PENDAHULUAN
1
Pada hasil penelitian di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito tahun
2007-2012 diperoleh 72 kasus kematian akibat asfiksia mekanik dari total rekam
medis berjumlah 904. Subjek berjenis kelamin laki-laki memiliki prevalensi lebih
besar yaitu 48 korban (64%). Prevalensi kelompok usia 21-40 tahun merupakan yang
tertinggi yaitu 35 kasus (46,47%). Kasus terbanyak ialah kasus obstruksi jalan nafas
oleh benda asing sebanyak 32 kasus (42,67%). Prevalensi terbanyak kasus yang
ditemukan memiliki ciri yang sama pada kasus bunuh diri sebanyak 27 kasus (36%).
1.2. TUJUAN
1.3. MANFAAT
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASFIKSIA
2.1.1 Definisi
Asfiksia berasal dari bahasa Yunani, a yang berarti “tanpa” , dan sphygnous
yang berarti “denyut”. Istilah ini digunakan untuk kondisi kurangnya suplai oksigen
yang berat sebagai akibat kegagalan pernafasan secara normal. Asfiksia
menyebabkan oksigen berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbondioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen dan terjadi kematian (Biswas G, 2015).
2.1.2 Etiologi
3
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
a. Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di
tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas
dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan
asfiksia murni atau sufokasi.
b. Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti
pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus
alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati
pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan
dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena
gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup
tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas
macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh
tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
a. Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan
Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat
menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik
lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung
perlahan.
4
b. Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan
permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang
larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.
c. Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu
pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.
5
b. Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan
dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena
cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru.
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan
(Traumatic asphyxia).
d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat
pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
6
Darah Urin, Feses,
menjadi Relaksasi Cairan
Fibrinolisis
encer Sfingter Sperma
Keluar
ASFIKSIA
Tak Sadar
Tekanan Kerusakan
Dilatasi
Oksigen & Dinding
Kapiler
Darah Turun Kapiler dan
Lapisan
Tenaga Otot
Stasis
Menurun
Kapiler Sianosis
Peningkatan
Permeabilitas
Kapiler
Darah
Bendungan Berwarna
Kapiler Ungu
Tardie Spot
Kongesti Tekanan Lebam
& Oedema
Visceral Intrakapiler Mayat Ungu
meningkat
Ruptur Pembuluh
Kapiler
7
2.1.5 Tanda Kardinal (Klasik) Asfiksia
1. Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)
Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang
menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada
jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian
belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga
bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada
lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan
faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.
8
2. Kongesti dan Oedema
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan
ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi
akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi
pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah
mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini
akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi
oedema).
3. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput
lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang
tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus
ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum
sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.
Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis
hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang
kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher
dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.
9
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat.
Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi
dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan
mudah mengalir.
4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi
selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang
cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang
bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar,
misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-
kadang dijumpai pula di kulit wajah.
6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel
kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah
dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s
spot.
10
b. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam (Autopsi) jenazah didapatkan:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang
meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis
paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris,
kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa
epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan
hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur
laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).
11
yang aktif (kekuatan yang menyebabkan konstriksi leher),
adalah terletak pada alat penjeratnya.
Klasifikasi
1) Berdasarkan posisi tubuh
a) Complete hanging, jika kedua kaki tidak menyentuh lantai dan
sepenuhnya dipengaruhi oleh berat badan tubuh
b) Partial hanging, jika kedua kaki menyentuh tanah dan tidak sepenuhnya
dipengaruhi oleh berat badan tubuh. Sisa berat badan 10 - 15 kg pada orang
dewasa sudah dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan
hanya diperlukan sisa berat badan 5kg untuk menyumbat arteri karotis.
Partial hanging ini hampir selamanya karena bunuh diri.
12
Ada 2 jenis simpul yaitu:
Simpul hidup (running noose) dan
Simpul mati (satu atau lebih).
13
c) Accidental hanging
Terjadi sewaktu bermain atau bekerja
Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih
banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12
tahun. Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu
belum ada tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat
kurangnya pengawasan dari orang tua.
Terjadi sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang
(Auto-erotic Hanging)
Merupakan kasus penyimpangan seksual yang
digunakan dengan cara hanging untuk mencapai kepuasan
seksual (orgasme). Tali yang dipakai sering kali diikatkan
pada banyak tempat, ikatan padadaerah genital, lengan, tungkai,
leher, mulut. Kematian terjadi karena ikatan te r l a l u keras.
K o r b a n u m u m n ya p r i a ya n g t i d a k j a r a n g m e m a k a i
p a k a i a n wanita.
Mekanisme kematian
Hanging menyebabkan kematian dengan beberapa mekanisme yang bisa
berlangsung bersamaan. Pada setiap kasus penggantungan beberapa kondisi
di bawah akan terjadi.
1. Menutupnya jalan nafas (Asfiksia)
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab
kematian yang paling sering.
2. Kongesti vena (Vena jugularis tersumbat)
Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban
penggantungan dengan mekanisme asfiksia. Akibat lilitan tali pengikat pada
leher terjadi penekanan vena jugularis secara complete sehingga timbul
14
pembendungan darah vena di otak sampai menimbulkan perdarahan di otak dan
mengakibatkan kegagalan sirkulasi.
Seperti yang diketahui vena jugularis m e m b a w a d a r a h d a r i o t a k
k e j a n t u n g u n t u k s i r k u l a s i . P a d a hanging sering terjadi penekanan
pada vena jugularis oleh tali yang menggantung korban. Tekanan ini seolah-
olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke jantung
dari otak tersumbat.
Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-lahan dapat menyebabkan
kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak
tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar.
Akhirnya terjadilah penumpukan darah dan
pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak berkur
ang dan korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian, terjadilah
depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia.
3. Iskemik serebral (Arteri karotis tersumbat)
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh
darah arteri (obstruksi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke
otak. Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang
lebih besar. Halini karena secara anatomis, arteri karotis berada
lebih dalam dari vena jugularis.
4. Inhibisi vagal
Terjadi akibat penekanan pada nervus vagus dan sinus karotis yang
menyebabkan vaso vagal inhibisi sehingga terjadi cardiac arrest (henti
jantung).
5. Fraktur vertebra servikal
Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman gantung (judicial
hanging) atau korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering
terjadi fraktur atau cedera pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan
atlas) a t a u l e b i h d i k e n a l i s e b a g a i “ hangman fracture” .
15
Fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medulla
oblongata dan terjadi perdarahan di medulla oblongata sehingga
terjadi depresi pusat nafas dan korban meninggal karena henti nafas.
Pemeriksaan Luar
16
telinga Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging)
berbentuk lingkaran (V shape).
Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi. Bila jeratan tali keras, mula-
mula akan menimbulkan warna pucat kemudian berubah menjadi coklat
seperti warna kertas perkamen. Pada pinggir ikatan dijumpai daerah
hiperemis dan ekimosis. Ini menunjukkan bahwa pengikatan terjadi
sewaktu korban masih hidup. Bila pengikatan dengan bahan yang lembut
seperti selendang maka terlihat bekasnya lebar dan tidak ada lekukan
ikatan, biasanya miring dan kontinu. Bila lama tergantung, di bagian atas
jeratan warna kulit lebih gelap karena adanya lebam mayat.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah
telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga .Pinggiran jejas
jerat berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi. Kadang-kadang
didapati juga bekas tekanan simpul di kulit.
17
Jumlah tanda penjeratan
Terkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal
ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali.
c) Kedalaman Bekas Jeratan
Kedalaman bekas jeratan menujukan lamanya tubuh tergantung. Semakin
lama tubuh tergantung maka jejas semakin jelas terlihat dan semakin dalam.
d) Lidah
Lidah korban penggantungan (hanging) bisa terjulur, bisa
juga tidak terjulur. Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan
tepat atau dibawah kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila
letaknya berada diatas kartilago tiroidea.
e) Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena
dan edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus
hanging tanda-tanda asfiksia berupa:
mata menonjol keluar, karena pecahnya bendungan vena di otak sebagai
akibat dari tersumbatnya vena di otak.
perdarahan berupa petekia pada bagian wajah dan subkonjungtiva
(akibat pecahnya kapiler karena kongesti vena di otak dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah akibat asfiksia).
f) Lebam Mayat
Bila korban lama diturunkan dari gantungan, lebam mayat didapati
dikaki dan tangan bagian bawah terutama di ujung-ujung jari tangan dan kaki.
Bila segera diturunkan lebam mayat bisa didapati di bagian depan atau
belakang tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan. Lebam mayat
juga dapat terlihat di bagian genitalia eksterna yaitu pada labia (perempuan)
dan skrotum (laki-laki).
18
g) Sekresi Urin dan Feses
Sekresi urin dan feses terjadi pada fase apneu pada kejadian asfiksia.
Pada stadium apneu pusat pernapasan mengalami depresi sehingga gerak
napas menjadi sangat lemah dan berhenti. Penderita menjadi tidak sadar dan
karena kontrol spingter fungsi eksresi hilang akibat kerusakan otak maka
terjadi pengeluaran urin dan feses.
Pemeriksaan Dalam
1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama. Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera
lainnya.
2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada
beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebh banyak tejadi pada kasus
penggantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.
3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi
ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh
darah. Pada arteri karotis komunis dijumpai garis berwarna merah (red line)
pada tunica intima.
4. Fraktur tulang hyoid sering terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali pengantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante- mortem.
5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering
terjadi pada korban hukuman gantung.
19
7. Paru- paru mengalami oedem dan kongesti dan dijumpai tanda Tardeou's spot
dipermukaan paru, jantung dan otak.
8. Pada jantung bilik kanan penuh dengan darah dan bilik kiri kosong.
20
No Penggantungan ante mortem Penggantungan post mortem
terutama jika kematian karena kematian
asfiksia
7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak terdapat, kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran adalah pencekikan (strangulasi) atau
pembuluh dara vena yang jelas pada sufokasi
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
terjadi pada korban pria. Demikian ada
juga sering ditemukan keluarnya
feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes
sudut mulut, dengan arah yang pad kasus selain kasus penggantungan.
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
21
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
usia 10 tahun atau orang dewasa di bergantung pada usia
atas usia 50 tahun jarang melakukan
gantung diri
2 Tanda jejas jeratan, bentuknya Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran
miring, berupa lingkaran terputus tidak terputus, mendatar, dan letaknya di
(non-continuous) dan terletak pada bagian tengah leher, karena usaha pelaku
bagian atas leher pembunuhan untuk membuat simpul tali
3 Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
simpul yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali
samping leher tersebut terikat kuat
4 Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai
mempunyai riwayat untuk mencoba riwayat untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain
5 Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban yang bisa menyebabkan korban biasanya mengarah kepada
kematian mendadak tidak pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
6 Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium
lambung korban, misalnya arsen, hidrosianat atau kalium sianida tidak
sublimat korosif dan lain-lain tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena
bertentangan dengan kasus gantung untuk hal ini perlu waktu dan kemauan
diri. Rasa nyeri yang disebabkan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
racun tersebut mungkin mendorong maka kasus penggantungan tersebut
korban untuk melakukan gantung adalah karena bunuh diri
diri
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
22
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
dalam keadaan tangan terikat pembunuhan
8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, Pada kasus pembunuhan, mayat
mayat biasanya ditemukan ditemukan tergantung pada tempat yang
tergantung pada tempat yang mudah sulit dicapai oleh korban dan alat yang
dicapai oleh korban atau di digunakan untuk mencapai tempat
sekitarnya ditemukan alat yang tersebut tidak ditemukan
digunakan untuk mencapai tempat
tersebut
9 Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada
berlangsung di dalam kamar, ruangan ditemukan terkunci dari luar,
dimana pintu, jendela ditemukan maka penggantungan adalah kasus
dalam keadaan tertutup dan terkunci pembunuhan
dari dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
ditemukan pada kasus gantung diri ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.
1. Korbannya diturunkan
2. Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan
3. Berikan bantuan pernafasan untuk waktu yang cukup lama
4. L i d a h d i t a r i k k e l u a r , l u b a n g h i d u n g d i b e r s i h k a n j i k a b a n y a k
m e n g a n d u n g s e k r e s i cairan
5. Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO2 5%
23
6. Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan
melalui venaseksi mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalan
jantung tersebut.
7. Berikan obat-obat yang perlu (misalnya Coramine)
8. Gejala sisa: hemiplegia, amnesia, demensia, bronkhitis, selulitis, parotitis
2.2.2 Drowning
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas
(asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Pada
peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air.
Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal
itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.
24
Klasifikasi
25
terjadi hipoksia miokard yang akhirnya akan menyebabkan tekanan sistolik
menurun diikuti dengan terjadinya fibrilasi ventrikel. Dengan keadaan
tersebut yang berlangsung terus-menerus, lama kelamaan jantung akan gagal
dalam melakukan kerjanya sehingga berdampak pada kematian.
26
2). Air laut (hipertonik)
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah,
sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan intertisial paru
yang akan menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan
kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan
sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung.
27
b. Atipical Drowning
1) Dry drowning
Pada dry drowning, air tidak masuk ke dalam paru-paru (saluran
pernapasan) karena spasme laring yang terjadi akibat air yang masuk ke
dalam laring atau inhibisi vagal (vagal reflex) yang mengakibatkan jantung
berhenti berdenyut sebelum korban tenggelam.
2) Immersion syndrome
3) Secondary drowning
28
Penyebab Kematian
1. Asphyxia
2. Dalam air tawar penyebab kematiannya adalah ventricular fibrillation. Dalam
air laut kematian disebabkan oleh cardiac arrest dari edema
3. Vagal inhibition
4. Laryngeal spasm.
5. Concussion/head injury.
6. Apoplexy: perdarahan subarachnoid
Fatal period
29
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih
hidup waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan
mulai membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang
secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban
tenggelam mepunyai nilai bermakna.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau
kekerasan lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obat-
obatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah
jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam
saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan
dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau
tempat lain.
6. Penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian
Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk
ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air
masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi
dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest.
30
Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang
keracunan alkohol.
Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti
kematian terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan
cairan tidak dapat masuk.
Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari
keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang
bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke
dalam saluran pernapasan.
31
e. Washer woman’s hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna
keputihan dan berkeriput yang disebabkan karena inhibisi cairan ke
dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu lama.
Cadaveric spame
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan
pada benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar
waktu terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-
benda atau binatang dalam air.
32
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam
saluran pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama
terjadi pada kasus tenggelam di laut.
c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum
interalveolar. Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut
bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan
merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh
usaha respirasi.
e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak
masuk ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah
(melalui proses imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air
tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga
terdapat dalam usus halus.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Diatom.
Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang
tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat,
alut, sungai, sumur. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan
bersama diatom masuk ke dalam saluran nafas atau pencernaan, kemudian
diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakkan dinding
kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh jaringan.
33
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot
skelet, sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa
kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal saluran
pencernaan terhadap makanan dan minuman.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom
cukup banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada
sumsum tulang cukup ditemukan satu.
2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada
paru dan pemeriksaan getah paru.
3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit
pada darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila
tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah
jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di
air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari
10% dapat menyokong diagnosis.
4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan
5. Pemeriksaan keracunan
2.2.3 Strangulasi
Klasifikasi
a. Ligature strangulasi
Pada strangulasi ini, tekanan leher diakibatkan oleh ikatan yang
dilakukan oleh kekuatan selain dari berat badan.
34
b. Manual strangulasi
Diakibatkan oleh tekanan tangan, lengan, atau tungkai terhadap leher,
menekan struktur dari leher.
Penyebab Kematian
Pemeriksaan Luar
a. Wajah
Wajah sembab, bengkak dan sianosis. Tardieu's spot di dahi, pelipis,
kelopak mata dan konjungtiva; lebih banyak daripada di gantung
Mata menonjol, terbuka lebar, dilatasi pupil dan perdarahan
subconjunctival
Bibir, kuku jari tangan dan lobulus telinga sianosis; tanda postmortem
didapatkan diatas tekanan
Lidah bengkak, berwarna gelap, bisa menonjol keluar mulut, dan lidah
tergigit oleh gigi
Cairan berbusa bercampur darah dan lendir keluar dari mulut dan lubang
hidung
35
b. Leher
Jejas tali (‘furrow’)
Lingkaran biasanya horizontal di tengah atau bawah leher, atau dengan
sejajar tulang rawan tiroid. Jejasnya melintang, melingkar dan
tersambung.
Jejas, meskipun jejas hamper melingkar sempurna melingkari pada leher,
bagian yang lebih menonjol adalah leher depan dan samping dari pada
leher bagian belakang.
Pada dasar jejas biasanya berwarna merah, disekitar garis jejas terdapat
ekimosis.
Jika tali penjeratnya halus dan lebar, jejas mungkin tidak akan ada atau
sama sekali tidak ada bisa diperiksa dibawah sinar UV .
.Jika korban telah diseret oleh kabel jejas mungkin namapk secara oblik
seperti di gantung
Pemeriksaan dalam
a. Memar jaringan subkutan dan otot leher, terutama di bawah jeratan dan
simpul. Mungkin ada memar atau laserasi dari selubung arteri karotis.
b. Cedera tulang hyoid tidak umum diperhatikan, karena tingkat penyempitan
jauh di bawah, dan Daya tarik pada ligamentum thyrohyoid bisa diabaikan
c. Fraktur kartilago tiroid
d. Perdarahan Subcapsular dan interstisial thyroid
36
e. Fraktur kartilago krikoid kurang umum terjadi.
f. Cincin trakea dapat menahan fraktur saat tekanan yang cukup kuat
g. Memar lidah dan mulut mungkin terjadi
h. Folikel limfoid di dasar lidah dan palatine tonsil tersumbat.
i. Selaput lendir pharynx, epiglotis dan laring biasanya menunjukkan daerah
perdarahan.
j. Laring, trakea dan bronkus tersumbat, dan mengandung lendir berbusa
bercampur darah.
k. Fraktur / dislokasi vertebra servikalis tidak umum
Pemijatan klinis pada sinus karotis dapat membantu untuk menangani pasien
aritmia, namun di satu sisi jika tidak dilakukan secara benar dan teliti dapat
menimbulkan kematian akibat aritmia ventrikel atau asistol (James, 2011).
Kematian dapat terjadi ketika adanya penekanan pada daerah leher dan di atas
penjelasan di atas merupakan mekanisme yang dinamakan ‘vagal inhibition/
penghambatan vagal’, yang dapat menjelaskan banyak kasus hanging/ mati gantung
tidak ditemui tanda-tanda klasik asfiksia (James, 2011).
37
Lamanya waktu penenkanan pada leher atau dada untuk menimbulkan peteki
dan kongesti pada korban hidup masih dalam perdebatan, namun secara umum
disepakati perlu waktu sedikitnya 10-30 detik untuk menimbulkan asfiksia. Tidak
adanya peteki merupakan petunjuk bahwa suatu kematian yang disebabkan oleh
penekanan pada leher diduga terjadi selama jangka waktu setidaknya 10-30 detik
penekanan (James, 2011).
Gambar 2. Sinus karotis baroreseptor dan penekanan pada leher: (a) Lokasi
Sinus karotis baroreseptor terletak di bifurkasio arteri karotis komunis, dan (b)
penekanan pada leher dapat menyebabkan penyempitan pada sinus karotis.
(Sumber: James, JP., 2011, Simpson’s Forensic Medicine, 13th Edition)
2.2.4 Sufokasi
Bentuk asifiksia yang disebabkan oleh obstruksi mekanis sehingga udara tidak
dapat masuk ke saluran napas yang penyebabnya selain dari penekanan leher atau
tenggelam (Biswas, 2015). Walaupun bukan merupakan istilah yang khusus, sufokasi
38
merujuk pada kasus kematian yang disebabkan oleh menurunnnya konsentrasi
oksigen pada lapisan atmosfer untuk bernapas, disebut ‘atmosfer . Penurunan oksigen
atmosfer dapat terjadi dalam banyak situasi. Dekompresi, seperti pada penurunan
tekanan kabin pesawat udara di ketinggian, menyebabkan menurunnya tekanan
parsial oksigen sehingga menurunkan penetrasi gas ke dinding alveolus (Pekka,
2004).
1. Pembekapan/ Smothering.
2. Tersedak/ Choking.
3. Pembungkaman/ Gagging.
4. Sufokasi Penekanan/ Overlying.
5. Asfiksia traumatik.
6. Burking.
1. Pembekapan/ Smothering
Definisi
39
Gambar 3. Pembekapan menggunakan bantal (Sumber: Biswas, G., 2015.
Review of Forensic Medicine and Toxicology)
1) Dapat dijumpai luka lecet dan memar di sekitar mulut dan hidung. Tanda-
tanda tersebut dapat tidak terlihat jika pembekapan menggunakan benda-
benda yang lunak seperti pakaian atau bantal.
2) Dapat dijumpai Cedera di bagian dalam bibir karena adanya penekanan oleh
gigi.
3) Dapat dijumpai Memar pada gusi atau terkadang terjadi robekan pada jaringan
gusi.
40
Aspek Medikolegal (Biswas, 2015)
2. Tersedak/ Choking
Definisi
41
disertai sianosis, dan mungkin didapati juga petekie, biasanya korban berjuang untuk
bernapas untuk beberapa saat setelah tersedak (Pekka, 2004).
Mekanisme
Penyabab kematian
1) Asfiksia
2) Inhibisi vagal
42
3) Spasme laring
Café-coronary
Definisi
Kondisi ini mengacu pada tersedak secara tidak sengaja yang penyebabnya
adalah bolus makanan untuk menjadikan keseluruhan laring tersumbat (Biswas,
2015). Disebut café-coronary karena mirip dengan serangan jantung dan biasanya
dijumpai pada orang-orang mabuk di suatu restoran. Istilah café-coronary, pertama
43
kali diperkenalkan oleh Dr Roger Haugen (Medical Examiner, Broward County,
Florida) pada tahun 1963.
Korban dalam keadaan sehat, mendadak jatuh, membiru ketika sedang makan
di meja makan.
44
Gambar 5. Cara melakukan manuver Heimlich
Temuan Postmortem
Bolus makanan yang tidak terkunyah atau benda lainnya dijumpai tersangkut
di dalam laring atau trakea. Uji kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan
derajat keasaman bolus sehingga diketahui berasal dari mulut atau muntahan dari
lambung (Biswas, 2015).
Aspek Medikolegal
45
‘Creche coronary’: kejadian tersedak yang terjadi pada anak berumur 1-3 tahun
karena sedang meningkatnya perkembangan aktivitas, memasukkan benda-benda
kecil ke mulut mereika atau memasukkan sepotong makanan pada jalan napas yang
masih sempit dan susunan gigi yang inadekuat untuk mengunyah dan reflex batuk
yang masih belum kuat (Biswas, 2015).
3. Pembungkaman/Gagging
Definisi
46
2) Cedera pada hidung dan mulut dengan resapan darah di dalam tenggorokan.
Aspek Medikolegal Hampir selalu merupakan kasus pembunuhan, dan korban
biasanya bayi atau orang lanjut usia. Pembungkaman dilakukan dengan
maksud untuk mencegah korban berteriak meminta bantuan,
kematian biasanya tidak disengaja Pembungkaman telah juga dipakai korban
untuk menahan jeritan atas rasa sakit dari tindakan bunuh diri (misal: bakar
diri/self immolation) (Biswas, 2015).
Definisi
1) Wajah, hidung, dan dada korban anak-anak dapat menjadi tertekan dan pucat.
2) Tanda penekanan dari tempat tidur atau pakaian juga dapat ditemui.
3) Temuan asfiksia yang biasa dijumpai adalah petekie intratoraks.
1) Murni kecelakaan.
2) Dapat merupakan kasus infanticide
3) Dapat juga merupakan kasus sindrom kematian bayi mendadak/ sudden infant
death syndrome (SIDS).
47
5. Asfiksia traumatik/ Perthes Syndrome
Definisi
Mekanisme
Pemeriksaan Luar
48
dada, punggung, dan lengan atas. Mekanisme ekimosis tersamar: terjadinya
aliran darah retrograde yang berasal dari vena kava superior menuju vena
subklavia dan vena-vena di leher dan kepala disebabkan oleh kompresi dada
atau abomen. Katup vena subklavia mencegah penyebaran tekanan
hidrostatik lebih lanjut ke vena-vena ekstremitas atas. Namun, dampak dari
aliran tersebut mengubah aliran darah ke vena-vena di leher dan kepala yang
tidak berkatup sehingga kapiler distal ruptur. Oleh karena itu, wajah dan leher
korban menjadi sianosis berat, peradarahan pada mata dan petekie dalam
jumlah banyak pada scalp, wajah, leher, dan bahu.
2) Sianosis pada wajah.
3) Petekie atau ekimosis dalam jumlah banyak.
4) Garis pembatas Tingkat penekanan dapat dinilai dengan garis pembatas yang
dijumpai pada tubuh, yaitu adanya perbedaan warna kulit yang mencolok pada
daerah yang tertekan dengan bagian bawah tubuh yang tidak tertekan.
5) Daerah pucat dapat dijumpai pada bagian kerah, lipatan, dan kerutan baju.
6) Edema wajah.
7) Trauma tumpul di bagian luar leher, kepala, dan dada yang disertai dengan
lumpur, atau benda-benda lainnya.
49
7) Abdomen: laserati hepar dan spleen dapat dijumpai.
8) SSP: edema dan petekie.
Aspek Medikolegal
50
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam
pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan
karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan
karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana
oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar
karbondioksida.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan muka dan ujung-ujung
ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh mayat lebih
membutuhkan HbCO2 dari pada HbO2. Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan
palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat
pelebaran kapiler darah setempat. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap
karena terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas / permeabilitas
kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih
cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2. Busa halus keluar
dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan pada
pernapasan kuat.
Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan organ dalam tubuh lebih gelap
dan lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat
tubuh dan sianotik. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring,
kelenjar timus dan kelenjar tiroid. Busa halus di saluran pernapasan. Edema paru.
Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur
tulang lidah dan resapan darah pada luka.
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswas, G., 2015. Review of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd: 173-6.
2. James, JP., Jones, R., Karch, SB., Manlove, J., 2011. Simpson’s Forensic
Medicine,13th Edition. London: Hodder Arnold:154-160.
3. Sauko, P., Knight, B., 2004. Knight’s Forensic Pathology, Third Edition. London:
Hodder Arnold: 154-160.
4. Catanese, CA, Bollinger BK., 2010. Asphyxia. Dalam: Catanese, CA., (ed). Color
Atlas of Forensic Medicine and Pathology. Florida: CRC Press: 373-392.
5. Sharma, RK., 2011. Concise Textbook of Forensic Medicine and Toxicology, 3rd
Edition. Uttar Pradesh: Global Education Consultants: 58.
6. H, tasmono.2007.Distribusi Kasus Kematian Akibat Asfiksia di Malang Raya
yang Diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSSA.universitas brawijaya
malang.hal 35.
52
53