Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA SISTEM ENDOKRIN,

IMUNOLOGI DAN PENCERNAAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADASIROSIS HEPATIS
Dosen Pembimbing: Lutfi Wahyuni, S.Kep Ns. M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 5:


1. Alif Triyuningsi (202107057)
2. Wardatul Mukhlishoh (202107062)
3. Fitri Hidayati (202107066)
4. Sweta Adistina (202107095)
5. Sugeng Hariyadi (202107098)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGSUS B
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2021/2022

2
Article I. KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan segala rahmatnya sehingga makalah ini bisa
diselesaikan dengan baik. Penyusunan makalah ini tidak bisa
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu ......yang telah


memberikan tugas ini kepada kami. Ada banyak hal yang bisa kami
pelajari melalui Makalah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin,
Imunologi dan Pencernaan ini.

Makalah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Imunologi dan


Pencernaanyang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Sirosis Hepatis”
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan ewasa
Sistem Endokrin, Imunologi dan Pencernaan. Selain itu, makalah ini
juga diharapkan bisa memberikan pengetahuan tambahan mengenai
asuhan keperawatan pada Sirosis Hepatis.

Setelah berhasil menyelesaikan makalah ini, kami berharap apa


yang sudah kami teliti bisa bermanfaat untuk orang lain. Jika ada
kritik dan saran terkait ide tulisan maupun penyusunannya, kami akan
menerimanya dengan senang hati.

Mojokerto, 12 Mei 2022

iii
Kelompok 5

iv
Article II. DAFTAR ISI

v
Article III. BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hati merupakan penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan kronik pada hati, diikuti oleh proliferasi
jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel, sehingga timbul
kerusakan dalam susunan parenkim hati (Diyono & Mulyanti,
2013). Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosishepatik yang berlangsung
progresif ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif, gambaran ini terjadi akibat
nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulum kolaps
disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan
regenerasi nodularis parenkim hati (Nurdjannah, 2014).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang
menyebabkan proses difus pembentukan nodul dan fibrosis. 1
Prevalensi sirosis hepatis di dunia diperkirakan 100 (kisaran 25-
100)/ 100.000 penduduk, tetapi hal tersebut bervariasi menurut
negara dan wilayah. Sirosis hepatis menempati urutan ke-14
penyebab tersering kematian pada orang dewasa di dunia. 2,3
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-
rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien
yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam. Penyebab utama sirosis
hepatis di negara barat adalah alkohol dan Hepatitis C, sedangkan
di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B

1
(40%-50%) dan Hepatitis C (30%-40%) (Lovena, Miro, & Efrida,
2017).
Prognosis pasien sirosis hepatis dapat diperkirakan
menggunakan klasifikasi ChildPugh, yang dibagi menjadi
Childpugh A, B, dan C yang masing-masing mempunyai angka
ketahanan hidup dua tahun sebesar 85%, 57%, dan 35%.
Komplikasi yang terjadi pada sirosis hepatis akan meningkatkan
risiko kematian dan angka kesakitan pasien, komplikasi yang
dapat terjadi adalah perdarahan saluran cerna, asites, sindrom
hepatorenal, ensefalopatihepatik, peritonitis bakterial spontan dan
karsinoma hepatoselular(Lovena, Miro, & Efrida, 2017).
Masalah keperawatan yang timbul dari klien dengan sirosis
hepatis menurut Doenges (2014), ialah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, kelebihan volume cairan, gangguan atau resiko
tinggi pola napas tidak efektif, resiko tinggi cedera, resiko tinggi
perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis:
peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk
detoksifikasi enzim atau obat tertentu, gangguan harga diri atau
citra tubuh, kurang pengetahuan (Doenges, 0214).Adapun
diagnosa menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ialah nyeri akut
berhubungan dengan proses inflamasi(Nurarif & Kusuma, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa konsep teori dari Sirosis Hepatis?

2
2) Apa konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis
Hepatis?
3) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan dengan
Sirosis Hepatis?

1.3 Tujuan
1) Menghasilkan deskripsi tentang konsep teori Sirosis Hepatis
2) Menghasilkan deskripsi tentang konsep asuhan keperawatan
pada klien dengan Sirosis Hepatis
3) Menghasilkan rincian tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan Sirosis Hepatis

1.4 Manfaat
1) Bagi penyusun setelah mengerjakan makalah ini mendapatkan
banyak ilmu pengetahuan tentang konsep teori serta konsep
asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepatis
2) Bagi penyusun pula setelah mengerjakan makalah ini
mendapatkan banyak ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan yang membahas tentang Sirosis Hepatis
3) Bagi pembaca setelah membaca makalah ini semoga bisa
diterapkan pada perawatan pasien Sirosis Hepatis sesuai
dengan teori yang ada dalam makalah ini.

3
Article IV. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP SIROSIS HEPATIS


2.1.1 Definisi
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan
penggantian jaringan hati normal dengan fibrosis yang
menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati.
Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga
jenis: alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholisme
kronis, dan jenis sirosis yang paling umum,; paskanekrotik,
akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat
obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling
jarang terjadi) (Brunner & Suddarth, 2013).

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang


menggambarkan stadium akhir fibrosishepatic yang
berlangsung progesif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan
nodolusregeneratif(Nurarif & Kusuma, 2015).

Menurut penulis sirosis hepatis merupakan penyakit


kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati
normal dengan fibrosis yang menyebar yang mengganggu
struktur dan fungsi hati dan keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosishepatic.

4
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Diyono (2013), ada beberapa tipe sirosis
hepatis berdasarkan morfologinya, yaitu:

a. Sirosis Portal laennec (alkoholiknutrisional), sirosis yang


disebabkan oleh alkoholis kronis di mana jaringan parut
yang khas mengelilingi daerah portal,
b. Sirosis Pascanekrotik, sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus yang terjadi sebelumnya di mana terdapat pita
jaringan parut yang lebar.
c. Sirosis billier, merupakan pembentukan jaringan terjadi
dalam hati di sekitar saluran empedu. terjadi akibat
obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian bagianhati yang terlibat terdiri atas ruang portal
dan periportal tempat kanalikusbiliaris dari masing-
masing lobus hati bergabung untuk membentuk saluran
empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan
jaringan yang berlebih, terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang
dikelilingi oleh jaringan parut.
(Diyono & Mulyanti, 2013).

Menurut Nurdjanah (2014), klasifikasi sirosis hepatis


dibagi menjadi dua secara klinis:
a. Sirosis hati kompensata yang berati belum adanya gejala
klinis yang nyata,
b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala klinis
yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan

5
dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati(Nurdjannah,
2014).

2.1.3 Etiologi
Menurut Nurdjanah (2014), penyebab sirosis hepatis di
negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia ialah akibat infeksi virus hepatitis B maupun
hepatitis C. Di bawah ini merupakan penyebab-penyebab
sirosis hepatis:

a. Penyakit infeksi
1) Bruselosis => yang disebabkan oleh infeksi bakteri
dalam genus Brucella yang ditularkan dari hewan ke
manusia.
2) Ekinokokus => infeksi yang disebabkan oleh cacing
pita parasit
3) Skistosomiasis =>infeksi yang disebabkan oleh cacing
pipih parasit yang hidup di air tawar di daerah
subtropis dan tropis
4) Toksoplasmosis => infeksi pada manusia yang
ditimbulkan oleh parasit Toxoplasmagondii.
5) Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
sitomegaloviru)
b. Penyakit keturunan dan metabolik
1) Defisiensi α1-antitripsisn

6
2) Sindrom Fanconi
3) Galaktosemia
4) Penyakit gaucher
5) Penyakit simpanan glikogen
6) Hemokromatosis
7) Intoleransi fluktosa herediter
8) Tirosinemia herediter
9) Penyakit wilson
c. Obat dan Toksin
1) Alkohol
2) Amiodaron
3) Arsenik
4) Obstruksi bilier
5) Penyakit perlemakan hati non alkoholik
6) Sirosis bilierprimes
7) Kolangitis sklerosis primes
d. Penyebab lain atau tidak terbukti
1) Penyakit usus inflamasi kronik
2) Fibrosiskistik
3) Pintas jejunoileal
4) Sarkoidosis
(Nurdjannah, 2014).

2.1.4 Patofisiologi
Menurut (Doengoes, 2014), patofisologi Sirosis hepatis
merupakan suatu penyakit kronis progresif pada hepar
dengan inflamasi yang diakibatkan distorsi stuktur hepar

7
dan pembentukan nodul dan jaringan ikat sehingga dapat
menyebabkan kegagalan fungsi hati. Sirosis hepatis
disebabkan oleh banyak hal, yaitu karena pemakaian alcohol
yang berlansung bertahun-tahun, terjadi kelainan pada
kantung empedu, terjadi gagal jantung kanan dan juga
disebabkan dari viorus hepatitis B, C, dan D (Doenges M. ,
2014).

Alkohol merupakan salah satu etiologi yang


menyebabkan sirosis hepatis. Berawal dari konsumsi
alcohol yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama,
mengakibatkan metabolisme di hati mengalami penurunan
dan akan terjadi penurunan pembentukan dan pelepasan
lipoprotein. Hati merupakan tempat metabolisme lemak, dan
saat fungsi metabolismenya mengalami penurunan, maka
terjadilah penumpukan lemak dihepar, dan menyebabkan
inflamasi di hepar. Inflamasi yang terjadi dihati inilah
disebut hepatitis, dank arena disebabkan oleh alcohol maka
disebut Hepatitis Alkoholik. Saat terjadi hepatitis ini, maka
perlahan anatomi dan fisiologi dari hepar mengalami
kerusakan, terjadi nekrosis (kerusakan jaringan hepar).

Kelainan pada kantung empedu juga merupakan


etiologi dari sirosis hepatis. Saat terjadi kelainan, maka pada
kantung empedunya ada sumbatan karena kelainan tersebut.
Karena tersumbat kantung empedunya sehingga terjadi
penimbunan atau penumpukan cairan di kantung empedu
dan menyebabkan tertahannya sekresi cairan pada hepar.

8
Karena sekresi cairan tertahan di hepar, maka terjadilah
penumpukan cairan di hepar, sehingga menyebabkan
peradangan pada hepar. Terjadinya inflamasi dihepar itu
membuat kerusakan jaringan hepar.

9
2.1.5 Pathway

10
2.1.6 Manifestasi Klinis
Hanya sedikit manifestasi sirosis hepatis yang terjadi
pada awal perjalanan klinis. Adanya nyeri pada penderita
sirosis hepatis dapat dialami, nyeri yang dirasakan ialah
nyeri pada abdomen atau area epigastrik atau kuadran kanan
(LeMone & dkk, 2016) Pada awal perjalanan sirosis, hati
cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa
hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih
lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati. Menurut
Naga (2012), hati akan sangat kecil, beratnya hanya berkisar
700-800 gram, dan permukaannya tidak rata serta noduler.
Manifestasi klinis dari sirosis hepatis menurut Diyono
(2013), meliputi:

a. Perasaan mudah lelah dan lemas.


b. Mual, nafsu makan berkurang, diikuti dengan penurunan
berat badan.
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna
gelap.
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak.
e. Perdarahan saluran cerna atas, perdarahan gusi, epitaksis,
melena.

11
f. Perasaan gatal hebat.
g. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan
diri (HepatiEnchephalopathy).
(Diyono & Mulyanti, 2013)

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang untuk
mendukung diagnosa sirosis hepatis menurut Diyono
(2013), sebagai berikut:

12
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Hemoglobin rendah, anemia normokromnormositer,
hipokromnormositer, hipokrommikrositer, atau
hipokrommakrositer. Penyebab anemia ialah
hipersplenisme dengan leukopenia dan
trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik.
Kenaikan kadar enzim transaminase atau SGOT,
SGPT bukan merupakan petunjuk tentang berat dan
luasnya kerusakan hati. Kenaikan kadarnya dalam
serum timbul akibat kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT
sama dengan transaminase, ini lebih senstitif tetapi
kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin,
transminase dan gamma T tidak meningkat pada
sirosis hepatis.
2) Albumin
kemampuan sel hati yang berkurang mengakibatkan
kadar albumin rendah serta peningkatan globulin.
3) Pemeriksaan CHE (Kolineserase)
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam
menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan
hati CHE akan turun.
4) Pemeriksaan kadar elektrolit

13
Penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet.
5) Pemeriksaan masa protombin
Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk
adanya penurunan fungsi hati.
6) Kadar gula darah
Peningkatan kadar gula darah pada sirosis hati fase
lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati
membentuk glikogen.
7) Pemeriksaan marker serologi
Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti
HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAb, HBV DNA, HCV
RNA adalah penting dalam menentukan etiologi
sirosis hepatis
(Diyono & Mulyanti, 2013)
b. Pemeriksaan penunjang lainnya
Diagnosa sirosis hepatis dapat juga diperkuat oleh
pemeriksaan penunjang lainnya (Lemone, 2016),
diantaranya:
1) Ultrasonografi abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi
ukuran hati, mendeteksi asites dan mengidentifikasi
nodul hati. Ultrasonografi dapat digunakan dengan
pemeriksaan doppler yang bertujuan untuk
mengevaluasi aliran darah melalui hati dan limpa.
2) Esofagoskopi

14
Esofagoskopi atau endoskopi bagian atas dapat
dilakukan untuk menentukan adanya varises
esofageal.
3) Biopsi hati
Pemeriksaan ini tidak harus dilakukan untuk
menegakan diagnosis sirosis, tetapi dapat dilakukan
untuk membedakan sirosis dari bentuk hati yang lain.
(LeMone & dkk, 2016)

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi-kompilkasi yang terjadi pada penderita sirosis
hepatis menurut Lemone (2016), sebagai berikut:

a. Hipertensi Portal
Meningkatnya tekanan pada sistem portal
menyebabkan darah mengubah rutenya untuk
menyelaraskan dengan pembuluh darah yang bertekanan
lebih rendah. Pintasan (shunting) pembuluh darah ini
melibatkan pembuluh darah kolateral. Vena yang
mengalami kondisi ini yang terdistensi dan terkongesti,
terletak pada esofagus, rektum, dan abdomen. Hipertensi
portal meningkatkan tekanan hidrostatik di dalam kapiler
akan mendorong cairan untuk keluar, berkontribusi
terhadap pembentukan asites.
b. Splenomegali
Pembesaran limpa (splenomegali) akibat hipertensi
portal menyebabkan darah dipintaskan ke dalam vena

15
limpa. Splenomegali meningkatkan kecepatan ketika sel
darah merah dan putih dan trombosit disingkirkan dari
sirkulasi dan dihancurkan. Kondisi ini meningkatkan
penghancuran sel darah sehingga menyebabkan anemia,
leukopenia, dan trombositopenia.
c. Asites
Asites ialah akumulasi cairan kaya akan plasma di
dalam rongga abdomen. Meskipun hipertensi portal
adalah penyebab primer asites, penurunan protein serum
dan peningkatan aldosteron berkontribusi juga terhadap
akumulasi cairan. Hipoalbumin, merupakan albumin
yang rendah, menurukan tekanan osmotik koloidal
plasma. Pada kondisi normal, tekanan ini menahan
cairan di dalam kompartemen intravaskuler
d. VarisesnEsofageal
Varises esofageal ialah pembesaran vena dan
penipisan dinding yang terbentuk pada submukosa
esofagus. Pembuluh darah kolateral ini terbentuk ketika
darah dipintas dari sistem portal yang disebabkan oleh
hipertensi portal, varises yang berdinding tipis dapat
menyebabkan ruptur dan perdarahan masif, bahkan
mengkonsumsi makanan yang bertekstur kasar saja dapat
memicu perdarahan.
e. Peritonitis Bakterial Spontan
Salah satu komplikasi yang berat dan sering terjadi
pada asites ialah Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

16
ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa
adanya fokus infeksi abdominal. Pada penderita sirosis
hepatis dan asites berat Escheria coli merupakan bakteri
usus yang sering menyebabkan peritonitis bakterial
spontan, namun bakteri gram positif seperti
Streptococcusvirindians, Staphyloccusamerius bisa
ditemukan.
f. EnselopatiHepatikum
Hiperamonia, penurunan hepaticuptake akibat dari
intrahepatic portal-systemshunts atau penurunan sintesis
urea dan glutamik dapat menyebabkan
ensefalopatihepatikum. Infeksi, perdarahan,
ketidakseimbangan elektrolit, pemberian obat-obatan
sedatif dan protein porsi tinggi merupakan faktor-faktor
penyebab.
g. SyndromHepatoreal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan
organik ginjal, yang ditemukan pada sirosis tahap lanjut

2.1.9 Penatalaksanaan
Berikut penatalaksanaan sirosis hepatis dengan
komplikasi menurut Nurdjanah (2014), yaitu:

a. Asites
1) Tirah baring
2) Diit rendah garam (5,2 gram atau 90 mmol/hari)

17
3) Obat diuretik : awal penggunaan spironolakton
(100-200 mg/hari). Respons diuretik dapat
dimonitor dengan penuruan berat badan 0,5
kg/hari tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan edema kaki. Apabila pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Bila tidak ada respon dapat menambahkan dosis
furosemid maksimal 160 mg/hari.
4) Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar,
hingga 4-6 liter dan dilindungi pemberian
albumin.
b. Ensefalopatihepatik
1) Laktulosa berfungsi untuk membantu klien
mengeluarkan amonia. 30-45 mLsirup oral 3-4
kali/hari atau 300 mLenema sampai 2-4 kali
BAB/hari dan perbaikan status mental
2) Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus halus penghasil amonia. 4-12g
oral/hari dibagi 6-8 jam dapat ditambahkan pada
klien yang refrakter laktosa.
c. Varises esofagus
1) Propanol, diberikan sebelum berdarah atau
sesudah berdarah (40- 80 mg oral 2 kali/hari)

18
2) Pendarahan akut dapat diberikan somatosin atau
akreotid diteruskan dengan sklerotopi atau ligasi
endoskopi.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotika seperti cefotaxim intravena,
amoksilin atau aminoglikosida.
e. Sindrom Hepatorenal
mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,
mengatur keseimbangan garam dan air.
(Nurdjannah, 2014)

19
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

Terdapat 5 langkah kerangka kerja proses keperawatan :


pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, (termasuk
identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi dan evaluasi.
Setiap langkah proses keperawatan penting untuk pemecahan
masalah yang akurat dan erat saling berhubungan satu sama lain
(Potter & Perry, 2013).

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian sebagai langkah pertama proses
keperawatan diawali dengan perawat menerapkan
pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data
tentang klien. Diterapkannya pengetahuan ilmiah dan
disiplin ilmu keperawatan bertujuan untk menggali dan
menemukan keunikan klien dan masalah perawatan
kesehatan personal klien (Potter dan Perry, 2011).

Menurut Muttaqin (2013), pengkajian sirosis hepatis


terdiri atas anamnesa, pemeriksaan fisik, dan evaluasi
diagnostik. Pengkajian difokuskan pada respons penurunan
fungsi hati dan portal.

a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan mencakup data tentang
identitas klien serta identitas penanggung jawab. Data
identitas klien meliputi : nama, tempat tanggal lahir,

20
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, nomer rekam medik, diagnosa medis,
alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian pada riwayat kesehatan sekarang meliputi
2 hal yaitu:

a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit


Dalam penulisannya keluhan utama disampaikan
dengan jelas dan padat, dua atau tiga suku kata
yang merupakan keluhan yang mendasari klien
meminta bantuan pelayanan kesehatan atau alasan
klien masuk rumah sakit.
b. Keluhan saat dikaji
Berbeda dengan keluhan utama saat masuk rumah
sakit, keluhan saat dikaji didapat dari hasil
pengkajian pada saat itu juga. penjelasan meliputi
PQRST:
P : Provokatif-paliatif, merupakan penjelasan
apa yang menyebabkan gejala, memperberat gejala,
dan yang bisa mengurangi.
Q : Qualitas-quantitas, bagaimana gejala
dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan.

21
R : Region-radiasi, ialah penjelasan mengenai
dimana gejala dirasakan, apakah menyebar.
S : Skala-severity, seberapa tingkat keparahan
yang dirasakan, pada skala berapa.
T : Time, menjelaskan kapan gejala mulai
timbul, seberapa sering gejala muncul, tiba-tiba
atau bertahap, dan berapa lama gejala tersebut
dirasakan.
(Muttaqin & Kumala, 2013).

Menurut Muttaqin (2013), klien dengan sirosis


hepatis didapatkan keluhan utama ialah adanya
nyeri pada abdomen, nyeri otot dan ikterus,
anoreksia, mual, muntah, kulit gatal, dan gangguan
pola tidur, pada beberapa kasus klien mengeluh
demam ringan, keluhan nyeri kepala, keluhan
riwayat mudah mengalami pendarahan, serta bisa
didapatkan adanya perubahan kesadaran secara
progresif sebagai respons dari hepatikenselofati,
seperti agitasi (gelisah), tremor, disorientasi,
confusion, kesadaran delirium sampai koma.
Keluhan asites dan edema perifer dihubungkan
dengan hipoalbuminemia sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas vaskular dan
menyebabkan perpindahan cairan ke ruang ketiga
atau ekstraseluler (Muttaqin & Kumala, 2013)

22
Adanya asites atau perut membesar pada
kondisi hipertensi portal, tidak hanya itu adanya
edema ektermitas, dan adanya riwayat perdarahan
(hematemesis dan melena). Mual dan muntah yang
berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi.
Keluhan mudah mengalami pendarahan (Muttaqin
& Kumala, 2013).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu adanya
riwayat menderita hepatitis virus, khususnya hepatitis
B dan C, riwayat penggunaan alkohol, dan riwayat
penyakit kuning yang belum jelas penyebabnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adapun riwayat kesehatan keluarga dikaji apakah
ada riwayat keluarga yang mengidap sirosis hepatis.
c. Pengkajian psikososial dan spritual
Pengkajian psikososial didapati peningkatan
kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi
intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada klien dalam
kondisi terminal, klien dan keluarga membutuhkan
dukungan perawat atau ahli spiritual sesuai dengan
keyakinan klien.
d. Pemeriksaan fisik
Secara umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah
sampai sangat lemah. Tanda-tanda vital bisa normal atau

23
bisa didapatkan perubahan, seperti takikardi atau
peningkatan pernapasan.
1) Sistem Pernapasan
Pada inspeksi terlihat sesak dan penggunaan otot
bantu napas sekunder dari penurunan ekspansi rongga
dada dari asites, pada palpasi bila tidak ada
komplikasi, taktil fermitus seimbang, saat perkusi bila
tidak ada komplikasi lapang paru resonan, bila
terdapat efusi akan didapatkan bunyi redup, saat
auskultasi secara umum normal tetapi bisa didapatkan
adanya bunyi napas tambahan ronkhi akibat akumulasi
sekret.
2) Sistem Kardiovaskuler
Anemia, peningkatan denyut nadi, pada saat
auskultasi biasanya normal. Namun tidak semua
penderita sirosis hepatis memiliki masalah pada sistem
kardiovaskulernya.
3) Sistem Pencernaan
Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen,
penurunan bising usus, asites, tegang pada perut kanan
atas, hati teraba keras, nyeri tekan pada ulu hati.
4) Sistem Genitourinaria
Bisa ditemukan atropi testis, urin berwarna seperti
kecoklatan seperti teh kental. Pada saat palpasi normal
tidak terdapat tendensi.
5) Sistem Endokrin

24
Tidak terdapat pembesaran limfe, tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid.
6) Sistem Persyarafan
Sistem saraf agitasi disorientasi, penurunan GCS
(Ensefalopatihepatikum).
7) Sistem Integumen
Pada klien dengan sirosis hepatis biasanya
terdapat ikterus, palmer eritema, spidernevi, alopesia,
ekimosis.
8) Sistem Muskuloskeletal
Dapat ditemukan adanya edema, penurunan
kekuatan otot.
9) Sistem Penglihatan
Sklera biasanya ikterik, konjungtiva anemis.
10) Wicara dan THT
Bentuk bibir simetris, klien dapat menjawab
pertanyaan perawat dengan baik dan jelas, bahasa
mudah dimengerti, berbicara jelas. Bentuk telinga
simetris, tidak ada lesi, daun telinga tidak terasa keras
(tulang rawan), tidak terdapat nyeri pada daun telinga,
pasien tidak menggunakan alat batu pendengaran,
pendengaran klien baik dibuktikan dengan klien
menyimak, mendengarkan, dan merespon
pembicaraan dengan baik, tidak terdapat serumen.
e. Pengkajian pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan darah

25
Hasil pemeriksaan darah biasanya dijumpai
anemia, leukopenia, trombositopenia dan waktu
protombin memanjang.
2) Tes faal hati
Tes faal hati bertujuan untuk mengetahui fungsi
hati normal atau tidak. Temuan laboratorium bisa
normal dalam sirosis.
3) USG
Pemeriksaan USG berguna untuk mencari tanda-
tanda sirosis pada permukaan atau di dalam hati.
4) Parasentis
a) Parasentisasites adalah mencari tahu penyebab
asites apakah berasal dari hipertensi portal atau
proses lain.
b) Studi ini digunakan untuk menyingkirkan infeksi
keganasan.
5) Biopsi Hati
Untuk mengidentifikasi fibrosis dan jaringan parut.
Biopsi merupakan tes diagnostik yang paling
dipercaya dalam menegakan diagnosis sirosis hepatis.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Rumusan diagnosa keperawatan didapatkan setelah
dilakukan analisa data sebagai hasil dari pengkajian
kemudian dicari etiologi permasalahan sebagai penyebab
timbulnya masalah keperawatan tersebut. Perumusan

26
diagnosa keperawatan disesuaikan dengan sifat masalah
keperawatan yang ada, apakah bersifat aktual, potensial
maupun risiko.

Diagnosa keperawatan secara teori yang mungkin


muncul pada klien dengan sirosis hepatis menurut Nurarif
dan Kusuma (2015) dan Doenges (2014), namun pada
sistem penulisan menggunakan sumber Tim Pokja SDKI
(2016), dengan diagnosis keperawatan sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi


(D.0077)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsinutrien (D.0020)
c. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi yakni hipertensi portal sekunder terhadap sirosis
hepatis (D.0022)
(SDKI PPNI, 2016)

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan diterapkan
dan diintervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan
tersebut merupakan penjelasan dari perencanaan menurut
Potter dan Perry (2011).

27
Menurut Tim Pokja SIKI (2018), rencana keperawatan
pada pasien yang mengalami sirosis hepatis berdasarkan
diagnosis keperawatan terdiri dari:

28
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan
. Keperawatan Kriteria Hasil
1) Nyeri akut Setelah MANAJEMEN NYERI
berhubungan dengan dilakukan (I.08238)
proses inflamasi asuhan
(D.0077) keperawatan Observasi:
selama ...˟ 24 1) Identifikasi lokasi,
jam diharapkan karakteristik, durasi,
tingkat nyeri frekuensi, kualitas,
menurun. intensitas nyeri
Dengan kriteria 2) Identifikasi skala nyeri
hasil: 3) Identifikasi respons nyeri
1) Keluhan non verbal
nyeri 4) Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
(poin 5) memperberat nyeri
2) Meringis
menurun Terapeutik:
(poin 5) 1) Berikan teknik non
3) Sikap farmakologis untuk
protektif mengurangi rasa nyeri
menurun (mis. TENS, hipnosis,
(poin 5) akupresur, terapi musik,
4) Kesulitan biofeedback, terapi pijat,
tidur aroma terapi, teknik
menurun imajinasi terbimbing,
(poin 5) kompres hangat/ dingin,
5) Frekuensi terapi bermain)
nadi 2) Kontrol lingkungan yang
membaik memperberat rasa nyeri
(poin 5) (mis. Suhu ruangan,
6) Pola napas pencahayaan, kebisingan)
membaik 3) Fasilitasi istirahat dan
(poin 5) tidur
7) Tekanan 4) Pertimbangkan jenis dan
darah sumber nyeri dalam
membaik pemilihan strategi
(poin 5) meredakan nyeri.

29
8) Pola tidur Edukasi:
membaik 1) Jelaskan penyebab,
(poin 5) periode, dan pemicu nyeri
(SLKI PPNI, 2018) 2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

PEMBERIAN
ANALGETIK (I.08243)

Observasi:
1) Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
2) Identifikasi riwayat alergi
obat
3) Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotik,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4) Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5) Monitor efektifitas
analgesik

30
Terapeutik:
1) Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2) Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolusoploid
untuk mempertahankan
kadar dalam serum
3) Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien
4) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi:
1) Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat

Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
(SIKI PPNI, 2018)
2. Defisit nutrisi Setelah MANAGEMEN
berhubungan dengan dilakukan GANGGUAN MAKAN
ketidakmampuan tindakan
mencerna makanan, keperawatan Observasi
ketidakmampuan selama ...x24ja 1) Monitor asupan dan
mengabsorbsinutrien m diharapkan: keluarnya makanan dan
(D.0020) 1. Porsi cairan serta kebutuhan
makanan kalori
yang
dihabiskan Terapiutik
(1,2,3,4,5) 2) Timbang berat badan

31
2. Berat badan secara rutin
atau IMT 3) Diskusikan perilaku
(1,2,3,4,5) makan dan jumlah
3. Frekuensi aktivitas fisik (termasuk
makan olahraga) yang sesuai
(1,2,3,4,5) 4) Lakukan kontak perilaku
4. Nafsu (mis.target berat badan,
makan tanggung jawab
(1,2,3,4,5) perilaku)
5. Perasaan 5) Di dampingi ke kamar
cepat mandi untuk
kenyang pengamatan perilaku
(1,2,3,4,5) memuntahkan kembali
makanan.
(SLKI PPNI, 2018)
6) Berikan penguatan
positif terhadap
keberhasilan target dan
perubahan perilaku.
7) Rencanakan program
pengobatan untuk
perawatan dirumah (mis
medis, konseling)

Edukasi
8) Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan. (mis
pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
9) Ajarkan pengaturan diet
yang tepat
10) Ajarkan keterampilan
koping untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan.

32
Kolaborasi
11) Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang target
berat badan kebutuhan
kalori dan pilihan
makanan.
(SIKI PPNI, 2018)
3. Hipervolemia Setelah MANAGEMEN
berhubungan dengan dilakukan HIPERVOLEMIA
gangguan tindakan (1.03114)
mekanisme regulasi keperawatan
yakni hipertensi selama ...*24 Observasi
portal sekunder jam diharapkan 1) Periksa tanda dan gejala
terhadap sirosis keseimbangan (dipsnea, edema, JVP
hepatis (D.0022) cairan meningkat, suara napas
meningkat tambahan)
dengan kriteria 2) Identifikasi penyebab
hasil : hipervolemia
1) Edema 3) Monitor intakedan
menurun output cairan
2) Asites 4) Monitor efek diuretik.
menurun Terapiutik
3) Berat badan 5) Timbang Berat Badan
membaik Setiap Hari Pada Waktu
4) Denyut nadi Yang Sama
membaik 6) Batasi Asupan Cairan
5) Turgor kulit Dan Garam
membaik 7) Tinggikan Kepala
Tempat Tidur 30-40°
(SLKI PPNI, 2018) Edukasi
8) Anjurkan melapor jika
haluaranurin<
0,5mL/jam dalam 6 jam
9) Anjurkan melapr jika
BB bertambah > 1kg
dalam sehari
10) Ajarkan cara
membatasi cairan

33
Kolaborasi
11) Kolaborasi pemberian
diuretik
(SIKI PPNI, 2018)

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Terdapat lima tahapan pada implementasi menurut
Potter dan Perry (2013), diantaranya: mengkaji ulang klien,
menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan
yang sudah ada, mengidentifikasi bantuan,
mengimplementasikan intervensi keperawatan dan
mendokumentasikan intervensi(Potter & Perry, 2013).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen
SOAP/SOAPIE/SOAPIER.Pengertian SOAPIER adalah
sebagai berikut:

S : Data Subjektif Perkembangan keadaan yang didasarkan


pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan
klien.

O : Data Objektif Perkembangan objektif yang bisa diamati


dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lainnya.

A : Analisis Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif


maupun objektif), apakah berkembang ke arah perbaikan
atau kemunduran.

34
P : Perencanaan Rencana penanganan klien yang didasarkan
pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan
perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah
belum teratasi.

I : Implementasi Tindakan yang dilakukan berdasarkan


rencana.

E : Evaluasi Yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana


tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana
masalah klien teratasi.

R : Reassesment Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah


belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali
melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan
proses analisisnya.

35
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
2
3
3.1
3.1.1 Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Ny.A usia 45th beragama islam. Sudah menikah, pendidikan
SMA sederajad, tanggal MRS 20/05/2022, no.register 002xx,
alamat. Ds. Balongbendo rt.03 rw.02
Nama penanggung jawab, Tn.B usia 50th, suami, pekerjaan
swasta, alamat Ds. Balongbendo rt.03 rw.02
3.1.2 Keluhan Utama:
Pasien datang dengan mengeluh lemah/letih, nyeri di seluluh
badan, anoreksia (susah makan), kembung, pasien merasa perut
terasa tidak enak 13 berat badan menurun, mengeluh perut
semakin membesar, gangguan BAK (inkontinensia urin),
gangguan BAB (konstipasi/ diare), juga sesak nafas
3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan alasan masuk rumah sakit mengeluh
lemah/letih, nyeri di seluluh badan, anoreksia (susah makan),
kembung, pasien merasa perut terasa tidak enak 13 berat badan
menurun, mengeluh perut semakin membesar, gangguan BAK
(inkontinensia urin), gangguan BAB (konstipasi/ diare), juga
sesak nafas

1.
2.
3.
3.1.

36
3.1.1.
3.1.2.
3.1.3.
3.1.4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alkohol, pasien
mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita penyakit yang
dideritanya saat ini.
3.1.5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan suami maupun anggota keuarga yang lain
tidak memiliki penyakit srupa.
3.1.6. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Pasien mengatakan nafsu makan menurun, sebelum sakit 3x1
porsi habis, saat sakit pasien makan sehari 3x2 sendok
makan.
2) Eliminasi
BAB : pasien mengatakan BAB teratur, feses padat berwarna
kecokelatan
BAK : pasien mengatakan urine berwarna kuning pekat bau
menyengat
3) Personal Hygiene
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien mandi sehari 2x,
selama pasien hanya diseka 2x sehari
4) Pola Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur malam selama
8 jam, selama sakit pasien hanya tidur malam selama 3 jam.
5) Pola aktivitas
Pasien mengatakan untuk ke kamar mandi dibantu dengan
suaminya, makan kadang disuapi dengan suami.
3.1.7. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Pasien tampak lemah, abdomen tampak membesar dengan
ukuran perut 103 cm Klien tampak meringis saat di palpasi
ADL dibantu sebagian oleh keluarga dan perawat Frekuensi
nadi meningkat Irama nafas tidak teratur TD : 120/80 mmHg

37
Nadi : 94x/menit Suhu : 36,5℃ RR : 24x/menit pasien
tampak Gelisah

2) Kepala
Rambut terikat rapi, terdapat uban, sedikit bau karena
sudah 2hari tidak mencuci rambut
3) Wajah
Pasien tampak pucat.
4) Mata
Sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis
5) Hidung
Tidak terdapat benjolan, lubang hidung simetris kanan dan kiri.

6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus
7) Telinga
Daun telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat
benjolan
8) Paru
a) Inspeksi : Pasien tampak sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang
c) Perkusi : suara paru normal, (sonor)
d) Auskultasi : secara umum normal
9) Jantung
a) Inspeksi : anemis
b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
c) Auskultasi : Normal
10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat
asites.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran
kanan atas, hepar teraba membesar, terdapat shifting
dullnes atau gelombang cairan
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas
Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot,
Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik
12) Genitalia

38
Kemaluan tampak bersih, selalu diseka setiap kali selesai
BAK atau BAB

3.2 Analisa Data


N MASALAH
DATA ETIOLOGI
O KEPERAWATAN
1. DS: Konsumsi alkohol Nyeri Akut
Klien mengatakan:
Perutnya semakin
membesar Terjadi perlemakan di
hati
P : Nyeri timbul saat
melakukan aktivitas Nekrosis
berat. Nyeri
bertambah saat di
palpasi atau disentuh Pembentukan jaringan
ikat parut (fibrosis)
Q : Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
Disfungsi hati
R : Nyeri terasa di
bagian perut atau
Agen pencedera
abdomen kanan
fisiologis
S : Skala nyeri 6
(nyeri sedang) Inflamasi akut
T: Nyeri hilang
timbul dengan durasi Nyeri akut
yang tidak menentu

39
DO:
1) Perut atau
abdomen tampak
membesar dengan
ukuran perut 103
cm
2) Klien tampak
meringis saat di
palpasi
3) ADL dibantu
sebagian oleh
keluarga dan
perawat
4) Frekuensi nadi
meningkat
5) Irama nafas tidak
teratur
6) TD : 120/80
mmHg
Nadi : 94x/menit
Suhu : 36,5℃
RR : 24x/menit
7) Gelisah

3.3 Diagnosa Keperawatan (PES)


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi) yang ditandai dengan pasien mengatakan perutnya
semakin membesar dengan ukuran 103 cm, mengeluh nyeri
pada perut kanan seperti tertusuk-tusuk, wajah pasien tampak
meringis saat dilakukan palpasi, skala nyeri 6, nyeri hilang
timbul dengan durasi tidak menentu, gelisah, frekuensi nadi
meningkat dan irama nafas tidak teratur (SDKI PPNI, 2016).

40
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
. Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1.08238)
agen pencedera tindakan Observasi
fisiologis keperawatan selama 1) Identifikasi lokasi,
(sirosis 1x24 jam “Tingkat karakteristik, durasi,
hepatis) Nyeri” (L.08066) frekuensi, kualitas,
(D.0077) menurun dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: 2) Identifikasi skala nyeri
1) Keluhan nyeri 3) Identifikasi respon nyeri
menurun non verbal
2) Meringis 4) Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
3) Gelisah menurun memperingan nyeri
4) Frekuensi nadi 5) Monitor keberhasilan
membaik terapi komplementer yang
5) Pola napas sudah diberikan
membaik 6) Monitor efek samping
penggunaan analgesik
(SLKI PPNI, 2018)
Terapeutik
7) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi
musik, aromaterapi)
8) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
9) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
10) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri

41
11) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
12) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
13) Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
(SIKI PPNI, 2018)

Section IV.02

42
Section IV.03 3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Tgl Jam Implementasi Evaluasi Keperawatan
Keperawata Keperawatan
n
Nyeri akut 09 08.00 Observasi: S:
b/d agen Mei 1) Mengidentifikasi lokasi, Pasien mengatakan
pencedera 2022 karakteristik, durasi, perutnya semakin
fisiologis frekuensi, kualitas, membesar
(sirosis intensitas nyeri P : Nyeri timbul saat
hepatis) Hasil: melakukan aktivitas
(D.0077 P : Nyeri timbul saat berat. Nyeri bertambah
melakukan aktivitas saat di palpasi atau
berat. Nyeri bertambah disentuh
saat di palpasi atau
disentuh Q : Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk R : Nyeri terasa di
bagian perut atau
R : Nyeri terasa di bagian abdomen kanan
perut atau abdomen
kanan S : Skala nyeri 6
08.30
S : Skala nyeri 6 T: Nyeri hilang timbul
dengan durasi yang
T: Nyeri hilang timbul tidak menentu
08.35 dengan durasi yang tidak
menentu O:
1) Tampak abdomen
2) Mengidentifikasi skala membesar (asites)
nyeri 2) Pasien tampak
Hasil: meringis
08.45 3) Pasien tampak
Skala nyeri 6 (nyeri
sedang) gelisah
4) Frekuensi nadi
3) Mengidentifikasi respon meningkat
nyeri non verbal Nadi: 94x/menit
Hasil: 5) Pola napas tidak
Pasien tampak meringis teratur
saat perut di palpasi dan RR: 24x/menit

43
tampak gelisah
08.50 A:
4) Mengidentifikasi faktor Masalah nyeri akut
yang memperberat dan belum teratasi
memperingan nyeri
Hasil: P:
Nyeri bertambah saat Intervensi dilanjutkan
09.00 No. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
melakukan aktivitas
berat dan saat di palpasi 12, 13
atau disentuh.
Nyeri berkurang saat
pasien istirahat atau
09.10 bedrest.

Terapeutik:
7) Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Mengajarkan latihan
09.20 teknik napas dalam

8) Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
Hasil:
Mengatur suhu ruangan
dengan suhu yang sejuk
sesuai dengan kondisi
pasien
09.30
9) Mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Hasil:
Jenis nyeri: nyeri akut
09.40 Sumber nyeri: nyeri pada
perut bagian kanan

44
Edukasi:
10) Menjelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Hasil:
09.50 Pasien dan keluarga
mengerti bahwa
penyebab atau pemicu
nyeri timbul karena
melakukan aktivitas fisik
dan menekan perut
sehingga menganjurkan
pasien dan keluarga
untuk menghindari hal-
hal yang menyebabkan
nyeri.

11) Menjelaskan strategi


meredakan nyeri
Hasil:
Pasien dan keluarga
mengerti tentang terapi
mengurangi nyeri yaitu
latihan teknik napas
dalam

12) Mengajarkan teknik


nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Pasien mengikuti dengan
seksama apa yang di
ajarkan perawat dalam
latihan teknik napas
dalam untuk mengurangi
rasa nyeri.

Kolaborasi:
13) Kolaborasi
pemberian analgesik

45
Hasil:
Ketorolac injeksi 3 x 30
mg (per 8 jam)
10 08.00 Observasi: Pasien mengatakan
Mei 1) Mengidentifikasi lokasi, perutnya semakin
2022 karakteristik, durasi, membesar
frekuensi, kualitas, P : Nyeri timbul saat
intensitas nyeri melakukan mobilisasi
Hasil: di tempat tidur. Nyeri
P : Nyeri timbul saat bertambah saat di
melakukan mobilisasi di palpasi atau disentuh
tempat tidur. Nyeri
bertambah saat di palpasi Q : Nyeri seperti
atau disentuh ditusuk-tusuk

Q : Nyeri seperti ditusuk- R : Nyeri terasa di


tusuk bagian perut atau
abdomen kanan
R : Nyeri terasa di bagian
perut atau abdomen S : Skala nyeri 5-6
kanan (nyeri sedang)
08.15
S : Skala nyeri 5-6 T: Nyeri hilang timbul
dengan durasi yang
T: Nyeri hilang timbul tidak menentu
08.20 dengan durasi yang tidak
menentu O:
1) Tampak abdomen
2) Mengidentifikasi skala membesar (asites)
nyeri 2) Pasien tampak
Hasil: meringis
08.25 3) Pasien tampak
Skala nyeri 5-6 (nyeri
sedang) gelisah
4) Frekuensi nadi
3) Mengidentifikasi respon meningkat
nyeri non verbal Nadi: 91x/menit
Hasil: 5) Pola napas tidak
Pasien tampak meringis teratur
saat perut di palpasi dan RR: 24x/menit
08.30
tampak gelisah
A:

46
Masalah nyeri akut
4) Mengidentifikasi faktor belum teratasi
yang memperberat dan
memperingan nyeri P:
Hasil: Intervensi dilanjutkan
Nyeri bertambah saat No. 1, 2, 5, 6, 7, 12, 13
08.35
melakukan aktivitas
berat dan saat di palpasi
atau disentuh.
Nyeri berkurang saat
pasien istirahat atau
bedrest.
08.40
5) Memonitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
Hasil:
Pasien mengatakan
08.50 masih sering merasakan
nyeri meski terkadang
ada kala waktu nyeri
berkurang

6) Memonitor efek samping


08.55 penggunaan analgesik
Hasil:
Pasien mengatakan
belum ada efek
signifikan yang
dirasakan

Terapeutik:
7) Memberikan teknik
09.10 nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Mengulangi latihan
teknik napas dalam

47
8) Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
Hasil:
Mengatur suhu ruangan
dengan suhu yang sejuk
sesuai dengan kondisi
pasien

Edukasi:
12) Mengajarkan
tekniknonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Hasil:
Pasien mengikuti dengan
seksama apa yang telah
di ajarkan perawat dalam
latihan teknik napas
dalam untuk mengurangi
rasa nyeri.

Kolaborasi:
13) Kolaborasi
pemberian analgesik
Hasil:
Ketorolac injeksi 3 x 30
mg (per 8 jam)

11 08.00 Observasi: Pasien mengatakan


Mei 1) Mengidentifikasi lokasi, perutnya semakin
2022 karakteristik, durasi, membesar
frekuensi, kualitas, P : Nyeri timbul saat
intensitas nyeri melakukan mobilisasi
Hasil: di tempat tidur. Nyeri
P : Nyeri timbul saat bertambah saat di
melakukan mobilisasi di palpasi atau disentuh
tempat tidur. Nyeri
bertambah saat di palpasi Q : Nyeri seperti
atau disentuh ditusuk-tusuk

48
Q : Nyeri seperti ditusuk- R : Nyeri terasa di
tusuk bagian perut atau
abdomen kanan
R : Nyeri terasa di bagian
perut atau abdomen S : Skala nyeri 4 (nyeri
08.15 kanan sedang)

S : Skala nyeri 4 T: Nyeri hilang timbul


dengan durasi yang
08.20 T: Nyeri hilang timbul tidak menentu
dengan durasi yang tidak
menentu O:
1) Tampak abdomen
2) Mengidentifikasi skala membesar (asites)
08.25 nyeri 2) Pasien tampak
Hasil: meringis
Skala nyeri 4(nyeri 3) Pasien tampak
sedang) sedikit lebih tenang
4) Nadi: 85x/menit
5) Memonitor keberhasilan 5) Pola napas tidak
terapi komplementer teratur
08.30 yang sudah diberikan RR: 24x/menit
Hasil:
Pasien mengatakan nyeri A:
sudah berkurang Masalah nyeri akut
teratasi sebagian
6) Memonitor efek samping
penggunaan analgesik P:
08.35 Hasil: Intervensi dilanjutkan
Pasien mengatakan ada No. 1, 2, 5, 6, 7, 12, 13
efek seperti mual tapi
sesekali

Terapeutik:
7) Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
08.40 mengurangi rasa nyeri
Hasil:
Mengulangi latihan

49
teknik napas dalam

Edukasi:
12) Mengajarkan teknik
nonfarmakologis
untukmengurangi rasa
nyeri
Hasil:
Pasien mengikuti dengan
seksama apa yang telah
di ajarkan perawat dalam
latihan teknik napas
dalam untuk mengurangi
rasa nyeri.

Kolaborasi:
13) Kolaborasi
pemberian analgesik
Hasil:
Ketorolac injeksi 3 x 30
mg (per 8 jam)

Section IV.04

50
Article V. BAB 4 SIMPULAN

Sirodis hepatid adalah suatu keadaan patologis yang


menggambarkan stadium akhir fibrosishepatic yang berlangsung
progesif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodolusregeneratif(Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Doengoes, 2014), patofisologi Sirosis hepatis
merupakan suatu penyakit kronis progresif pada hepar dengan
inflamasi yang diakibatkan distorsi stuktur hepar dan pembentukan
nodul dan jaringan ikat sehingga dapat menyebabkan kegagalan fungsi
hati. Sirosis hepatis disebabkan oleh banyak hal, yaitu karena
pemakaian alcohol yang berlansung bertahun-tahun, terjadi kelainan
pada kantung empedu, terjadi gagal jantung kanan dan juga
disebabkan dari viorus hepatitis B, C, dan D (Doenges M. , 2014).
Untuk menegakkan diagnosasirosis hepatis dapat diperoleh dari g
ejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksa
an darah maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pem
eriksaan
CT Scan Penatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplik
asi, dan prognosisnya.
Pada beberapa pasien penderita sirosis hepatis akan mengalami
rasa nyeri akibat penyakit yang dideritanya, untuk itu kelompok
mengambil diagnosa nyeri akut dengan menggunakan perumusan
diagnosa menurut SDKI perencanaan menurut SIKI dan penatalaksaan
menurut SLKI

51
Article VI.

Article VII.

Article VIII.

Article IX.

Article X.

Article XI.

Article XII.

Article XIII.

Article XIV.

Article XV.

Article XVI.

Article XVII.

Article XVIII.

Article XIX.

Article XX.

Article XXI.

Article XXII.

Article XXIII.

52
Article XXIV.

Article XXV.

Article XXVI. DAFTAR PUSTAKA

Article XXVII.
Brunner, & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC.
Diyono, & Mulyanti. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah:
Sistem Pencernaan. Edisi 1. Jakarta: Prenada Media Grup.
Doenges, M. (0214). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed. 3.
Jakarta: EGC.
Doenges, M. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed. 3.
Jakarta: EGC.
LeMone, P., & dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Integumen, Gangguan Endokrin, dan Gangguan
Gastrointestinal Vol 2 Edisi 5. Terjemahan Oleh, Bhesty
Angelina, et al. 2015. Jakarta: EGC.
Lovena, A., Miro, S., & Efrida. (2017). Karakteristik Pasien Sirosis
Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 5-6.
Muttaqin, A., & Kumala, S. (2013). Gangguan Gasrtointestinal
Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid 1. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta:
MediAction.
Nurdjannah, S. (2014). Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

53
Potter, P., & Perry, A. (2013). Fundamental of Nursing Eight edition.
Canada: Mosby Elsevier.
SDKI PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP
PPNI.
SLKI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

54

Anda mungkin juga menyukai