Anda di halaman 1dari 41

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Acute Myeloblastic Leukemia

Disusun oleh
Ridha Eka Dharmayanthi 1810029008

Pembimbing
dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL

Acute Myeloblastic Leukemia (AML)


Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Stase Anak

Oleh :
Ridha Eka Dharmayanthi (1810029008)

Pembimbing

dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Acute Myeloblastic
Leukemia”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Dhini Karunia BA, Sp.A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, April 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB 2 LAPORAN KASUS....................................................................................3

2.1 Identitas........................................................................................................3

2.2 Anamnesis.....................................................................................................3

2.2.1 Keluhan Utama.......................................................................................4

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang....................................................................4

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu.......................................................................4

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga.....................................................................4

2.2.5 Riwayat Alergi........................................................................................4

2.2.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak..................................................4

2.2.7 Makan dan Minum Anak........................................................................5

2.2.8 Pemeriksaan Prenatal..............................................................................5

2.2.9 Riwayat Kelahiran..................................................................................5

2.2.10 Keluarga Berencana..............................................................................5

2.2.11 Riwayat Imunisasi.................................................................................6

2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................6

2.4 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................7

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................14

3.1 Definisi.........................................................................................................14

3.2 Klasifikasi....................................................................................................14

3.3 Epidemiologi................................................................................................15

3.4 Etiologi.........................................................................................................16

4
3.6 Manifestasi Klinis........................................................................................19

3.7 Diagnosis......................................................................................................20

3.8 Penatalaksanaan...........................................................................................23

3.9 Prognosis......................................................................................................25

BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................27

BAB 5 PENUTUP................................................................................................33

5.1 Kesimpulan..................................................................................................33

5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik

pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal

akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan

menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses

neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk

hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut

dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.1,2

Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena.

Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik)

atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi

menjadi : Leukemia limfositik kronik (mengenai orang berusia lebih 55 tahun,

dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik (mengenai orang

dewasa), leukemia limfositik akut (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga

mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang

dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak).1

Acute myeloid leukemia (AML), yaitu leukemia yang terjadi pada seri

myeloid, meliputi (neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan lain -

lain). Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh

kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada

anak (15%).1,3

Leukemia mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik,

AML) akut adalah penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang

1
dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas

dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang.

Pemaparan terhadap radiasi (penyinaran) dosis tinggi dan penggunaan beberapa

obat kemoterapi antikanker akan meningkatkan kemungkinan terjadinya AML.1,2,3

Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel

kanker sampai habis. Pelaksanaanya secara bertahap dan terdiri dari beberapa

siklus. Tahapannya adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap

induksi bertujuan memusnahkan sel kanker secara progresif. Tahap konsolidasi

untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna. Tahap

pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa

dilakukan antara lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi

sumsum tulang.3

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan
bagi dokter muda mengenai “Acute Myeloblastic Leukemia”, serta sebagai
salah satu syarat mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas pasien
Nama : An. SA
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 56 kg
Agama : Islam
Anak ke : Anak ke 1 dari dua bersaudara
Alamat : Jl. Anggana

Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. S
Usia : 38 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Anggana
Pendidikan terakhir : SMA
Pernikahan ke : Pertama

Nama Ibu : Ny. M


Usia : 35 tahun
Pekerjaan : Guru Honor
Alamat : Jl. Anggana
Pendidikan terakhir : Sarjana Pendidikan
Pernikahan ke : Pertama
MRS tanggal 27 Maret 2019

2.2 Anamnesis
Anamnesa dilakukan pada tanggal 9 April 2019, di ruang Melati.
Dilakukan heteroanamnesis oleh orang tua pasien.

