Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

MANFAAT TERAPI CAIRAN PADA


OLIGOHIDRAMNION
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun oleh:
M. ZAINUL FIKRI 22004101034

Dosen Pembimbing:
dr.Sulistyowati, Sp.OG

LABORATORIUM ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD BLAMBANGAN
PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas
ini kami dapat memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing pada Laboratorium Obstetri dan Ginekologi, yaitu dr. Sulistyowati,
Sp.OG yang memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tidak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan referat ini dapat
terselesaikan. Referat ini membahas terkait Terapi cairan pada Ibu Hamil dengan
Oligohidromnion.
Kami menyadari dalam referat ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu
kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat
membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian referat selanjutnya.
Demikian pengantar kami, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Blambangan, 15 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................i

Daftar Isi...............................................................................................................................ii

Daftar Gambar......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................................2

1.4 Manfaat .........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3

2.1 Embriologi ………........................................................................................................3

2.2 Cairan Amnion ….........................................................................................................4

2.3 Fungsi cairan amnion …………...................................................................................6

2.4 Pengukuran Volume Cairan Amnion ...........................................................................7

2.5 Oligohidramnion ..........................................................................................................8

2.6 Manfaat Terapi Cairan pada Oligohidramnion ...........................................................17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Embriologi kavum amnion........................................................................3

Gambar 2.2 Rasio Lestin dan Sfingomielin..................................................................4

Gambar 2.3 Proses Absorbsi dan Produksi Cairan Amnion.........................................5

Gambar 2.4 Perubahan volume cairan amnion selama kehamilan…...........................6

Gambar 2.5 Pengukuran cairan amnion (Oligohidramnion) .......................................7

Gambar 2.6 Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran..........................8

Gambar 2.7 Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion.............................................13

Gambar 2.8 Sindrome Potter......................................................................................16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit dalam waktu
yang relatif singkat. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa
kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir.
Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir
(usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan
ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42
minggu 1.
Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion
yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung atau membran
cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam uterus. Sekitar 7% bayi dari wanita yang
mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan
saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah
kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan
darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang
dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama
angiotensin-converting enxyme inhibitor (misal captopril), dapat merusak ginjal janin
dan menyebabkan oligohidramnion parah dan kematian janin.
Wanita yang memiliki penyakit hipertensi yang kronis seharusnya berkonsultasi
terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk
memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang
mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka. Semakin awal oligohidramnion
terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II,
80-90% akan mengakibatkan mortalitas 2.
Faktor lain oligohidramnion berperan pada masalah malpresentasi, kompresi pada
tali pusat, konsentrasi mekonium dalam cairan, dan versi sefalik eksternal yang sulit
atau gagal. Hidrasi ibu sederhana telah disarankan sebagai cara untuk meningkatkan
volume cairan ketuban untuk mengurangi beberapa masalah ini.
Kehamilan cukup bulan menyebabkan peningkatan berat badan sekitar 12,5 kg,
sebagian besar terdiri dari air, sehingga total cairan tubuh meningkat 6-8 liter, yang
terdapat di cairan amnion, plasenta dan cairan ekstraseluler dan intraseluler 3. Volume

