Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TRIPLE ELIMINASI PADA KEHAMILAN

Disusun dalam Rangka Pemenuhan Tugas Kelompok


Mata Kuliah Patofisiologi

Oleh Kelompok 4 :
Riskawati P07124523063
Sarmila P07124523064
Medelin Imelda Plaikol P07124523065
Novi Rahmadani P07124523066
Meliya Nevy Jovanky P07124523067
Muna Keke Dandi P07124523068
Rini Mulya Sari P07124523069
Fathina Sri Hadiqoh P07124523071
Cut Fatinah P07124523072
Kun Khikmatul Afifah P07124523073

PRODI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai
pihak, makalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Atik Ismiyati, M.Keb selaku dosen mata
kuliah Patofisiologi, serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak.

Yogyakarta, 12 Juli 2023

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................4
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................5
A. Triple Eliminasi........................................................................................5
B. Hepatitis B.................................................................................................5
C. Human Immunodeficiency Virus (HIV).................................................10
D. Sifilis.......................................................................................................16
BAB III Penutup.........................................................................................22
A. Kesimpulan.......................................................................................22
B. Saran.................................................................................................22
Daftar Pustaka............................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Triple eliminasi merupakan pemeriksaan pada setiap ibu hamil
terhadap HIV, Sifilis dan Hepatitis B dimana tujuannya untuk penurunan
infeksi terhadap bayi baru lahir. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi
sampai lahirnya janin, secara umum kehamilan berkembang secara
fisiologis (Prawirohardjo, 2014). Ibu hamil merupakan salah satu dari
populasi yang berisiko tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis, Sifilis yang
dapat mengancam kelangsungan hidup, sehingga meningkatkan angka
kesakitan dan kematian bayi, anak, dan balita. Infeksi HIV, sifilis, dan
hepatitis pada anak bisa tertular dari ibu. Risiko penularan dari ibu ke anak
untuk penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B dan Sifilis sangatlah besar. Setiap
ibu hamil diwajibkam untuk melakukam tes triple eliminasi untuk
mencegah penularan penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Hepatitis B, namun
dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke
semua layanan rutin termasuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir. Seperti ibu hamil menjadi enggan ke puskesmas atau fasiltas
pelayanan kesehatan lainnya serta banyak ibu hamil yang tidak mau tes
laboratorium karena takut tertular, adanya anjuran menunda pemeriksaan
kehamilan dan kelas ibu hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan dari
segi tenaga dan sarana prasarana termasuk Alat Pelindung Diri.
Risiko penularan dari ibu ke anak untuk penyakit HIV/AIDS
adalah 20%-45%, untuk Sipilis adalah 69%-80% dan untuk Hepatitis B
adalah lebih dari 90% (Kemenkes, 2017). Selama proses kehamilan
berlangsung akan terjadi perubahan secara fisik yang dapat menimbulkan
keluhan terutama pada trimester III seperti nyeri pinggang. Nyeri pinggang
sangat sering terjadi dalam kehamilan sehingga digambarkan sebagai salah
satu gangguan minor dalam kehamilan. Nyeri pinggang terjadi karena
terjadi perubahan bentuk tubuh pada ibu hamil sehingga menyebabkan

1
titik gravitasi pada ibu hamil berubah, saat akan melahirkan dapat terjadi
peregangan ligamen sehingga membuat ibu hamil tidak nyaman
(Wahyuni, 2012).
Setiap ibu hamil akan mengalami ketidaknyamanan pada saat
kehamilan. Pada trimester III ketidaknyamanan yang dapat terjadi antara
lain nyeri pinggang, sering kencing, dan kaki bengkak. Jika
ketidaknyamanan ini tidak segera diatasi akan berdampak tidak baik bagi
ibu hamil, diantaranya pada sering kencing dapat mengakibatkan infeksi
terutama infeksi saluran kemih, apabila ibu sering menahan kencing dan
kondisi celana dalam lembab karena bertumpuknya kuman disaluran
kemih maka hal ini dapat berisiko pada janin, kehamilan dan persalinan,
bahkan bisa terjadi kelahiran prematur dan bayi dengan BBLR (Hutahean.
S, 2013). Bengkak kaki pada ibu hamil dapat menunjukkan adanya tanda-
tanda bahaya dalam kehamilan apabila disertai bengkak dimuka atau
dijari, sakit kepala hebat, penglihatan kabur, yang dapat mengakibatkan
terjadinya pre eklampsia dan bengkak kaki dapat menyebabkan gangguan
pada jantung, ginjal ibu, serta dapat mengakibatkan bayi prematur serta
bayi lahir cacat (Purwaningsih, 2012).
HIV/AIDS, Hepatitis B, dan Sifilis merupakan ancaman bagi
keselamatan jiwa ibu dan bayi yang dikandungnya, karena penularan
terjadi dari ibu ke bayi. Jika ibu hamil tidak melakukan triple eliminasi
maka dapat mengancam kelangsungan hidup bayi. Pada ibu hamil yang
menderita penyakit sifilis sangat mungkin menularkan pada sang janin,
terutama jika penyakit ini tidak ditangani dan terjadi pada trimester kedua.
Infeksi ini dapat menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi terutama
kebutaan, risiko berat badan lahir rendah, lahir prematur, keguguran
bahkan lahir mati (Sinta Sasika,2018). Ibu hamil yang terdiagnosis
positif HIV dapat menularkan infeksinya pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta, seorang ibu hamil yang positif HIV
berisiko menularkan virus pada anaknya selama kehamilan, penularan
HIV dari ibu hamil pada anaknya dapat terjadi selama proses persalinan

2
normal, apabila bayi terpapar darah, cairan ketuban yang pecah, cairan
vagina atau cairan tubuh ibu lainnya (Sinta Sasika,2018). Pada ibu hamil
yang menderita penyakin Hepatitis B dapat menularkan kepada janinnya,
pada saat persalinan dapt meningkatkan risiko bayi lahir prematur, bayi
lahir dengan berat badan lahir rendah atau kelainan anatomi dan fungsi
tubuh bayi (Sintan Sasika,2018).
Beberapa upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah berkaitan
dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Upaya tersebut antara lain
pada kehamilan yaitu adanya kelas anternatal care dan ANC terpadu
dengan 10T untuk mengetahui deteksi dini komplikasi yang akan terjadi
pada ibu hamil (Kemenkes RI, 2017). Pelayanan anternatal care pada
masa pandemisesuai Kemenkes RI (2020) yaitu minimal 6 kali selama
kehamilan yaitu 2 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 3 kali
pada trimester III. Minimal 2 kali diperiksa dokter saat kunjungan 1 di
trimester I dan saat kunjungan ke 5 di trimester III. Pada pelayanan ANC
dengan 10T salah satunya yaitu tes laboratorium dimana pemeriksaan
yang dilakukan yaitu hemoglobin (Hb) dan triple eliminasi. Perawatan
anternatal care meliputi manfaat tes rutin HIV/AIDS, Sifilis dan Hepatitis
B untuk ibu hamil. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
52 Tahun 2017 tentang Triple Eliminasi pemeriksaan pada setiap ibu
hamil terhadap HIV/AIDS, Hepatitis B dan Sifilis yang merupakan
bentuk tanggung jawab negara terhadap masalah ini dengan tujuan
penurunan angka infeksi baru pada bayi baru lahir sehingga pemutusan
mata penularan dari ibu ke anak. Eliminasi penularan terhadap infeksi
HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dilakukan secara bersama karena infeksi
HIV, Sifilis, dan Hepatitis B memiliki pola penularan relatif sama, yaitu
ditularkan melalui hubungan seksual, pertukaran darah, dan secara
vertikal dari ibu ke anak. Upaya pemerintah terhadap persalinan yaitu
program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K),
merencanakan persalinan yang aman, persiapan menghadapi komplikasi
dan pencegahan infeksi (Depkes, 2009). Berdasarkan uraian masalah di

3
atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Triple
Eliminasi pada Kehamilan”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana triple eliminasi Hepatitis B dalam kehamilan?
2. Bagaimana triple eliminasi HIV pada kehamilan?
3. Bagaimana triple eliminasi Sifilis pada kehamilan?

C. Tujuan
1. Mengetahui triple eliminasi Hepatitis B dalam kehamilan.
2. Mengetahui triple eliminasi HIV pada kehamilan.
3. Mengetahui triple eliminasi Sifilis pada Kehamilan.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Triple Eliminasi

World Health Organization (WHO) mencanangkan eliminasi


penularan penyakit infeksi dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission) di Asia Pasifik pada tahun 2018-2030. Tiga penyakit yang
menjadi fokus adalah Hepatitis B, HIV dan Sifilis. Eliminasi penularan
Hepatitis B, HIV dan Sifilis bertujuan untuk memberikan semua anak
kesempatan terbaik untuk memulai hidup sehat bebas dari infeksi yang
dapat dicegah. WHO merekomendasikan agar upaya pencegahan
dilakukan dengan pendekatan yang terkoordinasi untuk implementasi
intervensi di fasilitas pelayanan kesehatan (WHO, 2019).
Upaya Triple Eliminasi Hepatitis B, HIV dan Sifilis harus mampu
dilakukan secara bersama-sama karena infeksi ini umumnya memiliki
pola penularan yang relatif sama, yaitu ditularkan melalui hubungan
seksual, pertukaran/kontaminasi darah dan secara vertikal dari ibu ke
anak. Kolaborasi dan sinergi antar program sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan aksebilitasi, efektivitas dan efisiensi intervensi
Elimination of Mother to Child Transmission (EMTCT) yang lebih baik
melalui pencegahan infeksi pada usia produktif, pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan, skrining antenatal, pengobatan dan vaksinasi
pada bayi baru lahir (Aziz, dkk, 2019).

B. Hepatitis B
1. Pengertian
Virus Hepatitis B (VHB) menyebabkan infeksi kronis,
terutama pada mereka yang terinfeksi ketika masih bayi, hal ini
merupakan faktor timbulnya penyakit hati dan karsinoma
hepatoseluler dikemudian hari pada pasien tersebut (Carrol,dkk,

5
2019). VHB dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis
akut dan yang lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis
(Maharani, 2018). VHB termasuk dalam famili Hepadnaviridae.
Virus ini berbentuk sferik pleomorfik dengan diameter 42
nanometer (nm). Lapisan luar terdiri dari antigen HbsAg yang
membungkus partikel inti (core), glikoprotein dan lipid seluler.
Pada inti terdapat DNA polimerase virus, antigen inti (HbcAg) dan
antigen e (HbeAg). Genom virus terdiri dari DNA untai ganda
parsial mengandung sekitar 3200 pasang basa (Estee Torok,
2017).

2. Mekanisme Penularan Virus Hepatitis B pada Ibu Hamil


a) Transmisi intrauterine
Transmisi selama kehamilan juga disebut sebagai transmisi
intrauterine, beberapa mekanisme infeksi termasuk sebagai
berikut:
1) Eksudasi plasenta dan transudasi: kontraksi uterus
pada abortus iminens atau ancaman persalinan
preterm dapat menyebabkan laserasi minor pada
plasenta, menyebabkan kebocoran darah ibu di
seluruh plasenta masuk ke dalam sirkulasi janin

6
mengakibatkan infeksi intrauterine pada janin.
2) Infeksi plasenta: VHB dapat menginfeksi semua
jenis sel plasenta pada kedua sisi maternal dan fetal.
VHB dapat menginfeksi endotel membran desidua
yang kemudian menyebabkan infeksi intrauterine
pada janin.
3) Darah perifer leukosit (Peripheral Blood Leukocyte)
khususnya darah monosit yang terinfeksi: darah
perifer leukosit terdeteksi mengandung DNA VHB
dan antigen VHB dapat melewati sawar plasenta
dan menginfeksi janin.

b) Transmisi Intrapartum
Penularan selama kehamilan merupakan jalur utama
infeksi VHB. Terjadi terutama karena bayi lama terpapar
cairan ketuban ibu yang mengandung VHB ketika
melewati jalan lahir.
c) Transmisi Postpartum
Transmisi pada saat postpartum mengacu pada infeksi
pada bayi yang terjadi pasca persalinan melalui paparan
cairan ibu, air ASI dan kontak intim lainnya dalam
kehidupan sehari-hari setelah persalinan (Aziz,dkk, 2019).

3. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis B


a) Pemeriksaan HbsAg Metode Rapid Test
HbsAg dalam sampel akan berikatan dengan anti-HBs
colloidal gold conjugate membentuk komplek yang akan
bergerak melalui membran area tes yang telah dilapisi oleh
anti-HbsAg. Kemudian terjadi reaksi membentuk garis
berwarna merah muda keunguan yang menunjukan hasil positif
pada area tes. Apabila dalam sampel tidak terdapat HbsAg
maka tidak akan menimbulkan garis merah pada area tes.

7
Kelebihan anti-Hbs colloidal gold conjugate akan terus
bergerak menuju area kontrol (C) yang telah dilapisi anti IgG
tikus dari serum kambing (anti-mouse igG antibody), sehingga
berikatan dan membentuk garis merah pada area kontrol yang
menunjukkan hasil pemeriksaan valid.
b) Pemeriksaan HbsAg Metode ELISA/CHLIA
Antibodi ganda sandwich imunosai yang menggunakan
antibodi anti-HBsAg spesifik adalah antibodi monoklonal
HbsAg yang berada di dasar sumur mikrotiter dan antibodi
poliklonal HbsAg ditambah dengan Horseradish Peroxidase
(HRP) sebagai larutan konjugat. Selama pemeriksaan, adanya
HbsAg dalam spesimen akan bereaksi dengan antibodi-antibodi
tersebut untuk membentuk kompleks imun antibody-HbsAg-
antibody-HRP. Setelah materi yang tidak terikat tercuci selama
pemeriksaan, substrat ditambahkan untuk menunjukkan hasil
tes munculnya warna biru di sumur mikrotiter mengindikasikan
HbsAg reaktif. Tidak adanya warna menunjukkan hasil non
reaktif di spesimen (Maharani, 2018).

4. Pencegahan dan Pengobatan Hepatitis B dari Ibu ke Anak


Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke anak antara lain:
a) Uji saring pada ibu hamil
Tes HbsAg paling baik dilakukan pada kunjungan antenatal
pertama. Ibu hamil dengan HbsAg-negatif dan berisiko tinggi
untuk infeksi VHB (misalnya pengguna narkoba dengan jarum
suntik, pasangan seksual atau kontak dengan anggota keluarga
yang memiliki VHB kronis) harus diuji untuk antibodi
permukaan hepatitis B (anti-HBs) dan antibodi inti hepatitis B
(anti-HBc).
b) Penatalaksanaan persalinan

8
Penatalaksanaan persalinan pada ibu dengan HbsAg reaktif
sesuai indikasi obstetrik.
c) Imunisasi bayi baru lahir
Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi HbsAg harus menerima
imunisasi aktif dan pasif, dengan dosis pertama dari seri vaksin
hepatitis B dan satu dosis HBIG yang diberikan dalam 12 jam
setelah melahirkan di tempat yang berbeda atau maksimal
dalam waktu < 24 jam. Bayi kemudian harus melengkapi seri
vaksin hepatitis B.
d) Terapi antiviral ibu hamil
Terapi antivirus diberikan untuk ibu hamil HbsAg-positif
dengan kadar DNA VHB (viral load) tinggi selama trimester
terakhir kehamilan, di samping imunisasi untuk bayi baik aktif
maupun pasif (Aziz,dkk, 2019).

5. Tatalaksana Ibu Hamil Hepatitis B pada Ibu Hamil

9
10
C. Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan suatu retrovirus
subfamili lentivirus dengan materi genetik (RNA) yang dapat
mentransfer informasi genetik RNA ke DNA dengan menggunakan
enzim yang disebut reverse transcriptase. Hasil transkipsi intermediit
atau provirus yang terbentuk kemudian memasuki inti melalui bantuan
enzim integrase dan berintegrasi di dalam kromosom (Siti, 2014). HIV
menginfeksi berbagai sel sistem imun antara lain Cell T helper
(CD4+), makrofag dan sel dendritik. Infeksi HIV menyebabkan
penurunan kekebalan tubuh yang berhubungan dengan infeksi
oportunistik dan tumor ganas disebut Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS). Virus HIV dibagi menjadi 2 tipe yaitu HIV-1 dan
HIV-2. HIV-1 lebih cepat menyebabkan AIDS dan bersifat akut
sedangkan HIV-2 menyebabkan AIDS lebih lambat dan menyebabkan
kronik. (Maharani, 2018).

HIV merupakan virus yang berdiameter hingga 100-120 nm


berbentuk bulat, memiliki selubung dan tonjolan (spike) yang terdapat
pada permukaan sel HIV yang terdiri dari glikoprotein 120 (Gp 120)
dan glikoprotein 41 (Gp 41). Nukleokapsid berbentuk kapsid simetris
ikosahedral yang terdapat protein inti di dalamnya yaitu dua salinan
indentik dari RNA linier positif beruntai tungal dan enzim virus seperti
reverse transciptase, integrase dan protease yang terkait erat dengan
RNA HIV

11
2. Mekanisme Penularan HIV pada Ibu Hamil

Penularan ke janin terjadi selama kehamilan melalui plasenta


yang terinfeksi, sedangkan ke bayi melalui darah atau cairan genital
selama persalinan dan melalui ASI pada masa laktasi (Hidayati,
2019). Ada tiga faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak, sebagai
berikut:

a) Faktor Ibu

1) Kadar HIV dalam darah ibu (viral load) : merupakan


faktor yang paling utama terjadinya penularan HIV dari
ibu ke anak. Semakin tinggi kadarnya, semakin besar
kemungkinan penularan virus, khususnya pada
saat/menjelang persalinan dan masa menyusui bayi.

2) Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah,


khususnya bila jumlah sel CD4 di bawah 350 sel/mm3,
menunjukkan daya tahan tubuh yang rendah karena
banyak sel limfosit yang telah pecah/rusak. Kadar CD4
tidak selalu berbanding terbalik dengan viral load. Pada
fase awal keduanya bisa tinggi, sedangkan pada fase lanjut
keduanya bisa rendah kalau penderitanya mendapat terapi
anti- retrovirus (ARV).

12
3) Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah
serta kekurangan zat gizi (malnutrisi) terutama protein,
vitamin dan mineral selama kehamilan membuat ibu
berisiko mengalami penyakit infeksi yang dapat
meningkatkan kadar HIV dalam darah, sehingga
menambah risiko penularan ke bayi.

4) Penyakit infeksi selama kehamilan (IMS): misalnya sifilis,


infeksi organ reproduksi, malaria dan tuberkulosis
berisiko meningkatkan kadar HIV pada darah ibu,
sehingga risiko penularan HIV kepada bayi semakin
besar.Masalah pada payudara: misalnya puting lecet,
mastitis dan abses pada payudara akan meningkatkan
risiko penularan HIV melalui pemberian ASI.
b) Factor Obstetrik

Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi


pada saat persalinan, karena tekanan pada plasenta meningkat
sehingga bisa menyebabkan terjadinya hubungan antara darah ibu
dan darah bayi. Selain itu, bayi terpapar darah dan lendir ibu
dijalan lahir. Faktor risiko penularan HIV selama persalinan
sebagai berikut:

1) Jenis persalinan: risiko penularan pada persalinan per vagina


lebih besar daripada persalinan seksio sesaria namun, seksio
sesaria memberikan banyak risiko lainnya untuk ibu.

2) Lama persalinan: semakin lama proses persalinan, risiko


penularan HIV dari ibu ke anak juga semakin tinggi, karena
kontak antara bayi dengan darah/lendir ibu semakin lama.

3) Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan


meningkatkan risiko penularan dari ibu ke bayi hingga dua
kali dibandingkan dengan ketuban pecah kurang dari empat

13
jam.

