Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

WANITA 62 TAHUN DENGAN DIAGNOSA SUSPEK LEUKEMIA


MYELOID AKUT

Disusun Oleh :
LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT
(2018-84-032)

PEMBIMBING
dr. Denny Jolanda, Sp.PD-FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
dengan judul Wanita 62 Tahun dengan Diagnosa Suspek Leukemia Myeloid
Akut Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Denny Jolanda, Sp.PD,
FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.

Ambon, September 2019

Penulis

Leukemia Myeloid Akut Page 2


DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR .....................................................................................2
DAFTAR ISI ...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS………………………………………………...7
1. Identitas ........................................................................................7
2. Anamnesis ....................................................................................7
3. Pemeriksaan Fisik ........................................................................8
4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 11
5. Assesment ..................................................................................15
6. Tatalaksana.................................................................................15
7. Follow up ...................................................................................15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 20
BAB IV DISKUSI .......................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..43

Leukemia Myeloid Akut Page 3


BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang


ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik. Leukimia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun
kronik yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel
darah sendiri yang menjadi komponen dari darah diprodukdi pada sumsum tulang
dan berasal dari stem cell. Stem cell ini yang akan berdiferensiasi menjadi
berbagai jenis sel-sel darah ini terdiri atas 2 jenis yaitu limfoid dan mieloid. Stem
cell tipe limfoid nantinya akan berkembang menjadi sel-T, sel-B, sel NK (Natural
Killer). Sedangkan stem cell mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel darah
merah, sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit) dan platelet.1,2
Terdapat 4 tipe utama dari leukimia yaitu : (1) Acute Myeloid Leukaemia
(AML), (2) Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL), (3) Chronic Myeloid
Leukaemia (CML), (4) Chornic Lymphocytic Leukaemia (CLL). Keempat tipe
leukimia ini secara lebih lanjut kemudian akan terbagi-bagi lagi menjadi beberapa
subtipe. Penanganan yang akan diberikan tergantung pada pembagian ini.2,3
Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia/ AML), nama lain
penyakit ini antara lain leukemia mielositik akut, leukemia myelogenous akut,
leukemia granulositik akut, dan leukemia non-limfositik akut. Istilah akut
menunjukkan bahwa leukemia dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan
berakibat fatal dalam beberapa bulan. Istilah myeloid sendiri merujuk pada tipe
sel asal, yaitu sel-sel myeloid imatur (sel darah putih selain limfosit, sel darah
merah, atau trombosit).1,4
Di Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan
sekitar 10.430 kematian karena AML pada tahun 2016, sebagian besar pada
dewasa.1 Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di
Jakarta adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai

Leukemia Myeloid Akut Page 4


usia, puncaknya pada usia ≥ 65 tahun.4 Usia rata-rata pasien saat didiagnosis
AML sekitar 67 tahun. Berdasarkan data, AML merupakan jenis leukimia akut
yang sering ditemukan pada orang dewasa. Kurang lebih 80% kasus akut leukimia
pada orang dewasa adalah AML.1,3
AML ditunjukkan dengan adanya produksi berlebih dari sel darah putih
imatur yang disebut myeloblast atau leukaemicblast. Akibatnya pembentukan sel
darah normal terganggu bahkan sel darah putih imatur tersebut juga dapat beredar
melalui aliran darah dan bersirkulasi di seluruh tubuh. Karena sel-sel darah putih
yang tidak matur tersebut maka sangat sulit bagi tubuh untuk mencegah dan
melawan infeksi yang terjadi.4
Hingga saat ini penyebab pasti dari penyakit ini masih belum diketahui
secara jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang turut meningkatkan insiden
terjadinya AML. Padahal penyakit ini membutuhkan perawatan yang segera
dikarenakan penyakit ini berkembang dengan cepat. Penanganan yang diberikan
untuk pasien-pasien yang didiagnosis dengan AML bergantung pada subtipenya.
Kemoterapi merupakan terapi utama untuk AML.3,4
Gejalanya yang terkadang hanya berupa sakit kepala, lemas, gusi mudah berdarah,
ataupun memar-memar pada tubuh sering kali disepelekan oleh masyarakat.
Karena tidak memberikan tanda dan gejala klinis yang yang spesifik, perlu bagi
masyarakat luas untuk mendapatkan edukasi mengenai penyakit ini, sehingga
penderita AML dapat dengan cepat mendapatkan penanganan sebelum
penyakitnya memburuk dengan cepat atau tejadi komplikasi-komplikasi lain dari
penyakit ini.3,4
Untuk itu, perlu adanya penatalaksanaan yang tepat dengan tujuan
mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel
normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Selain itu, untuk penderita
yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau
beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang.

Leukemia Myeloid Akut Page 5


BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. AP
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 26 Mei 1957
Umur : 62 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen
Alamat : Saparua
No. RM : 15-00-82
Tanggal MRS : 21 Agustus 2019
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
a. Keluhan Utama :
Batuk Berlendir
b. Keluhan Tambahan :
Nyeri perut dan lemas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan batuk berlendir kurang lebih 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berlendir berwarna kuning pucat
dengan konsistensi kental. Batuk tidak disertai darah dan sering terjadi saat
pasien sedang berakitifitas sehari-hari. Pasien belum pernah minum obat
program (OAT) sebelumnya. Pasien sempat dirawat di RSU Saparua
selama kurang lebih 3 hari namun tidak mengalami perbaikan. Pada saat
dirawat pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang hebat. Nyeri dirasakan
diseluruh lapangan perut dan terasa penuh. Nyeri perut disertai muntah
sebanyak 3x berisi makanan dan muntah ke 4 hanya berisi cairan. Makan
dan minum pasien baik, hanya sedikit terjadi penurunan napsu makan.

Leukemia Myeloid Akut Page 6


Pasien belum buang air besar dan belum kentut selama 1 minggu. Buang
air kecil pasien baik. Setelah 1 minggu dirawat keluhan tidak membaik
dan pasien di rujuk ke RSUD Dr.M.Haulussy Ambon. Setelah sampai di
RSUD Dr. M.Haulussy Ambon pasien dirawat diruang perawatan Paru
dengan diagnosa Pneumonia DD TB Paru dan suspek Ileus Obstruksi. Hari
perawatan pertama di ruang perawatan paru, dokter spesialis paru meminta
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang, pemeriksaan apusan
darah tepi, pemeriksaan elektrolit, dan pemeriksaan sputum TCM (Gene
Expert) pasien juga dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam. Dari
hasil pemeriksaan sputum TCM didapati hasil MTB Not Detected
(negatif), hasil pemeriksaan elektrolit didapati hasil penurunan kadar
kalium dalam darah (hypokalemia) dan hasil pemeriksaan apusan darah
tepi didapati hasil peningkatan leukosit yang didominasi oleh sel myeloid,
dan myeloblast sekitar 90%. Hari kedua setelah pasien dirawat tubuh
pasien muncul bitnik-bintik merah pada wajah, leher, dan badan dan
diduga akibat alergi obat (terjadi setelah dimasukkan obat levofloxasin),
akhirnya pasien juga dikonsulkan ke dokter spesialis kulit dan kelamin dan
di diagnosa erupsi obat alergik. Setelah hari perawatan ketiga dan telah
dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam pasien di alih rawat ke
ruang perawatan interna wanita dengan diagnosa suspek AML.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Sakit Serupa : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus : disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.
- Riwayat hipertensi : Hipertensi ada dengan minum obat tidak
teratur.
- Riwayat maag : Pasien mengaku sering mengalami nyeri
ulu hati sudah sejak lama.
- Riwayat penyakit kuning : tidak ada.
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Leukemia Myeloid Akut Page 7


- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Maag : disangkal
f. Riwayat Kebiasaan : Makan makanan yang asam dan pedas, makan tidak
tepat pada waktunya dan dalam porsi yang besar sekaligus, sering
mengkonsumsi mie instan di usia muda bahkan sampai saat ini pun sering
mengkonsumsi mie instan. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan pasien
bukan seorang perokok.
g. Riwayat Pengobatan : Pasien mengaku sering meminum antalgin untuk
menghilangkan pegal dan nyeri otot, pasien dapat meminum sebanyak 2-3
tablet dalam sehari sejak ± 20 tahun yang lalu. Riwayat pengobatan
sebelumnya di RSU Saparua (pasien lupa telah mendapatkan obat apa
saja).

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Mei 2019
a. Keadaan umum : Kesan Sakit Sedang
Status Gizi : Cukup (BB 70 kg, TB 163 cm, IMT 27 kg/m2)
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
b. Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 120/90 mmHg
- Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu : 36 o C melalui axilla
c. Kepala
- Bentuk Kepala : Normocephali
- Simetris Wajah : Simetris
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
d. Mata
- Bola mata : Eksoftalmus/endoftalmus (-/-)
- Gerakan : Bisa ke segala arah, strabismus (-/-)
- Kelopak mata : Ptosis (-/-), edema (-/-)

Leukemia Myeloid Akut Page 8


- Konjungtiva : Anemis (+/+), ikterus (-/-)
- Kornea : Injeksi siliaris (-/-), sikatrik kornea (-/-)
- Pupil : Isokor (3 mm/3 mm), reflex cahaya langsung
(+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)
e. Telinga
- Aurikula : Tofus (-/-), sekret (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
nyeri tekan tragus (-/-)
- Pendengaran : Kesan normal
- Proc. mastoideus : Nyeri tekan (-/-)
f. Hidung
- Cavum Nasi : Sekret (-/-), darah (-/-), krusta (-/-)
g. Mulut
- Bibir : Mukosa bibir tampak kering dan pucat, sianosis
(-) , stomatitis (-), perdarahan (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Gigi : Pertumbuhan gigi baik., terdapat caries gigi pada
dua gigi bagian depan.
- Faring : hiperemis (-)
- Gusi : Perdarahan (+)
- Lidah : Pucat (+), atrofi papil lidah (-), kandidiasis oral(-)
h. Leher
- Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
- DVS : JVP = 5-2 cm H2O
- Pembuluh darah : Pulsasi arteri carotis (+), tidak ada spider naevi,
pelebaran pembuluh darah tidak ada.
- Kaku kuduk : Negatif
i. Dada
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan, pembengkakan abnormal (-)
- Bentuk : Normochest
- Pembuluh darah : Venektasi (-), spider naevi (-)
- Buah dada : Simetris kiri = kanan

Leukemia Myeloid Akut Page 9


- Sela iga : Pelebaran (-), retraksi (-)
- Atrofi M. Pectoralis Mayor (-)
j. Paru
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan, pembengkakan abnormal (-),
nyeri tekan (-).
- Palpasi : Fremitus raba simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
- Perkusi :
- Paru Kiri : Sonor
- Paru kanan : Sonor
- Batas paru hepar : Di linea midclavicula dextra ICS V dengan
peranjakan paru-hati 2 cm di bawahnya, batas paru belakang
kanan vertebra torakalis X, batas paru belakang kiri vertebra
torakalis XI
- Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler, bunyi tambahan ronki
basah kasar (+/+) pada bagian apeks paru, Wheezing (-/-)
k. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Perkusi : Redup, batas kanan jantung di ICS III-IV linea
parasternalis dextra, pinggang jantung di ICS III sinistra (2-3 cm dari
mid sternum), batas kiri jantung di ICS V linea mid clavicularis
sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I, II regular murni, murmur (-),
gallop (-)
l. Abdomen
- Inspeksi : Datar, striae (-), caput medusae (-)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepatosplenomegali
(+), ballotement ginjal (-/-), tidak teraba masa tumor

Leukemia Myeloid Akut Page 10


- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), liver span 6 cm
pada linea mid sternalis kanan dan 13 cm di linea
medioklavikularis kanan.
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
m. Alat Kelamin :
Tidak dilakukan pemeriksaan.
n. Anus dan Rektum :
Rectal Toucher: tidak dilakukan pemeriksaan.
o. Punggung :
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Nyeri ketok CVA (-/-)
p. Ekstremitas :
Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Edema (-) (-) (-) (-)

Sianosis (-) (-) (-) (-)

Pucat (-) (-) (-) (-)

Ikterik (-) (-) (-) (-)

Capillary refill time < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik

Eritema palmaris (-) (-) (-) (-)

Clubbing finger (-) (-) (-) (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Kimia (Tanggal 21 Agustus 2019)
Kimia klinik Hasil Nilai Rujukan

GDS 102 mg/dL <140 mg/Dl

Ureum 33 mg/dL 10-50 mg/Dl

Kreatinin 1,3 mg/dL 0,7-1,2 mg/dL

Leukemia Myeloid Akut Page 11


SGOT 58 u/L < 33 u/L

SGPT 59 u/L < 50 u/L

b. Darah Rutin (Tanggal 21 Agustus 2019)


Hematologi Hasil Nilai Rujukan

Eritrotsit 2,94 x 106/mm3 3,5-5,5 x 106/mm3

Hemoglobin 9,6 g/dL 14,0-18,0 g/dL

Hematokrit 27,6 % 40-52 %

MCV 94 um3 80-100 um3

MCH 32,6 pg 27-32 pg

MCHC 34,7 g/dL 32-36 g/dL

Trombosit 223 x 103/mm3 150-400 x 103/mm3

Leukosit 124,6 x 103/mm3 5,0-10,0 x 103/mm3

c. Darah Rutin (Tanggal 23 Agustus 2019)


Hematologi Hasil Nilai Rujukan

Eritrotsit 2,90 x 106/mm3 3,5-5,5 x 106/mm3

Hemoglobin 9,5 g/dL 14,0-18,0 g/dL

Hematokrit 27,5 % 40-52 %

MCV 95 um3 80-100 um3

MCH 32,8 pg 27-32 pg

MCHC 34,5 g/dL 32-36 g/dL

Trombosit 178 x 103/mm3 150-400 x 103/mm3

Leukosit 158,9 x 103/mm3 5,0-10,0 x 103/mm3

Leukemia Myeloid Akut Page 12


d. Darah Rutin (Tanggal 25 Agustus 2019)
Hematologi Hasil Nilai Rujukan

Eritrotsit 2,94 x 106/mm3 3,5-5,5 x 106/mm3

Hemoglobin 9,6 g/dL 14,0-18,0 g/Dl

Hematokrit 27,6 % 40-52 %

MCV 94 um3 80-100 um3

MCH 32,6 pg 27-32 pg

MCHC 34,7 g/dL 32-36 g/dL

Trombosit 223 x 103/mm3 150-400 x 103/mm3

Leukosit 124,6 x 103/mm3 5,0-10,0 x 103/mm3

e. Darah Kimia (22 Agustus 2019)


Asam Urat 11,2 mg/dl Nilai Rujukan < 7 mg/dl

Kolestrol Total 131 mg/dl Nilai Rujukan < 200 mg/dl

Bilirubin Total 1,0 mg/dl Nilai Rujukan <1,5 mg/dl

Bilirubin Direk 0,6 mg/dl Nilai Rujukan < 0,5 mg/dl

Bilirubin Indirek 0,4 mg/dl Nilai Rujukan <1,1 mg/dl

Albumin 2,9 mg/dl Nilai Rujukan 3,5 -5,0 mg/dl

f. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi


Eritrosit Normositik normokrom, normoblast (-)

Leukosit Jumlah sangat meningkat, dominasi sel myeloid, myeloblast


(++) 90%

Trombosit Jumlah Cukup, morfologi dan distribusi normal

Leukemia Myeloid Akut Page 13


Kesan Sispek AML

saran Aspirasi sumsum tulang

g. Hasil Pemeriksaan Apusan darah Tepi

Pembesaran 10x Pembesaran 40x Pembesaran 100x

Pembesaran 100x Pembesaran 100x

h. Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan Hasil Rujukan

Kalium 2,3 mmol/L 3,5-5 mmol/L

Natrium 147 mmol/L 135-145 mmol/L

Klorida 93 mmol/L 95-105 mmol/L

Leukemia Myeloid Akut Page 14


E. DIAGNOSIS
- Suspek Leukemia Myeloid Akut
- Electrolit Imbalance (Hipokalemia)
- Hipoalbuminemia
- Erupsi Obat Alergi

F. RENCANA PENGOBATAN
- Bed Rest Total
- Diet Lunak
- IVFD RL : Futrolit 20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV
- Inj. Dexamethasone 1 Amp/8 jam/IV
- Inj. Ranitidine 1 Amp/12 jam/IV
- Drips Metronidazole 500mg/12 jam/IV
- Drip KCL 2 Vial dalam Nacl 0,9%/12 jam
- Imbumin 2x1 tab/PO
- Cefixim 1x1 tab/PO

G. RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan Aspirasi sumsum tulang belakang
- Pemeriksaan Elektrolit
- Pemeriksaan Albumin

H. FOLLOW UP

Tanggal Follow Up Planning


26/Agustus 2019 - Pemeriksaan Aspirasi
(Hari Rawat Ke-5) S : Pusing (+), Tidak bisa sumsum tulang
tidur malam (+), Nyeri belakang
Perut (+), Belum BAB 3 - Pemeriksaan
hari. Penglihatan Kabur Elektrolit
Kedua Mata - Pemeriksaan
Albumin
O: - USG Abdomen
- TD 100/60 mmHg - Konsul dokter

Leukemia Myeloid Akut Page 15


- S 37,0 ºC Spesialis Mata.
- N 91x/menit
- RR 24x/menit
- SpO2 99%
- Mata: CA +/+, SI -/-
- Hepatosplenomegali,
liver span 6 cm pada
linea mid sternalis
kanan dan 13 cm di
linea
medioklavikularis
kanan.
A:
- Suspek Leukemia
Myeloid Akut
- Electrolit Imbalance
(Hipokalemia)
- Hipoalbuminemia
- Erupsi Obat Alergi

P:
- IVFD RL : Futrolit
20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxon 1
gr/12 jam/IV
- Inj. Dexamethasone 1
Amp/8 jam/IV
- Inj. Ranitidine 1
Amp/12 jam/IV
- Drips Metronidazole
500mg/12 jam/IV
- Drip KCL 2 Vial
dalam Nacl 0,9%/12
jam
- Imbumin 2x1 tab/PO
- Cefixim 1x1 tab/PO

27/Agustus 2019 S : Pusing (-), Tidak bisa - Pemeriksaan Aspirasi


(Hari Rawat Ke-6) tidur malam (+), Nyeri sumsum tulang
Perut (+), Belum BAB 3 belakang
hari. Penglihatan Kabur - Pemeriksaan
Kedua Mata (Sudah Elektrolit
Konsul dokter mata) - Pemeriksaan
Albumin
O: - USG Abdomen

Leukemia Myeloid Akut Page 16


- TD 100/60 mmHg
- S 37,0 ºC
- N 91x/menit
- RR 24x/menit
- SpO2 99%
- Mata: CA +/+, SI -/-
- Hepatosplenomegali,
liver span 6 cm pada
linea mid sternalis
kanan dan 13 cm di
linea
medioklavikularis
kanan.
A:
- Suspek Leukemia
Myeloid Akut
- Electrolit Imbalance
(Hipokalemia)
- Hipoalbuminemia
- Erupsi Obat Alergi
- ODS Katarak
Mature

P:
- IVFD RL : Futrolit
20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxon 1
gr/12 jam/IV
- Inj. Dexamethasone 1
Amp/8 jam/IV
- Inj. Ranitidine 1
Amp/12 jam/IV
- Drips Metronidazole
500mg/12 jam/IV
- Drip KCL 2 Vial
dalam Nacl 0,9%/12
jam (STOP)
- KSR tab 1x1 tab/PO
- Gyndamicin
2x300mg/IV
- Imbumin 2x1 tab/PO
- Cefixim 1x1 tab/PO
- Cendoliteers ED
MD 4 gtt ODS.

Leukemia Myeloid Akut Page 17


28/Agustus 2019
(Hari Rawat Ke-7) S : Pusing (+), Tidak bisa
tidur malam (+), Nyeri
Perut (+), Belum BAB 3
hari. Penglihatan Kabur
Kedua Mata

O:
- TD 100/60 mmHg
- S 37,0 ºC
- N 91x/menit
- RR 24x/menit
- SpO2 99%
- Mata: CA +/+, SI -/-
- Hepatosplenomegali,
liver span 6 cm pada
linea mid sternalis
kanan dan 13 cm di
linea
medioklavikularis
kanan.
A:
- Suspek Leukemia
Myeloid Akut
- Electrolit Imbalance
(Hipokalemia)
- Hipoalbuminemia
- Erupsi Obat Alergi
- ODS Katarak Mature

P:
- IVFD RL : Futrolit
20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxon 1
gr/12 jam/IV
- Inj. Dexamethasone 1
Amp/8 jam/IV
- Inj. Ranitidine 1
Amp/12 jam/IV
- Drips Metronidazole
500mg/12 jam/IV
- KSR tab 1x1 tab/PO
- Gyndamicin
2x300mg/IV
- Imbumin 2x1 tab/PO
- Cefixim 1x1 tab/PO

Leukemia Myeloid Akut Page 18


- Cendoliteers ED
MD 4 gtt ODS.

29/Agustus 2019
(Hari Rawat Ke-8) S : Pusing (+), Tidak bisa tidur malam (+), Nyeri
Perut (+), Belum BAB 3 hari. Penglihatan Kabur
Kedua Mata

O:
- TD 100/60 mmHg
- S 37,0 ºC
- N 91x/menit
- RR 24x/menit
- SpO2 99%
- Mata: CA +/+, SI -/-
- Hepatosplenomegali, liver span 6 cm pada linea
mid sternalis kanan dan 13 cm di linea
medioklavikularis kanan.
A:
- Suspek Leukemia Myeloid Akut
- Electrolit Imbalance (Hipokalemia)
- Hipoalbuminemia
- Erupsi Obat Alergi
- ODS Katarak Mature

P:
- IVFD RL : Futrolit 20 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV
- Inj. Dexamethasone 1 Amp/8 jam/IV
- Inj. Ranitidine 1 Amp/12 jam/IV
- Drips Metronidazole 500mg/12 jam/IV
- KSR tab 1x1 tab/PO
- Gyndamicin 2x300mg/IV
- Imbumin 2x1 tab/PO
- Cefixim 1x1 tab/PO
- Cendoliteers ED MD 4 gtt ODS.

- Pemeriksaan Aspirasi sumsum tulang belakang


- Pemeriksaan Elektrolit
- Pemeriksaan Albumin
- USG Abdomen
- Operasi Katarak
30 Agustus 2019
Pasien Meninggal Dunia

Leukemia Myeloid Akut Page 19


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Hematopoiesis

Gambar 1. Hematopoiesis
Sumber : Anwar C, Widyaningsih MA, Rena N. Acute Myeloid Leukaemia. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu Penyakit dalam RSUD
Sanglah. Bali,2017.1

Hematopoiesis (hemopoiesis) merupakan suatu proses pembentukkan dan


perkembangan sel-sel darah. Darah memiliki peran untuk menjaga tubuh tetap
dalam keadaan homeostasis. Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia
berpindah-pindah sesuai dengan umur : (1) yolk sac (umur 0-3 bulan intrauterin),
(2) hati dan lien (umur 3-6 bulan intrauterin), (3) sumsum tulang (umur 4 bulan
intrauterine-dewasa). Darah memiliki peranan yang penting bagi kehidupan
manusia. Selain meregulasi pH, temperatur, serta mengatur transport zat-zat dari

Leukemia Myeloid Akut Page 20


dan ke jaringan, darah juga melakukan perlindungan dengan cara melawan
penyakit.5,7
Fungsi-fungsi ini dikerjakan secara terbagi-bagi oleh komponen-
komponen darah, yaitu plasma dan sel-sel darah. Plasma darah adalah cairan yang
berada di kompartemen ekstraselular di dalam pembuluh darah yang berperan
sebagai pelarut terhadap sel-sel darah dan substans lainnya. Sedangkan sel darah
merupakan unit yang mempunyai tugas tertentu. Sel-sel darah yang terdiri dari
eritrosit, leukosit dan trombosit dibentuk melalui mekanisme hematopoiesis
tersebut.5,7
Sumsum tulang atau bone marrow merupakan suatu jaringan ikat dengan
vaskularisasi yang tinggi bertempat di ruang antara trabekula jaringan tulang
spons. Tulang-tulang rangka axial, tulang-tulang melingkar pada pelvis dan
pektoral, serta di bagian epifisis proksimal tulang humerus dan femur adalah
tulang-tulang dengan sumsum tulang terbanyak di tubuh manusia. Proses
hemopoiesis pada dewasa hanya terpusat di tulang-tulang rangka sentral dan
ujung proksimal dari humerus dan femur.5,7
Sel induk yang paling primitif yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah adalah pluripotent stem cells yang berada pada sumsum tulang dan berasal
dari jaringan mesenkim. Jumlah sel ini sangat sedikit, diperkirakan hanya sekitar 1
sel dari setiap 20 juta sel di sumsum tulang. Sel-sel ini memiliki kemampuan
untuk berkembang menjadi beberapa turunan yang berbeda melalui proses
duplikasi, kemudian berproliferasi serta berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi
sel-sel darah, makrofag, sel-sel retikuler, sel mast dan sel adiposa. Selanjutnya sel
darah yang sudah terbentuk ini akan memasuki sirkulasi melalui kapiler
sinusoid.5,7,8
Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada
di sumsum tulang tersebut membentuk commited stem cell. Sel induk yang
termasuk dalam golongan ini adalah myeloid stem cell dan lymphoid stem cell.
Setiap satu sel induk diperkirakan mampu memproduksi sekitar 106 sel darah
matur setelah melalui 20 kali pembelahan sel.5,7,8

Leukemia Myeloid Akut Page 21


Myeloid stem cell memulai perkembangannya di sumsum tulang dan
kemudian membentuk eritrosit, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil.
Sedangkan lymphoid stem cell akan berkembang menjadi sel T, Sel B dan sel NK
(Natural Killer). Sel-sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang namun
proses ini dilanjutkan dan selesai di jaringan limfatik. Selama proses hemopoiesis,
sebagian sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Sel progenitor
(unipotent stem cell) tidak dapat berkembang membentuk sel namun membentuk
elemen yang lebih spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat beberapa
jenis CFU yang diberi nama sesuai sel yang akan dibentuknya, misalnya CFU-E
membentuk eritrosit, dan CFU-GM membentuk granulosit dan monosit.5,7,8
Berikutnya, lymphoid stem cell, sel progenitor dan sebagian sel myeloid
yang belum berdiferensiasi akan menjadi sel-sel prekursor yang dikenal sebagai
blast. Sel-sel ini akan berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Beberapa
hormon yang disebut hemopoietic growth factors bertugas dalam meregulasi
proses diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel progenitor tertentu. Berikut adalah
beberapa contohnya: (1) Erythropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor
sel darah merah atau eritrosit. EPO diproduksi oleh sel-sel khusus yang terdapat di
ginjal yaitu peritubular interstitial cells, (2) Thrombopoietin atau TPO merupakan
hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan platelet atau
trombosit, (3) Sitokin adalah glikoprotein yang dibentuk oleh sel, seperti sel
sumsum tulang, sel darah, dan lainnya.5,7,8.

3.2. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah
put ih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam
sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu :
granulosit (leukosit poli morfonuklear) dan agranulosit (leukosit
mononuklear).1,4,5

Leukemia Myeloid Akut Page 22


Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis
granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.

Gambar 2. Granulosit
Sumber : Abbot. Hematology Learning Guide. Diagnostik hematology educational series,
2018.p24-27.8

Gambar 3. Neutrofil, Eusinofil,Basofil.


Sumber : Anwar C, Widyaningsih MA, Rena N. Acute Myeloid Leukaemia. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu Penyakit dalam RSUD
Sanglah. Bali,2017.1

Leukemia Myeloid Akut Page 23


Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh
bakteri,sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi
untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya.Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna
biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna
merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak,
mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.Neutrofil merupakan sel berumur
pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari
dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.4,5
Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat
saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma
yang kasar dan besar.Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam
sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-
12 hari dari jangka hidupnya.Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari
neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih. 4,5
Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang
dari 1% dari jumlah sel darah put ih. Basofil memiliki sejumlah granula
sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu
mencegah pembekuan darah intravaskular. 4,5

Leukemia Myeloid Akut Page 24


Gambar 4. Limfosit dan Basofil
Sumber : Anwar C, Widyaningsih MA, Rena N. Acute Myeloid Leukaemia. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu Penyakit dalam RSUD
Sanglah. Bali,2017.1

Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit.4,5
Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah put ih, memiliki fungsi dalam reaksi
imunitas.Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh
pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu
limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang,
dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-
folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons
kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangka n
limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel
plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas
respons kekebalan hormonal. 4,5

Leukemia Myeloid Akut Page 25


Monosit

Gambar 5. Tipe Monosit


Sumber : Abbot. Hematology Learning Guide. Diagnostik hematology educational series,
2018.p24-27.8

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel


darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah.Intinya terlipat atau
berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang
mempunya ibintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi fagositik
dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan
mikroorganisme. 4,5

Gambar 6. Tipe Monosit


Sumber : Abbot. Hematology Learning Guide. Diagnostik hematology educational series,
2018.p24-27.8

Leukemia Myeloid Akut Page 26


3.3. Leukimia
Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan
menjadi sel-sel darah.1 Jenis kanker ini merupakan kanker pada sumsum dan
darah, merupakan keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai
gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk
homopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut
dalam sumsum tulang.5 Leukimia dapat berupa leuikimia akut maupun
kronik.Istilah akut dan kronik ini berkaitan dengan mucul dan proses
perkembangan dari penyakit ini.2

Leukimia Akut
Dalam kondisi normal, sumsum tulang mengandung sedikit sel darah putih
imatur (sel blast). Sel darah putih yang imatur ini akan berkembang menjadi sel
darah putih matur, sel darah merah,dan platelet, yang kemudian akan dilepaskan
ke aliran darah. Sumsum tulang orang yang mengalami leukimia akut akan
memproduksi sel-sel blast dalam jumlah yang sangat banyak (abnormal), disebut
leukaemic blasts.2 Sel-sel ini terakumulasi pada sumsum tulang dan mengganggu
produksi dari sel-sel darah normal. Tanpa sel darah merah yang cukup, sel darah
putih yang normal dan platelet seseorang akan menjadi lemas dan lebih mudah
terkena infeksi, selain itu akan lebih mudah terjadi perdarahan dan memar.2 Sel
blast yang banyak tersebut juga keluar dari sumsum tulang ke aliran darah
sehingga terdeteksi pada tes darah sederhana. Terkadang leukimia menyebar dari
darah ke organ termasuk ke kelenjar limfe, hati, limpa, sistem saraf pusat (otak,
medula spinalis, cairan spinal), kulit dan testis. Karena cepatnya penyakit ini
terjadi dan perkembangannya, maka leukimia akut harus segera didiagnosis dan
ditangani, bila tidak tertangani maka akan berakibat fatal dalam beberapa bulan
(penderita meninggal dalam 2-4 bulan rata-rata). Namun dengan pengobatan yang
baik ternyata leukimia akut mengalami kesembuhan yang lebih banyak
dibandingkan dengan leukimia kronik.Leukimia akut dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar yaitu Acute Lymphoid Leukaemia (ALL) dan Acute Myeloid
Leukaemia (AML).1,2,5

Leukemia Myeloid Akut Page 27


3.4. Leukemia Myeloid Akut

Gambar 7. Gambaran Hasil BMA Pada AML


Sumber : Anwar C, Widyaningsih MA, Rena N. Acute Myeloid Leukaemia. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu Penyakit dalam RSUD
Sanglah. Bali,2017.1

Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) sering juga
dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic
Leukemia merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan
proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara
malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan
penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan
kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut
myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik
sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML,
mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah
menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum
tulang. 4,5

3.5. Epidemiologi Leukemia Myeloid Akut


Kejadian AML berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua
kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. Di AS,
diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian
karena AML pada tahun 2016, sebagian besar pada dewasa. Di Australia setiap

Leukemia Myeloid Akut Page 28


tahunnya terdapat kurang lebih 3.200 orang dewasa dan 250 anak-anak yang
didiagnosis dengan leukimia. Dari total tersebut 900 orang dewasa diantaranya
dan 50 anak terdiagnosis dengan AML. Jumlah insiden terjadinya AML
meningkat terutama pada orang-orang yang berusia 60 tahun.1,2
Data di Indonesia sangat terbatas, pernah dilaporkan insidens AML di
Jogjakarta adalah 8 per satu juta populasi. Penyakit ini meningkat progresif sesuai
usia, puncaknya pada usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML
sekitar 67 tahun. AML sedikit lebih sering dijumpai pada pria.1AML yang lebih
banyak terjadi pada orang dewasa. Namun AML juga merupakan jenis leukimia
yang sering ditemukan pada anak-anak. Risiko terjadinya. AML meningkat 10
kali lipat dari usia 30-34 tahun sampai dengan usia 65-69 tahun. Pada orang yang
berusia leih dari 70 tahun insidennya jarang meningkat.3

3.6. Etiologi Leukemia Myeloid Akut


Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia. 1,2,3
Host
- Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LMA
terdapat pada umur 20-65 tahun. Insiden leukemia lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara
Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.10 Leukemia
menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Orang dewasa 10 kali
kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. 1,2,3
- Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan
leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan
kelainan congenital. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia

Leukemia Myeloid Akut Page 29


meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali. 1,2,3

Agent
- Virus
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien
dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T. 1,2,3
- Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA jelas sekali meningkat setelah
sinar radioaktif digunakan. 1,2,3
- Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Benzena telah
lama dikenal sebagai karsinogen sifat karsinogeniknya menyebabkan leukemia,
benzena diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Paparan benzena
kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom
dan leukemia. 1,2,3
- Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita
leukemia terutama LMA. 1,2,3

Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan
yaitu petani dan peternak terhadap kejadian leukemia. 3

Leukemia Myeloid Akut Page 30


3.7. Patofisiologi Leukemia Myeloid Akut

AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan


klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak
bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel
induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk
limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan
membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel
eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ. 1,2,6
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid
dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik
sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui
studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui
progeni sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang
berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 1,2,6
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini
kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa
membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ
lainnya. Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita. 1,2,6

Leukemia Myeloid Akut Page 31


3.8. Diagnosis Leukemia Myeloid Akut
Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena kegagalan bone marrow
menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau akibat
infiltrasi sel-sel leukemik pada berbagai organ, Gejala pasien leukemia bevariasi
tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal
tersebut. Infeksi sering terjadi, anemia dan trombositopenia sering berat. Durasi
perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa pasien, khususnya anak-anak mengalami
gejala akut selama beberapa hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain mengalami
durasi penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan.Adapun gejala-gejala
umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain.1,3,5
Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata
didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis
AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala
kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya
febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya
demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-
tanda infeksi lain.
Perdarahan
Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi pada
ekstremitas bawah, dan penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah,
epitaksis, dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan
beratnya trombositopenia.Pendarahan yang berat lebih jarang terjadi kecuai
dengan kelainan DIC.

Leukemia Myeloid Akut Page 32


Penurunan berat badan
Penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan
keluhan utama. Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia
akibat malaise atau kelemahan badan.
Nyeri Tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri
ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi
yang mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML:1,8,9


Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa
abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali.
Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika
terjadi infark.
Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML. Kelainan
kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple
dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi
sel-sel leukemia.

Leukemia Myeloid Akut Page 33


3.9. Pemeriksaan Penunjang

Morfologi
Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk
diagnosis AML. Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan
May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan
setidaknya 500 sel Nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari
perifer.7,8 Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥ 20% diperlukan untuk
diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17), t(8;21), inv(16), atau t(16;16)
yang didiagnosis terlepas dari persentase blast.
Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry, sering untuk menentukan
tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah
≥ 20% sel leukemik mengekpresikan penanda. 7,8
Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa.
Pemeriksaan sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti
translokasi, inversi, delesi, adisi. 7,8
Sitogenetika molekuler
Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization)
yang juga merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal. Pemeriksaan
ini dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti
RUNX1-RUNX1T1, CBFB-MYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya
kromosom 5q dan 7q. 7,8
Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit
jika diperkirakan telah menyebar ke organ lain.Contoh pemeriksaannya antara lain
X-ray dada, CT scan, MRI. 7,8

Leukemia Myeloid Akut Page 34


3.10. Klasifikasi Leukemia Myeloid Akut9

AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,
diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta
penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
membantu dalam memberikan terapi yang terbaik. Oleh karena itu, French
American British (FAB) mengklasifikasikan leukemia akut berdasarkan
morfologinya dan sitokimia sel adalah sebagai berikut :9
M0 : Diferensiasi minimal dari myeloid
M1 : Myeloblas berdiferensiasi buruk tanpa maturasi, dapat ditemukan Aue rods
M2 : Diferensiasi myeloblas dengan maturasi,lebih banyak ditemukan Auerrods
M3 : Sel promyelositik dengan hipergranuler dan penuh dengan Auer rods
M4 : Myelomonoblastik (Myelositik leukemia)
M5 : Monoblastik (Monositik leukemia)
M6 : Eritroleukemik atau eritroblastik
M7 : Akut megakaryoblastik leukemia

3.11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simtomatis,
dan kausatif. Tujuan dari terapi AML adalah untuk menghancurkan sel-sel
leukimia dan membirakan sumsum tulang untuk berfungsi secara normal lagi.
Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan
menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan
untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun panas.
Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah
menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang
dilakukan yaitu kemoterapi.1,2,10
Terapi yang kini digunakan untuk pasien-pasien dengan AML adalah
terapi induksi, terapi konsolidasi dengan kemoterapi, dan transplantasi sel punca
hematopoietik. Karena penyakit ini berkembang dengan sangat cepat, maka pasien

Leukemia Myeloid Akut Page 35


yang sudah terdiagnosis harus segera diterapi. Terapi untuk AML dapat dibagi
menjadi 2 fase :
Terapi Induksi
Terapi induksi bertujuan untuk mencapai remisi komplit yang
didefinisikan sebagai blast dalam sumsum tulang 1.000/μL, dan trombosit ≥
100.000/μL. Terapi induksi biasanya menggunakan kombinasi 2 jenis obat
kemoterapi (cystosine arabinoside atau cytarabine dan anthracycline antibiotic).
Untuk pasien usia 18-60 tahun terapi yang diberikan adalah: Tiga hari
anthracycline (daunorubicin 60 mg/m2, idarubicin 10-12 mg/ m2, atau
anthracenedione mitoxantrone 10-12 mg/m2 ), dan 7 hari cytarabine (100-200 mg/
m2 infus kontinu) atau dikenal dengan “3 + 7” merupakan standar terapi induksi.
Respons komplit tercapai pada 60-80% pasien dewasa yang lebih muda. Untuk
pasien usia 60-74 tahun terapi yang diberikan serupa dengan pasien yang lebih
muda, terapi induksi terdiri dari 3 hari anthracycline (daunorubicin 45-60 mg/m2
atau alternatifnya dengan dosis ekuivalen) dan 7 hari cytarabine 100-200 mg/m2
infus kontinu). Penurunan dosis dapat dipertimbangkan secara individual. Pada
pasien dengan status performa kurang dari 2 serta tanpa komorbiditas, respons
komplit tercapai pada sekitar 50% pasien.1,2, 10
Kedua jenis obat ini dimasukkan melalui CVC (Central venous catheter)
atau central line. Selama dilakukan terapi induksi, pasien juga diberikan
allopurinol. Allopurinol bukan obat kemoterapi. Obat ini diberikan untuk
membantu mencegah pembentukan kembali produk-produk sel leukimia yang
sudah hancur dan membantu ginjal untuk mengekskresikannya. 1,2, 10
Terapi konsolidasi
Terapi konsolidasi atau pasca-induksi diberikan untuk mencegah
kekambuhan dan eradikasi minimal residual leukemia dalam sumsum
tulang.Biasanya untuk mencegah kekambuhan, digunakan regimen yang sama dan
dosis kemoterapi yang sama atau lebih tinggi seperti yang digunakan pada terapi
induksi. Pada beberapa kasus dimana risiko kekambuhannya tinggi, kemoterapi
yang intensif perlu untuk dilakukan berbarengan dengan transplantasi sel induk.1,2

Leukemia Myeloid Akut Page 36


Tranplantasi sel induk
Untuk sebagian orang, dosis kemoterapi yang sangat tinggi atau
radioterapi dibutuhkan untuk menyembuhan dan efektif untuk menyembuhkan
AML. Efek sampingnya adalah kerusakan dari sumsum tulang dan sel induk darah
rusak dan perlu digantikan setelahnya. Pada kasus ini perlu dilakukan
transplantasi sumsum tulang dan sel induk darah perifer.2 , 10

3.12. Prognosis
AML yang tidak diterapi bersifat fatal dengan median survival 11-20
minggu. Saat ini penyakit ini sembuh (tidak terjadi kekambuhan dalam 5 tahun)
pada 35-40% pasien dewasa usia ≤ 60 tahun dan 5-15% pasien usia > 60 tahun.
Faktor prognostic yang memperburuk prognosis pada LMA ialah jumlah leukosit
yang tinggi, sebanding dengan ukuran splenomegaly, adanya koagulopati, induksi
remisi yang lambat, usia <2 tahun dan >4 tahun dan leukemia monoblastik.2,3

Leukemia Myeloid Akut Page 37


BAB IV
DISKUSI

4.1. Diskusi berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan


Pemeriksaan Penunjang
Pasien datang dengan keluhan batuk berlendir kurang lebih 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berlendir berwarna kuning pucat dengan
konsistensi kental. Batuk tidak disertai darah dan sering terjadi saat pasien sedang
berakitifitas sehari-hari. Pasien belum pernah minum obat program (OAT)
sebelumnya. Pasien sempat dirawat di RSU Saparua selama kurang lebih 3 hari
namun tidak mengalami perbaikan. Pada saat dirawat pasien juga mengeluhkan
nyeri perut yang hebat. Nyeri dirasakan diseluruh lapangan perut dan terasa
penuh. Nyeri perut disertai muntah sebanyak 3x berisi makanan dan muntah ke 4
hanya berisi cairan. Makan dan minum pasien baik, hanya sedikit terjadi
penurunan napsu makan. Pasien belum buang air besar dan belum kentut selama 1
minggu. Buang air kecil pasien baik.
Setelah 1 minggu dirawat keluhan tidak membaik dan pasien di rujuk ke
RSUD Dr.M.Haulussy Ambon. Setelah sampai di RSUD Dr. M.Haulussy Ambon
pasien dirawat diruang perawatan Paru dengan diagnosa Pneumonia DD TB Paru
dan suspek Ileus Obstruksi. Hari perawatan pertama di ruang perawatan paru,
dokter spesialis paru meminta untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang,
pemeriksaan apusan darah tepi, pemeriksaan elektrolit, dan pemeriksaan sputum
TCM (Gene Expert) pasien juga dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam.
Dari hasil pemeriksaan sputum TCM didapati hasil MTB Not Detected (negatif),
hasil pemeriksaan elektrolit didapati hasil penurunan kadar kalium dalam darah
(hypokalemia) dan hasil pemeriksaan apusan darah tepi didapati hasil peningkatan
leukosit yang didominasi oleh sel myeloid, dan myeloblast sekitar 90%. Hari
kedua setelah pasien dirawat tubuh pasien muncul bitnik-bintik merah pada wajah,
leher, dan badan dan diduga akibat alergi obat (terjadi setelah dimasukkan obat
levofloxasin), akhirnya pasien juga dikonsulkan ke dokter spesialis kulit dan
kelamin dan di diagnosa erupsi obat alergik. Setelah hari perawatan ketiga dan

Leukemia Myeloid Akut Page 38


telah dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam pasien di alih rawat ke ruang
perawatan interna wanita dengan diagnosa suspek AML.
Dari hasil uraian diatas diketahui bahwa pasien didiagnosa dengan suspek
leukemia myeloid akut, dengan hasil pemeriksaan apusan darah tepi (ADT)
menunjukkan terjadi peningkatan jumlah leukosit dari jumlah normal dengan
dominasi sel myeloid dan myeloblast sampai 90% sesuai dengan definisi
leukemia yaitu penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan
proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara
malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan
penggantian komponen sumsum tulang belakang yang normal.
Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel
darah putih (leukosit) yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel
darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam
melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan
menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang.
Pasien adalah seorang wanita berusia 62 tahun dengan diagnose suspek
leukemia myeloid akut, berdasarkan survei epidemiologi menunjukkan bahwa
AML mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan
bertambahnya usia. Di Australia setiap tahunnya terdapat kurang lebih 3.200
orang dewasa dan 250 anak-anak yang didiagnosis dengan leukimia. Dari total
tersebut 900 orang dewasa diantaranya dan 50 anak terdiagnosis dengan AML.
Jumlah insiden terjadinya AML meningkat terutama pada orang-orang yang
berusia 60 tahun. Penyakit ini meningkat progresif sesuai usia, puncaknya pada
usia ≥ 65 tahun. Usia rata-rata pasien saat didiagnosis AML sekitar 67 tahun.
AML sedikit lebih sering dijumpai pada pria. AML yang lebih banyak terjadi pada
orang dewasa. Namun AML juga merupakan jenis leukimia yang sering
ditemukan pada anak-anak. Risiko terjadinya. AML meningkat 10 kali lipat dari
usia 30-34 tahun sampai dengan usia 65-69 tahun. Pada orang yang berusia leih
dari 70 tahun insidennya jarang meningkat.

Leukemia Myeloid Akut Page 39


Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini didapati adanya
konjungtiva anemis dengan mukosa bibir tampak kering dan pucat. Terdapat pula
perdarahan gusi, dan lidah pasien tampak pucat. Pada pemeriksaan fisik thoraks
pada auskultasi paru didapati bunyi napas vesikuler dengan suara napas tambahan
ronki basah kasar pada kedua apeks paru. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik
abdomen pada palpasi didapati hepatosplenomegali dengan perkusi liver span 6
cm pada linea midsternalis kanan dan 13 cm di linea medioklavikularis kanan.
Berdasarkan teori dijelaskan bahwa rata-rata pasien mengeluhkan keadaan
kelemahan badan dan malaise sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata
didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis
AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala
kelemahan badan ini sebanding dengan anemia. Perdarahan berupa petechiae,
purpura, lebam yang sering terjadi pada ekstremitas bawah, dan penderita
mengeluh sering mudah gusi berdarah, epitaksis, dan lain-lain. Beratnya keluhan
perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.Pendarahan yang
berat lebih jarang terjadi kecuai dengan kelainan DIC. Adapun dijelaskan bahwa
walaupun jarang didapatkan pembesaran organ dibandingkan ALL, pembesaran
massa abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan dari pada hepatomegali.
Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika
terjadi infark.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
suspek leukemia myeloid akut adalah pemeriksaan apusan darah tepi (ADT)
dengan hasil yang menunjukkan adanya terjadi peningkatan jumlah leukosit dari
jumlah normal dengan dominasi sel myeloid dan myeloblast sampai 90%,
berdasarkan klasifikasi FAB dapat disimpulkan bahwa pasien ini termasuk dalam
AML M1 dengan myeloblas berdiferensiasi buruk tanpa maturase, dan ditemukan
auer rods. Dari hasil pemeriksaan penunjang juga menunjukkan adanya
hipoalbuminemia hal ini dapat terjadi akibat penurunan pembentukan albumin
(jarang) atau peningkatan pengeluaran albumin melalui ginjal, saluran

Leukemia Myeloid Akut Page 40


gastrointestinal, kulit, atau ruang ekstravaskular, atau adanya peningkatan
katabolisme albumin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut.
Penurunan produksi albumin jarang menjadi penyebab hipoalbuminemia.
Penurunan produksi plasma dapat terjadi pada penyakit hepar kronis dan sirosis
hepatis yang signifikan. Sebagian besar, sintesis albumin inadekuat disertai
dengan peningkatan kebutuhan katabolisme karena penyakit sistemik merupakan
penyebab hipoalbuminemia. Selain itu, malnutri protein berat seperti pada
kwashiorkor dapat menyebabkan penurunan sintesis albumin. Peningkatan
pengeluaran albumin dapat disebabkan karena kehilangan lewat ginjal, saluran
pencernaan, ekstravaskular seperti pada luka bakar, sepsis, dan gagal jantung.

Pada pasien ini juga ditemukan terjadi penurunan kadar kalium dalam
darah (hipokalemia), yang mana diketahui bahwa kalium berperan dalam
membawa sinyal listrik untuk tubuh termasuk sel otot dan saraf, berperan dalam
kontraksi otot, termasuk otot jantung, serta berperan dalam regulasi tekanan darah.
Bisanya pasien dengan hipokalemia biasanya menunjukkan gejala keram perut
dan terasa begah, kesemutan, kelemahan, palpitasi atau takikardia dan lainnya.
Salah penyebab dan faktor risiko hipokalemia adalah pasien dengan diagnose
leukemia.

Diskusi Pemilihan Rencana Pengobatan


Pada psien ini direncakanan bed rest total dengan tujuan mengembalikan
fusngsi tubuh yang menurun dan memperbaiki keadaan umum pasien. Diet lunak
diberikan untuk mencegah komplikasi lainnya, karena pasien sempat
mengeluhkan nyeri perut dengan tujuan mengurangi kerja paksa dari saluran
pencernaan. Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga diberi nutrisi secara
parenteral dengan pemberian infus kombinasi Ringer Lactat dan Futrolit.
Pasien juga mendapatkan obat antibiotik secara enteral yaitu
metronidazole 500 mg, secara injeksi yaitu ceftriaxone 1 gr dan cefixim tablet
diberikan per oral untuk mengurangi proses infeksi yang terjadi. Pemberian
dexamethasone injeksi juga diberikan sebagai terapi suportif. Selain itu, diberikan

Leukemia Myeloid Akut Page 41


KCL 2 vial dalam Nacl 0,9% dengan tujuan memperbaiki kadar elektrolit dan
pemberian imbumin tablet juga untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah.
Tujuan pemberian terapi dimaksud adalah sebagai terapi suportif dan tetap
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang belakang untuk
menentukan jenis leukemia guna menetapkan jenis terapi yang harus dilakukan
kepada pasien.

Leukemia Myeloid Akut Page 42


DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar C, Widyaningsih MA, Rena N. Acute Myeloid Leukaemia. Bagian


Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu
Penyakit dalam RSUD Sanglah. Bali, 2017.
2. Adiwijoyo. Penatalaksanaan Leukimia Mieloblastik Akut. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu
Penyakit dalam RSUP Dr. Sudjito. Jogjakarta, 2015.
3. Suryani et al, Identifikasi Penyakit Acute Myeloid Leukaemia (AML)
menggunakan Rule Based System berdasarkan morfologi sel darah putih.
Studi Kasus AML 2 dan AML 4. Dibawakan dalam: Seminar Nasional
Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan. Semarang, 2014. ISBN:979-
26-0276-3.
4. Theml H, Dien H, Haferlach. Color Atlas of Hematology: Practicl
Microscopis and Clinical Diagnosis. 2nd Revision Edition. Stuttgart. New
York, 2004. p: 3-10.
5. Hamid Gamal Abdul. Clinical Hematology. Faculty Of Medicine And Health
Sciences University Of Aden.2013. p: 3-10.
6. Rofinda ZD. Kelainan Hemostasis Pada Leukemia. Jurnal Kesehatan Andalas,
2012:1(2). p: 1-3.
7. Alemu Y, et al. Hematology: Lecture Notes for Medical laboratory Students.
Jimma University, 2006. p: 4-7
8. Abbot. Hematology Learning Guide. Diagnostik Hematology Educational
Series, 2018. p: 24-27.
9. Estey Elihu H. Acute Myeloid Leukemia: 2019 Update On Risk-Stratification
And Management. Am J Hematol. 2018;93:1267–1291.
10. Hoffbrand VA, Pettit JE, Moss PAH, Leukemia Akut; Leukemia Mieloid
Kronik dan Mielodisplasia dalam Kapita Selekta Hematologi. Ed 4. Jakarta,
2015.p:150 – 176.

Leukemia Myeloid Akut Page 43

Anda mungkin juga menyukai