KEPERAWATAN ANAK
oleh :
KEPERAWATAN ANAK
oleh :
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah tersebut
dalam sebuah makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Tumor Lysis
Syndrome pada Anak”.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada masalah keperawatan anak
dengan tumor lysis syndrome.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut,
a. Menjelaskan definisi tumor lysis syndrome pada anak
b. Menjelaskan klasifikasi tumor lysis syndrome pada anak
c. Menjelaskan patofisiologi tumor lysis syndrome pada anak
d. Menjelaskan penatalaksanaan tumor lysis syndrome pada anak
e. Mengidentifikasi asuhan keperawatan tumor lysis syndrome pada anak
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan
pada masalah keperawatan anak dengan tumor lysis syndrome.
1.3.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada tindakan keperawatan
pada masalah keperawatan anak dengan tumor lysis syndrome.
1.3.3 Bagi Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan kepada masyarakat sehingga dapat mengetahui tindakan
keperawatan pada masalah keperawatan anak dengan tumor lysis
syndrome.
BAB 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Sindrom lisis tumor (SLT) pertama kali dijelaskan oleh Bedrna dan Polcàk
(1929) pada pasien dengan leukemia kronis setelah terapi radioterapi, yang
mengalami hiperuresemia dan gagal ginjal akut sesudahnya. Secara luas SLT
didefinisikan sebagai kumpulan kelainan metabolik yaitu adanya hiperurikemia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia sekunder. SLT disebabkan oleh
pelepasan berlebihan asam nukleat, protein dan metabolit intraseluler dari sel
tumor, yang mengacaukan mekanisme kontrol homeostatik yang normal
sehingga menyebabkan peningkatan plasma asam urat, fosfat, kalium dan
pengurangan plasma kalsium. SLT sangat mungkin terjadi selama kemoterapi
induksi pada tumor dengan ukuran besar dan sel tumor yang memiliki tingkat
proliferasi sangat tinggi dan sensitivitas tinggi terhadap agen sitotoksik. Faktor-
faktor lain juga dapat meningkatkan risiko berkembangnya SLT, termasuk
tingkat serum lactate dehydrogenase (LDH), penyakit ginjal yang sudah ada
sebelumnya atau berkurangnya produksi urin.
2.2 Klasifikasi
Dalam sistem klasifikasi Cairo dan Bishop, sindrom tumor lisis (tumor
lysis syndrome/TLS) diklasifikasikan dalam sindrom tumor lisis laboratorium
(laboratorium tumor lysis syndrome/LTLS) dan sindrom tumor lisis klinis
(clinical tumor lysis syndrome/CTLS).
Disebut LTLS apabila terdapat dua atau lebih kelainan dalam 3 hari
sebelum atau 7 hari setelah dimulainya kemoterapi. Kelainan dari LTLS adalah
sebagai penurunan 25% nilai normal dari kalsium serum, dan peningkatan 25%
nilai dasar asam urat, kalium, atau fosfat. Sedangkan CTLS didefinisikan jika
terdapat LTLS disertai satu atau lebih manifestasi klinis seperti aritmia jantung,
kematian, kejang, atau gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) dengan
peningkatan kreatinin serum 1,5 kali batas atas nilai normal. Semua manifestasi
klinis tidak disebabkan langsung oleh agen terapeutik.
Berikut ini adalah perbedaan LTLS dan CTLS berdasarkan abnormalitas
metabolik:
Abnormalitas Sindrom Tumor Lisis Sindrom Tumor Lisis
Metabolik Laboratoris (LTLS) Klinis(CTLS)
2.3 Patofisiologi
Pada saat sel kanker lisis, terjadi pelepasan kalium, fosfat, dan asam
nukleat yang selanjutnya dimetabolisme menjadi hipoxanthine, kemudian
xanthine, dan akhirnya menjadi asam urat. Hiperkalemia dapat menyebabkan
disritmia. Hiperfosfatemia dapat menyebabkan hipokalsemia sekunder yang
akan mengakibatkan iritabilitas neuromuskuler (tetani), disritmia, kejang, dan
dapat mengendap sebagai kristal kalsium fosfat di berbagai organ seperti ginjal,
yang nantinya akan menyebabkan gangguan ginjal akut (AKI). Pada kondisi
dengan asam urat juga dapat memicu terjadinya AKI tidak hanya dengan cara
kristalisasi intrarenal, tetapi juga dengan vasokonstriksi renal, gangguan
autoregulasi, penurunan aliran darah pada ginjal, oksidasi, dan inflamasi.
Kondisi lisis tumor juga menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin yang memicu
sindrom respons inflamasi sistemik dan kegagalan multiorgan (Melyda, 2018).
Manifestasi klinis
2.4 Penatalaksanaan
Beberapa hal yang dilakukan dalam pencegahan adalah: 1).Hidrasi
intravena. Hidrasi agresif intravena adalah landasan mencegah SLT.
Rekomendasi cairan intravena adalah sebanyak 2 sampai 3 L per 24 jam.
Produksi urine harus dipertahankan dalam kisaran 80 sampai 100 ml/m2 per
jam; 2).Alkalinisasi urine. Peran alkalinisasi urin di SLT masih kontroversial.
Penggunaan natrium bikarbonat hanya diindikasikan pada pasien dengan
asidosis metabolik berat. Beberapa data menunjukkan bahwa alkalinisasi urine
memiliki efektivitas yang sama dengan hidrasi intravena didalam meminimalkan
pengendapan asam urat, dan memainkan peran kecil dalam pencegahan. 3).
Allopurinol. Allopurinol harus dimulai pada pasien dengan risiko menengah
untuk SLT (100- 300 mg oral setiap 8 jam, maximal 800 mg per hari) selain
hidrasi dan pemantauan terus menerus untuk SLT dan komplikasi SLT.
Allopurinol diberikan 1-2 hari sebelum kemoterapi dan sampai 7 hari setelah
kemoterapi dan dapat diberikan secara oral atau intravena.
BAB 3. Asuhan Keperawatan
3.1 Kasus
An. S, usia 14 tahun, suku Bali, seorang pelajar. Dirawat di RSUP
Sanglah karena acute lymphoblastic leukemia (ALL). Hari pertama
setelah inisiasi kemoterapi regimen Larson (vincristin 2,2 mg,
dounorubicin 43,5 mg, dexametason 20 mg) pasien mengalami keluhan
utama mual muntah. Pasien mengeluh muntah tiga kali per hari dengan
volume 100-200 cc berisi cairan campur makanan sejak ± 12 jam setelah
kemoterapi disertai diare tiga kali, cair kekuningan, volume 100-200
cc/kali, tanpa lendir dan darah. Pasien juga dengan kelemahan umum dan
nafsu makan menurun. Urine output 1,8 cc/kgbb/jam. Pemeriksaan fisik:
GCS E4V5M6 TD 110/70, N 82 kali/menit, R 20 kali/menit, Tax 36,6 C.
Limfadenopati di regio cervicalis dan ingunalis kanan kiri. Lien schuffner
3. Hasil laboratorium setelah kemoterapi hari pertama menunjukan adanya
hiperkalemia 5,6 mmol/l, natrium normal 135 mmol/l dan peningkatan
BUN 55 mg/dl SC 1,4 mg/dl. WBC 2,92x103 /ul, neu 0,84x103
/ul(28,9%), lym 1,76x103 /ul (60,4%), mon 0,07x103 /ul (2,3%), eos
0,03x103 /ul(1,1%), Hb 9,2 gr/dl, HCT 25,7 MCV 81,7 fL MCH 29,2 pg
PLT 11x103 /ul. EKG normal sinus rhytm 80 kali/menit. Diagnosis : ALL
post kemoterapi fase induksi H1+ suspect SLT+Chemotherapy Induced
Nausea And Vomiting (CINV) + Gastroenteritis Acute (GEA) ec suspect
kemoterapi induced dd/viral dd/bakterial+AKI st I ec suspect prerenal
dd/renal. Dengan terapi IVFD NaCl 0,9% 40 tpm, diet TKTP rendah
kalium, ondasentron 4 mg (IV) setiap 8 jam, oralit ad libitum.
Dx. Medis :
B. KELUHAN UTAMA
- Mual Muntah
Setelah dilakukan kemoterapi pasien mengeluh muntah tiga kali per hari
dengan volume 100-200 cc berisi cairan campur makanan sejak ± 12 jam
setelah kemoterapi disertai diare tiga kali, cair kekuningan, volume 100-
200 cc/kali, tanpa lendir dan darah.
E. RIWAYAT PERINATAL
1. Perkembangan
a. Adaptasi sosial
b. Motorik halus
- Ketika pasien diminta mengingat dan menulis apa yang diminta perawat,
pasien dapat melakukannya dengan benar.
c. Motorik kasar
d. Bahasa
2. Pola eliminasi
J. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital :
Tinggi badan : - cm
Berat badan : - kg
2. Kepala
a. Kepala rambut
P : Rambut tidak mudah rontok, rambat teraba lembut, dan kering, tidak
teraba fontanel.
b. Mata
c. Hidung
I : Bentuk lubang hidung simetris, tidak ada sekret yang keluar dari
hidung, tidak ada pernafasan cuping hidung, dan tidak ada polip hidung.
d. Telinga
I : Bentuk bibir simetris, bibir kering, mukosa bibir tidak kering, lidah
tampak bersih, gusi berwarna merah muda, tidak ada kelainan konginetal
seperti labiopalatoskisis
3. Leher :
P : Tidak teraba masa, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak
ada kaku kuduk.
4. Thorax / dada :
a. Paru
I : Bentuk dada simestris dengan perkembangan dada seimbang antara
kanan dan kiri, tidak ada etraksi dada dan tidak penggunaan otot bantu
pernapasan.
P : Sonor pada lapang paru ICS 2 hingga ICS 4 paru sinistra dan pada
paru sinistra ICS 2 hingga ICS 5 paru-paru dextra
b. Jantung
I : Bentuk dada simetris, tidak tampak iktus kordis, tidak terdapat luka
atau jejas. P : Iktus kordis tidak teraba di ICS V midclavicula sinistra.
5. Abdomen :
6. Keadaan punggung:
7. Ekstremitas :
F : Tidak benjolan, tidak ada massa, CRT < 2 detik, akral hangat.
K. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Hb : 9,2 mg/dL
Trombosit : 11x103/ul
Leukosit : 2,92x103/ul
Hematokrit : 25,7%
L. Terapi
- Kemoterapi
3.5.2 SAP
(SAP terlampir)
BAB 4. Pathway
BB meningkat Intake dan output tidak seimbang Akumulasi lemak pada abdomen
5.1 Kesimpulan
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi Pertama. Jakarta: DPP PPNI.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
KEPERAWATAN ANAK
Oleh :
Kevin Syam Ferdyansyah NIM 172310101206
Khoirotin Annisa NIM 172310101207
Ferita Elsa Wihandari NIM 172310101214
I. Analisa Data
A. Latar Belakang
Obesitas adalah keadaan berat tubuh seseorang yang melebihi berat
badan relatif yang merupakan akibat adanya penumpukan zat gizi terutama
karbohidrat, lemak, dan protein. Kegemukan dan obesitas terjadi akibat
asupan energi dan lemak lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan,
seperti kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup yang tidak baik
(Surudarma, 2017).
Obesitas saat ini merupakan permasalahan yang mendunia. Di
Indonesia, masalah obesitas mulai muncul pada awal tahun 1990-an.
Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi
tertentu, terutama di perkotaan, menyebabkan adanya perubahan pola
makan dan pola aktivitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah
penderita kegemukan dan obesitas. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan obesitas pada anak (6-12
tahun) sebesar 9,2%. Secara nasional masalah gemuk pada anak (5-
12tahun) masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen
dan obesitas 8,0 persen (Ayu, 2015).
Dari data Riskesdas yang menunjukkan tingginya prevalensi obestias,
perlu dilakukan penyuluhan tentang pencegahan obesitas pada anak, agar
masyarakat khususnya orangtua yang memiliki anak dengan obesitas,
supaya lebih memahami tentang obesitas, seperti pencegahan, dan
penanganannya.
B. Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan survey yang telah dilakukan, masyarakat RT 10/RW 10
Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember kurang peduli terhadap
kejadian obesitas yang dialami beberapa warganya. Mereka menganggap
obesitas bukan penyakit yang berbahaya sehingga tidak ada tindakan
penanganan dan pencegahan terhadap warganya yang mengalami obesitas.
C. Karakteristik Peserta Didik
Masyarakat Desa Panti RT 10/RW 10 rata-rata ibu rumah tangga dan
petani dengan pendidikan terakhir yaitu rata-rata SD dan SMP.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, diharapkan masyarakat RT
10/RW 10 Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember memahami materi
yang diberikan oleh penyuluh serta dapat menerapkan materi tersebut.
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, diharapkan masyarakat RT 10/RW 10
Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember dapat memahami beberapa hal
berikut:
1. Memahami mengenai obesitas
2. Memahami cara pencegahan maupun penatalaksanaan obesitas
3. Memahami dan mempraktekkan mengenai Diary TERATAS
IV. Materi (Terlampir)
1. Menjelaskan definisi serta jenis obesitas
2. Menyebutkan faktor risiko obesitas
3. Menyebutkan penyebab obesitas
4. Menjelaskan tentang penatalaksanaan obesitas
5. Menjelaskan tentang Diary TERATAS serta petunjuk penggunaannya
V. Strategi Pelaksanaan
1. Ceramah
2. Materi SAP
VI. Media
1. Leafleat
2. Materi SAP
VII. Pelaksanaan Kegiatan
N Wakt Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
O u
1 3 Pembukaan :
menit - Memberi Salam - Menjawab Salam
- Memperkenalkan Diri - Mengenal petugas
- Menjelaskan tujuan penyuluhan
pembelajaran/penyuluhan - Mendengarkan dan
- Menyebutkan materi/pokok memperhatikan
bahasan yang akan
disampaikan.
- Menjelaskan Kontrak Waktu
2 15 Pelaksanaan :
Menit - Menjelaskan materi - Menyimak dan
penyuluhan secara berurutan memperhatikan
dan teratur. - Mengemukakan
Materi: pendapat
1. Menggali pengetahuan - Mendengarkan dan
orang tua tentang obesitas. memahami serta
2. Menggali pengetahuan menyimak
orang tua tentang penyebab penjelasan.
obesitas
3. Cara dan tahapan mengenai
pengaturan gizi dan aktivitas
fisik untuk pencegahan
obesitas pada anak
4. Menjelaskan faktor risiko
yang dapat disebabkan oleh
obesitas
5. Menjelaskan Diary
TERATAS
3 5 Evaluasi:
Menit Meminta salah satu - Menjawab
masyarakat untuk pertanyaan dan
menjelaskan kembali menjelaskan
tentang : materi penyuluhan
a. Obesitas yang telah
b. Faktor risiko yang diberikan.
dapat disebabkan
oleh obesitas
c. Penyebab obesitas
d. Cara dan tahapan
mengenai
pengaturan gizi dan
aktivitas fisik untuk
pencegahan obesitas
pada anak melalui
Diary TERATAS
4 7 Penutup:
Menit - Memberikan reinforcement - Mendengarkan
- Meminta peserta untuk - Memberikan
memberikan pertanyaan atas pertanyaan
penjelasan yang tidak - Menyimpulkan
dipahami bersama
- Menjawab pertanyaan yang - Menjawab salam
diajukan
- Menyimpulkan kegiatan
- Salam Penutup.
VIII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Apakah setting tempat sesuai dengan yang direncakanan
a. Tempat
b. Pengorganisasian
2. Evaluasi Proses
Apakah proses kegiatan berjalan sesuai dengan rencana dari awal
sampai akhir acara penyuluhan
a. Strategi Penyuluh
b. Kontrak waktu yang diberikan
3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu untuk :
1. Menjelaskan pengertian dari obesitas
2. Menjelaskan penyebab dari obesitas
3. Dapat memahami dan mempraktekkan mengenai pengaturan gizi
dan aktivitas fisik pada anak untuk mencegah obesitas
4. Dapat mengetahui faktor risiko yang dapat ditimbulkan dari
obesitas
MATERI PENYULUHAN
I. Pengertian Obesitas
Obesitas adalah keadaan berat tubuh seseorang yang melebihi berat
badan relatif yang merupakan akibat adanya penumpukan zat gizi
terutama karbohidrat, lemak, dan protein. Kegemukan dan obesitas
terjadi akibat asupan energi dan lemak lebih tinggi daripada energi
yang dikeluarkan, seperti kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup
yang tidak baik (Surudarma, 2017).
II. Tipe Obesitas
a. Berjalan kaki
b. Jalan cepat
c. Berjalan diselingi jogging
d. Naik tangga
e. Latihan kekuatan dan kelenturan otot
f. Senam aerobic irama biasa
g. Berenang dengan jarak agak jauh
h. Berjalan di dalam kolam setinggi pinggang
i. Bersepeda
j. Penggunaan produk penurun dan pengontrol berat badan