3
2.2.1 Keluhan Utama
Pucat , lemas dan mata bengkak

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit Tipe A dengan keluhan pucat, tubuh


terasa lemas dan mata bengkak sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Selain itu orang tua pasien mengeluhkan terdapat bengakak
pada gusi tetapi tidak ada perdarahan pada gusi, anak tiba-tiba lemas dan
pucat, kelelahan setelah beraktivitas, kadang-kadang pusing, berkeringat
malam hari, bengkak pada mata kanan tetapi tidak terasa sakit dan terasa
pegel-pegel pada tulang. Ketika dirawat di rumah sakit terdapat lebam di
sekitar tangan dan kaki pasien dan terdapat ptekie yang muncul di sekitar
leher dengan jumlahnya banyak.. Tidak ada riwayat mimisan, kejang, BAB
berdarah/hitam dan penurunan kesadaran. Orang tua pasien mengaku
keluhan baru dirasakan pertama kali. Nafsu makan dan minum baik , Tidak
ada riwayat demam, mual muntah dan batuk pilek.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit.Tidak ada riwayat


penyakit alergi, asma, penyakit jantung bawaan, hipertensi dan diabetes
mellitus.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat penyakit asma di keluarga. DM (-), HT (-).

2.2.5 Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2.2.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat badan lahir : 5.100 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Berat badan sekarang : 56 kg

4
Tersenyum : OT lupa
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 7-8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 1 tahun 2 bulan
Berbicara : 1 tahun
Tumbuh gigi : 6 bulan

2.2.7 Makan dan Minum Anak


ASI : Sejak lahir sampai usia 2 tahun
Susu sapi : Sejak usia 1 tahun 6 bulan
Makanan lunak : Mulai usia 9 bulan
Makan padat dan lauknya : Mulai usia 1 tahun

2.2.8 Pemeriksaan Prenatal


Periksa di : Bidan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Obat-obat yang sering diminum : Vitamin dan tablet Fe

2.2.9 Riwayat Kelahiran


Lahir di : Klinik Bidan
Ditolong oleh : Bidan
Usia dalam kandungan : Aterm
Jenis partus : Spontan per vaginam

2.2.10 Keluarga Berencana


Keluarga Berencana : Pil KB

2.2.11 Riwayat Imunisasi

5
Imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG + //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio + + + /////// ///////// ///////////
Campak - //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT + + + //////////// - -
Hepatitis + + + ////////// - -
B

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 151 cm
Tanda Vital :
TD 110/80 mmHg
Nadi 88 x/menit, regular
Pernafasan 20 x/menit
Temperatur axila 36,4o C

Kepala/leher
Rambut : Warna hitam
Mata : Perdarahan subkonungtiva (-/-), pupil isokor, reflex cahaya
(+/+), edema palpebra (+/-), mata cekung (-/-), oedem(+/-)
Hidung : Sekret hidung (+), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak kering, sianosis (-), perdarahan (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah (-) , ptekie (+)

Thorax
Paru : Inspeksi : Bentuk dan besar dada normal, Tampak
simetris, pergerakan simetris, retraksi
intercosta (-), retraksi supra sternum (+),
retraksi supraclavicula (-),

6
Palpasi : Gerakan napas simetris D=S ,Pelebaran
ICS (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi :Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
wheezing (-/- ) stridor (-)
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS 5
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cekung, distended (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani, acites (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)

Ekstremitas
Ekstremitas superior: Akral hangat, pucat (-/-) edem (-/-), CRT < 2 detik.
Ekstremitas inferior: Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-), CRT < 2 detik.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologi

Tanggal 27/03/19 28/03/19 02/04/19 09/04/19 12/04/19


Leukosit 58.160 55.580 33.770 32.970 19.000
Hemoglobi 5 4.2 11.6 10.5 9.9
n
Hematokrit 14.5 13.2 35.8 31.9 29%
Platelet 12.000 8.000 66.000 10.000 169.000
MCV 109.8 93 92.9

7
MCH 34.9 30.1 30.5
MCHC 31.8 32.3 32.8
Na 141
K 3.7
Cl 103

b. Kimia klinik

Tanggal 27/03/19 28/03/19 29/03/19


GDS 86
SGOT 19
SGPT 12
Ur 27.8 22.1
Cr 0.6 0.6
Ca 7.0
K 3.7
Cl 103
Asam Urat 4.1

c. Hemostasis

Tanggal 28/03/19
APTT Pasien 28.1
PT Pasien 13.3
INR 0.98

d. Evaluasi darah tepi


Eritrosit : Normokrom normositer
Leukosit : Jumlah sangat meningkat, Blast 42% , Auer rods + , Smudge
Cell+
Trombosit : Jumlah sangat menurun
Kesan : AML
Saran : BMP

e. Urinalisa
Tanggal 28/03/19
Berat Jenis 1.010
Ketone -
Warna Kuning

8
Kejernihan Jernih
Sel Epitel +1
Eritrosit 2-4
Leukosit 1-2
Silinder (-)
Kristal (-)
Bakteri +2
Jamur (-)

f. Hasil pemeriksaan BMP


- Darah lengkap
Hemoglobin : 11,5 gr /dl
Leukosit : 34.280 /ul
Trombosit : 23.000 /ul
Ery : 3,65 juta/ ul
HCT : 33%
MCV : 90 Fl
MCH : 31 pg
MCHC : 35%
- Evaluasi darah tepi
Eritrosit : Normokrom normositer
Leukosit : Kesan jumlah meningkat, sel blast 39%
Trombosit : Jumlah sangat menurun
- Hasil
Selularitas : Hiperseluler
M:E rasio : 180:1
Sistem Eritropoiesis : Aktivitas sangat menurun
Sistem Granulopoeisis: Aktivitas sangat meningkat, blast 44% dengan minimal
granule
System Trombopoiesis: Aktivitas sangat menurun
Lain-lain : Limfosit dalam batas normal
Tidak ditemukan sel-sel nonhomopoietik/metastasis
SBB : Positif Lemah
FE : Positif +1
- Kesan

9
Gambaran darah tepi dan sum-sum tulang menunjukkan suatu keadaan : AML
(Acute Myelostic Leukemia) / AML-M1
- Saran
Immunophenotyping

g. CT Scan

10
Kesan : Multiple soft tissue mass ekstracranial region parietal, occipital bilateral,
subdural mass regio parietal dan massa pada daerah musculus elevator palpebral

11
dan musculus rektus superior dextra, musculus rektus lateral bilateral yang
menyangat kontras kuat.

2.5 Diagnosis
AML + Susp Tumor retrobulbar OD

2.6 Tatalaksana
- D5 ½ NS 500 cc/hari
- Transfusi Aferesis 300cc 3x/12 jam
- Transfusi H.1 PRC 200 cc , PRC H.2 300 cc, PRC H.3 400cc
- Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
- Inj Dexametasone 3 x 5 mg/iv

Lembar Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
08/04/2019 S: pegel-pegel kaki kiri P:
O: Kesadaran CM, Nadi -D5 ½ NS 500 cc/hari
94x/m, RR 22 x/m, TD - Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
100/60 mmHg, Suhu 36,4 - Inj Dexametasone 3 x 5 mg/iv
o
C, SpO2 98% - Aferesis 300 cc
Produksi urin : 1100cc/24 - Transfusi PRC 200 cc
jam
A: Susp. AML + Susp.
Tumor Retrobulbar OD
09//04/2019 S: - P:
O: Kesadaran CM, Nadi -D5 ½ NS 500 cc/hari
90 x/m, RR 24x/m, TD - Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
110/70 mmHg, , SpO2 - Inj Dexametasone 3 x 5 mg/iv
99%, - Amitriptilin 2 x 15 mg po
A: Susp. AML + Susp. - Paracetamol 3 x 500 mg po
Tumor Retrobulbar OD

12
10/04/2019 S: - P:
O: Kesadaran CM, Nadi - D5 ½ NS 500 cc/hari
90 x/m, RR 24x/m, TD - Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
110/70 mmHg, , SpO2 - Inj Dexametasone 3 x 5 mg/iv
99%, - aferesis 300 cc 3x/12 jam
A: Susp. AML + Susp. - Amitriptilin 2 x 15 mg po
Tumor Retrobulbar OD - Paracetamol 3 x 500 mg po
- observasi vs/hari

11/04/2019 S:- P:
O : Kesadaran CM, Nadi - Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
85 x/m, RR 18x/m, TD - aferesis 300 cc 3x/12 jam
110/70 mmHg, , SpO2 - Amitriptilin 2 x 15 mg po k/p
98% - Paracetamol 3 x 500 mg po k/p
A: AML - Dexametason diturunkan jadi 2 x
5 mg
- observasi vs/hari

12/04/2019 S: P:
O : Kesadaran CM, Nadi - Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
88x/m, RR 20x/m, TD - aferesis 300 cc 3x/12 jam
110/80 mmHg, , SpO2 - Amitriptilin 2 x 15 mg po k/p
98% - Paracetamol 3 x 500 mg po k/p
A: AML - Dexametason diturunkan jadi 1x
5 mg
- Cek DL post transfusi TC jika
baik bisa krs

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering
juga dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute
Granulocytic Leukemia merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat
sistemik dan secara malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan
penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal.
Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih
yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini
tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada
AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit)
berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di
sumsum tulang. 4,5
3.2 Klasifikasi
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,
diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta
penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.1
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat
oleh French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid
akut menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut:2

Subtipe Menurut FAB Nama Lazim


(French American British) ( % Kasus)
Leukimia Mieloblastik Akut dengan
MO
diferensiasi Minimal (3%)
Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi
M1
(15-20%)
Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi
M2
granulositik (25-30%)

14
M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

Leukimia Mielomonositik Akut dengan


M4Eo
eosinofil abnormal (5-10%)
Leukimia Monositik Akut (2-9%)
M5
Eritroleukimia (3-5%)
M6
Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)
M7

Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB

Gambar 1. Gambaran Hasil BMA pada AML

3.3 Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini

berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua

kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML

merupakan 20% kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML

setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari

leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat

sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000

penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun

menderita leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan

umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau

15
lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan

650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di

Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.6


Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita

AML subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah

3 tahun, terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi

adanya keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih

dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t

(8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.6

3.4 Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. 14-18

Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan

risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah:

 Radiasi dosis tinggi: Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom

atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan

insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan

sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya

rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan

peningkatan kejadian leukemia.


 Pajanan terhadap zat kimia tertentu: benzene, formaldehida, pestisida
 Obat – obatan: golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,

heksaklorosiklokeksan
 Kemoterapi: Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu

dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis

alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh

diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.

16
 Faktor keluarga / genetik: pada kembar identik bila salah satu menderita

AML maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan

insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu

saudaranya menderita AML.


 Sindrom Down: Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang

disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.


 Kondisi perinatal: penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi

oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi

saat hamil dan ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.


 Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan

leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat

menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.


 Sindroma mielodisplastik: sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan

pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel

(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai

pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang

menjadi leukemia.5,6

3.5 Patogenesis
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan

klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak

bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel

induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk

limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan

membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel

eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi

17
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui

penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel

muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam

sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang

kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan

metabolisme sel dan fungsi organ. 7

AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid

dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik

sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui

studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui

progeni sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang

berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal.7

Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan


menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini
kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa
membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ
lainnya. Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.7
3.6 Manifestasi Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel
darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi
tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal
tersebut. Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML
antara lain:
a. Kelemahan Badan dan Malaise

18
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-
rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau
diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga
beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris
juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya
demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-
tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana
penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis,
purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan
beratnya trombositopenia.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat
badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan
berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau
kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML:


a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan

19
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen
atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.
Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali
jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,
multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat
infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 %
M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang
lain.6,7,8

3.7 Diagnosis
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan

darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan

immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan syarat

mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis leukemia akut.

Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik,

morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar

dua dekade tahun yang lalu berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru:

immunophenotyping dan analisis sitogenik. Berdasarkan pemeriksaan morfologi

sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi Amerika, Perancis dan

Inggris pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri dari 8 subtipe

(M0 sampai dengan M7). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB

20
(French American British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi

diagnosis dasar LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA

adalah Sudan Black B (SSB) dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan

sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1, M2,

M3, M4, dan M6. Pertama, tes darah dilakukan untuk menghitung jumlah setiap

jenis sel darah yang berbeda dan melihat apakah mereka berada dalam batas

normal. Dalam AML, tingkat sel darah merah mungkin rendah, menyebabkan

anemia, tingkat-tingkat platelet mungkin rendah, menyebabkan perdarahan dan

memar, dan tingkat sel darah putih mungkin rendah, menyebabkan infeksi. Biopsi

sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang mungkin dilakukan

jika hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum tulang, jarum berongga

dimasukkan ke tulang pinggul untuk mengeluarkan sejumlah kecil dari sumsum

dan tulang untuk pengujian di bawah mikroskop. Pada aspirasi sumsum tulang,

sampel kecil dari sumsum tulang ditarik melalui cairan injeksi. Pungsi lumbal,

atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk melihat apakah penyakit ini

