Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


SIROSIS HEPATIS

Oleh:
NUR AMALIA PUTRI
NIM: 201420100003

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA BANYUWANGI
2022

1
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................2
BAB 1...............................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................3
B. Batasan Masalah....................................................................................6
C. Rumusan Masalah..................................................................................6
D. Tujuan....................................................................................................6
BAB 2...............................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6
A. KONSEP PENYAKIT SIROSIS HEPATIS..........................................6
1. Definisi...............................................................................................6
2. Etiologi...............................................................................................7
3. Tanda dan gejala Klinis sirosis hepatis.............................................8
4. Patofisiologi.......................................................................................9
5. Klasifikasi........................................................................................10
6. Komplikasi.......................................................................................11
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................12
1. Pengkajian........................................................................................12
1. Diagnosa keperawatan.....................................................................19
2. Intervensi..........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................47
3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang masih
menjadi permasalahan di indonesia. Ditinjau dari pola penyakit hati
yang dirawat, secara umum mempunyai urutan sebagai berikut:
hepatitis virus akut, sirosis hati, kanker hati, abses hati. Dari data
tersebut ternyata sirosis hati menempati urutan kedua. Sirosis hati
merupakan salah satu penyakit hati kronis yang paling banyak
ditemukan dimasyarakat dan merupakan stadium terakhir dari
penyakit hati menahun (Hadi S, 2000 dalam Stiphany, 2010). Cedera
pada struktur seluler dari hati menyebabkan fibrosis terkait dengan
radang kronis dan perubahan necrotic menghasilkan sirosis (Digiulio
& Donna Jackson, 2014). Sirosis hepatis adalah penyakit hati
menahun (penyakit hati kronis) dan merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis (Nurdjanah, 2009 dalam Sitompul, dkk, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) (2015), Sekitar
700.000 umat manusia meninggal karena sirosis hepatis. Sedangkan
Data WHO (2011) dalam Ika (2015) mencatat sebanyak 738.000
pasien dunia meninggal akibat sirosis hati ini. Penyakit ini menjadi
penyebab kematian terbesar pada penderitanya. Menurut Black &
Hawks, (2009) dalam Riris, (2014) bahwa penyebab sirosis hepatis
belum diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik dalam keluarga
turut ambil bagian dalam penyakit ini. Kondisi yang menjadi faktor
predisposisi munculnya penyakit ini adalah konsumsi alkohol yang
berlebihan dalam jangka waktu yang lama, riwayat terinfeksi virus (B
ataupun C), obstruksi bilier, intoksikasi bahan kimia industri, dan
penggunaan obat, seperti acetaminophen, methotrexate, atau
isoniazid. Menurut Burroughs, Dooley, Heathcote,& Lok, (2011)
dalam Rahayu (2013), Berdasarkan dari etiologi, prevalensi sirosis
4

alkoholik, sirosis non alkoholik, dan sirosis viral khususnya hepatitis


C tergolong tinggi. Di sisi lain, prevalensi sirosis viral di negara
berkembang termasuk Indonesia, tergolong tinggi khususnya hepatitis
B dan C. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang juga
memengaruhi proses penyakit yaitu usia,
gender (laki-laki), obesitas, dan gangguan metabolik. Faktor-faktor ini
mempunyai pengaruh yang bervariasi pada pasien yang berbeda.
Di Amerika Serikat terjadi peningkatan proporsi pasien sirosis
hepatis dengan hepatitis C dibandingkan dengan penyakit hati
alkoholik pada tahun 2008. Penelitian pada pasien dengan diagnosis
tersebut menunjukkan bahwa umur mereka rata-rata sekitar 60 tahun
dan mayoritas pasien adalah pria dengan rasio pria dan wanita 4 : 1,3.
Kematian terbesar dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70
tahun (Gunnarsdottir, 2008) dalam (Agustin, 2013). Gejala dapat
berkembang secara bertahap, atau mungkin tidak terlihat gejala sama
sekali. Ketika timbul gejala, dapat meliputi: Jaundice, yaitu
menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir karena bilirubin yang
meningkat. Urin juga terlihat menjadi lebih gelap seperti air teh.
warna tinja pucat / tinja menjadi hitam, kehilangan nafsu makan, mual
& muntah darah, mimisan & gusi berdarah, kehilangan berat badan.
Komplikasi yang dapat timbul yaitu pembekakkan atau penumpukan
cairan pada kaki (edema) dan pada perut (asites) (Perhimpunan
Penelitian Hati Indonesia /PPHI 2013).
Menurut hasil penelitian Stiphany, dkk, (2010- 2011) bahwa
penderita sirosis hati dengan proporsi tertinggi adalah keluhan utama
perut membesar (44,7%), klasifikasi sirosis dekompesanta (95,1%),
riwayat penyakit terdahulu yaitu penyakit hati lainnya (25,2%), status
komplikasi adalah tidak ada komplikasi (52,4%), jenis komplikasi
varises esophagus dan perdarahan (55,1%), sumber biaya Askes
(41,7%), lama rawatan rata-rata 9,31 hari, keadaan sewaktu pulang
pulang berobat jalan (72,8%).
5