1
2

plasma maternal akan meningkat 40-45%, menyebabkan penurunan osmolalitas plasma


10 mosm/kg air, dari 290 menjadi 280 mosm/kg air 5. Nilai ambang osmolalitas plasma
terhadap rasa haus dan sekresi hormon antidiuretik menurun, terjadi pada awal
kehamilan kemudian konstan pada kehamilan lanjut, menyebabkan peningkatan retensi
cairan, hal ini dibutuhkan ibu untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
Kebutuhan cairan sangat tergantung terhadap asupan energi dari makanan, yaitu 1-1.5
ml cairan untuk setiap kilogram kalori asupan energi. Kebutuhan energi saat kehamilan
rata-rata meningkat 300 kkal/hari, oleh karena itu ibu hamil memerlukan setidaknya
300 ml asupan air tambahan 1.
Pada umumnya ibu hamil dianjurkan untuk minum minimal 8-10 gelas air setiap
harinya. Perkiraan volume cairan amnion dengan menggunakan sonografi merupakan
pemeriksaan yang paling sensitif dan komponen penting untuk menilai profil biofisik
janin 4. Mekanismenya masih belum jelas, mungkin berhubungan dengan perbaikan
perfusi uteroplasenta atau perubahan osmolalitas plasma ibu dan janin, yang
meningkatkan aliran urin janin 2. Oosterhof et al. menunjukkan peningkatan asupan air
pada ibu hamil oligohidramnion akan meningkatkan aliran darah ke uterus dan plasenta,
meningkatkan produksi urin janin sehingga meningkatkan valume cairan amnion 4.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan etiologi dari Oligohidromnion?
2. Bagaimana patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosa, dan tatalaksana
dari Oligohidromnion ?
3. Apa manfaat terapi cairan pada oligohidromnion?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan etiologi dari oligohidromnion.
2. Mengetahui dan memahami patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosa,
dan tatalaksana dari oligohidromnion.
3. Apa manfaat terapi cairan pada oligohidromnion
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca
tentang manfaat terapi cairan pada oligohidromnion.
2. Manfaat Praktis
Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinisi dalam menangani
oligohidromnion.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Kavum Amnion

Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam
selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya
ektoderm. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm.
Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam
amnion merupakanmikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini
menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan
kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Selaput amnion juga meliputi tali pusat,
sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat. 7

Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas,
kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu yang
menandakan kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Fungsi cairan
amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat
dan seng.7

Gambar 2.1 Embriologi Kavum Amnion24

3
4

2.2 Cairan Amnion

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion, terdapat likuor amnii atau yang sering disebut “air ketuban”. Volume likuor amnii
pada hamil cukup bulan adalah 1000 ml–1500 ml, warnanya putih, agak keruh, serta
mempunyai bau yang khas (agak amis). Cairan ini memiliki pH 7,2 dan berat jenis 1,008
yang terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan organik dan bila
diteliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel,
dan verniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi). Protein ditemukan rata-rata 2.6% gram
per liter, sebagian besar sebagai albumin. 7

Gambar 2.2 Rasio Lesitin dan Sfingomielin7

Terdapat lesitin dan sfingomielin yang sangatlah penting untuk mengetahui apakah
janin memiliki paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin
permukaan alveolus paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat
untuk berkembangnya paru danbernapas. Untuk menilai hal ini, digunakan perbandingan
antara lesitin dan sfingomielin.8

Pada saat persalinan warna cairan amnion ini terkadang menjadi agak kehijauan
karena sudah tercampur dengan mekonium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan
5

mengandung empedu). Berat jenis likuor akan menurun berdasarkan dengan tuanya umur
kehamilan.

Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion dihasilkan oleh transudasi cairan
melalui amnion dan kulit janin. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai menghasilkan
urin yang masuk kedalam rongga amnion. Urin janin secara cepat menjadi sumber utama
produksi cairan amnion. Saat menjelang aterm, janin menghasilkan 800 ml – 1000 ml urin.
Paru janin menghasilkan sejumlah cairan ± 300 ml per hari saat aterm, namun sebagian besar
ditelan sebelum masuk ruang amnion.8

Absorbsi Cairan

Gambar 2.3 Proses Absorbsi dan Produksi Cairan Amnion25

Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion transudatif direabsorbsi secara pasif.
Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai melakukan proses menelan. Proses ini secara
cepat akan menjadi mekanisme utama absorbsi cairan amnion. Menjelang aterm, melalui
proses menelan terjadi absorbsi cairan sebesar 500 ml – 1000 ml per hari.8

Absorbsi cairan amnion dalam jumlah sedikit juga terjadi melalui selaput amnion
dan masuk kedalam aliran darah janin. Menjelang aterm, jalur ini melakukan absorbsi
sebesar 250 ml. Sejumlah kecil cairan amnion melintasi membran amnion dan masuk ke
aliran darah ibu sebesar 10 ml per hari pada usia kehamilan menjelang aterm. 7

Pada usia kehamilan 34 minggu, volume cairan amnion mencapai maksmial (750 ml
–800 ml) dan setelah itu akan menurun, sehingga pada usia kehamilan 40 minggu volume
6

cairan amnion ± 600 ml. Dan melewati usia 40 minggu, jumlah cairan amnion akan terus
menurun.7

Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan
kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu – 20 minggu. Cairan amnion yang terlalu
banyak disebut polihidramnion (> 2 Liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes atau
trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan
kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin. Oligohidramnion dapat
dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm, atau indeks cairan pada 4
kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu, volume akan berkurang, tetapi pada post-term
oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium. 7

Gambar 2.4 Perubahan Volume Cairan Amnion Selama Kehamilan25

2.3 Fungsi Cairan Amnion

Adapun fungsi cairan amnion adalah sebagai berikut:7

1. Sebagai pelindung bagi janin terhadap trauma dari luar

2. Melindungi talipusat dari tekanan

3. Memungkinkan pergerakan janin secara bebas sehingga mendukung perkembangan


sistem muskuloskeletal janin
7

4. Berperan dalam perkembangan paru janin

5. Melumasi kulit janin

6. Mencegah korioamnionitis pada ibu dan infeksi janin melalui sifat bakteriostatik

7. Membantu mengendalikan suhu tubuh janin

2.4 Pengukuran Volume Cairan Amnion

Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk memperkirakan


volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus
uteri.Penentuan AFI (Amniotic Fluid Index)adalah metode semikuantitatif untuk
memperkirakan volume cairan amnion. 11

Gambar 2.5 Pengukuran Cairan Amnion (Oligohidramnion)26


8

Gambar 2.6 Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran27

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm pada masing-
masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu: 5 – 20
cm. Mulai dari awal bulan kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan
janin meminum cairan amnionnya 400ml/hari yaitu sekitar separuh dari jumlah totalnya.
Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari pada bulan kelima, tetapi urin ini
sebagian besar adalah air, karena plasenta saat itu berfungsi sebagai tempat pertukaran sisa-
sisa metabolisme. Pada saat lahir, membran amniokorion membentuk gaya hidrostatik yang
akan membantu melebarkan saluran leher rahim. 9

2.5 Oligohidramnion

Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat hingga sekitar 1L atau
sedikit lebih pada 36 mingg, tetapi setelah itu akan berkurang. Pada postmatur, mungkin
akan hanya tersisa 100 hingga 200ml atau kurang. Volume cairan ketuban meningkat selama
masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya
sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.6

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion


dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau padaumumnya sering terjadi di masa
kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanitayang masa kehamilannya melampaui batas
waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena
9

jumlah cairan ketuban yangberkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa
kehamilan 42 minggu.10

Pada beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun jauh di
bawah batas normal dan kadang-kadang berkurang hingga hanya beberapa ml cairan kental.
Berkurangnya volume cairan ini disebut oligohidramnion dan secara sonografis
didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang. Penyebab keadaan ini
belum diketahui secara pasti. Akan tetapi secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada
awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya,
berkurangnya volume cairan mungkin akan cukup sering ditemukan pada kehamilan yang
berlanjut melewati aterm. Resiko penekanan tali pusat, dan distres janin meningkat akibat
berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi pada kehamilan postmatur.6

2.5.1. Definisi
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidramnion kurang
baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan janin dapat terganggu oleh
perlekatan antara janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim
6
.
Pada beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun di bawah
batas normal dan kadang-kadang berkurang sehingga hanya beberapa ml cairan kental.
Berkurangnya volume cairan disebut oligohidramnion dan secara sonografis
didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang.Secara umum ,
oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki
progonosis buruk.Sebaliknya berkurangnya volume cairan mungkin cukup sering
ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm 6.
2.5.2 Epidemiologi
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban yang terlalu
sedikit.Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, tetapi pada
umumnya sering terjadi pada trimester akhir masa kehamilan. Sekitar 12% wanita yang
masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu)
mengalami oligohidramnion karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir
setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan. Di Amerika Serikat,
oligohidroamnion merupakan komplikasi pada 0.5% – 5.5% kehamilan.10
10

2.5.3. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Prinsipnya
volume cairan amnion pada kantong rahim adalah hasil keseimbangan antara produksi
cairan dan ekskresi amnion yang keluar dari kantong rahim. Beberapa keadaan
berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obstruksi
13
saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis . Oligohidramnion harus dicurigai
jika tinggi fundus uteri lebih rendah secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada
usia gestasi tersebut.
Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang meningkat
seperti pada kasus ketuban pecah dini menyebabkan 50 % kasus oligohidramnion,
penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan ginjal kongenital akan menurunkan
produksi urin oleh ginjal janin atau pada obstruksi pada vesika urinari atau uretra akan
14
menurunkan produksi urin dengan cara sama . Penyebab uutama oligohidramnion
adalah pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan penyebab sekunder yaitu
ketuban pecah dini 15.
2.5.4 Faktor Risiko Oligohidramnion

Wanita dengan kondisi-kondisi di bawah ini memiliki insiden oligohidramnion yang


tinggi:6,7,10
1. Anomali kongenital (misalnya: agenesis ginjal, sindrom potter).
2. Retardasi pertumbuhan intra uterin.
3. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
2.5.5 Diagnosis
Kecurigaan terjadinya oligohidramnion dari pemeriuksaan fisik adalah bila tinggi
fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan atau dari usia kehamilan yang seharusnya.
Pada pemeriksaan Ultrasonografi ditemukan:6,7
 Jumlah cairan amnion < 300 ml
 Ukuran kantung amnion vertikal ≥ 2 cm tidak ada
 AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu
 Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm
11

2.5.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: 10

1) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan janin.
3) Sering berakhir dengan partus premature.
4) Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5) Persalinan lebih lama daripada biasanya.
6) Pada saat his akan terasa sakit sekali.
7) Bila ketuban pecah, air ketuban yang keluar sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.

2.5.7 Patofisologi

Fisiologi normal

AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan
volume sekitar 30ml pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1L pada
kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester pertama dengan volume
sekitar 800ml pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42
minggu dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu
pada kehamilan 38-43 minggu.Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum
diketahui dengan pasti meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan
amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran
sekitar 3600ml/jam.8,12

Faktor utama yang mempengaruhi AFV:

1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus

2. Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membran

3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta


12

Patofisiologi

Volume cairan ketuban dalam kantung kehamilan merupakan hasil keseimbangan


antara produksi cairan dan pergerakan cairan keluar dari kantung. Dalam 20 minggu
pertama, sekresi paru-paru dan transpor hidrostatik dan osmotik plasma ibu melalui
membran janin, memproduksi sebagian besar produksi cairan ketuban. Sekitar minggu ke-
16, ginjal janin mulai berfungsi, dan produksi urin janin terus meningkat, mengambil alih
sebagian besar produksi cairan ketuban sampai kehamilan cukup bulan 16.

Oleh karena itu, kelainan genitourinaria pada janin dapat menjadi diagnosis
oligohidramnion setelah usia kehamilan 16 sampai 20 minggu. Contohnya seperti obstruksi
saluran uranari, ginjal displastik, dan agenesis ginjal. Janin menelan dan mengabsorpsi
amnion melalui intramembran, hal ini terjadi melalui absorpsi secara osmotik melalui
amnion dan kemudian mengalir ke dalam pembuluh darah janin, inilah saluran atau rute
utama resorpsi amnion. Oleh karena itu, anomali gastrointestinal janin, seperti fistula
trakeoesofageal (angka kejadian sekitar 1 dalam 3500 kelahiran), dapat mengakibatkan
kelebihan volume cairan, atau polihidramnion 16.

Pecahnya membran adalah penyebab lain dan juga paling umum dari oligohidramnion
sekunder. Namun, tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih
janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang
terjadi secara fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat
(PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya
dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan
oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom 7.

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan


kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan post-term, insufisiensi plasenta, dan obat-obatan
(misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering adalah
kelainan saluran kemih (kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan
kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada
saluran kemih sehingga tidak menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh
sebab apapun dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis
akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadinya
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion.7
13

Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan:

- Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM)


- Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang disebut obstructive
uropathy
 Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke
kantong amnion.
 Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia dan
atresia uretra.
- Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan penurunan perfusi
ginjal
 Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac
output fetal.
 Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran
darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya.
 Anuria dan oliguria.
- Post-term gestation
- Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti
- Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus

Gambar 2.7. Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion28


14

2.5.8 Penatalaksanaan

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan dianjurkan ibu
hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan gizi
berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah
dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar bahwa
kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus dioperasi atau
perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan pilihan terakhir
pada kasus oligohidramnion.10

Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu
bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang atau
tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung,
disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran. 6,12

Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan, dapat


dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus cairan kristaloid untuk
mengganti cairan amnion yang berkurang secara patologis sering digunakan selama
persalinan untuk mencegah penekanan tali pusat. 6

2.5.9 Komplikasi

Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk kepada
janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah
dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium pada masa intrapartum, dan kematian
janin.7

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan


adanya sindroma potter, dimana keadaan tersebut merupakan suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion.
Oligohidroamnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.
Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain
itu karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh akan menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidroamnion juga
menyebabkan terhentinya perkembangan paru (hipoplasia paru) sehingga pada saat lahir
paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yang utama
15

adalah gagal ginjal bawaan baik karena kegagalan pembentukan ginjal atau yang disebut
agenesis ginjal bilateral ataupun karena penyakit ginjal lainnya yang akan menyebabkan
ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan amnion sebagai urin
dan dengan tidak adanya cairan amnion menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
potter.7,10

Gejala sindrom Potter berupa23:

1. Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkalhidung
yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang)
2. Urin tidak terproduksi
3. Gawat pernafasan

Pulmonary hypoplasia

Oligohydrominios

Twisted skin (wrinkly skin)

Twisted face (Potter facies)

Extremities defects

Renal agenesis (bilateral)


16

Gambar 2.8. Sindroma Potter 23


17

Hipoplasia paru

Hipoplasia paru dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion awitan dini dan terjadi
pada sekitar 15% janin dengan oligohidramnion yang teridentifikasi selama dua trimester
pertama. Pada kehamilan ini, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan
hipoplasia paru. Pertama, penekanan pada toraks dan pengembangan paru. Kedua, tidak
adanya gerakan bernafas janin akan mengurangi aliran masuk cairan ke paru.Ketiga dan
yang paling diterima mengusulkan bahwa pada keadaan oligohidramnion terjadi kegagalan
menahan cairan amnion atau peningkatan aliran keluar disertai dengan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan paru. Oleh karena itu, jumlah cairan amnion yang dihirup
oleh janin normal berperan penting dalam pertumbuhan paru. 6

2.5.10 Prognosis

Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh janin
yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus.
Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan bagian-bagian janin serta
dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan
amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh
disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh.6

Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan dengan
peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan dengan indeks
cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar mengalami deselerasi denyut
jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang
dari 7.6

2.6 Manfaat Terapi Cairan Pada Ibu Hamil Dengan Oligohidromnion

Mengingat banyak kasus oligohidromnion dapat menimbulkan masalah, terutama


bagi janin, kemungkinan peningkatan volume cairan ketuban dengan metode sederhana dan
murah seperti hidrasi ibu mungkin memiliki aplikasi yang baik. Penelitian mengenai terapi
cairan pada ibu hamil dengan oligohidramnion banyak dilakukan, misalnya minum dua liter
air dalam waktu yang relatif singkat. Namun hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman bagi
ibu.
18

Pada empat studi (122 wanita) yang memenuhi kriteria oligohidramnion, kelompok
intervensi diminta untuk meminum dua liter air selama 2-4 jam sebelum pemeriksaan USG
dan diulang pada hari berikutnya dan atau diberi larutan hipotonik (1/2 NS) 1000 mL/jam
selama dua jam, sedangkan 10 mL/jam pada kelompok kontrol. AFI diperiksa satu jam
kemudian. Kelompok intervensi diminta untuk minum dua liter air sementara kelompok
kontrol diminta untuk minum 100 ml, lalu dilakukan pemeriksaan USG dan diulang dalam
4-6 jam kemudian. Pada penelitian ini membuktikan Amnion Fluid Index meningkat secara
signifikan pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol 17.
Pada penelitian lain membuktikan bahwa asupan cairan ibu hamil yang cukup
dibandingkan asupan cairan yang kurang menyebabkan perbedaan AFI secara bermakna.
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Borges et al. yang mendemonstrasikan
peningkatan AFI secara signifikan 10 kali lipat pada ibu hamil normoamnion yang diberikan
hidrasi 1,5 L cairan isotonis yang diminum selama 2-4 jam, dan peningkatan AFI 4 kali lipat
pada hidrasi 1,5 L air minum 17.
Hidrasi ibu hamil bisa meningkatkan AFI berhubungan dengan peningkatan
kecepatan rata-rata arteri uterin tetapi mekanisme perubahan dan berapa lama waktu untuk
meningkatkan AFI belum diketahui secara jelas. Beall dan Cunningham et al. menyatakan
bahwa pada kehamilan trimester 2-3, sumber utama cairan amnion adalah produksi urin
janin. Pada orang dewasa, diuresis berkorelasi secara langsung dengan osmolalitas dan
volume intravaskular. Data klinik menyatakan bahwa janin dapat merespon perubahan
osmolalitas dan volume intravaskular maternal; produksi urin janin berubah dengan
perubahan osmolalitas maternal 18.
Studi Battaglia et al. menyatakan bahwa pemberian cairan intravena pada ibu hamil
berpengaruh secara bermakna terhadap perubahan tekanan osmotik total plasma janin. Studi
Stevens dan Lumbers, menyatakan bahwa jika asupan cairan kambing hamil dikurangi,
menyebabkan perubahan cairan tubuh janin dan menyebabkan urin janin lebih pekat. Pada
studi ini meskipun volume intravaskular dan osmolalitas ibu hamil tidak diukur, kita percaya
bahwa peningkatan indeks cairan amnion dipengaruhi oleh asupan cairan ibu yang
menyebabkan peningkatan volume dan penurunan osmolalitas intravaskular 19.
Penelitian lain menyatakan bahwa hidrasi IV menyebabkan peningkatan yang
signifikan dalam indeks cairan ketuban pada kelompok hidrasi. Peningkatan ini mungkin
disebabkan oleh perubahan akut dalam volume ketuban atau osmolalitas plasma ibu.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perbaikan perfusi plasenta uterus, sebagai
akibat dari peningkatan volume plasma pada ibu, akan meningkatkan aliran darah ginjal dan
19