telah menyebar ke dalam cairan cerebrospinal, yang mengelilingi sistem saraf

pusat atau sistem saraf pusat (SSP) - otak dan sumsum tulang belakang. Tes

diagnostik mungkin termasuk flow cytometry penting lainnya (dimana sel-sel

melewati sinar laser untuk analisa), imunohistokimia (menggunakan antibodi

untuk membedakan antara jenis sel kanker), Sitogenetika (untuk menentukan

perubahan dalam kromosom dalam sel), dan studi genetika molekuler (tes DNA

dan RNA dari sel-sel kanker). Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan

beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete

blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray,

21
Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture. Pemeriksaan immunophenotypic sangat

penting untuk mendiagnosis acute megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia

myeloid dengan diferensiasi minimal dan leukemia myeloid/limpoid (mixed,

biphenotype). Keabnormalan genetik pada pasien AML terlihat dalam tabel

berikut:5,8,9

Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML


3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis
dan kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui
infus dan menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis
diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun
panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah
menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang
dilakukan yaitu kemoterapi.

22
Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun
1970an. Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun
1970 menjadi 43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan
intensif, gabungan dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya
perawatan suportif.
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan
produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali
dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,
leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh
penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai
profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival.
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat
mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak
berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia
resistan dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut
atau akibat efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan
kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk
anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen
lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak
digunakan untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. Berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide
(ADE) lebih memberikan hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin,
Cytosine arabinase & Thioguanine (DAT).

23
Tabel 3. Dosis Kemoterapi
Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk
memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi
sumsum tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan
kemoterapi intensif setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang
cocok dengan donor keluarga.
Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi
konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.
Kemoterapi kons olidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis
tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.
Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya
memberikan respon terhadap pengobatan. Pada AML terapi rumatan tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan

24
(untolerable side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan
sebagai berikut:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
yaitu status penampilan ≤ 2
2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml
3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada
usia diatas 70 tahun.
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping seperti rambut
rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah atau sakit menelan
(esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih
mudah terkena infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.
Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias sumsum
tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit) dan
hal ini menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.9.10,11
3.9 Prognosis
Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3
kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),
menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis
baik meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal
minimal, infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3,
respon yang baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug
therapy, tidak ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka
harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah
50-85%.
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60
tahun atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi
sel blas pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk
terhadap kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta
ditemukannya leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan
hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 10-20%.6

25
Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari baik dan
buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok
prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2
years survival rate) sekitar 40-50% .11

BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Kasus
a. Kelemahan Badan dan Malaise
 pucat, tubuh terasa lemas dan
b. Perdarahan
mata bengkak
Simptom lain yang sering disebabkan
adalah fenomena perdarahan, dimana  bengakak pada gusi tetapi
penderita mengeluh sering mudah gusi

26
berdarah, lebam, petechiae, epitaksis,
tidak ada perdarahan pada
purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan
gusi, anak tiba-tiba lemas dan
perdarahan berhubungan erat dengan
pucat
beratnya trombositopenia.
c. Nyeri tulang  kelelahan setelah beraktivitas,
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada kadang-kadang pusing,
20 % penderita AML. Rasa nyeri ini berkeringat malam hari,
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik bengkak pada mata kanan
dalam jaringan tulang atau sendi yang tetapi tidak terasa sakit dan
mengakibatkan terjadi infark tulang. terasa pegel-pegel pada
d. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi tulang.
Deposit sel leukemik pada kulit sering
terjadi pada subtipe AML tertentu, misalnya  terdapat lebam di sekitar

leukemia monoblastik (FAB M5) dan tangan dan kaki pasien dan

leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan terdapat ptekie yang muncul

kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, di sekitar leher dengan

warna ros atau populer ungu, multiple dan jumlahnya banyak..

general, dan biasanya dalam jumlah sedikit.


Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel
leukemia dan bisa dilihat pada 15 %
penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 %
M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 %
pada subtipe AML yang lain.

Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
. a. Kepucatan, takikardi, murmur  Keadaan umum : Sakit
sedang,
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang
 Kesadaran: Composmentis
jelas dilihat pada penderita adalah pucat  Tanda-tanda vital
karena adanya anemia. Pada keadaan TD 100/60 mmHg
anemia yang berat, bisa didapatkan simptom Nadi 88 x/menit, regular
kaardiorespirasi seperti sesak nafas,

27
takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan Pernafasan 19 x/menit
angina. Temperatur axila 36,4o C
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan Berat Badan: 56 kg
dibandingkan ALL, pembesaran massa Tinggi Badan: 151 cm
abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat Status gizi : Gizi cukup
infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita Pucat (+), lebam(+) dan ptekie (+)
AML. Splenomegali lebih sering didapatkan
daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang Mata : Perdarahan subkonungtiva
memberikan gejala begitu juga splenomegali (-/-), pupil isokor, reflex cahaya (+/
kecuali jika terjadi infark. +), edema palpebra (+/-), mata
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi cekung (-/-), oedem(+/-)
Deposit sel leukemik pada kulit sering
terjadi pada subtipe AML tertentu, misalnya Thorax: Paru Vesikuler (+/+), rho
leukemia monoblastik (FAB M5) dan (-/-), wheezing(-/-)
leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan
kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, Abdomen Hepatomegali (-),
warna ros atau populer ungu, multiple dan splenomegali(-)
general, dan biasanya dalam jumlah sedikit.
Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel Ekstremitas akral hangat, CRT <2’’
leukemia dan bisa dilihat pada 15 %
penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 %
M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 %
pada subtipe AML yang lain

Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus

28
Tanggal 28/03/19
APTT Pasien 28.1
PT Pasien 13.3
INR 0.98

- Diagnosis AML dapat ditegakkan Pemeriksaan Laboratorium


a. Hematologi
melalui pemeriksaan darah rutin,
sediaan darah tepi dan dibuktikan
aspirasi sumsum tulang belakang,
pemeriksaan immnunophenotype,
karyotype, atau dengan Polymerase
Chain Reaction (PCR).
- Aspirasi sumsum tulang belakang

(Bone Marrow Aspiration)

merupakan syarat mutlak untuk

menegakkan diagnosa definitif dan


b. Kimia klinik
menentukan jenis leukemia akut.
- tes darah dilakukan untuk
menghitung jumlah setiap jenis sel
darah yang berbeda dan melihat
apakah mereka berada dalam batas
normal. Dalam AML, tingkat sel
darah merah mungkin rendah,
menyebabkan anemia, tingkat-
tingkat platelet mungkin rendah,
menyebabkan perdarahan dan c. Hemostasis

memar, dan tingkat sel darah putih


mungkin rendah, menyebabkan
infeksi.
- Biopsi sumsum tulang atau aspirasi
(penyedotan) dari sumsum tulang
mungkin dilakukan jika hasil tes d. Evaluasi darah tepi

darah abnormal. Selama biopsi


Eritrosit : Normokrom
sumsum tulang, jarum berongga
normositer
dimasukkan ke tulang pinggul untuk
Leukosit : Jumlah sangat
mengeluarkan sejumlah kecil dari
meningkat, Blast 42% , Auer rods + ,
sumsum dan tulang untuk pengujian

29
di bawah mikroskop. Pada aspirasi Smudge Cell+
sumsum tulang, sampel kecil dari Trombosit : Jumlah sangat
sumsum tulang ditarik melalui cairan menurun
injeksi. Pungsi lumbal, atau tekan Kesan : AML
tulang belakang, dapat dilakukan Saran : BMP
untuk melihat apakah penyakit ini e. Urinalisa
telah menyebar ke dalam cairan
Tanggal 28/03/19
cerebrospinal, yang mengelilingi
Berat Jenis 1.010
sistem saraf pusat atau sistem saraf Ketone -
pusat (SSP) - otak dan sumsum Warna Kuning
Kejernihan Jernih
tulang belakang. Sel Epitel +1
- Pemeriksaan immunophenotypic Eritrosit 2-4
sangat penting untuk mendiagnosis Leukosit 1-2
Silinder (-)
acute megakaryoblastic leukemia Kristal (-)
(AMLK), leukemia myeloid dengan Bakteri +2
Jamur (-)
diferensiasi minimal dan leukemia
myeloid/limpoid (mixed,
f. Hasil pemeriksaan BMP
biphenotype).
- Darah lengkap
Hemoglobin : 11,5 gr /dl
Leukosit : 34.280 /ul
Trombosit : 23.000 /ul
Ery : 3,65 juta/ ul
HCT : 33%
MCV : 90 Fl
MCH : 31 pg
MCHC : 35%
- Evaluasi darah tepi
Eritrosit : Normokrom
normositer
Leukosit : Kesan jumlah
meningkat, sel blast 39%
Trombosit : Jumlah sangat

30
menurun
- Hasil
Selularitas : Hiperseluler
M:E rasio : 180:1
Sistem Eritropoiesis : Aktivitas
sangat menurun
Sistem Granulopoeisis: Aktivitas
sangat meningkat, blast 44% dengan
minimal granule
System Trombopoiesis: Aktivitas
sangat menurun
Lain-lain : Limfosit
dalam batas normal Tidak
ditemukan sel-sel
nonhomopoietik/metastasis
SBB : Positif
Lemah
FE : Positif +1
g. Kesan
Gambaran darah tepi dan sum-sum
tulang menunjukkan suatu keadaan :
AML (Acute Myelostic Leukemia) /
AML-M1
h. Saran
Immunophenotyping
g. CT Scan
Kesan : Multiple soft tissue mass
ekstracranial region parietal,
occipital bilateral, subdural mass
regio parietal dan massa pada daerah
musculus elevator palpebral dan
musculus rektus superior dextra,
musculus rektus lateral bilateral yang

31
menyangat kontras kuat.

Penatalaksanaan
Teori Kasus
 Penatalaksanaan pasien AML adalah - D5 ½ NS 500 cc/hari
berupa terapi suportif, simptomatis - Transfusi Aferesis 300cc 3x/12 jam
dan kausatif. - Transfusi H.1 PRC 200 cc , PRC
 Terapi suportif dilakukan untuk H.2 300 cc, PRC H.3 400cc
menjaga balance cairan melalui infus - Inj Cefotaxime 3 x 1 gr/iv
dan menaikkan kadar Hb pasien - Inj Dexametasone 3 x 5 mg/iv
melalu tranfusi. Pada AML, terapi
suportif tidak menunjukkan hasil
yang memuaskan.
 Sedangkan terapi simptomatis
diberikan untuk meringankan gejala
klnis yang muncul seperti pemberian
penurun panas.
 Yang paling penting adalah terapi
kausatif, dimana tujuannya adalah

32
menghancurkan sel-sel leukemik
dalam tubuh pasien AML. Terapi
kausatif yang dilakukan yaitu
kemoterapi.
 Biasanya regimen terapi untuk anak
digunakan cytarabine dan
anthracyclin yang dikombinasikan
dengan agen lain seperti etoposide
dan atau thioguanine. Anthracycline
yang paling banyak digunakan untuk
terapi AML pada anak adalah
daunorubicin. Berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa Regimen
Cytosine arabinase, Daunorubicin, &
Etoposide (ADE) lebih memberikan
hasil yang memuaskan daripada
regimen Daunorubisin, Cytosine
arabinase & Thioguanine (DAT).

BAB 5
PENUTUP

33
5.1 Kesimpulan
Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien
perempuan An. SA usia 10 tahun dengan diagnosis AML. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan yang telah sesuai dengan literatur yang
mendukung pada kasus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

34
1. Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald,
Eugene; Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;.
Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-
hill, 2008.
2. Price, S A dan Wilson, L M.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses
penyakit . Jakarta : EGC, .2006.
3. Guyton, Arthur C.; Hall, John E.;. TEXTBOOK of Medical Physiology 7th
edition. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Inc, 2006.
4. ES Jaffe et al: World Health Organization Classification of Tumours.
Lyon, ARC Press, 2001.
5. JM Bennett et al: Ann Intern Med 103:620, 1985.
6. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed. 15. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 1996.
7. Bleyer A. David G. Tubergen. The Leukemias in Nelson Textbook of
Pediatrics. Kliegman,ed. Philadelpia : Elseiver.2007. c495.
8. Desen, Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. 2008
9. Permono B, Ugrasena IDG. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-
Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2005
10. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi
4.Jakarta: EGC, 2005
11. Permono, Bambang, Sutaryo, Ugrasena IDG, Endang W, Maria A. Buku
Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2005. Jakarta: IDAI

35
36

Anda mungkin juga menyukai