Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KIMIA MEDISINAL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Medisinal

Dosen Pengampu : Helda Wika Amini, S.Si., M.Si., M.Sc.

Disusun oleh :

Kelompok 4

Galih Prastya (1513206013)

Sri Wahyuni (1513206014)

Rabi’ah Adhawiyah (1513206015)

Damara Gaya K. (1513206016)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KARYA PUTRA BANGSA

TULUNGAGUNG

APRIL 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 10 April 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi, metabolisme obat
terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan
dicytosol. Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut
lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.
Dengan perubahan ini obat aktif umumya diubah menjadi inaktif, tapi sebagaian
berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif atau menjadi toksik.
Proses biotransformasi difasilitasi oleh enzim yang akan mengubah obat
yang bersifat lipolfilik menjadi yang larut air. Metabolit yang larut air, cenderung
membentuk ion pada pH fisiologi manusia dan lebih siap untuk diekskresikan
oleh ginjal. Reaksi biotransformasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu reaksi
kimia fase I dan fase II. Reaksi fase I menghasilkan metabolit yang lebih polar
daripada metabolit awalnya. Reaksi fase I terdiri dari reaksi oksidasi, reaksi
reduksi dan hidrolisis. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi
antara obat awal atau metabolit yang dihasilkan dengan substrat endogen seperti
asam glukoronat, sulfat dan glisin.
Sistem P-450 adalah sebuah keluarga enzim (isozim) yang terjadi dalam
kebanyakan sel, tetapi terutama sangat banyak dalam hati. Banyak obat dapat
menginduksi peningkatan kadar sitokrom P-450, yang menyebabkan suatu
peningkatan keepatan metabolisme obat penginduksi tersebut atau obat – obat lain
yang dibiotransformasi oleh sistem P-450. Banyak obat menghambat sistem P-450
dan bisa memperkuat kerja obat lain yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peranan sitokrom P-450 dalam metabolisme obat?
2. Apa yang dimaksud reaksi metabolisme fase I ?
3. Apa yang dimaksu reaksi oksidasi dan apa saja yang termasuk dalam reaksi
oksidasi ?
4. Apa yang dimaksud reaksi reduksi dan apa saja yang termasuk dalam reaksi
reduksi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui peranan sitokrom P-450 dalam metabolisme obat
2. Mengetahui apa yang dimaksud reaksi etabolisme fase I
3. Mengetahui reaksi oksidadi dan yang termasuk dalam reaksi oksidasi
4. Mengetahui reaksi reduksi dan yang termasuk dalam reaksi reduksi

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Peranan Sitokrom P-450 dalam metabolisme obat

Pada metabolisme obat, gambaran secara tepat sistem enzim yang


bertanggung jawab terhadap proses oksidasi dan reduksi, masih belum diketahui
secara jelas. Secara umum diketahui bahwa sebagian besar reaksi metabolik akan
melibatkan proses oksidasi. Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor, yaitu
bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan
nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH). Sistem oksidasi ini sangat kompleks,
tidaka hanya melibatkan NADPH saja tetapi juga flavoprotein NADPH- sitokrom
C reduktase, sitokrom B5, dan feri-heme protein (feri sitokrom P-450)

Substrat (RH) berkombinasi dengan oksigen (O2) membentuk metabolit


teroksidasi (ROH) dan air. Reaksi oksidasi substrat ini berlangsung karena
bantuan sitokrom P-450.

Mekanisme reaksi oksidasi substrat dijelaskan sebagai berikut :

Enzim sitokrom P-450 adalah suatu heme-protein. Dinamakan sitokrom P-


450 karena bentuk tereduksi enzim, yaitu (Fe++). RH, dapat membentuk kompleks
Gambar 18. Skema mekanisme siklik sitokrom P-450

Dengan karbon monoksida (CO), yang bila absorbansinya dia amati dengan
spektrofotometer mempunyai panjang gelombang maksimum 450 nm

Pola siklik interaksi sitokrom P-450 dengan molekul substrat, donor


elektron dan oksigen dapat dilihat pada gambar 18.

Skema mekanisme siklik sitokrom P-450 diatas, dijelaskan sebagai berikut :

 Feri sitokrom P-450 (Fe+++), mengikat secara terpulihkan molekul substrat


(RH), menghasilkan kompleks substrat-feri sitokrom P-450 (Fe+++).RH.
pengikatan ini analaog dengan kompleks enzim-substrat

 (Fe+++). RH kemudian tereduksi menjadi kompleks substrat-fero sitokrom P-


450 [(Fe+++).RH], oleh elektron NADPH, dan dipindahkan oleh flavoprotein
(f.p2) NADPH- sitokrom C reduktase.

 (Fe++). RH dapat bereaksi dengan oksigen, membentuk kompleks dioksi


sitokrom P-450 [(Fe++) (O2). RH].

 (Fe++)(O2).RH dapat tereduksi oleh NADPH atau NADH, membentuk


turunan anion peroksida dari ikatan subtrat-heme-proteiin [(Fe+++)(O2=).
RH]. Diduga bahwa pemberian elektron kedua ini terjadi melalui sitokrom
B5.
 Kopleks (Fe+++)(O2=).RH kemungkinan mengalami protonasi dan
terdisosiasi melepas anionsuperoksida (H2O2), atau mengalami
penataulangan membentuk suatu turunan oksen (Fe+++)(O-).RH, bersamaan
dengan pelepasan air. (Fe+++)(O-).RH disebut pula kompleks subtratoksigen-
P-450 yang teraktifkan. H2O2 yang dilepaskan di atas diduga dapat
mengoksidasi kompleks Feri-heme-protein-substrat [(Fe+++).RH].

 Kompleks (Fe+++)(O-).RH kemdian terurai membentuk substrat yang


terhidroksilasi (ROH) dan Feri-heme-protein (Fe+++).

 (Fe+++) akan mengikat molekul substrat (RH) lagi, menghasilkan kompleks


substrat-feri-sitokrom P-450 [(Fe+++).RH], yang kemudian tereduksi oleh
elektron dariNADPH menjadi kompleks substrat-fero sitokrom P-450 [(Fe+
+).RH] lagi. Demikian seterusnya sehingga merupakan suatu proses siklik.

Tipe – tipe reaksi oksidasi oleh sitokrom P-450 dapat disederhanakan


sebagai berikut :
2.2 Reaksi Metabolisme Fasa I
Reaksi fasa I disebut pula reaksi fungsionalisasi. Yang termasuk reaksi fasa I
adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.

1. Reaksi Oksidasi

Banyak senyawa obat mengalami proses metabolisme yang melibatkan


reaksi oksidasi dengan bantuan sitokrom P-450. Oksidasi senyawa aromatik
(arena) akan menghasilkan metabolit arenol. Proses ini melalui pembentukan
senyawa antara epoksida (arena oksidasi) yang segera mengalami penataulangan
menjadi arenol.

Banyak senyawa yang mengandung cincin aromatik, seperti fenobarbital,


fenitoin, fenilbutazon, 17∝-etinilestradiol, propanolol, amfetamin dan fenformin,
mengalami hidroksilasi pada posisi para.

Reaksi hidroksilasi ini (fasa I) dilanjutkan dengan reaksi konjugasi (fasa II),
dengan asam glukuronat atau sulfat, membentuk konjugat polar dan mudah larut
dalam air, kemudian diekskresikan melalui urin.

Contoh : metabolit utama fenitoin adalah konjugat O-glukuronida dan para-


hidroksifenitoin.
Kadang-kadang hasil metabolit merupakan senyawa yang lebih aktif
dibanding senyawa semula.

Contoh : fenilbutazon mengalami hidroksilasi pada posisi para,


menghasilkan oksifenbutazon yang aktif sebagai anti radang.

Adanya gugus lain pada cincin aromatik dapat berperngaruh terhadap


mudah atau tidaknya proses hidroksilasi. Secara umum, reaksi hidroksilasi
berlangsung lebih cepat pada cincin aromatik teraktifkan yang kaya elektron.

Cincin aromatik yang tidak teraktifkan, misal mengandung gugus –Cl,


-N+R3, COOH, SO2NHR dan –N+H=C, tahan terhadap proses hidroksilasi atau
terhidroksilasi lebih lambat.

Contoh obat yang tahan terhadap reaksi hidroksilasi antara lain adalah
klonidin, obat antihipertensi, dan probenesid, obat urikosurik.
Bila senyawa mengandung dua cincin aromatik, proses hidroksilasi terjadi
pada cincin yang lebih kaya elektron.

Contoh : diazepam terhidroksilasi membentuk 4-hidroksidiazepam, sedang


klorpromazin terhidroksilasi pada posisi C7

2,3,7,8-Tetraklorodibenzo-p-dioksin (TCDD), suatu bahan pengotor


lingkungan, tahan terhadap oksidasi aromatik karena pada cincin aromatiknya
mengandung atom Cl yang bersifat elektronegatif. Hal ini menyebabkan senyawa
sukar diekskresikan dari tubuh sehingga akan terkumpul pada jaringan dan
meimbulkan toksisitas.
Arena oksida merupakan elektrofil yang sangat reaktif dan bersifat toksik.
Detoksifikasi arena oksida terutama oleh proses penataulangan spontan
menghasilkan arenol, hidrasi enzimatik membentuk trans-dihidrodiol dan
konjugasi dengan glutation. Bila tidak terjadi detoksifikasi, arena oksida akan
membentuk ikatan kovalen dengan gugus-gugus nukleofil yang terdapat pada
struktur protein dan asam nukleat, seperti ADN dan ARN, sehingga menimbulkan
toksisitas sel yang serius. Detoksifikasi oleh proses penataulangan secara spontan
dari arena oksida terjadi melalui perpindahan hidrida atau deuterida dalam
molekul. Proses ini pertama kali diketemukan oleh para ilmuwan laboratorium
National Insitute of Health (NIH) di Bethesda, Maryland (AS), sehingga proses
penataulangan di atas disebut perubahan NIH (NIH shift).
Gambar 19 : Reaksi Penataulangan dan Perubahan NIH arena
oksida

Reaksi penataulangan dan perubahan NIH dari arena oksida dapat


dilihat pada Gambar.19

Contoh perubahan NIH dari 4-deuterioanisol, dijelaskan dengan


reaksi sebagai berikut :

Adanya gugus metoksi meningkatkan kestabilan muatan positif pada C 3


(karena pengaruh resonansi), terbentuk ion Zwitter, yang kemudian mengalami
perubahan NIH menjadi dienon. Dienon tersebut melepas H+ membentuk 3-
deuterio-4-hidroksianisol.

Hidrasi arena oksida menghasilkan metabolit trans-dihidrodiol yang tidak


aktif dan tidak toksik. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim epoksida hidrase. Kadang-
kadang kerja enzim epoksida hidrase dihambat oleh senyawa tertentu sehingga
toksisitas arena oksida meningkat. Metabolit dihidrodiol terutama terjadi pada
senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik, seperti feniton, naftalen, benzo(a)piren,
fenobarbital dan glutetimid.
Contoh pembentukan metabolit dihidrodiol dari fenitoin dapat dilihat pada
reaksi berikut:

Arena oksida dapat bereaksi dengan gugus sulfahidril (SH) glutation,


menghasilkan trans -1,2 –dihidro-1-S-glutationil-2-hidroksi (glutathione adduct).
Reaksi ini dikatalisi oleh enzim glutation S-transferase. Glutathione adduct
tersebut mengalami metabolisme lebih lanjut menjadi turunan asam merkapturat.

Pemberian brombenzen secara in vivo dan in vitro dapat menyebabkan


kerusakan hati karena brombenzen di metabolisi menjadi 4-brombenzenoksida
reaktif, yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan jaringan hati.
Benzo(a)piren, suatu senyawa yang bersifat karsinogenik, dimetabolisis
menjadi turunan 7-8 oksida, dan kemudian diubah oleh enzim epoksida hidrase
menjadi (-)-7R, 8R-dihidroksi-7,8-dihidrobenzo(a)piren. Senyawa ini mengalami
epoksidasi lebih lanjut pada C9-10, membentuk (+) 7,8-diol-9,10- epoksida reaktif,
yang dapat mengikat ADN melalui ikatan kovalen.

Selain, reaksi-reaksi di atas, reaksi oksidasi juga terjadi pada ikatan rangkap
alifatik, atom C benzilik, atom C alilik, atom Ca karbonil dan imin, atom C
alifatik dan alisiklik, oksidasi pada sistem C-N, C-O dan C-S, oksidasi dari
alkohol dan aldehida serta oksidasi lain-lain.

a. Oksidasi ikatan rangkap alifatik (Olefin)

Oksidasi metabolik ikatan rangkap akan menghasilkan epoksida yang lebih


stabil dibanding arena oksida.

Contoh : Karbamazepin, dimetabolisme menjadi karbamazepin-10,11-


epoksida yang stabil dan berkhasiat sebagai anti kejang. Selanjutnya,
Karbamazepin-10,11 epoksida mengalami hidrasi oleh enzim epoksida hidrase,
membentun trans-10,11-dihidroksikarbamazepin.
Epoksidasi pada C10-11 ini juga terjadi pada protiptilin dan siproheptadin

Stiren oksida dapat mengikat secara kovalen protein mikrosom hati dam
asam amino tikus. Detoksifikasi Stiren oksida terutama oleh proses konjugasi
dengan glutation membentuk turunana asam merkapturat.
Aflatoksin B1, suatu hepatokarsinogenik, mengalami metabolik oksidatif
menjadi turunan 2,3-epoksida reaktif, yang mampu membentuk ikatan kovalen
dengan ADN, ARN dan protein sel, baik secara in vivo maupun in vitro.

Dietilstilbestrol (DES) bersifat karsinogenik dengan mekanisme serupa


dengan aflatoksin B1.

b. Oksidasi atom C-benzilik

Atom C yang terikat cincin aromatik pada posisi benzilik, dapat mengalami
metabolik oksidatif menjadi alkohol. Metabolit alkohol primer teroksidasi lebih
lanjut menjadi aldehida dan asam karboksilat, sedang metabolit alkohol sekunder
teroksidasi menjadi keton. Alternatif lain, metabolit alkohol secara langsung
berkonjugasi dengan asam glukoronat. Contoh : tolbutamid.

Asam mefenamat, tolmetin, metakualon, dan metoprolol mengalami


oksidasi pada atom C-benzilik serupa dengan tolbutamid.

c. Oksidasi atom C-alilik

Contoh : ∆-tetrahidrokanabinol (∆-THC)


∆-THC mempunyai tiga pusat atom C-alilik. Hidroksilasi alilik lebih
banyak terjadi pada C7, menghasilkan 7-hidroksi-∆-THC yang aktivitasnya lebih
besar dibanding ∆-THC. Hidroksilasi alilik juga terjadi pada C6, walaupun kecil,
menghasilkan epimer 6∝ dan 6ᵝ-hidroksi ∆-THC. Metabolise tidak terjadi pada
C3 karena ada pengaruh halangan ruang. Senyawa yang juga mengalami
hidroksilasi alilik antara lain adalah kuinidin, heksobarbital dan pentazosin.

Safrol mengalami hidroksilasi alilik dan benzilik pada atom C1, dan segera
terkonjugasi dengan sulfat membentuk ester reaktif, yang dapat mengikat ADN
dan ARN melalui ikatan kovalen, sehingga safrol bersifat hepatokarsinogenik.

d. Oksidasi atom C∝-karbonil dan imin

Diazepam dan flurazepam, suatu turunan benzodiazepin, teroksidasi pada


atom C∝-imin, menghasilkan metabolik 3-hidroksidiazepam, dan kemudian
mengalami N-demetilasi menjadi oksazepam, yang aktif sebagai penekan sistem
saraf pusat.
Glutetimid mengalami hidroksilasi pada atom C∝-karbonil, membentuk 4-
hidroksiglutetimid.

e. Oksidasi atom C-alifatik dan alisiklik

Metabolik oksidatif dari pusat C-alifatik dapat terjadi pada gugus metil
ujung (oksidasi ω) menghasilkan alkohol primer, atau pada pusat C sebelum
gugus ujung (oksidasi ω-1) menghasilkan alkohol sekunder. Metabolit alkohol
primer teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida dan asam karboksilat, sedang
alkohol sekunder teroksidasi lebih lanjut menjadi keton. Metabolit alkohol
kadang-kadang dapat secara langsung berkonjugasi dengan asam glukoronat.
Hidroksilasi alifatik ω dan ω-1 pada umumnya terjadi pada molekul obat
yang mempunyai rantai cabang alkil, misal isobutil atau sikloheksil, dan piperidil.
Contoh : asam valproat, obat anti epilepsi, teroksidasi (ω dan ω-1) mengahsilkan
metabolit asam 4-hidroksi dan 5-hidroksi valproat.

Amobarbital, pentobarbital, tioamital, dan sekobarbital mengalami oksidasi


ω-1, sedang ibuprofen, fenilbutazon, meprobamat, glutetimid, etoksuksimid,
asetoheksamid dan fensiklidin dimetabolisis melaui oksidasi ω dan ω-1. Contoh :
amobarbital

Klorpropamit, obat anti diabetes, mempunyai rantai samping n-propil,


mengalami oksidasi ω-1 menghasilkan 2’-hidroksiklorpropamit.
Bromhexin, suatu senyawa mukolitik, mengandung gugus siklopentil pada
asam amino tersiernya, mengalami oksidasi C-alisiklik pada posisi cis-3, trans-3
dan trans-4.

17ᵝ-estradiol mengalami oksidase C-alisiklik pada C16 menjadi estriol.

f. Oksidasi sistem C-N, C-O dan C-S


Reaksi umum :
1) Oksidasi sistem C-N
a) Oksidasi amin tersier alifatik dan amin alisiklik (reaksi N-dealkilasi
oksidatif)

Pada reaksi oksidasi amin tersier alifatik mula-mula terjadi hidroksilasi pada
C∝ membentuk senyawa antara karbinolamin yang tidak stabil dan secara spontan
mengalami pemecahan heterolitik pada ikatan C-N menghasilkan amin sekunder
dan karbonil (aldehid dan keton).

Gugus alkil terikat pada atom N dengan jumlah atom C kecil, seperti metil,
etil, dan isopropil dengan mudah terdealkilasi. N-dealkilai gugus butil tersier
melalui cara di atas tidak dimungkinkan karena tidak mengandung atom H pada
C∝. Bisdealkilasi amin alifatik tersier berlangsung sangat lambat sehingga hasil
metabolitnya. Contoh : imipramin
Lidokain, disopiramid, tamoksifen, difenhidramin, klorpromazin, (+) ∝-
propoksifen dan benzfetamin mengalami N-dealkilasi serupa dengan imipramin.
Pada banyak kasus bisdealkilasi amin tersier menghasilkan metabolit amin alifatik
primer yang kemudian teroksidasi lebih lanjut menjadi turunan asam. Contoh :
bromfenilamin

Amin tersier alisiklik dapat mengalami hidroksilasi pada C∝ menjadi


metabolit laktam. Contoh : nikotin

Siproheptadin, difenidol, dan fenmetrazin juga mengalami hidroksilasi


seperti pada nikotin.

Amin tersier alisiklik dapat mengalami reaksi oksidasi N-dealkilasi.

Contoh : meperidin.
Morfin dan dekstrometorfan juga mengalami N-dealkilasi serupa dengan
meperidin.

Gugus butil tersier dari N-t-butilnorklorsiklizin dapat terhidroksilasi pada


salah satu gugus metilnya menghasilkan alkohol atau karbinol, kemudian
teroksidasi lebih lanjut menjadi asam karboksilat, yang segera mengalami
dekarboksilasi menghasilkan turunan N-isopropil. Turunan N-isopropil ini
terdealkilasi menjadi norklorsiklizin dan aseton.

b) Oksidasi amin sekunder dan amin primer

Gugus amin sekunder, baik yang terdapat pada senyawa induk maupun
pada metabolik, dapat mengalami N-dealkilasi, deaminasi oksidatif dan reaksi N-
oksidasi. Amin sekunder mengalami N-dealkilasi menjadi metabolit amin primer.
Contoh : propanolol dan oksprenolol, mengalami N-deisopropilasi menjadi amin
primer.
Metabolit amin primer yang mempunyai atom H pada C∝ mengalami
deaminasi oksidatif menghasilkan metabolit karbonil dan amonia.

Amin sekunder alifatik dan alisiklik teroksidasi menjadi metabolit N-


hidroksilamin yang kemudian teroksidasi lebih lanjut menjadi turunan nitron.

Contoh : N-Benzilamfetamin dan Fenmetrazin


Substituen yang terdapat pada atom C∝-amin sangat menentukan terjadinya
N-oksidasi atau C-oksidasi. Contoh : amfetamin.

Amfetamin mengalami C∝-hidroksilasi (deaminasi oksidatif) menghasilkan


senyawa antara karbinolamin, yang kemudian menjadi fenil aseton. Selain itu
amfetamin dapat mengalami reaksi N-hidroksilasi menghasilkan N-
hidroksiamfetamin, yang segera berubah menjadi imin. Turunan imin ini
selanjutnya teroksidasi menjadi oksim dan terhidrolisis menjadi fenil aseton.

Pada -metilamfetamin (fentermin) tidak terjadi C-hidroksilasi tetapi


mengalami N-oksidasi membentuk N-hidroksifentermin yang tidak stabil dan
segera berubah menjadi metabolit nitrozo. Metabolit ini kemudian teroksidasi
lebih lanjut menghasilkan metabolit nitro. Hasil metabolit yang lain dari fentermin
adalah para-hidroksifentermin.

c). Oksidasi amin aromatik dan senyawa N-heterosiklik

Amin tersier aromatik dapat mengalami N-dealkilasi oksidatif membentuk


N-ooksida atau mengalami C-hidroksilasi menghasilkan senyawa antara
karbinolamin, yang segera berubah menjadi amin sekunder dan senyawa karbonil.
Amin sekunder aromatik dapat mengalami N-hidroksilasi menghasilkan
hidroksilamin sekunder dan teroksidasi lebih lanjut menjadi nitron, yang segera
berubah menjadi hidroksilamin primer.

Amin primer aromatik mengalami N-oksidasi menghasilkan metabolit


hidroksilamin, yang dapat berubah menjadi nitrozo.

Contoh : anilin

N-metil-4-aminoazobenzen, suatu zat warna azoamin yang bersifat


karsinogenik, mengalami N-oksidasi membentuk metabolit hidroksilamin yang
kemudian terkonjugasi dengan sulfat. Konjugat sulfat tersebut terionisasi menjadi
ion nitrenium reaktif yang dapat bereaksi dengan gugus-gugus nukleofil, seperti
NH2, OH atau SH, yang terdapat pada struktur ADN, ARN dan protein
membentuk ikatan kovalen. Hal ini menimbulkan perubahan biomakromolekul
dan kode genetik sehingga dapat menyebabkan kanker.
Oksidasi atom N yang terdapat dalam senyawa aromatik heterosiklik akan
menghasilkan metabolit N-oksida.

Contoh : trimetoprim

d). Oksidasi amida

Gugus amida mengalami C-hidroksilasi menghasilkan senyawa antara


karbinolamid yang kemudian mengalami N-dealkilasi.

Contoh : diazepam, mengalami C-hidroksilasi dan N-demetilasi


menghasilkan desmetildiazepam yang aktif sebagai penekan sistem saraf pusat.
Flurazepam, heksobarbital, mefobarbital dan klorpropamid mengalami
oksidasi serupa dengan diazepam.

Acetaminofen merupakan obat analgesik yang pada dosis normal relatif


aman dan tidka toksik, tetapi pada dosis tinggi dapat menimbulkan nekrosis hati.
Hal ini disebabkan asetaminofen mengalami N-hidroksilasi membentuk N-
hidroksiasetaminofen dan secara spontan mengalami dehidrasi pada gugus N-
hidroksilamid, menghasilkan N-asetilimidokuinon yang sangat reaktif. N-
asetilimidokuinon inilah yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan
makromolekul hati sehingga terjadi nekrosis.

Selain itu N-asetilimidokuinon juga mengalami konjugasi dengan glutation.

e). Oksidasi sistem C-O (O-dealkilasi oksidatif)

Pada oksidasi sistem C-O (eter), mula-mula terjadi Ca-hidroksilasi, diikuti


dengan pemecahan ikatan C-O secara spontan, menghasilkan fenol atau alkohol
dan aldehida atau keton. Gugus alkil, dengan jumlah atom Ckecil, yang terikat
pada atom O dengan mudah mengalami O-dealkilasi.

Contoh : kodein dan fenasetin

Indometasin, prazosin, metaprolol, trimetoprim dan meskalin mengalami O-


dealkilasi pada gugus eter melalui mekanismen serupa dengan kodein.

f). Oksidasi sistem C-S

Gugus C-S dapat mengalami proses metabolisme S-dealkilasi, desulfurasi


dan S-oksidasi (sulfoksidasi)
6-(metiltio)-purin mengalami S-dealkilasi menghasilokan 6-
merkaptopurin yang aktif sebagai obat antikanker.

Tiopental mengalami desulfurasi (CS→CO) menghasilkan pentobarbital.

Paraton mengalami desulfurasi (PS→PO) menghasilkan paraokson


yang aktif sebagai insektisida.

Tioridazin, suatu antipsikotik, mengalami S-oksidasi (S→SO)


menghasilkan mesoridazin yang mempunyai aktifitas dua kali lebih besar.
Simetidin dan metiamid juga mengalami S-oksidasi melalui mekanisme
serupa dengan tioridazin.

g). Oksidasi alkohol dan aldehida

Alkohol primer akan teroksidasi, dengan katalisator enzim alkohol


dehidrogenase, menghasilkan aldehida. Aldehida yang terbentuki mengalami
oksidasi lebih lanjut, alkohol sekunder dapat teroksidasi menjadi keton tetapi
kemungkinan terjadinya reaksi ini sangat kecil.

h). Reaksi oksidasi lain-lain

Obat yang mengandung halogen di metabolisis melalui proses dehalogenasi


oksidatif.
Contoh : halotan, obat anestesi sistemik, mengalami hidroksilasi
membentuk senyawa antara karbinol, dan secara spontan melepas HBr
nmenghasilkan asam trifluoroasetat reaktif yang dapat membentuk ikatan kovalen
dengan protein mikrosom hati.

2. Reaksi Reduksi

Proses reduksi mempunyai peranan penting pada metabolisme senyawa


yang mengandung gugus karbonil (aldehid dan keton), nitro dan azo. Senyawa
yang mengandung gugus karbonil mengalami reduksi menjadi turunan alkohol,
sedangkan gugus nitro dan azo tereduksi menjadi turunan amin. Gugus alkohol
dan amin hasil reduksi akan terkonjugasi, menghsilkan senyawa hidrofil yang
mudah diekskresikan sehingga proses reduksi juga memberikan fasilitass untuk
terjadinya eliminasi obat.

a) Reduksi gugus karbonil (aldehida dan keton)

Contoh : kloralhidrat, melepas H 2O menjadi kloral dan kemudian tereduksi


menjadi trikloretanol yang aktif sebagai sedatif-hipnotik.
b) Reduksi gugus nitro dan azo

Senyawa aromatik yang mengandung gugus nitro, mula-mula tereduksi


menjadi nitrozo dan senyawa antara hidroksilamin yang segera tereduksi lebih
lanjut menjadi amin aromatik primer.

Reduksi gugus azo menghasilkan senyawa antara hidraso, yang segera


tereduksi lebih lanjut menjadi amin aromatik primer.

c) Reaksi reduksi lain-lain

Senyawa yang mengandung gugus disulfida seperti disulfiram akan


memecah ikatan disulfida menghasilkan asam N,N-dietilditiokarbamat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Metabolisme yang sering disebut sebagai biotransformasi adalah


perubahan obat aktif menjadi bentuk tidak aktifnya

2. Sitokrom P-450 adalah suatu heme-protein yang berfungsi sebagai


katalis oksidator pada lintasan metabolisme steroid, asam lemak,
xenobiotik (metabolisme fase I, 50% dari obat-obatan), termasuk obat,
racun dan karsinogen.

3. Reaksi metabolisme fasa I terdiri dari reaksi oksidasi dan reaksi


reduksi

4. Reaksi oksidasi terdiri dari :

1) Oksidasi ikatan rangkap alifatik (Olefin)

2) Oksidasi Atom C-Benzilik

3) Oksidasi Atom C-Alilik

4) Oksidasi Atom C∝-Karbonil dan Imin

5) Oksidasi Atom C Alifatik dan Alisklik

6) Oksidasi Atom sistem C-N, C-O dan C-S

7) Oksidasi alkohol dan aldehida

8) Reaksi Oksidasi lain – lain


5. Reaksi reduksi terdiri dari :

1) Reduksi gugus karbonil (aldehid dan keton)

2) Reduksi gugus nitro dan azo

3) Reaksi reduksi lain - lain

DAFTAR PUSTAKA

Siswandono dan Susilowati, R., 2000, Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas.


In: Siswandono & Soekardjo, B. (Eds.), Kimia Medisinal 1, ed.2, Airlangga
University Press, Surabaya, 261-273.

Anda mungkin juga menyukai