OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul INFEKSI POST PARTUM ASUHAN
KEPERAWATAN MASTITIS DAN ENDOMETRITISpada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Keperawatan Maternitas bagi Mahasiswa Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Kupang Tahun 2022/2023.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan kepada pembaca maupun penulis tentang
Infeksi Post Partum dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Mastitis dan
Endometritis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mariana Oni Bethan, S. Kep,
Ns., M. P. H selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Keperawatan Maternitas yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi penulis dan pembaca. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, masukan dan saran yang membangun akan kami
nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.2 Tujuan.............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7
2.3 Mastitis...........................................................................................................7
2.4 Endometritis.................................................................................................13
3.1 Kesimpulan...................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB 1
PENDAHULUAN
Mastitis merupakan kejadian yang ditandai dengan adanya rasa sakit pada
payudara yang disebabkan adanya peradangan payudara yang bisa disertai infeksi
maupun non infeksi.Kejadian mastitis sekitar 15–21% ibu menyusui yang terjadi
pada 6-8 minggu pertama masa menyusui.mastitis adalah suatu kondisi radang
payudara dan mungkin akibat penurunan imunitas dan penurunan daya tahan
terhadap infeksi. Mastitis berkisar pada tingkat keparahan dari peradangan ringan,
asimptomatik yang biasanya tidak menular, hingga mastitis parah yang terbukti
secara klinis, yang bermanifestasi sebagai kemerahan, pembengkakan payudara,
demam atau infeksi sistemik.Mastitis dapat timbul dari faktor-faktor yang
berhubungan dengan kesehatan ibu, kesehatan bayi atau keduanya.
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
PEMBAHASAN
Gejala infeksi puerperal bisa ringan atau berat. Suhu tubuh 38°C atau
lebih selama dua hari berturut-turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah
kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh infeksi pascapartum jika tidak ada
penyebab lain yang ditemukan. Ibu bisa juga menunjukkan gejala keletihan
dan letargi, kurang nafsu makan, dan menggigil.Nyeri perineum atau distres
di abdomen bawah, mual, dan muntah bisa segera terjadi.Lokia dalam jumlah
besar dan baubiasanya ditemukan.Biakan bakteri intrauterin atau intraservikal
harus menunjukkan agens patogen penyebab dalam 36 sampai 48 jam.
Penanganan infeksi pascapartum yang paling efektif dan paling murah
adalah upaya pencegahan.Tindakan pencegahan adalah dengan mengajarkan
pasien nutrisi prenatal yang baik untuk mengendalikan anemia dan
perdarahan intranatal.Higiene perineal ibu yang benar juga perlu
ditekankan.Semua tenaga kesehatan harus menaati teknik-teknik aseptik saat
bersalin dan pada masa pascapartum.
2.3 Mastitis
A. Definisi
C. Patofisiologi
D. Pathway
Stasis ASI
Mastitis Non-
Mastitis Infksius
Infeksius
MENYUSUI
NYERI AKUT HIPERTERMIA
TIDAK EFEKTIF
F. Manifestasi Klinis
G. Penatalaksanaan
2.4 Endometritis
A. Definisi
Endometritis adalah infeksi lokal di dinding dalam uterus.Infeksi ini
sering kali timbul di tempat plasenta tertanam dan dapat menyebar ke
seluruh endometrium.Setelah pelahiran pervaginam, sekitar 2%
sampai 3% wanita mengalami endometritis.Persalinan dan pecah
ketuban yang lama, yang menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
disegmen bawah uterus yang berhubungan dengan sering
dilakukannya pemeriksaan vagina, adalah dua faktor risiko yang
penting. Infeksi cairan amnion terjadi pada sekitar satu per tiga wanita
yang mengalami pecah ketuban lebih dari 6 jam sebelum persalinan.
(Reeder, 2011)
B. Etiologi
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya
Campylobacter foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas
foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik
spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan
Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya
mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan
atau melalui sirkulasi darah. Terdapat banyak faktor yang berkaitan
dengan endometritis, yaitu retensio sekundinarum, distokia, faktor
penanganan, dan siklus birahi yang tertunda. Selain itu, endometritis
biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta
kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat
terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang
mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan
menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus
Luteum Persisten.
C. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang naik
dari serviks ke endometrium. Bakteri patogen meliputi C.
Trachomatis, N. Gonorrhoeae, Streptococcus agalactiae,
cytomegalovirus, HSV dan Mycoplasma hominis. Pada kondisi
normal, endometrium selalu diinfiltrasi oleh berbagai jenis leukosit
yang meliputi sel natural killer (NK), makrofag, dan sel T.
Endometrium yang normal bebas dari mikroorganisme apapun. Pada
kondisi tertentu, misalnya pecahnya ketuban saat persalinan,
translokasi flora bakteri normal dari serviks dan vagina dapat terpapar
ke uterus yang biasanya aseptik. Kemungkinan terjadinya infeksi dan
inflamasi akan meningkat jika jaringan uterus telah mengalami
devitalisasi, perdarahan, atau kerusakan seperti akibat operasi sesar.
