
berat badan yang tepat sesuai tipe
b. Memilih sebuah target tubuh dan gaya hidup
sehat berat badan. e. Timbang berat badan
c. Mengidentifikasi pasien pad jarak waktu
pemasukan kalori yang tepat
d. Memilihara suplai nutrisi Terapi Nutrisi
makanan dan minuman Intervensi yang dilakukan
yg adekuat f. Monitor pemasukan cairan
e. Meningkatkan nafsu dan makanan dan
makan menghitung pemasukan
kalori sehari-hari
g. Bantu pasien membentuk
posisi duduk yang benar
sebelum makan
h. Ajarkan pasien dan kelurga
tentang memilih makanan
6. Kerusakan integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit
kulit b.d zat kimia membran mukosa Intervensi yang dilakukan:
(kemoterapi, Klien diharapkan mampu a. Amati warna kulit,
radioterapi) menormalkan : kehangatan (suhu),
a. Temperatur bengkak, getaran, tekstur
b. Sensasi kulit, udem.
c. Elastisitas b. Pantau area yang tidak
d. Pigmentasi berwarna dan memar kulit
e. Warna serta membran mukosa.
f. Ketebalan c. Pantau kelainan

Page 40 of 61
g. Jaringan bebas lesi. kekeringan dan
kelembaban kulit.
d. Catat perubahan kulit atau
membran mukosa.
e. Periksa keketatan pakaian.
f. Pantau warna kulit.
g. Pantau suhu kulit.
h. Instruksikan anggota
keluarga / pemberi
perawatan tentang tanda –
tanda dari kerusakan kulit.

G. Implementasi
Dalam implementasi perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan
intervensi yang telah disusun. Dilakukan sesuai standar operasional dalam
melakukan tindakan. Agar tindakan yang dilakukan perawat ada bukti dan diharus
dicatat hasil monitoring tindakan.
H. Evaluasi
Evaluasi wajib dilakukan karena sebagai tolak ukur tindakan yang diberikan pada
pasien memiliki hasil yang sudah diharapkan sesuai dengan kriteria hasil atau
belum. Dan dalam melakukan tindakan sudah sesuai perencanaan atau tidak.
Evaluasi memberikan nilai atas hasil yang diperoleh dari kondisi pasien. Jika
kriteria hasil tidak mencapai tujuan, maka dilakukan pengkajian ulang selanjutnya
dilakukan perencanaan tindakan dan dilakukan pelaksanaannya.

Page 41 of 61
BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain. leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan
aima yang berarti “putih” dan “darah” yang mengacu pada peningkatan abnormal
dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi,
trobositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian.

Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
factor predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah putih yang
kemungkinan berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab tersering,
kemudian karena radiasi, zat kimia, gangguan imunologik, virus dan factor genetic.
Sampai saat ini, leukemia merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian
yang tinggi. Adanya mediastinal massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang
memperburuk perjalanan penyakit ini.

4.2. Saran

Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar semangat


menjalani hidup dan memberikan usaha maksimal untuk mempertahankan hidup
pasien, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap
kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu
mengikuti terapi yang dianjurkan. Perawat juga harus memperhatikan personal
hygiene pasien untuk mengurangi dampak bertambah parahnya penyakit leukemia
pasien.

Page 42 of 61
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

http://www.academia.edu/20618101/ASKEP_LEUKEMIA diakses 9 Maret 2017


10.31 Wib.
Nurarif, Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

LAPORAN PENDAHULUAN
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA (ALL)

A. PENGERTIAN

Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum


tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut
adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari
seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada
anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi
leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor
hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel


prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada
sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia
< 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

B. ETIOLOGI

Page 43 of 61
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich,
sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan
erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi.
3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat
pada leukemia akut, khususnya ALL.

4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA
virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent
DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan
pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan

Page 44 of 61
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan
lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain :
produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik

b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom
yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML

c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang
mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan
insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada
pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi
lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment
related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA .

C. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC)
dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh
sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang

Page 45 of 61
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang
terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-
tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam
sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel
normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula
kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari
sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B
intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga
berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel
timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan
pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan
gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit,
sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ
menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah,
dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan
anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan
(echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga
mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel
kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.

Page 46 of 61
(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001,
Betz & Sowden, 2002).

Page 47 of 61
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering
adalah gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial
naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik
fokal, dan perubahan status mental.

F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang
rendah ditandai dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam
dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut

Page 48 of 61
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain
akibat kemoterapi.

G. PENATALAKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

1. Leukemia Limfoblastik Akut :


Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh
kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi
perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin


memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi
terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin
dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel
leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke
dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan
(kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik.
Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa
kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah
yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi.
Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh
pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat
kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu.
Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan
kemoterapi dan terapi penyinaran.

2. Pengobatan Leukeumia Limfoblastik Kronik


Berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak
memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit
sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan

Page 49 of 61
jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan transfusi darah dan
suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah
merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi
trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.

Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah


bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid
diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan
kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita
leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung
singkat dan setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid
menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan
alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi
DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan
pentostatin.

Penatalaksanaan lain :
1. Pelaksanaan Kemoterapi
a. Melalui mulut
b. Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau
intravena)
c. Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel)
d. Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal
e. Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak
semua fase yang digunakan untuk semua orang.

2. Tahap 1 (terapi induksi)


Tujuan dari tahap pertama pengobatan auntuk membunuh sebagian
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi
induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit
yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal
dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan
memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.

3. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)


Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk

Page 50 of 61
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

4. Tahap 3 ( profilaksis SSP)


Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

5. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)


Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan
hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya
95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.
Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya
mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

6. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi
biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik.
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi
yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan
diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan
untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.
Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk
memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

7. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian
besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada
limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-
sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan
ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.)

Page 51 of 61
8. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan
dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk
(stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di
pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah
yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien
biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim
kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk
(stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih
dalam jumlah yang memadai.

9. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%.


Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi-
kan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat dibe-
rikan heparin.

10. Kortikosteroid

11. Sitostatika.

12. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam


kamar yang suci hama).

13. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter-


capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106),
imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan
dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya
tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan
terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga
semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.

Page 52 of 61
Cara pengobatan :
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian
berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun
intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian
sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti
pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama
sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh
sempurna. (Sutarni Nani, 2003)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
2. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
3. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
4. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
5. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
6. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang
imatur (mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
7. PT/PTT : memanjang
8. LDH : mungkin meningkat
9. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
10. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut
dan mielomonositik.
11. Copper serum : meningkat

Page 53 of 61
12. Zinc serum : meningkat/ menurun
13. Biopsi Sumsum Tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau
lebih dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan
prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
14. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi
dan atau stomatitis
5. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia

Daunorubicin : 50 mg/ m²/IV, (hr 1,2,3)


Profilaksis CNS : Methotrexante: 12 mg/total/intratekal, (hr 1 atau
3,8,15,22,125,150)
b. Protokol pengobatan leukemia mieloblastik akut (LMA)
1) CHA (tidak termasuk Lam tipe M-3,FAB/progranulostik akut)
INDUKSI :
CCNU : 70 mg/ m²/oral, (hr 1)
Adriamycin : 35 mg/ m²/IV (hr 1,2,3 = 3 hari)
ARA-C : 100 mg/ m²/IV-continous, (hr 1s/d 10 = 10 hari)
2) LAM-VIII
INDUKSI : = LAM IV modified
3) LAM-IV modified
INDUKSI :
Daunorubicin : 45 mg/ m²/IV, (hr 1,2,3)
Cystosine arabinoside : 200 mg/ m²/IV-continous drip, (hr 1s/d 7)
MAINTENANCE :
kapsul
c. Protokol pengobatan leukemia granulosit kronik (LGK)
1) INDUKSI : bila leukosit 50.000/ml myleran 6 mg/hr →
s/d leukosit 5 – 15.000 mg, kemudian
istirahat 3 minggu, selanjutnya teruskan
dengan “maintenance”
2) Maintenance : Myleran
15.000 :
15-25.000 : 2 mg/hari (7 hari)
25-35.000 : 4 mg/hari (7 hari)

Page 54 of 61
35.000 : 6 mg/hari (7 hari)
3) Pengobatan dengan Hydroxpurea (HYDREA) 500 mg (menurut AZL)
Dosis : 15-25 mg/kg BB dalam 2 jam dosis peroral
4) Pengobatan dengan Hydroxpurea (HYDREA) menurut “anjuran
pembuat obat”
BB(kg)

Terapi INTERMITEN
(80 mg/kg BB, setiap 3 hari
sebagai dosis tunggal) Terapi CONTINUOUS
(20-30 mg/kg BB, setiap hari
dosis tunggal)
10 1 ½ kapsul ½ kapsul
15 2 kapsul 1 kapsul
10 3 kapsul 1 kapsul
10 5 kapsul 2 kapsul
10 6 kapsul 2 kapsul
10 8 kapsul 3 kapsul
10 10 kapsul 3 kapsul
10 11 kapsul 4 kapsul
4
10 13 kapsul 4 kapsul
10 14 kapsul 5 kapsul
100 16 kapsul 6 kapsul
Efek samping :
 supresi sumsum tulang : leukopenia, terombositopenia,
anemia.
 Anoreksia, nausea, vomiting, nyeri kepala, pusing,
stomatitis,alopesia, skin rash, melena, nyeri perut, diorientasi,
edema paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Darah
Darah adalah suatu cairan kental yang terdiri dari sel-sel dan plasma
(Guyton, 1992). Proses pembentukan sel darah (Hemopoesis) terdapat di 3 tempat:
1. Sumsum tulang
Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah tulang
vertebrae, sternum (tulang dada), dan costa (tulang iga).
2. Hepar
3. Limpa
Limpa berfungsi sebagai organ limfoid, memfagosit material tertentu
dalam sirkulasi darah, dan menghancurkan sel darah merah yang rusak.

Page 55 of 61
Volume darah pada tubuh sehat sekitar 1/13 dari BB atau 4-5 liter.
Keadaan jumlah tersebut tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau
pembuluh darah. Tekanan viskositas atau kekentalan darah mempunyai berat jenis
1,041 – 1,067 dengan temperatur 38
0
C dan pH 7,37 – 7,45.
Fungsi darah secara umum terdiri atas :
1) Mengangkut O2, CO2, dan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh.
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun.
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Darah terbagi atas :
1. Eritrosit (sel darah merah)
Tidak berinti, ukurannya, banyaknya 5 juta/mm
3
, berwarna kuning
kemerahan karena mengandung Hb. Warna ini akan bertambah merah jika
di dalamnya banyak mengandung O2. Fungsi eritrosit : mengangkut O2
dan CO2. Eritrosit beredar ke seluruh tubuh selama 14 -15 hari, setelah itu
akan mati. Jumlah Hb anak-anak 10-16 gr/dl.
2. Leukosit
3
Bentuknya berubah-ubah dan bergerak dengan pseudopodia,
mempunyai inti, bening, banyaknya 4000– 11000/mm3 darah. Fungsi :
membunuh dan memakan bibit penyakit yang masuk ke tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel System), mengangkut dan membawa zat lemak
dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah.
3. Trombosit (sel plasma)
Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-450.000/mm3.
Trombosit memegang peran penting dalam pembekuan darah.
4. Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warna bening
kekuningan. Hampir 90% plasma darah terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral : metabolisme dan juga mengadakan osmotic.
c. Protein darah (albumin dan globulin) : meningkatkan viskositas darah
dan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin)
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
Anatomi Fisiologi

a) Anatomi

Page 56 of 61
Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari
sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak
secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan
normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia
dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah
terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih .Dalam kasus leukemia,
jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes. Di dalam tubuh, leukosit tidak
berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara
independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan
berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme
penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau bereproduksi dengan cara
mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent
yang ada pada sumsum tulang. Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil,
basofil, dan fagosit termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik. Ada beberapa jenis sel
darah putih yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear yaitu:

1. Basofil.

2. Eosinofil.

3. Neutrofil.

dan dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma:

1. Limfosit

2. Monosit.

(skema pembelahan sel darah putih)

b) Fisiologi

Fisiologi sel darah manusia

Page 57 of 61
1. Leukosit

Leukosit adalah sel darah berinti. Di dalam darah manusia, jumlah normal leukosit
rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut
leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya
maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup
berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk
bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma
sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis
leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat dibedakan dengan
afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia
secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra
zatnya). Meski masing-masing jenis sel terdapat dalam sirkulasi darah, leukosit tidak secara
acak terlihat dalam eksudat, tetapi tampak sebagai akibat sinyal-sinyal kemotaktik khusus
yang timbul dalam berkembangnya proses peradangan. (Effendi, 2003)

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap
zat-zat asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran lambat, leukosit mengalami
marginasi, yakni bergerak ke arah perifer sepanjang pembuluh darah. Kemudian melekat
pada endotel dan melakukan gerakan amuboid. Melalui proses diapedesis, yakni
kemampuan leukosit untuk menyesuaikan dgn lubang kecil lekosit, dapat meninggalkan
kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan
penyambung. Pergerakan leukosit di daerah intertisial pada jaringan meradang setelah
leukosit beremigrasi, atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal kimia. (Effendi, 2003).

Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000,
waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4
tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada
usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai.
(Effendi, 2003).

Fungsi sel Darah putih

Page 58 of 61
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan
terhadap mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan),
mereka memakan bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. melalui mikroskop
adakalanya dapat dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit.
pada waktu menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan
amuboidnya ia dapat bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan
berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. dengan cara ini ia dapat mengepung daerah yang
terkena infeksi atau cidera, menangkap organisme hidup dan menghancurkannya,
menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan-serpihan dan lainnya, dengan
cara yang sama, dan sebagai granulosit memiliki enzim yang dapat memecah protein, yang
memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya.

Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhannya
dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat
dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat
terbentuk nanah. Nanah beisi "jenazah" dari kawan dan lawan - fagosit yang terbunuh
dalam kinerjanya disebut sel nanah. demikian juga terdapat banyak kuman yang mati dalam
nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. dan sel
nanah tersebut akan disingkirkan oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.

DAFTAR PUSTAKA

Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi
7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta:
Erlangga

Page 59 of 61
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of
risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group
Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects
Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-
90.3.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001.
Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults.
Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;
2001.2. Tucke
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.

Page 60 of 61
Page 61 of 61

Anda mungkin juga menyukai