Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN THALASEMIA

Oleh : Kelompok 18

Nama : - Selduliversal Tbij (PO5303209211461)

- Sharly Yanaputri Lauwoe (PO5303209211462)

- Sri Dewi Sepeh (PO5303209211463)

Dosen Pembimbing : Sabinus B. Kedang, S.Kep, Ns, M.Kep

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEPERAWATAN KUPANG

PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan ra
hmatnya penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan yang berjudul ”Thalasemia” ini d
engan baik. Asuhan Keperawatan ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawat
an Anak, Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Jurusan Keperawatan Kupang, Poltekkes K
emenkes Kupang.

kami mengucapkan limpah terima kasih kepada dosen pembimbing atas bantuan dan bimbing
annya kepada kami dalam proses pengerjaan makalah ini. Kami juga mengucapkan limpah te
rima kasih kepada semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam proses pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna maka kami sangat mengharapka
n kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih baik. kami juga berhara
p, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan juga bagi para pembaca.

Kupang, 14 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................4

1.2 Tujuan..............................................................................................................................5

1. Agar dapat mengetahui tentang pengertian dari Thalasemia..........................................5

2. Agar dapat mengetahui tentang klasifikasi thalasemia...................................................5

3. Agar dapat mengetahui tentang efek samping penyakit thalasemia...............................5

4. Agar dapat mengetahui cara mengatasi efek samping penyakit thalasemia...................5

BAB II........................................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................6

2.1 Pengertian Thalasemia.....................................................................................................6

2.2 Klasifikasi Thalasemia.....................................................................................................7

2.3 Efek Samping Penyakit Thalasemia...............................................................................12

2.4 Mengatasi Efek Samping Penyakit Thalasemia.............................................................12

BAB III.....................................................................................................................................14

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THALASEMIA”.....................................14

A. Pengkajian.......................................................................................................................14

3
B. Diagnosa..........................................................................................................................15

C. Intervensi Keperawatan...................................................................................................15

D. Implementasi...................................................................................................................18

E. Evakuasi...........................................................................................................................19

BAB IV....................................................................................................................................20

PENUTUP................................................................................................................................20

3.1. Kesimpulan...................................................................................................................20

3.2. Saran..............................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalasemia merupakan gangguan sintesis hemoglobin (Hb), khususnya rantai


globin, yang diturunkan. Penyakit genetik ini memiliki jenis dan frekuensi terbanyak
di dunia. Manifestasi klinis yang ditimbulkan bervariasi mulai dari asimptomatik hing
ga gejala yang berat. Thalasemia dikenal juga dengan anemia mediterania, namun istil
ah tersebut dinilai kurang tepat karena penyakit ini dapat ditemukan dimana saja di du
nia khususnya di beberapa wilayah yang dikenal sebagai sabuk thalasemia (Toro, 201
9).

Data dari World Bank menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan
pembawa sifat thalasemia. Setiap tahun sekitar 300.000- 500.000 bayi baru lahir disert
ai dengan kelainan hemoglobin berat, dan 50.000 hingga 100.000 anak meninggal aki
bat thalasemia B(beta) 80% dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang (Blei
bel, 2019). Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk thalasemia dunia, yaitu
negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalasemia yang tinggi. Hal ini te
rbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa frekuensi g
en thalasemia beta berkisar 3-10 (Permenkes, 2018).

Pengobatan penyakit thalasemia sampai saat ini belum sampai pada tingkat pe
nyembuhan. Transplantasi sumsum tulang hanya dapat membuat seorang thalasemia
mayor menjadi tidak lagi memerlukan transfusi darah, namun masih dapat memberika
n gen thalassemia pada keturunannya. Di seluruh dunia tata laksana thalasemia bersifa
t simptomatik berupa transfusi darah seumur hidup (Liswanti, 2014).

Faktor yang berperan pada pertumbuhan pasien thalasemia adalah faktor genet
ik dan lingkungan. Selain itu hemoglobin juga berpengaruh, bila kadar hemoglobin di
pertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dl disertai pencegahan hemokromatosis, maka g
angguan pertumbuhan tidak terjadi (Arijanty, 2008).

5
1.2 Tujuan

1. Agar dapat mengetahui tentang pengertian dari Thalasemia


2. Agar dapat mengetahui tentang klasifikasi thalasemia
3. Agar dapat mengetahui tentang efek samping penyakit thalasemia
4. Agar dapat mengetahui cara mengatasi efek samping penyakit thalasemia

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Thalasemia

Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan


pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel da
rah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek
kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia (Yuyun Rahayu, et al 2015).

Thalasemia diturunkan dari orang tua kepada anaknya melalui gen. Jika kedua
orang tua adalah pembawa sifat thalasemia ada kemungkinan 50% anak pembawa sifa
t thalasemia (minor) sedangkan 25% menderita thalasemia mayor dan 25% lagi anak a
kan normal. Namun, bila salah satu dari orang tua pembawa sifat, dan satunya lagi nor
mal, maka kemungkinan 50% anak menjadi pembawa sifat thalassemia sedangkan 50
% lagi kemungkinan anak akan normal (E. Sri Indiyah, S. Meri Rima M, 2019).

Menurut Mambo (2009) dalam Lazuana (2014) menyatakan bahwa hemoglobi


n adalah suatu zat di dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dari paru-paru ke
seluruh tubuh, juga memberi warna merah pada eritrosit. Hemoglobin manusia terdiri
dari persenyawaan heme dan globin. Heme terdiri dari zat besi (Fe) dan globin adalah
suatu

Protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin pada manusia normal
terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β). Penderita thalasemia tidak mampu m
emproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga eritro
sit tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut
02 dalam jumlah yang cukup oleh karena itu penderita thalasemia mengalami anemia
sepanjang hidupnya.

7
2.2 Klasifikasi Thalasemia

1. Klasifikasi Klinis

Berdasarkan kelainan klinis, Thalasemia terbagi atas tiga pembagian utama yaitu : Th
alasemia mayor, Thalasemia intermedia, dan Thalasemia minor. Kriteria utama untuk
membagi 3 bagian itu berdasar atas gejala, tanda klinis, dan kebutuhan transfusi darah
yang digunakan untuk terapi suportif pasien Thalasemia (Rujito, 2019).

a. Thalasemia mayor

Thalasemia mayor adalah adalah keadaan klinis Thalasemia yang paling berat. Ko
ndisi Thalasemia mayor terjadi karena gen penyandi hemoglobin pada 2 alel kromoso
m mengalami kelainan. Pasien membutuhkan transfusi darah sejak tahun pertama pert
umbuhan pada rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai seumur hidupnya (lyza, 2
010).

Rutinitas transfusi Thalasemia mayor berkisar antara 2 minggu sekali sampai 4 mi


nggu sekali. Gejala Thalasemia mayor secara umum muncul pada usia 7 bulan awal p
ertumbuhan bayi atau setidaknya pada bawah tiga tahun (batita). Gejala awal adalah k
eadaan pucat pada kulitnya terlihat pada bagian telapak tangan, mata bagian kelopak
mata sebelah dalam, daerah perut, dan semua permukaan kulit. Lambat laun bayi akan
terlihat lebih lemas, tidak begitu aktif, dan tidak bergairah menyusu. Bayi akan menga
lami kegagalan untuk berkembang secara normal dan menjadi semakin pucat (Rujito,
2019).

Beberapa masalah seperti diare, lemah, serangan demam berulang, dan pembesara
n perut progresif yang disebabkan oleh pembesaran limpa dan hati dapat menjadi alas
an pasien untuk datang ke pelayanan kesehatan. Dibeberapa negara berkembang, dise
babkan kurangnya sumber daya yang ada, gambaran klinis Talasemia ditandai dengan
keterlambatan pertumbuhan, pucat, ikterus, hipotrofi otot, genu valgum, hepatospleno

8
megali, ulkus kaki, dan perubahan tulang yang disebabkan oleh perluasan sumsum tul
ang. Tulang rangka akan mengalami perubahan struktur terutama pada tulang panjang
perubahan khas daerah kraniofasial, dahi yang menonjol, depresi dari jembatan hidun
g, kecenderungan untuk kenampakan mata mongoloid, dan hipertrofi maxillae yang c
enderung mengekspos gigi atas (tonggos). Gangguan pertumbuhan dan malnutrisi seri
ng dialami oleh pasien Talasemia mayor. Secara umum berat badan dan tinggi badan
menurut umur berada dibawah persentil ke-50, dengan frekuensi gizi kurang dan buru
k mencapai 64,1% dan 13, 2 %.

Penyebab gangguan pertumbuhan belum jelas diketahui dan masih kontroversi


al, namun data terkini menunjukkan terjadinya gangguan fungsi hypothalamicpituitar
y gonad yang menyebabkan gangguan Sintesa somatomedin, hipoksia jaringan oleh k
arena anemia, maupun efek yang berhubungan dengan pemberian deferoksamin. Pada
tahap ini transfusi darah harus mulai masuk untuk menghindari keadaan klinis yang le
bih berat. Gambaran di atas adalah keadaan anak yang tidak menjalani transfusi, atau
menjalani transfusi akan tetapi tidak rutin. Individu atau anak yang menjalani transfus
i darah secara rutin dan mengkonsumsi obat kelasi besi secara teratur sejak dini dapat
mengurangi gejala dan tanda tersebut di atas, serta menampakkan pertumbuhan dan p
erkembangan yang baik (Rujito, 2019).

Komplikasi merupakan penyebab kematian para pasien Thalasemia mayor. Sis


tem organ yang paling sering menyebabkan gangguan berturut-turut adalah organ end
okrin meliputi gangguan pertumbuhan akibat supresi growth hormon, pubertas terlam
bat dan hipogonadism, gangguan fertilitas, Diabetes Melitus (DM), sampai dislipidem
ia (Ngastiyah, 2015).

Penyebab kematian paling tinggi pada pasien Thalasemia adalah gangguan jan
tung termasuk didalamnya adalah kardiomiopati. Tercatat bahwa 70% kematian pasie
n Talasemia disebabkan karena defek pada otot dan gangguan irama jantung, heart dy
sfunction, aritmia, atau gabungan keduanya. Komplikasi organ lain seperti gangguan s
istem skeletal, gangguan syaraf, gangguan epidermis, dan gangguan gastrointestinal m
enempati kelainan yang tidak terlalu dianggap berbahaya. Kelainan DM merupakan b
agian komplikasi Thalasemia lainnya yang mempunyai morbiditas dan mortalitas pali

9
ng tinggi diantara 67 hendaya endokrin lainnya. Penyebab utama terjadinya kelainan

DM pada pasien Thalasemia adalah efek samping dari kegiatan transfusi rutin.
Deposit iron setiap transfusi dapat memasukin komponen besi ke dalam tubuh 250 ng
pada setiap periode. Penumpukan besi terus menerus dan ketidakmampuan tubuh untu
k membuang besi menjadi faktor utama iron overload dalam pasien Thalasemia. Kelas
i besi rutin adalah satusatunya usaha aktif untuk mengekskresikan besi dalam tubuh p
asien. Administrasi Deferoksamin, Deferipron, dan Deferasirox; jenis kelator yang ter
sedia; menjadi kebutuhan wajib pasien Thalasemia. Ketidakpatuhan konsumsi obat ini
menjadikan banyak pasien Thalasemia jatuh pada kondisi iron overload yang berat.

Penumpukan besi berlebih akan didistribusikan pada semua organ, salah satun
ya sistem endokrin. Pankreas, sebagai salah satu organ endokrin penting dalam tubuh
menjadi target deposit besi dengan akibat terganggunya sistem homeostatis dan biosin
tesis insulin pada pulau-pulau langerhans (Rujito, 2019).

b. Thalasemia Intermedia

Sama seperti halnya Thalasemia mayor, individu dengan Thalasemia intermed


ia terjadi akibat kelainan pada 2 kromosom yang menurun dari ayah dan ibunya. Perb
edaan ada pada jenis gen mutan yang menurun. Individu Thalasemia mayor menurun
2 gen mutan bertipe mutan berat, sedangkan pada Thalasemia intermedia 2 gen terseb
ut merupakan kombinasi mutan berat dan ringan, atau mutan ringan dan mutan ringan.
Kenampakan klinis dari Thalasemia intermedia tidak se awal Thalasemia mayor.

Diagnosis awal bisa teriadi pada usia belasan tahun, atau bahkan pada usia de
wasa. Secara klinis Thalasemia intermedia menunjukkan gejala dan tanda yang sama
dengan Thalasemia mayor, namun lebih ringan dari gambaran Thalasemia mayor. Pas
ien intermedia tidak rutin dalam memenuhi transfusi darah nya, terkadang hanya 3 bul
an sekali, 6 bulan sekali atau bahkan I tahun sekali. Namun pada keadaan tertentu, kea
daan intermedia dapat jatuh ke keadaan mayor jika tubuh mengeluarkan darah yang c
ukup banyak, atau tubuh memerlukan metabolisme yang tinggi seperti keadaan infeks
i yang menahun, kanker atau keadaan klinis lain yang melemahkan 8 sistem fisiologis
hematologi atau sistem darah. Pasien Thalasemia intermedia ini dapat cenderung menj

10
adi mayor ketika anemia kronis tidak tertangani dengan baik dan sudah menyebabkan
gangguan organorgan seperti hati, ginjal, pankreas, dan limpa (Rujito, 2019).

c. Thalasemia minor

Thalasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat, traits, pembawa m
utan, atau karier Thalasemia. Karier Thalasemia tidak menunjukan gejala klinis semas
a hidupnya. Hal ini bisa dipahami karena abnormalitas gen yang terjadi hanya melibat
kan salah satu dari dua kromosom yang dikandungnya, bisa dari ayah atau dari ibu. Sa
tu gen yang normal masih mampu memberikan kontribusi untuk proses system hemat
opoiesis yang cukup baik. Beberapa penelitian bahkan menyebut bahwa diantara pend
onor darah rutin pada unit-unit transfusi darah adalah karier Talasemia (Rujito, 2019).

2. Klasifikasi Genetik

Thalasemia dibagi menjadi talasemia alfa (α) dan beta (β). Thalasemia a terjadi karena
akibat kurangnya (defisiensi parsial) atau tidak di produksi sama sekali (defisiensi tota
l) produksi rantai globin α, sedangkan talasemia β terjadi akibat berkurangnya rantai g
lobin β atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin β (Nuari, 2016).

a. Thalasemia Alfa (α)

Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan i
ni berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai al
fa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan
rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetra
mer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki bebera
pa jenis :

I. Delesi pada empat rantai alfa


Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts.
Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin ya
ng sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati b

11
eberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandun
gan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan ele
ktroforesis di dapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA
maupun HbF.
II. Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromi
k mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka Н6H dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurk
an. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz
Bodies.
III. Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi
penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
IV. Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.

b. Thalasemia Beta (β)

Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan ti


ngkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talase
mia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, an
ak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia ber
at mulai usia 3-18 bulan Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna ku
lit menjadi hitam (Rujito, 2019).

Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat ber
akibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebih
an zat besi (Fe). Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang ya
ng berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies co
oley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi l
emah dan keropos (Regar, 2019)

12
2.3 Efek Samping Penyakit Thalasemia

Penyakit thalasemia sendiri membawa banyak sekali komplikasi kepada pende


ritanya. Di dunia umumnya komplikasi mulai terjadi pada awal dekade kedua kehidup
an, namun di Asia termasuk Indonesia komplikasi muncul lebih cepat. Hal ini terjadi
biasanya terjadi karena beberapa faktor, yaitu keadaan anemia kronik atau kelebihan z
at besi akibat rendahnya kepatuhan atau keterbatasan dalam menggunakan obat kelasi
besi. Kelebihan besi akan menyebabkan penumpukan diberbagai organ terutama kulit,
jantung, hati dan kelenjar endokrin, sehingga terjadilah kardiomiopati, perdarahan aki
bat rusaknya organ hati, diabetes melitus gangguan pertumbuhan, seperti perawakan t
ubuh yang pendek, infertilitas, hipogonadisme, kulit hitam dan juga bentuk muka yan
g berubah atau dikenal sebagai facies Cooley, disertai osteoporosis bahkan dapat terja
di fraktur patologis. Selain itu didapatkan juga limpa dan hati yang membesar sehingg
a menyebabkan perut anak dengan thalasemia tampak besar (Grentina, 2016).

Penumpukan besi dalam tubuh juga merupakan komplikasi yang terjadi akibat
proses transfusi maupun jika transfusi dengan kadar Hb yang selalu rendah. Penumpu
kan besi di organ-organ seperti hati dan jantung sangat berbahaya karena dapat menga
kibatkan kematian. Selain itu besi juga merupakan media yang baik untuk pertumbuha
n kuman, oleh karena itu penumpukan berlebih kadar besi dalam tubuh dapat menjadi
kan anak dengan thalassemia rentan terhadap penyakit infeksi (Grentina, 2016).

2.4 Mengatasi Efek Samping Penyakit Thalasemia

Penting diingat untuk tidak menunggu waktu transfusi hingga kadar Hb tubuh
terlalu rendah, kadar Hb pre-transfusi antara 9-10 g/dL adalah nilai yang baik untuk di
lakukannya transfusi darah, untuk memperlambat munculnya komplikasi dan memper
baiki kualitas hidup penderita. Perlu diperhatikan kualitas darah yang diberikan, sebai
knya memakai darah yang rendah leukosit, untuk memperlambat terjadinya reaksi tra
nsfusi, juga menggunakan skrining darah terhadap penyakit infeksi hepatitits B, C, C
MV, dan HIV dengan metode nucleic acid test atau NAT. Selain itu memakai obat kel
asi besi adekuat sangat dianjurkan untuk mencegah munculnya komplikasi akibat kele
bihan zat Fe yang merupakan suatu zat oksidan yang sangat kuat (Grentina. 2016).

13
Mengonsumsi makanan yang bergizi sangat diperlukan oleh penderita thalase
mia. Pasien thalasemia biasanya mempunyai postur tubuh yang kecil, kurus juga pend
ek, hal ini dapat diakibatkan karena kekurangan oksigen yang terjadi terus-menerus pa
da jaringan. Selain itu, pembesaran limpa juga menyebabkan turunnya napsu makan.
Semua kondisi ini menyebabkan gangguan penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi y
ang pada akhirnya menyebabkan gangguan pertumbuhan juga penurunan imunitas tub
uh (Grentina, 2016).

Mengonsumsi berbagai bahan pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin da


n mineral sangatlah penting. Hanya saja yang perlu dingat, hindari bahan pangan yang
mengandung besi dalam jumlah tinggi yaitu hati dan daging merah beserta produk ola
hannya seperti bakso ataupun jeroan. Bahan pangan tersebut dapat digantikan oleh ika
n, ayam ataupun susu yang mempunyai kandungan besi rendah (Grentina, 2016).

14
BAB III

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THALASEMIA”

A. Pengkajian

1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, alamat dan keluhan
2. Riwayat Kesehatan
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. I
ni dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
3. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masi
h bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertu
mbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan a
nak normal.
4. Pola makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah
5. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istira
hat karena anak mudah lelah.
6. Riwayat Kesehatan kelurga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua jug
a mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
7. Riwayat ibu saat hamil (ante natal core-ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resik
o talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko ya
ng mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
8. Pemeriksaan fisik anak thalassemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunya

15
i bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa p
angkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantun
g dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nome
gali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB dibawah norma
l
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai de
ngan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mung
kin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi w
arna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penump
ukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa

1. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient d.d anak sering susah maka
n
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d
Anak terlihat lemah dan mudah Lelah

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Deficit nutrisi b.d ketidak L.03030 Manajemen nutrisi (I.03119)


mampuan mengabsorbsi
Setelah dilakukan Tindakan Observasi:
nutrient d.d anak sering s
keperawatan 3x24 jam deng
usah makan
an kriteria hasil :  Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intolera

16
nsi makanan
 Porsi makan yang dihabi
 Identifikasi kebutuhan kalori d
skan meningkat (5)
an jenis nutrient
 Frekuensi makan memba
 Monitor asupan makanan
ik (5)
 Monitor berat badan
 Nafsu makan (5)
Terapeutik:

 Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu
 Berikan makanan tinggi serat u
ntuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, ji
ka perlu

Edukasi:

 Anjurkan posisi duduk jika ma


mpu
 Ajarkan diet yang diprogramka
n

Kolaborasi:

 Kolaborasi pemberian medikas


i sebelum makan (misalnya Pe
reda nyeri, antlemetik) jika per
lu
 Kolaborasi dengan ahli gizi un
tuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuh

17
kan

2. Intoleransi aktivitas b.d k L.05047 Manajemen energi


etidakseimbangan antara
Setelah dilakukan Tindakan Observasi:
suplai dan kebutuhan oks
keperawatan 3x24 jam deng
igen d.d Anak terlihat le
an kriteria hasil :  Identivikasi gangguan fungsi t
mah dan mudah Lelah
ubuh yang mengakibatkan kele
 Kemudahan dalam mel lahan
akukan aktivitas sehari-  Monitor kelelahan fisik dan e
hari meningkat (5) mosional
 Kekuatan tubuh bagian  Monitor pola dan jam tidur
atas dan bawah mening  Monitor lokasi dan ketidaknya
kat (5) manan seelama melakukan akti
 Keluhan Lelah menuru vitas
n (5)
Terapeutik:
 Perasaan lemah menuru
n (5)
 Sediakan lingkungan nyaman
 Warna kulit membaik
yang rendah stimulun
(5)
 Lakukan latihan rentan gerak p
asif dan atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yan
g menyenangkan
 Fasilitasi duduk disisi tempat ti
dur, jika tidak dapat berpinda a
tau berjalan

Edukasi:

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas

18
secara bertahap
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi:

 Kolaborasi dengan ahli gizi ten


tang cara meningkatkan asupa
n makanan

D. Implementasi

No Tindakan Keterangan
1.  Mengidentifikasi status nutrisi Deficit nutrisi b.d ketidakmamp
 Mengidentifikasi alergi dan intoleransi maka uan mengabsorbsi nutrient d.d a
nan nak sering susah makan
 Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis n
utrient
 Memonitor asupan makanan
 Memonitor berat badan
 Mengajarkan diet yang diprogramkan

2.  Mengidentivikasi gangguan fungsi tubuh yan Intoleransi aktivitas b.d ketidaks


g mengakibatkan kelelahan eimbangan antara suplai dan ke
 Memonitor kelelahan fisik dan emosional butuhan oksigen d.d Anak terlih
 Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan seela at lemah dan mudah Lelah
ma melakukan aktivitas
 Menganjurkan melakukan aktivitas secara ber
tahap

19
 Mengajarkan strategi koping untuk menguran
gi kelelahan

E. Evakuasi

S (subjektif ) : yakni segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien

O (objektif): yakni data yang diobservasi dari hasil pemeriksaan oleh perawat atau tenaga Ke
sehatan lain

A (analisys): yakni kesimpulan dari objektif dan subjektif

P: (Planning/Perencanaan): yakni rencana Tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisi


s.

20
BAB IV

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan


pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel da
rah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek
kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia

Protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin pada manusia normal
terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β). Penderita thalasemia tidak mampu m
emproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga eritro
sit tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut
02 dalam jumlah yang cukup oleh karena itu penderita thalasemia mengalami anemia
sepanjang hidupnya
Penyakit thalasemia sendiri membawa banyak sekali komplikasi kepada pende
ritanya. Kelebihan besi akan menyebabkan penumpukan diberbagai organ terutama ku
lit, jantung, hati dan kelenjar endokrin, sehingga terjadilah kardiomiopati, perdarahan
akibat rusaknya organ hati, diabetes melitus gangguan pertumbuhan, seperti perawaka
n tubuh yang pendek, infertilitas, hipogonadisme, kulit hitam dan juga bentuk muka y
ang berubah atau dikenal sebagai facies Cooley, disertai osteoporosis bahkan dapat ter
jadi fraktur patologis. Selain itu didapatkan juga limpa dan hati yang membesar sehin
gga menyebabkan perut anak dengan thalasemia tampak besar

3.2. Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu memahami materi thalassemia ini dengan


baik. Oleh karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal
ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun kelua
rga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Jkhaa, H. (2023). LP Thalasemia Pada Anak. LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANG


GUAN SISTEM HEMATOLOGI: THALASEMIA PADA ANAK, 20.

KOMALASARI, D. (2020). Laporan Pendahuluan Thalasemia. LAPORAN PENDAHULUA


N THALASEMIA , 35.

RUJITO, L. (2019). THALASEMIA: GENETIK DASAR DAN PENGELOLAAN TERKINI. Pur


wokerto: UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Gd. BPU pencetakan dan pene
rbitan (UNSOED Press).

22

Anda mungkin juga menyukai