TUBERKULOSIS PARU
Oleh:
Pembimbing:
UNIVERSITASABDURRAB
PEKANBARU
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat
kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan
kasus ini yang berjudul “TUBERKULOSIS PARU” yang diajukan sebagai persyaratan
untuk mengikuti kepaniteraan klinik senior Ilmu Penyakit Dalam program studi
Kedokteran Universitas Abdurrab. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing dr. Dedi Rinaldi, Sp.P yang telah bersedia membimbing penulis, sehingga
laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi dan Riwayat Alamiah ...............................................................3
2.3 Klasifikasi .......................................................................................................4
2.4 Etiologi............................................................................................................6
2.5 Patofisiologi ....................................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis .........................................................................................10
2.7 Penegakkan Diagnosis ..................................................................................11
2.8 Tatalaksana....................................................................................................12
2.9 Komplikasi ....................................................................................................17
2.10Kriteria Rujukan...........................................................................................17
2.11Prognosis......................................................................................................17
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................... ……24
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................……..25
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………...26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pasien dengan informasi, pengawasan dan dukungan oleh petugas kesehatan atau
sukarelawan terlatih. Tanpa dukungan seperti itu, kepatuhan pengobatan bisa jadi
sulit. Jika pengobatan tidak diselesaikan dengan benar, penyakit dapat menjadi kebal
obat dan dapat menyebar.6
Pada kasus infeksi TBC (dimana pasien tertular kuman TBC tetapi tidak sakit),
pengobatan pencegahan TBC dapat diberikan untuk menghentikan timbulnya penyakit.
Perawatan ini menggunakan obat yang sama untuk waktu yang lebih singkat. Pilihan
pengobatan baru-baru ini telah mempersingkat durasi pengobatan menjadi hanya 1 atau
3 bulan, dibandingkan dengan 6 bulan sebelumnya.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi3
Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit granulomatosa
kronik menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang paru dan organ lainnya.
3
Risiko Menjadi Sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang
terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi
HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
2.3 Klasifikasi1
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstra paru
diklasifikasikan sebagai TB paru.
b. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis,
keadan ini terutama ditujukan pada TB Paru:
Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4
Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif
atau negatif.
2) Kasus yang Sebelumnya Diobati
Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.
3) Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan ke register lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
4) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas:
Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
Kembali diobati dengan BTA negatif.
2.4 Etiologi5
Patogen penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerobik, tidak membentuk spora,
nonmotil, fakultatif, batang intraseluler melengkung berukuran 0,2-0,5μm kali 2-4 μm.
5
Dinding sel mengandung glikolipid rantai panjang mikol, kaya asam, dan
fosfolipoglikan (mikosida) yang melindungi mikobakteri dari serangan lisosom sel dan
juga mempertahankan pewarna fuchsin dasar merah setelah pembilasan asam
(pewarnaan tahan asam).
2.5 Patofisiologi3,9
Tuberculosis Paru Primer
Tuberkulosis primer terjadi pada orang yang sebelumnya tidak pernah kontak
dengan Mycobacterium tuberculosis. Ini biasanya dimulai sebagai hasil dari menghirup
droplet nuclei yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Droplet nuclei yang
terhirup melewati bronkus tanpa menempel di epitel dan ditanamkan di saluran
pernapasan bronkiolus atau alveolus di luar sistem mukosiliar. Segera setelah memasuki
paru-paru, Mycobacterium tuberculosis dikelilingi dan ditelan oleh makrofag.
Mycobacterium tuberculosis diketahui tidak memiliki endotoksin atau eksotoksin oleh
karena itu, tidak ada imunoglobulin dini respon terhadap infeksi. Mycobacterium
tuberculosis tumbuh perlahan, membelah setiap 25-32 jam di makrofag. Saat
Mycobacterium tuberculosis bereplikasi, makrofag mendegradasi beberapa
Mycobacterium tuberculosis dan antigen yang ada ke limfosit T untuk aktivasi sistem
imun yang dimediasi sel. Organisme tumbuh selama 2-12 minggu sampai mereka
mencapai jumlah yang cukup untuk menimbulkan respons imun seluler. Pada orang
dengan imunitas seluler yang baik, tindakan ini diikuti oleh pembentukan lesi
granulomatosa tunggal, abu-abu putih, berbatas tegas, yang disebut fokus Ghon. Fokus
ghon berisi Mycobacterium tuberculosis, makrofag termodifikasi, dan sel imun lainnya.
Dalam 2-3 minggu, bagian tengah Fokus Ghon mengalami nekrosis yang lembut,
kaseosa (seperti keju). Ini terjadi kira-kira pada waktu tes tuberculin hasilnya menjadi
positif, menunjukkan bahwa nekrosis itu disebabkan oleh respon imun hipersensitivitas
yang dimediasi sel. Selama periode yang sama, Mycobacterium tuberculosis, bebas atau
di dalam makrofag, berpindah di sepanjang saluran getah bening ke kelenjar getah
bening trakeobronkial dari paru-paru yang terkena dan di sana terjadi pembentukan
granuloma kaseosa. Kombinasi dari lesi paru primer dan granuloma kelenjar getah
bening disebut kompleks ghon. Respons hipersensitivitas yang dimediasi sel
memainkan peran dominan dalam membatasi replikasi lebih lanjut dari Mycobacterium
6
tuberculosis. Respon imun juga memberikan perlindungan terhadap Mycobacterium
tuberculosis tambahan yang mungkin terhirup di lain waktu. Orang dengan infeksi HIV
dan lainnya dengan gangguan imunitas seluler lebih mungkin terkena tuberkulosis aktif.
Bila jumlah organisme yang terhirup sedikit dan jumlah daya tahan tubuh cukup,
terbentuk jaringan parut dan membungkus lesi primer. Pada waktunya, sebagian besar
lesi ini menjadi kalsifikasi dan terlihat pada foto toraks. Tuberkulosis primer biasanya
asimtomatik, dengan satu-satunya bukti penyakit ini adalah tuberkulin kulit yang positif
hasil tes dan lesi kalsifikasi terlihat pada radiografi dada.
Tuberkulosis Paru Sekunder
Tuberkulosis sekunder merupakan infeksi ulang dari inhalasi droplet nuklei atau
reaktivasi lesi primer yang sebelumnya sembuh. Ini sering terjadi saat mekanisme
pertahanan tubuh terganggu. Kekebalan parsial yang diperoleh dari tuberkulosis primer
memberi perlindungan terhadap infeksi. Pada tuberkulosis sekunder, terjadinya reaksi
hipersensitivitas dapat menjadi faktor yang memberatkan, yang dibuktikan dengan
frekuensi kavitasi dan penyebaran bronkial. Kavitas bisa menyatu dengan ukuran
diameter 10-15 cm. Efusi pleura dan empiema tuberkulosis sering terjadi sebagai akibat
perkembangan penyakit. Orang dengan tuberkulosis sekunder biasanya demam ringan,
keringat malam, mudah lelah, anoreksia, dan penurunan berat badan. Batuk awalnya
kering tetapi kemudian menjadi produktif dengan sputum bernanah dan terkadang
bernoda darah. Dispnea dan ortopnea berkembang seiring perkembangan penyakit.
7
Gambar 1. Patogenesis Tuberculosis
8
2.6 Manifestasi Klinis4
Gejala TB Paru:
1. Gejala pernapasan (batuk, nyeri dada, sesak napas, hemoptisis)
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).
Tanda TB Paru: Suara nafas bronchial/ronkhi basah/ suara nafas melemah di
apex paru.
9
contoh uji untuk disimpan sementara dan akan diperiksa jika diperlukan (misalnya
pada hasil indeterminate, pada hasil Rif resistan pada terduga TB yang bukan
kriteria terduga TB RO, pada hasil Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim
ke Laboratorium LPA untuk pemeriksaan uji kepekaan Lini-2 dengan metode
cepat).
d. Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas cairan
serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung
(gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).
e. Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria
terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan
hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan
selanjutnya.
f. Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap
sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji kepekaan.
g. Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB RR,
tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2 keluar. Jika
hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB MDR. Bila ada
tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan harus disesuaikan dengan
hasil uji kepekaan OAT.
h. Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay) Lini-
2 atau dengan metode konvensional.
i. Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre XDR
atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru.
j. Pasien dengan hasil TCM MTB negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika
gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter, pasien dapat
didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks
tidak mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari kemungkinan penyebab lain.
Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB
a. Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,
penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.
10
b. Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua)
dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-
Sewaktu atau Sewaktu-Pagi.
c. BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada
pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien
dengan BTA (+).
d. BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif.
Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis
dan penunjang (setidaktidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
ditetapkan oleh dokter.
e. Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki
akses rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian terapi
antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-
2 minggu. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik, pasien
perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan faktor risiko TB tinggi maka pasien
dapat didiagnosis sebagai TB Klinis. Faktor risiko TB yang dimaksud antara
lain:
1. Terbukti ada kontak dengan pasien TB
2. Ada penyakit komorbid: HIV, DM
3. Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat penampungan
pengungsi, daerah kumuh, dll.
Diagnosis TB ekstraparu:
a. Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari
organ tubuh yang terkena.
11
c. Pemeriksaan mikroskopis dahak wajib dilakukan untuk memastikan
kemungkinan TB Paru.
d. Pemeriksaan TCM pada beberapa kasus curiga TB ekstraparu dilakukan dengan
contoh uji cairan serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF) pada kecurigaan TB
meningitis, contoh uji kelenjar getah bening melalui pemeriksaan Biopsi Aspirasi
Jarum Halus/BAJAH (Fine Neddle Aspirate Biopsy/FNAB) pada pasien dengan
kecurigaan TB kelenjar, dan contoh uji jaringan pada pasien dengan kecurigaan
TB jaringan lainnya.
2.8 Tatalaksana1,2
a. Tujuan dan Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
12
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
b. Obat Anti Tuberkulosis
Lini Pertama
Tabel 1. OAT Lini 1
Jenis OAT Sifat Efek Samping
Neuropati perifer (Gangguan saraf
Isoniazid (H) Bakterisidal tepi), psikosis toksik, gangguan fungsi
hati, kejang.
Flu syndrome(gejala influenza berat),
gangguan gastrointestinal, urine
Rifampisin (R) Bakterisidal berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik.
Gangguan gastrointestinal, gangguan
Pirazinamid (Z) Bakterisidal
fungsi hati, gout arthritis.
Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
Streptomisin (S) Bakterisidal
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni.
Gangguan penglihatan, buta warna,
Etambutol (E) Bakteriostatik
neuritis perifer (Gangguan saraf tepi).
13
Lini Kedua
Tabel 3. OAT Lini 2
Grup Golongan Jenis OAT
Moksifloksasin (Mfx)
Florokuinolon
A Gatifloksasin (Gfx)*
Amikasin (Am)*
OAT Suntik Lini
Kapreomisin (Cm)
B Kedua
Streptomisin (S)**
Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)*
OAT Oral Lini
Clofazimin (Cfz)
C Kedua
Linezolid (Lzd)
Pirazinamid (Z)
D1 OAT Lini Pertama Etambutol (E)
Isoniazid (H) dosis tinggi
Bedaquiline (Bdq)
Delamanid (Dlm)*
D2 OAT Baru
Pretonamid (PA-824)*
c. Panduan OAT
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3, untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
Pasien TB ekstra paru.
Tabel 4. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1
Tahap Intensif RHZE Tahap Lanjutan
Berat Badan
(150/75/400/275) RH (150/150)
30-37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
14
Tabel 5. Dosis Paduan OAT-Kombipak Kategori 1
15
d. Tatalaksana Pasien Pengobatan tidak Teratur
Tabel 8. Tindakan Pengobatan Pasien yang Tidak Teratur Berobat
16
2.9 Komplikasi
a. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
b. Pnemotoraks spontan karena bula/blep yang pecah.
c. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya.
2.11 Prognosis4
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Makmur
Umur : 57 Tahun 1 Hari
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Dusun Kampung Tengah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2021, Jam 10.36 WIB
No. RM : 18-86-34
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Badan lemas dan batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan sudah lemas ± 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Batuk-batuk sudah sejak 5 bulan yang lalu, berdahak (+),
berwarna hijau kekuningan, terkadang disertai batuk darah, sesak (+). Habis
makan biasanya sesak makin berat. Nafsu makan menurun (+), berat badan turun
dari 45kg menjadi 40kg, demam (+), keringat malam (+). Riwayat terbentur
dibagian kepala sebelah kiri 3 bulan yang lalu. Setelah itu kaki dan tangan kanan
tidak bisa digerakkan dan terasa sakit. Pasien hanya terbaring tidak bisa berjalan.
Lecet dibagian bokong (+). Asam urat (+) sudah bertahun-tahun, nyeri dibagian
ulu hati. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
o Riwayat hipertensi (+).
o Riwayat DM (-), akan tetapi saat diperiksa pasien didiagnosis DM, dan
menurut pengakuan istri pasien, pasien sering kencing dalam jumlah
banyak.
o Riwayat terbentuk dibagian kepala sebelah kiri.
o Riwayat asam urat (+).
18
Riwayat Penyakit Keluarga:
o Keluarga tidak ada menderita TB atau batuk-batuk yang lama.
o Ibu pasien menderita hipertensi (+).
o Riwayat DM (-).
Riwayat Pengobatan:
Untuk batuk diberikan obat-obat kampung, tidak ada berkurang. Untuk
obat asam urat dibeli sendiri dari kedai, keluhan berkurang akan tetapi kambuh
lagi.
Riwayat psikososial:
Dilingkungan rumah pasien tidak ada orang dengan riwayat TB atau
batuk- batuk yang lama.
Riwayat kebiasaan:
Sebelum stroke pasien makan 3 kali sehari, sekarang nafsu makan
menurun. Riwayat merokok sudah sejak muda, minum-minuman beralkohol.
III. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 40 kg
Status Gizi : 15,6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 90 x/menit
Suhu Tubuh : 36,5oC
Frekuensi Nafas : 22 x/menit
IV. Pemeriksaan Fisik Diagnostik
Pemeriksaan Kepala
- Ukuran : Normochepali
- Simetrisitas Wajah : Simetris
Pemeriksaan Mata
- Kelopak/ Palpebra : Ptosis (-)
- Konjungtiva : Anemis (-)
19
- Sklera : Ikterik (-)
- Pupil : Isokor +/+
- Reflek cahaya : +/+
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Tidak ada pembesaran
- Palpasi : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
- Pemeriksaan Trakea : Di tengah
- Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorak
- Inspeksi : Bentuk dada normal, pengembangan dada simetris
- Perkusi : Sonor kanan sama dengan kiri
- Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri
- Auskultasi : Ronkhi (+/+) apeks pulmo dextra et sinistra
Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Perut datar, tanda peradangan (+)
- Auskultasi : Bising usus 10 kali/menit)
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), perut tegang (+)
- Pemeriksaan Ginjal : Ballotement (-), nyeri CVA (-)
- Pemeriksaan Hepar : Tidak teraba
Pemeriksaan Ekstrimitas
- Tangan kanan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, atropi otot (+).
- CRT : < 2 detik
- Akral : Hangat
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 11 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 11,8 gr% 13-18
Leukosit 20,6 10ˆ3/mmˆ3 5-11
Hematokrit 34,3% 37-47
MCV 72,2 fl 80-96
20
MCH 24,9 pg 27-32
Trombosit 676 10ˆ3/mmˆ3 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 0% 1-3
Basofil 0% 0-1
Neutrofil Stab 2% 2-6
Neutrofil Segmen 86 % 50-70
Limfosit 4% 20-40
Monosit 8% 2-8
Fungsi Hati
SGOT 103 U/L < 40
SGPT 110 U/L < 42
Fungsi Ginjal
Ureum 56 mg/dl 10-50
Creatinin 1,1 mg/dl 0,5-1,4
Diabetes
Glukosa Darah (Stick) 301 mg/dl 70-140
Elektrolit
Natrium 133 mEq/L 135-145
Kalium 4,6 mEq/L 3,5-5,2
Chlorida 93 mEq/L 96-106
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Diabetes
Glukosa Darah (Stick) 183 mg/dl 70-140
21
Pemeriksaan foto thoraks
22
Riwayat DM (-), akan tetapi saat diperiksa pasien didiagnosis DM, dan menurut
pengakuan istri pasien, pasien sering kencing dalam jumlah banyak. Untuk batuk
diberikan obat-obat kampung, tidak ada berkurang. Obat asam urat dibeli sendiri dari
kedai, keluhan berkurang akan tetapi kambuh lagi. Riwayat merokok sudah sejak muda,
minum alkohol.
VIII. Penatalaksaan
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam 20 tpm
Inj Ceftriakson 2x1 gram
Inj Farmavon 3x1
Inj Esome 1x1
Inj Streptomicin 1x500
Inj Meropenem 3x1
Levofloksasin 1x750
Etambutol 1x1
Sucralfat syr 3x10 cc
Curcuma 3x1
Novomix 15-0-15
Ketocid 3x1
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26