4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep


meningkatkan risiko penularan HIV (Hidayati, 2019).
3. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium HIV
a) Pemeriksaan HIV-1/HIV-2 Metode Rapid Test
Pemeriksaan rapid tes ini merupakan uji kualitatif untuk
mendeteksi antibodi spesifik untuk HIV 1 (IgG, IgM, IgA)
termasuk subtipe O dan atibodi HIV-2 dalam serum, plasma atau
darah lengkap. Pada bagian tes (T) membran strip dilekatkan
antigen recombinant HIV-1 capture antigen (gp41, p24) pada
daerah garis tes 1 dan antigen recombinant HIV-2 capture antigen
(gp36) pada daerah garis tes 2. Antigen rekombinan HIV-1/2
(gp41, p24 and gp36) dan colloid gold conjugate di bagian well.
sampel akan berikatan dengan antibodi HIV1/2 pada sampel dan
bergerak pada membran kromatografi menuju daerah tes (T),
sehingga apa bila terdapat antibodi HIV 1/2 akan membentuk garis
nyata berwarna ungu pada daerah tes (T) yang merupakan ikatan
komplek antigen- antibodi-antigen gold partikel dengan
spesisfisistas dan sensitivitas yang tinggi.
Kelebihan antigen recombinant HIV-1/2 (gp41, p24 and
gp36) dan colloid gold conjugate akan terus bergerak menuju area
kontrol (C) yang telah dilapisi antibodi HIV1/2 rekombinant,
sehingga berikatan dan membentuk garis merah pada area kontrol
yang menunjukkan hasil pemeriksaan valid. Hasil reaktif harus
dikonfirmasi menggunakan pemeriksaan HIV metode ELISA atau
Western Blot.
b) Pemeriksaan HIV-1/HIV-2 Metode ELISA

Test Microlisa HIV merupakan test berbasis Indirect


ELISA. Protein HIV envelope gp41, gp 120 untuk HIV-1, dan gp
36 untuk HIV-2 yang merupakan epitop imunodominan

14
dilekatkan pada sumur mikrotiter. Sampel dan kontrol
ditambahkan ke dalam sumur dan di inkubasi. Apabila pada
sampel terdapat antibodi HIV-1 dan HIV-2 maka akan berikatan
dengan antigen spesifik yang telah dilekatkan pada permukaan
sumur. Plate kemudian dicuci untuk menghilangkan komponen
yang tidak berikatan. Horseradish peroxidase (HRP) konjugat
dan antihuman IgG ditambahkan ke dalam setiap well. Konjugat
akan berikatan dengan komplek HIV antigen-antibodi yang
terbentuk. Larutan substrat yang mengandung kromogen dan
hidrogen peroksida ditambahkan pada setiap sumur dan
diinkubasi.
Warna biru yang terbentuk sebanding dengan jumlah
antibodi HIV-1 dan atau antibodi HIV-2 yang terdapat pada
sampel. Kemudian perubahan warna yang terbentuk dihentikan
oleh stop solution. Warna yang terbentuk dibaca pada ELISA
dengan panjang gelombang 450 nm. Apabila sampel tidak
mengandung antibodi HIV-1 dan atau antibodi HIV-2, maka tidak
akan terbentuk warna biru pada sumur (Maharani, 2018).
4. Pencegahan dan Pengobatan HIV dari Ibu ke Bayi
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, antara lain :
a) Penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi tentang infeksi
HIV
b) Tes HIV dan konseling
c) Pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV
d) Perencanaan kehamilan
e) Pemberian ARV pada ibu hamil dengan infeksi HIV
f) Perencanaan persalinan aman bagi ibu dengan HIV
g) Penatalaksaan nifas bagi ibu dengan HIV
h) Pemberian ARV dan Kotrimoksasol profilaksis pada bayi
(Aziz,dkk, 2019).

15
16
D. Sifilis

1. Pengertian

Sifilis merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri


Treponema pallidum. Angka kejadian sifilis mencapai 90% di negara-
negara berkembang. Treponema pallidum merupakan spesies
treponema dari famili Spirochaeta, ordo Spirochaetales. Treponema
pallidum berbentuk spiral, gram negatif dengan panjang kisaran 11
µm dengan diameter antara 0,09 – 0,18 µm. Terdapat dua lapisan,
sitoplasma merupakan lapisan dalam mengandung mesosom, vakuol
ribosom dan bahan nukleoid, lapisan luar yaitu bahan mukoid
(Maharani, 2018).

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang


menyebabkan penyakit seperti infeksi otak (neurosifilis) dan
kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu hamil yang terinfeksi
sifilis bila tidak diobati dengan adekuat, akan menyebabkan 67%
kehamilan berakhir dengan abortus, lahir mati atau infeksi
neonatus (sifilis kongenital) (Kemenkes RI, 2015).

17
2. Mekanisme Penularan Sifilis dari Ibu ke Anak
Treponema pallidum subsp. pallidum merupakan satu-satunya subspesies
treponema patogen yang dapat melintasi sirkulasi plasenta dari ibu ke janin.
Temuan biomolekuler menyimpulkan bahwa invasi pada plasenta merupakan
rute utama penularan dari ibu ke janin. Pendapat lain mengemukaan T.
pallidum dapat terlebih dahulu melintasi membran janin dan menginfeksi
cairan ketuban sehingga memperoleh akses sirkulasi janin. Infeksi sifilis
dapat terjadi transplasenta selama kehamilan atau pada waktu kelahiran
melalui kontak bayi baru lahir dengan lesi genital. Laktasi tidak dapat
menularkan infeksi ke janin kecuali terdapat lesi di payudara.
Tidak semua neonatus yang lahir dari ibu terinfeksi sifilis akan
mengalami sifilis kongenital. Risiko sifilis kongenital berhubungan
langsung dengan stadium sifilis maternal selama kehamilan dan durasi
paparan janin dalam rahim (Darmawan, 2020). Sifilis pada ibu hamil
yang tidak diobati dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi
berat lahir rendah, lahir mati dan sifilis kongenital. Sifilis kongenital
sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, sifilis kongenital dini,
dari bayi lahir sampai kurang dari 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut,
dimana penyakit ini persisten hingga lebih dari 2 tahun setelah
kelahiran (Aziz,dkk, 2019).

3. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorim Sifilis

Menurut Pedoman Nasional Tatalaksana IMS tahun 2011, diagnosis


sifilis di tingkat puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
berdasarkan sindrom dan pemeriksaan serologis. Secara umum, tes
serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:

a) Tes non-treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid


Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research
Laboratory). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini
mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap

18
bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Jika tes non
spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes
spesifik treponema, untuk menghemat biaya. Hasil positif pada
tes non spesifik treponema tidak selalu berarti bahwa seseorang
pernah atau sedang terinfeksi sifilis. Hasil tes ini harus
dikonfirmasi dengan tes spesifik treponema.

b) Tes spesifik treponema

Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA


(Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid
(Treponema Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum
Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk
dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik
terhadap treponema. Tes ini dapat menunjukkan hasil
positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah
berhasil . Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk
membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi
secara adekuat. Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T.
pallidum dari infeksi treponema lainnya.

c) Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)

Penggunaan rapid test ini sangat mudah dan memberikan


hasil dalam waktu yang relatif singkat yaitu 10-15 menit. Jika
dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test
ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan spesifisitasnya
berkisar antara 93 % sampai 98%. Rapid test sifilis yang
tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori tes spesifik
treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai
spesies treponema (tidak selalu T. pallidum), sehingga tidak
dapat digunakan membedakan infeksi aktif dari infeksi yang
telah diterapi dengan baik. TP Rapid hanya menunjukkan

19
bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak
dapat menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi aktif
(Aziz,dkk, 2019).

Berikut Alur tes serologis sifilis tes troponema dan non


troponema :

Serum
plasma
RPR/VDRL

Reakti Non
f reaktif
TP Bukan
rapid sifilis

Reakti Non
f reaktif
RPR Ulangi RPR dan TP
titer rapid
1 bulan kemudian
RPR (+) RPR (+) RPR (-)
1:2 atau ≥
TP rapid TP rapid TP rapid
1:4 1:8
(+) (-) (-)
Lanju Aktif Dini Positif Bukan
t dini palsu sifils
Terap
i
Evaluasi bulan ke: 3, 6, 9, 12, 18,
24

20
4.Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan penularan infeksi sifilis dari ibu ke bayi adalah :

1) Diagonis sifilis pada ibu hamil

Tes serologi sifilis banyak digunakan untuk tujuan diagnostik


dan serologi skrining. Terdiri atas dua jenis, yaitu tes non
treponema dan treponema. Biasanya pemeriksaan tes sifilis
dilakukan dalam dua langkah. Pertama, tes non treponema, yaitu
RPR atau VDLR. Jika hasil tes non treponema reaktif (positif),
selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan tes treponema, yaitu
TPHA, TP-PA, FTA-ABS dan
TP rapid. Kombinasi ini dapat mengindentifikasi adanya infeksi dan
menjelaskan tahapan dari penyakit.
2) Konseling setelah tes

Pemberian konseling setelah tes diberikan pada ibu hamil,


berdasarkan hasil tes, sebagai berikut:

a) Hasil tes sifilis non-reaktif atau negatif

1. Penjelasan tentang masa jendela/window period

2. pencegahan untuk tidak terinfeksi di kemudian hari

b) Hasil tes sifilis reaktif atau positif:

1. Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan

2. Penjelasan tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl


penisilin

3. Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan,


misalnya dukungan gizi yang memadai untuk ibu hamil,
termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam folat

21
4. Konseling hubungan seksual selama kehamilan
(abstinensia, saling setia atau menggunakan kondom secara
benar dan konsisten)

5. Pemberian informasi bahwa pasangan harus diobati

6. Kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan

3) Terapi sifilis pada ibu hamil

Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi


infeksi pada ibu dan mencegah atau mengobati sifilis kongenital
pada janin. Pemberian penisilin G parenteral merupakan
pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis pada
kehamilan. Selama hamil, disarankan pemberian dosis kedua
seminggu setelah benzatin penisilin G dosis awal diberikan
(Aziz,dkk, 2019).

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Triple eliminasi merupakan pemeriksaan pada setiap ibu hamil
terhadap HIV, Sifilis dan Hepatitis B dimana tujuannya untuk penurunan
infeksi terhadap bayi baru lahir. Ibu hamil merupakan salah satu dari
populasi yang berisiko tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis, Sifilis yang
dapat mengancam kelangsungan hidup, sehingga meningkatkan angka
kesakitan dan kematian bayi, anak, dan balita. Risiko penularan dari ibu
ke anak untuk penyakit HIV/AIDS adalah 20%-45%, untuk Sipilis adalah
69%-80% dan untuk Hepatitis B adalah lebih dari 90%. Jika ibu hamil
tidak melakukan triple eliminasi maka dapat mengancam kelangsungan
hidup bayi.

B. Saran
1. Bagi Fasilitas Kesehatan
Bagi fasilitas kesehatan agar menyediakan media leaflet tentang triple
eliminasi dan diletakkan pada tempat yang mudah terlihat sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang triple eliminasi.
2. Petugas kesehatan lebih aktif dan mengutamakan Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) dalam memberikan informasi triple eliminasi
kepada ibu hamil karena petugas kesehatan memiliki wewenang
sebagai sumber informasi otoritas yang sering berinteraksi langsung
dengan ibu hamil sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu
hamil.
3. Bagi ibu hamil
Ibu hamil diharapkan agar aktif mencari informasi tentang triple
eliminasi dan wajib melakukan pemeriksaan triple eliminasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Muhammad A, dkk, (Ed.), 2019. Manajemen Triple Eliminasi Hepatitis B, HIV dan
Sifilis, POGI, 81 halaman.
Carrol, Karen C; at all, 2019. Jawetz, Melnick, Aldeberg, Mikrobiologi Kedokteran Edisi
27, Alih Bahasa, Braham U, Jakarta; Buku Kedokteran EGC, 914 halaman.
Darmawan Hari, Purwoko IH, Devi Mutia, 2020. Sifilis pada Kehamilan, Sriwijaya
Journal of Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang.
Hidayati, Afif Nurul, dkk, (Ed.), 2019. Manajemen HIV/AIDS, Surabaya; Airlangga
University Press, 877 halaman.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Manajemen Program Pencegahan
Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Infodatin Situasi Penyakit Hepatitis B di Indonesia
Tahun 2017.
Kementerian Kesehatan RI. No.52. 2017. PMK RI tentang Eliminasi Penularan Human
Immunodeficiency Virus, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2018. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan
Keluarga Tahun 2020-2024.
Kementerian Kesehatan RI. 2021. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal. 2021. Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai