Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:

Dian Takwa Harahap


2011901007

Pembimbing:

dr. Dedi Rinaldi, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

UNIVERSITASABDURRAB

PEKANBARU

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat
kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan
kasus ini yang berjudul “TUBERKULOSIS PARU” yang diajukan sebagai persyaratan
untuk mengikuti kepaniteraan klinik senior Ilmu Penyakit Dalam program studi
Kedokteran Universitas Abdurrab. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing dr. Dedi Rinaldi, Sp.P yang telah bersedia membimbing penulis, sehingga
laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki


kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata,
penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.
Atas perhatian dan sarannya penulis ucapkan terima kasih.

Bangkinang, 6 Febuari 2021

Dian Takwa Harahap

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi dan Riwayat Alamiah ...............................................................3
2.3 Klasifikasi .......................................................................................................4
2.4 Etiologi............................................................................................................6
2.5 Patofisiologi ....................................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis .........................................................................................10
2.7 Penegakkan Diagnosis ..................................................................................11
2.8 Tatalaksana....................................................................................................12
2.9 Komplikasi ....................................................................................................17
2.10Kriteria Rujukan...........................................................................................17
2.11Prognosis......................................................................................................17
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................... ……24
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................……..25
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………...26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB


yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar dari orang ke orang
melalui udara. Saat penderita TB paru batuk, bersin, atau meludah, mereka akan
mendorong kuman TB ke udara. Seseorang hanya perlu menghirup sedikit dari kuman
ini untuk terinfeksi. Sekitar seperempat populasi dunia mengidap infeksi TB, yang
berarti orang telah terinfeksi bakteri TB tetapi belum (belum) sakit dan tidak dapat
menularkannya. Mereka dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti orang yang hidup
dengan HIV, malnutrisi atau diabetes, atau orang yang menggunakan tembakau,
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TB.5
Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di
dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul
kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten Obat.4
Gejala umum TB paru aktif adalah batuk dengan dahak dan darah, nyeri dada,
lemas, penurunan berat badan, demam, dan keringat malam. WHO merekomendasikan
penggunaan tes diagnostik molekuler cepat sebagai tes diagnostik awal pada semua
orang dengan tanda dan gejala TB karena memiliki akurasi diagnostik yang tinggi dan
akan mengarah pada perbaikan besar dalam deteksi dini TB dan TB yang resistan
terhadap obat. Tes cepat yang direkomendasikan oleh WHO adalah tes Xpert MTB
/RIF, Xpert Ultra dan Truenat. Ketika seseorang mengembangkan penyakit TBC aktif,
gejalanya mungkin ringan selama berbulanbulan. Hal ini dapat menyebabkan
keterlambatan dalam mencari perawatan, dan mengakibatkan penularan bakteri ke orang
lain. Orang dengan TB aktif dapat menginfeksi 5–15 orang lain melalui kontak dekat
selama setahun. Tanpa pengobatan yang tepat, rata-rata 45% orang HIV-negatif dengan
TB dan hampir semua orang HIV-positif dengan TB akan meninggal.5
Penyakit TB dapat disembuhkan. Pengobatan dilakukan selama 6 bulan standar
4 antibiotik. Obat-obatan yang umum termasuk rifampisin dan isoniazid. Dalam
beberapa kasus, bakteri TB tidak merespons obat standar. Dalam kasus ini, pasien
menderita TB yang resistan terhadap obat. Pengobatan untuk TB yang resistan
terhadap obat lebih lama dan lebih kompleks. Kursus obat TB diberikan kepada

1
pasien dengan informasi, pengawasan dan dukungan oleh petugas kesehatan atau
sukarelawan terlatih. Tanpa dukungan seperti itu, kepatuhan pengobatan bisa jadi
sulit. Jika pengobatan tidak diselesaikan dengan benar, penyakit dapat menjadi kebal
obat dan dapat menyebar.6
Pada kasus infeksi TBC (dimana pasien tertular kuman TBC tetapi tidak sakit),
pengobatan pencegahan TBC dapat diberikan untuk menghentikan timbulnya penyakit.
Perawatan ini menggunakan obat yang sama untuk waktu yang lebih singkat. Pilihan
pengobatan baru-baru ini telah mempersingkat durasi pengobatan menjadi hanya 1 atau
3 bulan, dibandingkan dengan 6 bulan sebelumnya.6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi3
Tuberkulosis yang selanjutnya disingkat TB adalah penyakit granulomatosa
kronik menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang paru dan organ lainnya.

2.2 Epidemiologi dan Riwayat Alamiah1


Cara Penularan
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, semakin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko Penularan
 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
 Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
 Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara
1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
 Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

3
Risiko Menjadi Sakit TB
 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
 Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat bagi yang
terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila jumlah orang terinfeksi
HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

2.3 Klasifikasi1
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstra paru
diklasifikasikan sebagai TB paru.
b. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis,
keadan ini terutama ditujukan pada TB Paru:
Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

4
Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif
atau negatif.
2) Kasus yang Sebelumnya Diobati
Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat
dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.
3) Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan ke register lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
4) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas:
Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
Kembali diobati dengan BTA negatif.

2.4 Etiologi5
Patogen penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerobik, tidak membentuk spora,
nonmotil, fakultatif, batang intraseluler melengkung berukuran 0,2-0,5μm kali 2-4 μm.

5
Dinding sel mengandung glikolipid rantai panjang mikol, kaya asam, dan
fosfolipoglikan (mikosida) yang melindungi mikobakteri dari serangan lisosom sel dan
juga mempertahankan pewarna fuchsin dasar merah setelah pembilasan asam
(pewarnaan tahan asam).

2.5 Patofisiologi3,9
 Tuberculosis Paru Primer
Tuberkulosis primer terjadi pada orang yang sebelumnya tidak pernah kontak
dengan Mycobacterium tuberculosis. Ini biasanya dimulai sebagai hasil dari menghirup
droplet nuclei yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Droplet nuclei yang
terhirup melewati bronkus tanpa menempel di epitel dan ditanamkan di saluran
pernapasan bronkiolus atau alveolus di luar sistem mukosiliar. Segera setelah memasuki
paru-paru, Mycobacterium tuberculosis dikelilingi dan ditelan oleh makrofag.
Mycobacterium tuberculosis diketahui tidak memiliki endotoksin atau eksotoksin oleh
karena itu, tidak ada imunoglobulin dini respon terhadap infeksi. Mycobacterium
tuberculosis tumbuh perlahan, membelah setiap 25-32 jam di makrofag. Saat
Mycobacterium tuberculosis bereplikasi, makrofag mendegradasi beberapa
Mycobacterium tuberculosis dan antigen yang ada ke limfosit T untuk aktivasi sistem
imun yang dimediasi sel. Organisme tumbuh selama 2-12 minggu sampai mereka
mencapai jumlah yang cukup untuk menimbulkan respons imun seluler. Pada orang
dengan imunitas seluler yang baik, tindakan ini diikuti oleh pembentukan lesi
granulomatosa tunggal, abu-abu putih, berbatas tegas, yang disebut fokus Ghon. Fokus
ghon berisi Mycobacterium tuberculosis, makrofag termodifikasi, dan sel imun lainnya.
Dalam 2-3 minggu, bagian tengah Fokus Ghon mengalami nekrosis yang lembut,
kaseosa (seperti keju). Ini terjadi kira-kira pada waktu tes tuberculin hasilnya menjadi
positif, menunjukkan bahwa nekrosis itu disebabkan oleh respon imun hipersensitivitas
yang dimediasi sel. Selama periode yang sama, Mycobacterium tuberculosis, bebas atau
di dalam makrofag, berpindah di sepanjang saluran getah bening ke kelenjar getah
bening trakeobronkial dari paru-paru yang terkena dan di sana terjadi pembentukan
granuloma kaseosa. Kombinasi dari lesi paru primer dan granuloma kelenjar getah
bening disebut kompleks ghon. Respons hipersensitivitas yang dimediasi sel
memainkan peran dominan dalam membatasi replikasi lebih lanjut dari Mycobacterium

6
tuberculosis. Respon imun juga memberikan perlindungan terhadap Mycobacterium
tuberculosis tambahan yang mungkin terhirup di lain waktu. Orang dengan infeksi HIV
dan lainnya dengan gangguan imunitas seluler lebih mungkin terkena tuberkulosis aktif.
Bila jumlah organisme yang terhirup sedikit dan jumlah daya tahan tubuh cukup,
terbentuk jaringan parut dan membungkus lesi primer. Pada waktunya, sebagian besar
lesi ini menjadi kalsifikasi dan terlihat pada foto toraks. Tuberkulosis primer biasanya
asimtomatik, dengan satu-satunya bukti penyakit ini adalah tuberkulin kulit yang positif
hasil tes dan lesi kalsifikasi terlihat pada radiografi dada.
 Tuberkulosis Paru Sekunder
Tuberkulosis sekunder merupakan infeksi ulang dari inhalasi droplet nuklei atau
reaktivasi lesi primer yang sebelumnya sembuh. Ini sering terjadi saat mekanisme
pertahanan tubuh terganggu. Kekebalan parsial yang diperoleh dari tuberkulosis primer
memberi perlindungan terhadap infeksi. Pada tuberkulosis sekunder, terjadinya reaksi
hipersensitivitas dapat menjadi faktor yang memberatkan, yang dibuktikan dengan
frekuensi kavitasi dan penyebaran bronkial. Kavitas bisa menyatu dengan ukuran
diameter 10-15 cm. Efusi pleura dan empiema tuberkulosis sering terjadi sebagai akibat
perkembangan penyakit. Orang dengan tuberkulosis sekunder biasanya demam ringan,
keringat malam, mudah lelah, anoreksia, dan penurunan berat badan. Batuk awalnya
kering tetapi kemudian menjadi produktif dengan sputum bernanah dan terkadang
bernoda darah. Dispnea dan ortopnea berkembang seiring perkembangan penyakit.

7
Gambar 1. Patogenesis Tuberculosis

Gambar 2. Tuberkulosis Primer dan Sekunder

8
2.6 Manifestasi Klinis4
 Gejala TB Paru:
1. Gejala pernapasan (batuk, nyeri dada, sesak napas, hemoptisis)
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).
 Tanda TB Paru: Suara nafas bronchial/ronkhi basah/ suara nafas melemah di
apex paru.

2.7 Penegakkan Diagnosis2


 Prinsip penegakan diagnosis TB:
a. Diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan
pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah
pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan.
b. Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan
pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopis.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru,
sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis.
d. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
 Faskes yang mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB:
a. Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan TCM, penegakan diagnosis TB
pada terduga TB dilakukan dengan pemeriksaan TCM. Pada kondisi dimana
pemeriksaan TCM tidak memungkinkan (misalnya alat TCM melampui kapasitas
pemeriksaan, alat TCM mengalami kerusakan, dll), penegakan diagnosis TB
dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.
b. Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan terduga TB dengan HIV
positif, harus tetap diupayakan untuk dilakukan penegakan diagnosis TB dengan
TCM TB, dengan cara melakukan rujukan ke layanan tes cepat molekuler
terdekat, baik dengan cara rujukan pasien atau rujukan contoh uji.
c. Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2
(dua) dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk diperiksa TCM, satu

9
contoh uji untuk disimpan sementara dan akan diperiksa jika diperlukan (misalnya
pada hasil indeterminate, pada hasil Rif resistan pada terduga TB yang bukan
kriteria terduga TB RO, pada hasil Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim
ke Laboratorium LPA untuk pemeriksaan uji kepekaan Lini-2 dengan metode
cepat).
d. Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas cairan
serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung
(gastric lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).
e. Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria
terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan
hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan
selanjutnya.
f. Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap
sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji kepekaan.
g. Pengobatan standar TB MDR segera diberikan kepada semua pasien TB RR,
tanpa menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2 keluar. Jika
hasil resistensi menunjukkan MDR, lanjutkan pengobatan TB MDR. Bila ada
tambahan resistensi terhadap OAT lainnya, pengobatan harus disesuaikan dengan
hasil uji kepekaan OAT.
h. Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay) Lini-
2 atau dengan metode konvensional.
i. Pengobatan TB pre XDR/ TB XDR menggunakan paduan standar TB pre XDR
atau TB XDR atau menggunakan paduan obat baru.
j. Pasien dengan hasil TCM MTB negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika
gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter, pasien dapat
didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks
tidak mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari kemungkinan penyebab lain.
 Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM) TB
a. Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM,
penegakan diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.

10
b. Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua)
dengan kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-
Sewaktu atau Sewaktu-Pagi.
c. BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada
pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien
dengan BTA (+).
d. BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif.
Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis
dan penunjang (setidaktidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan
ditetapkan oleh dokter.
e. Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki
akses rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian terapi
antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-
2 minggu. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik, pasien
perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan faktor risiko TB tinggi maka pasien
dapat didiagnosis sebagai TB Klinis. Faktor risiko TB yang dimaksud antara
lain:
1. Terbukti ada kontak dengan pasien TB
2. Ada penyakit komorbid: HIV, DM
3. Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat penampungan
pengungsi, daerah kumuh, dll.
 Diagnosis TB ekstraparu:
a. Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
b. Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan
klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari
organ tubuh yang terkena.

11
c. Pemeriksaan mikroskopis dahak wajib dilakukan untuk memastikan
kemungkinan TB Paru.
d. Pemeriksaan TCM pada beberapa kasus curiga TB ekstraparu dilakukan dengan
contoh uji cairan serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF) pada kecurigaan TB
meningitis, contoh uji kelenjar getah bening melalui pemeriksaan Biopsi Aspirasi
Jarum Halus/BAJAH (Fine Neddle Aspirate Biopsy/FNAB) pada pasien dengan
kecurigaan TB kelenjar, dan contoh uji jaringan pada pasien dengan kecurigaan
TB jaringan lainnya.

2.8 Tatalaksana1,2
a. Tujuan dan Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
 Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan. 
 

12
 Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
b. Obat Anti Tuberkulosis
 Lini Pertama
Tabel 1. OAT Lini 1
Jenis OAT Sifat Efek Samping
Neuropati perifer (Gangguan saraf
Isoniazid (H) Bakterisidal tepi), psikosis toksik, gangguan fungsi
hati, kejang.
Flu syndrome(gejala influenza berat),
gangguan gastrointestinal, urine
Rifampisin (R) Bakterisidal berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik.
Gangguan gastrointestinal, gangguan
Pirazinamid (Z) Bakterisidal
fungsi hati, gout arthritis.
Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
Streptomisin (S) Bakterisidal
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni.
Gangguan penglihatan, buta warna,
Etambutol (E) Bakteriostatik
neuritis perifer (Gangguan saraf tepi).

Tabel 2 . Dosis OAT Lini 1


 

13
 Lini Kedua
Tabel 3. OAT Lini 2
Grup Golongan Jenis OAT
Moksifloksasin (Mfx)
Florokuinolon
A Gatifloksasin (Gfx)*
Amikasin (Am)*
OAT Suntik Lini
Kapreomisin (Cm)
B Kedua
Streptomisin (S)**
Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)*
OAT Oral Lini
Clofazimin (Cfz)
C Kedua
Linezolid (Lzd)
Pirazinamid (Z)
D1 OAT Lini Pertama Etambutol (E)
Isoniazid (H) dosis tinggi
Bedaquiline (Bdq)
Delamanid (Dlm)*
D2 OAT Baru
Pretonamid (PA-824)*

Asam para aminosalisilat (PAS)


Imipenem-silastatin (Ipm)*
Meropenem (Mpm)*
D3 OAT Tambahan
Amoksilin clavulanat (Amx-Clv)*
Thioasetazon (T)*

c. Panduan OAT
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3, untuk pasien baru:
 Pasien baru TB paru BTA positif.
 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
 Pasien TB ekstra paru.
Tabel 4. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1
Tahap Intensif RHZE Tahap Lanjutan
Berat Badan
(150/75/400/275) RH (150/150)
30-37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

14
Tabel 5. Dosis Paduan OAT-Kombipak Kategori 1

Tablet Kaplet Tablet Tablet


Tahap Lama
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol
Pengobatan Pengobatan
@300mg @450mg @ 500mg @250mg
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - -
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3, untuk pasien:
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 6. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2
Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
RH (150/150) + E
RHZE (150/75/400/275)
RHZE (400)
+S
2 tablet 2KDT + 2
2 tablet 4KDT + 500mg
30-37kg 2 tablet 4KDT tablet etambutol
Streptomisin inj
3 tablet 2KDT + 3
3 tablet 4KDT + 750mg
38-55kg 3 tablet 4KDT tablet etambutol
Streptomisin inj
4 tablet 4KDT + 4 tablet 2KDT + 4
56-70kg 1000mg 4 tablet 4KDT tablet etambutol
Streptomisin inj
5 tablet 4KDT + 5 tablet 2KDT + 5
≥71kg 1000mg 5 tablet 4KDT tablet etambutol
Streptomisin inj

Tabel 7. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2


Tablet Kaplet Tablet Tablet Tablet
Tahap Lama Streptomisin
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol Etambutol
Pengobatan Pengobatan Injeksi
@300mg @450mg @500mg @250mg @400mg
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 -
0,75gr
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 -
Tahap
4 Bulan 2 1 - 1 2 -
Lanjutan

15
d. Tatalaksana Pasien Pengobatan tidak Teratur
Tabel 8. Tindakan Pengobatan Pasien yang Tidak Teratur Berobat

e. Pemantauan Hasil Pengobatan


Tabel 9. Pemantauan Hasil Pengobatan

16
2.9 Komplikasi
a. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
b. Pnemotoraks spontan karena bula/blep yang pecah.
c. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya.

2.10 Kriteria Rujukan4


1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah
pengobatan dalam jangka waktu tertentu
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/meragukan)
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB-MDR harus dirujuk ke kpusat rujukan TB-MDR.

2.11 Prognosis4
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.

17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Makmur
Umur : 57 Tahun 1 Hari
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Dusun Kampung Tengah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2021, Jam 10.36 WIB
No. RM : 18-86-34
II. Anamnesis
 Keluhan Utama:
Badan lemas dan batuk
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan sudah lemas ± 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Batuk-batuk sudah sejak 5 bulan yang lalu, berdahak (+),
berwarna hijau kekuningan, terkadang disertai batuk darah, sesak (+). Habis
makan biasanya sesak makin berat. Nafsu makan menurun (+), berat badan turun
dari 45kg menjadi 40kg, demam (+), keringat malam (+). Riwayat terbentur
dibagian kepala sebelah kiri 3 bulan yang lalu. Setelah itu kaki dan tangan kanan
tidak bisa digerakkan dan terasa sakit. Pasien hanya terbaring tidak bisa berjalan.
Lecet dibagian bokong (+). Asam urat (+) sudah bertahun-tahun, nyeri dibagian
ulu hati. BAB dan BAK dalam batas normal.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
o Riwayat hipertensi (+).
o Riwayat DM (-), akan tetapi saat diperiksa pasien didiagnosis DM, dan
menurut pengakuan istri pasien, pasien sering kencing dalam jumlah
banyak.
o Riwayat terbentuk dibagian kepala sebelah kiri.
o Riwayat asam urat (+).

18
 Riwayat Penyakit Keluarga:
o Keluarga tidak ada menderita TB atau batuk-batuk yang lama.
o Ibu pasien menderita hipertensi (+).
o Riwayat DM (-).
 Riwayat Pengobatan:
Untuk batuk diberikan obat-obat kampung, tidak ada berkurang. Untuk
obat asam urat dibeli sendiri dari kedai, keluhan berkurang akan tetapi kambuh
lagi.
 Riwayat psikososial:
Dilingkungan rumah pasien tidak ada orang dengan riwayat TB atau
batuk- batuk yang lama.
 Riwayat kebiasaan:
Sebelum stroke pasien makan 3 kali sehari, sekarang nafsu makan
menurun. Riwayat merokok sudah sejak muda, minum-minuman beralkohol.
III. Pemeriksaan Tanda Vital
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Komposmentis
 Tinggi Badan : 160 cm
 Berat Badan : 40 kg
 Status Gizi : 15,6
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Denyut Nadi : 90 x/menit
 Suhu Tubuh : 36,5oC
 Frekuensi Nafas : 22 x/menit
IV. Pemeriksaan Fisik Diagnostik
Pemeriksaan Kepala
- Ukuran : Normochepali
- Simetrisitas Wajah : Simetris
Pemeriksaan Mata
- Kelopak/ Palpebra : Ptosis (-)
- Konjungtiva : Anemis (-)

19
- Sklera : Ikterik (-)
- Pupil : Isokor +/+
- Reflek cahaya : +/+
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Tidak ada pembesaran
- Palpasi : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
- Pemeriksaan Trakea : Di tengah
- Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorak
- Inspeksi : Bentuk dada normal, pengembangan dada simetris
- Perkusi : Sonor kanan sama dengan kiri
- Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri
- Auskultasi : Ronkhi (+/+) apeks pulmo dextra et sinistra
Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Perut datar, tanda peradangan (+)
- Auskultasi : Bising usus 10 kali/menit)
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), perut tegang (+)
- Pemeriksaan Ginjal : Ballotement (-), nyeri CVA (-)
- Pemeriksaan Hepar : Tidak teraba
Pemeriksaan Ekstrimitas
- Tangan kanan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, atropi otot (+).
- CRT : < 2 detik
- Akral : Hangat
V. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 11 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 11,8 gr% 13-18
Leukosit 20,6 10ˆ3/mmˆ3 5-11
Hematokrit 34,3% 37-47
MCV 72,2 fl 80-96

20
MCH 24,9 pg 27-32
Trombosit 676 10ˆ3/mmˆ3 150-450
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 0% 1-3
Basofil 0% 0-1
Neutrofil Stab 2% 2-6
Neutrofil Segmen 86 % 50-70
Limfosit 4% 20-40
Monosit 8% 2-8
Fungsi Hati
SGOT 103 U/L < 40
SGPT 110 U/L < 42
Fungsi Ginjal
Ureum 56 mg/dl 10-50
Creatinin 1,1 mg/dl 0,5-1,4
Diabetes
Glukosa Darah (Stick) 301 mg/dl 70-140
Elektrolit
Natrium 133 mEq/L 135-145
Kalium 4,6 mEq/L 3,5-5,2
Chlorida 93 mEq/L 96-106
 Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Diabetes
Glukosa Darah (Stick) 183 mg/dl 70-140

21
 Pemeriksaan foto thoraks

VI. Resume Pemeriksaan


Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan sudah lemas ± 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Batuk-batuk sudah sejak 5 bulan yang lalu, berdahak (+), berwarna hijau
kekuningan, terkadang disertai batuk darah, sesak (+). Habis makan biasanya sesak
makin berat. Nafsu makan menurun (+), berat badan turun dari 45kg menjadi 40kg,
demam (+), keringat malam (+). Riwayat terbentur dibagian kepala sebelah kiri 3 bulan
yang lalu. Setelah itu kaki dan tangan kanan tidak bisa digerakkan dan terasa sakit.
Pasien hanya terbaring tidak bisa berjalan. Lecet dibagian bokong (+). Asam urat (+)
sudah bertahun-tahun, nyeri dibagian ulu hati. BAB dan BAK dalam batas normal.

22
Riwayat DM (-), akan tetapi saat diperiksa pasien didiagnosis DM, dan menurut
pengakuan istri pasien, pasien sering kencing dalam jumlah banyak. Untuk batuk
diberikan obat-obat kampung, tidak ada berkurang. Obat asam urat dibeli sendiri dari
kedai, keluhan berkurang akan tetapi kambuh lagi. Riwayat merokok sudah sejak muda,
minum alkohol.

Pada auskultasi paru didapatkan Ronkhi pada apeks pulmo dextra et


sinistra.Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium, perut tegang. Tangan
kanan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan, atropi otot. Pada pemeriksaan darah
didapatkan leukosit 20,6 10ˆ3/mmˆ3, trombosit 676 10ˆ3/mmˆ3, SGOT 103 U/L, SGPT
110 U/L, glukosa darah 301 mg/dl. Pada foto thoraks terdapat peningkatan corakan
bronkovaskular paru kiri dan kanan.

VII. Diagnosis Kerja


CAP + TB Paru + Gastritis + DM + Suspect AKI

VIII. Penatalaksaan
 IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam 20 tpm
 Inj Ceftriakson 2x1 gram
 Inj Farmavon 3x1
 Inj Esome 1x1
 Inj Streptomicin 1x500
 Inj Meropenem 3x1
 Levofloksasin 1x750
 Etambutol 1x1
 Sucralfat syr 3x10 cc
 Curcuma 3x1
 Novomix 15-0-15
 Ketocid 3x1

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pasien TB dapat ditegakaan berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada teorinya pasien TB memiliki gejala
pernapasan (batuk, nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan gejala sistemik (demam,
tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah), serta
tanda TB paru yaitu suara napas bronchial/rhonki basah/ suara napas melemah di apex
paru. Sedangkan pada pasien ini kenapa ditegakkan TB paru karena didapatkan batuk
berdahak sudah 5 bulan dengan dahak berwarna hijau kekuningan serta kadang disertai
darah. Pasien juga mengalami sesak napas, demam, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan dari 45 kg menjadi 40 kg, dan keringat malam. Pemeriksaan auskultasi paru
didapatkan ronki pada kedua apeks paru pasien. Pada pemeriksaan darah didapatkan
leukositosis yang dapat diartikan sebagai adanya infeksi. Pada foto rontgen thoraks
didapatkan peningkatan corakan bronkovaskular pada kedua paru.

24
BAB V
KESIMPULAN

1. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan organ lainnya.
2. Gejala umum TB paru aktif adalah batuk dengan dahak dan darah, nyeri dada, lemas,
penurunan berat badan, demam, dan keringat malam
3. Tuberkulosis menyebar dari orang ke orang melalui udara. Saat penderita TB paru
batuk, bersin, atau meludah, mereka akan mendorong kuman TB ke udara.
4. Mereka dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti orang yang hidup dengan HIV,
malnutrisi atau diabetes, atau orang yang menggunakan tembakau, memiliki risiko
lebih tinggi untuk terkena TB.
5. Penggunaan tes diagnostik molekuler cepat sebagai tes diagnostik awal pada semua
orang dengan tanda dan gejala TB karena memiliki akurasi diagnostik yang tinggi
dan akan mengarah pada perbaikan besar dalam deteksi dini TB dan TB yang
resistan terhadap obat.

25
DAFTAR PUSTAKA

[1] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.
[2] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis.
[3] Kumar, Vinay et al. 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease ed.9th.
Philadelphia: Elsevier.
[4] Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.
[5] World Health Organization. 2020. Tuberculosis. Diakses pada tanggal 8 febuari
2021. [https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/tuberculosis]
[6] World Health Organization. 2019. Tuberculosis. Diakses pada tanggal 8 febuari
2021. [https://www.who.int/healthtopics/tuberculosis#tab=tab_3].
[7] Herchline, Thomas. 2020. Tuberculosis (TB). Diakses pada tanggal 8 febuari 2021
[https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a5] .
[8] CDC. 2016. Basic TB Facts. [https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm].
[9] Porth CM, Matfin G. 2013. Lippincott- Pathophysiology Concepts of Altered Health
States ed. 8th. Wolters Kluwer: United States.
[10] Afshar, Baharak et al. 2019. Surveillance of tuberculosis (TB) cases attributable to
relapse or reinfection in London, 2002-2015. PloS One: 14(2)

26

Anda mungkin juga menyukai