Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

INFEKSI POST PARTUM

ASUHAN KEPERAWATAN MASTITIS DAN ENDOMETRITIS

OLEH :

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 15 :

1. MARYAM ELATIA LUSI (PO5303209211454)

2. MIRNA WEHELMINCE TADAK (PO5303209211455)

DOSEN PENGAMPU : MARIANA ONI BETHAN, S.KEP, NS., M.P.H.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KUPANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul INFEKSI POST PARTUM ASUHAN
KEPERAWATAN MASTITIS DAN ENDOMETRITISpada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Keperawatan Maternitas bagi Mahasiswa Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Kupang Tahun 2022/2023.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca maupun penulis tentang
Infeksi Post Partum dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Mastitis dan
Endometritis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mariana Oni Bethan, S. Kep,
Ns., M. P. H selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Keperawatan Maternitas yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi penulis dan pembaca. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, masukan dan saran yang membangun akan kami
nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.

Kupang, 4 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

1.1 Latar Belakang...............................................................................................4

1.2 Tujuan.............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7

2.1 Infeksi Post Partum........................................................................................7

2.3 Mastitis...........................................................................................................7

2.4 Endometritis.................................................................................................13

2.5 Asuhan Keperawatan pada Pasien Infeksi Post Partum...............................18

BAB III PENUTUP...............................................................................................29

3.1 Kesimpulan...................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa postpartum merupakan masa yang sangat penting karena sering


terjadi komplikasi diantaranya adalah infeksi nifas.Salah satu faktor penyebab
terjadinya infeksi nifas bisa berasal dari perlukaan jalan lahir yang merupakan
media yang baik untuk berkembangnya kuman.Munculnya infeksi pada perineum
dapat merambat pada saluran kandung kencing ataupun pada jalan lahir yang
dapat berakibat munculnya komplikasi infeksi jalan lahir sehingga perawatan luka
perineum sangat diperlukan.Kurangnya pengetahuan ibu postpartum ditambah
dengan faktor budaya yang kurang tepat dalam perawatan perineum dapat
membawa dampak negatif bagi ibu.

Perawatan pada masa postpartum harus menjadi perhatian karena


diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan,dan
50% kematian masa nifas terjadidalam 24 jam pertama. Penyebab
utamakematianibuyaitu karena perdarahan 30,3%,hipertensi 27,1%, infeksi
7,3%, lain –lain 40,8 %. Morbiditas pada minggu awal postpartum biasanya
disebabkan karenamastitis, infeksi traktus urinarius,infeksi padaepisiotomi
atau laserasi, , dan penyakit lainnya (Nurrahmaton, 2019)

Infeksi yang dapat menyebabkan kematian dapat terjadi pada ibu


postpartum.Faktor penyebab terjadinya infeksi puerperium dapat berasal dari
perlukaan jalan lahir yang merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya
kuman.Hal ini dapat disebabkan karena daya tahan tubuh ibu yang rendah setelah
melahirkan, perawatan dan kebersihan perineum yang kurang baik (Gustirini,
2021).

Mastitis merupakan kejadian yang ditandai dengan adanya rasa sakit pada
payudara yang disebabkan adanya peradangan payudara yang bisa disertai infeksi
maupun non infeksi.Kejadian mastitis sekitar 15–21% ibu menyusui yang terjadi
pada 6-8 minggu pertama masa menyusui.mastitis adalah suatu kondisi radang
payudara dan mungkin akibat penurunan imunitas dan penurunan daya tahan
terhadap infeksi. Mastitis berkisar pada tingkat keparahan dari peradangan ringan,
asimptomatik yang biasanya tidak menular, hingga mastitis parah yang terbukti
secara klinis, yang bermanifestasi sebagai kemerahan, pembengkakan payudara,
demam atau infeksi sistemik.Mastitis dapat timbul dari faktor-faktor yang
berhubungan dengan kesehatan ibu, kesehatan bayi atau keduanya.

Kurang lebih 3% kejadian mastitis berlanjut menjadi kasus abses


payudara. Faktor risiko penyebab mastitis antara lain stasis ASI, putting susu lecet
dan faktor kelelahan pada ibu. Jika ibu mengalami putting susu lecet maka hal itu
akan menjadi jalan masuk bagi mikroorganisme untuk menginfeksi payudara.
Kebiasaan proses pengosongan payudara yang tidak tuntas juga menyebabkan
stasis atau bendungan payudara yang nantinya menjadi media berkembangnya
mikroorganisme. Kelelahanibu menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan
tubuh ibu sehingga memudahkan terjadinya infeksi oleh mikroorganisme.
Pengetahuan ibutentang proses menyusui yang kurang dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam posisi menyusui yang berakibat terjadinya lecet pada
putting susu ibu. Selain itu juga menyebabkan proses pelepasan dan pengeluaran
ASI yang kurang maksimal sehingga menyebabkan bendungan payudara. Mastitis
merupakan salah satu penyebab penyapihan dini pada bayi karena alasan rasa
sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu menyusui. Kurangnya
pemberian informasi tentang proses menyusui dianggap sebagai salah satu
penyebab rendahnya pengetahuan ibu tentang menyusui sehingga menyebabkan
mastitis.(Tristanti & Nasriyah, 2019)

1.2 Tujuan

A. Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini agar mahasiswa diharapkan


mampu menguraikan konsep infeksi post partum (mastitis dan
endometritis).
B. Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa mampu:

1. Mengetahui dan memahami infeksi post partum


2. Mengetahui dan memahami tentang mastitis
3. Mengetahui dan memahami tentang endometritis
4. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien denga
infeksi post partum
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Infeksi Post Partum

Infeksi post partum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan)


ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah
abortus atau persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteria yang seringkali
ditemukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen
patogen dari luar vagina atau serviks bisa membuka jalan timbulnya sepsis.

Sepsis puerperal terjadi pada sekitar 6% kelahiran dan kemungkinan


besar merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal di
seluruh dunia.Organisme yang paling sering menginfeksi ialah organisme
streptokokus dan bakteri anaerobik.Infeksi Staphylococcus aureus,
gonokokus, koliformis, dan klostridia lebih jarang terjadi, tetapi merupakan
organisme patogen serius yang menye- babkan infeksi pascapartum.

Biasanya infeksi disertai penyakit medis lain, seperti anemia,


malnutrisi, dan diabetes melitus. Penyakit obstetri, termasuk PROM,
persalinan yang lama dan melelahkan, kelahiran dengan bantuan alat,
perdarahan, dan retensi produk konsepsi meningkatkan kemungkinan dan
berat sepsis puerperal.

Gejala infeksi puerperal bisa ringan atau berat. Suhu tubuh 38°C atau
lebih selama dua hari berturut-turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah
kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh infeksi pascapartum jika tidak ada
penyebab lain yang ditemukan. Ibu bisa juga menunjukkan gejala keletihan
dan letargi, kurang nafsu makan, dan menggigil.Nyeri perineum atau distres
di abdomen bawah, mual, dan muntah bisa segera terjadi.Lokia dalam jumlah
besar dan baubiasanya ditemukan.Biakan bakteri intrauterin atau intraservikal
harus menunjukkan agens patogen penyebab dalam 36 sampai 48 jam.
Penanganan infeksi pascapartum yang paling efektif dan paling murah
adalah upaya pencegahan.Tindakan pencegahan adalah dengan mengajarkan
pasien nutrisi prenatal yang baik untuk mengendalikan anemia dan
perdarahan intranatal.Higiene perineal ibu yang benar juga perlu
ditekankan.Semua tenaga kesehatan harus menaati teknik-teknik aseptik saat
bersalin dan pada masa pascapartum.

Pengendalian infeksi dilakukan untuk mencapai penyembuhan dan rasa


nyaman.Keseimbangan cairan dan elektrolit sangat penting.Antibiotik
spektrum luas diberikan sampai organisme penyebab infeksi
ditemukan.Menyusui dapat terus dilanjutkan, bergantung kepada obat
antibiotik yang diberikan.(Jensen, 2004)

2.3 Mastitis

A. Definisi

Mastitis pada masa pascapartum merupakan suatu infeksi akut pada


jaringan glandular kelenjar payudara. Mastitis terjadi terutama pada ibu
yang menyusui. Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan
mastitis adalah Staphylococcus aureus. Kadang kala mastitis disebabkan
oleh Streptococcus beta hemolitik group A. Infeksi tersebut biasanya
didahului oleh terdapatnya fisura atau lecet pada puting atau areola, yang
merupakan tempat masuk mikroorganisme ke dalam sistem duktus.
Kadang kala, duktus laktiferus yang tersumbat terserang, yang
menyediakan media untuk pertumbuhan mikroba. Bayi baru lahir dapat
menjadi sumber infeksi setelah mendapatkan patogen secara oral dari kulit
ibu atau dari seorang pemberi layanan kesehatan. Tangan klien dapat
menjadi sumber infeksi, terutama ketika mastitis disebabkan oleh
mikroorganisme lain. Kadang kala, epidemik mastitis terjadi ketika
mikroorganisme disebarkan oleh staf ruang perawatan bayi ke banyak bayi
baru lahir dan kemudian dari bayi baru lahir ke ibu mereka.(Reeder, 2011)
B. Etiologi

Ada beberapa penyebab terjadinya mastitis antara lain sebagai berikut:


Stasis ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri. Stasis ASI terjadi jika
ASI tidak dikeluarkan efisien dari payudara. Hal ini dapat terjadi apabila
ASI terbendung pada payudara yang disebabkan oleh kenyutan bayi tidak
efektif atau teknik menyusui yang tidak benar. Stasis ASI merupakan
penyebab primer dan jika dibiarkan akan berkembang timbul infeksi.
Menyusui yang efesien akan mencegah terjadi stasis ASI Infeksi
disebabkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus Aureus. Bakteri ini
berasal dari mulut bayi memalui saluran puting, sehingga teknik menyusui
yang salah akan menyebabkan puting menjadi lecet. Hal ini akan
memudahkan bakteri masuk pada payudara dan mengakibatkan
penyumbatan ASI payudara menjadi besar, terasa nyeri tekan dan terasa
Penyumbatan yang diakibatkan oleh infeksi panas. mengakibatkan terjadi
mastitis, karena menyusui yang tidak adekuat.(Tristanti & Nasriyah, 2019)

C. Patofisiologi

Pada umumnya porte de entry menyebabkan puting menjadi luka dan


lecet, kemudian bakteri menjalar pada duktus-duktus yang berkembang
biak sehingga terjadi pus. Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan
tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak
segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa
komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga
memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa
cara masuknya kuman yaitu melalui Duktus Laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling
sering adalah Staphylococcus Aureus, Escherecia Coli dan Streptococcus.
Mastitis adalah peradangan payudara yang dibarengi atau tidak dibarengi
dengan infeksi.Dua penyebab utama dari mastitis adalah statis (terhenti)
ASI dan infeksi. Pada mastitis infeksius, ASI terasa asin karena tingginya
kadar natrium dan klorida dan merangsang penurunan aliran ASI. Namun,
dalam kondisi seperti ini, ibu harus tetap menyusui Antibiotik (resisten-
penisilin) dapat diberiskan apabila sang ibu mengalami mastitis infeksius.
(Tristanti & Nasriyah, 2019)

D. Pathway

Stasis ASI

Teknik Menyusui yang


Salah

ASI terbendung Putting lecet

Penyumbatan ASI Bakteri masuk

Mastitis Non-
Mastitis Infksius
Infeksius

Pembengkakan Suhu tubuh


Nyeri Terlokalisasi meningkat
Payudara

MENYUSUI
NYERI AKUT HIPERTERMIA
TIDAK EFEKTIF

Gambar 1. Pathway Mastitis


E. Faktor Risiko

Beberapa keadaan menjadi faktor risiko terjadinya mastitis pada menyusu,


di antaranya:

1. Adanya luka dan kulit yang pecah pada putting susu

2. Selalu menyusui dengan posisi yang sama, sehingga saluran susu


tidak terkosongkan dengan sempurna

3. Memakai bra yang ketat, sehingga menyebabkan hambatan pada


aliran susu

4. Stress dan terlalu lelah

5. Adanya riwayat peradangan payudara ketika menyusui sebelumnya


(Tristanti & Nasriyah, 2019)

F. Manifestasi Klinis

Mastitis yang berhubungan dengan menyusu adalah jenis mastitis yang


paling banyak terjadi.Pada sebagian besar kasus, gejala muncul pada tiga
bulan pertama setelah melahirkan, walaupun dapat terjadi kapan saja
selama menyusui, dan cenderung hanya menginfeksi salah satu payudara.

1. Gejala Mastitis non-Infeksius

Gejala mastitis non infeksius terbagi menjadi tiga, yaitu:

a) ibu mengalami adanya bercak panas pada area nyeri tekan


yang akut

b) ibu bisa merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri


tekan tersebut, dan terjadi pembengkakan payudara

c) ibu tidak mengalami demam dan baik-baik saja


2. Gejala Mastitis Infeksius

Gejala mastitis infeksius ditandai beberapa hal, yaitu:

a) ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot, seperti flu

b) mengeluh sakit kepala

c) demam dengan suhu di atas 38 derajat celciu

d) terdapat area luka sedikit atau banyak pada payudara

e) kulit pada payudara tampak kemerahan atau bercahaya

f) kedua payudara terasa keras dan tegang (pembengkakan)


(Tristanti & Nasriyah, 2019)

G. Penatalaksanaan

Penyuluhan klien tentang perawatan payudara dan puting serta teknik


menyusui yang benar sangat penting. Perawat juga memberi tahu klien
tentang tanda dan gejala infeksi dan perlunya terapi yang cepat. Puting
diperiksa setiap 8 jam untuk memeriksa apakah ada area yang pecah-
pecah, lecet, lepuh, dan ekskoriasi. Luka dan nyeri tekan pada putting yang
dilaporkan oleh ibu harus diperiksa dengan segera.

Terapi kompres dingin dan panas juga digunakan.Perawat memberikan


antibiotik, mengganti balutan setelah dilakukan insisi dan pengaliran, dan
memantau tanda-tanda penyembuhan luka pada klien.Dengan terapi
antibiotik yang efektif, infeksi sering kali dapat dikendalikan dalam 24
jam.

Opini tentang boleh atau tidaknya melanjutkan pemberian ASI


bervariasi.Ketika klien mengalami demam tinggi atau terbentuk abses
yang membutuhkan insisi dan pengaliran, klien dianjurkan berhenti
menyusui untuk sementara waktu. Untuk mempertahankan laktasi, klien
dimotivasi untuk memeras ASI dari payudara yang terinfeksi setiap
beberapa jam ketika rasa nyeri telah berkurang. Klien juga dianjurkan
untuk menggunakan BH penyokong yang kuat untuk menyangga
payudara..

Jika menyusui dihentikan, menyusui harus dilakukan kembali dengan


segera pada saat suhu tubuh normal dan tanda-tanda infeksi (nyeri,
kemerahan, edema) telah berkurang. Jika telah diambil keputusan untuk
berhenti menyusui, penerimaan wanita, penyesuaian terhadap pemberian
susu formula, dan perubahan peran dan konsep diri dieksplorasi.
Dukungan emosional dan bimbingan diberikan untuk membantu klien
menghadapi perubahan tersebut.(Reeder, 2011)

2.4 Endometritis

A. Definisi
Endometritis adalah infeksi lokal di dinding dalam uterus.Infeksi ini
sering kali timbul di tempat plasenta tertanam dan dapat menyebar ke
seluruh endometrium.Setelah pelahiran pervaginam, sekitar 2%
sampai 3% wanita mengalami endometritis.Persalinan dan pecah
ketuban yang lama, yang menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
disegmen bawah uterus yang berhubungan dengan sering
dilakukannya pemeriksaan vagina, adalah dua faktor risiko yang
penting. Infeksi cairan amnion terjadi pada sekitar satu per tiga wanita
yang mengalami pecah ketuban lebih dari 6 jam sebelum persalinan.
(Reeder, 2011)
B. Etiologi
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya
Campylobacter foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas
foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik
spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan
Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya
mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan
atau melalui sirkulasi darah. Terdapat banyak faktor yang berkaitan
dengan endometritis, yaitu retensio sekundinarum, distokia, faktor
penanganan, dan siklus birahi yang tertunda. Selain itu, endometritis
biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta
kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat
terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang
mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan
menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus
Luteum Persisten.
C. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang naik
dari serviks ke endometrium. Bakteri patogen meliputi C.
Trachomatis, N. Gonorrhoeae, Streptococcus agalactiae,
cytomegalovirus, HSV dan Mycoplasma hominis. Pada kondisi
normal, endometrium selalu diinfiltrasi oleh berbagai jenis leukosit 
yang meliputi sel natural killer (NK), makrofag, dan sel T.
Endometrium yang normal bebas dari mikroorganisme apapun. Pada
kondisi tertentu, misalnya pecahnya ketuban saat persalinan,
translokasi flora bakteri normal dari serviks dan vagina dapat terpapar
ke uterus yang biasanya aseptik. Kemungkinan terjadinya infeksi dan
inflamasi akan meningkat jika jaringan uterus telah mengalami
devitalisasi, perdarahan, atau kerusakan seperti akibat operasi sesar.
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat
banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini
dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan
atau melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan
kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis.
Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat
penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri
yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus,
Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp,
Vibrio foetus dan Trichomonas foetus). ((KDT), 2011)
D. Manifestasi Klinik
Ketika terjadi endometritis, biasanya manifestasinya muncul dalam 48
sampai 72 jam setelah pelahiran. Dalam kasus yang lebih ringan, klien
tidak menunjukkan tanda atau gejala lain selain peningkatan suhu di
atas 38° C. Peningkatan suhu ini berlangsung selama beberapa hari
dan kemudian turun. Yang lebih khas, infeksi disertai dengan nyeri
pada abdomen bawah, nyeri tekan uterus, rabas vagina yang berbau
busuk, demam tinggi, takikardi, dan terjadi leukositosis. Klien sering
kali mengalami kedinginan, malaise, hilang nafsu makan, sakit kepala,
dan nyeri punggung. Kemungkinan terjadi afterpain yang lebih berat
dan lebih lama. Uterus pada umumnya besar dan sangat lunak ketika
dilakukan palpasi. Jumlah lokia mungkin berkurang, berwarna merah
cokelat, dan berbau tidak enak. Jika infeksi disebabkan oleh kuman
Streptococcus hemolitik, lokia pada umumnya tidak berbau.(Reeder,
2011)
E. Pathway

Seksio Sesarea Pecahnya Ketuban

Masuknya kuman ke dalam endometrium

Infeksi pada endometrium

Endometritis

Peningkatan suhu tubuh Nyeri pada perut bagian


bawah

Hipertermia Nyeri Akut

Gambar 2. Pathway Endometritis


F. Faktor Risiko
Operasi sesar dan korioamnionitis menjadi salah satu faktor risiko
yang menyebabkan endometritis. Faktor risiko endometritis lainnya
antara lain IMT >35, ketuban pecah dini, tidak dapat mendapatkan
antibiotic profilaksis, gizi buruk, lokasi pesalinan, status ekonomi
rendah, dan pemeriksaan vagina yang berkali-kali.(Soetrisno,
Cahyanto, & dkk, 2023)

G. Klasifikasi
Endometritis terbagi atas 2, yaitu:
1. Endometritis Akut
Pada endometritis akut, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat
hiperemi, edema, dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang
banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Penyebab
yang paling sering ditemukan ialah infeksi gonorea dan infeksi
pada abortus dan partus.
Infeksi postpartum sering ditemukan karena luka pada serviks
uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang
merupakan porte d’entrée bagi kuman-kuman pathogen. Selain
itu, alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus yang
tidak steril dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Gejala-gejala endometritis akut yaitu penderita panas tinggi,
kelihatan pucat, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus
serta daerah sekitarnya nyeri pada saat palpasi.
Penyebab lain dari endometritis akut adalah tindakan yang
dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti
memasukan radium ke dalam uterus, memasukkan IUD (intra-
uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Dalam
pengobatan endometritis akut yang paling penting terapi
pemberian uterotonika, istirahat, posisi fowler, dan pemberian
antibiotika.
2. Endometritis Kronik
Endometritis kronik jarang ditemukan, pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit..
Endometritis kronik ditemukan pada partus dengan sisa
plasenta yang masih tertinggal dalam uterus, kemudian terjadi
peradangan disertai dengan gumpalan darah. Gejala dari
endometritis akut adalah flour albus dan kelainan haid seperti
Metrorrhagia dan menorrhagia. Pengobatan pada endometritis
kronik yaitu dilakukan kuratase((KDT), 2011)
H. Penatalaksanaan
Asuhan keperawatan meliputi dukungan emosional, penyuluhan klien,
dan intervensi pada keluarga untuk membantu mengintegrasikan
pengalaman, mengatasi perasaan, dan belajar tentang infeksi dan
terapinya. Secara medis, endometritis diterapi dengan antibiotik
parenteral, dengan menggunakan sefalosporin generasi kedua atau
ketiga dengan spektrum luas atau penisilin semisintetik. Terapi
antibiotik dilanjutkan selama 36 sampai 48 jam setelah klien tidak
menunjukkan gejala.
Perawat memberi anjuran kepada klien untuk mengambil posisi
Fowler guna meningkatkan drainase lokia. Perawat memantau
kemajuan involusi uterus, yang meliputi tinggi dan kekerasan fundus
uterus, nyeri tekan, dan jumlah dan karakteristik lokia. Klien
dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan sebanyak 3.000 sampai
4.000 mL/hari dan mengonsumsi diet yang seimbang. Suhu tubuh,
nadi, dan tekanan darah diukur setiap 4 jam.
Dengan terapi antibiotik yang tepat, infeksi sering kali berangsur
menghilang, dan klien dapat dipulangkan setelah 3 sampai 4 hari.
Perawat memberikan penyuluhan pemulangan, yang mencakup
minum sebanyak 8 sampai 10 gelas air per hari, makan makanan
dengan kandungan tinggi vitamin dan protein, memantau tanda-tanda
infeksi, dan membuat jadwal pertemuan lanjutan.(Reeder, 2011)

2.5 Asuhan Keperawatan pada Pasien Infeksi Post Partum

A. Pengkajian Keperawatan
Adapun pengkajian pada klien pasca persalinan normal menurut Bobak
(2005), meliputi:
1. Pengkajian data dasar klien
Meninjau ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya
indikasi untuk kelahiran abnormal. Adapun cara pengumpulan data
meliputi observasi, wawancara, pemeriksaan fisik yaitu mulai
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
2. Identitas Klien
a. Identitas klien meliputi: nama, usia, status perkawinan,
pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan,
sumber biaya, tanggal masuk rumah sakit dan jam, tanggal
pengkajian, alamat rumah.
b. Identitas suami meliputi: nama suami, usai, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan
Data yang perlu dikaji antara lain: keluhan utama saat masuk
rumah sakit, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi,
adapun yang berkaitan dengan daignosa yang perlu dikaji
adalah peningkatan tekanan darah, eliminasi, mual atau
muntah, penambahan berat badan, edema, pusing, sakit kepala,
diplopia, nyeri epigastrik.
b. Riwayat melahirkan
Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya
persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah
selama melahrikan jahitan pada perineum dan perdarahan.
c. Data bayi
Data yang harus dikaji meliputi jenis kelamin, dan berat badan
bayi.
d. Pengkajian masa post partum atau post partum
Pengkajian yang dilakukan meliputi keadaan umum.Tingkat
aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan
perineum, abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan
menyusui dan respon orang terhadap bayi.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa post partum atau
pasca partum yaitu:
a. Rambut
Mengkaji kekuatan rambut klien karena diet yang baik selama
masa hamil akan berpengaruh pada kekuatan dan kesehatan
rambut.
b. Muka
Mengkaji adanya edema pada muka yang dimanifestasikan
dengan kelompok mata yang bengkak atau lipatan kelopak
mata bawah menonjol.
c. Mata
Mengkaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah
berarti normal, sedangkan berwarna pucat berarti ibu
mengalami anemia, dan jika konjungtiva kering maka ibu
mengalami dehidrasi.
d. Payudara
Mengkaji pembesaran, ukuran, bentuk, konsistensi, warna
payudara dan mengkaji kondisi putting, kebersihan
putting.Inspeksi bentuk perut ibu mengetahui adanya distensi
pada perut, palpasi juga tinggi fundus uterus, konsistensi serta
kontraksi uterus.
e. Lochea
Mengkaji loche yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan
darah yang keluar dan baunya.
f. Sistem perkemihan
Mengkaji kandung kemih dengan palpasi dab perkusi untuk
menentukan adanya distensi pada kandung kemih yang
dilakukan pada bagian bawah.
g. Perineum
Pengkajian dilakukan dengan menempatkan ibu pada posisi
senyaman mungkin dan tetap menjaga privasi dengan inspeksi
adanya tanda-tanda “REEDA” (Rednes/kemerahan,
Echymosis/perdarahan bawah kulit, Edema/bengkak,
Discharge/perubahan lochea, Approximation/pertautan
jaringan).
h. Ekstremitas bawah
Ekstremitas atas dan bawah dapat bergerak bebas, kadang
ditemukan edema, varises pada tungkai kaki, ada atau tidaknya
tromboflebitis karena penurunan aktivitas dan reflek patela
baik.
i. Tanda-tanda vital
Mengkaji tanda-tadna vital meliputi suhu, nadi pernafasan dan
tekanan darah selama 24 jam pertama masa post partum atau
pasca partum.
5. Pemeriksaan penunjang
 Jumlah darah elngkap hemoglobin atau hematokrit:
mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek dari kehilangan darah pada
pembedahan
 Urinalis: kultur urine, darah, vaginal, dan lochea,
pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan payudara bengkak
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang
dilakukan untuk membentu klien dalam memenuhi serta mengatasi
masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan
keperawatan adalah menentukan prioritas diagnose keperawatan,
penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
Pendekatan intervensi keperawatan menurut Roy direncanakan dengan
tujuan merubah stimulus fokal, kontekstual dan residual serta memperluas
kemampuan koping klien pada tatanan yang adaptif sehingga kemampuan
adaptasi meningkat, Fokus aktifitas dalam intervensi keperawatan
ditujukan pada penyelesaian etiologi dalam diagnosa keperawatan klien.
(Indrieni, Susi. 2020)

Diagnosa Goal & Objektif Intervensi


Nyeri akut (D. Tujuan umum : Manajemen Nyeri (I. 08238)
0077) Setelah dilakukan Tindakan
intervensi a. Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi lokasi,
waktu tertentu karakterisitik, durasi,
diharapkan Nyeri frekuensi, kualitas,
Akut menurun intensitas nyeri
dengan Kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil : 3. Identifikasi respons
a. Keluhan nyeri nyeri non verbal
menurun 4. Identifikasi faktro
b. Meringis yang memperberat dan
menurun memperingan nyeri
c. Sikap protektif 5. Identifikasi
menurun pengetahuan dan
d. Gelisah menurun keyakinan tentang
e. Kesulitan tidur nyeri
menurun 6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aroamterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat ras
anyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
c. Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
Hipertermia Tujuan Manajemen Hipertermia
(D.0130) umum: (l.15506)
setelah Tindakan
dilakukan a. Observasi
intervensi 1. Monitor suhu
keperawaatan tubuh
selama waktu 2. Monitor kadar
tertentu elektrolit
diharapkan 3. Monitor haluaran
suhu tubuh urine
menurun 4. Monitor
dengan komplikasi akibat
kriteria hasil: hipertermia
1. Mengigil b. Terapeutik
menurn 1. Berikan cairan oral
2. Kulit merah 2. Ganti linen setiap
menurun hari aaau lebih
3. Kejang sering jika
menurun mengalami
4. Pucat hiperhidrosis
menurun (keringat berlebih)
5. Takikardi 3. Lakukan
menurun pendinginan
eksternal
(mis.selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila
4. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
5. Berikan oksigen,
jika perlu
c. Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu

Menyusui tidak Tujuan umum: Edukasi menyusui (l.12393)


efektif(D.0029) setelah dilakukan Tindakan
intervensi a. Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi kesiapan
waktu tertentu dan kemampuan
diharapkan menyusui menerima informasi
tidak efektif menurun 2. Identifikasi tujuan atau
dengan kriteria hasil: keinginan meyusui
1. Lecet pada b. Terapeutik
puting 1. Sediakan materi dan
menurun media pendidikan
2. Kelelahan kesehatan
maternal 2. Jadwalkan pendidikan
menurun kesehatan sesuai
3. Kecemasan kesepakatan
maternal 3. Berikan kesempatan
menurun untuk bertanya
4. Bayi rewel 4. Dukung ibu
menurun meningkatkan
5. Bayi kepercayaan diri dalam
menangis menyusui
setelah 5. Libatkan sistem
menyusu pendukung:suami,
menurun keluarga, tenaga
kesehatan dan
masyarakat
c. Edukasi
1. Berikan konseling
menyusui
2. Jelaskan manfaat
menyusui bagi ibu dan
bayi
3. Ajarkan 4 posisi
menyusui dan
perlekatan (lach on)
dengan benar
4. Ajarkan perawatan
payudara antepartum
dengan mengkompres
dengan kapas yang telah
diberikan minyak
kelapa
5. Anjurkan perawatan
payudara postpartum

(PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1, 2018)

D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan pelaksanaan segala
jenis rencana keperawatan dengan tujuan meningatkan status kesehatan
pasien.Implementasi keperawatan melaui tahap persiapan, intervensi, dan
dokumentasi.Memiliki tipe dan jenis serta undang-undang yang berlaku di
dalamnya untuk mengatur jalannya pelaksanaan. (Lingga, 2019)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakhir pada proses keperawatan, evaluasi
keperawatan ini dilakukan untuk menandai apakah rencana keperawatan
yang dilakukan pada pasien sudah tercapai atau sudah sesuai dengan
perencanaan atau tidak. Tahap evaluasi diterapkan dengan melibatkam
tenaga kesehatan (perawat) serta pasien yang dirawat.(Rashvand, F.,Dkk.
2016)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infeksi post partum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan)


ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah
abortus atau persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteria yang seringkali
ditemukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen
patogen dari luar vagina atau serviks bisa membuka jalan timbulnya sepsis.

Mastitis pada masa pascapartum merupakan suatu infeksi akut pada


jaringan glandular kelenjar payudara. Mastitis terjadi terutama pada ibu yang
menyusui. Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan mastitis adalah
Staphylococcus aureus. Kadang kala mastitis disebabkan oleh Streptococcus
beta hemolitik group A. Infeksi tersebut biasanya didahului oleh terdapatnya
fisura atau lecet pada puting atau areola, yang merupakan tempat masuk
mikroorganisme ke dalam sistem duktus.

Endometritis adalah infeksi lokal di dinding dalam uterus.Infeksi ini


sering kali timbul di tempat plasenta tertanam dan dapat menyebar ke seluruh
endometrium.Setelah pelahiran pervaginam, sekitar 2% sampai 3% wanita
mengalami endometritis.Persalinan dan pecah ketuban yang lama, yang
menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri disegmen bawah uterus yang
berhubungan dengan sering dilakukannya pemeriksaan vagina, adalah dua
faktor risiko yang penting. Infeksi cairan amnion terjadi pada sekitar satu per
tiga wanita yang mengalami pecah ketuban lebih dari 6 jam sebelum
persalinan.

Asuhan Keperawatan pada Pasien Infeksi Post Partum meliputi


pengkajian, diagnose, intervensi, impelementasi, dokumentasi dan evaluasi
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

(KDT), P. N. (2011). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. BINA


PUSTAKA SARWNO PRAWIROHARDJO.

Gustirini, R. (2021). PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM NORMAL


TENTANG PEAWATAN LUKA PEIRINIUM. JURNAL KEBIDANAN,
32.

Indrieni, Susi. (2020). Asuhan Keperawatan Klien dengan Preeklampsi yang di


Rawat di Rumah Sakit. Jurusan Keperawatan Prodi D-Iii Keperawatan
Samarinda.

Jensen, B. L. (2004). Buku Ajar KEPERAWATAN MATERNITAS Edisi 4. Jakarta:


EGC.

Lingga, B. Y. S. U. (2019). Pelaksanaan Perencanaan Terstruktur Melalui


Implementasi Keperawatan.

Nurrahmaton. (2019). Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Perawatan Luka


Perinium dengan Proses Penyembuhan Luka di Bpm Sunggal Medan
Tahun 2018. Jurnal Gentle Birth, 18-27.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Rashvand, F.,Dkk. (2016). The Assessment Of Safe Nursing Care: Development


And Psychometric Evaluation. Journal of Nursing Management, 1-15
Reeder, S. J. (2011). Volume 2 Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi
& Keluarga. Jakarta: EGC.

Simamora, R. H. (2009). Dokumentasi Proses Keperawatan . Jember University


Press.

Soetrisno, Cahyanto, E. B., & dkk. (2023). DUKUNGAN PSIKOKURATIF MASA


NIFAS & MENYUSUI. Malang: Penerbit Rena Cipta Mandiri.

Tristanti, I., & Nasriyah. (2019). MASTITIS (LITERATURE RRVIEW). Jurnal


Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 331.

Anda mungkin juga menyukai