Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

TANDATANDA ASFIKSIA

Oleh :
ADETYA SILVIANI
N 111 12 029

Pembimbing
dr. ANNISA ANWAR MUTHAHER, S.H, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
MARET
2014

1
BIODATA

Nama : Adetya Silviani


NIM : N 111 12 029
TTL : Palu, 29 desember 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Banteng III No. 25 Palu
Agama : Hindu
No. Telp : 085756334244
Angkatan Koass : Tahun 2012
Nama Orang Tua
Ayah : I Ketut Muja, SE
Ibu : Eirene Paulina S
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : Pegawai Swasta
Ibu : Ibu Rumah Tangga
No. Telp. Orang tua
Ayah : 081355008899
Ibu : 085248000489

Palu, 19 Maret 2015

Tanda Tangan

Adetya Silviani

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang

melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.

Perubahan itu akan tejadi dengan mulai terhentinya suplai oksigen.

Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit atau beberapa jam.(1)

Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik

menegakkan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan

beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.(1)

Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-

tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa

hal diantaranya umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun

penyebab kematian itu sendiri.(1)

Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara

pernafasan yang mengakibatkan terjadinya gangguanya gangguan pertukaran udara

pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang yang sering dikenal dengan

istilah asfiksia.(1)

Asfiksia dapat diberi batasan secara umum sebagai berbagai macam keadaan

dimana pertukaran udara pernapasan yang normal terganggu. Dua penyebab utama

dari asfiksia, yaitu oleh karena terjadinya obstruksi pada saluran pernapasan dan oleh

3
karena terhentinya sirkulasi; pada kedua keadaan tersebut terjadi reduksi oksigen

dalam darah (hipoksia) dan elevasi karbon dioksida (hypercapnue).(2)

Asfiksia yang diakibatkan oleh adanya obstruksi pada saluran pernapasan

disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis ini yang paling sering dijumpai di dalam

kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia, misalnya obstruksi

saluran pernapasan, kompresi pembuluh darah leher, perangsangan langsung terhadap

sinus karotikus, perubahan biokimiawi dan sirkulasi, seperti yang terjadi pada

tenggelam.(3)

Pada berbagai kasus asfiksia, ditemukan tanda-tanda kematian yang berbeda.

Hal ini sangat tergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami

lebih lanjut tanda-tanda asfiksia tersebut.(4)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asfiksia

2.1.1. Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya

gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah

berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida

(hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan

oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.(5)

2.1.2. Etiologi

Dari segi etiologi, afsiksia dapat disebabkan oleh hal berikut :

1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran

pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan

pergerakan paru seperti fibrosis paru.

2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya

trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak,

pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas

dan sebagainya.

3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan

misalnya barbiturate, narkotika.

5
2.1.3. Fisiologi

Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal

untuk dapat melangsungkan metabolism secara efisien. Dahulu untuk

keadaan ini digunakan istilah anoksia.

Secara fisiologi, bentuk hipoksia dapat dibedakan atas :(3)

1. Hipoksik-hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi

darah.

2. Anemik-hipoksia

Di mana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup

untuk metabolisme dalam jaringan. I n i d i d a p a t i p a d anemia berat

dan perdarahan yang tiba-tiba.(4)

3. Stagnant-hipoksia

Di mana oleh karena suatu keadaan terjadi kegagalan sirkulasi. Tidak

lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa

terjadi karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan

ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. (4)

4. Histotoksik-hipoksia

Suatu keadaan di mana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena

sesuatu hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.

6
Dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

Histotoksik-hipoksia ekstraselular.

Enzim pernapasan jaringan menderita keracunan, misalnya pada

keracunan sianida dan pada keracunan CO.

Histotoksik-hipoksia periselular

Oksigen tidak dapat masuk ke dalam sel karena terjadi

penurunan permeabilitas membran sel, misalnya pada

keracunan eter atau keracunan kloroform.

Substrate histotoxic hypoksia

Dalam keadaan ini bahan makanan untuk metabolisme yang

efisien tidak cukup tersedia.

Metabolite histotoxic hypoxia

Dalam keadaan ini hasil akhir (end product), dari pernapasan

selular tidak dapat dieliminasi, sehingga metabolisme

berikutnya tidak dapat berlangsung, misalnya pada keadaan

uremia dan keracunan gas CO2.

2.1.4. Patofisiologi Asfiksia

Kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu : (6)

1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung

pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap

kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih

7
banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan

terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat

pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia.

Sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan

pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan

yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau

primer tidak jelas.

2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari

tubuh)

Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang

rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan

vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan

tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan

kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada :

Penutupan mulut dan hidung (pembekapan)

Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan,

pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada

tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-

paru.

8
Gangguan gerakan pernapasan karena terhimpit atau berdesakan

(Traumatic asphyxia).

Penghentian primer dari pernapasan akibat kegagalan pada

pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa

bentuk keracunan.

9
2.1.5. Gejala

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat

dibedakan dalam 4 fase, yaitu (5)

1. Fase dispnea

Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2

dalam plasma akan merangsang pusat pernapaan di medula oblongata,

sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi

cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis

terutama pada muka dan tangan.

2. Fase konvulsi

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap

susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-

mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan

akhirnya timbul spasme opistotonik.

Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga

menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi

dalam otak akibat kekurangan O2.

3. Fase apnea

Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah

dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter

dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.

10
4. Fase akhir

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti

setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil paa leher. Jantung

masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sanga

bervariasi. Umumnya berkisar 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih

kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila

tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda

asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.(4)

2.1.6. Tanda Asfiksia pada pemeriksaan Jenazah

Pada kematian yang terjadi karena adanya penekanan pada daerah leher

dan pada obstruksi saluran pernapasan, dapat ditemukan tanda sebagai

berikut :(3,5)

Sianosis

Dapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung jari dan bibir di mana

terdapat pembuluh darah kapiler; sianosis ini mempunyai arti bila

keadaan mayat masih baru. Jika pemeriksaan dilakukan setelah 24 jam

post-mortal, sianosis disini biasanya merupakan perubahan postmortal

sehingga tidak mempunyai arti diagnostik.

11
Sianosis Pada Kuku

Kongesti

Kongesti atau pembendungan yang sistematik dan kongesti pada paru-

paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri klasik

pada kematian karena asfiksia.

Tetap cairnya darah

Pada setiap kematian yang cepat, darah akan tetap cair, salah satu

keadaan tersebut terdapat pada asfiksia; walaupun nilainya masih

dipertentangkan, darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan

aktivitas fibrinolisin. (Pendapat lain: dihubungkan dengan faktor

pembekuan yang ada diekstravaskular dan tidak sempat masuk ke

dalam pembuluh darah karena cepatnya proses kematian).

12
Edema pulmonum

Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru, tidak banyak berarti

di dalam kaitannya dengan kematian karena obstruksi saluran

pernapasan oleh karena keadaan ini dapat terjadi pada berbagai macam

keadaan, jadi tidak khas.

Perdarahan berbintik (petechial haemorrhagea Tardius spot)

Keadaan ini mudah dilihat pada tempat di mana struktur jaringannya

longgar, seperti pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain,

serta pada permukaan jantung dan paru-paru.pada kasus yang hebat

perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit, khususnya di daerah

wajah.

Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah

konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya

tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam

vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel

kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan

pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai

Tardieus spot.

13
Tardieus spot Bintik Perdarahan pada jantung

Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap

Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat.

Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas

fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah

mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan

cepatnya proses kematian.

Lebam Mayat

14
Busa Halus

Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat

peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi

selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang

cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-

kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

Patahnya tulang lidah dan rawan gondok

Patahnya tulang lidah dapat terjadi melalui dua mekanisme :

1. Tekanan atau kompresi langsung dari arah lateral pada tulang

lidah, seperti halnya pada kasus pencekikan.

2. Tekanan yang tidak langsung, yaitu ke arah bawah atau ke arah

samping pada rawan gondok; atau tekanan pada daerah antara

tulang lidah dan rawan gondok, hal ini yaitu patahnya tulang lidah

secara tidak langsung dimungkinkan karena tulang lidah terfiksasi

dengan kuat pada otot di permukaan atas dan depan.

Patahnya rawan gondok pada bagian kornu superior disebabkan

oleh traksi pada jaringan ikat yang menghubungkan tulang lidah

dengan rawan gondok (ligamentum tirohioid).

15
Perdarahan faring

Perdarahan submukosa yang luas pada faring terutama pada bagian

dorsal dari krikoid; merupakan trauma langsung bagian tersebut

dengan bagian depan dari tulang servikal; perdarahan tersebut

dimungkinkan karena pleksus vena di daerah ini berdinding tipis,

sehingga bila terjadi kongesti hebat, pembuluh tersebut pecah dan

terjadi perdarahan.

16
BAB III

KESIMPULAN

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan

pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)

disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea).

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan

menjadi 4 fase, yaitu : fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa

dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya

berkisar 4-5 menit.

Pada kematian yang terjadi karena asfiksia dapat ditemukan tanda sebagai

berikut: Sianosis, kongesti, tetap cairnya darah, edema pulmonum, perdarahan

berbintik (petechial haemorrhagea Tardius spot), warna lebam mayat merah-

kebiruan gelap, busa halus pada saluran pernapasan, patahnya tulang lidah dan rawan

gondok, perdarahan submukosa yang luas pada faring.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Idries A., Tjiptomartono A., Asfiksia, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik

dalam Pross Penyidikan, Sagung Seto, Jakarta: 2010.

2. Idries A, Asfiksia & Penjeratan, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa

Aksara, Tanggerang Selatan.

3. Litan A., Valentina F., Billy I., et al., Asfiksia, Referat Ilmu Kedokteran Forensik

Dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro, Semarang: 2012

4. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S., et al., Kematian akibat Asfiksia

Mekanik, Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta:1997

5. Brahmana A., Siregar E., Asfiksia, Makalah Ilmiah, Departemen Ilmu

Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, Medan: 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai