Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN


THALASEMIA

DOSEN PENGAJAR : Ns.Titik Setyaningrum , M.Kep.

Disusun oleh :

KELOMPOK 5
BELLA AISYAH (2114401014)
FARAH NURMALA (2114401022)
NINDA AULIA R (2114401042)

TINGKAT 2A

PRODI D3 KEPERAWATAN
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
STIKes RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA PUSAT
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas semua rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dapat kami selesaikan
tepat waktu.
Terima kasih dihanturkan untuk Ibu Ns.Titik setyaningrum, M.Kep. selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Anak di STIKes RSPAD Gatot Soebroto yang membimbing kami
dalam penyusunan makalah ini. Harapan kami laporan yang kami buat dapat berguna bagi
pembaca.
Pada makalah ini akan membahas tentang konsep dasar penyakit Thalasemia mulai dari
definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan pathway,
serta asuhan keperawatan pada anak dengan Thalasemia.
Tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi komposisi nilai tugas pada mata
kuliah Keperawatan Anak, dan yang terpenting penulisan makalah ini bertujuan sebagai
bahan pengetahuan bagi para mahasiswa.
Kami menyadari bahwa susunan dan materi yang saya buat ini banyak kekurangannya.
Untuk itu kami memohon maaf atas kekurangan yang ada di laporan yang kami buat. Segala
saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga apa yang
kami tulis dapat bermanfaat dan Allah SWT senantiasa meridhai kita semua. Aamiin.

Jakarta, 21 Februari 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 3
BAB 1................................................................................................................................... 4
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 5
BAB II.................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN..................................................................................................................... 6
2. 1 Definisi Thalasemia.......................................................................................................6
2. 2 Etilogi.......................................................................................................................... 6
2.3 Patofisiologi..................................................................................................................8
2.4 Klasifikasi Thalasemia....................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................9
2.6 . Pathway.................................................................................................................... 11
2.7 Tinjauan Asuhan Keperawatan......................................................................................12
2.7.1 Pengkajian............................................................................................................ 12
2.7 2 Diagnosa Keperawatan...........................................................................................13
2.8 Intervensi.................................................................................................................... 14
2.9 Intervensi Keperawatan Berdasarkan Evidance Base (Jurnal)............................................15
BAB III............................................................................................................................... 17
PENUTUP.......................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 17
3.2 Saran.......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 18
Lampiran............................................................................................................................. 19

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalasemia dunia, yaitu negara
dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalasemia yang tinggi. Hal ini terbukti dari
penelitian epidemiologi di indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi gen thalasemia
beta berkisar 3-10%. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia
berbahaya setiap tahunnya. Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini
merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Thalasemia adalah penyakit
kelainan darah yang diwariskan oleh orang tua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi
kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia.
Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan
nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir
dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya. Ada dua jenis thalasemia yaitu alpha
dan beta. Kedua jenis thalasemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini
diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang
anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga
dengan thalasemia trait (sifat thalasemia). Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa,
kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen (Samuel, 2010).
Anak yang memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalasemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan tranfusi
darah. Jenis thalasemia yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga dengan
Cooley’s Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan tranfusi darah dan perawatan yang
intensif. Anak-anak yang menderita thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejala
penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai
nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat. (Behrman, 2012)

4
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan
pada anak thalasemia, karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami
gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian
khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian thalasemia pada anak?
2. Etiologi thalasemia pada anak?
3. Patofisiologi thalasemia pada anak?
4. Klasifikasi thalasemia pada anak?
5. Pemeriksaan penunjang thalasemia pada anak?
6. Patthway thalasemia pada anak?
7. Diagnosa keperawatan thalasemia pada anak?
8. Intervensi thalasemia pada anak?
9. Intervensi keperawatan berdasarkan evidance base (Jurnal)?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi thalasemia pada anak
2. Mengetahui etiologi thalasemia pada anak
3. Mengetahui patofisiologi thalasemia pada anak
4. Mengetahui klasifikasi thalasemia pada anak
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang thalasemia pada anak
6. Mengetahui patthway thalasemia pada anak
7. Mengetahui diagnosa keperawatan thalasemia pada anak
8. Mengetahui intervensi keperawaatan thalasemia pada anak

5
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb),khususnya rantai
globin, yang diturunkan. Penyakit genetik ini memiliki jenis dan frekuensi terbanyak di
dunia. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia.Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah
yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Thalasemia
merupakan penyakit kongenetal herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan
kelainan hemoglobin , dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak terbentuk secara
sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik.Kelainan hemolitik ini mengakibatkan
kerusakan pada sel darah merah didalam pembuluh darah (Kliegam,2012).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)dan masuk ke
dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sistem
hemoglobin akibat mutasi di dalam ataudekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat
menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni perubahan struktur rangkaian asam amino
acid sequence rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural, Perubahan
kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu disebut
Thalasemia.Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya.Anak yang
mewarisi gen Thalasemia dari satu orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah
seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari kedua orangtuanya
akan menderita Thalasemia sedangsampai berat (Nurarif, 2013)

2. 2 Etilogi
Penyakit thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak
diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap thalasemia dalm sel-sel atau faktoe
genetik (Suriadi, 2001). Thalasemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai genglobin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu

6
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai
1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan.Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang
sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunyadan
sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada
setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah(gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain
adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orangtuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang
mengidap thalassemia dalam sel – selnya / Faktor genetik. Jika kedua orang tua tidak
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalasaemia trait/pembawa sifat Thalasaemia atau Thalasaemia mayor kepada
anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinan
bahwa setiap anak-anak mereka akan enderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, tidak seorangdiantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
mayor. Orangdengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat,
merekadapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa adayang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.Apabila kedua orang
tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifatThalassaemia, maka anak-anak mereka
mungkin akan menderitaThalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga
memilikidarah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor
(Samuel, 2010).

7
2.3 Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen
globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau
tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah
merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb
berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah
normal 120 hari (Kliegman 2012).
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi(Fe).
Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkanzat besi akan tertinggal
di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yangtertinggal dalam tubuh digunakan untuk
membentuk sel darah merah baru.Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel
darah merah yangrusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati
(lever).Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini
akanmengganggu fungsi organ tubuh. Penumpukan zat besi terjadi karena penderita
thalasemia memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah.Penumpukan zat besi ini,
bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati , dan
oran tubuh lainnya , yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian (Kliegman,2012)

2.4 Klasifikasi Thalasemia


Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hemoglobin yang mengalami
gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang
mengalami gangguan, thalasemia diklasifikasikan menjadi (Samuel, 2010) :
1. Thalasemia minor (Trait)
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat
namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya.
Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita.
Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.
2. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan minor.
Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan
penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidupsampai dewasa.
3. Thalasemia Mayor

8
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua
orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan
Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah
pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah
secara berkala seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20
tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya
bertahan hidup sampai 5-6 tahun (Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor
biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia
(Hockenberry & Wilson, 2009).

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Thalasemia terdapat dua, yaitu secara screening test dandefinitive test.
1) .Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagaigangguan
Thalasemia (Wiwanitkit, 2007).
a) Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalasemia kecuali Thalasemia α silent carrier.Pemeriksaan
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalasemia tetapi
kurang berguna untuk skrining.
b) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)Pemeriksaan ini digunakan untuk
menentukan fragiliti eritrosit.Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila
konsentrasi natriumklorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan
menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang
bervariasimengikut order ini: Thalasemia < kontrol < spherositosis. Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan
satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,spesifikasi 81.60,
false positive rate 18.40% dan false negative rate8.53%. (Hockenberry &
Wilson, 2009)
c) Indeks eritrositDengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari
tetapihanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurangmemberi

9
nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan(Hockenberry &
Wilson, 2009)2.
2) Definitive test
a) Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis tipe hemoglobin di dalam
darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb
A2 2-3%, Hb F 0.8-2%(anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan
neonatus bisamencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk
diagnosisThalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau
HbF 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor HbF 10-
90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi
Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b) Kromatografi hemoglobinPada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak
terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance
liquidchromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktualHb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk
diagnosa Thalassemia β karena bisa mengidentifikasihemoglobin dan
variannya serta menghitung konsentrasi dengantepat terutama Hb F dan Hb
A2. (Wiwanitkit, 2007)
c) Molecular diagnosisPemeriksaan ini adalah gold standard dalam
mendiagnosisThalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat
menentukan tipeThalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang
berlaku.

10
2.6 . Pathway

11
2.7 Tinjauan Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa
ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun
pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai
usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga

12
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia


a) . KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b) . Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c) . Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d) . Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e) .Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f) .Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g) .Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h) .Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i) .Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2.7 2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis yang mungkin muncul pada anak yang menderita thalasemia adalah

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi haemoglobin


ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, warna kulit pucat, akral teraba dingin (SDKI).

13
2. Defisit nutrisi b/d kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan /
absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.(SDKI)
3. Intoleran aktivitas b.d menurunnya metabolisme tubuh dan kelemahan fisik

2.8 Intervensi

N tgl Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Rencana tindakan Para


O keperawatan f

1 21 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan  Periksa sirkulasi periter


fe efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 (nadi periter, edema,
b dengan penurunan jam diharapkan pengisian kapiler, suhu
kosentrasi ketidakefektifan perfusi tubuh)
haemoglobin jaringan pada perifer teratasi  Kaji tanda-tanda vital
ditandai dengan dengan kriteria hasil:  Identifikasi tactor resiko
pengisian kapiler >3  Wama kulit pucat gangguan sirkulasi
detik, warna kulit cukup menurun  Monitor intake output cairan
pucat, akral  Edema perifer tidak  Monitor efek samping obat
teraba dingin (SDKI ada  Anjurkan intake cairan yang
).  Akral hangat cukup
 Turgor kulit elastis  Kolaborasi pemeriksaan
 Pengisian kapiler < 3 laboratorium, Hb. Hmt,
AGD, dil.
 Kolaborasi dalam
pemberian transfusi.
(SIKI)

2 Defisit nutrisi b/d Setelah mendapatkan  Identifikasi status nutrisi


kegagalan untuk perawatan selama 3 x24 jam,  Identifikasi alergi dan
mencerna / maka status nutrisi membaik intoleransi makanan
ketidakmampuan dengan kriteria hasil:  Identifikasi kebutuhan
mencerna  Berat badan cukup kalori dan jenis nutrisi
makanan / absorbsi membaik  Identifikasi makanan
nutrien yang  Porsi makanan yang

14
diperlukan untuk dihabiskan cukup kesukaan
pembentukan sel meningkat  Sajikan makanan secara
darah merah  Nafsu menarik dan suhu yang
normal.(SDKI) makan cukup memba sesuai
ik  Monitor asupan makan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil LAB
 Berikan makanan tinggi
serat, tinggi kalori, dan
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan.
jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
 Ajarkan diet yang
diprogramkan kepada keluar
ga

3 Intoleran aktivitas Setelah mendapatkan  Identifikasi gangguan fungsi


b.d menurunnya perawatan selama 1 x 24 tubuh yang mengkibatkan
metabolisme tubuh jam, diharapkan toleransi kelelahan.
dan kelemahan aktivitas meningkat dengan  Monitor pola dan jam tidur
fisik. kriteria hasil:  Monitor lokasi dan
 Keluhan Lelah cukup ketidaknyamanan selama
menurun melakukan aktivitas
 Frekuensi nadi  Lakukan latihan rentang
normal 60-95 gerak pasif dan/ aktif
x/menit  Anjurkan tirah baring
 Frekuensi napas 14 -  Anjurkan melakukan
22 x/menit aktivitas bertahap
 Tidak merasa sakit  Kolaborasi asupan nutrisi

15
kepala dengan ahli gizi (SIKI)
 Tidak terlihat lesu

2.9 Intervensi Keperawatan Berdasarkan Evidance Base (Jurnal)

Thalassemia merupakan penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam
atau dekat gen globin sehingga hemoglobin mudah rusak dan mengalami penurunan.
Thalassemia menjadi salah satu penyakit genetik tersering di dunia. Transfusi darah secara
rutin dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien tetapi deposisi besi progresif dalam
jaringan tubuh dapat mengakibatkan disfungsi organ karena kelebihan zat besi dan
menyebabkan pertumbuhan terhambat, keterlambatan pubertas, dan osteoporosis. Terapi
kelasi besi yang rutin dapat menurunkan efek samping tersebut tetapi ini tidaklah cukup
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Nutrisi sangat penting pada penderita
thalassemia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nutrisi apa saja yang diperlukan untuk
memperbaiki kesehatan pasien thalassemia yang mendapatkan transfusi secara rutin. Studi
literatur komperhensif terkait nutrisi pada pasien thalassemia yang ketergantungan transfusi
dilakukan pada Januari 2019. Hasil yang didapatkan bahwa terdapat manfaat pembatasan
konsumsi daging dan vitamin C, perbanyak konsumsi susu, kacang-kacangan, vitamin E,
dan zinc akan tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian nutrisi yang
tepat dan optimal.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Thalassemia adalah sekelompok kelainan darah bawaan yang ditandai oleh sintesis
kekurangan rantai globulin spesifik dari molekul hemoglobin. Sebagai contoh. jenis
thalassemia yang paling umum. β-thalassemia ditandai oleh kekurangan sintesis rantai beta.
Terjadi pada tiga bentuk utama thalassemia mayor, bentuk homozigot: thlassemia
intermedia; dan thalessemia minor, bentuk heterozigot. Thalassemia mayor (mis, Β-
thalassemia. Cooley anemia) adalah bentuk yang paling parah dan biasanya terlihat pada
anak-anak Mediterania (terutama Italia dan Yunani) atau asal Asia. (Marry Muscari, 2016)
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan
hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan

Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi Jantung, Komplikasi


pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali), Komplikasi pada Hati dan Komplikasi
pada Kelenjar Hormon.

3.2 Saran
Dengan demikian diharapkan tenaga keperawatan dapat mengetahui dan memahami lebih
jauh tentang penyakit thalasemia, serta dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan
sesuai dengan ketentuan yang ada.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bherman, K. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15 Alih Bahasa Indonesia, A.Samik
Wahab. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional edisi ke 2. Jakarta: Salemba Medika.
Samuel, P. (2010). Thalasemia. Medan: MorphostLab E-bookPress.
Suddart, B. (2014). Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: Medika bedah.
Suriadi. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Thalasemia. Jakarta.

18
Lampiran

Nutrisi Pasien Thalassemia


Neli Salsabila1, Roro Rukmi Windi Perdani2, Nur Ayu Virginia Irawati3
1Mahasiswa,Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
3Bagian Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Thalassemia merupakan penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin sehingga
hemoglobin mudah rusak dan
mengalami penurunan. Thalassemia menjadi salah satu penyakit genetik tersering di dunia.
Transfusi darah secara rutin
dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien tetapi deposisi besi progresif dalam
jaringan tubuh dapat
mengakibatkan disfungsi organ karena kelebihan zat besi dan menyebabkan pertumbuhan
terhambat, keterlambatan
pubertas, dan osteoporosis. Terapi kelasi besi yang rutin dapat menurunkan efek samping
tersebut tetapi ini tidaklah cukup untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Nutrisi sangat

19
penting pada penderita thalassemia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nutrisi apa saja
yang diperlukan untuk memperbaiki kesehatan pasien thalassemia yang mendapatkan
transfusi secara rutin. Studi literatur komperhensif terkait nutrisi pada pasien thalassemia
yang ketergantungan transfusi dilakukan pada Januari 2019. Hasil yang didapatkan bahwa
terdapat manfaat pembatasan konsumsi daging dan vitamin C, perbanyak konsumsi susu,
kacang-kacangan, vitamin E, dan zinc akan tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai pemberian nutrisi yang tepat dan optimal.
Kata Kunci: diet, nutrisi, thalassemia

Pendahuluan
Thalassemia merupakan penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin sehingga hemoglobin
penderitanya mudah rusak dan mengalami penurunan. Hemoglobin adalah molekul yang
ditemukan dalam sel darah merah yang diperlukan untuk mengangkut O2 dari paru-paru ke
jaringan tubuh dan CO2 dari jaringan tubuh kembali ke paru-paru, dan untuk memberikan
pigmen merah ke sel darah merah.
Penyakit thalassemia menjadi salah satu penyakit genetik tersering di dunia. Setiap tahunnya
ada sekitar 60.000 anak dilahirkan dengan penyakit thalassemia. Sekitar 20% populasi dunia
membawa thalassemia-α+ dan 5,2% dari populasi membawa thalassemia-α0 . Setiap tahun
juga ada sekitar 56.000 bayi yang lahir dengan thalassemia-β mayor. Berdasarkan data
Yayasan Thalassemia Indonesia (YTI) dan Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia
Indonesia (POPTI) dari hasil skrining pada masyarakat umum dari tahun 2008-2017,
didapatkan pembawa sifat thalassemia sebanyak 699 orang (5,8%) dari 12.038 orang yang
diperiksa, sedangkan hasil skrining pada keluarga thalassemia tahun 2009-2017 didapatkan
sebanyak 1.184 orang (28,61%) dari 4.137 orang. Berdasarkan data RSCM, sampai bulan
Oktober 2016 9.131 pasien thalassemia yang terdaftar di seluruh Indonesia.

Masalah pasien thalassemia yang ketergantungan dengan transfusi darah ialah status massa
tulang rendah atau osteoporosis, defisiensi pertumbuhan, dan keterlambatan pubertas. Massa
tulang yang rendah adalah hal paling umum yang terjadi pada pasien dewasa dengan
thalassemia yang ketergantungan transfusi. Sekitar 60-85% orang dewasa memiliki massa

20
tulang yang rendah. Massa tulang rendah meningkatkan risiko patah tulang, nyeri,
kecacatan, dan penurunan kualitas hidup. Nutrisi dianggap penting bagi kesehatan tulang
seperti vitamin D, vitamin K, kalsium, magnesium, zinc, dan magnesium

Berikut nutrisi yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien
thalassemia:
1. Batasi konsumsi daging
termasuk daging, ikan, dan beberapa bagian ayam seperti dada dan sayap. Hati dan ginjal
juga kaya akan sumber zat besi jenis ini. Selain itu, direkomendasikan untuk menggunakan
protein nabati dan
daging putih daripada daging merah. Banyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi
non heme, termasuk telur, cokelat, sereal, sayuran, buah-buahan, akar dan umbi-umbian
seperti kentang dan wortel, buahbuahan. Laju penyerapan makananmakanan ini jauh lebih
rendah daripada zat besi dari heme, dan sekitar 3-8 persen zat besi ini diserap oleh tubuh.
Penyerapan besi non-heme dipengaruhi oleh konsumsi makanan lain.
Dengan demikian, menyajikan beberapa makanan dengan makanan zat besi non-heme dapat
meningkatkan atau mengurangi penyerapan zat besi.

2.Susu
Penyerapan zat besi. Namun, kalsium dalam makanan ini diperlukan untuk mencegah
osteoporosis. Sehingga mengkonsumsi susu sangat penting untuk penderita thalassemia
yang rentan terjadi kerusakan tulang.

3. Konsumsi Kacang-kacangan
Gandum, jagung, gandum, beras, dan kacang-kacangan seperti kedelai, dan kacang polong
mengurangi penyerapan zat besi non-heme. Jadi baik untuk memasukkan banyak sereal
dalam makanan sehari-hari.
4. Vitamin C
Vitamin c dapat meningkatkan penyerapan zat besi. Vitamin ini hadir dalam buah-buahan
dan sayuran. Mengkonsumsi jeruk atau 100 g sayuran bersama makanan meningkatkan
penyerapan zat besi sebanyak dua kali lipat. Karena itu, lebih baik menghindari makan buah
dan sayuran dengan atau segera setelah makan. Namun, karena buah-buahan dan sayuran
mengandung berbagai vitamin dan antioksidan dan harus dikonsumsi, lebih baik
memakannya di antara dua kali makan

21
atau sebagai camilan. Walaupun konsumsi vitamin C meningkatkan penyerapan zat besi
pada pasien-pasien thalassemia, beberapa peneliti telah merekomendasikan asupan vitamin
C yang rendah bersama dengan penghentian untuk membantu pengeluaran zat besi.

5. Vitamin E
Kelebihan zat besi dapat menyebabkan stres sel. Vitamin E dapat mengurangi kerusakan sel,
maka zat yang mengandung vitamin E direkomendasikan untuk dikonsumsi. Makanan yang
kaya vitamin E termasuk buah-buahan, lemak hewani, minyak nabati, seperti minyak bunga
matahari, zaitun, jagung, kacang tanah, almond, kedelai, dan minyak gandum.

6. Zinc
Memberikan suplemen zinc 22-90mg/hari pada pasien thalassemia muda usia 1-18 tahun
yang defisit pertumbuhan dan ketergantungan transfusi, setelah 1-7 tahun memiliki
kecepatan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapat
suplementasi

22

Anda mungkin juga menyukai