meningkatkan oksigenasi janin. Penurunan vasopressin dan peningkatan output urin janin
dengan demikian akan diamati. Di sisi lain, janin akan mengkompensasi perubahan akut
dalam osmolalitas plasma ibu dengan pengurangan osmolalitas plasma dan meningkatkan
output urin yang pada gilirannya meningkatkan volume cairan ketuban 19.
Menurut penelitian Magann et al. menunjukkan bahwa volume cairan ketuban dan
AFI meningkat secara signifikan setelah hidrasi ibu dengan kehamilan alami. Mereka
melaporkan indeks cairan ketuban rata-rata adalah 8,6 cm sebelum hidrasi dan perubahan
rata-ratanya 1,7 cm. Meskipun hidrasi ibu meningkatkan indeks cairan ketuban, mekanisme
perubahan ini tidak jelas. Penelitian ini tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan ini 20.
Hidrasi ringer laktat secara IV memberikan respon sebesar 89.17% dan 10.29% tidak
memberikan respon. Perubahan rata-rata AFI pada kelompok intervensi adalah 4 cm. Hal ini
sejalan dengan penelitian magann et al menunjukkan peningkatan cairan amnion dengan
cairan hipotonis IV dalam waktu 7 hari 21.

Doi et al. menunjukkan bahwa hidrasi ibu dapat memodifikasi osmolalitas maternal
dan dengan demikian meningkatkan volume cairan ketuban. Di sisi lain, Flack dkk.
mengungkapkan bahwa hidrasi ibu menurunkan osmolalitas plasma, urin, dan indeks cairan
ketuban meningkat pada kelompok oligohidramnion. Perubahan rata-rata indeks cairan
ketuban adalah 3,2 cm, dan kecepatan aliran darah arteri uterus meningkat secara signifikan.
Para peneliti menyatakan bahwa peningkatan ini bisa disebabkan oleh peningkatan perfusi
plasenta uterus. Kilpatrick dan Safford menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
kecepatan aliran arteri rata-rata setelah hidrasi ibu. Mereka mengusulkan bahwa hidrasi
dapat meningkatkan indeks cairan ketuban dengan meningkatkan aliran darah plasenta 22.

Penurunan cairan ketuban mengurangi kebebasan gerakan janin dan meningkatkan


risiko peningkatan tekanan tali pusar yang diikuti oleh risiko hipoksia dan kematian
janin.1 Temuan penelitian saat ini menunjukkan bradikardia janin menjadi 27,3% dan
pewarnaan mekonium cairan ketuban menjadi 36,4% pada kelompok kontrol. Nilai yang
sesuai dalam kelompok hidrasi masing-masing adalah 10% dan 20% 2
BAB 3
PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan

Ada perbedaan bermakna indeks cairan amnion ibu hamil dengan asupan
cairan cukup dibanding asupan cairan kurang. Disarankan komunikasi, informasi dan
edukasi ibu hamil tentang pentingnya hidrasi/asupan cairan selain gizi/nutrisi pada asupan
makanan, karena berhubungan dengan peningkatan indeks cairan amnion untuk
meningkatkan keluaran kehamilan/ perinatal. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh asupan cairan, baik hidrasi oral maupun IV terhadap pasien oligohidramnion.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Nasional POGI. 2013. Kebutuhan asupan air bagi ibu hamil, melahirkan dan
menyusui.
2. Patrelli TS, Gizzo S, Cosmi E, Carpano MG, Gangi SD, Pedrazzi G, dkk. 2012.
Maternal hydration therapy improves the quantity of amniotic fluid and the pregnancy
outcome in third-trimester isolated oligohydramnios: A controlled randomized
institutional trial. J Ultrasound Med, 31: 239–244.
3. Montgomery KS. 2002. An update on water needs during pregnancy and beyond. The
Journal of Perinatal Education, 11(3): 40-42.
4. Moore TR. 2011. The role of amniotic fluid assessment in evaluating fetal well-being.
clin perinatologi, 38: 33-46.
5. EFSA. 2010. Panel on dietetic products nutritions and allergies: Scientific opinion on
dietary reference values for water. European Food Safety Authority Journal, 2010, 8(3):
1459. Available online: http:// www.efsa.europa.eu/en/efsajournal/pub/1459.html.
6. Leveno J, Kenneth et all. 2009. Oligohidramnion; dalam buku Panduan Ringkas Obstetri
Williams. Edisi Ke-21. Jakarta: EGC;hal120-123.

7. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

8. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin; dalam
buku: Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
p 339-361.

9. Sadler, TW. 2000.Selaput Janin dan Plasenta; dalam buku: Embriologi Kedokteran
LANGMAN. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC; p 101-121.

10. Rustam, Mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi
Kedua. Jakarta: EGC.

11. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics: In Obstetrics. 16th Edition. New York: Oxford
University Press.NeoReviews 2006;7;e292-e299.

21
22

12. Wiknjosastro, Hanifa. 2002.Plasenta dan Likuor Amnii; dalam buku: Ilmu Kebidanan.
Edisi Ketiga. Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; p 66-76.

13. Khumaira, Marsha. 2012. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Citra Pustaka

14. Rukiyah, A.Y dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Trans Info
Medika

15. Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil. Yogyakarta: Penerbit Pelajar

16. Tsevat DG, Wiesenfeld HC, Parks C, Peipert JF. Sexually transmitted diseases and
infertility. Am J Obstet Gynecol. 2017;216(1):1-9

17. Kilpatrick SJ, Safford K, Pomeroy T, Hoedt L, Scheerer L, Laros RK. Maternal hydration
affects amniotic fluid index (AFI). American Journal of Obstetrics and
Gynecology 1991;164:361. [Google Scholar]
18. Battaglia F, Prystowsky H, Smisson C, Hellegers A, Bruns P. 1960. Fetal blood studies:
XIII. The effect of the administration of fluids intravenously to mothers upon the
concentrations of water and electrolytes in plasma of human fetuses. Pediatrics, 25(2): 2-
10.
19. Stevens AD, Lumbers ER. The effect of maternal fluid intake on the volume and
composition of fetal urine. J Dev Physiol, 7: 161-166.
20. Eni Fatmawati, Diah Rumekti Hadiati, Heru Pradjatmo. Jurnal Kesehatan Reproduksi
Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 89-95
21. Hofmeyr GJ, Gulmezoglu AM. Maternal hydration for increasing amniotic fluid volume
in oligohydramnios and normal amniotic fluid volume. Cochrane Database Syst Rev.
2002;(1):CD 000134.
22. Shahnazi M, Sayyah Meli M, Hamoony F, Sadrimehr F, Ghatre Samani F, Koshavar H.
The effects of intravenous hydration on amniotic fluid volume and pregnancy outcomes
in women with term pregnancy and oligohydramnios: a randomized clinical trial. J
Caring Sci. 2012;1(3):123-128. Published 2012 Aug 25. doi:10.5681/jcs.2012.018
23. Joyce E, Ellis D, Miyashita Y. Nephrology. In: Zitelli BJ, McIntire SC, Nowalk AJ,
eds. Zitelli and Davis' Atlas of Pediatric Physical Diagnosis. 7th ed. Philadelphia, PA:
Elsevier; 2018:chap 1
23

24. Shahbazi, Marta N.. “Mechanisms of human embryo development: from cell fate to tissue
shape and back.” Development (Cambridge, England) 147 (2020): n. pag.
25. Robert A. Brace, Michael G. Ross. Amniotic dynamics. Elsevier. 1998. (12):211-225.
Publish 1998. doi.org/10.1016/S1569-2582(98)80103-7.
26. Weerakkody, Y., Jones, J. Amniotic fluid index. Reference article, Radiopaedia.org.
(accessed on 08 Mar 2022) https://doi.org/10.53347/rID-13597
27. Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA:
W.B. Saunders, Elsevier. Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem
Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders, Elsevier.
28. Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA:
W.B. Saunders, Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai