Anda di halaman 1dari 14

TOXSOPLASMOSIS

OLEH KELOMPOK 4:

1. Artdiya Pramesty
2. Dewi Rani
3. Mega Susanti
4. Nurmislidiyawati
5. Sonia

PRODI DIII KEBIDANAN

STIKes PAYUNG NEGERI PEKANBARU

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta
atas segala kehidupan yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Toxsoplasmosis” ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dona Martilova, SST, MKes selaku dosen
HIV & AIDS dalam Pelayan Kebidanan atas bimbingan dan pengarahannya selama
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari
pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Pekanbaru, Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................5

A. Pengertian Toxoplasmosis................................................................................5
B. Etiologi Toxoplasmosis....................................................................................6
C. Siklus Hidup dan Morpologi Toxoplamosis....................................................7
D. Cara Penularan Toxoplasmosis........................................................................8
E. Tanda dan Gejala Toxoplasmosis.....................................................................8
F. Diagnosis Toxoplasmosis...............................................................................10
G. Penanganan Toxoplasmosis...........................................................................11
H. Pencegahan Toxoplasmosis............................................................................12
I. Pengobatan Toxoplasmosis............................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................14

3
BAB I

(PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang
Menurut Zulkoni, dkk (2011) mengatakan Toxoplasmosis merupakan penyakit
zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasmosis gondii, yaitu
suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan
peliaharaan. Penderita Toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu tanda klinis
yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering
terabaikan dalam praktik dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis
mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus,
khorioretinitis, tuli atau epilepsi. Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari
Skucing atau anjing tetapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi,
sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-
hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai
pada kucing dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi
pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang
lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran
lalapan yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengkaji tentang “Bagaimana Proses
Toxoplasmosis?”.

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana proses toxoplasmosis

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Toxiplasmosis
Menurut Zulkoni, dkk (2011) mengatakan Toxoplasmosis merupakan penyakit
zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini
disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasmosis gondii, yaitu
suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan
peliaharaan. Penderita Toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu tanda klinis
yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering
terabaikan dalam praktik dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis
mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus,
khorioretinitis, tuli atau epilepsi. Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari
kucing atau anjing tetapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi,
sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-
hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai
pada kucing dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi
pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang
lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran
lalapan yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.
Penyakit toksoplasmosis adalah infeksi yang bisa mengancam pertumbuhan janin dan
bisa menyebabkan keguguran. Parasit penyebabnya adalah Toxoplasma gondii, yang
berkembang biak dalam saluran pencernaan kucing dan ikut keluar bersama fesesnya,
terutama hidup di bak pasir tempat BAB kucing dan di tanah atau pupuk kebun. Anda
bisa terinfeksi oleh parasit ini ketika membersihkan kotoran kucing atau memegang
tanah yang terdapat feses kucing. Anda juga bisa terkena toksoplasma karena
mengonsumsi daging yang dimasak setengah matang (dimana daging tersebut
terinfeksi dengan parasit toksoplasma). Meskipun kucing adalah tempat hidup utama

5
parasit ini, toksoplasma juga bisa hidup pada anjing, unggas dan hewan ternak seperti
babi, sapi atau kambing. Janin bisa terinfeksi toksoplasma melalui saluran plasenta
jika si ibu terserang toksoplasmosis ketika sedang mengandung. Infeksi parasit ini
bisa menyebabkan keguguran atau cacat bawaan seperti kerusakan pada otak dan
fungsi mata. Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada
binatang pengerat yaitu Ctenodactylus gundi, di suatu laboratorium di Tunisia dan
pada seekor kelinci di suatu laboratorium di Brazil (Nicolle & Splendore). Pada tahun
1937, parasit ini ditemukan pada neonatus dengan enfalitis. Walaupun trransmisi
secara intrauterin transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur
hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada kucing
(Hutchison). Setelah dikembangkan tes serologi yang sensitif oleh Sabin dan
Feldman (1948), zat anti Toxoplasma gondii ditemukan kosmopolit, terutama di
daerah beriklim panas dan lembab. Pada manusia penyakit toxoplasmosis ini sering
terinfeksi melalui saluran pencernaan, biasanya melalui perantaraan makanan atau
minuman yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis ini,
misalnya karena minum susu sapi segar atau makan daging yang belum sempurna
matangnya dari hewan yang terinfeksi dengan penyakit toxoplasmosis. Penyakit ini
juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu lebat dan warnanya indah
yang biasanya disebut dengan mink, pada kucing ras mink penyakit toxoplasmosis
sering terjadi karena makanan yang diberikan biasanya berasal dari daging segar
(mentah) dan sisa-sisa daging dari rumah potong hewan.
B. Etiologi Toxoplasmosis
Menurut Zulkoni, dkk (2011) mengatakan Toxoplasmosis ditemukan oleh
Nicelle dan Manceaux pada tahun 1909 yang menyerang hewan pengerat di Tunisia,
Afrika Utara. Selanjutnya setelah diselidiki maka penyakit yang disebabkan oleh
toxoplasmosis dianggap suatu genus termasuk famili babesiidae. Toxoplasma gondii
adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-sel endothelial pada berbagai organ
tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang ditemukan dalam

6
darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ tubuh
seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, pam-pam, otak, ginjal, urat daging,
jantung dan urat daging licin lainnya. Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan
membelah diri menjadi 2,4 dan seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai
perkembangbiakan dengan jalan schizogoni. Pada preparat ulas dan sentuh dapat
dilihat dibawah mikroskop, bentuk oval agak panjang dengan kedua Ujung lancip,
hampir menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika ditemukan diantara sel-sel
jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4 sampai 7 mikron. Inti selnya terletak
dibagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat segar, sporozoa ini bergerak,
tetapi peneliti-peneliti belum ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya.
Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo endoteleal, sel
alat tubuh viceral maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan cara membelah diri
2,4 dan seterusnya. Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit
menyebar melalui peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian
seterusnya. Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas, kekeringan dan
pembekuan. Cepat mati karena pembekuan darah induk semangnya dan bila induk
semangnya mati, jasad inipun ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste dalam
jaringan tubuh atau jaringan-jaringan tubuh hewan yang diserangnya secara khronis.
Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar
toxoplasmosis.
C. Siklus Hidup dan Morpologi Toxoplasmosis
Menurut Zulkoni, dkk (2011) mengatakan Toxoplasma gondii terdapat dalam 3
bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, dan Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan
ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat
ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis
trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit. Bentuk
kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10-
100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka,

7
otot jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista
yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan
dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung
siklus aseksual atau schizogoni dan siklus atau gametogeni dan sporogoni. Yang
menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama feces kucing. Kucing yang
mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan mengeluarkan jutaan
ookista. Bila ookista ini tertelan oleh hospes perantara seperti manusia, sapi, kambing
atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk kelompok-
kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak
dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing
makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di
dalam usus halus kucing tersebut.
D. Cara Penularan Toxoplasmosis
Menurut Ferdiananto, dkk (2011) mengatakan: Infeksi dapat terjadi bila manusia
makan daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista. Infeksi ookista
dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak
bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil yang
terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja
dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau
melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan
toxoplasma gondii.
E. Tanda dan Gejala Toxoplasmosis
Menurut Ferdiananto, dkk (2011) mengatakan: Pada individu imunokompeten
yang tidak hamil, infeksi toxoplasma gondii biasanya tanpa gejala. Sekitar 10-20%
pasien mengembangkan limfadenitis atau sindrom, seperti flu ringan ditandai dengan
demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit tenggorokan, limfadenopati dan ruam.
Dalam beberapa kasus, penyakit ini bisa meniru mononukleosis menular. Gejala
biasanya dapat hilang tanpa pengobatan dalam beberapa minggu ke bulan, meskipun

8
beberapa kasus dapat memakan waktu hingga satu tahun. Gejala berat, termasuk
myositis, miokarditis, pneumonitis dan tanda-tanda neurologis termasuk kelumpuhan
wajah, perubahan refleks parah, hemiplegia dan koma, tapi jarang. Ensefalitis, dengan
gejala sakit kepala, disorientasi, mengantuk, hemiparesis, perubahan refleks dan
kejang, dapat menyebabkan koma dan kematian. Nekrosis perbanyakan parasit dapat
menyebabkan beberapa abses dalam jaringan saraf dengan gejala lesi. Chorioretinitis,
miokarditis, dan pneumonitis juga terjadi. Penularan Toksoplasmosis tidak secara
langsung ditularkan dari orang ke orang kecuali dalam rahim.

Tanda-tanda yang terkait dengan toksoplasmosis yaitu:

1.      Toxoplasmosis pada orang yang imunokompeten


Hanya 10-20% dari infeksi toksoplasma pada orang imunokompeten dikaitkan
dengan tanda-tanda penyakit. Biasanya, pembengkakan kelenjar getah bening (sering
di leher). Gejala lain bisa termasuk demam, malaise, keringat malam, nyeri otot, ruam
makulopapular dan sakit tenggorokan.
2.      Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah
Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah misalnya,
pasien dengan AIDS dan kanker. Pada pasien ini, infeksi mungkin melibatkan otak
dan sistem syaraf, menyebabkan ensefalitis dengan gejala termasuk demam, sakit
kepala, kejang-kejang dan masalah penglihatan, ucapan, gerakan atau pemikiran.
manifestasi lain dari penyakit ini termasuk penyakit paru-paru, menyebabkan demam,
batuk atau sesak nafas dan miokarditis dapat menyebabkan gejala penyakit jantung,
dan aritmia.
3.      Toxoplasmosis Okular
Toksoplasmosis okular oleh uveitis, sering unilateral, dapat dilihat pada remaja
dan dewasa muda, sindrom ini sering merupakan akibat dari infeksi kongenital tanpa
gejala atau menunda hasil infeksi postnatal. Infeksi diperoleh pada saat atau sebelum
kehamilan sehingga menyebabkan bayi toksoplasmosis bawaan. Banyak bayi yang

9
terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, namun sebagian besar akan
mengembangkan pembelajaran dan visual cacat atau bahkan yang parah, infeksi yang
mengancam jiwa di masa depan, jika tidak ditangani.
4.      Toksoplasmosis pada wanita hamil
Kebanyakan wanita yang terinfeksi selama kehamilan tidak menunjukkan
tanda-tanda penyakit. Hanya wanita tanpa infeksi sebelumnya dapat menularkan
infeksi ke janin. Kemungkinan penyakit toksoplasmosis bawaan terjadi ketika bayi
baru lahir, tergantung pada tahap kehamilan saat infeksi ibu terjadi. Pada kondisi
tertentu, infeksi pada wanita selama kehamilan menyebabkan abortus spontan, lahir
mati, dan kelahiran prematur. Aborsi dan stillbirths juga dapat dipertimbangkan,
terutama bila infeksi terjadi pada trimester pertama. Tanda dan gejalanya yaitu
penglihatan kabur, rasa sakit, fotofobia, dan kehilangan sebagian atau seluruh
keseimbangan tubuh.
5.      Toxoplasmosis congenital
Bayi yang terinfeksi selama kehamilan trimester pertama atau kedua yang
paling mungkin untuk menunjukkan gejala parah setelah lahir. Tanda-tandanya yaitu
demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kuning (menguningnya kulit dan
mata), sebuah kepala yang sangat besar atau bahkan sangat kecil, ruam, memar,
pendarahan, anemia, dan pembesaran hati atau limpa. Mereka yang terinfeksi selama
trimester terakhir biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi pada kelahiran,
tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis okular atau penundaan
perkembangan di kemudian hari.
F. Diagnosis Toxoplasmosis
Menurut Ferdiananto, dkk (2011) mengatakan: Meskipun insiden infeksi
toksoplasmosis tinggi, diagnosis klinis jarang dilakukan karena tanda klinis dari
toxoplasmosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya. Uji laboratorium biasanya
digunakan untuk diagnosis. Hanya mendeteksi antibodi yang spesifik saja tidak cukup
karena banyak manusia dan binatang memiliki titer antibodi. Sebuah infeksi baru

10
dapat menjadi pembeda dengan deteksi peningkatan jumlah antibodi (seroconversion)
dari isotypes yang berbeda (IgG, IgM, IgA) atau dari sirkulasi. Deteksi parasit yang
bebas (takizoit) pada kombinasi dengan gejala klinis dapat mengkonfirmasikan suatu
infeksi, sebagai contoh pada biopsi atau abortion material. Deteksi kista jaringan
(hanya seperti antibodi saja) tidak mengkonfirmasi infeksi aktif.
G. Penanganan Toxoplasmosis
Menurut Holmes, dkk (2011) mengatakan: Indikasi infeksi pada janin bisa
diketahui dari pemeriksaan USG, yaitu terdapat cairan berlebihan pada perut (asites),
perkapuran pada otak atau pelebaran saluran cairan otak (ventrikel). Sebaliknya bisa
saja sampai lahir tidak menampakkan gejala apapun, namun kemudian terjadi retinitis
(radang retina mata), penambahan cairan otak (hidrosefalus), atau perkapuran pada
otak dan hati. Pemeriksaan awal bisa dilakukan dengan pengambilan jaringan (biopsi)
dan pemeriksaan serum (serologis). Umumnya cara kedua yang sering dilakukan.
Pada pemeriksaan serologi akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya
reaksi imun dalam darah, dengan cara mendeteksi adanya IgG (imunoglobulin G),
IgM, IgA, IgE. Pemeriksaan IgM untuk ini mengetahui infeksi baru. Setelah IgM
meningkat, maka seseorang akan memberikan reaksi imun berupa peningkatan IgG
yang kemudian menetap. IgA merupakan reaksi yang lebih spesifik untuk mengetahui
adanya serangan infeksi baru, terlebih setelah kini diketahui lgM dapat menetap
bertahun-tahun, meskipun hanya sebagian kecil kasus. Sebenarnya sebagian besar
orang telah terinfeksi parasit toksoplasma ini. Namun sebagian besar diantaranya
telah membentuk kekebalan tubuh sehingga tidak berkembang, dan parasit
terbungkus dalam kista yang terbentuk dari kerak perkapuran (kalsifikasi). Sehingga
wanita hamil yang telah memiliki lgM negatif dan lgG positif berarti telah memiliki
kekebalan dan tidak perlu khawatir terinfeksi. Sebaliknya yang memiliki lgM dan lgG
negatif harus melakukan pemeriksaan secara kontinyu setiap 3 bulan untuk
mengetahui secara dini bila terjadi infeksi.
H. Pencegahan Toxoplasmosis

11
Menurut Holmes, dkk (2011) mengatakan: Terdapat beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan untuk menghindari penyakit toksoplasmosis, antara lain
1.      Mendidik ibu hamil tentang langkah-langkah pencegahan:
a.       Gunakan iradiasi daging atau memasak daging pada suhu 150°F (66°C)
sebelum dimakan. Pembekuan daging tidak efektif untuk menghilangkan Toxoplasma
gondii.
b.      Ibu hamil sebaiknya menghindari pembersihan sampah panci dan kontak
dengan kucing. Memakai sarung tangan saat berkebun dan mencuci tangan setelah
kerja dan sebelum makan.
2.      Makanan kucing sebaiknya kering, kalengan atau rebus dan mencegah kucing
tersebut berburu (menjaga mereka sebagai hewan peliharaan dalam ruangan).
3.      Menghilangkan feses kucing (sebelum sporocyst menjadi infektif). Feses kucing
dapat dibakar atau dikubur. Mencuci tangan dengan bersih setelah memegang
material yang berpotensial terdapat Toxoplasma gondii.
4.      Cuci tangan sebelum makan dan setelah menangani daging mentah atau setelah
kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran kucing.
5.      Control kucing liar dan mencegah mereka kontak dengan pasir yang digunakan
anak-anak untuk bermain.
6.      Penderita AIDS yang telah toxoplasmosis dengan gejala yang parah harus
menerima pengobatan profilaksis sepanjang hidup dengan pirimetamin, sulfadiazine
dan asam folinic.
I. Pengobatan Toxoplasmosis
Menurut Holmes, dkk (2011) mengatakan: Sampai saat ini pengobatan yang
terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke
dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus p-amino asam benzoat dan
siklus asam foist. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25-50 mg per
hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari
selama sebulan. Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia,

12
maka dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan selama pengobatan.
Trimetoprimn juga ternyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila
dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine,
ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya. Spiramycin merupakan obat pilihan
lain walaupun kurang efektif tetapi efek sampingnya kurang bila dibandingkan
dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram
sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan
pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2-3 gram sehari
selama seminggu atau 3 minggu kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian
berselang seling sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan
gejala klinis jelas dan terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.

DAFTAR PUSTAKA

13
Zulkoni, Akhsin.2011. Pasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masarakat dan 
Teknik       Lingkungan. Yogakarta: Nuha Medika.

Ferdiananto, Achmad, dkk.2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.

Holmes, Debbie, dkk.2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

14

Anda mungkin juga menyukai