Pembimbing:
dr. Erva, Sp.OG
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam kita junjungkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Talasemia......................................................................................................3
2.1.1 Definisi........................................................................................................3
2.1.2 Epidemiologi Thalasemia............................................................................3
2.1.3 Etiologi........................................................................................................4
2.1.4 Klasifikasi....................................................................................................6
2.1.5 Patofisiologi.................................................................................................7
2.1.6 Thalasemia Pada Kehamilan.......................................................................9
2.1.7 Penegakan Diagnosis Thalasemia...............................................................9
2.1.8 Diagnosis Banding....................................................................................13
2.1.9 Penatalaksanaan.........................................................................................13
2.1.10 Komplikasi..............................................................................................14
2.1.11 Skrining Thalasemia................................................................................15
BAB III KESIMPULAN........................................................................................18
3.1 Kesimpulan...................................................................................................18
3.2 Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
3
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Talasemia
2.1.1 Definisi
Talasemia merupakan defek genetik yang mengakibatkan berkurang atau
tidak adanya sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin yang membentuk
struktur normal hemoglobin. Talasemia merupakan salah satu penyakit yang
mengenai sistem hematologi sehingga dapat mempengaruhi fungsi sel darah
merah, atau dapat disampaikan bahwa talasemia merupakan kelainan jumlah
penyusun hemoglobin (Rujito, 2019). Talasemia merupakan penyakit genetik
yang diturunkan secara autosomal resesif dimana semua perubahan genetik yang
terjadi diturunkan dari ibu maupun ayah. Talasemia terjadi bila sintesis salah satu
Asia Tenggara lebih banyak varian βo. Talasemia α sering dijumpai di Asia
Tenggara, lebih sering daripada talasemia β.
Dari hasil survei lokal dan kunjungan wawancara para ahli, WHO
memperkirakan jumlah pembawa sifat kelainan hemoglobin mencapai 269 juta
orang. Sekitar 3% populasi dunia (150 juta orang) membawa gen talasemia β1.Di
Indonesia kasus talasemia disebabkan oleh adanya migrasi penduduk dan
percampuran penduduk.Keseluruhan populasi ini tersebar di Kalimantan,
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. Di Indonesia,
diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 3-5% dari jumlah populasi.
Di beberapa daerah di Indonesia mencapai 10% sedangkan angka pembawa sifat
2.1.3 Etiologi
Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal
resesif dimana semua perubahan genetik yang terjadi diturunkan dari ibu maupun
ayah. Talasemia terjadi bila sintesis salah satu rantai polipeptida menurun.
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis talasemia merupakan hasil kelainan
mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat
terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA dan perubahan kode genetik akan
diteruskan pada penurunan gen berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai
asam amino maupun memperpanjangnya.
Mutasi gen pada talasemia β dibagi menjadi bentuk :
1. Delesi, sedikitnya 17 delesi berbeda ditemukan pada talasemia β. Yang sering
ditemukan adalah delesi 619 bp pada ujung akhir 3’ gen globin β, pada
populasi Sind dan Gujarat di Pakistan dan India. Bentuk homozigot delesi ini
5
1. Delesi, mencakup satu gen (-α) atau kedua (--) gen globin α. Pada talasemia -
α°, terdapat 14 delesi yang mengenai gen α, sehingga produksi rantai α hilang
sama sekali dari kromosom abnormal. Bentuk umum –α+ yang paling umum (-
α3,7 dan -α4,2) mencakup delesi satu atau duplikasi gen globin α lainnya.
2. Non delesi, kedua haplotip gen α utuh (αα).ekspresi gen –α2 lebih kuat 2-3
kali dari ekspresi gen –α1 sehingga sebagian besar mutasi non delesi
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan kelainan klinis, talasemia dibagi menjadi 3, yaitu: talasemia
mayor, talasemia intermedia dan talasemia minor. Pembagian tersebut
berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta kebutuhan transfusi darah yang
digunakan untuk terapi suportif (Rujito, 2019).
a. Talasemia mayor.
Talasemia mayor merupakan keadaan klinis talasemia yang paling
berat. Gejala secara umum muncul pada usia 7 bulan awal pertumbuhan bayi
atau setidak nya di bawah 3 tahun. Gejala awal berupa pucat pada telapak
tangan dan kelopak mata bagian dalam, kemudian bayi akan tampak lemas,
tidak begitu aktif dan tidak ingin menyusui. Bayi akan mengalami kegagalan
untuk berkembang secara normal dan menjadi semakin pucat.
b. Talasemia intermedia.
Gejala klinis dari talasemia intermedia tidak se dini talasemia mayor.
Diagnosa awal dapat terjadi pada usia belasan tahun, atau bahkan pada usia
dewasa. Talasemia intermedia menunjukkan gejala dan tanda yang sama
dengan talasemia mayor, namun lebih ringan daripada talasemia mayor.
c. Talasemia minor.
Talasemia minor juga disebut sebagai karier talasemia, yang tidak
menunjukkan gejala selama hidupnya. Hal ini dapat dipahami karena
abnormalitas gen yang terjadi hanya melibatkan salah satu dari dua kromosom
yang dikandungnya, bisa dari ayah atau ibu. (Dewi, 2009).
2.1.5 Patofisiologi
Hb (hemoglobin) sebagai protein pengikat oksigen dan setiap molekul
hemoglobin berbentuk tetramer dan terbuat dari empat rantai globin polipeptida.
Setiap subunit pada globin mengandung bagian heme yang terbentuk dari struktur
cincin protoporfirin organik dan ion besi dalam bentuk Fe2 +. Pada orang dewasa
jenis hemoglobin yang paling umum adalah HbA, yang terdiri atas dua subunit
alfa-globin dan dua beta-globin. Gen globin yang berbeda akan mengkodekan
setiap jenis subunit globin (Hafen, 2021).
Riwayat Penyakit
Ras, riwayat keluarga, usia awal terkena penyakit dan pertumbuhan
Pemeriksaan Fisik
Pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal dan pigmentasi
Hb, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi atau
sumsum tulang dan presipitasi HbH
10
Elektroforesis Hemoglobin
Pada wanita hamil, dari anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala anemia
seperti pusing, lemah, mudah lelah, hingga sinkop. Ada atau tidaknya riwayat
splenomegali, batu empedu, trombosis, kardiomiopati, penyakit hati kronis serta
kelainan endokrin seperti diabetes melitus.
MCH ini lebih baik daripada hanya MCV saja atau MCH saja. Anemia
biasanya disertai penurunan kadar red blood cell (RBC) dan peningkatan
d. Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
11
terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
Kadar bilirubin tak terkonjugasi akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat
aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8 sedangkan
3. Pemeriksaan rontgen
Gambar 2.6 Gambar Rontgen Kepala “Hair on end” dan Penipisan Korteks
pada Tulang Panjang
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan
dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
12
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
6. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan tes darah rutin untuk
eleltroforesis hemoglobin.
8. Gel electrophoresis
Varian hemoglobin memiliki beragam tingkat migrasi saat dipisahkan dengan gel
memisahkan spesies hemoglobin pada kelompok yang pola migrasinya sama seperti
9. Mass spectrometry
Berpotensi meningkatkan sensitivitas analisis Hb sebagai metode pelengkap
HPLC dan IEF. Tandem metode mass spectrometry untuk skrining neonatal
efisien biayanya.
13
Talasemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan dan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom. Pada anemia sideroblastik dimana didapatkan pula
gambaran apusan darah tepi mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang
membedakan dengan talasemia adalah kadar besi dalam darah tinggi, kadar TIBC
(Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada talasemia
kadar besi dan TIBC normal.Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi
G6PD, dimana enzim ini bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat
oksidasi.Dapat dibedakan dengan talasemia dari apusan darah tepi dimanapada
defisiensi G6PD nomositik-normokromik dan pemeriksaan enzim G6PD.
2.1.9 Penatalaksanaan
atau dosis rendah aspirin 75 mg/hari (RCOG, 2014). Adanya splenomegali dan
hipersplenisme merupakan indikasi untuk dilakukannya splenektomi
(Rachmilewitz, 2011)
Dalam hal etikolegal dan agama, masalah tindak lanjut hasil diagnosis
pranatal janin yang terdiagnosis mengidap talasemia mayor memerlukan diskusi
yang intensif dengan pakar hukum, pakar etik dan rohaniawan dari berbagai
agama. Undang-Undang Kesehatan tahun 2009 pasal 75 memperbolehkan
pengakhiran kehamilan (aborsi) berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang
terdeteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan.
Pengakhiran kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pratindakan dan diakhiri dengan konseling setelah
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Namun
undang-undang mensyaratkan tindakan pengakhiran tersebut hanya boleh
dilakukan pada usia kurang dari 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan serta memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri dengan seizin
ibu hamil dan suami yang bersangkutan. Batas penentuan usia kehamilan kurang
dari 6 minggu tentunya cukup menyulitkan karena diagnosis pranatal talasemia
baru bisa dilakukan setelah usia gestasi 10 minggu.Meskipun begitu, bila
kehamilan dengan bayi talasemia mayor dipertahankan, diagnosis pranatal
bermanfaat bagi pasangan suami istri sebagai bahan pertimbangan pilihan
reproduksi berikutnya.
Untuk jangka pendek, edukasi berupa konseling dan pemberian informasi
dilakukan pada populasi yang menjadi sasaran skrining. Sementara rencana jangka
panjangnya, edukasi ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan
(awareness) masyarakat terhadap penyakit talasemia dengan memasukkan materi
tentang talasemia kedalam kurikulum pendidikan tingkat sekolah menengah,
penyebaran informasi melalui media massa, jaringan internet, brosur dan
pamphlet serta menyelenggarakan kegiatan untuk memperingati hari talasemia
sedunia yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Target populasi yang akan di skrining, yaitu:
17
1. Anggota keluarga dari pasien talasemia mayor, talasemia intermedia, dan karier
talasemia (skrining retrospektif).
2. Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal).
Pada kehamilan, skrining utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama kali
kunjungan. Jika ibu merupakan pengidap atau karier talasemia, maka skrining
kemudian dilanjutkan pada ayah janin dengan teknik yang sama. Jika ayah
janin normal maka skrining janin (pranatal diagnosis) tidak disarankan.Jika
ayah janin merupakan pengidap atau karier talasemia maka disarankan
melakukan konseling genetik dan jika diperlukan skrining pada janin (pranatal
diagnosis).
3. Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining prakonsepsi).
4. Pasangan yang akan menikah (skrining pramarital).
Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, dan
langkah atau tindak lanjut hasil skrining.Konseling tersedia mulai skrining level II
dan level diatasnya, yaitu setelah diagnosis talasemia dapat ditegakkan.
a. Informed Consent berisi penjelasan tentang talasemia, manfaat dan implikasi
skrining serta tanda persetujuan dari calon yang akan dilakukan skrining.
b. Konselor adalah orang yang sudah mendapatkan pelatihan serta mendapatkan
sertifikat melakukan konseling, bisa dokter/tenaga kesehatan lain sesuai
dengan kompetensi dirinya.
Hasil skrining tiap individu berupa data laboratorium dan keadaan
klinisnya yang sudah divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi
nasional melalui Rumah Sakit Pendidikan setempat. Individu yang mengidap gen
talasemia kemudian dipantau perkembangan kesehatan, status marital dan
reproduksinya.
Alur diagnostik dapat dimulai dengan pemeriksaan nilai MCV dan MCH
yang diikuti dengan elektroforesis hemoglobin secara otomatis yang menghasilkan
kadar HbA2, HbF dan Hb varian. Pada pasien defisiensi besi dengan mikrositik
hipokrom disertai kadar feritin < 12,0 μg/dL atau saturasi transferin < 5% perlu
diberikan terapi suplementasi besi. Bila pada pemeriksaan kadar hemoglobin
setelah 2 minggu menunjukkan peningkatan, terapi besi diteruskan dan
elektroforesis hemoglobin perlu diulang kembali setelah 3 bulan.
18
19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Talasemia merupakan defek genetik yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α atau
β ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total atau parsial gen globin
dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua
orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkanmaka orang tersebut hanya
menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit
ini.Terdapat banyak varian talasemia namun yang tersering adalah talasemia α
dan β.
Program pencegahan talasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah
pasien talasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan talasemia
membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien talasemia, sementara
dari sisi pasien talasemia akan menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal.
3.2 Saran
Pemahaman lebih lanjut mengenai skrinning kehamilan dengan talasemia
dan penanganannya serta mempelajari faktor prediktor terjadinya talasemia untuk
menghindari komplikasi pada ibu dan bayi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Cao A, Galanello R. Beta- thalassemia. Genet Med. 2010 Feb;12(2):61-
76
Cao, A., & Kan, Y. W. The prevention of thalassemia. Cold Spring Harbor
perspectives in medicine, 3(2); 2013, a011775.
Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene MF. Creasy
& Resnik’s Maternal-Fetal Medicine Principles and Practice. 7th edition.
New York: Elsevier; 2014.
Dewi, S. Karakteristik Thalasemia yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum
Pusat H, Adam Malik Medan. USU; 2009
Fibach E, Rachmilewitz EA. Pathophysiology and treatment of patients
with beta-thalassemia - an update. F1000Res. 2017 Dec 20;6:2156
Hafen BB, Sharma S. Oxygen Saturation. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; August 12, 2021.
Hooffbrand AV, Pettit JE. Essential Haematology 3nd ed. Blackwell
Science Ltd. 1995 : 94-120.
Jameel T, Baig M, Ahmed I, Hussain MB, Alkhamaly MBD. Differentiation of
beta thalassemia trait from iron deficiency anemia by hematological
indices. Pak J Med Sci. 2017;33(3):665-9
Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI; 2019
Sumoastro S, Maloveny A: Talasemia Pada Kehamilan. In WL. Purwita, Alwi
Idrus, Setiati Siti, Mansjoer Arif, Ranitya Rian, Editors : Penyakit- Penyakit
Pada Kehamilan Peran Seorang Internis. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2008 : 203-220
Nassar AH, Usta IM, Rechdan JB, Koussa S, Inati A, et al. (2006) Pregnancy in
patients with beta-thalassemia intermedia: outcome of mothers and
newborns. Am J Hematol 81: 499-502.
Nienhuis AW, Nathan DG. Pathophysiology and Clinical
Manifestations of the β- Thalassemias. Cold Spring Harb Perspect Med.
2012;2(12):a011726
21