Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

SIROSIS HEPATIS

Oleh Kelompok 3:
Anisa Irma (18301042)
Nurhikmah (18301060)
Riska Ramadani (18301066)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Stikes Payung Negeri
Pekanbaru
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. hanya karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya makalah dapat selesai tepat waktu. Salawat dan salam
tidak lupa ucapkan kepada Nabi Muhammad saw. Tujuan penulisan makalah
“Asuhan keperawatan sirosis hepatis” untuk mnambah wawasan pembaca.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Dendy Kharisna, M.Kep selaku
dosen mata kuliah keperawatan medikal bedah dalam keperawatan atas bimbingan
yang diberikan dalam penyusun makalah. Penulisan makalah belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis harapkan kritik dan saran dari pembaca.

Pekanbaru, 14 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PPENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................1

1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................1


1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Definisi sirosis hepatis ......................................................................................2
2.2 Etiologi sirosis hepatis.......................................................................................2
2.3 klasifikasi sirosis hepatis....................................................................................5
2.4 manifestasi klinik sirosis hepatis........................................................................6
2.5 patofisiologi/ Woc sirosis hepatis......................................................................7
2.6 komplikasi sirosis hepatis. .................................................................................9
2.7 penatalaksanaan medis dan keperawatan sirosis
Hepatis...............................................................................................................9
2.8 pemeriksaan penunjang/ diagnostik sirosis hepatis..........................................10
2.9 asuhan keperawatan sirosis hepatis..................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................23
3.1 Simpulan..........................................................................................................23
3.2 Saran.................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA 24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difusi dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab
kematian terbesar pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati
urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap
tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di
Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian
atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial
peritonitis serta hepatosellular carcinoma.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis
Hepatis.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis


2. Menjelaskan etiologi/ Sirosis Hepatis
3. Menjelaskan klasifikasi sirosis hepatis
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis
5. Menjelaskan patofisiologi/ Woc Sirosis Hepatis
6. Menjelaskan komplikasi sirosis hepatis
7. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada Sirosis
Hepatis
8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang/ Diagnostik dengan Sirosis Hepatis
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah sirosis hati diberikan oleh (laence), yang berasal dari kata kirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada
nodul- nodul yang terbentuk. Sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver
yang permanen ditandai dengan perubahan hispatologi. Yaitu kerusakan pada
sel-sel yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang
mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut.

(Brunner & Suddarth. 2008)


2.2 Etiologi
1. Alkhohol
Adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, perkembangan
sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alcohol.
Konsumsi alcohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat
mlukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-
penyakit hati, dari steatosis ke steatohepatitis atau alcoholic liver disease.
2. Siropsis kriptogenetik
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab- penyebab
yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk
pencangkokan hati. Di istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogeniccirrhosis)
karena bertahun-tahun para dokter telah tidak mampu untuk menerangkan
mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkansirosis. Dipercaya
bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic
steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan
resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-
pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis,
dan ini telah membuatnya sulit untuk para dokter membuat hubungan
antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Suatu
petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik
adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati

2
yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk
sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari perancis menyarankan
bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko
mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi
virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun kemajuan ke
sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara
khas dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.

3. Hepatitis Virus Yang Kronis


Adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus
menginfeksi hati bertahun-tahun. kebanyakan pasien-pasien dengan
hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis.
Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis
A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu,
tanpamengembangkan infeksi yang kronis.
berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan
virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus
hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis,
dan adakalanya kanker-kanker hati.

4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan


Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus
pada kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit wilson).
Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatuk ecenderungan
untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui
waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh
menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus
pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) scrotum yang
menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada
pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari

3
tubuh melalui pengeluaran darah. Pada penyakit wilson, ada suatu
kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol
tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang lama,tembaga berakumulasi
dalam hati, mata, dan otak. Sirosis, gemetaran, gangguan-gangguan
psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf lainnya terjadi jika
kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah dengan obat-obat
oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari tubuh
didalam urin.
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim
imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan
imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang
kronisdari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-
pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu
menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati
yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan
penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang
adalah produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin
dihasilkandengan mengurai atau memecah hemoglobin dari sel-sel darah
merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh
empedu membuat saluran empedu. pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-
pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu
kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih
banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia Juga menyebar untuk
menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari
hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar
keseluruh area menjadi rusak. Efek-efek yang digabungkan dari
peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan
dariakumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
6. Hepatitis Autoimun
Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim
imun yang umum ditemukan pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal

4
pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-
sel hati yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.
7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tampa pembuluh-pebuluh empedu (biliary
atresia) dan akhinya mengembangkan sirosis
8. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi
ypada beberapa obat-obatan paparan yang lama pada racun-racun, dan
juga gagal jantung kronis.

(Brunner & Suddarth. 2008)


2.3 Klasifikasi
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
a. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
b. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas.
c. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya
dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar
kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati
atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler
atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk
karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi
sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

5
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut darihepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
(Brunner & Suddarth. 2008)

2.4 Manifestasi Klinik


Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi.
Sirosis hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni sirosis hati yang paling
rendah Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni
Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling
ringan yakni lemah, tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni
bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi`

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum


termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin
dalam darah
2. Asites,edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal

6
8. Mudah memardari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah
oleh hati yang sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi emecahan protein otot. Asam
amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin
digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai
sumber energi) dan untuk metabolism ammonia. Dalam hal ini, otot
rangka berperan sebagai organ hati sehingga disarankan penderita sirosis
hati mempunyai massa otot yag baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan
demikian, diharapkan cadangan energy lebih banyak, stadium kompensata
dapat di pertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan
koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-
hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-
obatan(hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita
harus melakukan diet seimbang, cukup kalori dan mencegah kontipasi .
pada keadaan tertentu, misalnya asites perlu diet rendah protein dan rendah
garam.
2.5 Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab
yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut
menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang
berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada
individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas
pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama

7
perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-
angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan
hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa
dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip
paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
(Brunner & Suddarth. 2008)
WOC

2.6 Komplikasi

a. Edema dan Acites


Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air

8
menumpuk pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
b. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang
dibutuhkan tubuh untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah
luka dan berdarah.
c. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak
bisa menyerap bilirubin.
d. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul
batu empedu.
(Brunner & Suddarth. 2008)

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-
tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
d.  Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
e.  Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan
yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah
garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah

9
dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah
pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan
dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak
terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan
dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi
parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang
tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai
komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan.
Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus
albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain
albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian
untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan
diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan
1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu
saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.
(Mulyanti, diyono 2013)
2.8 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a) Scan/biopsy hati : mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringa hati
b) Kolesistografi/ kolangiografi : memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai faktor predisposisi
c) Esofagoskopi : dapat melihat adanya varises esophagus
d) Portografi transhepatik perkutaneus : memperlihatkan sirkulasi system vena
porta
e) Pemeriksaan laboratorium : bilirubin serum, AST (SGOT)/ ALT(SGPT),
LDH, Alkalin fosfotase, albumin serum.

10
(Mlulyanti, diyono 2013)

11
2.9 Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
a. Identifikasi klien
Meliputi nama, tempt tanggal lahir, jenis kelamin, status kawinn, agama
pendidikan, pekerjaan, alamat, No MR, dan diagnose medis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan lemah atau letih,otot lemah,
anoreksia, kembung, perut terasa tidak enak, keluhan perut terasa semakin
membesar, berat badan menurun, gangguan buang air kecil, gangguan
buang air besar, sesak napas.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan sirosis hepatitis memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol
dalam jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis,
riwayat gagal jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, merokok.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis.
e. Pemeriksaan fisik
1) Wajah
Terdapat bintik-bintik merah, ditengahnya tampak pembuluh darah, suatu
arteri kecil yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut spider
nevy (angio laba-laba).
2) Mata
Konjungtiva tampak pucat, sklera ikterik.
3) Mulut
Bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide
akibat pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering
dan ikterus.  Bibir tampak pucat.
4) Hidung
Terdapat pernapasan cuping hidung
5) Thorax
a.       Jantung
Inspeksi          : biasanya pergerakan apeks kordis tidak terlihat

12
Palpasi            : biasanya apeks kordis tidak teraba
Pelkusi            : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi      : biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga
b.      Paru-paru
Inspeksi        : biasanya pasien menggunakan otot bantu pernapasan
 Palpasi         : biasanya vremitus kiri dan kanan sama
Perkusi         : biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyiny redup
Auskultasi    : biasanya vesikuler
6)      Abdomen
Inspeksi      : umbilicus menonjol, asites.
Palpasi    : sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa
keras. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau
kuadran kanan atas.
Perkusi       : dulnes.
Auskultasi  : biasanya bising usus cepat
7)      Ekstremitas
Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema
palmare).
Pada ekstremitas bawah ditemukan edema. cavilari revil lebih dari 2
detik.
8)      Kulit
Karenfungsi hati terganggu mengakibat bilirubin tidak terkonjugasi
sehingga Kulit tampak ikterus. Turgor kulit jelek .
 Pemeriksaan penunjang
1)      Uji faal hepar
a)      Bilirubin menningkat (N: 0,2-1,4 gr%).
b)      SGOT meningkat (N: 10-40 u/c).
c)      SGPT meningkat (N: 5-35 u/c).
d)     Protein total menurun (N: 6,6-8 gr/dl).
e)      Albumin menurun.
2)      USG

13
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar,
permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal.
3)      CT (chomputed tomography)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah
hepatic serta obstruksi aliran tersebut.
4)      MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah
hepatic serta obstruksi aliran tersebut.
5)      Analisa gas darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan
keseimbangan ventilasi-pervusi dan hipooksia pada sirosis hepatis.
Diagnosa
a. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
gangguan metabolisme protein,lemak,glukosa dan gangguan
penyimpanan vitamin.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi atau
status metabolic.

Intervensi Keperawatan
a. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
gangguan metabolisme protein,lemak,glukosa dan gangguan
penyimpanan vitamin
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
pemasukan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : 

14
1. Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium normal
2. Tidak mengaalami tanda malnutrisi lebih lanjut

Observasi
 Identifikasi status nutri
 Identiifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
Mandiri
 lakukan oral hygiene sebelum makan
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
 Ajrkan diet yangdiprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, pereda nyeri,
antiematik)
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan terjadi peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas
 Kriteria hasil:
1. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
2. Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan
alkohol dari diet.

Observasi

15
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelehan fisisk dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
Mandiri
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ aktif
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Ajarkann strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meniingkatkan asupan
makanan

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi atau


status metabolik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan terjadi perbaikan  integritas kulit
 Kriteria hasil : 
1.  Mempertahankan integritas kulit
2.  Mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan prilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan kulit
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisis, penurunan kelembabban, suhu
lingkungan ekstrem dan penurunan mobilitas).
Mandiri
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium atau minya pada kullit kering

16
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018)

17
BAB III
PENUTUP
31. Simpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati
normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang
mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal.
32. Saran
sirosis hepatis merupakan suatu keadaan masalah  kesehatan yang sangat
kompleks. Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan pola asuhan 
keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh
edition.
Mulyanti, diyono 2013. medikal bedah sistem pencernaan : Jakarta
Tim pokja SIKI DPP PPNI 2018. SIKI: jakarta
Tim pokja SIKI DPP PPNI 2017. SDKI: Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai