Anda di halaman 1dari 32

1

ASFIKSI/MATI LEMAS (TENGGELAM DAN PENCEKIKAN) DAN


KEMATIAN MENDADAK

A. Tinjauan Umum Asfiksia


1. Definisi asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya
gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah
berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida
(hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.
Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.
Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah
neuron yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi
oksigen. Kerentanan bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang
berbeda.
2. Etiologi asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan
seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru
seperti fibrosis paru.
b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma
yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks
bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau
dada, dan sebagainya.
c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan,
misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada
tingkat molekuler dan seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen
ke jaringan.
3. Fisiologi asfiksia
2

Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu:


a. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena: tidak ada
atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi
kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam
selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia
murni atau sufokasi.
Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti
pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus
alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
b. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati
pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan
dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.
c. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena
gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen
cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu
lintas macet tersendat jalannya.
d. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh
tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
i. Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida
terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan
kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom
dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.

ii. Intraselular
3

Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan


permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang
larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.
iii. Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian
O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.
4. Jenis-jenis asfiksia
Adapun beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan sebagai asfiksia,
yaitu:
a. Strangulasi
i. Gantung (Hanging)
ii. Penjeratan (Strangulation by Ligature)
iii. Pencekikan (Manual Strangulation)
b. Sufokasi
c. Pembengkapan (Smothering)
d. Tenggelam (Drowning)
e. Crush Asphyxia
f. Keracunan CO dan SN
5. Patofisiologi asfiksia
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung
pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan
oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen,
dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen.
Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan
basal ganglia.
4

Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial,
sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal
dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer
tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi.
Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung,
maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini
didapati pada:
a. Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
b. Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic
asphyxia).
d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
6. Gejala klinis
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) Fase gejala
klinis, yaitu:
a. Fase Dispnea
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam
plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga
gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan
meningkatnya amplitude dan frekuensi pernapasan disertai bekerjanya otot-
otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata
menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai tampak tanda-
5

tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini berlanjut,
maka masuk ke fase kejang.
b. Fase Kejang
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan saraf
pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa kejang
klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme
opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, dan tekanan
darah perlahan akan ikut menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat
yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2 dan penderita akan
mengalami kejang.
c. Fase Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan
menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun,
pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan
dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan
denyut nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa dijumpai jantung masih
berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi sfingter yang dapat terjadi
pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara mendadak.
d. Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih
berdenyut beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia
timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Masa dari saat asfiksia
timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar
antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4 menit,
tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu
kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan
lengkap.
6

7. Tanda kardinal (klasik) asfiksia


Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian
akibat asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik, yaitu:
a. Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)
Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang
menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada
jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian
belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga
bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada
lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan
faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.

Tardieu’s spot
Bintik perdarahan pada
b. Kongesti dan Oedema jantung
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan
ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi
akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi
pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah
mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan
mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi
oedema).
7

c. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput
lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang
tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus
ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum
sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.
Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir
selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan
hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali
dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.
d. Tetap cairnya darah
Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran
tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada
kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan
yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah sebuah
proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut
diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis
asfiksia
8. Gambaran umum post mortem asfiksia
a. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:
1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan
merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat.
Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang
tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir.
8

Lebam mayat (livor mortis)

4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai sekresi
selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang
cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang
bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat
longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain.
Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.
6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang. Akibatnya
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel
kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah
dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s
spot.
b. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam (Autopsi) jenazah didapatkan:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah
yang meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
9

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga


menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada
bagian belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura
viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura
interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal,
mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan
hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur
laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

B. Tenggelam (Drowning)
1. Definisi
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas
(asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah
tenggelam harus pula mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban
dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa.
Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus
tenggelam di air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan
air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.
Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat
terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember
(buku UNDIP)
berisi air. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula
diingat bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air.
10

Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh
paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter
untuk bayi.
2. Jenis-jenis tenggelam
Jenis-jenis tenggelam antara lain: (buku UI)
1. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban
tenggelam.
2. Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat
spasme laring.
3. Secondary drowning
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari
dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat
refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.
3. Sebab kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan
diantaranya oleh:
a. Vagal Reflex
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut
tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-
mortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-
parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
b. Spasme Laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali
terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk
ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda
11

asfiksia, tetapi paru-parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda air.
Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
c. Pengaruh air yang masuk paru-paru
i. Tenggelam di air tawar
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia
disertai gangguan elektrolit.
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi
dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam
aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah
(hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot
jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemi),
terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot
jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan
tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat
anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.
Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl
jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-
benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
ii. Tenggelam di air asin
Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya
anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit.
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah,
sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan
intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
12

Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan


menyebabkan terjadinya payah jantung.
Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan
ditemukan buih serta benda-benda air.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-
kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan
dengan tenggelam tipe IIA).
4. Cara kematian
Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:
a. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban
jatuh ke laut, danau atau sungai. Pada anak-anak keclakaan sering terjadi di
kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi
penyebab kecelakaan itu antara lain karena mabuk atau mendapat serangan
epilepsi.
b. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali
terjadi. Kadang-kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar
supaya tubuh dapat tenggelam. Bukan pekerjaan yang mudah untuk
membedakan tenggelam karena bunih diri dengan pembunuhan.
c. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke
laut atau memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Dari segi patologik
saja sulit dapat membedakan apakah peristiwa tenggelam itu akibat
pembunuhan atau bunuh diri. Pemeriksaan di tempat kejadian dapat
membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu diteliti apakah korban di
tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh lebih
dahulu dengan cara lain.
13

5. Pemeriksaan Post Mortem


Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti
mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat
ditemukan sudah dalam keadaan membusuk.
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:
a. Menentukan identitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
o Pakaian dan benda-benda milik korban
o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut
o Sidik jari
o Pemeriksaan gigi
o Teknik identifikasi lain
b. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau
sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan :
i. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup
waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom
ii. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
iii. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan
mulai membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus.
iv. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang
secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban
tenggelam mepunyai nilai bermakna.
14

v. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat


menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat
masuk ke dalam air.
c. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan
tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan
atau kekerasan lain.
d. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan,
obat-obatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui
bedah jenazah.
e. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam
saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan
dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau
tempat lain.
f. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian
 Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air,
maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke
dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat,
hal ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada
waktu cairan melalui saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang
terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah
masuk ke hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-
kadang keracunan alkohol.
 Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian
terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat
masuk.
15

Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari


keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang
bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke
dalam saluran pernapasan.
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin
banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal
periode). Dalam periode ini bila orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih
dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.
6. Gambaran post mortem kasus tenggelam
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-
benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam
dalam air.
b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.
c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang
pendarahan atau perbendungan. Cutis anserina

d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh


terutama pada ekstremitas akibat kontraksi otot
erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang
dinginnya air. Gambaran kutis anserina kadangkala
dapat juga akibat rigor mortis pada otot tersebut.
e. Washer woman’s hand dimana telapak tangan dan
kaki berwarna keputihan dan berkeriput yang
Washer woman’s hand
disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis
dan biasanya membutuhkan waktu lama.
16

f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu


korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja seperti
rumput atau benda-benda lain dalam air.

Cadaveric spame
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau
binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran
pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi
pada kasus tenggelam di laut.
c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf
akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan
merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha
respirasi.
17

e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke
dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui proses
imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga
terdapat dalam usus halus.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Diatom.
Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan
panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai,
sumur. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom
masuk ke dalam saluran nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke
dalam aliran darah melalui kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih
hidup dan tesebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada
jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom
dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet, sumsum tulang paha. Pemeriksaan
diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan
abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup
banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang
cukup ditemukan satu
b. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru
dan pemeriksaan getah paru.
c. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada
darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam
di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah
dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.
Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.
d. Pemeriksaan mikroskopik jaringan
18

e. Pemeriksaan keracunan
7. Diagnosis Tenggelam
Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukkan), maka diagnosis
kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan
yang teliti dari:
- Pemeriksaan luar,
- Pemeriksaan dalam,
- Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan
berat jenis serta kadar elektrolit darah.
Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam
dibuat berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila
disokong oleh penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau sumsum tulang,
maka diagnosis akan menjadi makin pasti.

C. Pencekikan
1. Definisi
Pencekikan adalah penekanan pada leher dengan tangan atau lengan
bawah, yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan
terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat
lewat.
2. Mekanisme Kematian
a. Asfiksia
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi
gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal.
Gejala asfiksia :
i. Fase dyspnea :
- Frekuensi nadi meningkat
- Frekuensi nafas meningkat
- Suhu tubuh meningkat
19

- Tanda sianosis
ii. Fase konvulsi
iii. Fase apneu :
- Frekuensi nafas meningkat
- Kesadaran menurun
- Relaksasi sfingter
iv. Fase akhir : Nafas berhenti.
b. Refleks vagal
Reflek vagal menyebabkan kematian segera (immediate death), hal ini
dikaitkan dengan terminologi ”sudden cardiac arrest”. Reflek vagal
dimungkinkan bila leher terkena trauma.
Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus vagus pada
corpus caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan
eksterna yang akan menimbulkan bradikardi dan hipotensi. Refleks vagal ini
jarang terjadi.
Jika mekanisme kematian adalah asfiksia, maka ditemukan tanda-tanda
asfiksia. Tetapi jika mekanisme kematian adalah refleks vagal, tidak didapatkan
tanda-tanda asfiksia.
c. Cara Kematian
Terdapat 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu pembunuhan dan
kecelakaan yang biasanya mati karena vagal reflex. Selain itu, terdapat 3 cara
melakukan pencekikan (manual strangulasi), yaitu :
i. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
ii. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
iii. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku
maka ini disebut mugging.
20

3. Gambaran post mortem pencekikan


1. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan
kepala karena turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang superficial,
sedangkan arteri vertebralis tidak terganggu. Pemeriksaan luar dari otopsi
kasus pencekikan (manual strangulasi), terdapat 3 hal penting yang harus
diperhatikan, antara lain :
a. Tanda asfiksia
 Sianosis
 Lebam merah kebiruan gelap
 Lebam terbentuk lebih cepat
 Distribusi lebam lebih luas
 Darah sukar membeku.
b. Tanda kekerasan pada leher
 Luka memar pada kulit di leher
 Bekas tekanan jari
 Bekas kuku
 Sidik jari
 Tangan yang digunakan
 Arah pencekikan
c. Tanda kekerasan pada tempat lain yang dapat menunjukkan bahwa
korban melakukan perlawanan.
2. Pemeriksaan dalam jenazah
a. Perdarahan atau resapan darah pada otot-otot di leher tiroid,
kelenjar ludah, serta mukosa dan submukosa faring atau laring.
21

Pencekikan Terdapat
pendarahan pada lidah
akibat pencekikan
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

b. Fraktur, yang paling sering ditemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada
kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea
c. Memar atau robekan membrane hipotiroidea
d. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.
Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid,
kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring. Fraktur yang
paling sering kitatemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea,
kartilago krikoidea, dantrakea
e. Tanda Asfiksia :
 Darah lebih gelap & lebih encer
 Busa dalam saluran pernafasan
 Organ tubuh lebih berat, lebih gelap, pada pengirisan banyak keluar darah
d. Petekie pada :
 mukosa usus halus
 epikardium daerah aurikuloventrikular
 subpleura viseralis paru terutama pars diafragmatika dan fisura
interlobaris
 kulit kepala sebelah dalam terutama daerah temporal
e. Edema paru
22

D. Kematian Mendadak
1. Definisi
Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden
unexpected natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu
natural (alamiah, wajar). Mendadak di sini diartikan sebagai kematian yang
datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi.
Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak timbul gejala pertama.
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut didahului
oleh keluhan, gejala, dan terdapat saksi (apalagi bila saksinya adalah dokter,
misalnya di klinik, puskesmas atau rumah sakit) biasanya tidak akan menjadi
masalah kedokteran forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi tanpa
riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi
penyidik; apakah terkait unsur pidana di dalamnya. KUHAP pasal 133, 134, dan
135 memberi wewenang bagi penyidik untuk meminta bantuan dokter guna
mencari kejelasan sebab kematiannya.
Dalam menangani kasus kematian mendadak, autopsi disertai dengan
pemeriksaan histopatologik dan/atau toksikologi hampir selalu merupakan
keharusan. Diagnosis atau kesimpulan mengenai sebab kematian dapat dibagi
dalam tiga kelompok:
 Ditemukan kelainan organic yang derajat dan lokasinya dapat menjadi
penyebab kematian. Misalnya, infark miokard, apopleksi serebri.
 Ditemukan kelainan organic yang dapat menerangkan kematiannya, namun
tidak dapat ditunjukkan secara langsung sebagai penyebab kematian.
Misalnya, aterosklerosis berat, sirosis hepatis, kanker, keadaan hipotoni.
 Tidak ditemukan penyebab kematian, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
histopatologik, toksikologik, bakteriologik dan biokimiawi. Keadaan ini
dikenal dengan undetermined causes atau autopsi negatif.
23

Frekuensi kasus undetermined ini di dunia adalah 1-3%, sedangkan di Indonsia sukar
ditentukan karena banyak kasus yang tidak ditangani secara tuntas (penyidikan tidak
dilanjutkan).
2. Epidemiologi
Pada umumnya kasus kematian mendadak bervariasi antara 50–80 tahun,
dan yang terbanyak adalah pihak laki-laki mengingat motivasi kerja dan
bepergian. Di Indonesia sukar didapat insiden kematian mendadak yang
sebenarnya. Angka yang ada hanyalah jumlah kematian mendadak yang
diperiksa di Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Dalam tahun 1990, dari seluruh
2461 kasus, ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan (2%) kasus
kematian mendadak sedangkan pada tahun 1991 dari 2557 kasus diperiksa 228
laki-laki (8,9%) dan 54 perempuan (2,1%) (lihat table).
Tabel. Jumlah kematin mendadak pada laki-laki dan perempuan (1990-1991)
Tahun Jumlah seluruh Jumlah mati Jumlah kasus Jumlah
kasus mendadak laki-laki kasus
perempuan
1990 2461 277 (11.2%) 227 (9.2%) 50 (2%)
1991 2557 282 (11%) 228 (8.9%) 54 (2.1%)
Pada tahun-tahun terakhir ini, penyebab kematian tersering pada kasus
kematian mendadak adalah penyakit kardiovaskuler, penyakit jantung, hipertensi
(cardio vascular), dan penyakit-penyakit metabolisme antara lain diabetes
melitus dan hyperlipidemi (kolesterol, triglycerid) dan metabolisme protein
antara lain asam urat dan ureum. Maka pada usia tersebut di atas pada berbagai
instansi dilakukan check up terutama pada menjelang purna tugas. sedangkan
pada beberapa dekade yang lalu dilaporkan bahwa penyebab kematian tersering
adalah penyakit infeksi saluran pernafasan.
Sebagai perbandingan, dapat dilihat bahwa penyakit kardiovaskuler
ditemukan pada 61,6% dari 17.653 kasus kematian mendadak yang diperiksa
24

Hamburg dari tahun 1936 hingga 1964. Sedangkan Helpern dan Rabson
melaporkan sebesar 42% dari 2668 kasus.
Yang perlu diingat oleh dokter, dalam menghadapi kasus kematian
mendadak, terutama bila dokter tidak pernah merawat korban, maka sebaiknya
dokter jangan membuatkan surat keterangan kematian; kecuali jika ia yakin
bahwa kematian korban menurut pengetahuannya tidak disebabkan oleh tindakan
kekerasan. Pada kasus kecelakaan, yang berarti merupakan kematian yang tidak
wajar dan mungkin akan ada penuntutan, dokter jangan membuat surat
keterangan kematian. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan tubuh
mayat dengan teliti sekali. Jika ada kecurigaan setelah ia melakukan
pemeriksaan, maka pihak keluarga dianjurkan melapor kepada polisi dan
kemudian dibuatkan visum et repertumnya.
Sikap penyidik dalam kasus mati mendadak, penyidik harus melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Jangan mengajukan pertanyaan yang mendatangkan syok.
2. Tentukan keadaan sekitar korban dan memperkenalkan diri dengan semua
anggota keluarga.
3. Berusaha untuk mendapatkan informasi baik di dalam hal penyakit atau
perlukaan dari korban sebelum korban meninggal dunia.
4. Perhatikan tubuh korban :
a) Adakah tanda-tanda kekerasan atau perlawanan.
b) Adakah tanda-tanda keracunan.
c) Adakah tanda-tanda bahwa korban pernah mendapatkan perawatan atau
pengobatan.
25

Sebab Kematian adalah penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab


terhadap timbulnya kematian. Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik :- tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik : - suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi : - asam
- basa
- intoksikasi
Mekanisme Kematian adalah gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia
yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian :
1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme.
26

KEMATIAN
MENDADAK

Minta keterangan dari pihak keluarga,


teman dekat, atau polisi dan
melakukan pemeriksaan

TANYAKAN Hal-hal yg perlu Keadaan sekitar


diketahui dari korban
orang tentang
korban
Usia, Riwayat penyakit Morat-marit atau tidak Pintu terkunci

Keterangan mengenai Harta benda yang hilang


Apakah sedang
Korban diasuransikan atau tidak
kesehatan terakhir, Riwayat
bertengkar
Apakah didapatkan tanda2 kelainan pd
pengobatan (berobat ke mana) Apakah sehabis makan
korban
Tingkah laku yang aneh Apakah kedatangan tamu

MENYIMPULKAN KEMUNGKINAN KEMATIAN MENDADAK


Mati wajar karena penyakit  didapatkan penyakit pembuluh darah koroner (sehabis aktivitas
fisik, bertengkar).
Mati tidak wajar  didapatkan tanda-tanda kekerasan di tubuh

Gambar. Skema cara menangani kasus kematian mendadak

3. Macam-macam kematian mendadak


Yang termasuk kematian mendadak :
a. Kematian terjadi seketika
Contoh  teman bertamu, duduk, kemudian meninggal
b. Kematian tidak terduga
Contoh  seorang pasien nyeri perut dengan diagnosis gastritis akut
kemudian diperiksa dan ternyata meninggal
c. Kematian tidak diketahui penyebabnya
Contoh  orang ditinggal di rumah masih sehat kemudian keesokan harinya
meninggal
27

4. Penyebab kematian
Kematian mendadak yang disebabkan oleh penyakit (Unexpected Death
due to Natural Disease), pada seseorang terutama bila kematian tersebut terjadi
di tempat umum, seperti di hotel dan khususnya bila terjadi pada seorang
tersangka pelaku kejahatan atau seorang tahanan; merupakan peristiwa yang
sensitif sehingga perlu diselesaikan secara tuntas dan cepat.
Adapun penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara
mendadak adalah :
a. Penyakit pada sistem kardiovaskuler
Merupakan penyebab kematian mendadak yang tersering, khususnya
penyakit pada pembuluh darah koroner, baik hanya berupa penyempitan
maupun penyumbatan.
Penyakit jantung yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak
adalah peradangan, penyakit pada katup serta pecahnya batang nadi tubuh
(aorta) dimana pecahnya aorta sering dihubungkan dengan penyakit pada
pembuluh nadi jantung (miocard infark). Lebih dari 50% penyakit
kardiovaskuler adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner.
Urutan berikutnya adalah miokarditis, kelainan katup, refleks viserovagal,
hipersensitivitas carotid, sinkop vasovagal, ketidakseimbangan asam basa dan
elektrolit.
i. Penyakit jantung iskemik
Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan
(lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes
mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain.
Kematian lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Sklerosis ini
sering terjadi pada ramus desendens arteria koronaria sinistra, pada
lengkungan arteria koronaria dekstra. Lesi tampak sebagai bercak kuning-
putih (lipoidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebuk ke
lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau
28

ke dalam lumen. Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point
sudah cukup utnuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya
tidak semua kematian moroner disertai kelainan otot jantung.
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insulfisiensi
aliran darah. Insulfisiensi terjadi karena spasme dan/atau sumbatan akibat
sklerosis atau trombosis. Perlu dibedakan penggunaan istilah infark. Infark
miokard adalah pengertian patologik (gejala klinisnya bervariasi, bahkan
kadang tanpa gejala apapun), sedangkan infark miocard akut adalah pengetian
klinis (dengan gejala diagnosis tertentu).
Sumbatan pada ramus desendens a. koronaria kiri dapat mengakibatkan
infark di daerah septum bilik bagian depan septum bilik bagian epan, apeks
dan bagian depan dinding b ilik kiri. Seangkan ninfark pada dinding belakang
bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian arteri koronaria kanan. Gangguan
pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria kiri hanya mengakibatkan infark di
aerah samping-belakang dinding bilik kiri.
Kematian pada infark miokard dapat terjadi melalui mekanisme fibrilasi
ventrikel, asistol, rupture jantung dan emboli pulmonal massif. Infark dini
tampak sebagai daerah yang berwarna merah gelap atau hemoragik sedangkan
infark lama tampak kuning padat.
Mikroskopik jaringan iskemik memperlihatkan serat otot yang nekrotik,
bergelombang (wavy), eosinifilik, granulasi sitoplasma, membrane sel
mengabur, pola seran lintang menghilang, perubahan inti, fragmentasi dan
infiltrasi lekosit. Kelainan ini baru tampak jelas pada usia infark 8-12 jam.
Pemeriksaan histokimia terhadap enzim sitokrom oksidase dan enzim
suksinodehidrogenase dapat melihat infark yang berusia 1-2 jam. Serabut otot
ini kemudian akan digantikan oleh jaringan ikat pada fase berikutnya.
Jaringan parut baru tampak pada infark yang berusia 5 minggu hingga 3
bulan.
29

Infark yang berulang dapat mengakibatkan penggantian otot jantung dengan


jaringan ikat sehingga dinding jantung dapat menipis. Seangkan rupture jantung pada
umumnya justru terjadi pada infark yang pertama kali terjadi.
Tabel. Hasil analisa situasi pada saat kematian (Dotzauer dan Naeve)
Istirahat Pekerjaan Kerja fisik Stress psikis
sehari-hari
Sklerosis 651 663 155 128
Infark miokard 150 89 35 20
Thrombosis 93 76 44 16
tanpa infark
Ruptur 99 47 17 5

ii. Miokarditis
Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering terjadi pada
dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian mendadak hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik. Otot jantung harus diambil
sebanyak minimal 20 potongan dari 20 lokasi yang berbeda untuk pemeriksaan
ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak peradangan intersisial dan atau
parenkim, edema, perlemakan, nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis.
Infiltrasi lekosit berinti jamak dan tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas.
iii. Hipertoni
Hipertoni ditegakan dengan adanya hipertrofi otot jantung disertai dengan
tanda-tanda lain seperti:
1. Perbendungan atau tanda-tanda dekompensasi
2. Sklerosis pembuluh perifer serebral(2/3 kasus)
3. Status lakunaris pada ganglia basal
4. Sklerosis arteria folikularis limpa , dan
5. Arteriosklerosis ginjal
30

Hipertrofi jantung tersendiri belum dapat menjelaskan kematian, meskipun


dikatakan bahwa berat 500 gram adalah batas berat jantung yang disebut sebagai
berat kritis (critical weight). Hipertrofi jantung juga tidak selalu merupakan penyakit
(misalnya penyakit hipertensi menahun), tetapi dapat pula bersifat fisiologis, yang
dapat dijumpai sebagian atlet.
b. Penyakit pada sistem pernafasan
Penyakit pada sistem pernafasan yang tersering di Indonesia adalah
perdarahan akibat penyakit tuberkulosa/TBC, dimana darah tersebut menyumbat
saluran pernafasan. Oleh karena adanya perdarahan tersebut sering terjadi
kesalahan penafsiran, yaitu dikaitkan dengan adanya kekerasan.
Penyakit paru-paru lainnya yang juga dapat menyebabkan kematian
mendadak antara lain ialah : infeksi (pneumonia) asma bronkhiale,
bronkhiektasis serta penyakit diphteria.
c. Penyakit pada susunan saraf pusat
Penyakit pada susunan saraf pusat, yang sering adalah perdarahan
spontan yang disebabkan karena korban menderita penyakit darah tinggi, atau
perdarahan karena penyakit pengerasan pembuluh darah (arteriosklerosis).
Perdarahan spontan yang diakibatkan kedua keadaan tersebut terjadi didalam
otak/intra selebral.
Kematian dapat juga disebabkan karena terjadinya perdarahan di bawah
selaput lunak otak (perdarahan sub-arachnoid), secara spontan, oleh karena
pembuluh nadi menggembung setempat dan dapat pecah sewaktu-waktu,
khususnya bila korban melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Penyakit ini
biasanya menyerang anak muda, merupakan penyakit bawaan dan dikenal
dengan nama aneurysma berry.
d. Penyakit pada sistem gastrointestinal dan sistem uro-genitalis
Penyakit pada sistim gastrointestinal dan sistim uro-genitalis, penyakit
pada sistim gastrointestinal atau sistim pencernaan yang tersering menyebabkan
kematian mendadak adalah penyakit tukak lambung (maag), dimana
31

manifestasinya adalah muntah darah. Penyakit hati yang kronis (sirosis hepatis)
juga dapat menyebabkan perdarahan di lambung oleh karena terjadi
perbendungan pembuluh balik, dan kemudian pecah ke dalam lambung dan
akhirnya dimuntahkan.
32

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia


Mekanik, Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran
Forensik dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan, 2007.
5. Mohan S. Dharma, Dkk., Makalah Investigasi Kematian Dengan Toksikologi
Forensik FK, 2008, Tersedia di:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/11/investigasi-kematian-dengan-
toksikologi-forensik-files-of-drsmed.pdf., Diakses pada tanggal 29 September
2014.
6. Bionity Team. Asphyxia. 2009. Tersedia di:
http://www.bionity.com/en/encyclopedia/Asphyxia.html. Diakses Pada Tanggal
29 September 2014
7. World Health Organization. 2001. International Classification of Functioning,
Disability and Health.Geneva: World Health Organization.
8. Wujoso, Hari. 2000. Pola Penyakit Penyebab Kematian Medadak Di
Laboratorium Ilmu Kedokteran Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran
UNS Tahun 1990-1998. Surakarta : Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Anda mungkin juga menyukai