Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

Sirosis Hepatis Tipe Dekompensata

Oleh :
Zafitri Asrul
2011901055

Pembimbing:
dr.Inva Yolanda, M.Ked, Sp.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


STASE ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sirosis
Hepatis Tipe Dekompensata” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti
kepaniteraan klinik senior Stase Ilmu Penyakit Dalam Program Studi Profesi Dokter
Universitas Abdurrab.
Penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Inva Yolanda,
M.Ked, Sp.PD, FINASIM atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di
Stase Ilmu Penyakit Dalam sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih terdapat banyak
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis memohon maaf atas segala kekurangan
serta diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka perbaikan penulisan
referat. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak demi perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuuan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, mudah-mudahan referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.

Bangkinang, 09 Juli 2021

Zafitri Asrul

ii
DAFTAR PUSTAKA
REFERAT .................................................................................................................... i
Sirosis Hepatis Tipe Dekompensata ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2
2.1. DEFINISI SIROSIS HEPATIS ................................................................... 2
2.2. EPIDEMIOLOGI ......................................................................................... 2
2.3. ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS ................................................................ 3
2.4. KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS .......................................................... 4
2.5. PATOGENESIS SIROSIS HEPATIS ........................................................ 6
2.6. DIAGNOSIS SIROSIS HEPATIS .............................................................. 9
2.7. KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS ........................................................ 13
2.8. PENATALAKSANAAN SIROSIS HEPATIS ......................................... 16
III. KESIMPULAN .............................................................................................. 19
IV. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

iii
I. PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif yang terjadi akibat nekrosis
hepatoselular.1 Sirosis hati merupakan penyebab terjadinya 35.000 kematian di
Amerika setiap tahunnya.2 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di
bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat.3 Lebih dari 40 % pasien sirosis asimtomatis, sirosis ditemukan sewaktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada saat autopsi. 1
Di negara barat, sirosis hati paling sering terjadi akibat alkoholik, sedangkan di
Indonesia terutama disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B sebesar 40-50 %, virus
Hepatitis C sebesar 30-40 %, dan 10-20 % tidak diketahui penyebabnya namun
termasuk kelompok virus bukan B dan C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada data mengenai hal
tersebut. Stadium awal sirosis sering tanpa gejala. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati. Terapi pada sirosis hati
ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan dan penangan komplikasi. 1

1
2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI SIROSIS HEPATIS


Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati.
Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar
(makronodular).4 Sirosis biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. 1 Akibat
pertumbuhan jaringan ikat dan nodul-nodul tersebut, sirkulasi darah intrahepatik dapat
terganggu dan pada kasus yang lanjut dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap.4 Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas : 1. Sirosis hati kompensata dan
2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoselular dan
hipertensi portal1.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita
yang berusia 45 - 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Diseluruh
dunia SH menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak
laki-laki, jika dibandingkan dengan wanita rasionya sekitar 1,6 : I.Umur rata-rata
penderitanya terbanyak golongan umur 30 - 59 tahun dengan puncaknya sekitar umur
40 - 49 tahun1.
Di Indonesia data prevalensi penderita SH secara keseluruhan belum ada. Di
daerah Asia Tenggara, penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV).
Angka kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9% dan
hepatitis C berkisar 38,7 - 73,9%1.
3

2.3. ETIOLOGI SIROSIS HEPATIS


1. Penyakit Infeksi
 Hepatitis virus (hepatitis B, C)
Hepatitis B dan C adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan inflamasi
dan kerusakan pada hepar. Virus B dan C menyebar melalui kontak darah dan cairan
tubuh yang terinfeksi seperti tertusuk jarum, penggunaan jarum suntik, transfusi darah
dan kontak seksual dari pasien yang terinfeksi atau melalui persalinan dari ibu yang
terinfeksi ke bayinya. Hepatitis B dan C sering menjadi kronik dan menyebabkan
kerusakan terhadap hepar dalam tahunan maupun dekade sehingga dapat
menyebabkan sirosis.
2. Alkohol
Alkoholisme adalah penyebab terbanyak sirosis di Amerika. Penderita yang
mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang lebih rentan terkena alcohol-related
liver disease. Jumlah alkohol yang dapat menyebabkan kerusakan pada hepar
bervariasi antara tiap orang. Penelitian menunjukkan bahwa untuk wanita yang
mengkonsumsi alkohol 2 botol/hari dan untuk laki-laki 3 botol/hari belum pasti dapat
menyebabkan sirosis hepatis. Namun, mengkonsumsi alkohol diatas jumlah tersebut
dapat menyebabkan perlemakan dan inflamasi pada hati yang dalam rentang waktu
10-12 tahun akan mengarah ke sirosis alkoholik.
3. Non-Alkoholik Steato Hepatic
Penimbunan lemak pada hepar yang tidak disebabkan oleh konsumsi alkohol
disertai inflamasi dan kerusakan sel hati, kondisi ini disebut dengan non-alkoholik
steato hepatitis (NASH) yang memiliki makna “steato” berarti lemak, dan “hepatitis”
inflamasi pada hepar. Inflamasi dan kerusakan sel hepar akan menyebabkan fibrosis
dan mengarah ke sirosis. Penimbunan lemak pada hepar dapat terjadi pada pasien yang
memiliki:
 Obesitas atau overweight
 Diabetes
 Hiperlipidemia
4

 Hipertensi
 Sindroma metabolik
Sindroma metabolik adalah kumpulan gejala dan kondisi medis yang
berhubungan dengan overweight dan obesitas yang mampu menyebabkan seseorang
terkena penyakit kardiovaskular dan DM tipe 2. Sindroma metabolic ditandai dengan
adanya 3 dari 5 kriteria medis yaitu lingkar pinggang yeng membesar, tingginya kadar
trigliserida dalam darah, kadar kolesterol abnormal, tingginya tekanan darah dan
tingginya glukosa darah.
4. Hepatotoksik akibat obat atau toksin.5,6
2.4. KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS
Berdasarkan morfologinya, sirosis hepatis dapat dibagi menjadi:
1. Mikronodular
Mikronodular sirosis ditandai dengan septa yang tebal dan regular, nodul
halus dan kecil merata diseluruh lobules.5
2. Makronodular
Makronodular sirosis ditandai dengan septa dan nodul dengan ukuran
berbeda.5
5

Gambar 1. Tampakan sirosis tipe mikronodular dan makronodular


Berdasarkan gejala klinisnya, sirosis hepatis dapat dibagi menjadi:
 Sirosis kompensata
Merupakan stadium awal sirosis yang sering tanpa gejala. Gejala awal
dapat meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun.
 Sirosis dekompensata
Gejala-gejala pada tahap ini lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, demam yang tidak begitu tinggi, juga disertai adanya
gangguan pembekuan darah, gusi berdarah, epistaksis, ikterus, air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
mental.
6

Sistem skoring klasifikasi Child-Turcott-Pugh juga telah luas digunakan dalam


memprediksi prognosis penyakit sirosis.5

Child-Turcott-Pugh Class klasifikasi:7


Class A (ringan) : 5-6
Class B (sedang) : 7-9
Class C (berat) : 10-15
2.5. PATOGENESIS SIROSIS HEPATIS
Mekanisme terjadinya fibrosis pada penyakit sirosis sepenuhnya belum
diketahui, nekrosis yang terjadi pada sel hati yang meliputi daerah yang luas akan
menyebabkan kolaps pada daerah tersebut sehingga memicu timbulnya pembentukkan
kolagen. Tingkat awal yang terbentuk adalah septa pasif yang dibentuk oleh jaringan
retikuler penyangga yang kemudian berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut
yang demikian dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan daerah porta
yang lain atau antara porta dan sentral.1,5
Pada tahap selanjutnya kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi di
sel duktus, sinusoid dan sel-sel retikuloendotelial di dalam hati akan memacu
terjadinya fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang aktif. Sel limfosit T dan
makrofag juga berperan dalam sekresi limfokin dan monokin yang dianggap sebagai
mediator fibrogenesis. Mediator ini dibentuk tanpa adanya nekrosis dan inflamasi
aktif. Septa akan menjalar menuju ke dalam parenkim hati yang berawal dari daerah
porta. Pembentukkan septa tingkat kedua ini yang menentukan perjalanan progresif
7

sirosis hati. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis parenkim akan memacu proses
regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang timbul akan menyebabkan ganguan
pembentukan susunan jaringan ikat. Keadaan regenerasi dan fibrogenesis yang terus
berlanjut mengakibatkan perubahan pada vaskular dan kemampuan faal hati dan
akhirnya terjadi fibrosis hepatis.1,5
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian memperlihatkan adanya
peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu
yang berlangsung terus menerus seperti hepatitis virus, bahan hepatotoksik dll, maka
sel stelata akan membentuk sel kolagen. Jika proses ini berjalan terus makan fibrosis
akan terus terbentuk di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal diganti oleh
jaringan ikat.1,5
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kronik-reversibel pada parenkim
hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan
nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat
adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan
deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular berakibat pembentukan vascular intra
hepatic antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan eferen
(vena hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya. 27
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati.
Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel kupffer. Sel
stellate merupakan sel penghasil utama matrix ekstraselular (ECM) setelah terjadi
cedera pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip
fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokinnseperti
transforming growth factor β (TGF-β) dan tumor necrosis factors (TNF-α).27
Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan
memacu kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran vena
porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh
8

hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material
yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal
dan penurunan fungsi hepatoselular.27

Gambar 2. Alur patogenesis sirosis hepatis


9

Gambar 3. Mekanisme patogenesis sirosis hepatis


2.6. DIAGNOSIS SIROSIS HEPATIS
Gejala-gejala yang timbul pada sirosis:
1. Kompensata
 Perasaan mudah lelah dan lemas, nafsu makan menurun, kembung, mual,
berat badan menurun, ikterik.
2. Dekompensata
 Gejala dari sirosis kompensata yang lebih menonjol
 Sudah terdapat kegagalan hati dan hipertensi porta
 Hilangnya rambut badan
 Gangguan pembekuan darah
 Ikterus, air kemih berwarna teh pekat
 Hematemesis, melena
10

Temuan klinis pada sirosis dapat meliputi:1,8


1. Spider Nevi (spider teleangiektasis)
Spider nevi ditemukan di wilayah vaskuler vena kava superior dan
sangat jarang terdapat dibawah garis puting susu. Tanda ini sering ditemukan
di area sekitar bahu, wajah dan lengan atas.
2. Eritema palmaris
Telapak tangan berwarna merah terutama pada thenar dan hipothenar.
3. Ginekomastia pada laki-laki
Terjadi akibat meningkatnya androstenedion.
4. Atrofi testis hipogonadisme
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
5. Splenomegali
Sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
6. Asites
Asites menurut jumlahnya dibagi menjadi tiga grade. Grade I (minimal)
ialah asites dalam jumlah sangat kecil yang hanya dapat terdeteksi melalui
USG. Grade II (moderate) ialah asites yang terlihat sebagai distensi
abdomen yang tampak simetris. Grade III (large) ialah asites dalam jumlah
besar hingga menimbulkan distensi abdomen yang sangat nyata. 5
Asites dapat disebabkan oleh penimbunan cairan dalam rongga
peritoneum akibat hipertensi portal dan hipoalbuminemia. Pada sirosis
hepatis terjadi fibrosis jaringan yang menyebabkan tahanan pada vena porta
sehingga terjadi peningkatan tekanan dari vena tersebut. Akibat dari
peningkatan ini akan terjadi pengalihan aliran darah ke pembuluh darah
mesenterika sehingga filtrasi bersih cairan keluar dari pembuluh darah ke
rongga peritoneum.9
11

Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui


mekanisme transudasi. Beberapa teori yang menjelaskan asites transudasi
adalah underfilling, overfilling, dan perifer vasodilatation. Menurut teori
underfilling asites terjadi akibat volume cairan plasma yang menurun akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan
tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan
transudasi sehingga cairan intravascular menurun. Teori overfilling
menyebutkan asites terjadi akibat ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi
air oleh ginjal, dan teori perifer vasodilatation mengatakan bahwa asites
terjadi akibat hipertensi porta.9,10
7. Fetor hepatikum
Bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetilsulfid akibat pintasan portosistemik yang berat.
8. Ikterus
9. Warna urin gelap seperti teh
10. Tanda-tanda lain yang menyertai, diantaranya:
 Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar
 Batu pada vesika felea akibat hemolysis
 Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik
Adanya sirosis dapat dicurigai dari hasil tes laboratorium, yakni pada hasil tes fungsi
hati berupa:1,6
1. Aspartat aminotransferase (AST) / serum glutanil oksaloasetat (SGOT) dan
Alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutanil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat. AST lebih meningkat dari pada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
2. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
3. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit
hati alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal
hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
12

4. Bilirubin
Konsentrasi bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat
pada sirosis yang lanjut.
5. Albumin
Konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis karena sintesisnya
terjadi di jaringan hati.
6. Globulin
Konsentrasinya meningkat pada sirosis
7. Waktu protrombin mencerminkan derajat/peningkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis memanjang.
8. Natrium
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
9. Anemia
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan netropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme.1,6
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. USG juga sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya yang non invasif dan mudah digunakan. Pemeriksaan hati yang bisa
dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas,dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular dan
ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.1
Menurut Soebandiri dan Soedjono, kriteria sirosis yaitu bila ditemukan 5
dari 7 tanda seperti spider nevi, eritem palmaris, vena kolateral, asites,
splenomegali, inversi albumin:globulin dan hematemesis melena.
13

Gambar 4. Manifestasi klinis pada sirosis hepatis


2.7. KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS
Komplikasi SH yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis
bakterail spontan, perdarahan varises esofagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati
hepatikum, dan kanker hati1.
14

1. Hipertensi Porta
Pada keadaan normal, vena porta membawa darah dari abdomen, usus
halus, kandung empedu, dan pankreas ke hati. Pada sirosis, jaringan fibrotik
menghambat aliran darah sehingga meningkatkan tekanan vena porta. 11,12
Kondisi ini disebut hipertensi porta. Hipertensi porta dapat menyebabkan
komplikasi lainnya yakni:
 Terjadi penumpukan cairan sehingga timbul edema dan asites
 Varises esofagus
 Splenomegali
2. Peritonitis Bakterial Spontan
Infeksi cairan asites oleh bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya timbul tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen.
3. Ensefalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati
setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan
dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang
masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan
koma.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas
sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan
memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut
diantaranya, asam lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu
(tyramine, octopamine dan beta phenylethanolamine), amonia, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
15

4. Sindroma Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang
dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.
Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri renalis sehingga
menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal,
terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum,
kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5. Asites pada Sirosis Hepatis
Penyebab asites yang paling banyak pada SH adalah HR disamping
adanya hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan disfungsi
ginjal yang akan meng-akibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum. Asites
merupakan salah satu dari tiga komplikasi sirosis yang sangat sering terjadi,
komplikasi yang lain adalah hepatik ensefalopati dan perdarahan varises.
Asites merupakan komplikasi yang paling sering menyebabkan pasien sirosis
harus dirawat di rumah sakit, berhubungan dengan kualitas hidup yang jelek,
meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan gagal ginjal1.
Dua faktor utama yang berperan dalam pembentukan asites pada pasien
sirosis adalah retensi natrium dan air, serta hipertensi portal. Hipertensi
portal terjadi karena perubahan struktur hati pada sirosis dan meningkatnya
aliran darah ke splanknikus. Penumpukan kolagen yang progresif dan
terbentuknya nodul mengubah keadaan normal pembuluh darah hati dan
meningkatkan resistensi terhadap aliran portal. Sinusoid menjadi kurang
lentur karena terbentuknya kolagen didalam ruang disse, ini akan
menyebabkan tekanan pada sistem portal statik, studi terbaru menunjukkan
bahwa sel stellata hati aktif akan dapat mengatur secara dinamis sifat
sinusoid dan tekanan portal. Hipertensi portal meningkatkan tekanan
hidrostatik di dalam sinusoid hati dan menyebabkan transudasi cairan masuk
kedalam ruang peritoneum.
16

2.8. PENATALAKSANAAN SIROSIS HEPATIS


Pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar
penanganan kasus sirosis.1
Tatalaksana Sirosis
Hati dengan
Komplikasi
Komplikasi Terapi Dosis
Asites - Tirah baring - 5,2 gram atau 90
- Diet rendah garam mmol/hari
- Obat antidiuretic: - 100-200 mg sekali sehari
diawali spironolakton, maks 400 mg
bila respons tidak - 20-40 mg/hari, maks 160
adekuat dikombinasi mg/hari
furosemide - 8-10 g IV per liter cairan
- Parasintesis bila asites parasintesis (jika > 5 L)
sangat besar, hingga 4- - Direkomendasikan jika
6 liter & dilindungi natrium serum kurang
pemberian albumin 120-125 mmol/L
- Restriksi cairan
Ensefalopati hepatikum - Laktulosa - 30-45 ml sirup oral 3-4
kali/hari atau 300 ml
enema sampai 2-4 kali
BAB/hari dan perbaikan
status mental
- 4-12 gr oral/hari dibagi
tiap 6-8 jam, dapat
- Neomisin ditambahkan pada
pasien yang refrakter
laktulosa
17

Varises esophagus - Propranolol - 40-80 mg oral 2


kali/hari
- Isosorbid mononitrat - 20 mg oral 2 kali/hari
Peritonitis Bacterial - Cefotaksim - 2 g IV tiap 8 jam
Spontan - Albumin - 1.5 g per kg IV dalam 6
jam, 1 g per kg IV hari
ke-3
- 400 mg oral 2 kali/hari
- Norfloksasin untuk terapi, 400 mg
oral 2 kali/hari selama 7
hari untuk perdarahan
GIT, 400 mg oral per
hari untuk profilaksis
- 1 tablet oral/hari untuk
profilaksis, 1 tablet oral
2 kali/hari selama 7 hari
untuk perdarahan
gastrointestinal

- Trimethoprim
sulfamethoxazole
Terapi ditujukan untuk mengatasi etiologi , diantaranya:
 Etiologi alkohol dan bahan bahan yang toksik dan dapat mencederai hepar
(acetaminophen, kolkisin, dan obat TB) dapat dihentikan penggunaanya.
 Pada penyakit hati non-alkoholik dapat dianjurkan untuk menurunkan berat
badannya.
Pada kasus sirosis hepatis, pasien disarankan untuk tirah baring. Pada fase
sub akut dan kronik, tirah baring diteruskan sementara perbaikan kondisi pasien tetap
dipertahankan. Apabila setelah 4 minggu tirah baring pasien dalam kondisi statis,
18

pasien diperbolehkan untuk melakukan aktivitas sedang. Pada kebanyakan pasien


sirosis, diberikan 80-100 gram protein dan 2500 kalori. Pasien sirosis alkoholik tidak
mengonsumsi alkohol lagi seumur hidup karena akan memperparah kerusakan pada
hepar.
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala asites yang dialami
pasien tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami
perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan mengandung banyak
serat.8
III. KESIMPULAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif yang terjadi akibat nekrosis
hepatoselular. Penyebab sirosis hepatis meliputi penyakit infeksi (hepatitis virus
(hepatitis B, C), alkohol, non-alkoholik steato hepatic, hepatotoksik akibat obat atau
toksin. Berdasarkan morfologinya, sirosis hepatis dapat dibagi menjadi mikronodular
dan makronodular. Berdasarkan manifestasi klinisnya, sirosis hepatis dapat dibagi
menjadi sirosis kompensata dan sirosis dekompensata. Gambaran klinis pada sirosis
dapat meliputi : Spider Nevi (spider teleangiektasis), Eritema palmaris, Ginekomastia
pada laki-laki , Splenomegali, Asites, Fetor hepatikum, Ikterus , Warna urin gelap
seperti teh.
Pada hasil tes laboratorium, didapatkan hasil tes fungsi hati berupa : Aspartat
aminotransferase (AST) / serum glutanil oksaloasetat (SGOT) dan Alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutanil piruvat transaminase (SGPT) meningkat.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati
alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga
bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit, Bilirubin meningkat pada sirosis
lanjutan, Albumin menurun, Globulin meningkat, Natrium menurun, Anemia dengan
trombositopenia, dan leukopenia akibat splenomegali. Pemeriksaan radiologis barium
meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. USG juga sudah
secara rutin digunakan karena pemeriksaannya yang non invasif dan mudah
digunakan. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas,dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan nodular, permukaan irregular dan ada peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Komplikasi SH yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis bakterail

19
20

spontan, perdarahan varises esofagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati hepatikum,


dan kanker hati.
Pada kasus sirosis hepatis, pasien disarankan untuk tirah baring. Pada fase
sub akut dan kronik, tirah baring diteruskan sementara perbaikan kondisi pasien tetap
dipertahankan. Apabila setelah 4 minggu tirah baring pasien dalam kondisi statis,
pasien diperbolehkan untuk melakukan aktivitas sedang. Pada kebanyakan pasien
sirosis, diberikan 80-100 gram protein dan 2500 kalori. Pasien sirosis alkoholik tidak
mengonsumsi alkohol lagi seumur hidup karena akan memperparah kerusakan pada
hepar.
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala asites yang dialami
pasien tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien yang mengalami
perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan mengandung banyak
serat.8
IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,


Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5 .
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-
302.
3. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta;
Jayabadi. 2007
4. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Price
SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6.
Jakarta : EGC. 2005. 493-501.
5. Dooley J, Lok A, Burroughs AK, Heathcote E, eds. Sherlock’s diseases of the
liver and billiary system, 12th edn. Oxford: Wiley-Blackwell, 2011.
6. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
7. Durand F. 2008. Assesment of prognosis of chirrosis.
http://www.medscape.com/viewarticle/572659_3
8. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Sirosis hati. http://pphi-
online.org/alpha/?p=570. Diakses pada 29 April 2015
9. EASL. Clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous
bacterial peritonitis and hepatorenal syndrome in cirrhosis. Journal of
hepatology. 2010; 53: 397-417.
10. Anthony S. F. Harrison’s Internal Medicine. USA: McGraw – Hill; 2008.

21
11. Wolf DC. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/ 185856-
overview#showall
12. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:2086–2102.

22

Anda mungkin juga menyukai