Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TA

LASEMIA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Aditya Kurniawan : 202113001
Anita Sari : 202113003
Dewi Wulandari : 202113026
Rahmad Danil : 202113020
Retno Ningrum : 202113022
Septia Lesmana : 202113023

Dosen Pembimbing :
Ns. Nedra Wati Zaly., S.Kep., M.Kep

Prodi S1 Keperawatan
Semester II

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKHNOLOGI PKP DKI JAKARTA


Jalan Raya PKP, Kelurahan Kelapa Dua Wetan
Kecamatan Ciracas – Jakarta Timur 13730
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah asuhan kep
erawatan pada anak dengan talasemia pada keperawatan anak II. Makalah ini disusun untuk mem
enuhi tugas mata kuliah keperawatan Anak II serta membantu mengembangkan kemampuan pemaha
man pembaca terhadap asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia pada keperawatan anak
II. Pemahaman tersebut dapat di pahami melalui pendahuluan, tinjauan teori, tinjauan kasus, pembah
asan, serta penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini.

Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca
dalam memahami makalah ini. Dalam Menyusun makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan bi
mbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepad
a:

1. Ns. Nedra Wati Zaly., S.Kep., M.Kes selaku Dosen Koordinator Mata Kuliah
keperawatan Anak II
2. Murtiningsih, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku Dosen pembimbing Mata Kuliah
keperawatan Anak II.
3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu serta yang telah memberikan masukan-
masukan dalam penyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk mengetahui dan menambah

wawasan masyarakat tentang asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia pada keperawatan
anak II. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran yan
g membangun.

Jakarta, Juni 2022


Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................1
1.3 Ruang lingkup..............................................................................................................................1
1.4 Metode penulisan.......................................................................................................................1
1.5 Sistematika penulisan.................................................................................................................1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan
Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan
0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah
Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia.
(Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada
anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah
yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar
100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap
tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini
diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki
mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi
disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat
thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi
dua sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit
thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi
dua sifat gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak
dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai
pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa
keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi
atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia
akan menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan
transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut
juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan
perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini
terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan
pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami
gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan
perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Apa etiologi thalasemia ?
3. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang
menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia

D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis tentang thalasemia
2. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran teoritis asuhan keperawatan
thalasemia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. (Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat
berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi
produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan
system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi
produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum
terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah
merah. (Kliegman,2012).

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak
diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/
Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit
yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang
disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen
globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1
belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang
sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang
mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak
menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang
normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin
juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa
globin

C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen
globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau
tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah
merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb
berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel
darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta
dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi
RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan
bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)
D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar
mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa
anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak
terdeteksi.
2.  Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan,
setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan,
cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit
mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3.  Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang
wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c.   Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e.   Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f.   Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha
bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-
kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi
lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi
di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha
mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga
mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah
bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan
salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala
klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan
setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan
tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di
Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10.Penyelidikan sintesis alfa / beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang
dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia
terkena thalasemia.
b. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan
eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik
mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH
terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga
rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari
rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat
mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat
dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang
(Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts
(γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ
membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa
ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6
g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH,
dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini
akan beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk
walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
 Lemah
 Pucat
 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan
untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-
anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan
hati(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena
trauma ringan saja

Gejala khas adalah:


 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya
menjadi kelabu karena penimbunan besi
F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan
kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak
beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor,
yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan
setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik
jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi
yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi
angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel
darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
 Nyeri persendian dan tulang
 Osteoporosis
 Kelainan bentuk tulang
 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang
memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang
ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak
efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai
menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa
merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis,
disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan
limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui
dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena
bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa
hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis
di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta
hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi
hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan
mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para
penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat
mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon
mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang
terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada
kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
 Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak
penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.
Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki
masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya
resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran
yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik.
Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH
x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya
>13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat
dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV
rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah,
1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%,
Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku

H. Penatalaksanaan
1. Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian
deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam
tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk
mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara  subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.         Pada bentuk
yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam
jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6
malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila
limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan
cukup besar.
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan
minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur
diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya
sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan
transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh
untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga
terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian
tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut
membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai
trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-organ
tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi
di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat
megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan
pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis
C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi
rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat
thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat,
50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan
diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot.
Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal
dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari,
tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan
dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat
dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia


1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)
seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.
Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak
masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah
kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
7.  Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena
adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
(Nurarif,2013)

2. Analisa data

NO DATA PATOFISIOLOGI MASALAH


1. DS : Kelainan genetik Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
 Klien mengatakan
Produksi rantai alfa dan be
badannya lemah ta Hb berkurang
 Klien mengatakan
mudah lelah jika Kelainan pada eritrosit
beraktivitas
 Klien mengatakan Pengikatan O2 berkurang
dingin pada
ekstremitas Kompensator pada rantai
α
Rantai β produksi terus me
DO :
nerus
 Anemia
 Sianosis Hb defectif
 CRT > 3 detik
Ketidakseimbangan polipe
 Pucat ptida
 Hb 7
 Ekstremitas dingin Eritrosit tidak stabil
 Tanda-tanda vital
TD : 90/70 Hemolisis
Suhu : 350C
Nadi : 40 x/i Suplai O2 menurun
RR : 12 x/i
Ketidakseimbangan suplai
O2 dengan Kebutuhan

Hipoksia

Ketidakseimbangan suplai
O2 kejaringan perifer

Ketidakefektifan Perfusi
jaringan Perifer
2. DS : Dyspneu Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
 Klien mengatakan kebutuhan tubuh
tidak nafsu makan Kelelahan
 Klien mengatakan
badannya lemas Inteloransi aktivitas

DO : Malas makan

 Penurunan berat
badan, sebelum sakit : Intake nutrisi menurun
25 Kg, saat sakit : 15
Kg Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tub
 Perut membuncit uh

 Membran mukosa
pucat
 Tonus otot menurun
3. DS : Eritrosit tidak stabil Keterlambatan pertumbuhan dan
 Klien mengatakan perkembangan
badannya lemas Hemolisis
 Klien mengatakan
tidak bisa beraktivitas Anemia berat
karena nyeri

Transfusi darah berulang


DO :
 Anemia Hemosiderosis
 Anak melakukan
transfusi darah Penumpukan Besi
berulang
 Perkembangan tidak
Endoktrin
sesuai umur
 Penumpukan zat besi
Tumbuh kembang terganggu
 Lemah
 Tampak pucat Keterlambatan pertumbuh
an dan perkembangan
 Tidak bersemangat

3. Nursing Care Plan

No DIAGNOSA NOC NIC AKTIVITAS


1 Ketidakefektifan p Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda- Monitor tanda-tanda vital
erfusi jaringan per asuhan keperawatan selama tanda vital 1. Monitor tekanan
ifer berhubungan 2 x 24 jam diharapkan klien  Terapi oksigen darah,nadi,suhu
dengan ketidaksei tidak merasa lemas dan ekst  Peripheral dan pernafasan
mbangan suplai ok remitas normal serta bisa b sensation 2. Catat adanya
sigen dengan kebu eraktivitas seperti biasa dan management fluktasi tekanan
tuhan tand-tanda vital dalam batas  darah
normal 3. Monitor adanya
tanda-tanda
Kriteria Hasil : hipotermi
1. Mendemontrasikan status 4. Monitor kualitas
sirkulasi yang ditandai nadi
dengan 5. Monitor
 Tekanan systole dan kuat/lemahnya
diastole dalam rentang tekanan nadi
yang diharapkan 6. Monitor irama dan
 Tidak ada ortostatik frekuensi jantung
hipertensi 7. Monitor bunyi
 Tidak ada tanda-tanda jantung
peningkatan 8. Monitor frekuensi
intrakranial ( tidak dan irama nafas
lebih dari 15 mmHg) 9. Monitor suara
2. Mendemonstrasikan paru-paru
kemampuan kognitif 10. monitor adanya
yang ditandai dengan abnormalitas pola

 Berkomunikasi dengan nafas

jelas dan sesuai 11. monitor

kemampuan suhu,warna dan

 Menunjukkan kelembaban kulit

perhatian, konsentrasi 12. identifikasi faktor

dan orientasi penyebab

 Memproses informasi perubahan tanda-


tanda vital.
 Membuat keputusan
dengan benar
Manajemen sensasi perifer
3. Menunjukkan fungsi
1. monitor adanya
sensori motori cranial
daerah tertentu
yang utuh : tingkat
yang hanya peka
kesadaran membaik ,
terhadap
tidak ada gerakan
panas/dingin/tajam
involunter
/tumpul
2. monitor adanya
paretase
3. instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
4. diskusikan
mengenai
perubahan sensasi

Terapi oksigen
1. Jaga kepatenan
jalan nafas
2. Sediakan peralatan
oksigen,system
humidifikasi
3. Pantau aliran
oksigen
4. Pantau posisi
peralatan yang
menyalurkan
oksigen pada
pasien
5. Pantau jumlah
oksigen secara
teratur sesuai
indikasi
6. Pantau tanda-tanda
keracunan oksigen
atau terjadi
hipoventilasi yang
dipengaruhi
oksigen
7. Pantau kecemasan
pasien terhadap
pemasangan
oksigen
8. Cek oksigen secara
teratur untuk
meyakinkan bahwa
konsentrasi oksigen
yang dianjurkan
sudah megalir
9. Hentikan
pemberian okisgen
jika pasien sudah
tidak mengalami
sesak nafas
2. Ketidakseimbangan se setelah dilakukan tindakan  Manajemen Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan selama 1 x 24 nutrisi 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh jam diharapkan nafsu maka  Monitor nutrisi makanan
berhubungan n klien meningkat dan berat 2. Kolaborasi dengan ahli
dengan anoreksia badan sesuai dengan tinggi gizi untuk menentukan
badan. jumlah kalori dan
nutrisi yang
Kritria hasil dibutuhkan pasien
1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk
berat badan meningkatkan intake
2. Bebrat badan ideal Fe
sesuai tinggi badan 4. Anjurkan untuk
3. Mampu meningkatkan protein
mengidentifikasi dan vitamin C
kebutuhan nutrisi 5. Berikan substansi gula
4. Tidak ada tanda-tanda 6. Yakinkan diet yang
malnutrisi dimakan mengandung
5. Menunjukkan tinggi serat untuk
peningkatan fungsi mencegah konstipasi
pengecapan dari 7. Berikan makanan yang
menelan terpilih
6. Tidak terjadi 8. Ajarkan bagaimana
penurunan berat badan membuat catatan
yang berarti makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan infomasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Monitor nutrisi
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor lingkungan
dan selera makan
5. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan selama
tidak jam makan]
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kadar
albumin, protein,hb,ht
8. Monitor tumbuh
kembang
9. Monitor
pucat,kemerahan dan
kekringan konjungtiva
3 Keterlambatan per setelah dilakukan tindakan  Peningkatan Peningkatan perkembanga
tumbuhan dan per keperawatan selama 3 x 24 perkembangan n anak dan remaja
kembangan berhu jam diharapkan anak dapat anak dan 1. Kaji faktor penyebab
bungan dengan efe tumbuh normal dan mampu remaja gangguan
k ketidakberdayaa berinteraksi dengan lingku  Terapi nutrisi perkembangan anak
n fisik ngan sekitarnya 2. Identifikasi dan
gunakan sumber
pendidikan untuk
Kriteria Hasil memfasilitasi
perkembangan anak
1. Anak berfungsi optimal
yang optimal
sesuai tingkatnya
3. Berikan perawatajn
2. Keluarga dan anak mam
yang konsisten
pu menggunakan koping
4. Tingkatkan
karena adanya ketidakm
komunikasi verbal dan
ampuan
stimulasi takstil
3. Keluarga mapu mendap
5. Berikan instruksi
atkan sumber-sumber sa
berulang dan sederhana
rapa komunitas
6. Berikan reinforcement
4. Kematangan fisik
positif atas hasil yang
dicapai anak
7. Dorong anak
melakukan sosialisasi
dengan kelompok
8. Ciptakan lingkungan
yang aman

Terapi nutrisi
1. Menyelesaikan
penilaian gizi, sesuai
memantau makanan /
cairan tertelan dan
menghituing asupan
kalori harian
2. Memantau kesesuaian
perintah diet untuk
memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi,jumlah jenis
nutrisiyang dibutuhkan
untuk memenuhi
persyaratan gizi yang
sesuai
4. Pilih suplemen gizi
yang sesuai
BAB III

TINJAUAN KASUS

Anak S usia 8 th diantar oleh ibunya ke RSPAD GATOT SOEBROTO dengan keluhan 8 hari SMRS klien
tampak pucat dan badan tampak kuning serta lemas, cepat lelah, sakit kepala, demam terus meneru
s, keringat dingin, mual, nafsu makan menurun, nyeri perut dan berat badan menurun. Batuk, pilek,
sesak napas, muntah, mimisan, perdarahan gusi, ruam merah pada kulit, dan bengkak pada badan di
sangkal. Pasien tahun 2021 di rawat di RS Kramat dan dinyatakan menderita Thalasemia. Setiap 6 bul
an sekali pasien biasanya selalu tambah darah karena bila tidak maka akan lemas seperti sekarang.

PENGKAJIAN ANAK
Nama Mahasiswa :
Tempat Praktek :
Tanggal Parkek :
I. DATA IDENTITAS
Nama : An S Alamat : …………………
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta / Agama : …………………
Nama Ayah/Ibu : Ny. Z Suku bangsa : …………………
Pekerjaan Ayah : wirausaha Pendidikan Ayah
Pekerjaan Ibu : ibu rumah tangga Pendidikan Ibu : …………………

Anda mungkin juga menyukai