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada


pasien sirosis hepatis terkait masalah nutrisi adalah dengan
memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang pentingnya
diet tinggi protein, khususnya yang banyak mengandung asam amino
rantai cabang (AARC). Salah satu jenis makanan yang kaya akan
AARC adalah putih telur. Consensus European Society for Clinical
Nutrition and Metabolism merekomendasikan AARC untuk terapi
nutrisi pada ensefalopati hepatikum karena terbukti memperbaiki
klinis pada pasien sirosis lanjut (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, &
Savopoulos, 2008 dalam Riris, 2014).
B. Batasan Masalah
1. Ruang lingkup yang merupakan informasi seputar pasien dengan
masalah sirosis hepatis.
2. Informasi yang meliputi konsep asuhan keperawatan dan diagnosa
sirosis hepatis.
C. Rumusan Masalah
1. bagaimana asuhan keperawatan kepada pasien dengan keluhan
sirosis hepatis?
2. Apa penyebab pasien mengalami nyeri secara tiba-tiba?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari asuhan keperawatan pada pasien jantung
sirosis hepatis
2. Tujuan Khusus
1) Mampu mendiskripsikan tentang diagnosa keperawatan pada
pasien dengan penyakit sirosis hepatis.
2) Mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan diagnosa pada
pasien sirosis hepatis.
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT SIROSIS HEPATIS


1. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan
inflamasi dan fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan
hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar yang terjadi
karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel
fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang
menggantikan sel-sel normal. (Baradero, 2008). Sirosis Hepatis
merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur
(Nugroho, 2011).
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan
penggantian jaringan hati normal dengan fibrosis yang menyebar,
yang mengganggu struktur dan fungsi hati. Sirosis, atau jaringan
parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik, paling sering
disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling
umum,; paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan
bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang
paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013). Menurut Black
& Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah penyakit kronis
progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan
pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika aliran normal darah,
empedu dan metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan
perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan
sel retikuler.
7

Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah


penyakit kronis pada hepar yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat dan pembentukan nodul.
2. Etiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang
dimengerti, terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada
kebanyakan kasus antara lain :
a) Sirosis Laennec
Merupakan suatu pola khas sirosis akibat penyalahgunaan
alcohol kronis yang mencapai sekitar 75% atau lebih dari
kasus sirosis.
b) sSirosis Pascanekrotik
Biasanya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
c) Sirosis Bilier
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis. Pola ini merupakan penyebab 2%
kematian akibat sirosis. (Price & Wilson, 2009).
(Black & Hawks,2014) berpendapat, penyebab sirosis
belum teridentifikasi jelas, meskipun hubungan antara sirosis
dengan minum alkohol berlebihan telah ditetapkan dengan
baik. Negara-negara dengan insiden sirosis tertinggi memiliki
konsumsi alkohol per kapita terbesar. Kecenderungan
keluarga dengan predisposisi genetik, juga hipersensivitas
terhadap alkohol, tampak pada sirosis alkoholik.
3. Tanda dan gejala Klinis sirosis hepatis
a. Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin atau karena kelainan penyakit lain.1 Bila sirosis hati sudah
lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya
8

rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi.


Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.
b. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang
merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit
hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver
sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat
menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit.
2) Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein
albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen
(ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
3) Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke
bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi
lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena
portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab
9

hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap


aliran darah melalui hati.
4. Patofisiologi
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cidera hati.
Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas
fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi.
Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati
mengubah aliran system vascular dan limfatik serta jalur duktus
empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan statis empedu,
endapan jaundis (Black & Hawks, 2014). Hipertensi vena poerta
berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari
usus dan limpa. Jadi peningkatan didalam tekanan vena porta
menyebabkan:
1) Aliran balik meningkat pada tekanan resistan dan pelebaran
vena esofagus, umbilicus,dan vena rektus superior, yang
mengakibatkan perdarahan varises.
2) Asites (akibat pergeseran hidrostastik atau osmotic mengarah
pada akumulasi cairan didalam peritoneum)
3) Bersihan sampah metabolic protein tidak tuntas dengan akibat
meningkatnya ammonia, selanjutnya mengarah kepada
ensefalopati hepatikum.
4) Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui
atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan
kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram
negative), peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau
komplikasi hipertensi porta (Black & Hawks, 2014).
5. Klasifikasi
Ada tiga tipe sirosis hepatis atau pembentukan parut dalam
hati antara lain :
1) Sirosis Portal Laennec (Alkoholik, Nutrisional). Dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis
10

ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan


merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di
Negara Barat
2) Sirosis Pascanekrotik Dimana terdapat pita jaringan parutyang
lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang
terjadi sebelumnya.
3) Sirosis Bilier Dimana pembentukan jaringan parut terjadi
dalam hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi
akibat obstruksi biliar yang kronis dan infeksi (kolangitis):
insidennya lebih rendah daripada insiden sirosis Laennec dan
pascanekrotik.
4) Sirosis biliaris primer terjadi kerusakan progresif pada duktus
biliaris intrahepatik. Terutama (90%) mengenai wanita antara
40-60 tahun, dan keluhan utamanya berupa tanda-tanda
koleastatis: pruritus, ikterus, disertai tinja pucat, urin gelap,
dan steatorea, pigmentasi, dan xantelasma. (Brunner &
Suddart, 2002).
6. Komplikasi
a. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi yang
sangat serius, 30%-70% pasien sirosis hati dengan hipertensi
portal mengalami keadaan ini. Angka kematiannya dilaporkan
mencapai 20%-50%.36
b. Ensefalopati
hepatikum Beberapa bentuk ensefalopati hepatikum sifatnya
responsif terhadap terapi dan reversibel namun sebagian lagi
bersifat irreversibel. Kesembuhan dan rekurensi bervariasi,
tanpa transplantasi hati 1-year survival 40%. Ensefalopati
hepatikum akut maupun kronik angka kematiannya mencapai
80%.42
c. Peritonitis bakteri spontan
11

Penderita sirosis hati dengan infeksi merupakan faktor


prognostik buruk. Peritonitis bakterial spontan biasanya
berulang dengan angka kekambuhan dalam 1 tahun mencapai
70%. Angka kematiannya 50%, bahkan pada penyakit hati yang
berat, hiperbilirubinemia, gangguan fungsi ginjal atau
ensefalopati, mortalitas menjadi 90%.43
d. Sindroma hepatorenal
Sindroma hepatorenal terjadi sekitar 4% pada penderita dengan
sirosis dekompensata. Biasanya bersifat progresif dan fatal,
dengan angka kematian mencapai 95%. Sindroma hepatorenal
tipe II, dimana disfungsi ginjal berlangsung lebih lambat,
mempunyai prognosis yang lebih baik daripada tipe I.
e. Karsinoma hepatoseluler
Komplikasi sirosis berupa karsinoma hepatoseluler biasanya
sudah mencapai tahap lanjut. 5-year survival ratenya sangat
rendah (kurang dari 5%) dan sebagian besar penderita
meninggal dalam 6 bulan.
f. Asites Asites
berkaitan dengan ketahanan hidup jangka panjang yang rendah
(5-year survival rate 30%-40%), peningkatan risiko infeksi dan
gagal ginjal sehingga semua pasien dengan asites sebaiknya
dievaluasi untuk transplantasi. Sekitar 50% pasien dengan
sirosis hati akan mengalami asites dalam waktu 10 tahun dan
meninggal dalam 2 tahun.
12

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas `
Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi :
nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan penanggung
jawab.
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis
sering terungkap kondisinya secara tidak sengaja ketika
mencari pelayanan kesehatan untuk masalah lain.
Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu
dengan keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan,
mual, muntah, dan demam. Sedangkan pada tahap lanjut
dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah berdarah.
(Black & Hawks, 2009)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Dalam penulisannya keluhan utama disampaikan
dengan jelas dan padat, dua atau tiga suku kata yang
merupakan keluhan yang mendasari klien meminta
bantuan pelayanan kesehatan atau alasan klien masuk
rumah sakit.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan
diperoleh komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites
disebabkan malnutrisi, GI muncul dari varises esofagus
(pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak
pada tungkai, keletihan, anoreksia. (Black & Hawks, 2009)
13

c. Riwayat kesehatan terdahulu


1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pascaintoksikasi
dengan kimia industri, sirosis bilier dan yang paling sering
ditemukan dengan riwayat mengonsumsi alkohol.
2) Riwayat penyakit keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi
jika ada keluarga yang menderita hepatitis maka akan
menjadi faktor resiko.
3) Riwayat pengobatan
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
………………………...

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
………………………………..

b) Tanda-tanda vital
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
………………………………...
14

2) Body System
a) Sistem pernafasan
Pada inspeksi terlihat sesak dan menggunakan
otot bantu nafas sekunder dari penurunan ekspansi
rongga dada dari asites, pada palpasi bila tidak ada
komplikasi, taktil fermitus seimbang, saat perkusi bila
tidak ada komplikasi lapang paru resonan, bila terdapat
efusi akan didapatkan bunyi redup, saat auskultasi
secara umum normal tetapi bisa didapatkan adanya
bunyi nafas tambahan ronkhi akibat akumulasi sekret.
b) Sistem kardiovaskuler
Anemia, peningkatan denyut nadi, pada saat
auskultasi biasanya normal, namun tidak semua
penderita sirosis hepatis memiliki masalah pada sistem
kardiovaskularnya.
c) Sistem persarafan
Sistem saraf agitasi disorientasi, penurunan
GCS (Ensefalopati hepatikum).
d) Sistem perkemihan

e) Sistem pencernaan
Pada saat diinfeksi biasanya terdapat
pembesaran pada hati, pada hati saat dipalpasi adanya
nyeri tekan peningkatan lingkar abdomen, pada saat
diinpeksi biasanya perut tampak cembung/buncit
(asites), pada saat dipalpasi biasanya adanya nyeri
tekan, pada saat diperkusi biasanya terdengar pekak,
pada saat diauskultasi biasanya bising usus lebih cepat
15

dan juga bisa terjadi penurunan bising usus, tegang pada


perut kanan atas.
f) Sistem integument
Pada klien dengan sirosis hepatis biasanya
terdapat ikterus, palmer eritma, spider nevi, alopesia dan
ekimosis.
g) Sistem muskuloskeletal
Dapat ditemukan adanya edema, penurunan
kekuatan otot.
h) Sistem endokrin
Tidak terdapat pembesaran limfe dan tidak
terdapat pembesaran kelenjar tyroid.
i) Sistem reproduksi

j) Sistem penginderaan

k) Sistem imun

e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Price & Wilson,
2012) :
a. Radiologi
a) Foto polos abdomen.
Tujuannya : untuk dapat memperlihatkan densitas
klasifikasi pada hati , kandung empedu, cabang saluran-
saluran empedu dan pancreas juga dapat
memperlihatkan adanya hepatomegalimegali atau asites
nyata.
b) Ultrasonografi (USG)
Metode yang disukai untuk mendeteksi
hepatomegalimegali atau kistik didalam hati.
16

c) CT scan
Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu,
pancreas, dan limpa; menunjukan adanya batu, massa
padat, kista, abses dan kelainan struktur: sering dipaki
dengan bahan kontras
d) Magnetik Resonance Imaging (MRI) (Pengambilan
gambar organ)
e) Pemakaian sama dengan CT scan tetapi memiliki
kepekaan lebih tinggi, juga dapat mendeteksi aliran
darah dan sumbatan pembuluh darah; non invasive.
f. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:
1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi,
diet seimbang; diuretik penghemat kalium (untuk asites)
hindari alkohol Brunner & Suddart, (2013).
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk
menjaga kesehtan. Sering kali vitamin K diberikan
untuk memperbaik faktor pembekuan (Black & Hawks,
2009).
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin
IV untuk menjaga volume plasma (Black & Hawks,
2009).
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014),
penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu sebagai
berikut:
1) Memberikan oksigen
2) Memberikan cairan infus
3) Memasang NGT (pada perdarahan)
4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen
plasma (FFP)
17

5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)


6) Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7) Pelunak feses : dekusat
8) Detoksikan Amonia: Laktulosa
9) Vitamin: zink
10) Analgetik: Oksikodon
11) Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
12) Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13) Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-
Blakemore (pada perdarah aktif)
14) Profilaksis trombosis vena provunda : stocking
kompresi sekuensial.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan
keperawatan sebagai berikut:
1) Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena,
hematuria, dan hematemesis. Periksa tanda vital sebagai
pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk menceah
perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau
abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika benarbenar
diperlukan, menggunakan jarum sintik yang kecil.
Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung
dengan kuat dan mengejan saat BAB. Terkadang
pelunak fases diresepkan untuk mencegah mengejan dan
pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun
kembali jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk
menjaga BB dan menghemat protein. Berikan suplemen
vitamin biasanya pasien diberikan multivitamin untuk
18

menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk


memperbaiki faktor bekuan.
3) Meningkatkan pola pernapasan efektif
Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati
dan memengaruhi fungsinya, mungki juga
menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran
gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen
diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi
fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu
dilakukan oleh perawat.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan
cairan klien harus dipantau ketat. Memantau asupan dan
keluaran, juga mengukur lingkar perut.
5) Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk
berkembang kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika
jaundis terlihat, mandi hangat-hangat kuku dengan
pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.
6) Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet
tepat, memonitor gejala infeksi dan memberikan
antibiotik sesuai resep.
19

1. Diagnosa keperawatan
Penulis mengambil sumber buku terkait sirosis hepatis dengan
penegakkan diagnosis yaitu menurut Doenges (2012), namun pada
system penulisan menggunakan sumber Tim Pokja SDKI (2016),
dengan diagnosis keperawatan sebagai berikut:
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi akut
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Faktor
pembekuan darah terganggu,sintesis prosumber terganggu
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Penumpukan
garam empedu dibawah kulit
4) Risiko perdarahan dibuktikan dengan Faktor pembekuan
darah terganggu,sintesis prosumber terganggu
5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
terganggu
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ansietas
8) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Filtrasi
keruang ketiga
20

2. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan
Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada Kasus Sirosis Hepatis
NO Diagnosa NIC NOC
keperawatan
1. Ketidakefektifan a. Status Pernafasan : Manajemen Jalan Nafas
pola napas Ventilasi a. Posisikan pasien untuk
berhubungan Indikator : memaksimalkan
dengan 1) Respiratory rate ventilasi; posisi semi
Peningkatan dalam rentang fowler.
tekanan pada normal b. Auskultasi bunyi napas,
diaframa. 2) Tidak ada retraksi catat jika adanya
dinding dada bunyinapas tambahan.
3) Tidak mengalami c. Atur intake cairan untuk
dispnea saat mengoptimalkan
istirahat keseimbangan.
4) Tidak ditemukan d. monitor adanya
orthopnea kecemasan pasien
5) Tidak ditemukan terhadap oksigenasi.
atelectasis Terapi Oksigen
b. Status Pernafasan : a. Bersihkan mulut,
Kepatenan Jalan hidung, dan sisa sekresi
Nafas b. Siapkan peralatan
Indikator : oksigen dan siapkan
1) Respiratory rate humidifier
dalam rentang c. Monitor aliran oksigen
normal d. Pastikan penggantian
2) Pasien tidak cemas masker atau kanul
sesuai kebutuhan
3) Menunjukkan jalan e. Sediakan oksigen
21

nafas yang paten ketika pasien dibawa


atau dipindahkan
f. Amati tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor TTV
a. Monitor vital sign.
b. Identifikasi perubahan
status vital sign
c. Monitor frekuensi nafas dan irama
pernapasan.
Manajemen Cairan
a. Monitor indikasi dari
kelebihan volume cairan
(edema, asites).
b. Nilai luas dan lokasi
edema.
c. Monitor vital sign.
d. Monitor hasil labor
yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN,
Hb, Ht, osmolalitas).
Monitor Caira
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari
ketidakseimbangan cairan
(terapi diuretik, disfungsi
hati, muntah).
2. Kelebihan volume a. Keseimbangan Manajemen Cairan
cairan Elektrolit dan Asam a. Pertahankan catatan
berhubungan Basa intake dan output yang
dengan penurunan Indikator : akurat
22

tekanan osmotik 1) Serum albumin, b. Pasang urin kateter jika


koloid. kreatinin, hematokrit, diperlukan
Blood Urea Nitrogen c. Monitor hasil Hb yang
(BUN), dalam sesuai dengan retensi
rentang normal. cairan (BUN, Hmt,
2) pH urine, urine osmolaritas urin)
sodium, urine d. Monitor vital sign
creatinin,urine e. Monitor indikasi retensi
osmolarity, dalam / kelebihan cairan
rentang normal. f. Kaji luas dan lokasi
3) tidak terjadi edema
kelemahan otot. g. Monitor masukan
4) tidak terjadi makanan / cairan dan
disritmia. hitung intake kalori
b. Keseimbangan h. Monitor status nutrisi
Cairan i. Kolaborasi pemberian
Indikator : diuretik sesuai interuksi
1) Tidak terjadi asites j. Kolaborasikan dokter
2) Ekstremitas tidak jika tanda cairan
edema berlebih muncul
3) Tidak terjadi distensi memburuk
vena jugularis Monitor Cairan
a. Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
b. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari
ketidakseimbangan
cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor TD, HR dan
23

RR
e. Monitor perubahan
irama jantung
f. Catat secara akurat
intake dan output
g. Monitor tanda dan
gejala edema
h. Beri cairan sesuai
keperluan
i. Kolaborasi dalam
pemberian obat yang
dapat meningkatkan
output urin
3. Ketidakeektifan a. Status Sirkulasi Manajemen asam basa
Perfusi Jaringan Indikator : a. Pertahankan kepatenan
Perifer 1) Systolic blood akses selang IV
berhubungan pressure dalam b. Monitor gas darah arteri
dengan Anemia rentang normal c. Monitor adanya
2) Diastolic blood kegagalan pernafasan
pressure dalam d. Monitor status
rentang normal hemodinamik
3) Pulse pressure e. Monitor kehilangan
dalam rentang asam misalnya muntah,
normal pengeluaran NGT
4) CVP dalam retang f. Monitor status
normal neurologi
5) MAP dalam rentang g. Berikan terapi oksigen
normal dengan tepat
6) Saturasi O2 dalam Perawatan sirkulasi
rentang normal a. Lakukan penilaian
7) Tidak asites sirkulasi perifer (nadi,
24

b. Perfusi Jaringan : edema, CRT ,warna dan


Perifer suhu ekstermitas)
Indikator : b. Berikan agen inotropik
1) CRT (jari tangan yang sesuai
dan kaki) dalam c. Berikan tranfusi darah
batas normal yang sesuai
2) Suhu kulit d. Monitor nilai elektrolit,
ekstremitas dalam BUN, dan kreatinin
rentang normal setiap hari
3) Kekuatan denyut Manajemen sensasi
nadi (karotis kanan perifer
dan kiri;brachial a. Monitor sensasi panas
kanan dan kiri; dan dingin
femur kanan dan b. Monitor adanya
kiri, radialis kanan paresthesia
dan kiri) dalam c. Intruksikan pasien dan
rentang normal keluarga memeriksa
4) Blood pressure dan adanya kerusakan kulit
MAP dalam rentang d. Monitor tromboemboli
normal dan tromboplebitis pada
vena
Managemen Hipovolemia
a. Monitor adanya
hipotensi ortotastik dan
pusing saat berdiri
b. Monitor asupan dan
keluaran
c. Monitor adanya bukti
laboratorium terkait
dengan kehilangan
darah (misalnya
25

hemoglobin,
hematokrit).
d. Berikan cairan
hipotonik IV yang
diresepkan (misal
sodium klorida,
dektrose 5%)
e. Berikan coloid
suspensions yang
diresepkan (misalnya
albumin).
4. Resiko a. Status Sirkulasi Terapi Oksigen
ketidakefektifan Indikator: a. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan 1) Tekanan sistole dan dan sekret trakea
serebral diastole dalam b. Pertahankan jalan napas
rentang yang yang paten
diharapkan c. Atur peralatan
2) Tidak ada tanda- oksigenasi
tanda peningkatan d. Monitor aliran oksigen
tekanan intracranial e. Pertahankan posisi
b. Perfusi jaringan: pasien
serebral f. Observasi tanda-tanda
Indikator: hipoventilasi
1) Mempertahanka n g. Monitor adanya
tekanan intracranial kecemasan pasien
2) Tekanan darah terhadap oksigenasi
dalam rentang Monitoring Peningkatan
normal Intrakranial
3) Tidak ada nyeri a. Monitor tekanan perfusi
kepala serebral
4) Tidak ada muntah b. Catat respon pasien
26

5) Memonitor tingkat terhadap stimulasi


kesadaran c. Monitor tekanan
intrakranial pasien dan
respon neurologi
terhadap aktifitas
d. Monitor intake dan
output cairan
e. Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
f. Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
g. Minimalkan stimulasi
dari lingkungan
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Monitor vital sign saat
pasien berbaring,
duduk, dan berdiri
c. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
d. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
e. Monitor kualitas dari
nadi
f. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
g. Monitor pola
pernapasan abnormal
27

h. Monitor suhu, warna,


dan kelembaban kulit
i. Monitor sianosis perifer
j. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
k. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
5. Kebutuhan nutrisi a. Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
kurang dari Indikator : a. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh 1) Intake nutrisi dalam makanan
berhubungan rentang normal b. Kolaborasi dengan ahli
dengan penurunan 2) Intake makanan gizi untuk menentukan
absorbsi vitamin, dalam rentang jumlah kalori dan
karbohidrat dan normal nutrisi yang
lemak. 3) Intake minuman dibutuhkan pasien
dalam rentang c. Anjurkan pasien untuk
normal meningkatkan Fe
4) Rasio BB/TB d. Anjurkan pasien untuk
dalam rentang meningkatkan protein
normal dan vitamin C
b. Status Nutrisi : e. Yakinkan diet yang
Asupan Makanan dan dimakan mengandung
Cairan tinggi serat untuk
Indikator : mencegah konstipasi
1) Asupan kalori, f. Monitor jumlah nutrisi
vitamin, mineral dan kandungan kalori
2) Asupan protein, g. Kaji kemampuan
28

lemak, pasien untuk


3) Asupan serat, mendapatkan nutrisi
kalsium, sodium yang dibutuhkan
4) Asupan Manajemen Mual
karbohidrat, a. Ajarkan pasien untuk
asupan zat besi memonitor
c. Kontrol BB pengalaman mualnya
Indikator : b. Ajarkan pasien untuk
1) Adanya mempelajari strategi-
peningkatan berat strategi untuk
badan sesuai mengatur mualnya
dengan tujuan c. Lakukan pengkajian
2) Berat badan ideal lengkap terkait mual,
sesuai dengan meliputi frekuensi,
tinggi badan durasi, dan faktor
3) Mampu presipitasi.
mengidentifikasi d. Evaluasi
kebutuhan nutrisi pengalamanpengalama
4) Tidak ada tanda – n mual pasien
tanda malnutrisi sebelumnya
5) Menunjukkan e. Identifikasi factor-
peningkatan fungsi faktor yang
pengecapan dari menyebabkan mual
menelan pasien sebelumnya
6) Tidak terjadi f. Kolaborasi
penurunan berat memberikan terapi anti
badan yang berarti emetik yang diberikan
untuk menghindari
terjadinya mual
g. Ajarkan teknik-teknik
nonfarmakologi,
29

seperti relaksasi, terpi


musik, distraksi,
acupressure untuk
mengatur mual yang
dirasakan oleh pasien
Nutrition monitoring
a. BB pasien dalam batas
normal
b. Monitor adanya
penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
d. Monitor lingkungan
selama makan.
e. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
f. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
i. Monitor mual dan
muntah
j. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
k. Monitor pertumbuhan
30

dan perkembangan
l. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva.
m. Monitor kalori dan
intake nutrisi
n. Catat adanya edema
Konseling Nutrisi
a. Bina hubungan
terapeutik berdasarkan
kepercayaan dan
respek pada pasien
b. Tentukan intake
makanan dan
kebiasaan makan
pasien
c. Sediakan informasi
tentang kebutuhan
kesehatan untuk
modifikasi diit :
penurunan berat
badan, peningkatan
berat badan,
kekurangan cairan
d. Bantu pasien untuk
mencatat kebiasaan
makannya tiap 24 jam

6. Resiko Blood coagulation Bleeding precaution


perdarahan Indikator : a. Catat Hb/ Ht sebelum
31

a. Hemoglobin dalam dan sesudah perdarahan.


rentang normal b. Monitor hasil koagulasi,
b. Hematocrit dalam termasuk PT
rentang normal (prothombin time), PTT
c. Hematemesis dalam (pertial thromboplastin
rentang normal time), fibrinogen,
d. Blood in stool dalam jumlah trombosit.
rentang normal c. Pertahankan bedrest
selama perdarahan.
d. Gunakan sikat gigi yang
lembut untuk oral
hygiene.
e. Koordinasikan waktu
tindakan invasive
plasma darah/
trombosit, jika
diperlukan.
f. Instruksikan pasien
untuk meningkatkan
makanan kaya vitamin
K.
g. Instruksikan kepada
pasien dan atau keluarga
jika ada tanda
perdarahan, laporkan
segera ke perawat.
32

7. Resiko cidera Risk Kontrol Indikator: Environment


a. Klien terbebas dari Management
cidera a. Sediakan lingkungan
b. Klien mampu yang aman untuk
menjelaskan cara atau pasien
metode untuk b. Identifikasi kebutuhan
mencegah cidera keamanan pasien sesuai
c. Klien mampu dengan kondisi fisik
menjelaskan faktor c. Dan fungsi kognitif
resiko dari pasien dan riwayat
lingkungan penyakit dahulu pasien
d. Menggunakan d. Memasang side rail
fasilitas kesehatan tempat tidur
yang ada e. Menyediakan tempat
e. Mampu mengenali tidur yang aman dan
perubahan status bersih
kesehatan f. Membatasi
Kejadian jatuh pengunjunng
Indikator: g. Memberikan
a. Klien tidak terjatuh penerangan yang cukup
ketika transfer h. Berikan penjelasan pada
b. Klien tidak terjatuh pasien dan keluarga atau
dari tempat tidur pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
33

8. Resiko Blood glucose level Hyperglikemi


ketidakstabilan Indikator : management
gula darah a. Blood glucose dalam a. Monitor kadar glukosa
rentang normal darah.
b. Monitor tanda dan
gejala hiperglikemi
(seperti : poliuria,
polidipsi, poliphagia,
keletihan, latergi,
malaise, sakit kepala).
c. Atur cairan oral/ atur
pemasukan cairan
melalui oral.
d. Monitor status cairan
(intake dan output)
dengan tepat.
e. Bantu pasien
menafsirkan kadar
glukosa darah.
Management Hypoglikemi
a. Monitor kadar gukosa
gula darah sesuai
dengan indikasi
b. Monitor tanda dan
gejala hipoglikemia
(misalnya; gemetar,
sempoyongan,
berkeringat, jantung
berdebar-debar,
takikardi, menggigil,
pucat, mual, sakit
34

kepala, kelelahan,
kelemahan, dll)
c. Berikan sumber
karbohidrat sederhana,
sesuai indikasi
d. Berikan glukosa secara
intrvena sesuai indikasi
e. Instruksikan pasien
untuk selalu
menyediakan sumber
karbohidrat sederhana.
35

9. Resiko infeksi a. Immune status Infection Control


Indikator : (Kontrol Infeksi)
1) Suhu tubuh dalam a. Bersihkan lingkungan
batas normal setelah dipakai pasien
2) Leukosit dalam lain
batas normal b. Batasi pengunjung bila
b. Nutrition Status perlu
Indikator: c. Instruksikan kepada
1) Asupan makanan pengunjung untuk
meningkat mencuci tangan saat
c. Risk control berkunjung dan setelah
Indikator: berkunjung
1) Klien bebas dari meninggalkan pasien
tanda dan gejala d. Gunakan sabun
infeksi antimikroba untuk
2) Mendeskripsika n mencuci tangan
proses penularan e. Cuci tangan setiap
penyakit sebelum dan setelah
3) Menunjukkan melakukan tindakan
kemampuan untuk f. Gunakan baju, sarung
mencegah tangan sebagai alat
timbulnya infeksi pelindung
4) Menunjukkan g. Pertahankan
perilaku hidup lingkungan aseptik
sehat selama pemasangan alat
h. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
i. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
j. Monitor kerentanan
36

terhadap infeksi
k. Berikan perawatan kulit
pada daerah epidema
l. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
m. Dorong masukan nutrisi
yang cukup
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan cara
menghindari infeksi
p. Laporkan kecurigaan
infeksi
Monitor Nutrisi
a. Monitor diet dan asupan
kalori
b. Monitor tugor kulit
c. Monitor berat badan
10. Resiko kerusakan a. Tissue integrity : Pressure Management
integritas kulit Skin and Mucous a. Anjurkan pasien untuk
Membranes menggunakan pakaian
Indikator : yang longgar
1) Integritas kulit b. Hindari kerutan pada
yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan c. Jaga kebersihan kulit
(sensasi, elastic agar tetap bersih dan
sitas, temperature, kering
hidrasi, pig d. Mobilisasi pasien (ubah
mentasi) posisi pasien setiap dua
2) Tidak ada luka/ lesi jam sekali)
37

pada kulit e. Monitor kulit akan


3) Perfusi jaringan danya kemerahan
baik f. Oleskan lotion atau
4) Menunjukkan minyak baby/baby oil
pemahaman dalam pada daerah yang
proses perbaikan tertekan
kulit dan mencegah g. Monitor aktivitas dan
terjadinya cedera mobilisasi pasien
berulang h. Monitor status nutrisi
5) Mampu melindungi pasien
kulit dan i. Memandikan pasien
mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit hangat
dan perawatan Perawatan Tirah Baring
alami a. Jelaskan alasan
diperlukannya tirah
baring.
b. Ajarkan latihan
ditempat tidur dengan
cara yang tepat.
c. Aplikasikan papan
unuk kaki di tempat
tidur.
Pengecekan kulit
a. Amati warna,
kehangatan, bengkak,
tekstur, edema.
b. Monitor warna dan
suhu kulit.
c. Monitor kulit adanya
ruam dan lecet.
38

d. Monitor sumber
tekanan dan gesekan
e. Monitor infeksi
terutama di daerah
edema
11. Intoleransi a. Energy conservation Energy Management
aktifitas Indikator : a. Tentukan keterbatasan
berhubungan 1) Menunjukkan pasien terhadap
dengan kelelahan. keseimbangan aktivitas
antara aktivitas b. Tentukan penyebab lain
dengan istirahat dari kelelahan
2) Menggunakan c. Dorong pasien untuk
teknik mengungkapkan
3) Mengenali perasaan tentang
keterbatasan energi keterbatasannya
4) Menyesuaikan gaya d. Observasi nutrisi
hidup sesuai tingkat sebagai sumber energi
energy yang adekuat
5) Mempertahankan e. Observasi respon
gizi yang cukup jantung-paru terhadap
6) Melaporkan aktivitas (misalnya
aktivitas yang takikardia, disritmia,
sesuai dengan dispnea, pucat, dan
energy frekuensi pernafasan)
b. Activity tolerance f. Batasi stimulus
Indikator : lingkungan (misalnya
1) Saturasi oksigen pencahayaan, dan
saat melakukan kegaduhan)
aktivitas g. Dorong untuk lakukan
membaik/dalam periode aktivitas saat
rentang normal pasien memiliki banyak
39

2) nadi saat tenaga.


melakukan h. Rencanakan periode
aktivitas dalam aktivitas saat pasien
rentang normal memiliki banyak tenaga
3) tidak sesak napas i. Hindari aktivitas selama
saat melakukan periode istirahat
aktivitas j. Dorong pasien untuk
4) tekanan darah saat melakukan aktivitas
melakukan sesuai sumebr energy
aktivitas dalam k. Instruksikan pasien
rentang normal atau keluarga untuk
5) mudah melakukan mengenal tanda dan
ADL gejala kelelahan yang
c. Self Care : ADLs memerlukan
Indikator : pengurangan aktivitas.
1) Mampu melakukan l. Bantu pasien atau
ADL secara mandiri keluargauntuk
(seperti makan, menentukan tujuan
memakai akhir yang realistis
baju,toileting, m. Evaluasi program
mandi, berdandan, peningkatan tingkat
menjaga aktivitas
kebersihan, oral Activity Therapy
hygiene, berjalan, a. Kolaborasikan dengan
berpindah tempat) Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencakan program
terapi yang tepat
b. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
40

dilakukan
c. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
d. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
e. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivasi
seperti kursi roda
f. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
h. Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguat
positif bagi yang aktif
beraktifitas
j. Bantu pasien untuk
41

mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
k. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
12. Gangguan a. Toleransi Aktivitas Exercise Therapy:
mobilitas fisik 1) TTV dalam retang ambulation
berhubungan normal a. Monitoring vital
dengan edema 2) Kekuatan tubuh sign sebelum dan
tungkai. bagian bawah sesudah latihan dan
b. Berat Badan: Masa lihat respon pasien
tubuh saat latihan
Indikator : b. Konsultasikan
1) Berat badan dalam dengan terapi fisik
rentang normal tentang rencana
c. Partisipasi latihan ambulasi sesuai
1) Mempertahan dengan kebutuhan
keseimbangan cairan c. Kaji kemapuan
2) Ikut serta dalam pasien dalam
latihan untuk mobilisasi
mempertahankan d. Latih pasien dalam
keseimbangan pemenuhan
kbeutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
pasien
e. Dampingi dan bantu
pasien saat
mobilisasi
f. Berikan alat bantu
42

jika klien
memerlukan
g. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. dkk. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Edisi 3).
EGC.

Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jilid 3.


Singaparna: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai