Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

VITAMIN K DEFICIENCY
BLEEDING

Disusun oleh
Lalu Karisma Aditya S.ked
H1A008003
Pembimbing
dr. Abdul Razak, SpA

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
2013
0

BAB I
PENDAHULUAN

Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase
yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktivitas
trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di
dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat
proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis yang manifestasi
klinisnya adalah perdarahan.1
Gangguan pada proses pembekuan darah dapat berupa kelainan yang diturunkan
secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang didapat salah satuya
bisa disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena kekurangan faktor pembekuan
yang tergantung vitamin K.1 Bayi biasanya memiliki kadar vitamin K yang rendah di dalam
tubuhnya akibat beberapa faktor. Vitamin K tidak dapat dengan mudah melewati plasenta dari
ibu ke bayi sehingga bayi baru lahir tidak memiliki cadangan vitamin K dalam jumlah
banyak. Selain itu, tidak banyak vitamin K yang terkandung di dalam air susu ibu sehingga
penting bagi bayi untuk mendapatkan profilaksis vitamin K segera setelah lahir.2
Angka kejadian vitamin K deficiency bleeding (VKDB) berkisar antara 1:200 sampai
1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat,
frekuensi VKDB dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun
menjadi 0-0,04% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis
vitamin K. Di Jepang, insidens VKDB mencapai 20-25 per 100.000 kelahiran. Danielson
pada tahun 2004 melaporkan bahwa insidens VKDB di Hanoi Vietnam sangat tinggi, sebesar
116 per 100.000 kelahiran. Angka kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai
1:1400 kelahiran. Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500 kelahiran,
di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru
lahir. Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004
didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di
RSU Dr. Soetomo Surabaya. 3

Pada laporan kasus ini, akan dipaparkan mengenai kasus neonatus yang diduga
mengalami perdarahan intrakranial yang diakibatkan oleh defisiensi vitamin K.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PROSES KOAGULASI
Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur
ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan
jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya
luka.1
Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI, dan XII, dibantu
dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium dan
fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor
XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya
fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian
mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan
melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan.1
Aktivasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca,
faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada
proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktivasi faktor VIII
menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar
trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif.1
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor
(TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak
dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor
VIIa akan mempercepat aktivasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur
intrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan
TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IV sehingga membentuk hubungan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik.1

Gambar 1. Kaskade pembekuan darah4

Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin


(faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan
kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa.
Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor
VIII, faktor V teraktifasi menjadi Va dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga
mengubah faktor XIII menjadi XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin
polymer yang lebih kuat.1

II.2 PERKEMBANGAN HEMOSTASIS SELAMA MASA ANAK


Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein
koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein prekalikrein, HMWK,
faktor V, XI, dan XII serta faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada
bayi cukup bulan lebih rendah 15-20% dibanding dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi
kurang bulan. Kadar inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih
rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willeband dan fibrinogen
setara dengan dewasa.1
Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat mencapai
kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. 1 Kadar faktor koagulasi yang tergantung
vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi
baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya
cadangan flora normal usus yang mampu mensintesis vitamin K.1
3

II.3 PERAN VITAMIN K DALAM FISIOLOGI PEMBEKUAN


Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan dalam
sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K-dependent protein) atau GIa. Vitamin K
diperlukan dalam sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX, dan X (kompleks protrombin) serta
protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan).
Molekul-molekul faktor II, VII, IX, dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan
dalam bentuk prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak
aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif. Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan
gangguan dari proses koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan
atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).1
II.4 FAKTOR RESIKO VKDB
Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-obatan
yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama kehamilan seperti
antikonvulsan

(karbamazepin,

fenitoin,

fenobarbital),

antibiotika

(sefalosporin),

antituberkulostatik (INH, rifampisin), dan antikoagulan (warfarin). 5 Faktor resiko lain adalah
kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan,
gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan
ASI eksklusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.3
Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu
formula yaitu sekitar 50-60 mg/ml. selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula,
mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. sedangkan
pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Laktobacillus yang tidak dapat
memproduksi vitamin K.1
II.5 KLASIFIKASI VKDB
Klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi dan onset terjadinya dibagi menjadi
4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau acquired prothrombin
complex deficiency (APCD) dan Secondary prothrombin complex (PC) deficiency.4
Tabel 2. Klasifikasi VKDB

II. 6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat, dan hepatomegali
ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma terutama trauma lahir. Pada
kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan
kulit sering berupa purpura, ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.
Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi, dan
pungsi vena. Akibat lanjut timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab
mortalitas atau morbiditas yang menetap. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala
peningkatan tekanan intrakranial bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun
tanda. Pada sebagian besar kasus didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng,
ubun-ubun besar menonjol, pucat, dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau
umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan
kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologik fokal.

II. 7 DIAGNOSIS VKDB


5

Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.


Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan,
pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan.
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada
tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi, dan lain
sebagainya.3
Anamnesis

Bayi kecil (usia 1-6 bulan) yang sebelumnya sehat, tiba-tiba tampak pucat, malas
minum, lemah, banyak tidur.

Minum ASI, tidak mendapat vitamin K1 saat lahir.

Kejang fokal

Pemeriksaan Fisis

Pucat tanpa perdarahan yang nyata.

Peningkatan tekanan intrakranial: UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil


edema.

Defisit neurologi: kejang fokal, hemiparesis, paresis nervus kranialis

Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap: anemia berat dengan jumlah trombosit normal

Pemeriksaan PT memanjang dan APTT dapat normal atau memanjang

USG kepala/CTScan kepala: perdarahan intrakranial


Pemeriksaan laboratorim menunjukkan penurunan aktivitas faktor II, VII, IX, dan X

sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat pemanjangan waktu
pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT), sedangkan
Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT scan
(gambar 2) atau MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai
adanya perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Selain itu respon
yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis VKDB.3

Gambar 2. Perdarahan intrakranial yang diakibatkan oleh defisiensi vitamin K6

VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun
yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan
gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah sehingga memberikan manifestasi klinis
perdarahan. Tabel di bawah ini memperlihatkan gambaran laboratorium kedua kelainan
tersebut.

Tabel 3. Gambaran laboratorium VKDB dan penyakit hati3

II. 8 PENATALAKSANAAN VKDB


Penatalaksanaan VKDB terdiri dari penatalaksanaan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan untuk mengobati kelainan ini, secara umum antara lain.
II.8.1 Tata laksana perdarahan:
7

Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut.

Transfusi Fresh Frozen Plasma 10-15 ml/kgBB

Transfusi Packed Red Cel sesuai kadar hemoglobin.

Tatalaksana

kejang

dan

peningkatan

tekanan

intrakranial.

Manitol

0,51

gram/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali dapat diberikan untuk menurunkan


tekanan intrakranial. Perlu pemantauan yang ketat untuk terjadinya syok atau
perdarahan yang bertambah.

Konsultasi ke bedah syaraf untuk tindakan operatif tergantung seberapa besar


perdarahan yang terjadi dan defisit neurologis yang timbul. Kriteria PDVK yang
memerlukan tindakan operatif yaitu volume perdarahan yang luas, menekan struktur
penting otak (batang otak), dan adanya sumbatan aliran liquor serebrospinalis akibat
perdarahan.

II.8.1 Pengobatan
Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin K1
dengan dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari. Vitamin K1 tidak bolek diberikan secara
intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian
dilakukan secara subkutan karena absorbsiya cepat. Pemberian secara intravena harus
dipertimbangkan dengan seksama karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun
jarang terjadi.3
Selain itu, pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi
dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10-15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor
koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1 0,2 unit/ml. respon pengobatan diharapkan
terjadi dalam waktu 4-6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal
hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24
jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.3

II.8.2 Pemantauan

Evaluasi Skala Koma Glasgow, refleks okulosefalik (Dolls eye movement), pola
napas, ubun-ubun besar, dan kejang

Monitor balans cairan dan elektrolit


8

Konsultasi ke departemen rehabilitasi medis jika pasien sudah stabil untuk mobilisasi
bertahap, mencegah spastisitas, dan kontraktur

Monitor tumbuh kembang

II.8.3 Pencegahan
Pencegahan VKDB dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K profilaksis. Terdapat
tiga jenis vitamin K yang diketahui yaitu4,
1. Vitamin K1 (Phylloquinone), terdapat di dalam sayuran hijau, minyak sayur, dan produk
olahan susu. Vitamin K1 diberikan kepada neonatus sebagai profilaksis dalam bentuk cair.
2. Vitamin K2 (Menaquinone), disintesis oleh flora normal usus.
3. Vitamin K3 (Menadione), vitamin K sintesis, larut air yang saat ini sudah tidak digunakan
lagi karena dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian intramuskular
dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif dalam mencegah timbulnya
VKDB lambat. Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan phytonadione, suatu sintesis
analog vitamin K1 yang larut dalam lemak, diberikan secara im.3
Thailand sejak tahun I988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg per oral
untuk bayi normal dan 0,5-1 mg im untuk bayi prematur atau tidak sehat. Ternyata mampu
menururunkan angka kejadian VKDB dari 30-70 menjadi 4-7 per 100.000 kelahiran. Sejak
tahun 1999 vitamin K 1 mg im harus diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan
bersama imunisasi rutin.3
Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1 intramuskular 0,5
mg (untuk bayi 1500 g) dan 1 mg (untuk bayi >1500 g) diberikan dalam waktu 6 jam
setelah lahir. Untuk orang tua yang menolak pemberian secara im, vitamin K1 diberikan per
oral dengan dosis 2 mg segera setelah minum, diulang pada usia 2-4 minggu dan 6-8 minggu.
AAP pada tahun 2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada semua bayi baru lahir
dengan dosis tunggal 0,5-1 mg im. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 mengajukan
rekomendasi pemberian vitamin K1 pada semua bayi baru lahir dengan dosis 1 mg im (dosis
tunggal) atau secara per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan
umur 1-2 tahun.3

Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat vitamin K1
5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum melahirkan.
Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg dan diulang 24 jam kemudian.3

II. 9 PROGNOSIS VKDB


Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan
membaik dalam waktu 24 jam. Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan
berat seperti intrakranial, intratorakal, dan intrabdominal sangat tingi. Pada perdarahan
intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 5065%.3

10

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

II.

III.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Status dalam keluarga
Waktu masuk rumah sakit
Tanggal pemeriksaan
Rekam Medis

: Ahmad Hafis Zuhad


: Laki-laki
: 40 hari
: Gegutu, Dayen Aik, Gunung sari
: Anak kandung
: 10 Desember 2013
: 10 Desember 2013
: 528477

IDENTITAS KELUARGA
Keterangan

Ibu

Ayah

Nama

Ny.Halimatussadiah

Tn. Kamarudin

Umur (tahun)

26 tahun

28 tahun

Pendidikan

SMA

SMP

Pekerjaan

IRT

Buruh Petani

HETEROANAMNESIS
Keluhan Utama

: Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien rujukan puskemas Gunung Sari dibawa oleh orang tuanya ke IGD
RSUP NTB dengan diagnosis Kejang Demam Komplek. Pasien dikeluhkan
mengalami kejang, dimana kejang pertama kali muncul pada siang hari pukul 15.00
Wita (10/12/2013). Dari keterangan keluarga, pasien kejang, kejang terjadi seluruh
tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 5 kali
selama 4 menit kemudian berhenti, jarak serangan kejang pertama kali dengan kejang
berikutnya sekitar 1 jam kemudian jarak serangan kejang berikutnya berangsur
angsur 30 menit. Setelah kejang berhenti, pasien diam, lemah, tidak rewal (menangis).
Pada awalnya, pasien mengeluhkan muntah, muntah sebanyak > 5 kali/hari pada 3
hari sebelum masuk rumah sakit, muntahan cair dengan berlendir tanpa darah. pasien
dikeluhkan menangis keras semalaman, sehari sebelum ia masuk rumah sakit. Oleh
karena itu pada pagi harinya, pasien dibawa berobat ke Puskesmas. Di Puskesmas,
pasien tidak diberikan pengobatan dan dianjurkan untuk pulang. Sesampainya pasien
11

di rumah ia kemudian mengalami muntah sebanyak 3 kali. Muntah pertama dan ke


dua berisi susu yang diminum dengan volume sekitar 50 cc. Muntah yang ke tiga
berisi susu bercampur darah dengan volume sekitar 20 cc. Setelah muntah yang
ketiga, pasien kemudian tampak tertidur, tidak mau menetek. Tidak lama kemudian,
pasien mengalami kejang sebanyak satu kali selama 5 menit. Setelah itu, pasien tidak
sadarakan diri. Pasien juga dikeluhkan demam setelah ia mengalami kejang. Demam
tidak begitu tinggi. Keluhan batuk (-), pilek (-), mimisan (-), keluar cairan atau darah
dari telinga (-).
BAB (+) dengan frekuensi 1-2 kali per hari, konsistensi lembek, berwarna
kuning, tidak dijumpai lendir maupun darah. BAK (+) dengan frekuensi 3-5 kali per
hari, warna kuning jernih, darah (-), nyeri atau menangis saat BAK disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat rawat diruang NICU (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa disangkal.


Riwayat penyakit TB (-), sakit kuning (-), keganasan (-), penyakit kelainan
darah (-), darah tinggi (-), Diabetes Mellitus (-), Asma (-), alergi (-).

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat

kehamilan:

selama

hamil

ibu

pasien

rutin

memeriksakan

kehamilannya di posyandu dan puskesmas, ibu pasien juga tidak pernah


menderita penyakit berat atau dirawat inap, riwayat konsumsi jamu-jamuan
dan obat-obatan disangkal. Pasien hanya meminum vitamin dan obat

penambah darah dari dokter.


Riwayat persalinan : pasien lahir tanggal 30 November 2013 , lahir secara
normal, spontan, di Puskesmas, di bantu oleh bidan, lahir cukup bulan,

langsung menangis, dengan Berat Badan Lahir 3600 gram.


Ibu pasien mengalami perdarahan dan dirujuk ke RSUP Mataram, pasien tidak
mendapat injeksi Vitamin K sebelumnya.

Ikhtisar Keluarga
12

Riwayat Nutrisi

Pasien mendapatkan ASI dari lahir hingga saat ini, dengan frekuensi
pemberian 6-7 kali selama 15 menit tiap kali menyusui.

Riwayat Imunisasi

Menurut ibu pasien, anaknya belum pernah mendapatkan imunisasi apapun


sebelumnya.
Jenis

Pemberian

Hepatitis

DPT

Polio

BCG

Campak

Perkembangan dan Kepandaian

Pasien dapat tersenyum spontan dan membalas senyuman.

Riwayat Sosisial, Ekonomi, dan Lingkungan


Pasien merupakan anak tunggal dan tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien tinggal
dirumah yang tidak terlalu besar dengan 2 kamar dan 1 kamar mandi yang berada diluar
rumah. Jarak rumah pasien dengan tetangganya 1,5 meter. Penghasilan orang tua pasien
tidak banyak namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Ibu pasien biasanya
menggunakan air sumur untuk memasak dan mencuci. Minum biasanya dari air gallon.
Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok, dan biasanya merokok diluar rumah.
13

