Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui

pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian tersebut. Dari kepustakaan yang ada, saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda - tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini karena tanda atau gejala yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, umur, kondisi fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan mayat, sebelumnya makanan maupun penyebab kematian itu sendiri. Dalam era ini dibutuhkan penentuan saat kematian secara tepat. Untuk itu akan telah dilakukan suatu penelitian dasar untuk mendapat suatu indikator bebas. Indikator ini akan dipakai untuk dasar kerja sebuah slat banal yang mampu mendeteksi perubahan yang hanya objektif dan akurat setelah kematian terjadi. Otak sebagai organ yang relatif terlindung maksimal dengan batok kepala diperkirakan mengalami proses kimiawi yang relatif cepat dan tidak dipengaruhi lingkungan. Proses kimiawi akibat terhentinya suplai zat asam / oksigen mengakibatkan jaringan otak yang sangat sensitif

terhadap kekurangan zat asam itu akan lebih cepat mengalami disintegrasi kimiawi, yang diamati melalui perubahan konduktivitas listrik yang terjadi. Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedoktera forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan. Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah selayaknya seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah satunya asfiksia. Dalam referat ini akan dibahas mengenai salah satu jenis dari asfiksia mekanik yaitu pencekikan (manual strangulation). Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi

berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik. Kasus asfiksia yang umum dijumpai salah satunya adalah pencekikan. Pencekikan menyebabkan penekanan dan penutupan pembuluh darah dan jalan napas oleh karena tekanan eksternal (luar) pada leher. Hal ini menyebabkan hipoksia atau anoksia otak sekunder menyebabkan perubahan atau terhentinya aliran darah dari dan ke otak. Dengan hambatan komplit pada arteri karotis, kehilangan kesadaran dapat terjadi dalam 10-15 detik.

BAB II PEMBAHASAN

II.1

Asfiksia

II.1.1 Terminologi Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari a yang berarti tidak, dan sphinx yang artinya nadi. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai tidak ada nadi atau tidak berdenyut. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya. Akibatnya sering menimbulkan kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lainnya. II.1.2 Definisi Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia. Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah: 1. Hipoksik hipoksia Dalam keadaan ini oksigen gagal masuk dalam sirkulasi darah. 2. Anemic hipoksia Yang tersedia tidak mampu membawa oksien yang cukup untuk metabolism dalam jaringan.

3. Stagnan hipoksia Suatu keadaan yang menggambarkan terjadinya suatu kegagalan dalam sirkulasi.

4. Histotoksik hipoksia Keadaan yang menggambarkan oksigen yang terdapat di dalam darah, oleh karena hal tertentu tidak dapat digunakan oleh jaringan, dibagi dalam 4 kelompok, antara lain : a. Histotoksik hipoksia ekstraselular Enzim pernapasan jaringan (cytochrom oxydase) mengalami keracunan. Misal: pada keracunan sianida dan CO. b. Histotoksik hipoksia periselular Oksigen tidak dapat masuk kedalam sel oleh karena terjadi penurunan permeabilitas membrane sel.Misal : pada keracunan eter dan chloroform. c. Substrate histotoksik hipoksia Bahan makanan (substrat) untuk metabolism yang efisien tidak cukup tersedia. Misal : Hipoglikemia d. Metabolik histotoksik hipoksia Hasil akhir dari pernapasan selular (end product) tidak dapat dieliminasi sehinga metabolism berikutnya tidak dapat berlangsung karena gangguan metabolism sel memakai oksigan. Misal : pada uremia dan keracunan gas CO2.

II.1.3 Angka Kejadian Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.

II.1.4 Etiologi Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar 1. Sebab wajar: Penyebab alamiah a. b. c. Penyakit sumbatan saluran napas (Misal laringitis difteri) Asma bronkhiale Reaksi anafilatik

d. Pneumotoraks e. Tumor laring 2. Sebab tidak wajar: a. Trauma mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak. b. Keracunan c. Bahan/zat yang menimbulkan depresi pusat pernapasan (Misal narkotika, barbiturat.) d. Trauma mekanik : udara dipaksa dengan kekerasan terhambat masuk ke jalan napas Strangulasi : - Gantung (hanging) - Pencekikan (manual strangulation) - Jeratan (strangulation by ligature) Sufokasi (suffocation) : Pembekapan (smothering) Penyumpalan/Kesedak (Choking & gagging) Tenggelam, (drowning) Asfiksia traumatik/Crush asphyxia (external pressure on the chest) Inhalasi gas lemas (inhalation of suffocation gasses)

II.1.5 Patofisiologi Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua golongan yaitu: 1. Primer ( akibat langsung dari asfiksia ) Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Bagian - bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel - sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Di sini sel - sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas. 2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada : a. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan ) b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru - paru c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (traumatic asphyxia ) d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

II.1.6 Stadium Asfiksia Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu : 1. Fase dispnu / sianosis Fase dispnu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat. 2. Fase konvulsi Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun. 3. Fase apnu Fase apnu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter. 4. Fase akhir / terminal / final Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

II.1.7 Pemeriksaan Otopsi Masa dari saat asfiksia sampai timbul kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4 - 5 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu

kematian akan lebih lama dan tanda - tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama. Pemeriksaan jenazah ( autopsi ) pada kasus - kasus asfiksia akan mamberikan gambaran: 1. Pemeriksaan luar a. Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung - ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Kematiaan biasanya disebabkan kegagalan kerja jantung yang disebabkan oleh tekanan mendadak pada leher. Mekanisme yang terjadi mirip dengan sinkop sinus yaitu misalnya mengenakan pakaian dengan kerah yang ketat yang dapat menyebabkan bradikardia dan hilangnya kesadaran. Tanda petekie dan hemoragis dan tanda lain terkadamg tidak diketemukan pada kematian asfiksia karena proses sirkulasi yang sangat cepat sehingga tidak memberi waktu yang cukup terjadinya tahapan asfiksia pada umumnya. b. Warna lebam mayat ( livor mortis ) merah - kebiruan gelap akan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah, sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya proses kematian. c. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang - kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

d. Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2, akibat tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik - bintik perdarahan yang dinamakan sebagai tardeous spot. 2. Pemeriksaan dalam a. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian. b. Busa halus di dalam saluran pernafasan c. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah d. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fissura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis e. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia f. Kelainan - kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid ( pleksus vena submukosa dengan dinding tipis )

10

II.2

Manual Strangulation

II.2.1 Definisi Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

Gambar.1 Contoh manual strangulation dengan menggunakan 1 tangan dan pelaku berada dari arah depan korban 2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. 3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Gambar.2 Contoh cara manual strangulation dengan menggunakan lengan.

11

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut mugging

II.2.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu: 1. Asfiksia 2. Iskemia 3. Vagal reflex

II.2.3 Cara Kematian pada Pencekikan Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu: 1. Pembunuhan (hampir selalu). 2. Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Gambar.3

Salah satu situasi dimana bisa saja terjadi kecelakaan strangulasi

12

II.2.4 Gambaran Postmortem Pencekikan 1. Pemeriksaan Luar: Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain: a. Tanda asfiksia. Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap. b. Tanda kekerasan pada leher. Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari perhatian kita.

Gambar. 4

Terdapat luka bekas kuku atau ujung-ujung jari pada leher korban

13

Gambar.5

Terdapat gambaran bekas jari-jari tangan pada leher korban

c. Tanda kekerasan pada tempat lain. Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan. 2. Pemeriksaan Dalam: Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu: Perdarahan atau resapan darah. Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring. Fraktur. Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea. Memar atau robekan membran hipotiroidea. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

14

Gambar. 6

Gambaran pemeriksaan dalam pada leher korban manual strangulation

15

BAB III KESIMPULAN

III.1

Pencekikan (Manual Strangulasi) Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher

korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban. Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut mugging.

III.2

Etiologi Kematian pada Pencekikan

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu : Asfiksia Iskemia Vagal reflex

III.3

Cara Kematian pada Pencekikan

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu Pembunuhan (hampir selalu). Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

16

III.4

Gambaran Postmortem Pencekikan

1. Pemeriksaan Luar: Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain : Tanda asfiksia. Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap. Tanda kekerasan pada leher. Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari perhatian kita. Tanda kekerasan pada tempat lain. Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan. 2. Pemeriksaan Dalam Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu : Perdarahan atau resapan darah. Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa & submukosa pharing atau laring.

17

Fraktur. Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

Memar atau robekan membran hipotiroidea. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

18

Daftar Pustaka

Rizsa,. Asfiksia, 2012, Diakses dari Blog pada http://www.WordPress.com Kathryn Laughon,. Model of Physiology of Manual Strangulation, Charlottesville, 2007. Diakses dari http://www. klc6e@virginia.edu

Arnold Edwar. The Pathology Of Trauma, Chapter XVI. British Library Cataloguing. USA. 1993. Diakses dari http://www.Google.com

Leonardo,.

Asfiksia

Forensik,

2012.

Diakses

dari

Blog:

http://www.pewarta-

kabarindonesia.blogspot.com/ Muhammad al-Fatih,. Asfiksia, Kendari, 2010, Diakses dari http://

www.klinikindonesia.com Muhammad al-Fatih,. Pencekikan (Manual Strangulasi), Makasar, 2011, Diakses dari http:// www.klinikindonesia.com

19

Anda mungkin juga menyukai