Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH DIAGNOSTIK KLINIK

FUNGSI HATI

Dosen : Refdanita,Dra.M.Si.
Disusun Oleh :
Elia Melani 14334059

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2016

1. SIROSIS HATI
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai
FUNGSI HATI.

Adapun penulisan dalam makalah ini, disusun secara sistematis dan berdasarkan
metode-metode yang ada, agar mudah dipelajari dan dipahami sehingga dapat
menambah wawasan pemikiran para pembaca.

Penulisan makalah ini belum sempurna untuk itulah saya sebagai penulis
mengharapkan kritikan positif yang membangun demi menyempurnakan makalah ini.

Demikianlah saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


mendukung pembuatan makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua.

Jakarta, Oktober 2016

Penyusun

2. SIROSIS HATI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 LATARBELAKANG.................................................................................... 4
1.2 TUJUAN....................................................................................................... .5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................5

2.1 TEORI PENYAKIT SIROSIS HATI ........................................................... 5


2.2 JENIS JENIS SIROSIS HATI .................................................................. 6
2.3 PATOFISIOLOGI ......................................................................................... 7
2.4 GEJALA SIROSIS HATI ............................................................................. 8
2.5 KOMPLIKASI SIROSIS HATI .................................................................... 8
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ................................................................ 10
2.7 PENATALAKSANAAN ............................................................................. 11
2.8 PENGKAJIAN ..............................................................................................11

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................. 15

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................... 21

4.1 KESIMPULAN ............................................................................................... 21

BAB V DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21

3. SIROSIS HATI
4. SIROSIS HATI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian sirosis adalah suatu keadaan patologis ynag menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hati merupakan konsekuensi dari penyakit hati
kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis jaringan parut dan nodul
regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang
rusak) akibat nekrosis hepatoseluler yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi
hati. Perubahan arsitektur hati dapat dilihat dengan gambaran mikroskopi, data epidemiologi
penderita, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Beberapa faktor timbulnya penyakit sirosis hati
ini yaitu adanya virus hepatitis (B,C,D), alkohol , kelainan metabolik, berupa hemakhomatosis
(kelebihan beban besi), penyakit wilson (kelebihan beban tembaga), defisiensi alphal-antitripsin,
glikonosis type IV, galaktosemia, dan tirosinemia, malnutrisis, toksin, dan obat, sistosomiasis,
obstruksi bilier, obstruksi aliran vena, autoimun. Sekitar 20% pasien hepatitis kronik
berkembang menjadi sirosis hati. Diagnosis klinis dibuat apabila ditemukan 5 dai 7 keadaan
yaitu eritema palmaris, spider nevi, venakolateral atau varises, esofagus, asites dengan atau tanpa
edema, splenomegali, hematemesis, dan melena, rasio albumin dan globulin, terbalik.

Timbulnya komplikasi - komplikasi seperti asites, ensefalopati,varises esofagus menandai


terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik menjadi SH dekompensasi.
Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin ataukarena penyakit yang lain.
Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan
kontrol pasien yang teratur pada fase dini status kompensasi dalam jangka panjang dan
mencegah timbulnya komplikasi.

5. SIROSIS HATI
B. Tujuan

Dalam makalah ini dibuat agar mahasiswa dapat :


1. Mengerti dan memahami penyakit sirosis hati.
2. Mengetahui perjalanan penyakitnya seperti apa.
3. Mengetahui temuan-temuan yang sudah dilakukan sesuai dengan kasus yang ada.
4. Dapat menentukan terapi dan pengobatan yang tepat&benar.

6. SIROSIS HATI
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A. Konsep Dasar

1. Definisi

Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan
struktur hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal. Sirosis hati adalah penyakit hati
menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul,
dan terasa nyeri bila ditekan.

Sirosis hepatis dapat terdiri atas sirosis hepatis ringan hingga parah. Sirosis hepatis ringan dapat
memperbaiki fungsi hati dengan sendirinya, sehingga hati dapat bekerja secara normal kembali.
Sedangkan pada sirosis hepatis parah, jaringan parut yang terlalu banyak telah membuat fungsi
hati tidak dapat berfungsi dengan normal. Beberapa penyebab sirosis hepatis adalah virus, obat-
obatan tertentu, ataupun penyakit autoimun hati. Cara penyembuhan terbaik bagi sirosis hepatis
adalah dengan melakukan pencangkokan hati.

Beberapa pengertian menurut para ahi:

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang
berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang
terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan
disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang
dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Menurut Lindseth; Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang abnormal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati.
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal
oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami
regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).

1. 2. Jenis/Klasifikasi/Stadium

7. SIROSIS HATI
Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sisrosis
pascanekrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering dijumpai. Ada tiga jenis
sirosis hati, yaitu:

1. Sirosis portal Laennec disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal
sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan
nodular. Pada sirosis tipe ini yang paling sering ditemukan di negara Barat.
2. Sirosis poscanekrotik. Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin
biasanya berasal dar hepatitis virus akut yang sebelumnya terjadi. Hepar mengecil dengan
banyak nodul dan jaringan fibrosa.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi empedu yang kronis dan infeksi
(kolangitis), insidensnya lebih rendah dari pada insidens sirosis Laennec dan sirosis
poscanekrotik.

Dan seacara klinis sirosis hati dibagi menjadi:

1. a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
2. b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.
Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi
hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnyanodul, yaitu:

1. a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3
mm.

1. b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung
nodul halus dan kecil merata diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis
mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular.

1. c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler

Umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.

1. 3. Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, mengonsumsi minuman
beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Selain pada peminum alkohol,

8. SIROSIS HATI
penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum dan pada
individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.

Faktor lainnya termasuk pajanan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi,
arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis
adalah dua kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 hingga 60
tahun.

Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan sel-sel
hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang
dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut, akhirnya jumlah
jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Jaringan-jaringan normal
yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkelapa besar dalam (hobnail appearance) yang khas. Sirosis Hepatis biasanya memiliki awitan
yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati
rentang waktu 30 tahun atau lebih.

Sirosis Pasca Nekrotik (Hepatitis dari Virus tipe B dan C). Infeksi hepatitis virus tipe B dan C
menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang
luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus ati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodu sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran
histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel reikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat meghubungkan daerah porta dan
sentra.

Sirosis Billier (Obstruksi Billiaris Pascahepatik). Kerusakan sel hati yang dimulai sekitar duktus
biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebabnya oleh
karena obstruksi biliaris pascahepatik. Terjadi stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu
di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Hati akan membesar keras, bergranula halus.
Ikterus merupakan bagian awal dari dan utama dari sindrom ini.

4. Tanda dan gejala

Terdapat beberapa gejala pada sirosis hati, seperti :

1. kelelahan .
2. hilang nafsu makan.
3. mual-mual.
4. badan lemah.
5. kehilangan berat badan.
6. nyeri lambung .
7. air kencing berwarna gelap.
8. kadang-kadang hati teraba keras.
9. gangguan pencernaan.

9. SIROSIS HATI
Selain gejala-gejala yang sudah disebutkan terdapat pula beberapa tanda klinis yang terjadi
pada penderita sirosis hepatis, yaitu:

1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis dan Jaundice (Kuning pada bagian
kulit dan putih mata).
2. Timbulnya asites ( akumulasi air di perut ) pada penderita sirosis.
3. Timbulnya edema ( akumulasi air di kaki ) pada penderita sirosis.
4. Hati yang membesar(disebabkan oleh penumpukkan produk empedu dalam hati)
5. Hipertensi portal
6. Pembentukan batu empedu (karena kurangnya empedu dalam batu empedu.

5. Komplikasi

Pada sirosis hepatis terdapat beberapa komplikas yang akan dialami oleh si penderita,
diantaranya yaitu:

a. Edema dan ascites

Karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk, maka kelebihan garam dan air berakumulasi
dalam jaringan dibawah kulit pergelangan kaki dan kaki. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema (pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah
ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki yang mengalami edema akan
menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan). Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan,
cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini disebut ascites yang menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.

1. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Adalah suatu cairan yang mengumpul didalam perut yang tidak mampu untuk melawan infeksi
secara normal. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Pada beberapa pasien
penderita SBP tidak memiliki gejala-gejala, seperti demam, kedinginan, sakit perut dan
kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.

c.Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)

Adalah suatu keadaan dimana aliran darah meningkat, peningkatan tekanan vena pada
kerongkongan yang lebih bawah, dan mengembangnya lambung bagian atas. Perdarahan dari
varices-varices biasanya adalah parah/berat dan apabila tanpa perawatan segera dapat menjadi
fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices adalah muntah darah (muntahan dapat berupa
darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau coffee grounds, yang belakangan
disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam, disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika melewati usus (melena), dan kepeningan

10. SIROSIS HATI


orthostatic (orthostatic dizziness) atau pingsan,disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam
tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).

1. Hepatic encephalopathy

Adalah suatu keadaan dimana unsure-unsur racun berakumulasi secara cukup dalam darah
sehingga fungsi dari otak menjadi terganggu. Tidur pada siang hari daripada pada malam hari
(berbanding terbalik dengan pola tidur yang normal) merupakan gejala yang paling dini dari
hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lainnya adalah cepat marah, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi atau melakukan perhitungan, kehilangan memori, kebingungan atau tingkat
kesadaran yang tertekan (dapat mengakibatkan keparahan pada penyakit ini bahkan dapat
menimbulkan kematian).

1. Hepatorenal syndrome

Adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Fungsi yang
berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan cara darah mengalir melalui ginjal.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk
membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urine yang memadai.
Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome, yaitu yang terjadi secara berangsur-angsur melalui
waktu berbulan-bulan dan yang terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.

1. Hepatopulmonary syndrome

Pasien dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada
sirosis telah berlanjut dan menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Darah yang
mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen
dari udara didalam alveoli. Akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan
pengerahan tenaga.

1. Hypersplenism

Adalah istilah yang berhubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia),
jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada
infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada
perdarahan yang berkepanjangan (lama).

1. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja dapat meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor
berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam
tubuh dan menyebar (metastasis) ke hati.

6. Pemeriksaan Diagnostik

11. SIROSIS HATI


1. Imaging examination: USG hati, kantung empedu, dan limpa. USG hati dapat
menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.
2. Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tanda-tanda virus hepatitis
3. Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami seberapa jauh keparahan
sirosis hatinya.
4. Four indicators of hepatic fibrosis: Fibrosis liver adalah penyakit yang kronik.
Pemeriksaan dini menggunakan four indicator of hepatic fibrosis dapat membantu
mendiagnosa lebih cepat ada tidaknya fibrosis liver.
5. Biopsi liver: Biopsi dapat menunjukan ada tidaknya sirosis pada hati.
6. Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di organ hati, limpa, organ
pencernaan.

7. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medik

1. a. Pencegahan Pendarahan

Pendarahan dapat terjadi akibat diperlukan produksi protrombin dan kemampuan hati untuk
mengsintesis zat-zat yang diperlukan bagi pembekuan darah.

1. Tindakan Penjagaan

Perlindungan pasien dengan memasang penghalang sampai tempat tidur, menekan setiap lokasi
persuntiakn dan menghinadari cedera dari benda-benda tajam. Perawat harus memahami
kemungkinan melena dan memerikasa feses untuk mengetahui jika terdapat darah yang
merupakan tanda pendarahan internal. Modifikasi diet dan penggunaan preparat pelunak feses
yang dapat membantu pasien. Pasien harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi pendarahan
gastrointestinal, peralatan, tanda-tanda vital, cairan intravena dan obat-obatan.

1. Jika terjadi Hemoragi

Perawat membantu dokter dengan melakukan tindakan untuk menghentikan pendarahan,


memberikan terapi cairan serta komponen darah dan obat-obatan. Hemoragi masih akibat
pendarahan dari varises esophagus atau lambung di pindahkan di unit intensif. Penderita sirosis
memerlukan penjelasan tentang kejadian yang telah dialami.

1. Ensefalopati hepatic

Merupakan komplikasi neurology yang mungkin terjadi dan mencakup kemunduran status
mental serta dimensi di samping adanya tanda-tanda fisik seperti gerakan volunteer dan
involunteer yang abnormal. Yang disebabkan oleh penumpukan amonia dalam darah dan
ditimbulkan pada metabolisme otak.

1. Terapi

12. SIROSIS HATI


Mencakup penggunaan laktulosa serta antibiotic saluran cerna yang tidak dapat diserap
untuk melakukan kadar anomia.

2) Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pemantauan

Pekerjaan keperawatan yang esensian untuk mengenali kemunduran diri pada status mental.
Karena gangguan elektrolit dapat timbul ensefalomati, kadar elektrolit serum harus dipantau
dengan cermat jika abnormal. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.

Selama dirawat di rumah sakit, pasien harus sudah dipersiapkan untuk perawatan di rumah oleh
perawatan melalui intruksi diet. Instruksi yang paling penting adalah menghilangkan alkohol dari
diet.

Kebersihan terapi tergantung pada upaya untuk meyakinkan pasien tentang perlunya kepatuhan
secara total pada rencana terapinya. Yang mencakup istirahat, kemungkinan perubahan gaya
hidup, diet yang memadai dan pantang alkohol.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan berfokuskan pada gejala dan riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya
penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama di samping asupan makanan dan
perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita.Pengkajian pada klien sirosis hepatis
menurut Engram (1998) dan Tucker (1998) diperoleh data sebagai berikut :

Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko :

Alkoholisme

Hepatitis viral

Obstruksi kronis dari duktus koledukus dan infeksi (kolangitis)

Gagal jantung kanan berat kronis berkenaan dengan korpulmona.

1. Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan :

13. SIROSIS HATI


1. Gangguan GI, mual, anoreksia, flatulens, dispepsia, muntah, perubahan kebiasaan usus
(disebabkan oleh perubahan metabolisme nutrien).

2. Nyeri abdomen kuadran kanan atas (disebabkan oleh pembesaran hepar).

3. Pembesaran, hepar dapat diraba (pada tahap lanjut penyakit, peningkatan pembentukan
jaringan parut yang menyebabkan kontraksi jaringan hepar karenanya mengisutkan hepar.

4. Demam ringan (disebabkan oleh penurunan produksi antibodi).

1. 3. Pemeriksaan diagnostik:

a. Imaging examination: USG hati, kantung empedu, dan limpa. USG hati dapat
menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.

b.Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tanda-tanda virus hepatitis.

c.Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami seberapa jauh keparahan
sirosis hatinya.

d.Four indicators of hepatic fibrosis: Fibrosis liver adalah penyakit yang kronik.
Pemeriksaan dini menggunakan four indicator of hepatic fibrosis dapat membantu mendiagnosa
lebih cepat ada tidaknya fibrosis liver.

e.Biopsi liver: Biopsi dapat menunjukan ada tidaknya sirosis pada hati.

f.Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di organ hati, limpa, organ
pencernaan.

g. Scan CT, atau MRI di lakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan
aliran darah hepatik.d. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan
hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada respons terhadap kekurangan
volume cairan ekstraseluler sekunder terhadap asites).

4. Pemeriksaan psikososial

a. Riwayat Sosial

Keadaan sosial dan ekonomi berpengaruh, apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang
sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang
dampaknya mempengaruhi prilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan
sekitar yang tidak sehat.

14. SIROSIS HATI


1. Riwayat Psikologi

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan
psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada
pasien dengan sirosis hati dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi
labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan
sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan
terpasangnya

alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, dan gangguan rasa nyaman.

2. Perubahan status nutrisi berhubungan dengan anoreksia.

3. Gangguan itegritas kulit edema dan dekubitus.

3 Perencanaan dan implementasi

1. Istirahat

Penderita penyakit hati yang aktif memerlukan istirahat dan berbagai tindakan
pendukung lainnya yang memberikan kesempatan kepada hati untuk membangun
kembali kemampuan fungsionalnya. Berat badan, asupan serat dan cairan yang
keluar harus di ukur dan di catat setiap hari. Pengaturan posisi pasien di tempat
tidur agar mencapai status pernapasan yang efisien. Diperlukan terapi oksigen
pada penderita gagal hati untuk oksigenasi sel-sel yang rusak dan untuk mencegah
destruksi sel lebih lanjut. Pada penderita sirosis diperlukan istirahat yang cukup,
karena istirahat yang cukup akan mengurangi kebutuhan hati dan meningkatkan
suplai darh hati.

2. Perbaikan status nutrisi

Penderita sirosis yang tidak mengalami asites dan edema harus mendapatkan diet
yang bergizi dan tinggi-protein dengan penambahan vitamin B kompleks serta
vitamin lainnya menurut kebutuhan ( termasuk vitamin A, C, K dan asam fosfat ).
Asupan makan pada penderita SH sedikit tapi sering dan mempertimbangkan
makanan kesukaan pasien. Dilakukan pemasangan NGT pada pasien yang
mengalami anoreksia berat atau lama, pasien yang muntah atau tidak dapat makan
dengan alasan apapun. Harus mempertahankan asupan kalori yang tinggi.

15. SIROSIS HATI


3. Perawatan Kulit

Perlu ketelitian dalam melakukan perawatan kulit karena dengan sehubungan


edema subkutan, ikterus dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi serta luka
pada kulit. Diperlukan perubahan posisi untuk mencegah dekubitus.
Menggunakan lition diperlukan karena dapat memperlancar sirkulasi agar ketika
dilakukan massase, mencegah dekubitus dan dan mendinginkan kulit yang iritasi.

4 Discharge Planning

1. Hindari minuman beralkohol

2.Berikan penyuluhan pada pasien untuk membatasi aktivitas

3. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang terapi yang diberikan, dosis serta
efek samping

4. Tekankan pada pasien untuk control sesuai dengan waktu yang ditentukan.

5. Evaluasi

1. Memperlihatkan kemampuan untuk turut serta dalam aktivitas:

1. Merencanakan aktivitas dan latihan serta periode istirahat secara bergantian


2. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien
3. Memperlihatkan peningkatan berat badan tanpa pertambahan edema dan
pembentukan asites
4. Turut serta dalam asuhan higienik

2. Meningkatkan asupan nutrisi

a. Memperlihatkan asupan nutrien yang tepat dan pantang alkohol yang dicerminkan oleh
cacatan diet

b. Menaikkan berat badan tanpa pertambahan edema dan pembentukan asites

c. Melaporkan perbedaan gangguan anreksia

d. Mengenali makanan dan cairan yang bergizi yang diperbolehkan atau harus dibatasi

dalam dietnya

1. e. Mengikuti terapi vitamin


1. Menjelaskan dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi
sering.

16. SIROSIS HATI


2. 4. Memperlihatkan Perbaikan Integritas Kulit
1. Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa bukti adanya luka, infeksi atau
trauma
2. Menunjukkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh
tanpa edema
3. Mengubah posisi dengan sering dan menginspeksi prominensia ( tonjolan
) tulang setiap hari
4. Menggunakan losion untuk meredakan pruritus

17. SIROSIS HATI


BAB III

PEMBAHASAN

Kasus
Wanita, usia 78 tahun, datang dengan keluhan perut membesar sejak 1 bulan SMRS.
Pasien menyatakan perut terasa penuh dan nyeri dalam 2 hari terakhir semakin menganggu
aktivitas dan istirahat pasien. Perut yang membesar juga disertai dengan keluhan dada
seperti sesak, mual dan muntah. Mual dan muntah juga sudah dirasakan sejak 1 bulan yang
lalu dan hilang timbul. Muntah kurang lebih 2 kali dalam sehari berisi cairan dan makanan
dengan jumlah sekitar 3 sendok makan setiap kali muntah. Pasien menyangkal ada muntah
bercampur darah atau muntah berwarna kehitaman. Karena mual pasien mengatakan nafsu
makan menurun. Pasien juga menyampaikan badan lemas dan berat badan semakin
menyusut.
Pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak 6 minggu SMRS yang
membuat pasien sulit berjalan. Bengkak tidak berkurang ataupun bertambah ketika berjalan
ataupun diistirahatkan. Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Pasien juga mengatakan
pernah BAK berwarna pekat seperti teh. BAB lunak berwarna hitam seperti aspal, tanpa lendir
sebanyak 2 kali dalam sehari sekitar 2 minggu yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien pernah mengalami sakit kuning 3 tahun yang lalu. Mata dan badan pun terlihat menjadi
kuning. Pada saat itu pasien belum mengalami keluhanlain sehingga pasien tidak pergi berobat.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis,tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80 x/menit, laju napas 24x/ menit, suhu 36,8
C, oedema pretibialis, conjungtiva anemis, sklera ikterik, auskultasi paru ronkhi(+), abdomen
simetris, cembung, dinding perut tegang, nyeri tekan (+), lingkar perut 105cm, hepar tidak
teraba, shifting dullnes (+), ekstremitas oedema.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,5 gr/dl (normal: 12- 16 gr/dl), LED
30,3 mm/jam (normal: 0 - 20 mm/jam), leukosit 5300/ul, trombosit 134.000/ul (normal :
150.000-400.000/ul), GDS 394 mg/dl (normal: 70-200mg/dl), ureun 26 mg/dl, creatinin 0,96
mg/dl, asam urat 3,92 mg/dl, total protein 5,75 gr/dl, abumin 3,1 gr/dl, globulin 2,65 gr/dl, SGOT
29 u/l (normal: 6-25 u/l), SGPT 23 u/l, Gamma GT (GGT) 264 u/l(normal: < 45 u/l), Bilirubin
Total 1,11 mg/dl (normal: < 1 mg/dl), Bilirubin Direk 0,47 mg/dl (normal: < 0,25 mg/dl),
Bilirubin Indirek 0,64 mg/dl.

Diagnosis pasien ini adalah sirosis hepatis dekompensata e.c hepatitis B dengan diagnosis
tambahan diabetes meliitus tipe 2 dan hipertensi grade2. Terapi medikamentosa yang diberikan
adalah Spironolakton 1 x 100 mg, injeksi Furosemid 1 ampul/ 24 jam, Sukralfat syrup 3xC1,
injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam, Vitamin K 1 x 1, Bisoprolol 1 x 1, InjeksiHumulin 6-6-6
IU,Amlodipin 1 x 10 mg.

Sirosis hati merupakan kelanjutan dari kerusakan hati kronik yang perjalanan
penyakitnya membutuhkan waktu. Perubahan histopatologi yang mula-mula adalah proses
fibrosis yang difus dengan diikuti pembentukan nodul-nodul regenerasi yang mempunyai bentuk
dan fungsi abnormal. Penderita sirosis hepatis biasanya disertai komplikasi hipertensi portal dan
kegagalan fungsi parenkim hati. Gambaran histopatologi dari sirosis hati memiliki karakteristik

18. SIROSIS HATI


utama yaitu distorsi arsitektur hepar, jaringan parut sebagai akibat dari peningkatan deposisi
jaringan fibrosa dan kolagen, dan nodula regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati yang dikelilingi
jaringan parut. Nodula-nodula regeneratif ini dapat kecil (mikronodular) atau besar dapat kecil
(mikronodular) atau besar (makronodular).

Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses
lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan
pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang
lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena
sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti
sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala
tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya
komplikasi.Seperti pada sindrom hepatorenal. Suatu keadaan pada penderita penyakit hati yang
berat yang disertai gagal ginjal yang progesif yang tidak diketahui sebabnya. Biasanya penderita
mengalami ikterus, asites, dan ensefalopati.

Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan
tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
berupa pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan
diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda- tanda klinis sudah terlihat jelas.
Selain itu, pemeriksaan biopsi yang invasif juga dapat menimbulkan resiko perdarahan dan
infeksi peritoneal pada pasien. Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh
terhadap kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala -gejala awal
sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil
dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (berkembang
menjadi sirosis dekompensata) gejala -gejala akan Gejala -gejala awal sirosis meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada
membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (berkembang menjadi
sirosis dekompensata) gejala -gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan,
gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa
gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada sirosis hati yaitu lemas
pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang disertai penurunan nafsu makan. Selain itu,
ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta, diantaranya perut yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air
kencing yang berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata, nyeri perut yang disertai
dengan melena, dan gangguan tidur juga dialami pasien.

19. SIROSIS HATI


Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi
hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda -tanda klinis ini pada penderita sirosis
hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut. Gejala dan tanda dari kelainan
fundamental. Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi
intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik
resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari
vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa
myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik
diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan
diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor
dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan
vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan
cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri
tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda - tanda anemis pada kedua konjungtiva mata
dan ikterus pada kedua sklera. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada
seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness positif.
Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh
pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.Sintesis
albumin turun sesuai perburukan sirosis. Hal ini berperan menimbukan oedem dan ascites karena
albumin berperan dalam tekanan onkotik plasma.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan
waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat
dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan
kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3
kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati
alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi
bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi
di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan
sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan
akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang
selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin
akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi
dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama

20. SIROSIS HATI


pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresiair
bebas.

Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya
akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran
apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
maupun hipokrom makrositer.1Sirosis hepatis dapat terjadi anemia, trombositopeni, leukopeni
terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk dapat menilai tingkatan terjadinya


kerusakan hati tanpa prosedur yang invasif, seperti fibrosis score, AST/ALT rasio dan Child-
Pugh score. Fibrosis skor adalah suatu skoring yang bersifat non-invasif yang penilaianya
diambil dari beberapa hasil test laboratorium dan data pasien yang digunakan untuk
mengestimasi tingkatan terjadinya fibrosis pada hati. Perhitungan fibrosis skor menggunakan
enam variabel yaitu usia, BMI ( body mass index), hiperglikemi, rasio AST dan ALT, trombosit,
dan albumin. Hasil perhitungan NAFLD fibrosis skor dibagi menjadi tiga tingkatan yakni low
cutoff (<-1,455), indeterminate (-1,455-0,676), high cutoff (>0,676). Low cutoff adalah skor
dimana pasien diprediksi negatif fibrosis hati dan high cutoff adalah tingkatan skor pasien
dengan prediksi terdapat fibrosis hati sedangkan pasien dengan fibrosis skor indeterminate
dikelompokan menjadi pasien dengan fibrosis yang meragukan atau belum dapat diprediksi.

Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT,
sedangkan SGPT dalam batas normal. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin
total, dan bilirubin direk. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami
peningkatan pada pasien ini. Pemeriksaan hematologi pada pasien ini menunjukkan
penurunan kadar hemoglobin yang menunjukkan adanya anemia ringan, yang kemungkinan
disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna. Selain anemia, ditemukan juga
penurunan kadar trombosit atau trombositopenia pada pasien.

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita


sirosis hati. Pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sudah secara rutin
digunakan pada kasus sirosis karena pemeriksaanya noninvasif dan mudah digunakan.
Penelitian dari Khan (2010) menyimpulkan bahwa gambaran nodulus pada USG hati adalah
metode diagnostik yang cukup akurat dalam mendiagnosa pasien sirosis. Gambaran USG
yang dinilai meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.
Pada gambaran USG sirosis hati dapat ditemukan ekoparenkim hati yang kasar dan
hiperkoik, permukaan hati sangat ireguler karena fibrosis. Ukuran kedua lobus hati
mengecil. Terlihat tanda sekunder berupa asites, splenomegali dan adanya pelebaran vena
lienalis dan vena porta.

Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastro-duodenoscopy


(EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat
direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat
diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign
dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna
bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai
manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal

21. SIROSIS HATI


ligation (EVL).

Pada pasien ini belum dilakukan USG dan EGD, sehingga penulis menyarankan untuk
USG sebagai pemeriksaan anjuran. Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh
etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.

Pada kasus ini, pasien diberikan diet rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan
kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasein tidak
memberat. Pemberian obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfat 3xC1, Ranitidine
1 amp/12 jam agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta. Pasein ini
juga mengalami komplikasi berupa asites, sehingga pasien harus melakukan tirah baring dan
terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90
mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretic yang diberikan
awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali perhari. Respon diuretik
dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari
dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi
berupa furosemide. Untuk mengontor kadar gula dan tekanan darah pasien diberikan Humulin 6-
6-6 IU dan Amlodipin 1x10 mg.Jika terjadi komplikasi hiperkalemia dapatdiberikan furosemide
dengan dosis awal 40 mg/hari dan ditingkatkan hingga160 mg/hari hingga terdapat respon, yaitu
penurunan berat badan >2kg/minggu. Jikadilakukanpungsi asites <5L, maka dilakukan
penggantian plasma expandersmenggunakan human albumin 20% sebanyak 8g/L cairan yang
hendak dikeluarkan untuk mencegah kolaps sirkulasi.

Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,


diantaranyaetiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.
Beberapatahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan
sirosisadalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama
kalimemperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi
angkakematian selama operasi portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini
pada1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang
spesifikdalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan
INRselain waktu protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah.

Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup


pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk
pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C
adalah 45%.

Kelima variabel masing-masing dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C, yang


diberi skor 1, 2 dan 3 secara berturut-turut, sehingga berdasarkan nilai total dari kriteria ini dapat
diklasifikasikan dalam 3 tingkatan yakni tingkat Child Pugh A dengan skor 5 -6, tingkat Child
Pugh B dengan skor 7-9 dan Child Pugh C dengan skor total 10-15.

22. SIROSIS HATI


Berdasarkan kriteria di atas, pada pasien didapatkan asites sedang-berat (3), ensefalopati
minimal-sedang (2), bilirubin <2 (1), albumin 2,8 3,5 (2), INR belum di periksa sehingga total
skor pada pasien antara 9-11 sehingga termasuk dalam kategori Child-Pugh B/C dengan angka
kelangsungan hidup selama setahun adalah 45-80 %, sehingga prognosis dari pasien ini kurang
baik (ad malam).

23. SIROSIS HATI


BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif. Penyebab tersering di Indonesia kebanyakan
disebabkan akibat hepatitis B atau C.Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh
etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas
dari penyakit. Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranyaetiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. in: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK,
Setiati S.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;2009. p. 668-673.

2. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia [Internet]. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati


Indonesia: 2010[cited 2014 August 15]. Available from:http://pphi-online.org

3. Runyon BA. A Primer on Detecting Cirrhosis and Caring for These Patients without
Causing Harm. International Journal of Hepatology. 2011: 2011:1-8.

4. Fauci, Anthony SB, Eugene K, Dennis LK, Stephen L.Harrisons Principle of Internal
Medicine. 17th Ed. Ney York: The McGraw-HillCompanies. 2008.

5. Duffour R. Liver disease: Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular


Diagnostics. Elseiver Inc. Missouri. 2006.p. 1777-1829

6. Vidyani Ami, Denny Vianto. Faktor risiko terkait perdarahan varises esofagus berulang
pada penderita sirosis hati. Jurnal Penyakit Dalam. 2011: Vol 12 No 3: 169-174

24. SIROSIS HATI


7. Perz JF, Armstrong GL, Farrington LA, Hutin YJF, Bell BP. Thecontributions of
hepatitis B virus and hepatitis C virus infectionsto cirrhosis and primary liver cancer
worldwide. Hepatol.2006;45:529-38.
8. Jang, JW. Current status of liver diseases in Korea: liver cirrhosis. Korean J Hepatol.
2009:15:40-49

9. WHO. Viral hepatitis in the WHO South-East Asia region. NewDelhi: WHO; 2011.

10. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis [Internet]. 2006
[cited 2014 August 15]. Available from Netlibrary:http://www.eu.elsevierhealth.c
om/media/us/samplechapters/978141603 2588/9781416032588.pdf.

11. Price et al.,Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.In: Price et al.,
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit6th ed. Jakarta: EGC. p. 493-501.

12. Longo, Fausci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison's principles of internal
medicine.18th ed. New York:The McGraw-HillCompanies. 2012.

13. Chung RT and Padolsky DK. Cirrhosis and Its Complications. Dalam:Harrisons
Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. Newyork: McGraw-Hill Companies.
1844-1855.

14. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, et al., Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. p. 129-136.

15. Q M. Kobayashi. Natural history of compensated cirrhosis in the Child Pugh class
Acompared between 490 patients with hepatitis C and 167 with B virus
infection.Journal of Medical Virology. 2006. 78(4): 459-65.

16. Witter P, Freson K, et al, Blood Platelet Number and Function in Chronic liver Disease
and Cirrhosis. Leuven. Aliment Pharmacol Ther. 2008. p. 1017-1029

17. Angulo P, Hui MJ, Marchesini G, Bugianesi E, George J, Farrel GC, Enders F, Saksena
S, et al. The NAFLD Fibrosis Score: a noninvasive system that identifies liver fibrosis
in patient with NAFLD. Hepatologi. 2007; 45:846-54

18. McPherson S, Stewart SF, Henderson E, Burt AD, Day CP. Simple non-invasive
fibrosis scoring system can reliably exclude advanced fibrosis in patients with non-
alcoholic fatty liver disease. British Med Journal. 2010; 59:1265-1269.

25. SIROSIS HATI


19. Caroline R Taylor. Cirrhosis Imaging[Internet]. North America: Yale University School
of Medicine. 2011.[cited 2014 August 15]. Available from Netlibrary:
http://emedicine.medscape.com/article/3 66426-overview#showall.

20. Khan MU, Ghaffar A, Amin Z, Niazi F, Qayyum A, Saqib R. Role of ultrasound in
early detection of cirrhosis liver.Pakistan Armed forces med Journal.2010

21. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and


Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007: 102:20862102

22. EASL. Management of Chronic Hepatitis B: EASL clinical practice guidelines.


Switzerland, Journal of Hepatol. 2009. p.

23. www.http:// jurnal.fk.unand.ac.id

26. SIROSIS HATI


REFERENSI JURNAL

27. SIROSIS HATI


28. SIROSIS HATI
29. SIROSIS HATI
30. SIROSIS HATI
31. SIROSIS HATI
32. SIROSIS HATI
33. SIROSIS HATI

Anda mungkin juga menyukai