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah
GCS : E1V1M4
Vital sign
:
HR : 105 x/menit
RR : 40 x/menit
T : 37,3 C
Status Gizi :
BB : 5 kg
PB : 56 cm
LK : 37 cm
Grafik (WHO):
- BB/U : 2 SD -2 SD (gizi baik)
- PB/U : 2 SD -2 SD (gizi baik)
- BB/PB : 2 SD -2 SD (normal)

Status Generalis
Kepala-Leher :
Bentuk : normochepali, ubun-ubun menonjol.
Mata : cowong -/- , konjungtiva anemis + , sclera ikterik -, pupil RC

+/- anisokor 2mm/ 4mm


Telinga : struktur dan ukuran telinga dalam batas normal, otorhea (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), rinorhea (-).
Tenggorokan : faring dan tonsil sulit dievaluasi.
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa bibir basah (-).
Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax :
Inspeksi : bentuk simetris (+), pergerakan simetris (+), retraksi (-).
Palpasi : pergerakan dada tertinggal (-).
Perkusi : sonor +/+, diseluruh lapang paru
Auskultasi : pulmo = bronkovesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-.
Cor = S1 S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi
: massa (-), distensi (-)
Auskultasi
: Bising Usus (+) 12x per menit
Perkusi
: timpani
Palpasi
: turgor kulit normal, nyeri tekan (-), organomegali (-)
Ekstremitas :
CRT <2
Hangat :

Edema :
+
+

+
+

14

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap :
Parameter
HGB
HCT
WBC
MCV
MCH
MCHC
PLT
PT
APTT
BT
CT

VI.

VII.

14/12/2013
4,9
12,6
6,2
92,9
30,8
33,1
576
>70
>180
135
445

Normal
11,5-16,5 g/dL
37-45 [%]
4,0 11,0 [10^3/ L]
82,0 92,0 [fL]
27,0-31,0 [pg]
32,0-37,0 [g/dL]
150-400 [10^3/ L]
1-6 menit
11-15 menit

ASSESSMENT
- Susp. Intracranial bleeding e.c Vitamin K deficiency
DD/ Sepsis
Meningoensefalitis
PLANNING
Diagnostik :
CT-scan kepala
Terapi :
O2 1-2 liter / menit nasal kanul.
Kebutuhan cairan : 100 cc/ kg BB = 5 kg x 100 cc = 500 cc
Oral (ASI) 120 cc -> tetesan IVFD D51/4NS :

= 12 tpm mikro

Pro tranfusi PRC : (Hb target Hb sekarang ) x 4 x BBkg = (10-4,9)x 4 x5 =

102 cc. max 10-15 mg/kgBB/hari


ASI 10 cc tiap 2 jam
Ampicilin 2 x 150 mg
Amikasin 1 x 70 mg
Luminal 2x 20 mg
Vitamin K 2 mg selama 3 hari.
Dexametason 3 x 1/3 ampul.
Furosemid 2 x 2 mg.
Paracetamol drop 3 x 0,4 cc.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Respati H, Renarti L, Susanah S. Gangguan Pembekuan Darah Didapat:


Defisiensi Vitamin K. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar Hematoogi-onkologi Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005: 182-96.
2. Lee KG, 2012. Hemorrhagic Disease of the Newborn. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007320.htm

(Diakses

tanggal 18 Oktober 2013).


3. Permono B. Perdarahan yang Terjadi Akibat Defisiensi Kompleks
Protrombin

dalam

Naskah

Lengkap

Continuing

Education

Ilmu

Kesehatan Anak XXXV Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV: Hot
Topics in Pediatric. Surabaya: FK Unair.
4. Nimavat, DJ. 2012. Hemorrhagic Disease of Newborn. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/974489-overview#showall
(Diakses tanggal 18 Oktober 2013)
5. Kazmin A, Wong RC, Sermer M. Koren G. Antiepileptic drugs in
pregnancy and hemorrhagic disease of the newborn. Canadian Family
Physician. 2010. 56(12): 1291-1292

16

Anda mungkin juga menyukai