Anda di halaman 1dari 139

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia memiliki tujuan utama dalam bidang kesehatan

sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu

untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program

pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan

adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan

mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia (Kemenkes, 2011).

Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan

manusia. Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Bab I pasal 1

telah dinyatakan bahwa Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis. Mengingat pentingnya kesehatan bagi

manusia, pemerintah telah banyak melahirkan program-program kesehatan

dengan tujuan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Salah satunya adalah

Program Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA).

1
2

Kesepakatan global dituangkan dalam “Millenium Development Goals

(MDGs)” yang terdiri dari 8 tujuan, 20 target, dan 60 indikator, menegaskan

bahwa tahun 2015 setiap Negara harus berupaya menurunkan Angka Kematian

Bayi (AKB) dan meningkatkan Kesehatan Ibu. Dengan mengacu pada

indikator masing-masing tujuan dalam MDG’s yang telah diadopsi oleh 189

Negara pada bulan September 2000 (Bappenas, 2013).

Menurut WHO 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat

persalinan dan jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih

tergolong tinggi diantara negara-negara ASEAN (Association of South East

Asian Nations) lainnya. AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran

hidup, jika dibandingkan AKI singapura adalah 6/100.000 kelahiran hidup,

AKI Malaysia mencapai 160/ 100.000 kelahiran hidup. Bahkan AKI Vietnam

sama seperti Negara Malaysia, sudah mencapai 160/ 100.000 kelahiran hidup,

Filipina 112/100.000 kelahiran hidup, Brunei 33/ 100.000 kelahiran hidup

(Depkes RI, 2010).

AKI dan AKB merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Namun

masalah kematian ibu dan anak di Indonesia masih merupakan masalah besar.

Dengan demikian, Program KIA merupakan salah satu prioritas Kementerian

Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025.

Tingginya AKI dan AKB di Indonesia membuat pemerintah menempatkan

program KIA sebagai program prioritas dalam pembangunan kesehatan.

Berdasarkan data SDKI, AKI pada tahun 2007 yakni 228/100.000 kelahiran
3

hidup. Jumlah tersebut pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi

359 per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2013).

Di Sulawesi Tenggara AKI dan AKB masih tinggi yang dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi, gizi,

kesehatan lingkungan dan lain sebagainya. AKI Di Sulawesi Tenggara

berkisar 300/100.000 KH sedangkan AKB sebesar 28/1000 KH. AKB di

Sulawesi Tenggara berturut-turut sejak tahun 2009 sampai 2011 cenderung

mengalami peningkatan yaitu sebesar 12, 14, dan 27 kematian tiap 1000

kelahiran hidup. Sementara AKI berturut-turut pada tahun 2010 dan 2011 juga

mengalami peningkatan yaitu 200 dan 300 kematian tiap 100.000 kelahiran

hidup (Profil Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara

tentang cakupan K1 dan K4 pada Tahun 2011-2012 menunjukkan bahwa

Cakupan K1 mengalami penurunan yakni dari (99,5%) tahun 2011 menjadi

(91,26%) pada tahun 2012, penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya penentuan sasaran yang tidak konsisten, dan adanya perubahan-

perubahan tentang Defenisi Operasional dalam pencatatan dan pelaporan.

Sedangkan trend cakupan K4 tahun 2011 (80,06%) dan tahun 2012 (80,36%).

(Profil Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012).

Distribusi cakupan K1 dan K4 menurut kabupaten/kota tahun 2012

ditunjukkan K1 tertinggi (100 %) di Kota Kendari dan di Kabupaten Bombana

(97,98 %) disusul Kabupaten Kolaka sebesar (97,50%). Ketiga Kabupaten

tersebut jika dilihat dari target K1 yaitu 97 % sudah melebihi target. Sedangkan
4

untuk cakupan pelayanan K1 terendah adalah di Kabupaten Konawe (73,66%)

kemudian menyusul Kabupaten Kolaka Utara (79,58%) dan Kota Bau-Bau

(79,61%). Cakupan pelayanan K4 tertinggi adalah Kota Kendari (97,34%)

kemudian disusul Kabupaten Bombana (93,41%) dan persentase cakupan

pelayanan K4 terendah adalah Kabupaten Konawe (63,80%) berikut

Kabupaten Kolaka Utara (69,37%) (Profil Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara,

2012).

Berdasarkan laporan yang ada pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe,

Presentase kunjungan pelayanan K1 di Kabupaten Konawe tahun 2012 sebesar

5.272 atau (79 %) dengan jumlah sasaran ibu hamil sebesar 6.701 Cakupan ini

masih rendah diabandingkan sasaran target Program KIA Dinkes Konawe

sebesar (94%). Dan berdasarkan data Dinkes Konawe 2013 menunjukkan

bahwa cakupan Pelayanan K-1 terdapat 3 Puskesmas yang mencapai diatas

target Kabupaten (94%), yaitu : Puskesmas Lampeapi (119%), Anggaberi

(114%), dan lampeapi (104%). Adapun puskesmas yang tidak mencapai target

diantaranya adalah Kapoiala (51%). (Profil Dinkes Konawe, 2013).

Presentase kunjungan pelayanan K4 di Kabupaten Konawe tahun 2013

sebesar 66 % dengan jumlah kunjungan sebesar 4.386 orang, sedangkan jumlah

sasaran ibu hamil sebesar 6.701. Cakupan ini masih rendah diabandingkan

sasaran target Program KIA Dinkes Konawe sebesar (88%). Berdasarkan data

dinkes konawe pada tahun 2013 menunjukkan bahwa cakupan Pelayanan K-4

terdapat 2 Puskesmas yang mencapai diatas target Kabupaten (88%), yaitu :

Puskesmas Anggaberi (117%), Abuki (91%), angka tersebut sangat signifikan


5

dan melampaui angka 100%. Sedangkan cakupan Pelayanan K-4 yang tidak

mencapai target yakni Puskesmas Kapoiala (48%) (Profil Dinkes Konawe,

2013).

Pada tahun 2012 Persentase Pencapaian Program KIA di Puskesmas

Kapoiala tidak mencapai target, dimana cakupan K1 hanya (51% ) dan K4

(50%), dan pada tahun 2013 mengalami penurunan yakni cakupan K1 hanya

(51%) dan K4 (48%). Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa puskesmas

kapoiala merupakan puskesmas yang pencapaian target program KIA terendah.

Hal ini menggambarkan bahwa Puskesmas kapoiala masih memiliki masalah

mengenai penerapan fungsi manajemen dalam memberikan pelayanan

kesehatan khususnya pelayanan KIA. Keadaan ini sangat memprihatinkan,

dengan alasan keterbatasan dana serta sumber daya tenaga pengelola program

KIA, tenaga profesional, sarana pelayanan, Standar Operasional Prosedur

(SOP) (Profil puskesmas Kapoiala, 2013)

KIA harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak khususnya

pemerintah mengingat AKI dan AKB masih tinggi. Salah satu hal penting yang

mesti mendapat perhatian dalam menurunkan AKI dan AKB adalah

manajemen KIA yang baik dan intensif. Berdasarkan hasil wawancara

Berdasarkan hasil wawancara dalam pengambilan data awal dipuskesmas

kapoiala dengan penanggung jawab program KIA Puskesmas Kapoiala

menunjukkan bahwa kunjungan antenatal care baik K1 maupun K4 oleh

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala masih rendah dibandingkan

target/sasaran yang ingin dicapai dengan alasan keterbatasan dana, sarana dan
6

prasarana, sumber daya misalnya tenaga tenaga profesional pengelola program

KIA, serta sistem manajemen belum dilaksanakan secara maksimal.

Program dan aktivitas kesehatan ibu dan anak membutuhkan manajemen

yang baik karena: orang-orang membutuhkan pelayanan kesehatan yang

terbaik; pelayanan kesehatan harus dalam jangkauan semua komunitas,

terutama mereka yang paling membutuhkan, ketika mereka memerlukan

pelayanan kesehatan; masalah KIA merupakan masalah besar dan sering

terjadi; pencapaian secara ilmiah perlu diterjemahkan ke dalam program dan

aktivitas; dan sumber penghasilan yang terbatas, anggaran keuangan yang

kecil, kinerja manusia yang jarang atau membutuhkan pembangunan dan

teknologi yang diperbaharui. tujuan dan sasaran program KIA hanya bisa

dicapai jika manajemennya baik. (WHO, 1997)

Dalam pelaksanaan operasionalnya, Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) haruslah didukung oleh penerapan fungsi manajemen kesehatan

yang baik pula. Pimpinan suatu organisasi pelayanan kesehatan, dalam hal ini

pimpinan Puskesmas, haruslah mampu menerapkan prinsip-prinsip

manajemen, terampil melakukan analisis masalah, baik itu masalah program

ataupun masalah kesehatan masyarakat, sebelum merencanakan kegiatan

sebuah program kesehatan (perencanaan), mendelegasikan wewenang dan

membagi tugas-tugas pokoknya kepada staf yang dipimpinnya

(pengorganisasian), mengembangkan motivasi staf sesuai dengan peranannya

masing-masing (pelaksanaan), dan mampu mengukur kemajuan yang sudah

dicapai oleh staf dalam melakukan tugasnya masing-masing dan memberikan


7

bimbingan, bila diketahui ada penyimpangan (pengawasan). Serta mampu

mengkaji tingkat produktifitas, efisiensi dan efektifitas program yang sudah

dicapai oleh organisasinya secara menyeluruh (evaluasi) (Hasibuan, 2007).

Mengingat pentingnnya manajemen dalam Program KIA, maka saya

tertarik melakukan penelitian dengan judul Studi Manajemen KIA Di

Puskesmas Kapoila Kecamatan Kapoila Kabupaten Konawe Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah bagaimana gambaran Manajemen Pelayanan KIA Di

Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe Tahun 2014.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mendeskripsikan manajemen pelayanan KIA di Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe ditinjau dari fungsi Perencanaan,

Pengorganisasian, Pelaksanaan, Pengawasan dan Evaluasi tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

1) Bagaimana fungsi perencanaan terhadap pelayanan KIA di Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.

2) Bagaimana fungsi pengorganisasian terhadap pelayanan KIA di

Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.

3) Bagaimana fungsi pelaksanaan terhadap pelayanan KIA di Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.


8

4) Bagaimana fungsi pengawasan terhadap pelayanan KIA di Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.

5) Bagaimana fungsi evaluasi terhadap pelayanan KIA di Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Sebagai sumber informasi tentang gambaran manajemen pelayanan

KIA di Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.

2. Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan masukan bagi pimpinan Puskesmas yang menjadi objek

penelitian dalam menerapkan pelaksanaan fungsi manajemen pelayanan

kesehatan dipuskesmas dalam penyelenggaraan program-program kesehatan

diwilayah kerja Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe tahun 2014.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai bahan belajar dalam mengembangkan diri guna meningkatkan

pengetahuan dan wawasan penulis, khususnya dalam penerapan fungsi

manajemen pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe

tahun 2014.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum guna menambah

pengetahuan serta kesadaran akan pentingnya KIA.


9

E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian

1. Ruang lingkup lokasi penelitian hanya terbatas pada Petugas Pelayanan KIA

dan orang-orang yang terlibat didalam pengelolaan program KIA

dipuskesmas kapoiala.

2. Ruang lingkup variabel penelitian hanya terbatas pada Fungsi manajemen

Puskesmas yaitu Perencanaan (planning), Pengorganisasian (organizing),

Pelaksanaan (Actuating), Pengawasan (Controling), dan Evaluasi

(Evaluation).

F. Definisi Istilah dan Glosarium

Manajemen adalah suatu proses atau langkah kerja yang melibatkan

bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan

organisasional atau maksud yang nyata manajemen adalah suatu ilmu atau seni

tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan

rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditepakan sebelumnya

(George R. Terry).

G. Organisasi/ Sistematika

Proposal ini berjudul “Studi Manajemen Pelayanan Kesehatan Ibu dan

Anak Di Puskesmas Kapoila Kecamatan Kapoila Kabupaten Konawe Tahun

2014” yang dibimbing oleh La Ode Ali Imran Ahmad, SKM., M.Kes

(Pembimbing I) dan Ambo Sakka, SKM,.M.A.R.S (Pembimbing II) serta tim

penguji oleh Dr. Nani Yuniar, S.Sos., M.Kes (Penguji I), Devi Savitri

Effendy, SKM,. M.Kes (Penguji II) dan Sriyana Herman, SKM., M.Kes

(Penguji III).
10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Dan Konsep

1. Tinjauan Umum Tentang Manajemen

Menurut G.R Terry manajemen adalah suatu proses atau langkah kerja

yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang

kearah tujuan organisasional atau maksud yang nyata manajemen adalah

suatu ilmu pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang di inginkan.

Sedangkan menurut Wins Low Taylor manajemen adalah suatu percobaan

yang sungguh-sungguh untuk menghadapi setiap persoalan yang timbul

dalam pimpinan perusahan dan organisasi lain atau setiap sistem kerja sama

manusia dengan sikap dan jiwa dengan menggunakan alat-alat perumusan,

analisis pengukuran percobaan dan pembuktian (Hasibuan, 2007).

Manajemen merupakan bidang ilmu yang sangat penting dalam

organisasi. Manajemen tidak hanya dibutuhkan dalam dunia bisnis semata

tetapi dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisir dan dalam

semua tipe organisasi. Manajemen berasal dari bahasa Inggris

“management” dengan kata kerja to manage yang secara umum berarti

mengurusi. Dalam arti khusus manajemen dipakai bagi pimpinan dan

kepemimpinan, yaitu orang-orang yang melakukan kegiatan memimpin

disebut “manajer”. Menurut Brech dalam Sriatmi (2008), “Management is

a social process, the process consists of: planning, control, coordination &

motivation”. Dapat diartikan bahwa manajemen adalah sebuah proses sosial,

10
11

proses yang terdiri dari perencanaan, pengawasan, koordinasi dan motivasi.

Menurut beberapa ahli, manajemen dapat pula diartikan sebagai berikut.

1. Manajemen menurut encyclopedia of the social sciense adalah suatu

dimana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.

2. Manajemen menurut Haiman adalah fungsi untuk melakukan sesuatu

melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk

mencapai tujuan bersama.

3. Manajemen menurut George R. Terry adalah pencapaian tujuan yang

ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain.

4. Manajemen menurut Kusnadi adalah kerja sama dua orang atau lebih

guna mencapai tujuan bersama dengan cara seefektif dan seefisien

mungkin.

(Alamsyah, 2011).

Berdasarkan defenisi manajemen diatas, dapat ditarik beberapa intisari

mengenai manajemen, yaitu yang pertama, adanya tujuan yang ingin

dicapai; kedua, tujuan yang ingin dicapai dengan mempergunakan kegiatan

orang lain; ketiga, kegiatan-kegiatan orang lain tersebut harus dibimbing

dan diawasi; keempat, adanya kerjasama antara manusia yang satu dan yang

lainnya. Serta dapat disimpulkan secara umum bahwa manajemen adalah

usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.

Manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana mengguanakan

sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan
12

organisasi yang telah ditepakan sebelumnya. Secara umum fungsi-fungsi

manajemen terdiri dari:

a. Perencanaan (Planning)

Menurut Le Breton (1980) dalam azwar (1996) adalah pekerjaan

yang menganut penyusunan konsep serta kegiatan yang dilaksanakan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetpkan demi masa depan yang baik.

Perencanaan meliputi proses kegiatan usaha yang terus menerus secara

meneyeluruh dari penyususnan suatu program kegiatan, pelaksanaan,

pengawasan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan.

Berdasarkan pengertian perencanaan pada umumnya, maka

perencanaan kesehatan pada khusussnya, dapat diartikan sebagai suatu

usaha untuk merinci kegiatan-kegiatan upaya kesehatan untuk

memamnfaatkan alokasi sumber daya dalam rangka pencapaian tujuan

kesehatan masyarakat yang dikehendaki, dalam periode tertentu pada

masa akan datang. Dengan demikian perencanaan tingkat puskesmas

dapat disebut sebagai suatu proses kegiatan yang sistematis untuk

menyusun dan mempersiapkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

puskesmas pada tahun berikutnya untuk meningkatkan cakupan dan mutu

pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mengatasi masalah

kesehatan setempat (Azwar, 1996).

Pada saat menyusun suatu perangkat perencanaan yang berfungsi

secara lancar, penting untuk menentukan secara jelas peran setiap

anggota tim perencana namun dalam hal ini diperlukan untuk


13

menentukan tanggung jawab yang jelas dan hubungan anatara perencana

profesional dengan berbagai kelompok dari individu lain yang harus

dilibatkan dalam proses perencanaan (Muninjaya, 2004).

Sebelum menyusun perencanaan data dan informasi yang akurat

perlu dipersiapkan dengan baik. Data dan informasi diperoleh dari hasil

pencatatan dan pelaporan puskesmas juga dapat diperoleh dari lintas

sektor seperti data potensi kependudukan dan keadaan wilayah

termaksud sarana dan prasarana wilayah. Data dan informasi diupayakan

yang terbaru, lengkap dan akurat serta berasal dari sumber yang dapat

dipercaya (Muninjaya, 2004).

Menurut Maidin (1996) bahwa perencanaan kesehatan pada

dasarnya suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah yang

berkesinambungan (sequential). Langkah-langkah tersebut secara

sistematis adalah sebagai berikut:

1. Analisis keadaan dan masalah (analisis situasi)

2. Perumusan masalah secara spesifik

3. Penentuan prioritas masalah

4. Penentuan tujuan

5. Penentuan alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan

6. Memilih alternatif terbaik

7. Manguraikan alternatif terbaik menjadi rencana operasional

8. Menyususn rencana sumber daya untuk pelaksanaan rencana kegiatan


14

Langkah-langkah tersebut sifatnya “sequential” artinya sesuatu

langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah yang mendahuluinya

terlaksana. Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam

manajemen karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen

lainnya. Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi

manajemen secara keseluruhan. Tanpa adanya fungsi perencanaan, tidak

mungkin fungsi manajemen lainnya akan dilaksanakan dengan baik.

Menurut Drucker (1973) dalam Azwar (1996), perencanaan adalah

suatu proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan

keputusan yang bersifat pokok dan penting yang akan dilaksanakan

secara sistematis, melakukan perkiraan-perkiraan dengan

mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan,

mengorganisir secara sistematik segtala upaya yang dipandang perlu

untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan serta

mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan

membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan

melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun

secra teratur dan baik. Apabila perencanaan telah selesai dilaksanakan,

hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah fungsi pengorganisasian

(Organizing).

Perencanaan pelayanan KIA adalah sebuah proses untuk

merumuskan masalah-masalah KIA yang akan dilaksanakan dimasa yang

akan datang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, serta pemantauan


15

dan penilaian atas perkembangan hasil pelaksanaan yang dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu sebelum

merencanakan pelayanan KIA harus dilakukan:

1. Analisis situasi

2. Mengidentifikasi masalahnya serta menentukan prioritasnya

3. Menetapkan tujuannya

4. Mengkaji hambatan dan kelemahannya

5. Menyusun rencana kerja operasional

Dengan adanya perencanaan KIA yang baik maka akan

memudahkan petugas KIA untuk mencapai tujuan yang telah diitetapkan,

serta mengurangi atau menghilangkan jenis hambatan yang akan

dihadapi.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan,

menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan

tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh

pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi

(Muninjaya, 2004).

Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen yang juga

mempunyai peranan penting seperti halnya perencanaan. Melalui fungsi

pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi

(manusia dan yang bukan manusia) akan diatur penggunaanya secara


16

efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

diterapkan.

Bedasarkan definisi tersebut diatas, fungsi pengorganisasian

merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua

kegiatan yang ada kaitannya dengan personil, finansial dan tata cara

untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama.

Seangkan yang dimaksud dengan pengorganisasian pelayanan kesehatan

ibu dan anak adalah langkah untunk menggolongkan/ menetapkan tugas-

tugas pokok, mendelegasikan wewenang masalah-masalah kesehatan ibu

daan anak dengan kata lain pengorganisasian adalah pengkoordinasian

kegiatan-kegiatan KIA yaang akan dilakukan suatu instansi guna

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh didalam

pengorganisasian pelayanan KIA antara lain:

1. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf/petugas KIA

2. Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok

3. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam suatu kegiatan-kegiatan

praktis (elemen kegiatan).

4. Menetapkan kewjiban yang harus dilaksanakan oleh petugas KIA dan

menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

5. Mendelegasikan wewenang.

Dengan adanya pengorganisaisan pelayanan KIA yang baik maka

kita bisa memperoleh manfaat diantaranya:


17

1. Ada pandangan yang digunakan sebagai panduan kerja petugas KIA

2. Manajer atau pimpinan melimpahkan wewenang kepada stafnya

sesuai dengan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka.

3. Pemanfaatan fasilitas fisik harus diatur dan diarahkan semaksimal

mungkin untuk membantu petugas guna mencapai tujuan.

Setelah perencanaan (Planning) daan pengoranisasian

(Organizing) selesai dilakukan maka selanjutnya yang perlu ditempuh

dalam pekerjaan administrasi adalah mewujudkan rencana (Plan)

tersebut dengan mempergunakan organisasi (Organization) yang

terbentuk menjadi kenyataan. Ini berati rencanan tersebut dilaksanakaan

(Implementating) dan atau diaktuasikan (Actuating).

c. Pelaksanaan (Actuating)

Fungsi pelaksanaan ini adalah proses bimbingan kepada staf agar

mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas

pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, dan dukungan

sumber daya yang tersedia. Dibutuhkan kejelasan komunikasi,

pengembangan motivasi, dan penerapan kepemimpinan yang efektif

untuk dapat menjalankan fungsi ini secara baik.

Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua

kegiatan program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk

mencapai tujuan program. Oleh karena itu fungsi manajemen ini lebih

menekankan bagaimana manajer atau seorang pimpinan organisasi

mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai


18

tujuan yang telah disepakati. Untuk menggerakkan dan sumberdaya

manusia dalam organisasi, peran kepemimpinan (Leadership), motifasi

staf, kerjasama dan komunikasi antar staf merupakan hal pokok yang

perlu mendapat perhatian para pimpinan organisasi (Muninjaya, 2004).

Adapun tujuan dari fungsi aktuasi ini adalah:

1. Menciptakan kerjasama yang lebih efisien

2. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf

3. Mengembangkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan

4. Mengusahakan suasana lingkungan yang meningkatkan prestasi kerja

5. Membuat organisasi secara dinamis (Muninjaya, 2004).

Dalam peningkatan kerjasama intra dan antar sektor ada beberapa

hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan yang berhubungan dengan

motivasi dan peran serta masyarakat untuk mewujudkan kerjasama ini,

perlu dipahami pentingnya pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan

sinkronisasi kegiatan-kegiatan dalam rangka pendekatan sistem dan kerja

sama yang dinamis, integrasi kegiatan akan dapat dilaksanakan dan

dikembangkan apabila koordinasinya jelas, untuk mewujudkan

komunikasi yang baik, komunikasi antar unit yang dilaksanakan atas

sikap keterbukaan mutlak diperlukan (Rakhmat,2005).

Pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah penggerak

semua kegiatan program yang telah (ditetapkan pada fungsi

pengorganisasian) guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan didalam

perencanaan. Dalam pelaksanaan ini lebih ditekankan bagaimana seorang


19

pimpinan mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya, olehnya

itu sangat diharapkan bagi pimpinan untuk bisa memberikan motivasi

bagi anggotanya, kerjasama yang baik serta komunikasi antar staf yang

satu dengan lainnya harus berjalan lancar.

d. Pengawasan (Controling)

Monitoring atau Pengawasan dan pengendalian adalah proses

untuk mengamati secara terus menerus melaksanakan kegiatan agar

sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun dan mengadakan koreksi

jika terjadi penyimpangan. Fungsi manajemen ini memerlukan

perumusan standar kinerja staf sesuai dengan prosedur tetap.

Fungsi Pengawasan dan pengendalian (Controlling) mempunyai

kaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, terutama dalam

fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian,

standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target,

prosedur kerja dan sebagainya harus dibandingkan dengan hasil yang

telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan

atau penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya

harus harus dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau

dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan

sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk

mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2004).

Pengawasan pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang

penting, salah satu bahaya pengembangan sistem pengawasan adalah


20

segalanya akan berakhir ke dalam pengawasan itu sendiri, sering terjadi

bahwa data yang dikumpul:

1. Tidak relevan untuk membuat keputusan

2. Data tidak lengkap dan akurat

3. Kesalahan dalam interprestasi data.

Ciri-ciri kegiatan pengawasan yang baik:

1. Pengawasan dilakukan hanya terhadap indikator kunci, yang

mengukur aspek mutu organisasi pelayanan kesehatan yang paling

penting.

2. Hanya mengumpulkan data yang dibutuhkan

3. Hanya mengumpulkan data yang mudah diinterprestasikan karena

data yang memerlukan analisisyang lama akan menambah beban

peyugas kesehatan dan kemungkinan besar tidak akan menghasilkan

informasi yang bermanfaat.

4. Berikanlah umpan balik yang tepat waktu, agar dapat melakukan

penyesuaian kinerja pekerjaan, petugas kesehatan memerlukan umpan

balik yang tepat waktu.

5. Kegiatan pengawasan yang dilakukan harus dapat menjawab mengapa

harus dilakukan pengawasan, apa yang harus diawasi dimana dan

kapan dilakukan pengawasan dan bagaimana pengawasan yang harus

dilakukan.

6. Didalam pengawasaan termaksud pemilihan indikator yang

mencerminkan kisaran kinerja yang diperbolehkan pengumpulan


21

informasi tentang bagaimana pelaksanaan dilakukan dan

membandingkan dengan standar pelayanan kesehatan dan melakukan

tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan.

Menurut Muninjaya 2004 dalam bukunya yang berjudul

”Manajamen Kesehatan”, fungsi pengawasan dilaksanakan dengan tepat,

maka organisasi yang akan memperoleh manfaatnya yaitu:

1. Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan

oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah

sumber dayanya (staf, sarana, dana dan sebagainya) sudah digunakan

sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi

pengawasan bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan

program.

2. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf

melaksanakan tugas-tugasnya. Jika hal ini diketahui, pimpinan

organisasi akan memberikan pelatihan lanjutan bagi stafnya. Latihan

staf digunakan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan

keterampilan staf yang terkait dengan tugas-tugasnya.

3. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi

kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien.

4. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.

5. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan,

dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan.


22

Pengawasan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah suatu

kegiatan yang mengukur program pelaksanaan KIA dan

membandingkannya dengan target yang telah ditetapkan. Dengan

demikian pengawasan ini bertujuan agar penggunaan sumber daya yang

lebih diefisienkan dan kinerja masing-masing petugasnya harus lebih

ditingkatkan. Dari pengawasan ini kita dapat memproleh manfaatnya

antara lain:

1. Sampai sejauh mana kegiatan program KIA yang sudah dilaksanakan.

2. Dapat diketahui penyimpangan para petugas KIA dalam menjalankan

tugas-tugasnya.

3. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya manusia sudah

mencukupi sesuai dengan apa yang ditetapkan.

e. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah

yang telah ditetapkan. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen

pada dasarnya berusaha untuk mempertanyakan sejauh mana efektifitas

dan efisisensi pelaksanaan program sekaligus melakukan pengukuran

obyektif terhadap hasil pelaksanaan suatu rencana. Evaluasi atau

penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses keberhasilan suatu

kegiatan dengan membandingkannya dengan standar atau ketentuan

tertentu.

Menurut Taylor (1950) dalam Farida (2000), memberikan tentang

evaluasi didik, yaitu proses yang menentukan sampai mana tujuan dapat
23

dicapai kemudian Cronbanch (1963), dalam Farida (2000), evaluasi

menyediakan informasi untuk pembuat keputusan. Selanjutnya Lahean

dkk (1971) dalam Rita (1990), mendefinisikan evaluasi sebagai

perbedaan yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada

selisih.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), evaluasi adalah

membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program

dengan tujuan yang direncanakan. Menurut kamus istilah Manajemen,

evaluasi adalah suatu proses bersistem dan objektif menganalisis sifat

dan ciri pekerjaan didalam suatu organisasi atau pekerjaan. Adapun

menurut perhimpunan ahli kesehatan Amerika, evaluasi adalah suatu

proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha

pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Proses tersebut mencakup

kegiatan-kegiatan mengevaluasi tujuan, identifikasi, kriteria yang tepat

untuk mengukur keberhasilan, menentukan dan menjelaskan derajat

keberhasilan.

Kegiatan evaluasi mencakup langkah-langkah yaitu:

1. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi yakni tentang apa

yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.

2. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan

keberhasilan program yang akan dievaluasi.

3. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang digunakan.


24

4. Melaksnakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil

pelaksanaan evaluasi tersebut

5. Menetukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-

penjelasannya.

6. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut

terhadap program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut

(Notoatmodjo, 2005).

Evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap

tiga hal, yakni evaluasi terhadap proses pelaksanaan program, evaluasi

terhadap hasil program dan evaluasi terhadap dampak program.

1. Evaluasi proses ditujukan terhadap pelaksanaan program yang

menyangkut penggunaan sumber daya, seperti tenaga, dana, dan

fasilitas lain.

2. Evaluasi hasil program ditujukan untuk menilai sejauh mana program

tersebut berhasil, yakni sejauh mana tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan tercapai. Misalnya meningkatnya cakupan imunisasi,

meningkatnya ibu-ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya, dan

sebagainya.

3. Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana

program itu mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan

masyarakat. Dampak program-program kesehatan ini tercermin dari

membaiknya atau meningkatnya indikator-indikator kesehatan


25

masyarakat. Misalnya menurunnya angka kematian bayi (IMR),

meningkatnya status gizi anak balita, menurunnya angka kematian

ibu, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Mengevaluasi efektifitas suatu program adalah menentukan nilai

dari hasil yang dicapai oleh tim kesehatan. Evaluasi memerlukan

diadakannya sejauh mana masyarakat mendapatkan pelayanan yang

direncanakan untuk memenuhi kebutuhan mereka dan menilai sebera

besar keuntungan mereka dapat dari pelayanan itu, informasi yang

dikumpulkan dipakai untuk memperbaiki kuantitas, kualitas, aksebilitas,

efisiensi, dan lain sebagainya dari pelayanan.

Evaluasi pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah penentuan nilai

berdasarkan pengamatan, pengukuran, pemeriksaan sampai sejauh mana

efisiensi pelaksanaan program KIA. Evaluasi pelaksanaan pelayanan

KIA dilakukan terhadap tiga hal yaitu:

1. Evaluasi proses ditujukan terhadap pelaksanaan program yang

menyangkut penggunaan sumber daya, seperti tenaga, dana, dan

fasilitas lain Untuk program KIA.

2. Evaluasi hasil program ditujukan untuk menilai sejauh mana program

tersebut berhasil, yakni sejauh mana tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan tercapai, seperti meningkatnya ibu-ibu hamil yang

memeriksakan kehamilannya didalam kurun waktu tertentu.


26

3. Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana

program tersebut mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan

Ibu dan Anak (Notoatmodjo, 2005).

Untuk dapat melaksanakan usaha pokok Puskesmas secara efisien,

efektif, produktif dan berkualitas, pimpinan Puskesmas harus memahami

dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen. Manajemen bermanfaat

untuk membantu pimpinan dan pelaksanaan program agar kegiatan

program Puskesmas dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Penerapan manajemen kesehatan di Puskesmas terdiri dari Micro

Planning (MP) yaitu perencanaan tingkat Puskesmas. Pengembangan

program Puskesmas selama lima tahun disusun dalam Mikro Planning

(MP). Lokakarya Mini Puskesmas (LKMP) yaitu bentuk penjabaran

Mikro Planning ke dalam paket-paket kegiatan program yang

dilaksanakan oleh staf, baik secara individu maupun berkelompok.

LKMP dilaksanakan setiap tahun. Local Area Monitoring (LAM) atau

PIAS – PWS (Pemantauan Ibu dan Anak- Pemantauan Wilayah

Setempat) adalah sistem pencatatan dan pelaporan untuk pemantauan

penyakit pada ibu dan anak atau untuk penyakit menular yang dapat

dicegah dengan imunisasi.

Local Area Monitoring (LAM) merupakan penjabaran fungsi

pengawasan dan pengendalian program. LAM yang dijabarkan khusus

untuk memantau kegiatan program KIA disebut dengan pemantauan Ibu

dan Anak Setempat atau PIAS atau PWS KIA. Sistem pencatatan dan
27

pelaporan terpadu Puskesmas (SP2TP) adalah kompilasi pencatatan

program yang dilakukan secara terpadu setiap bulan.

Stratifikasi Puskesmas merupakan suatu kegiatan evaluasi program

yang dilakukan setiap tahun untuk mengetahui pelaksanaan manajemen

program Puskesmas secara menyeluruh. Data SP2TP dimanfaatkan oleh

Puskesmas untuk penilaian stratifikasi. Supervisi rutin oleh pimpinan

Puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk kordinasi dan memantau kegiatan

program. Supervisi oleh pimpinan, monitaring dan evaluasi merupakan

penjabaran fungsi manajemen (pengawasan dan pengendalian) di

Puskesmas.

Penerapan manajemen kesehatan di Puskesmas terdiri dari Micro

Planning (MP) yaitu perencanaan tingkat Puskesmas, Lokakarya Mini

Puskesmas (LKMP) yaitu bentuk penjabaran dari Micro Planning (MP)

kedalam paket-paket kegiatan program yang dilaksanakan oleh staf, baik

secara individu maupun berkelompok. LKMP ini dilaksanakan setiap

tahun di Puskesmas. LAM atau PIAS-PWS adalah sistem pencatatan dan

pelaporan untuk pemantauan penyakit pada ibu dan anak atau untuk

penyakit menular yang dapat dicegah. Supervisi rutin oleh pimpinan

Puskesmas dan rapat-rapat rutin untuk koordinasi dan memantau

kegiatan program.

2. Tinjauan Tentang Pelayanan Kesehatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian

pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu


28

menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan

pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system

that provides something that the public needs, organized by the

government or a private company”. Oleh karenanya, pelayanan berfungsi

sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh

masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan

kesehatan yang ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan

perorangan/masyarakat yang optimal/setinggi-tingginya (Pusdokkes Polri,

2006). Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah

upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi

dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar

terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu

tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi

yang lebih penting adalah upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan

kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya

puskesmas atau balkesma saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain,

baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan

penyakit, maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada

peningkatan kesehatan. Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan tersebut

antara lain berupa Posyandu, dana sehat, polindes (poliklinik desa), pos

obat desa (POD), pengembangan masyarakat atau community


29

development, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya peningkatan

pendapatan (income generating) dan sebagainya.

Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan adalah sebagai berikut.

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary health care)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar

dan dilakukan bersama masyarakat. Pelayanan kesehatan primer

(primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah

pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan

masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau

kecelakaan.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary health care)

Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health

care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan

lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah

sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary health care)

Pelayanan Kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan

subspesialis serta subspesialis luas. Pelayanan kesehatan sifatnya dapat

merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi).

(wijayanti: 2013)

Menurut Depkes RI (1991), Puskesmas (Pusat Kesehatan

Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang

merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga


30

membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan

secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya

dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Kepmenkes RI No.

128/Menkes/SK/II/2004, puskesmas merupakan unit pelaksana teknis

dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan

pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif

(pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan

kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut

ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis

kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan

sampai tutup usia (Effendi, 2009).

Upaya kesehatan wajib puskesmas yaitu sebagai berikut.

1. Upaya kesehatan ibu, anak & kb

2. Upaya promosi kesehatan

3. Upaya kesehatan lingkungan

4. Upaya perbaikan gizi

5. Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular menular

6. Upaya pengobatan dasar

Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan harus mempunyai

persyaratan pokok, hal ini dimaksudkan persyaratan pokok itu dapat


31

memberi pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya

terhadap penggunaan ulang pelayanan kesehatan.

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan

kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta

bersifat berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit

ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada

setiap saat dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah yang dapat

diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan

kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan

kepercayaan masyarakat. pelayanan kesehatan yang bertentangan

dengan kenyakinan, adat istiadat, kebudayaan masyarakat serta

bersifat tidak wajar bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan

yang baik.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok ke tiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh

masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama

dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan

pelayanan kesehatan yang baik maka pengaturan distribusi sarana

kesehatan menjadi sangat penting. Bila fasilitas ini mudah


32

dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia

maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat penggunaan

dimasa lalu dan kecendrungan merupakan indikator terbaik untuk

perubahan jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa

yang akan datang.

4. Terjangkau

Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau

(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang

dimaksud disini terutama dari sudut biaya untuk dapat mewujudkan

harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai

dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan

yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebahagian

masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik.

5. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (Quality)

yaitu yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat

memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara

penyelenggaraan sesuai kode etik serta standar yang telah

ditetapkan.

3. Tinjauan Tentang Kesehatan Ibu

KIA adalah kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan

ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak
33

prasekolah. Tujuan Program KIA adalah tercapainya kemampuan hidup

sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan

keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

(NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin

proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi

peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Kesehatan ibu merupakan salah satu isu krusial dalam pencapaian

pembangunan kesehatan diseluruh dunia. Pelayanan kesehatan ibu tidak

hanya sensitif dalam menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

suatu negara namun juga merupakan investasi bagi peningkatan kualitas

sumber daya manusia dimasa yang akan datang. Permasalahan utama yang

saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di indonesia adalah

masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan,

menghadapi masalah ini maka pada bulan mei tahun 1998 di canangkan

program safe mother hood yang mempunyai prioritas pada peningkatan

pelayanan kesehatan wanita terutama pada masa kehamilan, persalinan dan

pasca persalinan. Sedangkan banyak program yang berkembang sampai

pada saat ini untuk menangglangi tingginya AKI yang terjadi di indonesia

termaksud salah satunya adalah peningkatan fungsi sarana pelayanan

kesehatan seperti posyandu (Depkes RI, 2002)

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil

menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor

yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian


34

yang terjadi akibat indikasi yang lazim muncul, yaitu pendarahan,

keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi.

Namun, masih ada faktor lain yang juga cukup penting misalnya,

pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan,

sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik serta kebijakan

juga berpengaruh.

Kaum lelaki pun dituntut harus ikut aktif dalam segala permasalahan

reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya

kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya,

perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan

saat melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan

adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosial budaya agar perempuan

dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan

pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat

terutama suami.

Desentralisasi bidang kesehatan juga akan menjadi tantangan penting

di tahun-tahun mendatang. Perubahan peran dan tanggung jawab pemerintah

pusat dan daerah belum secara jelas terdefinisikan dan dipahami. Institusi-

institusi pemerintahan masih perlu menyesuaikan diri dengan wewenangnya

yang baru, sementara jaringan dan koordinasi di setiap level administrasi

perlu terus diperkuat.

Dengan penganggaran yang juga didesentralisasikan, daerah dengan

kemampuan keuangan yang rendah akan mengalami kesulitan untuk


35

mengalokasikan anggaran kesehatannya karena harus pula memperhatikan

prioritas-prioritas pembangunan lain. Dalam hal ini, pusat dapat memainkan

peran penting untuk membantu kabupaten/kota dalam mengelola sumber

daya mereka. Setiap upaya dalam advokasi sangat penting untuk menjamin

bahwa komitmen untuk meningkatkan kesehatan ibu dapat dilaksanakan

pada setiap tingkatan.

Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan

karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan.

Departemen Kesehatan menetapkan target 90% persalinan ditolong oleh

tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI

bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat

dari 66% dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73% dalam SDKI 2007. Angka

ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti

Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Kondisi geografis, persebaran

penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab

rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.

Tingginya angka kematian ibu dilatarbelakangi oleh:

a. Banyaknya persalinan yang ditolong oleh dukun sekitar 30%, walaupun

sebagian besar perempuan bersalin di rumah (70%), tenaga terlatih

seharusnya dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu

keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang


36

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7% pada

1992 menjadi 68,4% pada 2002. Proporsi ini juga berbeda cukup jauh

mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan

lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan,

sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39%. Hal ini

menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan

kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama

bidan.

b. Derajat kesehatan ibu masih rendah pada saat hamil, bahkan sebelum

hamil. Sekitar 40 % ibu hamil menderita anemia, 30% beresiko kurang

energi kronis dan sekitar 65 % ibu hamil dengan keadaan “4 terlalu”

yaitu: terlalu muda usianya, terlalu tua usianya, terlalu sering melahirkan

dan terlalu banyak anak. Pemantauan kehamilan secara teratur

sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana

dan murah yang dapat mencegah kematian ibu.

c. Rendahnya status perempuan yang mengakibatkan keterlambatan

pengambilan keputusan di tingkat keluarga untuk mencari pertolongan.

Hal ini dikenal dengan “3 terlambat” yaitu terlambat dalam mengenali

tanda bahaya dan pengambil keputusan untuk mencari pertolongan

berkualitas, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat

mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat di fasilitas pelayanan.

Masalah utama dalam pengelolaan tenaga kesehatan adalah distribusi

sumber daya manusia kesehatan kurang merata. Penyebaran tenaga medis


37

lebih banyak tersedia di daerah dengan sosial ekonomi daerah yang lebih

maju, sementara di daerah terpencil dan sangat terpencil banyak yang

tidak memiliki tenaga medis. Demikian halnya dengan distribusi bidan

desa. Hampir seluruh desa sudah mempunyai bidan desa tetapi pada

kenyataannya di lapangan banyak desa yang tidak memiliki bidan

(Depkes RI, 2004)

Program kesehatan ibu terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci “making

Pregnancy Safer” /MPS (Gerakan Nasional Kehamilan yang aman) yaitu :

a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

b. Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang

adekuat.

c. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan

kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Tujuan program kesehatan ibu melalui MPS adalah menurunkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Untuk

mencapai hal tersebut di atas dilakukan melalui 4 (empat) strategi utama

yaitu :

a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru

lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti.

b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program,

lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi.

c. Guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan

koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.


38

d. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan

pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

e. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

4. Tinjauan Tentang Kesehatan Anak

Kesehatan anak merupakan topik yang sangat penting dinegara-negara

berkembang. Pusat Kesehatan Masyarakat (sebelumnya disebut Balai

Kesehatan Ibu dan Anak) sekarang sudah merawat sekitar dua pertiga

jumlah anak pedesaan di indonesia. Hal terpenting untuk klinik kesehatan

masyarakat adalah kehadiran bidan, perawat, ibu dan anak-anak yang

teratur. Seluruh petugas kesehatan harus banyak mengetahui tentang

kesehatan anak karena :

a. Separuh dari populasi adalah anak.

b. Anak-anak merupakan kelompok dalam masyarakat yang paling rentan

terserang penyakit.

c. Penyakit-penyakit anak yang sering terjadi dan menyebabkan banyak

kematian seringkali dapat dicegah.

d. Anak-anak yang kurang makan dan sering sakit selama awal masa kanak-

kanak menjadi tidak aktif, tidak dapat belajar dan mengerjakan banyak

hal.
39

e. Anak-anak yang mati sebelum cukup umur untuk bekerja dan anak yang

sakit-sakitan sehingga mereka tumbuh lemah dan tidak dapat bekerja

dengan baik, tidak dapat berkarya untuk masyarakat dan bangsa.

f. Penyakit pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi sepanjang

kehidupannya.

g. Seseorang dewasa yang sehat pasti berasal dari anak yang sehat.

h. Anak-anak cepat belajar dan dapat diarahkan, dengan demikian

pendidikan kesehatan untuk anak-anak lebih mudah berhasil.

Hal-hal yang perlu dilakukan posyandu untuk menjaga bayi dan anak

agar tetap sehat yaitu :

a. Memastikan anak sedang tumbuh dengan baik

Dengan cara ditimbang secara tertaur. Bila berat badan anak terus

eningkat maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut tumbuh dengan baik.

b. Memberikan pendidikan kesehatan dengan cara :

1. mengajar ibu tentang jenis makanan yang baik untuk anak mereka,

bayi harus mulai diberikan makanan padat pada umur 4-6 bulan.

2. Mendorong ibu untuk terus memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada bayi

mereka.

3. Mengajar ibu untuk menjaga dirinya sendiri, anak-anak, rumah

mereka tetap bersih.

4. Mengajar ibu tentang tanda-tanda saat anak sakit, dan bagaimana cara

untuk mengobatinya.
40

5. Mendorong motivasi ibu untuk datang ke klinik secara teratur bersama

anak-anak mereka.

6. Menerangkan kepada ibu dan ayah tentang pelayanan keluarga

berencana.

c. Lindungi anak dari penyakit dengan imunisasi

Imunisasi BCG untuk bayi setelah lahir untuk mencegah infeksi

tuberkulosis antigen tripel untuk melindungi bayi terhadap batuk rejan,

tetanus dan difteri, vaksin sabin untuk melindungi bayi dari polio,

bersamaan dengan pemberian antigel tripel, memberikan vaksin campak

pada bayi berumur 9 bulan (John Bidulph, 1999).

Kesehatan ibu, bayi dan anak mencakup kesehatan wanita usia subur,

mulai dari pra kehamilan, selama kehamilan, persalinan dan pelahiran, serta

periode pasca partum dan kesehatan anak sebelum lahir sampai remaja.

Indikator-indikator yang lazim digunakan untuk mengukur kesehatan ibu,

bayi dan anak yaitu Morbiditas (Kesakitan), dan mortalitas (Kematian).

Kesehatan Ibu, bayi dan anak sangat penting bagi suatu bangsa karena

beberapa alasan ; pertama, data statistik Kesehatan Ibu, bayi dan anak

dipandang sebagai indikator penting dari keefektifan layanan pencegahan

penyakit dan promosi kesehatan dalam suatu masyarakat (MC Kenzie,

2006).