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat
banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini
dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan
atau melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan
kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis.
Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat
penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri
yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus,
Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp,
Vibrio foetus dan Trichomonas foetus). ((KDT), 2011)
D. Manifestasi Klinik
Ketika terjadi endometritis, biasanya manifestasinya muncul dalam 48
sampai 72 jam setelah pelahiran. Dalam kasus yang lebih ringan, klien
tidak menunjukkan tanda atau gejala lain selain peningkatan suhu di
atas 38° C. Peningkatan suhu ini berlangsung selama beberapa hari
dan kemudian turun. Yang lebih khas, infeksi disertai dengan nyeri
pada abdomen bawah, nyeri tekan uterus, rabas vagina yang berbau
busuk, demam tinggi, takikardi, dan terjadi leukositosis. Klien sering
kali mengalami kedinginan, malaise, hilang nafsu makan, sakit kepala,
dan nyeri punggung. Kemungkinan terjadi afterpain yang lebih berat
dan lebih lama. Uterus pada umumnya besar dan sangat lunak ketika
dilakukan palpasi. Jumlah lokia mungkin berkurang, berwarna merah
cokelat, dan berbau tidak enak. Jika infeksi disebabkan oleh kuman
Streptococcus hemolitik, lokia pada umumnya tidak berbau.(Reeder,
2011)
E. Pathway
Endometritis
G. Klasifikasi
Endometritis terbagi atas 2, yaitu:
1. Endometritis Akut
Pada endometritis akut, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat
hiperemi, edema, dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang
banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Penyebab
yang paling sering ditemukan ialah infeksi gonorea dan infeksi
pada abortus dan partus.
Infeksi postpartum sering ditemukan karena luka pada serviks
uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang
merupakan porte d’entrée bagi kuman-kuman pathogen. Selain
itu, alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus yang
tidak steril dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Gejala-gejala endometritis akut yaitu penderita panas tinggi,
kelihatan pucat, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus
serta daerah sekitarnya nyeri pada saat palpasi.
Penyebab lain dari endometritis akut adalah tindakan yang
dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti
memasukan radium ke dalam uterus, memasukkan IUD (intra-
uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Dalam
pengobatan endometritis akut yang paling penting terapi
pemberian uterotonika, istirahat, posisi fowler, dan pemberian
antibiotika.
2. Endometritis Kronik
Endometritis kronik jarang ditemukan, pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit..
Endometritis kronik ditemukan pada partus dengan sisa
plasenta yang masih tertinggal dalam uterus, kemudian terjadi
peradangan disertai dengan gumpalan darah. Gejala dari
endometritis akut adalah flour albus dan kelainan haid seperti
Metrorrhagia dan menorrhagia. Pengobatan pada endometritis
kronik yaitu dilakukan kuratase((KDT), 2011)
H. Penatalaksanaan
Asuhan keperawatan meliputi dukungan emosional, penyuluhan klien,
dan intervensi pada keluarga untuk membantu mengintegrasikan
pengalaman, mengatasi perasaan, dan belajar tentang infeksi dan
terapinya. Secara medis, endometritis diterapi dengan antibiotik
parenteral, dengan menggunakan sefalosporin generasi kedua atau
ketiga dengan spektrum luas atau penisilin semisintetik. Terapi
antibiotik dilanjutkan selama 36 sampai 48 jam setelah klien tidak
menunjukkan gejala.
Perawat memberi anjuran kepada klien untuk mengambil posisi
Fowler guna meningkatkan drainase lokia. Perawat memantau
kemajuan involusi uterus, yang meliputi tinggi dan kekerasan fundus
uterus, nyeri tekan, dan jumlah dan karakteristik lokia. Klien
dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan sebanyak 3.000 sampai
4.000 mL/hari dan mengonsumsi diet yang seimbang. Suhu tubuh,
nadi, dan tekanan darah diukur setiap 4 jam.
Dengan terapi antibiotik yang tepat, infeksi sering kali berangsur
menghilang, dan klien dapat dipulangkan setelah 3 sampai 4 hari.
Perawat memberikan penyuluhan pemulangan, yang mencakup
minum sebanyak 8 sampai 10 gelas air per hari, makan makanan
dengan kandungan tinggi vitamin dan protein, memantau tanda-tanda
infeksi, dan membuat jadwal pertemuan lanjutan.(Reeder, 2011)
A. Pengkajian Keperawatan
Adapun pengkajian pada klien pasca persalinan normal menurut Bobak
(2005), meliputi:
1. Pengkajian data dasar klien
Meninjau ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya
indikasi untuk kelahiran abnormal. Adapun cara pengumpulan data
meliputi observasi, wawancara, pemeriksaan fisik yaitu mulai
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
2. Identitas Klien
a. Identitas klien meliputi: nama, usia, status perkawinan,
pekerjaan, agama, pendidikan, suku, bahasa yang digunakan,
sumber biaya, tanggal masuk rumah sakit dan jam, tanggal
pengkajian, alamat rumah.
b. Identitas suami meliputi: nama suami, usai, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan
Data yang perlu dikaji antara lain: keluhan utama saat masuk
rumah sakit, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi,
adapun yang berkaitan dengan daignosa yang perlu dikaji
adalah peningkatan tekanan darah, eliminasi, mual atau
muntah, penambahan berat badan, edema, pusing, sakit kepala,
diplopia, nyeri epigastrik.
b. Riwayat melahirkan
Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya
persalinan, posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah
selama melahrikan jahitan pada perineum dan perdarahan.
c. Data bayi
Data yang harus dikaji meliputi jenis kelamin, dan berat badan
bayi.
d. Pengkajian masa post partum atau post partum
Pengkajian yang dilakukan meliputi keadaan umum.Tingkat
aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan
perineum, abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan
menyusui dan respon orang terhadap bayi.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa post partum atau
pasca partum yaitu:
a. Rambut
Mengkaji kekuatan rambut klien karena diet yang baik selama
masa hamil akan berpengaruh pada kekuatan dan kesehatan
rambut.
b. Muka
Mengkaji adanya edema pada muka yang dimanifestasikan
dengan kelompok mata yang bengkak atau lipatan kelopak
mata bawah menonjol.
c. Mata
Mengkaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah
berarti normal, sedangkan berwarna pucat berarti ibu
mengalami anemia, dan jika konjungtiva kering maka ibu
mengalami dehidrasi.
d. Payudara
Mengkaji pembesaran, ukuran, bentuk, konsistensi, warna
payudara dan mengkaji kondisi putting, kebersihan
putting.Inspeksi bentuk perut ibu mengetahui adanya distensi
pada perut, palpasi juga tinggi fundus uterus, konsistensi serta
kontraksi uterus.
e. Lochea
Mengkaji loche yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan
darah yang keluar dan baunya.
f. Sistem perkemihan
Mengkaji kandung kemih dengan palpasi dab perkusi untuk
menentukan adanya distensi pada kandung kemih yang
dilakukan pada bagian bawah.
g. Perineum
Pengkajian dilakukan dengan menempatkan ibu pada posisi
senyaman mungkin dan tetap menjaga privasi dengan inspeksi
adanya tanda-tanda “REEDA” (Rednes/kemerahan,
Echymosis/perdarahan bawah kulit, Edema/bengkak,
Discharge/perubahan lochea, Approximation/pertautan
jaringan).
h. Ekstremitas bawah
Ekstremitas atas dan bawah dapat bergerak bebas, kadang
ditemukan edema, varises pada tungkai kaki, ada atau tidaknya
tromboflebitis karena penurunan aktivitas dan reflek patela
baik.
i. Tanda-tanda vital
Mengkaji tanda-tadna vital meliputi suhu, nadi pernafasan dan
tekanan darah selama 24 jam pertama masa post partum atau
pasca partum.
5. Pemeriksaan penunjang
Jumlah darah elngkap hemoglobin atau hematokrit:
mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek dari kehilangan darah pada
pembedahan
Urinalis: kultur urine, darah, vaginal, dan lochea,
pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan payudara bengkak
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang
dilakukan untuk membentu klien dalam memenuhi serta mengatasi
masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan
keperawatan adalah menentukan prioritas diagnose keperawatan,
penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.
Pendekatan intervensi keperawatan menurut Roy direncanakan dengan
tujuan merubah stimulus fokal, kontekstual dan residual serta memperluas
kemampuan koping klien pada tatanan yang adaptif sehingga kemampuan
adaptasi meningkat, Fokus aktifitas dalam intervensi keperawatan
ditujukan pada penyelesaian etiologi dalam diagnosa keperawatan klien.
(Indrieni, Susi. 2020)
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan pelaksanaan segala
jenis rencana keperawatan dengan tujuan meningatkan status kesehatan
pasien.Implementasi keperawatan melaui tahap persiapan, intervensi, dan
dokumentasi.Memiliki tipe dan jenis serta undang-undang yang berlaku di
dalamnya untuk mengatur jalannya pelaksanaan. (Lingga, 2019)
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah terakhir pada proses keperawatan, evaluasi
keperawatan ini dilakukan untuk menandai apakah rencana keperawatan
yang dilakukan pada pasien sudah tercapai atau sudah sesuai dengan
perencanaan atau tidak. Tahap evaluasi diterapkan dengan melibatkam
tenaga kesehatan (perawat) serta pasien yang dirawat.(Rashvand, F.,Dkk.
2016)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan