Anda di halaman 1dari 20

THALASEMIA

MAKALAH

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

Tingkat 2C
Ninda Miftahul Jannah P17320118090
Muhamad Iqbal P17320118091
Mutiara Nurul Isnaini P17320118093
Hanna Hamidah P17320118094
Syifa Nurul Hikmah P17320118095
Narita Zahra P.P.R. P17320118096
Dhiya Syifa Az-zahra P17320118097
Shinta Devanti P17320118098
Refalni Anandidatama R. P17320118099

PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan..........................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................3
KONSEP PENYAKIT.......................................................................................................................................3
2.1 Definisi.........................................................................................................................................3
2.2 Etiologi.........................................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi..................................................................................................................................3
2.4 Tanda dan Gejala..........................................................................................................................4
2.5 Pathway........................................................................................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis..........................................................................................................................7
2.7 Klasifikasi......................................................................................................................................8
2.8 Pemeriksaan diagnostik................................................................................................................8
2.9 Penatalaksanaan..........................................................................................................................9
2.10 Komplikasi..................................................................................................................................11
BAB III........................................................................................................................................................12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................................12
3.1 Pengkajian..................................................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................................................13
3.3 Evaluasi......................................................................................................................................16
BAB IV........................................................................................................................................................17
KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................................................................17
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................................17
4.2 Saran..........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................18

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Thalasemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di dunia,
sangat umum dijumpai disepanjang sabuk thalasemi yang sebagian besar wilayahnya merupakan
endemis malaria.Keberadaan Thalasemia merupakan penyakit menurun terbanyak di dunia.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dari
250.000.000 penduduk dunia (4,5 %) membawa genetik Thalasemia. Dari 250.000.000, 80.000-
90.000 diantaranya membawa genetik thalasemia Beta.Sementara itu, 300.000 anak terinfeksi tiap
tahunnya, dan 60.000-70.000 diantaranya menderita Thalasemia Beta.Secara keseluruhan populasi
pembawa genetik Thalasemia naik secara signifikan (Wilson, 2004).
Ada dua jenis Thalasemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalasemia ini diwariskan dengan
cara yang sama. Seoramg anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carirer, atau
disebut thalasemia trait. Kebanykan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua
sifat gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalasemia. Jika ayah
maupun ibu adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen dengan kata lain mempunyai
penyakit thalasemia sebesar 25 %. Anak dari pasangan pembawa mempunyai kemungkinan 50 %
lahir sebagai pembawa.(William, 2005).
Anak memiliki penyakit thalasemia ringan atau disebut dengan thalasemia intermedia sehingga
anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalasemia yang lebih berat adalah thalasemia major
atau disebut dengan Cooley’s Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan
perawatan yang intensif.Anak yang menderita thalasemia major memiliki gejala pucat, lesu, nafsu
makan rendah, sehingga pertumbuhannya terlambat. Gejala-gejala ini pada usia dua tahun pertama.
Tahun 2016, prevalensi thalasemia major di Indonesia berdasarkan data UKK Hematologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia mencapai jumlah 9.121 orang. Berdasarkan data Yayasan Thalasemia
Indonesia/ Perhimpunan Orang Tua Penderita (YTI/POPTI) menyebutkan penyandang thalasemia di
Indonesia mengalami peningkatan dari 4.896 penyandang di tahun 2012 menjadi 9.028 penyandang
pada tahun 2018.
Berdasarkan uraian di atas kelompok ingin mempelajari lebih dalam mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan thalasemia.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Thalasemia ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk MengetahuiAsuhan Keperawatan pada Anak dengan Thalasemia

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui pengertian thalasemia
b. Untuk mengetahui etiologi thalasemia
c. Untuk mengetahui patofisiologi thalasemia
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala thalasemia
e. Untuk mengetahui pathway thalasemia
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis thalasemia
g. Untuk mengetahui klasifikasi thalasemia
h. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik thalasemia
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan thalasemia
j. Untuk mengetahui komplikasi thalasemia
k. Untuk mengetahui pengkajian thalasemia
l. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan thalasemia
m. Untuk mengetahui intervensi keperawatan thalasemia

2
BAB II
KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani “thalassa” yang berarti laut, dimana pertama kali
ditemukan di Laut Tengah dan pada akhirnya meluas diwilayah mediterania, Africa, AsiaTengah,
Indian, Burma, Asia Selatan termasuk China, Malaya Peninsula dan Indonesia (Olivieri,1999).
Thalasemia adalah suatu kelainan genetic darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan
karena defeksintesis satu atau lebih rantai globin. Thalasemia merupakan kelainan sepanjang hidup
yang diklasifikasikan sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang
mengalami kerusakan pada sintesis hemoglobin. Thalasemia beta mayor terjadi karena defisiensi
sintesis rantai ß dan thalasemia mayor terjadi apabila kedua orangtua merupakan pembawa sifat
thalasemia, dimana dari kedua orangtua tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50%
pembawa sifat thalasemia dan 25% penderita thalasemia beta mayor. Sedangkan thalasemia minor
muncul apabila salah seorang dari orangtua pembawa sifat thalasemia
(Potts&Mandleco,2007;Oliviery,1999).

2.2 Etiologi
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak yang
mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang tua lain adalah seorang
pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya menderita thalasemia sedang
sampai berat. (Muncie & Campbell, 2009)

2.3 Patofisiologi
Masing - masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai polipeptida,
dimana rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat
rantai tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada
thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif,
hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang
berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan erythropoietin yaitu
hormone yang menstimulasi bonemarrow untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah,
sehingga hematopoesis menjadi tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan
hyperplasia dan ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga
merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler dihati dan limpa sehingga timbul
hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbs besi dari saluran cerna
menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram per tahun

3
(Potts&Mandleco,2007;Cao,etal.,2002dalamBulan,2009).

2.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa/hepatosplenomegaly
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Meningkatan pertumbuhan fasial mandibular, mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.
b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram 100 ml di bawah kadar normal sel
darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

4
2.5 Pathway

5
6
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis penyakit pada thalasemia yaitu
anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif, proses hemolisis dan reduksi
sintesahemoglobin (Indanah, 2010).
Adanya anemia tersebut mengakibatkan pasienmemerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Pemberian transfusi darah secaraterus menerus akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
pada jaringanparenkim disertai dengan kadar serum besi yang tinggi. Hal tersebut dapatmenimbulkan
hemosiderosis pada berbagai organ tubuh seperti, jantung, hati,limpa serta kelenjar endokrin.Kondisi
anemia kronis menyebabkan terjadinya hypoxia jaringan danmerangsang peningkatan produksi
eritropoitin yang berdampak pada ekspansisusunan tulang sehingga pasien thalasemia mengalami
deformitas tulang, resikomenderita gout dan defisiensi asam folat. Selain itu peningkatan eritropoitin
jugamengakibatkan hemapoesis ekstra medular.Hemapoesis eksta medular sertahemolisis
menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan splenomegali.Hypoxiayang kronis sebagai dampak dari

7
anemia mengakibatkan penderita seringmengalami sakit kepala, irritable, aneroxia, nyeri dada dan
tulang serta intoleranaktifitas.Pada taraf lanjut pasien juga beresiko mengalami gangguan
pertumbuhandan perkembangan reproduksi. Pasien dengan thalasemia juga mengalamiperubahan
struktur tulang yang ditandai dengan penampilan wajah khas berupatulang maxilaris yang menonjol,
dahi yang lebar dan tulang hidung datar(Indanah, 2010).

2.7 Klasifikasi
Diagnosis thalasemia beta ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Klasifikasi secara klinis dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut :
(Yaish,2010;Pusponegoro,2005;Cao,2002dalamBulan,2009).

 Silent carrier β thalasemia : pasien biasanya tidak memiliki gejala


 β thalasemia trait : pasien mengalami anemia ringan, sel darah merah abnormal, Hb abnormal,
pada pemeriksaan darah perifer biasanya ditemukan hipochrom dan microcytosis.
 Thalasemia intermedia : kondisi ini biasanya berhubungan dengan keadaan hetero zygote yang
menghasilkan anemia tetapi tidak mengalami ketergantungan transfuse darah.
 β thalasemia berhubungan dengan variasi struktur dari rantai β

 Thalasssemia β mayor (Cooleyanemia) : pada kondisi ini memerlukan transfuse darah yang terus
menerus, splenomegali yang berat, deformitas Dari tulang dan keterlambatan pertumbuhan. Hasil
pemeriksaan darah tepi pada pasien ditemukan hypocromic macro cytes, polychromasia,
leukostes yang immatur.

2.8 Pemeriksaan diagnostik


Pemeriksaan diagnostic pada pasien thalasemia beta mayor meliputi pemeriksaan umum,
pemeriksaan lanjut dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan umum meliputi Hb, MCV, MCH,
morfologi sel darah merah (apusan darah), retikulosit, fragilitasosmotic.

Pemeriksaan lanjutan meliputi analisis Hb terhadap kadar Hb F, Hb A dan elektro foresis


hemoglobin ; kadarbesi ,saturasi transferin dan feritin.
Pemeriksaan khusus meliputi :

 Analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi penyebab thalasemia.


 Anemia dengan kadar Hb berkisar 2-9 g / dl, kadar MCV dan MCH berkurang,
retikulosit biasanya meningkat dan fragilitasosmotic menurun.
 Gambaran darah tepi memperlihatkan mikrositik hipokrom, fragmentasi, sel target dan

8
normo blast.
 Kadar Hb F meningkat antara 10 - 90%, kadar Hb A 2 bisa normal, rendah atau sedikit
meingkat. Peningkatan kadar Hb A2 merupakan parameter penting untuk menegakan
diagnosis pembawa sifat thalasemia β. Besi Serum, feritin dan saturasi transferin
meningkat. (Pusponegoro,etal.,2005)

2.9 Penatalaksanaan
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan thalassemia. Transfusi darah
diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g/dl) atau bila anak mengeluh tidak mau makan
dan lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu desferal
secara intramuskular atau intravena.
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan tanda
hipersplenisme atau hemosiderosis.Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak
berguna.Sesudah splenektomi, frekuensi transfusi darah biasanya menjadi lebih jarang.Diberikan pula
bermacam-macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra
(Rusepno, 1985).
Dilaboratorium klinik, kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan berbagai cara : diantaranya
dengan cara kolorimetrik seperti cara sianmethemoglobin (HiCN) dan dengan cara oksihemoglobin
(HbO2). International committee for standardization in Haematology (ICSH) menganjurkann
pemeriksaan kadar hemoglobin cara sianmethemoglobin. Cara ini mudah dilakukan, mempunyai
standar yang stabil dan dapat mengukur semua jenis hemoglobin kecuali sulfhemoglobin. Metoda sahli
yang berdasarkan pembentukan hematin asam tidak dianjurkan lagi, karena mempunyai kesalahan
yang sangat besar,alat tidak dapat distandardisasi dan tidak semua jenis hemoglobin diubah menjadi
hematin asam, seperti karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin.
a. Laboratorium
Kelainan morfologi erotrosit pada penderita thalassemia beta homozigot yang tidak di
transfusi adalah eksterm di samping hipokronia dan mikrositosis berat., banyak ditemukan
poikilosit yangterfrakmentasi, aneh (bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti
ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi.Inklusi intra eritrositik, yang merupakan
presipitasi dari kelebihan rantai alfa, juga dapat terlihat paska splenektomi.Kadar Hb turun secara
cepat menjadi kurang dari 5 g/dl kecuali jika transfusi di berikan.Kadar bilirubin serum tidak
terkonjugasi meningkat.Kadar serum besi tinggi, dengan saturasi kapasitas pengikat besi.
Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit.
Senyawa dipirol menyebabkan urin berwarna coklat gelap terutama paska splenektomi.

9
b. Terapi
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl. Regimen
hiper transfusi ini mempunyai keuntungan yang memungkinkan aktifitas normal dengan
nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait
denganperubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasijantung dan
osteoporosis.Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya di
perlukan setiap 4-5 minggu.Uji silangharus di kerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan
mencehag reaksi transfusi. Lebih baik di gunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu
dalam antikoagulan CPD) walaupun dengan ke hati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat
transfusi lazim ada. Hal ini dapat di minimalkan dengan penggunaan eritrosit yang
direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik
sebelum transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang, yang tidak
dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang
tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis. Siderosis miokardium merupakan faktor penting
yang ikut berperan dalam kematian awal penderita.Hemosiderosis dapat di turunkan atau
bahkan di cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron chelating drugs)
deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat di ekskresikan dalam urin.Kadar
deferoksamin darah yang di pertahankan tinggi adalah perlu untuk ekresi besi yang memadai.
Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil
(selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat
mempertahankan kadar feritin serum kurang dari 1000 ng/mL yang benar-benar di bawah nilai
toksik.
Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif, deferipron, telah dibuktikan efektif serupa
dengan deferoksamin.Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang di sebabkan
oleh eritropoesis ekstra medular.Namun splenektomi akhirnya di perlukan karena ukuran organ
tersebut ataukarena hipersplenisme sekunder.Splenektomi meningkatkan resiko sepsisyang
parah sekali, oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus
di tunda selama mungkin.Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan
kebutuhan transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme.Kebutuhan transfusi melebihi 240
ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin
H.influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi profilaksis
penisilin juga dianjurkan. Cangkok sumsum tulang ( CST) adalah kuratif pada penderita ini dan

10
telah terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima
transfusi sangat banyak. Prosedur ini membawa resiko morbiditas dan mortalitas dan biasanya
hanya di gunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak
terkena) yang histokompatibel.

2.10 Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama sering terjadi jantung. Transfusi darah yang berulang
ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis) titik limpa yang besar mudah ruptur
akibat trauma ringan.Kadang-kadang thalasemia disertai tanda hiperspeleenisme seperti leukopenia
dan trombositopenia.Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Hasan dan
Alatas,2002)
Hepatitis pasca transfusi bisa dijumpai, apabila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg.Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatitis, diabetes melitus, dan
jantung titik pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin. (Herdata, 2008)

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki,
Yunani, dll.Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS
setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan


Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi.Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan
adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan
ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai
usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga


Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia.Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)

12
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia.Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin
sering dialami oleh anak setelah lahir.

9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia


a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung),
jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan
disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik.
Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit
akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman Oksigen ke sel.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatanpasien mampu mempertahankan perfusi jaringan
adekuat ditandai Dengan Kriteria hasil : Nadi perifer teraba,kulit hangat,tidak terjadi
sianosis.

Intervensi :

a) Awasi tanda vital,palpasi nadi perifer


b) Lakukan pengkajian neurofaskuler periodik misalnya sensasi,gerakan nadi,warna kulit atau
suhu.
c) Berikan oksigen sesuai indikasi Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/
membran mukosa, dasar kuku.
d) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).

13
e) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
f) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
g) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
h) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
i) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
j) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperwatan diharapkan klien mampu melakukan aktivitas
sehari-hari dengan kriteria hasil: anak bermain dan beristirahat dengan tenang serta dapat
melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :

a) Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi toleransi anak
b) Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain
c) Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
d) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam
beraktivitas.
e) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
f) Catat respon terhadap tingkat aktivitas.
g) Berikan lingkungan yang tenang.
h) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
i) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
j) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
k) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
m) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal.

Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi

Kriteria hasil :

a) mununjukan peningkatan bb progresif sesuai yang di inginkan

14
b) tidak adanya malnutrisi (kekurangan nutrisi)

Intervensi:

a) Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien


b) Timbang berat badan klien
c) Beri Health Education tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
d) Kolaborasi dengan ahli gizi
e) Berikan makanan yang bergisi.
f) Berikan minuman yang bergisi misalnya susu
g) Beri makanan sedikit tapi sering.
h) Berikan suplemen atau vitamin pada anak
i) Berikan lingkungan yang menyenangkan

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
Kriteria hasil :
a) Kulit utuh.

Intervensi :
a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
b) Ubah posisi secara periodik.
c) Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada demam
b) Tidak ada drainage purulen atau eritema
c) Ada peningkatan penyembuhan luka

Intervensi :
a) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b) Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d) Pantau dan batasi pengunjung.
e) Pantau tanda-tanda vital.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

15
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :
a) Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan.
b) Mengidentifikasi faktor penyebab.
c) Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.

Intervensi :

a) Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.


b) Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
c) Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.

Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air
ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita
thalasemia, baik mayor maupun minor.

3.3 Evaluasi
Evaluasi hasil yang diharapkan :
 Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
 Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan
 Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energy
 Mencapai / mempertahanakan nutrisi yang adekuat
 Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin
 Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
 Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal
 Tidak mengalami komplikasi
 Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan dispnu
 Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu
 Mempunyai tanda vital normal
 Tidak mengalami tanda retensi cairan ( mis. Edema perifer, curah urin berkurang, distensi
vena leher )
 Berorientasi terhadap nama, waktu, tempat, dan situasi
 Terapi bebas dari cidera.

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak yang
mewarisi gen thalasemia dari salah satu orang tua dan gen normal dari orang tua lain adalah seorang
pembawa (carries). Anak yang mewarisi gen dari kedua orang tuanya menderita thalasemia sedang
sampai berat. Thalasemia merupakan kelainan sepanjang hidup yang diklasifikasikan sebagai
thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang mengalami kerusakan pada sintesis
hemoglobin. Thalasemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß dan thalasemia mayor
terjadi apabila kedua orangtua merupakan pembawa sifat thalasemia, dimana dari ke dua orangtua
tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa sifat thalasemia dan 25% penderita
thalasemia beta mayor. Sedangkan thalasemia minor muncul apabila salah seorang dari orangtua
pembawa sifat thalasemia. Manifestasi klinik yang dapat dijumpai sebagai dampak patologis
penyakitpada thalasemia yaitu anemia yang menahun disebabkan eritropoises yang tidak efektif,
proses hemolisis dan reduksi sintesa hemoglobin.Adanya anemia tersebut mengakibatkan
pasienmemerlukan transfusi darah seumur hidupnya. Pemberian transfusi darah secaraterus menerus
akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi pada jaringanparenkim disertai dengan kadar
serum besi yang tinggi.

4.2 Saran
Sebelum menikah, pasangan calon pengantin diimbau untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan.Selain memastikan bahwa tubuh keduanya sehat, deteksi dini ini juga dapat mencegah calon
pengantin dari hal-hal tak diinginkan, termasuk risiko memiliki buah hati dengan talasemia.Pembawa
sifat thalassemia tidak terdeteksi.Maka perlu kesadaran deteksi dini untuk mencegah penurunan
penyakit.Mereka yang membawa sifat thalassemia (thalassemia minor) tidak merasakan gejala apapun
dan hidup normal maka tak heran jika kesadaran untuk deteksi dini cukup rendah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mariani,Dini. (2011). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Anak Thalasemia Beta Mayor
di Rsu kota Tasikmalaya dan Ciamis.Tesis.Fakultas ilmu keperawatan. Depok: Universitas
Indonesia.
Bambang.(2015). Askep Thalasemia Pada Anak. https:/id.scribd.com/doc/281354028/ASKEP-
THALASEMIA-PADA-ANAK-docx
Bella, Oktaviani. 2017. Mekanisme Koping Keluarga dalam Merawat Anak dengan Thalasemia Mayor
Usia 6-12 Tahun di POPTI Kota Bandung. Repository.upi.edu (Diakses pada tanggal 17 Maret 2020).

Maysaroh, Sofiana Ulfa. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan


Thalasemia.http://docshare03.docshare.tips/files/17138/171385082.pdf
Rosita, Rani. (2018). Laporan Pendahuluan
Thalasemia.https://www.academia.edu/18075400/LAPORAN_PENDAHULUAN_THALASEMI
A
Tuter, Alfreds. 2019. Catatan kemenkes Menyebutkan Angka Penderita Thalasemia Masih Tinggi. m.
rri.co.id (Diakses pada tanggal 17 Maret 2020)

Yanti. (2019). Asuhan Keperawatan Thalasemia Pada Anak.

https://www.academia.edu/8364738/Asuhan_Keperawatan_Thalasemia_Pada_Anak

18

Anda mungkin juga menyukai