Ibu dan anak merupakan bagian terbesar dalam masyarakat sekitar dua

pertiga jumlah penduduk, kelompok ini juga rentan terhadap berbagai jenis

penyakit dan memerlukan perhatian khusus untuk menjaga mereka agar


41

tetap sehat, karena itu Kesehatan Ibu dan anak (KIA) atau direktorat bina

kesehatan keluarga, Departemen Kesehatan sudah mulai sejak beberapa

tahun yang silam untuk menjaga Kesehatan Ibu dan anak (John Bidulph,

1999).

Tujuan program kesehatan anak adalah menurunkan kesakitan dan

kematian bayi dan balita, guna mencapai hal tersebut dilakukan melalui

upaya prioritas yang meliputi :

a. Upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, melalui peningkatan

pengetahuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dan melengkapi sarana

dan prasarana fasilitas kesehatan.

b. Upaya peningkatan jangkauan pelayanan kesehatan, melalui kegiatan

kunjungan rumah bagi bayi dan balita yang tidak akses kepada pelayanan

kesehatan, dukungan rujukan bagi yang tidak mampu dan kegiatan

surveilans.

c. Upaya peningkatan pengelolaan program, melalui kegiatan manajemen

program kesehatan anak yang mencakup P1, P2 dan P3.

d. Upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan

kesehatan ibu dan anak melalui penggunaan buku KIA.

Tujuan operasional program KIA adalah indikator keberhasilan

program KIA untuk satu kurun waktu tertentu. Indikator program

keberhasilan kegiatan program KIA harus dihayati oleh koordinator

(penanggung jawab) prgram KIA. Petugas ini harus menjabarkannya

kedalam bentuk kegiatan harian. Sebuah tujuan operasional yang baik harus
42

mengandung kejelasan sebagai berikut. Harus jelas jenis kegiatan yang

akaan dikerjakan (what), prosedur kerja yang akan dilaksanakan (How),

kelompok penduduk yang menjadi sasaran program (Who), dimana wilayah

kerjanya (Where), dan jumlah penduduk yang menjadi sasarannya (How

Many), jelas periode waktu untuk menyelesaikan kegiatan tersebut (When),

dan jelas staf yang akan mengerjakannya (Who).

5. Tinjauan Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas adalah unit pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah

kecamatan. Menurut Azwar (1996) Puskesmas ialah suatu unit pelaksanaan

fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat

pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan tingkat pertama

yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam

suatu wilayah tertentu.

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu unsur

sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di indonesia.

Puskesmas yang semula bertujuan menyembuhkan (kuratif), paliatif

(mengurangi penderitaan), kemudian berkembang untuk mencapai tujuan-

tujuan lain seperti pencegahan (preventif), promosi (promotif) dengan jalan

melibatkan orang banyak dalam kontak organisasi, seperti suatu industri

umumnya, industri jasa khususnya.

Ada 4 azas yang harus diikuti oleh Puskesmas, yaitu :


43

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas harus bertanggung jawab atas pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya. Artinya bila terjadi masalah kesehatan di wilayah

kerjanya, Puskesmaslah yang harus bertanggung jawab untuk mengatasinya.

Untuk dapat memantau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas harus proaktif

ke lapangan mengadakan pemantauan, pembinaan binaan dan

pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

2. Azas peran serta masyarakat

Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas harus memandang

masyarakat sebagai subyek pembangunan kesehatan, sehingga Puskesmas

bukan hanya untuk mereka tetapi juga bekerja bersama masyarakat. Oleh

karena itu Puskesmas harus bekerjasama dengan masyarakat mulai

identikasi masalah, menggali sumberdaya setempat, merumuskan dan

merencanakan kegiatan penanggulangannya, melaksanakan program

kesehatan tersebut dan mengevaluasinya.

3. Azas keterpaduan

Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak,

bermitra dengan BPKM/BPP dan organisasi masyarakat lainnya,

berkordinasi dengan lintas sektor, agar terjadi perpaduan kegiatan di

lapangan, sehingga lebih berhasil guna dan berdaya guna.


44

4. Azas rujukan

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan tingkat pertama, yang bila

tidak mampu mengatasinya karena berbagai keterbatasan, bisa melakukan

rujukan baik secara vertikal ke tingkat yang lebih tinggi atau secara

horisontal ke Puskesmas lainnya. Sebaliknya Puskesmas juga bisa menerima

rujukan dari kasus secara vertikal daritingkatan yang lebih tinggi (misalnya

rumah sakit) terhadap kasus yang sudah tangani dan perlu pemeriksaan

berkala yang sederhana dan dapat dilakukan si Puskesmas.

Visi Puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat. Rumusan visi

Puskesmas setempat diserahkan sepenuhnya ke daerah, asal arahnya adalah

kecamatan sehat. Dalam menentukan keberhassilan mewujudkan visi

tersebut, perlu ditetapkan indikator kecamatan sehat, antara lain sebagai

berikut :

1. Indikator lingkungan sehat

2. Indikator perilaku sehat

3. Indikator pelayanan kesehatan yang bermutu, serta

4. Indikator derajat kesehatan yang optimal

Indikator yang ditetapkan hendaknya mempertimbangkan kaidah :

sederhana, mudah diperoleh, mudah diolah, mudah diinterprestasikan,

sensitif dan spesifik.

Ada 4 misi Puskesmas (Menurut Azwar, 1996), yaitu :

1. Menggerakkan pembangunan kecamatan yang berwawasan

kesehatan. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan


45

sektor lain agar memperhatikan aspek kesehatan, yaitu agar

pembangunan tersebut mendorong lingkungan dan perilaku

masyarakat agar semakin sehat.

2. Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat.

Puskesmas selalu berupaya agar keluarga dan masyarakat makin

berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan

kemampuan untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu,

merata dan terjangkau. Puskesmas harus selalu berupaya untuk

menjaga agar cakupan dan kualitas layanannya tidak menurun

bahkan kalau bisa selalu ditingkatkan agar semakin besar

cakupannya dan semakin bagus kualitasnya.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya. Puskesmas selalu berupaya agar

derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat tetap terpelihara

bahkan semakin meningkat seiring dengan derap pembangunan

kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.

Untuk membuat panduan implementasi manajemen, lebih mudah

bila uraiannya berdasarkan fungsi Puskesmas. Puskesmas era desentralisasi

mempunyai 3 fungsi yaitu :

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan

Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan kesehatan

memiliki makna bahwa Puskesmas harus berperan sebagai motor dan


46

motivator terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta

dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama. Pembangunan

yang dilaksanakan di kecamatan, seyogianya yang berdampak positif

terhadap lingkungan sehat dan perilaku sehat, yang muaranya adalah

peningkatan kesehatan masyarakat.

2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat

non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat

agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan

pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang

ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.

3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat

mutlak perlu yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta

mempunyai nilai strategi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Puskesmas sebagai industri jasa, sangat khas dan berbeda dibanding

industri jasa lain yaitu :

1. Puskesmas mempunyai kelompok kerja dan satuan kerja dengan

variasi sangat berbeda, yang dicirikan oleh adanya departemen yang

menerapkan ilmu atau minat tertentu, ini membutuhkan

pengintegrasian demi pencapaian tujuan secara optimal.

2. Peran profesi murni dengan kemandiriannya dalam keputusan

medik, tidak tunduk pada keputusan manajerial pada umumnya.


47

3. Jasa berupa ”judgment ” profesi yang mandiri sebagai input atau

”bahan baku” disamping bahan baku dengan ciri harga mahal dan

resiko besar sangat dominan dipengaruhnya terhadap sistem

manajemen.

4. Kualitas pelayanan yang sukar diukur.

5. Jasa pelayanan di Puskesmas, khususnya pelayanan medik sangat

relatif dan elastis sifatnya.

6. Hal-hal lain yang menggambarkan kekompleksan masalah disuatu

Puskesmas, hingga membutuhkan manajemen yang lebih tangguh

dibanding manajemen industri pada umumnya.

Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka

peranan dan kedudukan Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem

pelayanan kesehatan di Indonesia. Sebagai sarana pelayanan kesehatan

terdepan di Indonesia, maka Puskesmas selain bertanggung jawab dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggung

jawab dalam menyelenggarakan pelayanan medis (Azwar, 1996).

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh

kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas menjalankan

beberapa usaha pokok yang meliputi program :

1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

2. Keluarga Berencana (KB)

3. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)

4. Peningkatan Gizi
48

5. Kesehatan Lingkungan

6. Pengobatan

7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

8. Laboratorium

9. Kesehatan Sekolah

10. Perawatan Kesehatan Masyarakat

11. Kesehatan Jiwa

12. Kesehatan Gigi

Semua kegiatan program pokok yang dilaksanakan di Puskesmas

dikembangkan berdasarkan program pokok pelayanan kesehatan dasar

(basic health care service). Dari ke 12 program pokok Puskesmas,

diprioritaskan untuk dikembangkan sesuai masalah kesehatan masyarakat

yang berpotensial berkembang di wilayah kerjanya, kemampuan sumber

daya manusia (staf) yang dimiliki Puskesmas, dukungan sarana/prasarana

yang tersedia di Puskesmas dan peran serta masyarakat (Muninjaya, 2004).

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi secara rutin

menetapkan target atau standar keberhasilan masing-masing kegiatan

program. Standar pelaksanaan program ini juga merupakan standar untuk

kerja (standar performance) staf. Standar untuk kerja merupakan ukuran

kualitatif keberhasilan program. Tingkat keberhasilan program secara

kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan

dengan output (cakupan pelayanan) kegiatan program (Depkes RI, 2011).


49

Secara kualitatif keberhasilan program diukur dengan

membandingkan standar prosedur kerja untuk masing-masing kegiatan

program dengan penampilan (kemampuan) staf dalam melaksanakan

kegiatan masing-masing program. Cakupan program dapat dianalisis secara

langsung oleh staf Puskesmas dengan menganalisis data harian setiap

kegiatan program. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

(effect program) dan dampak program (impact).

B. Tinjauan Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Christina Widowati (2005) dengan jenis

penelitian rancangan cross sectional dan disajikan secara deskriptif kualitatif

mengenai Pelaksanaan Manajemen Pelayanan KIA dan Kualitas Pelayanan

Ante Natal Care (ANC) di Puskesmas Kecamatan Semarang Barat menyatakan

bahwa Gambaran fungsi-fungsi manajemen KIA belum sepenuhnya dilakukan

karena Puskesmas tidak memiliki kewenangan dan kemampuan untuk

merencanakan program, dana, sumber daya manusia (SDM), dan sarana.

Pada Struktur organisasi dan Job description terjadi tugas rangkap oleh

petugas karena tidak ada tenaga khusus untuk mengelola organisasi. Tidak ada

ketepatan antara jadwal dan pelaksanaan kegiatan. Evaluasi, umpan balik dan

validasi data hanya dilakukan setahun sekali (tidak teratur dilaksanakan).

Selain itu, Gambaran kualitas pelayanan ANC belum sesuai standar karena

kemampuan bidan masih kurang, fasilitas belum lengkap, Hanya satu bidan

dari dua belas bidan responden yang patuh pada standar (Christina Widowati

2005).
50

Penelitian juga dilakukan oleh Burliansyah (2007), dengan jenis

penelitian kualitatif tentang Manajemen Program KIA Puskesmas Oleh Bidan

Desa di Desa Langensari Kabupaten Semarang Jawa Tengah, hasil penelitian

menunjukkan bahwa manajemen program KIA puskesmas oleh bidan desa

adalah karakteristik informan, meliputi umur bidan desa antara 36 tahun

sampai dengan 40 tahun, dengan latar belakang pendidikan ( DIII Kebidanan),

serta masa kerja lebih dari 10 tahun. Perencanaaan yang dilakukan bidan desa

dalam pengelola pelayanan KIA di desa sudah cukup baik, demikian pula

halnya dengan bidan senior dan dokter Puskesmas sudah cukup baik.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Saifuddin (2007) dengan jenis

penelitian deskriptif didukung data kualitatif dan kuantitatif (Pendekatan

Kualitatif) mengenai Analisis Perencanaan dan Penganggaran Program KIA

pada Puskesmas Kota Banjar Propinsi Jawa Barat tahun 2007 menyatakan

bahwa Ada 3 fenomena dalam perencanaan penganggaran Program KIA pada

Puskesmas di Kota Banjar yaitu Perencanaan Penganggaran yang ideal yaitu

semua tahap perencanaan dilaksanakan dan ada keterkaitan antara tahap-tahap

perencanaan penganggaran, Perencanaan penganggaran relatif ideal yaitu tahap

perencanaan dilaksanakan tapi belum ada keterkaiatan antara tahap-tahap

tersebut, Perencanaan Penganggaran sekedar rutinitas yaitu melakukan

perencanaan sekedar untuk melakukan kewajiban, tidak memperhatikan

tahapan dan bahkan mengkopi yang sudah ada atau asal jalan.

Studi empiris pelayanan preventif dan kuratif sering menemukan bahwa

penggunaan layanan kesehatan ini terkait dengan ketersediaan, kualitas dan


51

biaya layanan, serta struktur sosial, keyakinan kesehatan dan karakteristik

pribadi dari pengguna. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penggunaan

pelayanan kesehatan ibu berdasarkan data dari survei morbiditas ibu di

Bangladesh, yang dilakukan oleh Bangladesh Institut Riset untuk Promosi

Esensial dan Kesehatan Reproduksi dan Teknologi. Hasil penelitian

disimpulkan sehubungan dengan pengaruh faktor predisposisi dan

memungkinkan lainnya, seperti usia wanita, jumlah kehamilan sebelumnya,

pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien serta akses ke fasilitas kesehatan

dalam menjelaskan pemanfaatan perawatan kesehatan ibu tampaknya

signifikan. Wanita yang memiliki kondisi yang mengancam jiwa yang sedikit

lebih dari dua kali lebih mungkin untuk mencari perawatan dari dokter atau

perawat untuk mengobati morbiditas ibu (Becker, dkk,1993).

Penelitian di Brazil yang dilakukan oleh Barera (1990) tentang Peran

pendidikan ibu dan interaksinya dengan program kesehatan masyarakat di

bidang kesehatan anak. Kesimpulannya Pendidikan ibu positif mempengaruhi

kesehatan anak yang diukur dengan tinggi badan usia. Ada perbedaan dalam

dampaknya di seluruh kelompok usia anak, dengan anak-anak prasekolah

menunjukkan sensitivitas terbesar. Pola interaksi antara program pendidikan

dan kesehatan masyarakat ibu menunjukkan bahwa pendidikan ibu

mempengaruhi kesehatan anak melalui efek efisiensi (dengan mempengaruhi

produktivitas input kesehatan) dan efek alokatif (dengan menurunkan biaya).

Faktor-faktor penentu penggunaan layanan KIA seperti keluarga

berencana, perawatan kehamilan, imunisasi anak dan garam rehidrasi oral


52

(oralit) diteliti dengan data survei dari 8000 wanita di Metro Cebu, Filipina.

Dengan menggunakan metode regresi logistik Polytomous. Tingkat pendidikan

ibu adalah penentu yang paling konsisten dan penting dari penggunaan empat

layanan kesehatan ini baik di daerah perkotaan dan pedesaan. (Becker, dkk

E,1993).

Penelitian di Norwegia yang dilakukan oleh Lewin, dkk (2010) tentang

manajemen petugas kesehatan dalam perawatan kesehatan primer dan

komunitas untuk kesehatan ibu dan anak. Dalam perawatan kesehatan primer

dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan ibu atau anak. Setiap petugas

kesehatan melaksanakan fungsi manajemen yang terkait dengan pelayanan

kesehatan, dilatih dalam beberapa cara dalam konteks intervensi, dan memiliki

sertifikat professional / paraprofessional resmi / gelar pendidikan tinggi. Tidak

ada pembatasan penerima perawatan. Tenaga kesehatan memberikan manfaat

menjanjikan dalam mempromosikan serapan imunisasi dan ibu menyusui.

C. Kerangka Pemikiran

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

salah satu indikator derajat kesehatan. Namun masalah AKI dan AKB di

Indonesia masih merupakan masalah besar. AKI dan AKI terus mengalami

peningkatan. Hal ini dsebabkan di setiap unit pelayanan kesehatan, belum

sepenuhnya menjalankan manajemen pelayanan KIA yang maksimal. Aktivitas

program KIA yang maksimal membutuhkan penerapan fungsi manajemen yang

baik, terarah, terencana, efektif dan efisien. Penerapan fungsi manajemen

Puskesmas dalam hal ini dilihat dari aspek Perencanaan (Planning),


53

Pengorganisasian (Organizing), Pelaksanaan (Actuating) Dan Pengawasan

(Controlling) serta evaluasi (evaluation). Dengan demikian, apabila fungsi

manajemen KIA telah diterapkan secara maksimal maka akan diperoleh

Efektifitas dan Efisiensi pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Sehingga dapat

menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu.

Peningkatan AKI dan AKB

Belum ditemukan manajemen pelayanan kesehatan ibu dan anak yang


maksimal

Penerapan Konsep Manajemen yang baik,


Terarah, Terencana, Efektif dan Efisien.

Perencanaan Pengorganisasian Pelaksanaan

(Planning) (Organizing) (Actuating)


Pengawasan Penilaian

Controlling) (Evaluating)

Efektifitas dan Efisiensi pelayanan Kesehatan


Ibu dan Anak yang maksimal

Penurunan AKI dan AKB

Gambar.1 Kerangka pemikiran


54

D. Kerangka Konsep

Manajemen KIA

Perencanaan (Planning)

Pengorganisasian
(Organizing)
Efektifitas dan
Pelaksanaan Efesiensi Pelayanan
(Actuating) Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA)
Pengawasan
(Controlling)

Evaluasi (Evaluation)

Gambar.2 Kerangka Konsep Penelitian

Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan adalah sebuah analisis yang menyeluruh dan sistematis dalam

mengembangkan sebuah rencana kegiatan.

2. Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang,

alat-alat, tugas-tugas serta wewenang dan tanggung jawab dalam satu

kesatuan organisasi dalam rangka mencapai tujuan.

3. Pelaksanaan adalah keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk

mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja sebaik

mungkin guna mencapai tujuan organisasi efektif dan ekonomis


55

4. Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja

standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi,

untuk membandingkan kinerja dengan standar yang telah ditentukan.

5. Evaluasi adalah kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi

dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya.
56

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan pendekatan fenomenologis yang bertujuan untuk memperoleh

informasi secara mendalam mengenai gambaran manajemen puskesmas

terhadap pelayanan KIA di puskesmas kapoiala kabupaten konawe tahun 2014.

B. Pengelolaan Peran Sebagai Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai pelaku utama,

sementara informan kunci dan informan biasa berperan sebagai instrument

pendukung dengan menggunakan alat bantu panduan wawancara dan alat

rekam suara/video (kamera digital/HP). Peneliti bersikap aktif dan bertindak

sebagai pengamat untuk mewawancarai, mengobservasi secara langsung,

sekaligus sebagai partisipan untuk melakukan interaksi dengan obyek

penelitian di lapangan.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil lokasi penelitian pada Puskesmas Kapoiala

Kabupaten Konawe mulai bulan Juni sampai Mei 2014.

57
57

D. Sumber Data

Pemilihan informan dengan menggunakan teknik Purposive sampling

yaitu memilih informan-informan yang mengetahui permasalahan dengan jelas,

dapat dipercaya untuk menjadi sumber informasi yang baik dan benar .

Sumber informasi berasal dari informan yang dianggap mengetahui

permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber

informasi yang baik dan benar (Notoadmodjo, 2005).

Sumber data penelitian ini adalah dari informan kunci dan informan biasa

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Informan kunci adalah mereka yang dapat memberikan informasi secara

jelas dan terpercaya, yakni Kepala Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe

dan Koordinator Pengelola program KIA di Puskesmas Kapoiala Kabupaten

Konawe.

2. Informan biasa adalah mereka yang secara langsung terlibat dalam

pelaksanaan program KIA di wilayah kerja Kapoiala Kabupaten Konawe.

Informan kunci dalam penelitian ini sebanyak 2 orang, yaitu kepala

Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe dan Koordinator Pengelola

program KIA di Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe yang dianggap

mengetahui permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk menjadi

sumber informasi yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara

baik dan benar dan yang menjadi informan biasa sebanyak 2 orang yaitu

Petugas pengelola program KIA dan Bidan KIA yang juga terlibat didalam
58

pengelolaan program KIA dipuskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe Tahun

2014.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara langsung mulai dari informan biasa

sampai informan kunci melalui wawancara mendalam (Indepth Interview)

dengan menggunakan alat bantu perekam suara (tape recorder/HP) serta

menggunakan pedoman wawancara (Hamidi, 2004).

Setelah diperoleh data dari hasil wawancara secara mendalam, kemudian

peneliti memeriksa beberapa dokumen yang berkaitan dengan data yang telah

diperoleh, guna melihat perbedaan antara hasil wawancara dengan kejadian

yang ada di lapangan. Data/informasi tersebut direkam, dicatat dan dipotret

dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara dan alat rekam suara

(tape recorder/kamera digital).

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam diolah secara

manual kemudian dianalisis, tetapi sebelum melakukan analisis data terlebih

dahulu dilakukan uji validitas data yaitu dengan cara triangulasi sumber.

Triangulasi sumber dilakukan dengan membandingkan dan melakukan kontras

data antar informan untuk melakukan konfirmasi dan mengidentifikasi

hubungan antara variabel dalam pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala

Kabupaten Konawe.

Data yang diperoleh dari wawancara mendalam dilakukan secara manual

sesuai dengan petunjuk pengolahan data kualitatif serta sesuai dengan tujuan
59

penelitian ini dan selanjutnya dianalisis dengan metode “content analysis”

kemudian diinterprestasikan dan disajikan dalam bentuk narasi (Bungin, 2007).

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dengan

demikian akan memberikan gambaran yang lebih jelas.

2. Penyajian data

Pada tahap yang kedua ini adalah menyajikan data yang telah dianalisis

pada reduksi data dan kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif.

3. Verifikasi

Langkah ketiga dalam pengumpulan data yaitu penarikan kesimpulan yang

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal (Sugiyono,

2011).

G. Pengecekken Validitas Temuan/Kesimpulan

Penggunaan triangulasi adalah untuk menjamin validitas dan reliabilitas

informasi yang diperoleh. Alasan menggunakan metode triangulasi adalah

untuk mendapatkan informasi yang tepat, lengkap dan dapat dipercaya. Data

serta informasi tersebut diperoleh dengan menggunakan alat bantu berupa

pedoman wawancara, alat rekam suara dan HP/kamera digital sebagai lampiran

dokumentasi.

Teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan dari penggunaan

triangulasi yakni:
60

1. Triangulasi sumber seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil

observasi dari informan kunci dan informan biasa.

2. Triangulasi metode seperti wawancara mendalam (Indepth interview) dan

metode partisipasi (partisipan observation). Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi

pada saat wawancara dilakukan.

3. Triangulasi teori digunakan untuk memastikan bahwa data yang

dikumpulkan sudah memenuhi syarat, kemudian dilakukan pengecekkan

dengan proses transferability (temuan dapat ditransfer ke latar lain), atau

dengan kata lain hasil temuan dapat diungkapkan dengan menggunakan

teori-teori yang relevan.


61

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan Geografis

Puskesmas Kapoiala awalnya adalah sebuah Puskesmas Pembantu

yang secara administratif berada di bawah manajemen Puskesmas

Lalonggasumeeto Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe.

Kemudian pada bulan Januari 2010, berdasarkan SK Bupati Konawe Nomor

: 06/I/2010 tanggal 15 Januari 2010, terpisah dari Puskesmas La

longgasumeeto menjadi Puskesmas Kapoiala. Puskesmas Kapoiala berada

di dataran rendah, tepatnya ± 25 Km dari Kendari Ibukota Provinsi Sulawesi

Tenggara, dan ± 85 Km dari Unaaha Ibukota Kabupaten Konawe

Terletak di daerah pinggiran sungai Konawe’eha dan sebagian

wilayahnya daerah pesisir pantai yang menjadi perlintasan daerah pariwisata

sebagai ikon pariwisata Kabupaten Konawe, di mana disebelah utara dari

wilayah kerja terdapat obyek wisata pantai Batu Gong.

a. Luas Wilayah :

1. Luas Puskesmas Kapoiala : ± ½ ha

2. Luas wilayah kerja : ± 4.542 Km2

b. Batas Wilayah:

1. Sebelah Barat : Kecamatan Sawa,Kab. Konawe Utara

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Bondoala, Kab. Konawe

3. Sebalah Timur : Kecamatan Lalonggasumeeto, Kab.Konawe

4. Sebalah Utara : Laut Banda

62
62

2. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kapoiala, berdasarkan

hasil Pendataan Penduduk tahun 2013, dengan rincian :

No. Desa / Kel. Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Kapoiala 200 211 411

2. Kapoiala Baru 176 163 339

3. Sambara Asi 245 286 531

4. Labotoy 86 78 164

5. Labotoy Jaya 83 74 157

6. Pereo’a 95 95 190

7. Lamendora 233 244 477

8. Lalimbue 224 208 432

9. Lalimbue Jaya 193 160 353

10. Ulu Lalimbue 90 93 183

11. Muara Sampara 230 221 451

12. Tani Indah 104 96 200

13. Tombawatu 161 171 332

14. Lalonggomuno 73 63 136

JUMLAH 2193 2163 4356


Tabel 1. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kapoiala
63

3. Ketenagaan Dan Sarana

Dengan luas wilayah kerja Puskesmas sebanyak 13 Desa dan 1

Kelurahan, maka untuk mengoptimalkan kegiatan, baik di dalam gedung

maupun di luar gedung, Puskesmas Kapoiala di layani dengan jumlah

tenaga/SDM :

a. Ketenagaan

No. Jenis Ketenagaan Pendidikan Jumlah Ket.

1. Dokter Umum S1 Kedokteran 1 Orang PNS

1 Orang PTT

Dokter Gigi S1 Kedokteran 1 Orang PTT

2. Kesehatan Masyarakat S1 Kesmas 2 Orang PNS

1 Orang PHL

3. Perawat D3 Keperawatan 1 Orang PNS

SPK 2 Orang PNS

4. Bidan D3 Kebidanan 7 Orang PTT

1 Orang PHL

D1 Kebidanan 1 Orang PNS

5. Kesehatan lingkungan D3 Kesling 2 Orang PNS

6. Gizi D3 Gizi 1 Orang PHL

J u m l a h 25 Orang
Sumber Data Sekunder Puskesmas Kapoiala Tahun 2013.

Tabel 2. Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Kapoila


64

b. Sarana

Sumber
No. Jenis Sarana Jumlah
Pemerintah Swasta

1. Puskesmas Induk 1 buah - 1 buah

2. Pustu 2 buah - 2 buah

3. Poskesdes 4 buah - 4 buah

4. Rumah Medis - - -

5. Kendaraan Roda Dua 4 buah - 4 buah

6. Kendaraan Roda empat 1 buah - 1 buah

Sumber Data Sekunder Puskesmas Kapoiala Tahun 2013.

Tabel 3. Jumlah sarana Puskesmas Kapoiala

4. Program Pelayanan Puskesmas

Program pelayanan kesehatan di Puskesmas Kapoiala mengacu pada :

SK Menkes RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, yaitu :

Upaya Kesehatan Masyarakat dan Perorangan :

a. Upaya Kesehatan Wajib

1. Upaya Pengobatan Dasar

2. Upaya KIA dan KB

3. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

4. Upaya Promosi Kesehatan

5. Upaya Kesehatan Lingkungan

6. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular


65

b. Upaya Kesehatan Pengembangan

1. Upaya Kesehatan Sekolah

2. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

3. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

c. Upaya Pelayanan Penunjang

1. Loket

2. Unit gawat darurat

3. Apotek

4. Gudang obat

5. Laboratorium : Malaria, TB, HB, GD, UA, planotest

5. Visi Misi Puskesmas

a. Visi

Menjadikan Puskesmas Kapoiala sebagai Puskesmas unggulan

dalam pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat

b. Misi

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat sesuai

standar, merata, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat.

2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang kesehatan.

3. Mendorong masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat

secara mandiri.
66

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Mei sampai 12 Juni tahun

2014 di Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe. Penelitian ini dimaksudkan

untuk mencari informasi mengenai Manajemen Pelayanan kesehatan ibu dan

anak di Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe.

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan pendekatan fenomenologis yang bertujuan untuk memperoleh

informasi secara mendalam mengenai Gambaran Manajemen Puskesmas

terhadap Pelayanan KIA di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala Kabupaten

Konawe Tahun 2014.

Pemilihan informan menggunakan metode purposive sampling, memilih

informan-informan yang mengetahui permasalahan mengenai gambaran

manajemen pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan jelas, dapat dipercaya

untuk menjadi sumber informasi yang baik dan benar. Hasil wawancara

mendalam dengan informan, dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang

bagaimana gambaran manajemen pelayanan kesehatan ibu dan anak di

Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe. Pengumpulan data dari informan

menggunakan teknik wawancara mendalam berupa panduan pedoman

wawancara dengan instrumen alat perekam suara (handphone) dan observasi

yang terkait dengan penelitian.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Informan kunci
67

Penelitian ini melibatkan 2 (dua) orang informan kunci yang diberi

inisial dari masing-masing informan.

a. Informan AS (laki-laki) adalah informan kunci berusia 45 tahun dengan

pendidikan S1 kesehatan Masyarakat dan merupakan kepala Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe.

b. Informan EP (perempuan) adalah seorang informan yang berusia 26

tahun dengan pendidikan terakhir D3 Kebidanan merupakan Bidan

koordinator program KIA di Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe.

2. Informan biasa

Penelitian ini melibatkan 2 (dua) orang informan biasa yang diberi

inisial dari masing-masing informan, mereka juga yang secara langsung

terlibat dalam pengelolaan KIA.

a. Informan KT (Perempuan) adalah informan biasa berusia 24 tahun

dengan pendidikan D3 Kebidanan dan merupakan Bidan KIA,

b. Informan CS (Perempuan) adalah seorang informan yang berusia 27

tahun dengan pendidikan terakhir D3 Kebidanan dan merupakan Bidan

KIA.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang peneliti gunakan, maka

wawancara dalam penelitian ini diarahkan ke dalam lima variabel, yakni

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi untuk

mengetahui gambaran manajemen pelayanan kesehatan ibu dan anak di

Puskesmas Kapoiala Kabupaten Konawe Tahun 2014.


68

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan menurut Drucker adalah suatu proses kerja yang terus

menerus yang meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan

penting dan yang akan dilaksanakan secara sistimatik, melakukan perkiraan-

perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang

masa depan, mengorganisir secara sistimatik segala upaya yang dipandang

perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta

mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan

membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan

melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun

secara teratur dan baik.

a. Tahap Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan yang harus

dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan

yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

secara berhasil guna dan berdaya guna.

Perencanaan harus mempunyai tujuan yang dicantumkan secara

jelas. Pada penelitian ini untuk mengungkapkan bagaimana proses

penyusunan perencanaan pada program KIA, dasar penentuan tujuan dan

target. Berikut hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai

perencanaan program KIA:

“Yang pertama dalam perencanaan itu ee membuat rencana kerja ee


sebelum mereka menjalankan program, di awal tahun itu ee KIA itu ee
membuat rencana kerja mulai dari sasaran, target maupun
69

pelaksanaannya kemudian dari rencana kerja ini mereka bisa berbuat


untuk tahap selanjutnya. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

Informasi diatas sedikit berbeda dengan penjelasan EP (26 Tahun)

yang mengatakan bahwa:

“ee.. apa..,,.Eee, Langkah yang pertama disuruh membuat anu membuat


POA planing of action toh. Jadi sudah dibuatkan standar bahwa di KIA
itu ini ini ini pelayanannya. Di poa itu disusunmi rencana apa yang akan
dilakukan di kegiatan berikutnya”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei
2014)

Informan lain dalam penelitian ini, juga menyatakan hal yang

senada. Penjelasan AS (45) dan EP (26) diperkuat lagi dengan penjelasan

oleh beberapa informan, seperti yang diungkapkan oleh informan KT (24

tahun), dan CS (27 Tahun) sebagai berikut:

“Langkah yang pertama itu yakni dengan tahap penyusunan rencana


kerja POA untuk KIA, di tentukan apa-apa saja yang akan di lakukan
nantinya dalam KIAnya dek. Biasanya ada rapat-rapat juga khusus
untuk bidan-bidan, jadi kita dikumpul dulu semua bidan baru bisami
mulai rapat penyusunan perencanaan bersama-samami kita bahas
disitu”. (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“kita disini bidan desanya melakukan perencanaan KIA semuanya ikut


terlibat dan masing-masing petugas disini bertanggung jawab. Biasanya
itu setiap tahun kita adakan perencanaannya baik dari pelayanan K1,
K4, Neontaus, KB, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
deteksi resiko tinggi oleh tenaga kesehatan”. (Informan CS, 27 Tahun,
wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan tersebut,

bahwa makna dari pernyataan diatas adalah Perencanaan dilakukan setiap

awal tahun dengan membuat rencana kerja atau POA dan diadakan rapat

sebelum pelaksanaan program KIA di wilayah kerja puskesmas Kapoiala

mulai dari sasaran dan target baik dari pelayanan K1, K4, Neontaus, KB,
70

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, serta deteksi resiko tinggi

oleh tenaga kesehatan.

Rapat persiapan (penyusunan perencanaan) yakni pertemuan

berkala/rutin di Puskesmas merupakan salah satu agenda penting yang

harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan Program KIA. Terkait dengan

waktu pelaksanaan rapat persiapan (penyusunan perencanaan program)

yakni pertemuan berkala/rutin di Puskesmas sebelum pelaksanaan

program imunisasi khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala

seperti yang di ungkapkan informan kunci AS (45tahun) dan EP (26

tahun) sebagai berikut:

“Minilokakarya itu biasa kita lakukan setiapp bulan, tadi sudah


dijelaskan bahwa semua bukan hanya KIA semua program
mempresentasekan hasil pelaksanaan kegiatannya dibulan lalu sehingga
di situ muncul permasalahan apakah dia mencapai target atau tidak.
Nah kalau dia tidak mencapai kalau dia mencapai target ndada masalah
nah kalau dia tidak mencapai target berarti ada masalah kan, nah di situ
dibahas apa–apa permasalahnya kemudian solusi yang akan
dilakukan”.mulai dari perencanaan sampai evaluasinya disitulah
dibicarakan bersama.” (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014).

“Ee.. itu setiap minilokakarya setiap bulan sekali. Disitu dilakukan


rapatnya kemudian persiapan dan rencana penyusunannya juga di situ.
Kegiatan apa yang mau dilakukan Di kia seperti tadi ada POA toh jadi
pada saat minilokakaya dikasi keluar bahwa yang akan masuk di
kegiatan kia ini ini. Jadi penyusunannya dibicarakan dulu di minlok”.
(Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014).

Penjelasan SU diperkuat lagi dengan penjelasan oleh beberapa

inforaman, seperti yang diungkapkan oleh informan KT (24 tahun), dan

CS (27 tahun) sebagai berikut:


71

“Rapat persiapannya yaaaa yakni pertemuan/rapat para bidan-bidan


biasanya di adakan pada minlok dan pertemuan khusus para bidan-
bidan terkait dek, dan disitumi kita bicarakan semua penyusunan
perencanaan sebelum pelaksanaannya agar disepakagi bersama”.
(Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“setiap memasuki awal bulan kita selalu mengadakan rapat terkait


dengan penyusunan program pelaksanaan KIAnya kaya minlokmi itu”.
(Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Makna dari pernyataan diatas adalah Rapat sebelum pelaksanaan

program KIA di wilayah kerja puskesmas Kapoiala dilaksanakan setiap

awal bulan sekali, dan dalam rapat seluruh petugas membahas

mengenai proses perencanaan sampai evaluasi program KIA di

puskesmas Kapoiala. Seluruh program dibahas dan di setujui dalam rapat

tersebut.

b. Target cakupan pelayanan

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan

meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan

efisien. Terkait dengan perencanaan program KIA tersebut, informan

memiliki keterangan mengenai pencapaian target cakupan pelayanan

kesehatan ibu dan anak (cakupan K1, K4, Neonatus, Dan ANC) yang

hendak dicapai pada wilayah kerja Puskesmas Kapoial, seperti yang

diungkapkan oleh informan kunci AS (45 tahun dan EP (26 tahun)

sebagai berikut :

“iya ada targetnya, Tapi ada beberapa faktor yang menyebabkan itu
target tidak tercapai yang pertama itu ee proyeksi, seharusnya kita harus
menggunakan data real harusnya. artinya ee data ee ibu hamil yang
benar-benar ada didesa itulah yang harusnya jadi target. tarolah
misalnya sekarang di kelurahan A atau desa A misalnya target ibu yang
hamil dalam periode tahun itu misalnya ada 5. Ah itu kenyataan yang
72

ada. Tetapi kalau menggunakan angka proyeksi biasanya lebih dari


setengahnya. Tarolah misanya kelurahan kapoiala misalnya angka
proyeksinya itu ee kalau nda salah lebih dari 10 tetapi kenyataannya
hanya 5. Jelas pernyataannya salah. Jadi membuat target atau
meneptapkan terget tidak sesuai data real dilapangan dalam hal ini
puskesmas kapoiala”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014).

“ada targetnya, tapi anu masih banyak yang belum mencapai target.
Yang mencapai target KIA itu hanya Kunjungan bayi atau imunisasi.
Selebihnya tidak ada. Itupun imunisasi kita bidan desa sudah tentukan
jadwal imunisasinya tapi masih banyak juga yang tidak datang, biasanya
kita bidan-bidan desanyapi lagi yang turun tangan kerumahnya masing-
masing cari”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014).

Informan biasa juga mengukapkan hal yang tidak jauh berbeda

dengan informan kunci yaitu sebagai berikut:

“iya pastimi ada cakupan targetnya dek. Kita berpatokan disitumi. Ee


Tapi masih banyak yang belum mencapai karena dsini ee itu ee banyak
ibu hamil yang masih jarang periksa kehamilannya. Mungkin karena
medan dan jarak yang jauh”. (Informan IBTD, 38 Tahun, wc: 4
September 2013)

“ada ji toh cakupan targetnya, sudah ditentukan memangmi targetnya kita


dipuskesmas untuk Program KIA”. (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei
2014).
Berdasarkan keterangan dari beberapa informan tersebut

menyatakan bahwa Ada target cakupan pelayanan KIA di puskesmas

Kapoiala. Tapi puskesmas Kapoiala belum sepenuhnya mencapai target

yang di tetapkan. Hal itu di sebabkan karena beberapa faktor di antaranya

proyeksi dan masih jarang ibu hamil yang memeriksakan kehamilan.

c. Orang-orang yang Terlibat dalam Proses Perencanaan

Hasil wawancara terkait orang-orang yang terlibat dalam proses

perencanaan pelayanan kesehatan seperti yang diungkapkan oleh

informan berikut ini:


73

“saya sendiri sebagai kepala puskesmas, dan semua bidan petugas KIA.
Sumberdaya disini petugas KIAnya lebih agak banyaklah dibanding
dengan petugas imunisasi. Disini sampai mei sekarang jumlah
ketenagaan bidan didesa itu 7 sekarang karena dibulan yang lalu 9 tapi
perpanjangan 2 orang tidak lolos dari 14 desa. Sehingga ini nanti yang
menjadi kendala dalam hal pencapaian. Susah dijangkau dalam kondisi-
kondisi tertentu. Susah”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

Penjelasan AS (45 tahun) diperkuat lagi dengan penjelasan oleh

EP (26 tahun ) , KT (27 tahun) dan CS (27 tahun) yaitu:

“Eee, kepala puskesmas, e KTU, bidan koordinator dan bidan-bidan


lainnya juga, karena mereka juga punya usulan ee anu rencana
kegiatan(Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)

“Kepala puskesmas, Seluruh bidan-bidan yang bertugas diwilayah kerja


puskesmas kapoiala ,termasuk bidan desa dan bidan kordinator”.
(Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014).

Bidan-bidan bersama-sama semua denga kepala puskesmas yaa kita


langsung semua terlibat”. (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa informan

tersebut di dapatkan makna bahwa Orang-orang yang terlibat terlibat

dalam penyusunan program KIA khususnya di wilayah kerja Puskesmas

Kapoiala yakni meliputi Kepala Puskesmas, Koordinator pengelola KIA,

dan bidan-bidan.

d. Masalah yang Sering terjadi dalam Proses Perencanaan

Ada beberapa masalah-masalah yang biasa terjadi ketika hendak

melakukan suatu perencanaan pelayanan kesehatan terutama untuk KIA.

Diperlukan perencanaan yang matang demi tercapainya kemampuan hidup

sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan

keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian target Pembangunan


74

Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia Sehat 2014, serta meningkatnya

derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal

yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Terkait dengan hal tersebut, permasalahan yang terjadi ketika

hendak melakukan perencaanaan program pelayanan KIA, seperti yang

dijelaskan oleh masing-masing informan Sebagai berikut:

“ee sejauh ini tidak ada masalah. Hanya masalah proyeksi tadi atau
penentuan target yang tidak sesuai. Terus disini juga kan wilayah
kerjanya ada 14 desa. Ada beberapa desa yang jauh disebrang dan ee
sebagiannya di daratan. Nah, yang di seberang harus menyebrang naik
kincara atau perahu katinting untuk bisa sampai ke puskesmas. Jadi untuk
smpai ke puskesmas itu ee butuh waktu lama. Jadi kadang ada beberapa
bidan tidak datang berhubung ee bidan tidak bisa menyebrang karena
kondisi Iklim dan cuaca. Ee.. kalau lagi buruk cuaca pasti tidak bisa lagi
ke puskesmas”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

“Ee kalau dalam penyusunan perencanaan itu tidak ada masalah”.


(Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)

“kalau masalah dalam perencanaannya itu biasanya bidannya toh ada


yang tidak bisa ke puskesmas. Jadi pada saat rapat masih ada bidan yang
tidak datang, jadi jarang lengkap tiap desa”. (Informan KT, 24 Tahun,
wc: 30 Mei 2014 )

“Kita disini kadang bidannya tidak datang dipuskesmas karena mereka


tidak sempatmi toh datang ada juga bidan yang masih di desanya ji
karena desanya jauh dan susah dijangkau. Medannyanya juga susah dan
menantang. Jadi kita bidan yang sempat datang nanti kita beritahu atau
koordinator.” (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Hasil wawancara mendalam dengan informan memberikan makna

bahwa Masalah yang sering dihadapi yaitu masalah proyeksi dan

ketidakhadiran bidan pada saat rapat perencanaan dilakukan.


75

2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan

dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan

wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam

rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004).

a. Pembagian tugas

Mengenai pembagian tugas pada masing-masing staf/petugas

dibagian KIA berdasarkan hasil wawancara dari informan AS (45

Tahun) dapat diperoleh informasi sebagai berikut:

“Yaaaa... kalau pembagian tugasnya itu, ee masing-masing ee bidan


sudah ada dibagi wilayah tempat tugasnya jadi bidan-bidan yang
bersangkutan itu bertanggung jawab diwilayah dia ditempatkan”.
(Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014).

“Ee Kalau pembagian tugas semua diratakan dengan semua bidan-bidan


desa..tapi dipilah-pilah juga bahwa bikor juga ini tanggung jawabnya
bidan desa juga yang ini”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014).

Informasi diatas sama dengan penjelasan KT ( 24 Tahun) dan CS

(27 Tahun) berikut:

“Iya pasti pada pembagiaan tugas KIA itu disiapkan bidan-bidan. Kan
sesuaiji kalo masalah KIA itu sudah bidan mi ahlinya toh (sambil
tersenyum)”. (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“ada pembagian tugasnya supaya ada semua tanggung jawabnya.


Hanya kita kesusahan. Disini kan ada 14 desa. Baru bidan disini hanya 7
bidan. Jadi kita disini 1 bidan pegang 2 desa. Padahal 1 desa saja masih
kesusahan apa lagi 2 desa”. (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan keterangan informan di atas, Makna dari pernyataan

Informan bahwa terkait dengan pembagian tugas pada masing-masing


76

staf/petugas dibagian KIA, Ada pembagian tugas pada program KIA

yaitu Pembagian wilayah kerja pada masing-masing bidan desa. Wilayah

kerja puskesmas Kapoiala terdiri dari 14 desa dan memiliki 7 bidan desa.

b. Ketersediaan fasilitas fisik

Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya

pemerintah dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, dan

menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas layanan

kesehatan yang layak bagi setiap warga negara. Fasilitas fisik merupakan

salah satu ukuran untuk melakukan penilaian terhadap kinerja

Puskesmas. Demikian juga fasilitas fisik merupakan faktor yang penting

yang mempengaruhi kinerja dari petugas kesehatan dalam memberikan.

Keterangan terkait dengan ketersediaan sarana penunjang (fasilitas

fisik) yang diberikan oleh pihak Puskesmas Kapoiala kepada

Staf/petugas ketika melaksanakan kegiatan KIA seperti yang

diungkapkan oleh informan AS (45 Tahun) sebagai berikut:

“emmm kalau itu ada disediakan kendaraan seperti Mobil ambulance,


motor untuk dipake saat ada kegiatan. Membantu juga itu motor para
bidan. Tapi untuk fasilitas diruangan itu belumpi ada seratus persen
tapi sudah lumayanmi sekarang ini. Sisanya kurangnya sarana dan
prasarana pendukung pelayanan seperti komputer dan air, dll. Ada juga
yang masih menggunakan laptop pribadinya”. (Informan AS, 45 Tahun,
wc: 20 Mei 2014)

“Ada. Ini teteskop, Ini ada timbangan dan alat-alat lain lengkap semuaji.
Sa dikasih juga motor dinas. Jadi sangat membantu sekali kalau ada
kegiatan dilapaangan”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)

Informasi diatas sama dengan penjelasan KT ( 24 Tahun) dan CS

(27 Tahun) berikut:


77

“iya ada. Fasilitasnya diruangan sini itu adaji ranjangnya, timbangan


berat badan, ada juga kayak poster-poster ibu hamil, indikator KIA,
kalau untuk yang alat-alat pertolongan persalinan itu ada semuaji disini
dek”. tapi (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“ya adaji. Itu diluar ada mobil ambulancenya, motor dinasnya, adaji
juga diruang KIA fasilitas fisik untuk pelayanan program KIA”.
(Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Hasil wawancara mendalam dengan informan terkait dengan

ketersediaan sarana penunjang (fasilitas fisik) yang diberikan oleh pihak

Puskesmas kapoiala kepada para pelaksana program KIA ketika

melaksanakan kegiatan di kelurahan, informan memberikan informasi

bahwa Fasilitas yang disediakan oleh puskesmas yaitu mobil ambulance,

motor, dan alat-alat pelayanan KIA. Tapi fasilitas tersebut belum lengkap

secara keseluruhan.

c. Pelatihan kader kesehatan dibagian KIA

Mengenai adanya pelatihan kepada kader kesehatan khususnya

dibagian KIA informan memberikan informasi yang sama terkait dengan

adanya pelatihan kepada kader kesehatan seperti yang diungkapkan oleh

AS, EP, KT, dan CS sebagai berikut:

“ohhh..dulu ada tapi sekarang kalau pelatihan khusus itu tidak ada lagi
yah paling yang ada itu ee arahan-arahan langsung dari saya dan
koordintornya selaku penanggung jawab”. (Informan AS, 45 Tahun, wc:
20 Mei 2014)

“Iya diberikan dulu pertama pelatihan”. Biasanya juga ada bimbingan


langsung dari kepala puskesmas maupun kepala KTU”. (Informan EP,
26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)

“Adaji kalo Pelatihan”. (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )


78

“nda tau juga kalau pelatihan khusus,, pelatihan biasaji saja kita dikasi.
Tapi kita bidan kan sudah tau apa saja tugasnya kita dan apa-apa yang
akan kita lakukan ntinya..dan harus sesuai 13 indikator KIA”. (Informan
CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan terkait

dengan pelatihan kepada kader kesehatan khususnya dibagian KIA di

wilayah kerja Puskesmas Kapoiala, makna dari wawancara informan

adalah Ada pelatihaan, arahan dan bimbingan yang diberikan kepada

kader kesehatan khusus di bagian KIA

3. Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah penggerak

semua kegiatan program yang telah (ditetapkan pada fungsi

pengorganisasian) guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan didalam

perencanaan. Dalam pelaksanaan ini lebih ditekankan bagaimana seorang

pimpinan mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya, olehnya itu

sangat diharapkan bagi pimpinan untuk bisa memberikan motivasi bagi

anggotanya, kerjasama yang baik serta komunikasi antar staf yang satu

dengan lainnya harus berjalan lancar.

a. Pencatatan dan pelaporan pelaksanaan pelayanan KIA

Pencatatan dan pelaporan merupakan tata cara pencatatan dan

pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan kegiatan pokok yang

dilakukan serta hasil yang telah dicapai. Terkait pelaksanaan pencatatan

dan pelaporan kegiatan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala dapat


79

dilihat dari hasil wawancara yang diungkapkan oleh AS (45 tahun),

sebagai berikut:

“Kalau Pencatatan itu ee setiap minggu setiap bidan desa datang ke


puskesmas membawa laporannya. Laporan kejadian permasalahan yang
ada di desanya masing-masing. setiap bulannya juga pasti ada
pelaporannya. Kalau untuk akhir tahun kita biasa masukan diprofil
puskesmas semua data dan dibuat data tahunan .biasa nya dimasukan di
buku PWS kemudian dibuat laporan kemudian dilaporkan ke dinas
kesehatan”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

Sejalan dengan hasil wawancara tersebut berikut hasil wawancara

dengan informan lain.

“Iya dilakukan setiap bulannya itu harus ada. Pokoknya setiap tindakan
harus dicatat”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)

Informan lain dalam penelitian ini, juga menyatakan hal yang

senada. Berikut uraiannya:

“uum, kita lakukan tohhh karena pasti setiap habis ada kegiatan atau
pelayanan itu kita buatkanmi juga laporannya untuk dikasih sama
koordinator disini”. (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014).

“dilakukan terus pencatatan dan pelaporannya. Karena itu laporan


pastimi dimintai terus kita sama koordinatornya”. (Informan CS, 27
Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh semua informan

diatas bahwa sudah dilakukan pencatatan dan pelaporan masing-masing

bidan KIA dan hasil Pencatatan dan pelaporan dimasukan dalam buku

PWS (Pemantauan Wilayah Setempat), selain itu laporannya dimasukan

dalam profil puskesmas kemudian dilaporkan ke dinas kesehatan.

b. Upaya-upaya untuk meningkatkan Pelayanan KIA

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan

ibu dan anak yang selanjutnya disingkat KIA adalah pelayanan kesehatan
80

ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,

keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita

dan anak prasekolah sehat.

Terkait Upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan KIA

berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan, sebagai berikut:

“pelaksanaannya itu tadi ee kader hanya melaksanakan kegiatan


diposyandu, dukun-dukun itu membantu bidan ketika ada persalinan.
Cuma masalahnya tadi itu, ada dukun yang tidak mau bermitra. hmmm
upaya-upayanya eeee melakukan pendekatan pada ibu-ibu hamil yang
tidak bisa datang langsung ke puskesmas, ada penyuluhan dari rumah
kerumah karena biasanya mereka kalau melahirkan rata-rata itu masih
ada juga yang menggunakan tenaga dukun”. (Informan AS, 45 Tahun,
wc: 20 Mei 2014)

“Kalau upaya-upaya yang dilakaukan setiap saat. Dibuat apalagi mulai


lagi dari situ bahwa harus meningkatkan bidan ini mungkin kurang, jadi
harus ada swiping,ahh begitu pula pelayanannya mereka nda sempat
datang disini dilakukan kunjungan kerumah“. (Informan EP, 26 Tahun,
wc: 22 Mei 2014)

Informan lain mengungkapkan hal yang tidak jauh beda. Berikut

uraiannya.

“kita harus cari tau cepat itu informasi ibu hamil karena ee kalo duluan
dukun yang tau di sembunyikanmi lagi kehamilannya. Jadi kita harus
lebih cepat dari dukun. Kita datangi cepat langsung di rumahnya dek.”.
(Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“dilakukanmi saja langsung pendataan ibu yang hamil…biasa itu kita


datangi dirumah langsung. kita data mereka misalnya dalam desa itu
berapa ibu hamilnya…”. (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh informan di atas

Makna dari pernyataan diatas adalah Upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan pelayanan KIA yaitu melakukan pendekatan pada ibu

hamil dan melakukan penyuluhan dari rumah ke rumah.


81

c. Kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan Pelayanan KIA

Mengenai Kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan

Pelayanan KIA, berdasarkan hasil wawancara dengan AS (45 tahun),

sebagai berikut:

“ya itu tadi, Hanya disini kan wilayah kerjanya ada 14 desa. Ada
beberapa desa yang jauh disebrang, Jadi untuk sampai ke puskesmas itu
ee butuh waktu lama. Pasien itu jadi malas melakukan kunjungan
kehamilan dipuskesmas. Jadi kadang pasien itu tidak bisa menyebrang
karena lagi hujan atau jelek cuaca. Ee.. kalau lagi buruk cuaca pasti
tidak bisa lagi ke puskesmas. Jadi nanti petugas langsung yang ee
mendatangi ibu hamilnya. Terus ee masalah itu, disini jumlah
ketenagaan bidan didesa itu 7 dari 14 desa sekarang. Ini nanti yang
menjadi kendala dalam hal pencapaian. Kita disini kan punya bidan dan
dukun juga, Nah sekarang juga permasalahannya ee dia ee karena
memitra dengan bidan. Kadang-kadang ada dukun, Harusnya kalau ada
ibu di desanya yang melahirkan dia harus memberitahu bidan di desa
tapi kenyataan selama ini ee mungkin merasa tersaingi atau lahannya
mau di ambil oleh bidan ya dia tidak melaporkan hal itu , sehingga ya
ketika persalinan itu ya dia sendiri yang tangani. Jadi kita ada
disamping ee kader posyandu kita ada dukun-dukun bayi. Cuma
masalahnya tadi itu, biasanya ada dukun yang tidak mau bermitra.
Menyembunyikan ketika ada persalinan. Ini juga berdampak pada
pencapaian target. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

Pendapat dari informan lain sedikit berbeda dengan informan

diatas. Berikut uraian wawancaranya:

“Kendala-kendalanya masih ada ibu hamil yang tidak memeriksakan


kehamilannya, nanti usia 7 bulan baru mereka dating. Otomatis K1 nya,
kalo K4 kunjungannya 4 kali, tetapi tidak boleh dia K4 kalau tidak
melewati K1. K1 kan standar 0-12 minngu. Jadi kalau dia sudah 7 bulan
tidak bisa masuk K1 dan tidak bisa juga masuk K4 karena da berkunjung
sudah umur kehamilan itu. Dia masuk di kehamilan baru dan tidak
masuk di K1 dan K4. Akhirnya itu kita punya pencapaian target K1 dan
K4 tidak pernah mau mencapai target. Jarang juga datang berkunjung
ibu hamil karena biasanya kita bidan-bidan desanyapi lagi yang turun
tangan kerumahnya masing-masing cari ibu hamilnya”. (Informan EP,
26 Tahun, wc: 22 Mei 2014).
82

Pendapat dari informan lain sedikit berbeda dengan informan

diatas. Berikut uraian wawancaranya:

“Misalkan toh dek semua alat sudah lengkap, ini pemeriksaan tensinya,
timbangan berat badannya, sudah lengkap semua alatnya tetapi
pasiennya lagi tidak ada tidak berkunjung. Itu kita tidak tau juga tapi
kan dikampung itu masih ada anu mitos-mitos bahwa tidak boleh di tau
kalau dia hamil, tapi kan itu yang harus di ubah sesungguhnya lebih
cepat ditau hamilnya lebih bagus supaya bisa kita kontrol, kontak
pertamanya dapat tetapi kalau dikampung didesa pemikirannya begini ee
tidak boleh katanya di tau sa hamil jadi da tidak mau berkunjung, nti
sudah 5 bulan/ 6 bulan baru da berkunjung”. Masalah juga yang
selanjutnya itu, ee.... mereka tidak pernah periksakan kehamilannya 1
kalipun itu terus mereka minta persalinan sama kita. Bidan itu sudah
pastimi tidak mau ambil resiko besar, hidup matinya orang, kita tidak
tau kandungannya apapi lagi itu ee bermasalah. Jadi kita mau tangani
persalinan yang tidak pernah periksa kehamilannya. (Informan KT, 24
Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

Keterangan yang sama juga diungkapkan oleh informan lainnya.

Berikut kutipan wawancaranya:

“masalah-masalahnya kaya tadi mi itu bidan memegang 2 desa. Karena


14 desa disini baru Cuma 7 bidan yang ada. Jadi tenaganya masih
kurang. kita kan ada disini ee bidan tapi ada juga dukun-dukun desa toh,
biasanya ada dukun yang tidak mau bermitra. Jadi kadang mereka tidak
mau bermitra sama kita yang bidan hanya sebagian dukun yang mau
bermitra. Itu dukun yang tidak mau bermitra kalau mereka kasi
melahirkan ibu hamil mereka tidak mau hubungi kita, mereka tangani
sendiri, nanti ada masalah baru kita dihubungi. Pasti kita bidan tidak
mau juga tangani yang seperti itu,,nanti sudah bermasalah baru mereka
hubungi kita. Kan kita disini juga tidak mau ambil resiko”. (Informan
CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari semua informan

diatas bahwa Kendala yang terjadi yaitu kurangnya ibu yang melakukan

kunjungan kehamilan di puskesmas, kurangnya tenaga bidan, beberapa

ibu hamil menyembunyikan kehamilannya, ada beberapa dukun-dukun

yang tidak mau bermitra dengan para bidan desa, dan bidan tidak mau
83

melayani persalinan ibu hamil jika ibu hamil tidak pernah memeriksakan

kehamilannya di puskesmas.

4. Pengawasan (Controling)

Monitoring atau Pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk

mengamati secara terus menerus melaksanakan kegiatan agar sesuai dengan

rencana kerja yang telah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi

penyimpangan. Fungsi manajemen ini memerlukan perumusan standar

kinerja staf sesuai dengan prosedur tetap. Pengawasan dilakukan dengan

cara mengawasi aktifitas, menentukan apakah organisasi dapat memenuhi

target tujuan dan melakukan koreksi bila diperlukan (Muninjaya, 2004).

a. Pengawasan rutin terkait dengan pelaksanaan pelayanan KIA

Mengenai Pengawasan rutin terkait dengan pelaksanaan pelayanan

KIA di puskesmas Kapoiala dapat diketahui melalui hasil wawancara

dengan dua orang Informan kunci dalam penelitian ini. Berikut kutipan

wawancaranya:

“iya ada pengawasan. Saya biasanya yang langsung turun kelapangan.


rutinnya itu biasanya kalau habis mereka turun dilapangan juga pasti
saya turun juga awasi”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

“setiap minggu dan bulan ada pengawasan rutin pengumpulan datanya.


Dilihat yang mencapai target, karena tiyap target ada itemnya, seperti
k1 ada targetnya k4 punya target. Pada saat akhir bulan dikumpul semua
desa dilihatyang mana tidak mencapai target .kalau pengawasan dari
pihak puskesmas itu ee hampir setiap minggu dia awasi dia lihat apa
berjalan sesuai dengan yang diharapkan, atau tidak, tercapai atau
tidak”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014).

Informasi yang sama juga disampaikan oleh kedua informan biasa

berikut keterangannya:
84

“jelasmi itu dee.. kepala puskesmas dan koordinatornya selalu minta


laporan itu setiap bidan desa, jadi kita buatkan mi laporannya”.
(Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“iya sudah pastimi karena mau dilihat toh ee apakah itu sudah
dilaksanakan seperti harapan”. (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei
2014).

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa ada pengawasan

rutin yang dilakukan tiap minggu dan bulannya yaitu kepala puskesmas

maupun koordinator turun langsung di lapangan melaksanakan

pengawasan dengan memantau semua bidan KIA kemudian memeriksa

semua data, target dan laporan-laporannya.

b. Pengawasan mengenai Pemanfaatan Sarana dan prasarana untuk

pelayanan KIA

Menurut Muninjaya (2004), fungsi pengawasan dilaksanakan

dengan tepat, maka organisasi yang akan memperoleh manfaatnya. Salah

satu manfaat fungsi pengawasan yaitu dapat mengetahui sejauh mana

kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan

standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana

dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini, fungsi pengawasan bermanfaat untuk meningkatkan

efisiensi kegiatan program.

Mengenai Pemanfaatan Sarana dan prasarana untuk membantu

pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala dapat diketahui dari hasil

wawancara dengan beberapa informan. Berikut uraian wawancaranya:


85

“sama halnya pengawasan data, kepala puskesmas sebagai penanggung


jawab KIA itu melakukan pula pengawasan terhadap sarana dan
prasarana. Sejauh ini sudah dimanfaatkan mi seluruh alat-alat yang ada
di ruang KIA”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

aaa, kalau pengawasan terhadap saran dan prasarana program KIA


dilihat setiap saat apa alat masih bagus atau ada yang perlu diganti,
karna jangan sampai karena alat itu pasien tidak diperiksa”. (Informan
EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)

“iya dilakukan terusji”. (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“iya ada dilakukan pengawasan dari pihak puskesmas sendiri. Baru


dimanfaatkan jii juga semuanya….”. (Informan CS, 27 Tahun, wc: 31
Mei 2014).

Berdasarkan hasil wawancara, Makna dari pernyataan informan

bahwa Telah dilakukan pengawasan terhadap sarana dan prasarana.

Sarana dan prasarana juga sudah dimanfaatkan.

5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kegiatan yang terikat dengan waktu untuk

mengkaji secara sistematis dan objektif, relevansi, kinerja, dan keberhasilan

dari program yang sedang berjalan atau program yang telah selesai. Evaluasi

dilakukan secara selektif untuk menjawab pertanyaan spesifik untuk

dijadikan pedoman bagi pengambil keputusan atau manajer, dan untuk

menyediakan informasi apakah asumsi atau teori yang melatar belakangi

suatu program adalah valid, apakah berhasil atau tidak berhasil, dan

mengapa. Evaluasi biasanya bertujuan untuk memastikan atau menilai

apakah suatu program itu relevan, apakah sudah mencapai targetnya atau
86

belum, dirancang dengan baik, efisien, efektif, memberi dampak positif, dan

dapat berkesinambungan.

a. Cara atau metode dalam mengevaluasi pelayanan KIA

Mengenai Cara atau metode dalam mengevaluasi pelayanan KIA

dapat dilihat dari hasil wawancara dari AS (45 tahun) yaitu sebagai

berikut:

“melakukan rapat pertemuan regional perbulan itu di minlok selanjutnya


dievaluasi semua kegiatan pelayanan KIA bulan sebelumnya, kemudian
semua ditampilkan apa yang menjadi kendalanya, bagaimana
cakupannya semua program dimunculkan/ditampilkan”. (Informan
IKAL, 40 Tahun, wc: 6 September 2013)

Informan lain mengungkapkan hal yang tidak jauh beda.

Berikut uraiannya.:

“yang pertama itu ee kita melihat dari kehadiran para bidan,


pencatatan dan pelaporan yang dikumpulkan bidan dari masing-masing
desa, data-data dan masalahnya didesanya kita lihat terus kita evaluasi
bersama. Jadi kita membuat program diawal tahun terus dalam hal
pelaksanaannya dilaksanakan setiap bulan dan dievaluasi setiap bulan
ee lewat minilokakarya”. (Informan AS, 45 Tahun, wc: 20 Mei 2014)

“iya ada. Ee dari itu dari laporan yang dimasukkan direview ulang pada
saat minilokakarya, di liat toh di evaluasi sampai dimana misalnya kita
dikasi target ini 13 indikator KIA kan ada 13 indikator KIA, dilihat
apakah setiap bulannya itu, disetiap satu bulan itu setiap desa mencapai
indikator tersebut. Kalau tidak di situ dibahas bahwa ini yang tidak
tercapai ini yang masih kurang dan di situ dilakukan lagi upaya ini yang
harus dilakukan, dan evaluasinya dilakukan terus”. (Informan EP, 26
Tahun, wc: 22 Mei 2014)

“iyah ada, setiap akhir tahun itu kita bacakan atau laporkan hasil
pelaksanaan program pelayanan KIA di rapat kaya minlok. Jadi
misalkan ada yang belum tercapai target pelayanannya, kita lihat dari
segi mananya yang salah apakah petugasnya yang tidak maksimal
dalam memberikan pelayanan atau bemana, dan selalu ji kita adakan
rapat rutin dengan semua orang KIA juga untuk kitaa evaluasi setiap
programnya kita masing-masing”. (Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei
2014 )
87

“eeeee… melihat dari target apakah sudah sesuai dengan sasarannya


atau tidak serta informasi dari petugasnya habis itu buat semacam
laporan khusus semua jenis kegiatan dan pelayanan yang sudah
dilaksnakan dimasukan dalam laporan bulanan atau tahunan…”.
(Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Dari hasil wawancara dengan seluruh informan, makna dari

wawancara informan yaitu setiap bulan membuat laporkan hasil

pelaksanaan program KIA melalui mengumpulkan data-data terkait

kehadiran bidan, data-data terkait ibu hamil tiap-tiap desa dan di evaluasi

bersama dalam rapat minilokakarya dengan melihat target yang sudah

dicapai.

b. Evaluasi Pada masing-masing pelayanan KIA

Evaluasi terhadap keseluruhan cakupan pelayanan KIA (Cakupan

K1, K4, Neonatus, ANC, dll) dapat dilihat dari hasil wawancara dari

informan kunci, yaitu sebagai berikut:

“iyah, seperti misalnya K1 sama K4 itu ada target perbulannya sekian


bagaimana hasilnya apakah da sudah mencapai target atau tidak kalau
misalnya bulan iini tidak mecapai kira-kira apa masalah atau
kendalanya sehingga belum mencapai targetnya tapi biasanya itu hasil
akhirnya kita akan evaluasi dalam 1 tahunnya”. (Informan AS, 45
Tahun, wc: 20 Mei 2014).

Keterangan yang serupa juga disampaikan oleh IBTD, sebagai

berikut:

“iaaa.. ada kita buatkan dalam bentuk laporan masing-masing cakupan


pelayanan misalnya K1, K4, ANC, Neonatus, keseluruhan dilihat apakah
sudah mencapai targetnya atau tidak jika belum mencapai apa-apa saja
yang menjadi kendalanya sehingga nantinya bisa kita jadikan
eee….bahan referensi untuk meningkatkan efektivitas pelayanan KIA
kedepannya”. (Informan EP, 26 Tahun, wc: 22 Mei 2014)
88

Pendapat dari informan lain membenarkan hal tersebut. Berikut

uraian wawancaranya.

“iyah kita lakukan evaluasi semuaa cakupan KIA setiap akhir bulan kita
buat laporan diruang KIA sini kemudian kita sajikan pada saat Minlok”.
(Informan KT, 24 Tahun, wc: 30 Mei 2014 )

“iyahhh… ada semua evaluasinya itu mulai dari pelayanan yang


diruangan KIA kayak eeee cakupan K1 Nya K4 neonatus nya semuanya
mi sampai kegiatan yang ada dilapangan juga itu dievaluasi karena mo
dilihat toh apa-apa saja yang sudah dicapai dari pelayanan ini”.
(Informan CS, 27 Tahun, wc: 31 Mei 2014).

Dari hasil wawancara diatas, maka makna dari wawancara

informan tersebut yaitu Dilakukan evaluasi terhadap semua cakupan

pelayanan KIA dalam bentuk laporan pada masing-masing pelayanan

KIA (Cakupan K1, K4, Neonatus, ANC, dll).

C. Pembahasan

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan menurut Drucker adalah suatu proses kerja yang terus

menerus yang meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan

penting dan yang akan dilaksanakan secara sistimatik, melakukan perkiraan-

perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang

masa depan, mengorganisir secara sistimatik segala upaya yang dipandang

perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta

mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan

membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan

melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun

secara teratur dan baik.


89

Perencanaan adalah cara untuk menentukan tujuan kinerja organisasi

di masa depan, serta memutuskan tugas dan penggunaan sumber daya

diperlukan untuk mencapai tujuan. Kurangnya perencanaan, atau

perencanaan yang buruk akan menghancurkan kinerja organisasi.

Perencanaan pelayanan KIA adalah sebuah proses untuk merumuskan

masalah-masalah KIA yang akan dilaksanakan dimasa yang akan datang

untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, serta pemantauan dan penilaian

atas perkembangan hasil pelaksanaan yang dilakukan secara sistematis dan

berkesinambungan. Untuk itu sebelum merencanakan pelayanan KIA harus

dilakukan analisis situasi, mengidentifikasi masalahnya serta menentukan

prioritasnya menetapkan tujuannya mengkaji hambatan dan kelemahannya

menyusun rencana kerja operasional.

Dengan adanya perencanaan KIA yang baik maka akan memudahkan

petugas KIA untuk mencapai tujuan yang telah diitetapkan, serta

mengurangi atau menghilangkan jenis hambatan yang akan dihadapi.

a. Tahap Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan yang harus

dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam rangka mencapai tujuan

yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

secara berhasil guna dan berdaya guna.

Idealnya perencanaan program KIA disusun secara lengkap yang di

dalamnya ada kegiatan pelayanan langsung, pelayanan masyarakat,

kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan. Proses integrasi


90

kegiatan setelah semua program menyusun kegiatan secara lengkap,

sehingga kegiatan-kegiatan intervensi tersebut sesuai dengan data dan

permasalahan yang sesungguhnya.

Perencanaan harus mempunyai tujuan yang dicantumkan secara

jelas. Pada penelitian ini untuk mengungkapkan bagaimana proses

penyusunan perencanaan pada program KIA, dasar penentuan tujuan dan

target. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan tersebut

dapat disimpulkan bahwa Semua perencanaan pelayanan Kesehatan Ibu

dan Anak di Puskesmas Kapoiala dimulai dari penentuan rencana

kegiatan pelayanan KIA dan dilakukan setiap awal tahun dan semua

perencanaannya dibahas di rapat sebelum pelaksanaannya dilakukan.

Perencanaan program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di

puskesmas Kapoiala dilakukan penentuan rencana kegiatan atau POA

(planning of action) mulai dari sasaran dan target yang akan dicapai

dalam pelayanan KIA yang terdiri pelayanan K1 (Cakupan kunjungan

ibu hamil yang pertama), K4 (Cakupan kunjungan pemeriksaan

kehamilan minimal 4 kali), ANC (Antenatal care) yaitu pemeriksaan

kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil,

Neontaus (pelayanan kesehatan kepada bayi baru lahir yang berusia 0

sampai dengan 28 hari), KB (Keluarga Berencana), pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan, deteksi resiko tinggi oleh tenaga

kesehatan yaitu kehamilan yang membahayakan dengan berkonsultasi

pada bidan atau tenaga kesehatan sampai dengan kegiatan posyandu


91

seperti pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui,

serta bayi, anak balita dan anak prasekolah serta pemberian imunisasi

tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan

campak 1x pada bayi, secara keseluruhan sudah dilakukan/dilaksanakan

oleh semua petugas KIA dan Bidan Desa di Puskesmas Kapoiala sesuai

dengan tugasnya masing-masing.

Semua pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala misalnya

pelayanan K1 (Cakupan kunjungan ibu hamil yang pertama), K4

(Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali), ANC

(Antenatal care) yaitu pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan

kesehatan mental dan fisik ibu hamil, Neontaus (pelayanan kesehatan

kepada bayi baru lahir yang berusia 0 sampai dengan 28 hari), KB

(Keluarga Berencana), pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,

deteksi resiko tinggi oleh tenaga kesehatan yaitu kehamilan yang

membahayakan dengan berkonsultasi pada bidan atau tenaga kesehatan

sampai dengan kegiatan posyandu seperti Pemeliharaan kesehatan ibu

hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan anak

prasekolah serta pemberian imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu

hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan campak 1x pada bayi, secara

keseluruhan sudah dilakukan/dilaksanakan oleh semua petugas KIA dan

Bidan Desa di Puskesmas Kapoiala sesuai dengan tugasnya masing-

masing. Jadi Mengenai proses penyusunan rencana di puskesmas

Kapoiala telah dilakukan.


92

Secara umum disebutkan apabila pelaksanaan upaya kesehatan

tidak didukung oleh perencanaan yang baik, maka akan sulit diharapkan

tercapainya tujuan dari upaya kesehatan tersebut. Fungsi perencanaan

merupakan langkah awal dalam proses manajemen, karena dengan

merencanakan aktivitas organisasi kedepan, maka segala sumber daya

dalam organisasi difokuskan pada pencapaian tujuan organisasi. (Azwar,

1996).

Perencanaan juga diartikan sebagai upaya memanfaatkan sumber-

sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala keterbatasan guna

mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Perencanaan yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh pihak

Puskesmas Kapoiala dalam hal ini mempersiapkan segala sesuatu yang

berhubungan dengan pelaksanaan program KIA khususnya di wilayah

kerja Puskesmas Kapoiala.

Rapat persiapan (penyusunan perencanaan) yakni pertemuan

berkala/rutin di Puskesmas merupakan salah satu agenda penting yang

harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan Program KIA. Terkait dengan

waktu pelaksanaan rapat persiapan (penyusunan perencanaan program)

yakni pertemuan berkala/rutin di Puskesmas sebelum pelaksanaan

program imunisasi khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala.

Puskesmas Kapoiala selalu melaksanakan rapat dalam hal ini

rapat terkait penyususnan perencanaan atau lebih sering dikenal

minilokakarya, dimana minilokakarya tersebut diadakan sebelum


93

pelaksanaan program KIA dilaksanakan, adapun tujuan rapat tersebut

yakni membahas tentang perencanaan sampai evaluasi program-program

KIA dipuskesmas. Seluruh rencana kegiatan di setujui dan disepakati

bersama. Seluruh rencana kegiatan di setujui dan disepakati bersama.

Bukan hanya program KIA saja yang dibahas dalam rapat tersebut tapi

seluruh program-program yang ada dipuskesmas.

b. Target cakupan pelayanan

Terkait dengan perencanaan program KIA, informan memiliki

keterangan mengenai pencapaian target cakupan pelayanan kesehatan ibu

dan anak (cakupan K1, K4, Neonatus, Dan ANC) yang hendak dicapai

pada wilayah kerja Puskesmas Kapoiala.

Berdasarkan keterangan dari beberapa informan menyatakan

bahwa target cakupan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala belum

sepenuhnya mencapai target cakupan pelayanan KIA. Hal itu di sebabkan

oleh beberapa faktor dimana penetapan target tidak sesuai data real yang

ada dilapangan tentang jumlah ibu hamil ini diwilayah kerja puskesmas

Kapoiala. Masih jarang pula ibu hamil yang mau datang memeriksakan

kehamilannya. Hal itu dikarenakan perjalanan menuju puskesmas sangat

jauh, alat transportasi masih kurang, jalannya rusak apalagi jika cuaca

yang buruk. Jadi sangat jarang ibu hamil yang mau berkunjung ke

puskesmas.

Target pencapaian cakupan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala

beberapa pelayanan belum mencapai target dan belum sesuai dengan


94

yang diharapkan. Jadi masih ada pelayanan KIA yang belum mencapai

target seperti cakupan pelayanan K1, K4, Neonatus, ANC dan pelayanan

Pertolongan persalinan yang masih dibawah target 100%. Hal tersebut di

akibatkan oleh beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas.

Data cakupan target pelayanan diperoleh dari pencatatan kader dan

bidan desa yaitu dengan cara pengumpulan, pengolahan, analisa data

kesehatan secara sistematik dan terus menerus serta diseminasi informasi

tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahui yang akan

diakomodir dalam penelusuran Pemantauan Wilayah Setempat KIA

(PWS.KIA).

Berdasarkan hasil observasi dan penelusuran dokumen yang

dilakukan oleh peneliti pada buku profil puskesmas kapoiala diketahui

bahwa ada beberapa cakupan pelayanan KIA yang belum mencapai

target yang telah ditetapkan, seperti Cakupan pelayanan K1 target yang

harus dicapai adalah 95% yang baru tercapai sekitar 51%, cakupan K4

target yang harus dicapai adalah 95% yang baru dicapai 50%, cakupan

KN I dan KN II target yang harus dicapai adalah 90% yang baru dicapai

sekitar 88% dan 87%, pertolongan persalinan target yang harus dicapai

90% yang baru dicapai sekitar 79%.

Seperti yang kita ketahui bahwa pada pencapaian target dan

pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan

jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien.


95

Pemantapan pelayanan KIA ini diutamakan pada kegiatan-kegiatan

pokok, sebagai berikut :

1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan

mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran. Pelayanan

antenatal selengkapnya mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik

(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta

intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada termasuk

penyuluhan dan konseling). Akan tetapi dalam penerapan sehari-hari

pelayanan antenatal secara minimal terstandar sehingga dapat diakui

sebagai bentuk pelayanan antenatal.

2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan

pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara bertahap. Dalam

program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan

pertolongan persalinan kepada masyarakat, yaitu dokter spesialis

kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan. Meskipun demikian,

di daerah terpencil masih banyak juga penolong persalinan yang

berasal dari keluarga ataupun masyarakat yang dipercaya dapat

manolong persalinan. Pada prinsipnya, penolong persalinan baik yang

dilakukan di rumah klien maupun di sarana kesehatan seperti Bidan

Praktik Swasta (BPS), klinik, puskesmas dan sarana kesehatan lain,

harus tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Sterilitasi/pencegahan infeksi.

b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar pelayanan.


96

c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan lebih tinggi.

Dengan penempatan bidan di desa diharapkan secara bertahap

jangkauan persalinan oleh tenaga kesehatan terus meningkat. Selain

itu diharapkan pula masyarakat semakin menyadari pentingnya

persalinan yang bersih dan aman.

3. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi/komplikasi kebidanan baik

oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader dan dukun

bayi, serta penanganan dan pengamatannnya secara terus-menerus.

Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna maka

deteksi dini dan penanganan ibu hamil beresiko/komplikasi

kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik fasilitas pelayanan KIA

maupun di masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi ibu hamil

beresiko/komplikasi kebidanan perlu difokuskan kepada keadaan

yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan

pertolongan oleh dukun bayi juga oleh masyarakat atau tenaga non

kesehatan yang tidak berwenang. Penempatan bidan di desa

memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil beresiko sejak

dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil

sesuai dengan resiko kehamilan yang disandangnya.

4. Resiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan

keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung

menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Semakin

cepat diketahuinya adanya resiko tinggi/komplikasi semakin cepat


97

akan mendapatkan penanganan yang semestinya. Sehingga angka

kematian ibu secara signifikan dapat diturunkan. Sebagian besar

kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang

adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan

transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk

kasus resiko tinggi. Oleh karenanya deteksi faktor resiko pada ibu

baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu

upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.

5. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan

pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.

Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi

kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu

dapat diduga atau diramalakan sebelumnya, oleh karenanya semua

persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi

kebidanan dapat segera di deteksi dan ditangani. Oleh karena itu ibu

hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang

mampu memberi pelayanan obstetric dan neonatal emergensi dasar

(PONED). Kebijakan Depkes dalam penyediaan puskesmas mampu

PONED adalah setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4

puskesmas mampu PONED.

6. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai

standar dan menjangkau seluruh sasaran. Kunjungan neonatal

bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan


98

kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan

pada bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Resiko terbesar

kematian bayi baru lahir terjadi pada 24 jam pertama, minggu

pertama dan bulan pertama kehidupannya. Upaya yang dilakukan

untuk mencegah kematian neonatal diutamakan pada pemeliharaan

kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan ‘’3 bersih’’

(bersih tangan penolong, alat pemotong tali pusat dan alas tempat

tidur ibu) dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat termasuk

perawatan tali pusat yang higienis. Pelayanan kesehatan neonatal

dasar menggunakan pendekatan komprehensif, manajemen terpadu

bayi muda untuk bidan, meliputi :

a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,

ikhterus, diare, bayi berat lahir rendah.

b. Perawatan tali pusat.

c. Pemberian Vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir.

d. Imunisasi Hepatitis B bila belum diberikan pada saat lahir.

e. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI

Eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan

bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA.

f. Penanganan dan rujukan kasus.

g. Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0-28 hari) yang

dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat

terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.


99

Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya 2

kali pada minggu pertama dan 1 kali pada minggu ke 2 setelah

lahir.

7. Pelayanan Kesehatan Bayi. Kunjungan bayi bertujuan untuk

meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar,

mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan bayi, sehingga

cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta

peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang.

Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan dapat

terpenuhi.

8. Pelayanan KB berkualitas. Pelayanan KB berkualitas adalah

pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan menghormati hak

individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan

KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan

kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Untuk

mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu

diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan

peningkatan aspek kualitas, teknis, dan aspek manajerial pelayanan

KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai

standar dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis

perlu dilakukan pelatihan klinis dan non klinis secara


100

berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program

KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program

KB dan system pencatatan dan pelaporan pelayanan KB (Runjati,

2010).

c. Orang-orang yang Terlibat dalam Proses Perencanaan

Untuk dapat mengembangkan atau membina program-program

Puskesmas khusunya dibagian Kesehatan ibu dan anak (KIA) dibutuhkan

tenaga-tenaga yang mampu melaksanakan tugas dengan baik dan

pembinaan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan

terhadap upaya peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan

khususnya kesehatan ibu dan anak. Untuk itu departemen kesehatan atau

direktorat jenderal pembinaan kesehatan masyarakat memakai method

lokakarya mini Puskesmas yang merupakan suatu sistim manajemen

yang sederhana dan membuat rencana kerja harian bagi seluruh petugas

Puskesmas, agar dapat meningkatkan kemampuan Puskesmas dan upaya

peran serta masyarakat yang sedang berlangsung.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa informan

tersebut Penyusunan program KIA khususnya di wilayah kerja

Puskesmas Kapoiala, selain melibatkan bidan koordinator namun

melibatkan juga Kepala Puskesmas, dalam hal ini pemangku jabatan

tertinggi atau pimpinan di Puskesmas serta Para bidan-bidan KIA sebagai

orang yang akan melaksanakan kegiatan KIA sekaligus yang

mengkoordinir setiap kegiatan yang ada diwilayah kerjanya masing-


101

masing, dan juga sebagai orang-orang yang akan melaksanakan kegiatan

pelayanan KIA baik diruangan KIA maupun dilapangan yang bertugas di

wilayah kerja Puskesmas Kapoiala.

d. Masalah yang akan dihadapi dalam Proses Perencanaan

Melakukan suatu perencanaan diperlukan adanya suatu proses

untuk merumuskan masalah-masalah KIA yang biasa terjadi atau yang

akan dilaksanakan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki, serta pemantauan dan penilaian atas perkembangan hasil

pelaksanaan yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.

Ada beberapa masalah-masalah yang biasa terjadi ketika hendak

melakukan suatu perencanaan pelayanan kesehatan terutama untuk KIA.

Diperlukan perencanaan yang matang demi tercapainya kemampuan hidup

sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan

keluarganya untuk atau mempercepat pencapaian target Pembangunan

Kesehatan Indonesia yaitu Indonesia Sehat 2014, serta meningkatnya

derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal

yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Hasil wawancara mendalam dengan informan memberikan

informasi bahwa Masalah yang sering terjadi yaitu masalah proyeksi.

Target cakupan yang dibuat tidak sesuai data real dilapangan. Masalah

selanjutnya pada saat kondisi iklim tertentu sebagian desa tidak dapat

dijangkau. Ada beberapa bidan yang tidak hadir saat rapat perencanaan
102

program KIA dilakukan karena beberapa faktor yakni cuaca yang buruk

serta jalan yang kurang mendukung perjalanan ke puskesmas.

Pada masalah proyeksi adalah masalah angka kisaran. Angka

kisaran yang dimaksudkan adalah angka ibu hamil di ambil dari data-data

yang kurang akurat. Angka proyeksi yang diambil tidak sesuai dengan

fakta dilapangan. Jadi dalam penentuan target cakupan tidak sesuai dengan

data-data angka ibu hamil yang ada. Sedangkan pada masalah kondisi dan

iklim, ada beberapa desa yang jauh dan susah untuk dijangkau karena

medan atau perjalanan menuju puskesmas yang sangat jauh, membutuhkan

waktu lama dan jalanan menuju puskesmas banyak kerusakan, sehingga

biasanya sebagian bidan tidak bisa hadir dalam rapat perencanaan program

KIA.

Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen

karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya.

Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen

secara keseluruhan. Tanpa adanya fungsi perencanaan, tidak mungkin

fungsi manajemen lainnya akan dilaksanakan dengan baik. Jadi apabila

masih terdapat masalah-masalah dalam proses perencanaan berarti proses

perencanaan KIA dipuskesmas Kapoiala belum berjalan dengan baik, dan

begitupun sebaliknya.

Menurut Drucker dalam Azwar (1996), perencanaan adalah suatu

proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan keputusan

yang bersifat pokok dan penting yang akan dilaksanakan secara


103

sistematis, melakukan perkiraan-perkiraan dengan mempergunakan

segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara

sistematik segtala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan

segala keputusan yang telah ditetapkan serta mengukur keberhasilan dari

pelaksanaan keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang

dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan

balik yang diterima dan yang telah disusun secra teratur dan baik.

Apabila perencanaan telah selesai dilaksanakan, hal selanjutnya yang

perlu dilakukan adalah fungsi pengorganisasian (Organizing).

Perencanaan pelayanan KIA adalah sebuah proses untuk

merumuskan masalah-masalah KIA yang akan dilaksanakan dimasa yang

akan datang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, serta pemantauan

dan penilaian atas perkembangan hasil pelaksanaan yang dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan

dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan

wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam

rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004).

Pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi)

dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan personil, finansial

dan tata cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati

bersama. Sedangkan yang dimaksud dengan pengorganisasian pelayanan


104

KIA adalah langkah untunk menggolongkan/ menetapkan tugas-tugas

pokok, mendelegasikan wewenang masalah-masalah KIA dengan kata lain

pengorganisasian adalah pengkoordinasian kegiatan-kegiatan KIA yaang

akan dilakukan suatu instansi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan dan mencerminkan

usaha untuk mencapainya. Pengorganisasian meliputi penentuan dan

pengelompokan tugas kedalam departemen, serta alokasi sumber daya untuk

membantu dalam pelaksanaan tugas, tersedianya fasilitas untuk membantu

petugas dalam melaksanakan kegiatan pelayanan serta melakukan

pembinaan kepada kader kesehatan selaku penggerak pelaksana pelayanan

khususnya KIA.

a. Pembagian tugas

Berdasarkan keterangan informan di atas, dapat disimpulkan

bahwa terkait dengan pembagian tugas pada masing-masing staf/petugas

dibagian KIA, koordinator pengelola KIA mengatur tugas masing-

masing petugas dibagian KIA seperti membuat stuktur organisasi dan

pembagian masing-masing wilayah kerja dalam hal ini mempersiapkan

orang-orang yang berkompeten dalam pelaksanaan program kesehatan

ibu dan anak demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

Pembagian tugas pada program KIA yaitu Pembagian wilayah

kerja pada masing-masing bidan desa. Semua bidan memiliki tugas dan

tanggungjawabnya masing-masing. Wilayah kerja puskesmas Kapoiala


105

terdiri dari 14 desa dan memiliki 7 bidan desa. Jadi masing-masing bidan

memiliki 2 desa binaan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan

bahwa adanya struktur/pembagian tugas yang telah dibuat oleh

koordinator pengelola KIA yang telah diberikan wewenang penuh oleh

Pimpinan Puskesmas dalam hal ini Kepala Puskesmas Kapoiala terkait

dengan pembagian tugas kepada Bidan KIA dan staf/petugas KIA

khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala yang mencakup 14

kelurahan yaitu Kapoiala, Kapoiala Baru, Sambara Asi ,Labotoy,

Labotoy Jaya, Pereo’a, Lamendora, Lalimbue, Lalimbue Jaya, Ulu

Lalimbue, Muara Sampara, Tani Indah, Tombawatu ,Lalonggomuno.

Menurut Depkes tugas dan wewenang bidan pada program KIA

yaitu memberikan penyuluhan tantang KIA, membimbing serta membina

dukun bayi, mengawasi kehamilan, melayani persalinan normal termasuk

letak sungsang pada multipara, episiotomi tingkat I dan II, mengawasi

pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak pra sekolah, memberikan

obat dan vitamin serta pengobatan tertentu dalam bidang kebidanan.

Adapun tugas tambahan bidan adalah melaksanakan program-program

Puskesmas. Sehingga tugas-tugas bidan menjadi bertambah karena selain

tugas utama di bidang KIA, melaksanakan program Puskesmas di desa

serta mengupayakan peran serta masyarakat dalam hal kesehatan di desa,

bidan memiliki tugas yang cukup besar dalam pelayanan kesehatan

pengelolaan KIA (Depkes RI, 2005).


106

Menurut Depkes RI (2005) tugas dan wewenang bidan dalam

pengelolaan program KIA dapat dilihat pada indikator cakupan PWS-

KIA (pemantauan Wilayah Setempat) yakni pada cakupan K1

(kunjungan ibu hamil yang pertama), K4 (kunjungan ibu hamil yang ke

empat), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, penjaringan (deteksi)

ibu hamil beresiko oleh masyarakat, penjaringan (deteksi) ibu hamil

beresiko oleh tenaga kesehatan dan cakupan pelayanan kunjungan

neonatal (KN) oleh tenaga kesehatan.

b. Ketersediaan fasilitas fisik

Penyediaan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya

pemerintah dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, dan

menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas layanan

kesehatan yang layak bagi setiap warga negara. Fasilitas fisik merupakan

salah satu ukuran untuk melakukan penilaian terhadap kinerja

Puskesmas. Demikian juga fasilitas fisik merupakan faktor yang penting

yang mempengaruhi kinerja dari petugas kesehatan dalam memberikan

pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Masyarakat cenderung menilai kualitas pelayanan yang

dilaksanakan Puskesmas dengan alat indranya untuk menilai fasilitas

secara fisik karena masyarakat tidak mampu menilai pelayanan kesehatan

dari aspek pengetahuan ataupun keterampilan petugas. Salah satu bagian

dari fasilitas fisik Puskesmas adalah ruangan pelayanan. Ruangan

pelayanan Puskesmas merupakan ruangan yang digunakan untuk


107

melaksanakan pelayanan kepada masyarakat yang termasuk dalam

program kegiatan Puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya

kesehatan pengembangan.

Program kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas sebaiknya

didukung oleh ketersediaan dan kelayakan ruangan untuk pelayanan.

Tanpa ruangan, maka program yang dijalankan tidak bisa berjalan secara

optimal. Ruangan pelayanan dikatakan layak apabila ruangan tersebut

berfungsi sesuai fungsinya dan memenuhi persyaratan kebersihan serta

sarana prasarana yang dibutuhkan Puskesmas.

Selain itu, ketersediaan sarana penunjang (fasilitas fisik) dalam

pelaksanaan kegiatan pelayanan KIA merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kinerja petugas. Kondisi fasilitas fisik yang baik dalam

arti sempit sarana yang lengkap, modern dan berkualitas dan jumlah

cukup akan memberikan kepuasan kepada para staf/petugas yang

kemudian dapat meningkatkan kinerjanya.

Hasil wawancara mendalam dengan informan terkait dengan

ketersediaan sarana penunjang (fasilitas fisik) yang diberikan oleh pihak

Puskesmas kapoiala kepada para pelaksana program KIA ketika

melaksanakan kegiatan di kelurahan, informan memberikan informasi

yang sama mengenai ketersediaan kendaraan operasional khusus yang

diberikan kepada petugas KIA khususnya di wilayah kerja Puskesmas

Kapoiala, fasilitas fisik yang diberikan adalah Mobil Ambulance, Motor

Dinas yang biasa digunakan oleh bidan-bidan KIA, selain itu ada fasilitas
108

seperti ranjang, timbangan berat badan, poster-poster ibu hamil, poster

indikator KIA fasilitas transportasi, Namun fasilitas untuk diruangan KIA

belum 100 % tersedia. Fasilitas didalam ruangan yang belum tersedia

seperti komputer, dan air dalam menunjang program pelayanan KIA itu

masing kurang. Bidan masih menggunakan komputer/laptop pribadi.

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa

adanya 1 unit mobil ambulance dan ada 4 unit motor dinas merek

yamaha sporty yang pernah dipakai oleh Koordinator KIA yang

dipergunakan sebagai kendaraaan operasional pelaksanaan kegiatan KIA

di kelurahan, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala. Selain itu

fasilitas yang ada didalam ruangan KIA seperti komputer, dan air yang

belum sepenuhnya tersedia diruangan KIA.

c. Pelatihan kader kesehatan dibagian KIA

Kader Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah Kader yang bertugas

membantu bidan puskesmas melakukan pendataan, pemeriksaan ibu

hamil dan anak-anak yang mengalami gangguan kesehatan (penyakit).

Kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes)

adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas

mengembangkan masyarakat kader yang dinamis dengan pendidikan

rata-rata tingkat desa teryata mampu melaksanakan beberapa hal yang

sederhana.

Dengan adanya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama

ini dikerjakan oleh Bidan dan petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh
109

masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek

pembangunan, tetapi juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri.

Selanjutnya dengan adanaya kader, maka pesan-pesan yang disampaikan

dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah bahwa

pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang

kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan terkait

dengan pelatihan kepada kader kesehatan khususnya dibagian KIA di

wilayah kerja Puskesmas Kapoiala, informan memberikan informasi

yang sama, yakni Ada pelatihaan, arahan dan bimbingan yang diberikan

kepada kader kesehatan dibagian KIA untuk menjalankan tugas-

tugasnya.

Tugas kader kesehatan yang harus dilakukan adalah membantu

petugas kesehatan dalam hal ini Bidan desa dalam memberikan

pelayanan KIA di Posyandu dan kunjungan ke rumah ibu hamil/pasca

persalinan, memotivasi dan menggerakkan ibu hamil agar mau

datang/kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan, memberi pelayanan KIA

bagi ibu dan keluarganya pada daerah yang tidak terjangakau oleh

petugas kesehatan sesuai dengan petunjuk yang ada dalam buku KIA,

dan lain-lain. Sehingga dibutuhkan pelatihan kepada kader kesehatan

untuk dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat.

Agar para kader kesehatan memiliki kompetensi dalam menjalankan


110

tugas sebagai pelaksana pelayanan KIA maka mereka perlu dibekali

materi KIA melalui kegiatan Orientasi Buku KIA bagi para kader KIA.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Asfian (2008),

yang menyatakan bahwa setiap kader kesehatan desa diberikan pelatihan

walaupun tidak terjadwal khusus. Seharusnya kader kesehatan harus

diberikan pelatihan khusus untuk lebih meningkatkan efektifitas kinerja

mereka diwilayah kerjanya.

Pelatihan kader kesehatan merupakan suatu upaya untuk

meningkatkan pengetahuan seseorang agar mempunyai kecerdasan

tertentu. Tenaga bidan yang telah bekerja di tingkat desa mempunyai

tingkat pendidikan dasar dan latihan dasar yang diperlukan. Pengertian

dari pelatihan adalah suatu perubahan pengertian dan pengetahuan atau

keterampilan yang dapat diukur.

Tujuan dilakukannya pelatihan terutama untuk memperbaiki

efektifitas seorang kader kesehatan dalam mencapai hasil kerja yang

telah ditetapkan dapat dicapai dengan cara pengembangan. Pelatihan

diselenggarakan dengan maksud untuk memperbaiki penguasaan

ketrampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci dan

rutin. Sedangkan pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas,

dalam pengembangan terdapat peningkatan sikap dan sifat-sifat

kepribadian.
111

3. Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah penggerak

semua kegiatan program yang telah (ditetapkan pada fungsi

pengorganisasian) guna mencapai tujuan yang telah dirumuskan didalam

perencanaan. Dalam pelaksanaan ini lebih ditekankan bagaimana seorang

pimpinan mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya, olehnya itu

sangat diharapkan bagi pimpinan untuk bisa memberikan motivasi bagi

anggotanya, kerjasama yang baik serta komunikasi antar staf yang satu

dengan lainnya harus berjalan lancar.

Agar pelaksanaan Program KIA dapat berjalan lancar, aspek

peningkatan mutu pelayanan program KIA puskesmas maupun di tingkat

Kabaupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari

besarnya cakupan program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, perlu

di pantau secara terus menerus besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu

wilayah kerja, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok

mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya

lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat

lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau

cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantau Wilayah

Setempat (PWS-KIA).

a. Pencatatan dan pelaporan pelaksanaan pelayanan KIA

Pencatatan dan pelaporan adalah indikator keberhasilan suatu

kegiatan. Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program


112

apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari

pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan informasi yang

berharga dan bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar.

Jadi, data dan informasi merupakan sebuah unsur terpenting dalam

sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara tentang

keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut (Tiara, 2011).

Pencatatan dan pelaporan merupakan tata cara pencatatan dan

pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan kegiatan pokok yang

dilakukan serta hasil yang telah dicapai. Terkait pelaksanaan pencatatan

dan pelaporan kegiatan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala,

berdasarkan informasi yang disampaikan oleh semua informan diatas

bahwa sudah dilakukan pencatatan dan pelaporan masing-masing bidan

KIA dan hasil Pencatatan dan pelaporan dimasukan dalam buku PWS

(Pemantauan Wilayah Setempat), selain itu laporannya dimasukan dalam

profil puskesmas kemudian dilaporkan ke dinas kesehatan.

Setiap bulan dibuat pelaporan KIA, untuk akhir tahun dimasukan

didalam profil Puskesmas semua data perbulannya itu direkap atau dibuat

data tahunan selanjutnya hasilnya akan di serahkan kepada Dinas

Kesehatan. Data mengenai kesehatan ibu langsung di input sedangkan

untuk data kesehatan anak dilakukan masih secara manual yakni berupa

dokumen/laporan yang dimasukan dalam buku PWS (Pemantauan

Wilayah Setempat).
113

Hasil observasi dan Penelusuran dokumen mengenai adanya

pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Kapoiala yaitu dalam bentuk

Laporan yang berupa Buku PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) yang

berisi keterangan mengenai semua jenis pelayanan KIA, kegitan-kegiatan

yang sudah dilaksanakan dilapangan, bagaimana hasilnya apakah sudah

mencapaai target sasarannya atau tidak.

Penelitian yang dilakukan oleh Yokbeth Kareth (2013), yang

mengungkapkan bahwa pencatatan dan pelaporan KIA sudah dilakukan

dengan baik, bidan koordinatornya melakukan pencatatan lengkap dan

mengumpulkan tepat waktu. Bidan telah mendapat pelatihan khusus

tentang pencatatan dan pelaporan KIA. Pada puskesmas yang pencatatan

dan pelaporan KIA kurang baik, bikor (bidan koordinator) tidak mengisi

kolom-kolom isian format secara lengkap dan tidak mengerti cara

mengisi format isian yang sering berubah. Bidan belum mendapat

pelatihan khusus. Keberhasilan dalam kelengkapan pencatatan dan

ketepatan pelaporan dipengaruhi oleh kelengkapan dan ketepatan

pelaporan bidan pustu ke Puskesmas. Keterlambatan disebabkan oleh

jarak dan akses geografis yang sulit terjangkau serta beban kerja yang

berat. Semua bikor mempunyai sikap dan motivasi baik. Supervisi

Kepala Puskesmas yang pencatatan dan pelaporan KIA nya baik

dilakukan sebulan sekali dan yang kurang baik 3 bulan sekali. Supervisi

DKK ke Puskesmas yang baik 3 bulan sekali dan Puskesmas yang kurang

baik 6 bulan sekali.


114

b. Upaya-upaya untuk meningkatkan Pelayanan KIA

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan

ibu dan anak yang selanjutnya disingkat KIA adalah pelayanan kesehatan

ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas,

keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita

dan anak prasekolah sehat.

KIA di Indonesia selalu saja menjadi masalah pelik yang tak

kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik, hukum

dan budaya yang kondusif. Untuk itu, dibutuhkan penyediaan alokasi

anggaran yang lebih untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

ibu dan anak kedepannya. Selanjutnya, pembinaan kepada Ibu juga

sangat dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan yang lebih mengenai

pentingnya pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh informan di atas

dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya atau strategi yang dilakukan untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak yaitu melakukan penyuluhan

dan pembinaan kepada ibu hamil dengan cara turun langsung atau melakukan

kunjungan ke rumah ibu hamil.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan KIA

diantaranya melakukan penyuluhan dan pembinaaan kepada ibu hamil

dengan cara turun langsung dari rumah kerumah ini dianggap lebih

efektif karena kebanyakan ibu hamil diwilayah tersebut pada saat

melahirkan lebih memilih menggunakan jasa dukun daripada


115

menggunakan jasa bidan, jadi melalui penyuluhan serta pembinaan

diharapkan pengetahuan ibu menjadi lebih bertambah.

Masih tingginya angka persalinan oleh dukun disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan ibu tentang bahaya akibat dari pertolongan

persalinan yang tidak adekuat. Perilaku ini dipengaruhi oleh faktor pokok

yaitu faktor perilaku maupun non perilaku, sedangkan perilaku kesehatan

ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam

pengetahuan sikap, keyakinan, nilai-nilai, faktor pendukung yang

terwujud dalam lingkungan fisik, sarana/prasarana dan ketentuan-

ketentuan. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan,

petugas kesehatan dan obat-obatnya, yang terwujud dalam persepsi,

pengetahuan, sikap, dan penggunaan fasilitas petugas kesehatan (Lider,

2007).

Meskipun pengetahuan ibu ikut berperan dalam kematian ibu

melahirkan, tetapi pada kenyataannya banyak ibu yang telah memiliki

pengetahuan yang cukup akan pelayanan kesehatan, tetapi nyatanya

pemanfaatannya masih kurang. Oleh karena itu, perlu dilakukannya

sosialisasi kesehatan lebih lanjut kepada masyarakat. Selain kurang

memadainya jasa pelayanan kesehatan bagi ibu bersalin, sulitnya

transportasi dan alat komunikasi, seperti saluran telepon, dan lokasi

mukim yang berjauhan dengan tempat tersedianya pelayanan kesehatan,

menjadi penyebab seringnya keterlambatan antisipasi pertolongan

pertama oleh tenaga medis.


116

c. Kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan Pelayanan KIA

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari semua informan

diatas bahwa kendala yang terjadi yaitu kurangnya ibu yang melakukan

kunjungan kehamilan dan memanfaatkan pemeriksaan kehamilan di

puskesmas karena faktor iklim, cuaca jarak tempuh dan medannya yang

kurang baik serta keterbatasan alat transportasi. Kurangnya tenaga bidan

di puskesmas yakni hanya 7 orang dari 14 desa. Beberapa ibu hamil

menyembunyikan kehamilannya karena faktor budaya yang masih kental,

bayak ibu hamil masih mempercayai mitos-mitos yang ada di desa. Ada

beberapa dukun-dukun yang tidak mau bermitra dengan para bidan desa

karena merasa tersaingi oleh bidan desa, dan bidan tidak mau melayani

persalinan ibu hamil jika ibu hamil tidak pernah memeriksakan

kehamilannya di puskesmas karena bidan takut mengambil resiko besar

saat persalinan, dalam hal ini terjadi komplikasi yang tidak diinginkan

saat persalinan.

Jumlah ketenagaan bidan di wilayah kerja kapoiala terdapat 7

bidan dari 14 desa. Jadi tiap bidan memiliki tanggung jawab memegang 2

desa binaan. Keterbatasan sumber daya ini nanti yang menjadi kendala

dalam hal pencapaian targetnya. Ada beberapa dukun yang tidak memitra

dengan bidan. Hal itu disebabkan oleh para dukun merasa tersaingi oleh

bidan. Seharusnya jika ada ibu hamil di desanya yang melahirkan dia

harus memberitahu bidan di desa tapi kenyataan selama ini merasa

tersaingi atau lahannya ingin diambil oleh bidan jadi dia tidak
117

melaporkan adanya ibu hamil yang akan melakukan persalinan, sehingga

pada saat ibu hamil melakukan persalinan dengan dukun, persalinan

tersebut hanya dukun sendiri yang tangani dan tanpa adanya bantuan

bidan. Selain ada bidan desa, diwilayah kecamatan kabupaten konawe

masih terdapat dukun-dukun desa, beberapa dukun yang tidak ingin

bermitra dengan bidan. Ada beberapa bidan ketika ada persalinan mereka

juga menyembunyikan persalinan tersebut. Ini juga berdampak pada

pencapaian target. Ada beberapa bidan tidak mau melayani persalinan

ibu hamil jika ibu hamil tidak pernah memeriksakan kehamilannya di

puskesmas. Hal itu diakibatkan karena bidan takut mengambil resiko

besar saat persalinan, dalam hal ini terjadi komplikasi yang tidak

diinginkan saat persalinan, seperti pendarahan, keguguran dan terlilitnya

tali pusat.

Sedangkan ibu hamil yang masih menggunakan persalinan yang

ditolong oleh dukun disebabkan oleh faktor budaya. Banyak alasan yang

menyebabkan ibu memilih dukun ataupun bidan sebagai penolong

persalinannya. Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan,

penerusan, pemilikan dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke

generasi secara berkesinambungan. Pewarisan budaya bersifat vertikal

artinya budaya diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi

berikutnya untuk digunakan, dan selanjutnya diteruskan kepada generasi

yang akan datang. Bersalin pada dukun adalah suatu hal yang telah

menjadi tradisi dan merupakan hal yang tabu untuk dilanggar.


118

Pengaruh budaya masyarakat setempat terkait tradisi turun

temurun dan kemampuan supranatural yang dimiliki dukun bayi, faktor

ekonomi, faktor psikologis, keberadaan tenaga kesehatan yang masih

langka, jarak rumah masyarakat dengan tempat tinggal dukun bayi, dan

persepsi masyarakat terkait jaminan kesehatan gratis adalah alasan ibu

untuk tetap memilih dukun sebagai penolong persalinannya.

Hasil wawancara dari keempat informan kunci mengungkapkan

bahwa masih banyak ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya,

menyembunyikan kehamilannya dan melahirkan dengan bantuan dukun

bayi. Hal itu juga disebabkan oleh faktor pengalaman. Faktor

pengalaman adalah salah satu faktor pendukung kembalinya ibu memilih

dukun bayi sebagai penolong persalinannya. Pengalaman melahirkan

dengan bantuan dukun bayi yang telah dilakukan berulang kali oleh ibu

membuat mereka telah terbiasa untuk melakukannya. Sehingga para

bidan masih kesusahan dalam hal melakukan pertolongan persalinan

kepada ibu hamil secara menyeluruh di wilayah kerja puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe.

4. Pengawasan (Controling)

Monitoring atau Pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk

mengamati secara terus menerus melaksanakan kegiatan agar sesuai dengan

rencana kerja yang telah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi

penyimpangan. Fungsi manajemen ini memerlukan perumusan standar

kinerja staf sesuai dengan prosedur tetap. Pengawasan dilakukan dengan


119

cara mengawasi aktifitas, menentukan apakah organisasi dapat memenuhi

target tujuan dan melakukan koreksi bila diperlukan (Muninjaya, 2004).

Pengawasan pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang penting,

salah satu bahaya pengembangan sistem pengawasan adalah segalanya akan

berakhir ke dalam pengawasan itu sendiri, sering terjadi bahwa data yang

dikumpul tidak relevan untuk membuat keputusan, kemudian data tidak

lengkap dan akurat, serta terjadi kesalahan dalam interprestasi data. Selain

itu, pemanfaatan sarana dan prasarana juga penting sebab sarana dan

prasarana termasuk tenaga medis yang memadai dapat mengurangi tingkat

kematian ibu hamil ketika melahirkan. Dengan memadainya sarana dan

prasarana kesehatan, ibu hamil dapat mengakses fasilitas yang tersedia

dansesuai dengan prosedur kesehatan yang semestinya sehingga resiko-

resiko yang dapat menyebabkan kematian dapat dihindari.

Akan tetapi, jika dikaitkan dengan kenyataan yang tengah berlangsung

maka dapat dinyatakan sebenarnya pertolongan persalinan yang diberikan

oleh petugas kesehatan terlatih terutama bidan belum merata, banyak bidan-

bidan yang pengetahuan akan kesehatan ibu hamil dan ibu bersalin masih

kurang sehingga pelayanan kesehatan yang diberikan tidak dapat berjalan

total. Tidak semua bidan dan petugas kesehatan lain dapat dikategorikan

ahli dalam menjalankan perannya yang bersifat formal dan bertujuan sosial.

Ketidaksediaan petugas KIA menetap tinggal di desa dan jarang berkunjung

ke dusun-dusun dalam rangka penyelenggaraan kegiatan Posyandu menjadi


120

kendala dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi

kebutuhan-kebutuhan ibu melahirkan (Suhari, 2000).

a. Pengawasan rutin terkait dengan pelaksanaan pelayanan KIA

Mengenai Pengawasan rutin terkait dengan pelaksanaan pelayanan

KIA di puskesmas Kapoiala dapat diketahui melalui hasil wawancara

dengan dua orang Informan kunci dalam penelitian ini.

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa bentuk pengawasan

terkait dengan pelaksanaan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala

bahwa Pengawasan rutin terkait dengan pelayanan KIA sudah dilakukan

setiap minggu dan bulan yaitu dengan memantau semua bidan KIA yang

bertugas di desanya masing-masing kemudian memeriksa semua data,

target-targetnya dan laporan-laporannya. Memantau bidan yang bertugas

melaksanakan tugas sesuai dengan yang diharapkan, tercapai atau tidak.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan

bahwa data yang diperoleh hasil pelaksanaan kegiatan terkait KIA

khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kapoiala yakni pengumpulan data

dilakukan setiap ada kegiatan dilapangan seperti imunisasi, persalinan

dan periksaan yang lainnya yang dilakukan oleh bidan-bidan desa di

Posyandu/Kelurahan. Adapun pengumpulan data hasil pelaksanaan

kegiatan imunisasi di Posyandu/Kelurahan tersebut dikumpulkan dan

tetap dilakukan pengawasan oleh Koordinator bidan, dan selanjutnya data

tersebut di bawa ke Puskesmas oleh para bidan desa lalu di kumpulkan

kepada Koordinator Bidan. Pada pengumpulan data tersebut, kepala


121

puskesmas selalu memantau dan mengawasi hasil dari pengumpulan data

yang telah dikumpulkan secara langsung oleh bidan-bidan desa.

Pengawasan pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang

penting, salah satu bahaya pengembangan sistem pengawasan ialah

bahwa segalanya akan berakhir kedalam pengawasan itu sendiri, sering

terjadi bahwa data yang terkumpul tidak relevan untuk membuat

keputusan, data tidak lengkap dan tidak akurat, dan kesalahan dalam

interprestasi data. Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah adanya petunjuk mengenai pengawasan rutin terkait koordinasi

pengumpulan data hasil pelaksanaan kegiatan KIA yang dilaksanakan

oleh pihak Puskesmas Kapoiala khususnya diwilayah kerja Puskesmas

Kapoiala Kabupaten Konawe, serta bentuk pengawasan yang dilakukan

oleh pimpinan Puskesmas dalam hal ini Kepala Puskesmas terhadap

pelaksanaan KIA yang dilaksanakan oleh Bidan Puskesmas Kapoiala

khususnya diwilayah kerja Puskesmas Kapoiala

Pengawasan terhadap proses pengumpulan data hasil pelaksanaan

kegiatan KIA di Kelurahan oleh Pimpinan Puskesmas dalam hal ini

kepala Puskesmas merupakan salah satu upaya yang dapat meningkatkan

kualitas/kinerja pelaksanaan kegiatan KIA terhadap pencapaian target

cakupan KIA. Terkait dengan Pengawasan oleh Pimpinan Puskesmas

terhadap proses pengumpulan Data hasil pelaksanaan Kegiatan KIA

dikelurahan seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan kunci.


122

Menurut Muninjaya 2004 dalam bukunya yang berjudul

”Manajamen Kesehatan”, fungsi pengawasan dilaksanakan dengan tepat,

maka organisasi yang akan memperoleh manfaatnya yaitu: Dapat

mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf,

apakah sesuai dengan standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya

(staf, sarana, dana dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang

telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan bermanfaat untuk

meningkatkan efisiensi kegiatan program. Dapat mengetahui adanya

penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-tugasnya. Jika

hal ini diketahui, pimpinan organisasi akan memberikan pelatihan

lanjutan bagi stafnya.

Selain itu, latihan staf digunakan untuk mengatasi kesenjangan

pengetahuan dan keterampilan staf yang terkait dengan tugas-tugasnya.

Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi

kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien. Dapat mengetahui

sebab-sebab terjadinya penyimpangan. Dapat mengetahui staf yang perlu

diberikan penghargaan, dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan.

Pengawasan yang telah dilakukan oleh pihak puskesmas khususnya

kepala puskesmas terkait pelaksanaan pelayanan KIA telah dilakukan

secara rutin dan beberapa fungsi pengawasan telah dilihat manfaatnya

dalam wilayah kerja Puskesmas Kapoiala seperti dapat mengetahui

apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan telah
123

dimanfaatkan secara efisien. Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan

program sudah dilaksanakan oleh para bidan.

b. Pengawasan mengenai Pemanfaatan Sarana dan prasarana untuk

pelayanan KIA

Menurut Muninjaya (2004), fungsi pengawasan dilaksanakan

dengan tepat, maka organisasi yang akan memperoleh manfaatnya. Salah

satu manfaat fungsi pengawasan yaitu dapat mengetahui sejauh mana

kegiatan program sudah dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan

standar atau rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana

dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini, fungsi pengawasan bermanfaat untuk meningkatkan

efisiensi kegiatan program.

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa telah

dilakukan pengawasan terhadap sarana dan prasarana. Sarana dan

prasarana untuk pelayanan KIA sudah dimanfaatkan, dan berdasarkan

observasi yang dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa Perlengkapan

sarana dan prasarana untuk persalinan serta sarana untuk pelayanan KIA

lainnya telah tersedia untuk melayani para ibu hamil dan balita.

Ketersediaan sarana penunjang (fasilitas fisik) dalam pelaksanaan

kegiatan KIA merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja

bidan. Kondisi sarana prasarana yang baik dalam arti sempit sarana yang

lengkap, modern dan berkualitas dan jumlah cukup akan memberikan


124

kepuasan kepada para petugas yang kemudian dapat meningkatkan

kinerjanya.

Sarana dan prasarana yang menyenangkan akan menjadi kunci

pendorong bagi para petugas kesehatan atau bidan untuk menghasilkan

kinerja puncak. Demikian pula kondisi sarana prasarana lengkap,

moderna, berkualitas dan jumlah yang cukup merupakan keinginan

petugas untuk di penuhi oleh suatu instansi/perusahaan. Jadi sangat

diperlukan pengawasan terhadap sarana dan prasarana yang ada di

puskesmas kapoiala untuk menunjang pelayanan KIA. Berdasarkan hasil

wawancara bahwa telah dilakukan pengawasan terhadap sarana dan

prasarana. Baik itu dari koordinator bidan dan juga kepala puskesmas

yang selalu mengawasi apabila ada kerusakan, kecatatan dan kekosongan

sarana dan prasarana penunjang untuk pelayanan KIA. Kepala puskesmas

dengan segera menangani apabila ada kekurangan seperti alat-alat

kesehatan seperti vaksin, jarum suntik, kapas, alkohol, alat medis untuk

persalinanan, imuniasi dan kegiatan yang berhubungan dengan KIA.

Sarana dan prasarana untuk pelayanan KIA sudah dimanfaatkan

dan selalu mendapat pengawasan, dan berdasarkan observasi yang

dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa Perlengkapan sarana dan prasarana

untuk persalinan serta sarana untuk pelayanan KIA lainnya telah tersedia

untuk melayani para ibu hamil dan balita. Dengan adanya pengawasan

sarana dan prasarana pelayanan KIA, maka mencegah terjadinya


125

pelayanan yang tidak efisien dan efektif dalam melaksanakan pelayanan

KIA.

5. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kegiatan yang terikat dengan waktu untuk

mengkaji secara sistematis dan objektif, relevansi, kinerja, dan keberhasilan

dari program yang sedang berjalan atau program yang telah selesai. Evaluasi

dilakukan secara selektif untuk menjawab pertanyaan spesifik untuk

dijadikan pedoman bagi pengambil keputusan atau manajer, dan untuk

menyediakan informasi apakah asumsi atau teori yang melatar belakangi

suatu program adalah valid, apakah berhasil atau tidak berhasil, dan

mengapa. Evaluasi biasanya bertujuan untuk memastikan atau menilai

apakah suatu program itu relevan, apakah sudah mencapai targetnya atau

belum, dirancang dengan baik, efisien, efektif, memberi dampak positif, dan

dapat berkesinambungan.

Dinkes kabupaten atau kota dan provinsi, secara rutin menetapkan

target atau standar kebersihan masing-masing kegiatan program, yang

merupakan standar untuk kerja (standar performance) staf. Standar untuk

kerja merupakan ukuran kualitatif keberhasilan program. Tingkat

keberhasilan program secara kualitatif diukur dengan membandingkan

target yang ditetapkan output. (cakupan pelayanan)

Secara kualitatif keberhasilan program diukur dengan

membandingkan standar prosedur kerja untuk masing-masing kegiatan

program dengan penampilan. Cakupan program dapat dianalisis secara


126

langsung oleh staf Puskesmas, dengan menganalisis data harian setiap

program. Perubahan sikap, prilaku masyarakat (effect program) dan dampak

program (impact) seperti dalam kematian, kesakitan (termasuk dampak

gangguan gizi), tingkat kelahiran dan kecacatan tidak diukur secara

langsung oleh Puskesmas. Impact program diukur setiap 5 tahun sekali,

melalui survey kesehatan rumah tangga (SKRT) atau Surkesnas (Survey

kesehatan nasional), tetapi hanya sampai tingkat kabupaten. Standar

pelayanan minimal program kegiatan.

Evaluasi kegiatan adalah suatu proses menentukan nilai atau

besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Evaluasi dapat pula diartikan suatu bayangan dari suatu proses perencanaan

terdahulu yang memberikan informasi bagi perencanaan berikutnya.

Evaluasi merupakan suatu asahan untuk mengukur pencapaian suatu tujuan

ataupun keadaan tertentu dengan membandingkannya dengan standar nilai

yang telah di tentukan sebelumnya.

Evaluasi pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah penentuan nilai

berdasarkan pengamatan, pengukuran, pemeriksaan sampai sejauh mana

efisiensi pelaksanaan program KIA. Evaluasi pelaksanaan pelayanan KIA

dilakukan terhadap tiga hal yaitu:

1) Evaluasi proses ditujukan terhadap pelaksanaan program yang

menyangkut penggunaan sumber daya, seperti tenaga, dana, dan

fasilitas lain Untuk program KIA.


127

2) Evaluasi hasil program ditujukan untuk menilai sejauh mana program

tersebut berhasil, yakni sejauh mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

tercapai, seperti meningkatnya ibu-ibu hamil yang memeriksakan

kehamilannya didalam kurun waktu tertentu.

3) Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana

program tersebut mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan

Ibu dan Anak (Notoatmodjo, 2005).

a. Cara atau metode dalam mengevaluasi pelayanan KIA

Mengenai Cara atau metode dalam mengevaluasi pelayanan KIA

dapat dilihat dari hasil wawancara dengan seluruh informan, dapat

disimpulkan bahwa cara atau metode yang dilakukan dalam

mengevaluasi pelayanan kesehatan ibu dan anak yaitu mengadakan

pertemuan perbulan di minilokakarya kemudian semua kegiatan

pelayanan KIA dievaluasi berdasarkan laporkan hasil pelaksanaan

program KIA dengan melihat target yang sudah dicapai selanjutnya

dibuatkan laporannya.

Evaluasi hasil pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala dilakukan

berdasarkan laporan bulanan KIA, kelahiran dan kematian anak per

desa/kelurahan, penemuan kasus BBLR per desa/kelurahan, kematian

ibu, register kematian perinatal (0-7) hari, rekapitulasi pelacakan

kematian neonatal, Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA indikator

ibu, PWS KIA indikator anak serta laporan bulanan Standar Pelayanan

Minimal (SPM) KIA. Laporan bulanan KIA untuk memantau kegiatan


128

kesehatan ibu dan bayi disuatu wilayah Puskesmas, Laporan kelahiran

dan kematian per desa untuk memantau perkembangan kelahiran dan

kematian neonatal dimasing-masing desa dalam suatu wilayah.

Kesulitan dalam evaluasi Program pelayanan KIA sangat berkaitan

dengan fungsi manajemen dalam hal monitoring dan evaluasi.

Manajemen pelayanan kesehatan di seluruh tingkat fasilitas pelayanan

memerlukan informasi yang adekuat sehingga bisa melakukan fungsi

manajemennya, dimana salah satu fungsi tersebut adalah monitoring dan

evaluasi. Tetapi, Saat ini belum popular adanya tim monitoring dan

evaluasi program KIA yang independen. Akibatnya belum ada

mekanisme kontrol yang sehat terhadap efektifitas program KIA.

Mengevaluasi efektifitas suatu program adalah menentukan nilai

dari hasil yang dicapai oleh tim kesehatan. Evaluasi memerlukan

diadakannya sejauh mana masyarakat mendapatkan pelayanan KIA di

wilayah kerja puskesmas Kapoiala yang direncanakan untuk memenuhi

kebutuhan mereka dan menilai sebera besar keuntungan mereka dapat

dari pelayanan KIA itu, informasi yang dikumpulkan dipakai untuk

memperbaiki kuantitas, kualitas, aksebilitas, efisiensi, dan lain

sebagainya dari pelayanan.

Kegiatan evaluasi peayanan KIA diwilayah kerja Puskesmas

Kapoiala menggunakan metode yang dilakukan dalam mengevaluasi

pelayanan KIA yaitu mengadakan pertemuan perbulan di minilokakarya

kemudian semua kegiatan pelayanan KIA dievaluasi berdasarkan


129

laporkan hasil pelaksanaan program KIA dengan melihat target yang

sudah dicapai selanjutnya dibuatkan laporannya dimana pada kegiatan

evaluasi puskesmas Kapoiala mencakup langkah-langkah seperti:

Menetapkan tujuan evaluasi yakni tentang apa yang akan dievaluasi

terhadap program KIA, Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam

menentukan keberhasilan program KIA yang akan dievaluasi.

Menetapkan cara atau metode evaluasi yang digunakan. Melaksnakan

evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan evaluasi

KIA, Menetukan keberhasilan program KIA berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasannya.

Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap

program KIA berikutnya berdasarkan hasil evaluasi. Kegiatan evaluasa

dipuskesmas kapoiala sudah sesuai dengan kegiatan evaluasi.

Menurut Notoatmodjo tahun 2005 bahwa kegiatan evaluasi

mencakup langkah-langkah yaitu:

7. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi yakni tentang apa

yang akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.

8. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan

keberhasilan program yang akan dievaluasi.

9. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang digunakan.

10. Melaksnakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil

pelaksanaan evaluasi tersebut


130

11. Menetukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-

penjelasannya.

12. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut

terhadap program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut .

b. Evaluasi Pada masing-masing pelayanan KIA

Evaluasi terhadap keseluruhan cakupan pelayanan KIA (Cakupan

K1, K4, Neonatus, ANC, dll) dapat dilihat dari hasil wawancara dari

informan, dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilakukan terhadap

keseluruhan cakupan pelayanan KIA dengan melihat target yang telah

tercapai pada masing-masing pelayanan dalam 1 tahun. Semua cakupan

pelayanan KIA dibuat dalam bentuk laporan pada masing-masing

pelayanan dan dilihat targetnya apabila belum mencapai target akan di

evaluasi kembali kira-kira ada kendala yang dihadapi atau tidak. Evaluasi

digunakan sebagai bahan referensi untuk meningkatkan efektivitas

pelayanan KIA kedepannya.

Evaluasi di puskesmas Kapoiala sudah dilakukan terhadap

keseluruhan cakupan pelayanan KIA (Cakupan K1, K4, Neonatus, ANC,

dll) dengan membuat laporan bulanan pada masing-masing cakupan

pelayanan kemudian disajikan/dipaparkan pada saat rapat Minlok

dilakukan, apakah semua cakupan pelayanan tersebut sudah mencapai

targetnya atau belum mencapai. Pada masing-masing cakupan pelayanan

KIA dilihat pula mengapa belum mencapai target, apa saja kendala dan
131

hambatannya serta mencari solusinya secra bersama-sama agar nantinya

bisa mencapai target yang telah ditetapkan.

Evaluasi pelayanan KIA dilakukan dengan memanfaatkan data

dari:

1) Laporan kinerja bidan yaitu dari sumber data antara lain laporan

cakupan pelayanan PWS KIA, terdiri dari cakupan K1, cakupan K4,

cakupan Neonatus, Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,

risiko tinggi dan perinatal, laporan kesehatan maternal perinatal.

2) Informasi dari para pembina bidan dan pihak terkait pada berbagai

kesempatan misalnya pertemuan konsultatif, AMP (Audit Maternal

Perinatal), pertemuan komunikasi antara bidan, pelatihan dan magang.

Semua informasi yang diperoleh diolah dan dianalisis untuk

selanjutnya di evaluasikan di umpan-balikkan kepada pihak terkait.

Pada tahap evaluasi pada masing-masing cakupan pelayanana

memudahkan para bidan untuk membandingkan antara hasil yang telah

dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan. Menurut

kamus istilah Manajemen, evaluasi adalah suatu proses bersistem dan

objektif menganalisis sifat dan ciri pekerjaan didalam suatu organisasi

atau pekerjaan. Adapun menurut perhimpunan ahli kesehatan Amerika,

evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah

keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Proses tersebut mencakup kegiatan-kegiatan mengevaluasi tujuan,


132

identifikasi, kriteria yang tepat untuk mengukur keberhasilan,

menentukan dan menjelaskan derajat keberhasilan.

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang ditemukan peneliti dalam melakukan penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Sulitnya bertemu dengan informan. Hal ini disebabkan karena banyaknya

kesibukan informan sehingga tidak bisa diwawancarai. Oleh karena itu,

perlu mencari waktu yang tepat serta suasana yang kondusif untuk

melakukan wawancara.

2. Sulitnya melakukan penelusuran dokumen-dokumen serta laporan-laporan

mengenai pelayanan KIA karena rata-rata laporan KIA dipegang oleh

masing-masing bidan kelurahan.


133

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Perencanaan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoialah dapat diketahui

bahwa seluruh perencanaan pelayanan KIA telah dilakukan, dimulai dari

penentuan rencana kegiatan pelayanan Kesehatan ibu dan anak, setelah itu

dilaksanakan/dijalankan oleh para petugas KIA, serta orang-orang yang

terlibat dalam perencanaan pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala adalah

Kepala Puskesmas, Koordinator pengelola KIA, bidan KIA , Pada target

cakupan pelayanan KIA masih ada pelayanan KIA yang belum mencapai

target, dan masalah yang sering dihadapi dalam melakukan perencanaan

pelayanan KIA adalah masalah proyeksi. Pada saat kondisi iklim tertentu

sebagian desa tidak dapat dijangkau. Sehingga ada beberapa bidan desa

yang tidak hadir saat rapat perencanaan program KIA dilakukan. Jadi

pada tahap perencanaan masih kurang baik karena proses perencanaanya

sudah berjalan tapi belum maksimal. Hal itu disebabkan oleh masih ada

masalah-masalah yang terjadi dalam tahap prencanaan.

2. Pengorganisasian pelayanan KIA di Puskesmas Kapoiala Kabupaten

Konawe dilaksanakan dengan melakukan Pembagian tugas pada masing-

masing staf/petugas dibagian KIA yang dilakukan oleh koordinatoor KIA,

Koordinator pengelola KIA mengatur tugas masing-masing petugas

dibagian KIA seperti membuat stuktur organisasi dan pembagian masing-


134

masing wilayah kerja. Pengorganisasian yang dilaksanakan oleh pihak

Puskesmas Kapoiala sudah berjalan dengan cukup baik. Hal ini

berdasarkan hasil telaah dokumen mengenai adanya struktur organisasi

yang dibuat/disusun oleh pihak Puskesmas Kapoiala dalam hal ini

mempersiapkan orang-orang yang berkompeten dalam pelaksanaan

program KIA dan fasilitas fisik yang diberikan oleh pihak puskesmas

adalah mobil ambulunce dan motor walaupun untuk fasilitas lainnya

didalam ruangan pelayanan KIA belum 100% tersedia.

3. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan pelayanan KIA sudah dilakukan

dengan baik oleh Puskesmas Kapoiala, upaya-upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan pelayanan KIA seperti melakukan penyuluhan dan

pembinaaan kepada ibu hamil dengan cara turun langsung ke rumah-

rumah ibu hamil, serta kendala yang terjadi dalam pelaksanaan Pelayanan

faktor iklim, cuaca jarak tempuh dan medannya yang kurang baik serta

keterbatasan alat transportasi. Selain itu Kurangnya tenaga bidan untuk

membina tiap desa/kelurahan. Ada beberapa dukun-dukun yang tidak mau

bermitra dengan para bidan desa. Jadi pada tahap pelaksanaan masih

kurang baik karena masih banyak kendala-kendala dalam proses

pelaksanaannya.

4. Pengawasan rutin terkait dengan pelaksanaan pelayanan KIA yaitu dengan

membuat laporan mengenai cakupan pelayanan KIA, Berdasarkan hasil

wawancara dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan pengawasan

terhadap sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana untuk pelayanan KIA
135

sudah dimanfaatkan, dan berdasarkan observasi yang dilakukan oleh

peneliti terlihat bahwa perlengkapan sarana dan prasarana untuk persalinan

serta sarana untuk pelayanan KIA lainnya sudah ada walaupun tidak

sepenuhnya tersedia untuk melayani para ibu hamil dan balita. Jadi pada

tahap pengawasan sudah dilakukan dengan cukup baik.

5. Cara atau metode dalam mengevaluasi pelayanan KIA adalah evaluasi

dilakukan terhadap keseluruhan cakupan pelayanan KIA dengan melihat

target yang telah tercapai pada masing-masing pelayanan dalam 1 tahun.

Semua cakupan pelayanan KIA dibuat dalam bentuk laporan pada masing-

masing pelayanan dan dilihat targetnya apabila belum mencapai target akan

dievaluasi kembali kira-kira apa saja kendalanya. Evaluasi dilakukan pada

saat rapat minilokakarya dan evaluasi digunakan sebagai bahan referensi

untuk meningkatkan efektivitas pelayanan KIA kedepannya. Jadi pada tahap

evaluasi sudah dilakukan dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada Pihak Puskesmas Kapoiala agar lebih meningkatkan

pelayanan KIA sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal

kepada masyarakat.

2. Diharapkan kepada pihak Puskesmas Kapoiala, untuk melakukan

sosialisasi kepada seluruh staf/petugas yang bertugas pada bagian KIA

terkait dengan pencapaian target pelayanan.


136

3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya terkait dengan penelitian ini agar

semakin banyak referensi-referensi mengenai Manajemen pelayanan

khususnya pada pelayanan KIA.


137

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, D. 2011. Manajemen Pelayanan kesehatan. Nuha Medika.


Yogyakarta.

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Binarupa


Aksara. Jakarta.

.1999. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2013. Profil


Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Tahun 2013. BKKBN.
Jakarta.

Bappenas. 2013. MDG’s Kesehatan Masyarakat serta Keadaannya di Indonesia.


tersedia di:http://www.bappenas.com. [diakses 28 februari 2014].

Barrera, A. 1990. The role of maternal schooling and its interaction with public
health programs in child health production. Journal of Development
Economics, Vol. 32(1), 69-99.

Becker, S., Peters, D. H., Gray, R. H., Gultiana, C., & Black, R. E. 1993. The
determinants of use of maternal and child health services in Metro Cebu,
the Philippines, Vol. 46-37Z.

Bungin, B. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Burliansyah. 2007. Manajemen Program KIA Puskesmas Oleh Bidan Desa di


Desa Langensari Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Skripsi Sarjana
pada Universitas Diponegoro. Tidak Diterbitkan. Semarang.

Chakraborty, N., Islam, M. A., Chowdhury, R. I., Bari, W., & Akhter, H. H. 2003.
Determinants of the use of maternal health services in rural Bangladesh.
Health Promotion International Journal, Vol.18(4), 327-337.

Christina, W. 2005. Pelaksanaan Manajemen Pelayanan KIA dan Kualitas


Pelayanan Ante Natal Care (ANC) di Puskesmas Kecamatan Semarang
Barat. Tidak Diterbitkan. Semarang.

Depkes RI. 2002. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan
Anak. Departemen Kesehatan. Jakarta.

. 2004. Indonesia sehat 2010. Departemen Kesehatan. Jakarta.


138

Depkes RI. 2005. Pedoman Manajemen Kebidanan. Subdit Kebidanan dan


Perinatal. Jakarta.

. 2007. Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Angka Kematian Ibu


dan Angka Kematian Bayi. Jakarta. Tersedia di:
www.bps.go.id/aboutus.php?info=70. [15 februari 2014].

Dinkes Kabupaten Konawe. 2012. Profil Dinas Kesehatan kabupaten konawe


tahun 2012. Dinkes. Kendari.

. 2013. Profil Dinas Kesehatan kabupaten konawe


tahun 2013. Dinkes. Kendari.

Dinkes Sultra. 2012. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2012. Dinkes. Kendari.

Hasibuan, M. 2009. Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta.

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Universitas Muhammadiyah Malang


Press. Malang.

Indarwati, R. 2013. Puskesmas. Tersedia di: http://www.ners.unair.ac.id/


materikuliah/PUSKESMAS.pdf. [diakses 31 Maret 2014].

Kemenkes RI. 2011. Data Angka kematian Ibu Hamil Menurut Ibu Hamil
Menurut WHO. Kemenkes RI. Jakarta.

Kenzie, MC, James F. 2006. Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar Edisi Ke 4.


EGC. Jakarta.

Lewin, S., Munabi-Babigumira, S., Glenton, C., Daniels, K., Bosch-Capblanch,


X., van Wyk, B. E., ... & Scheel, I. B. 2010. Lay health workers in
primary and community health care for maternal and child health and
the management of infectious diseases. Cochrane Database Syst Rev,
Vol. 3(22), 90-91.

Muninjaya, A., A. GDe. 2004. Manajemen Kesehatan. EGC. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. PT.


Rineka Cipta. Jakarta.

. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Sriatmi, A. 2011. Organisasi dan Manajemen. Tersedia di:


http://eprints.undip.ac.id/5780/1/ORGANISASI_MANAJEMEN_-_
AYUN_SRIATMI.pdf. [diakses 31 Maret 2014].
139

Sugiono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. CV. Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung.

Suyadi. 2011. Manajemen Pelayanan Kesehatan: Suatu Pendekatan


Interdisipliner. Universitas Brawijaya. Malang.

Widowati, C. 2005. Pelaksanaan Manajemen Pelayanan KIA dan Kualitas


Pelayanan Ante Natal Care (ANC) di Puskesmas Kecamatan Semarang
Barat. Tesis Magister pada Universitas Gadjah Mada, Tidak Diterbitkan.
Yogayakarta.

Wijayanti, W. 2013. Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan. Tersedia di:


wiwijayanti.blogspot.com/2013/09/bentuk-dan-jenis-pelayanan-
kesehatan.html. [diakses 5 April 2014].

World Health Organization. 2008. Tracking Progress in Maternal, Newborn and


Child Survival. The 2008 Report. UNICEF. Tersedia di:
http://www.un.org/en/ecosoc/phlntrpy/notes/brochure.pdf. [diakses 1 Mei
2014].

. 1997. Managing Maternal and Child Health


Programmes: A Practical Guide. WHO Regional Office for the Western
Pacific. Manila.

Yoon, P. W., Black, R. E., Moulton, L. H., & Becker, S. 1996. Effect of not
breastfeeding on the risk of diarrheal and respiratory mortality in children
under 2 years of age in Metro Cebu, The Philippines. American Journal
of Epidemiology, Vol. 143(11), 1142-1148.

Anda mungkin juga menyukai