Anda di halaman 1dari 28

PERUBAHAN SISTEM HEMATOLOGI DAN ADAPATASI

PSIKOLOGI PADA MASA NIFAS


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan
dan Menyusui
Dosen pengambu Ibu Euis Nuryati, S.ST., M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 11
Hikmah Nurhalimah 029B.A18.015
Sri Intan Wahyuni 029B.A18.031

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta shalawat dan salam pada Rasulallah Muhammad SAW,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Perubahan Sistem
Hematologi dan Adaptasi Psikologi pada Masa Nifas”. Makalah “ASUHAN
KEBIDANAN NIFAS” ini di susun sebagai pemenuhan tugas Kewarganegaraan

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah “Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan dan Menyusui” ini. Penulis
berharap semoga penyusunan makalah “Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan dan
Menyusui” ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para calon tenaga
kesehatan, para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis serta
menjadi referansi untuk makalah-makalah selanjutnya.

Sukabumi, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Hematologi ................ 3
2.2 Adaptasi Psikologi pada Masa Nifas.................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periode pasca partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode
ini biasanya disebut puerpurium atau trimester ke 4 kehamilan. Perubahan
fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal dimana
proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk
tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan BBL, dan perawatan serta
dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan profesional ikut
membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk memberi
perawatan yang menguntungkan ibu, bayi dan keluarganya, seorang perawat
harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anaotmi dan fisiologi ibu pada
periode pemulihan, karakteristik fisik, dan perilaku BBL, dan respon keluarga
terhadap kelahiran seorang anak.
Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari
pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada
saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah
yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan
darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-
7 postpartum dan akan normaldalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah
kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu
pertama postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar
500 ml.

1
Masa nifas atau purperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan
harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi,
yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan
penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI,
cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.
Secara psikologi, pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala
psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini.
Agar perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui
tentang hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami
perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi
seorang ibu. Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang
penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah
seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, untuk suatu
variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum
terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang ingin dipelajari dalam penyusunan makalah ini yaitu
bagaimana perubahan haematologi yang terjadi pada masa nifas dan
perubahan Psikologi ibu masa nifas?

1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari perubahan haematologi yang terjadi pada masa nifas dan
perubahan Psikologi ibu masa nifas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Sistem Hematologi


A. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan
yang membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem
transport. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2
bagian besar yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran
mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan
dengan sel serta organ pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa
pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka
lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung,
gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun
pulih seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa
saja di mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka
menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang
sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau
kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses
tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika
keadaannya telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap.
Sistem ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang
terkecil. Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi
mencegah kematian. Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi
keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi, harus terbentuk tepat hanya
pada lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan darah tidak
terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada
makhluk tersebut akan membeku dan berakibat pada kematian.

3
Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari
pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada
saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah
yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan
darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-
7 postpartum dan akan normaldalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah
kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu
pertama postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar
500 ml.

B. Perubahan Sistem Hematologi


Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah
putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut
masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis
jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobine,
hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh
status gizi dan hidrasi wanita tersebut.
Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah
sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada

4
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine
pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum.

C. Perubahan Volume Darah


Dalam keadaan tidak hamil maka 70% dari berat badan adalah air.
1. 5% diantaranya adalah cairan intravaskular ( cairan yang terkandung
dalam pembuluh darah )
2. 70% adalah cairan intraseluler ( cairan yang terkandung didalam sel )
3. Sisanya adalah cairan interstisial ( cairan yang terdapat diantara sel )
Dalam kehamilan, cairan intraseluler tidak berubah namun terjadi
peningkatan volume darah dan cairan interstitsiil. Peningkatan volume
plasma lebih besar dibandingkan peningkatan sel darah merah sehingga
terjadi anemia dan peningkatan kadar protein sehingga kekentalan
(viskositas) darah menurun.

D. Perubahan Vaskular Lokal


Perubahan lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan
yang ditimbulkan oleh uterus terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah
dalam sirkulasi berada dalam tungkai bawah maka peningkatan tekanan
terhadap vena akan menyebabkan varises dan edema vulva dan tungkai.
Keadaan ini lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan
ini cenderung untuk reversibel saat malam dimana pasien berada dalam
keadaan berbaring : edema akan direabsorbsi – venousreturn meningkat dan
output ginjal meningkat sehingga terjadi nocturnal diuresis. Bila pasien dalam
keadaan telentang, tekanan uterus terhadap vena akan juga meningkat
sehingga aliran balik ke jantung menurun dan terjadi penurunan
cardiacoutput.
Perubahan nilai hasil pemeriksaan darah seperti nilai haemoglobin
merupakan akibat dari kebutuhan kehamilan yang dipengaruhi oleh
peningkatan volume plasma.

5
Terjadi peningkatan eritrosit sebesar 18% dan terjadi peningkatan
volume plasma sebesar 45%. Dengan demikian maka terjadi penurunan
hitungeritrosit per mililiter dari 4.5 juta menjadi 3.8 juta. Dengan semakin
bertambahnya usia kehamilan, volume plasma semakin menurun dan hitung
eritrosit menjadi sedikit meningkat sehingga kadar hematokrit selama
kehamilan menurun namun sedikit meningkat menjelang aterm.
PackedCell Volume (% ase )
Non – pregnant 40 – 42
Minggu ke 20 39
Minggu ke 30 38
Minggu ke 40 40
Perubahan kadar haemoglobin paralel dengan yang terjadi pada
eritrosit. MeanCellHaemoglobinConcentration pada keadaan non
pregnant adalah 34% yang berarti bahwa setiap 100 ml eritrosit
mengandung 34 g haemoglobin. Nilai ini selama kehamilan tidak berubah
dengan demikian maka nilai volume eritrosit total dan haemoglobin total
meningkat selama kehamilan. Peningkatan volume plasma menyebabkan
penurunan kadar haemoglobin.
Selama masa kehamilan kadar haemoglobin turun sampai minggu ke
36. Penurunan ini mulai terlihat pada minggu ke 12 dan nilai minimum
terlihat padnaminggu ke 32.
Terlihat dari data diatas bahwa tidak ada satu nilai normal yang dapat
ditemukan selama kehamilan. Fakta ini penting dalam menegakkan
diagnosa anemia dalam kehamilan. Pada minggu ke 30, kadar
haemoglobin sebesar 105g/l adalah normal, namun nilai tersebut pada
minggu ke 20 meunjukkan adanya anemia.
1. Zat besi
Dengan peningkatan jumlah eritrosit, kebutuhan akan zat besi
dalam proses produksi hemoglobin meningkat. Bila suplemen zat
besi tidak diberikan, kemungkinan akan terjadi anemia defisiensi zat
besi. Kebutuhan zat besi pada paruh kedua kehamilan kira-kira 6–7

6
mg/hari. Bila suplemen zat besi tidak tersedia, janin akan
menggunakan cadangan zat besi maternal. Sehingga anemia pada
neonatus jarang terjadi ; akan tetapi defisiensi zat besi berat pada ibu
dapat menyebabkan persalinan preterm, abortus, dan janin mati.
Peningkatan volume eritrosit dan massa hemoglobin selama
kehamilan berhubungan dengan jumlah besi yang tersedia dari
cadangan besi dalam tubuh ibu hamil. Rata-rata volume total eritrosit
meningkat sekitar 450 ml dalam sirkulasi, di mana dalam 1 ml
eritrosit normal terkandung 1,1 mg besi. Dari 1000 mg kebutuhan
besi pada kehamilan, sekitar 300 mg ditransfer secara aktif ke janin
dan plasenta, serta sekitar 200 mg hilang di sepanjang jalur ekskresi
normal. Keadaan ini tetap terjadi walaupun ibu kekurangan zat besi.
Bila zat besi tersebut tersedia, 500 mg besi lainnya akan digunakan
dalam eritrosit. Akibatnya, semua zat besi akan terpakai selama
paruh akhir kehamilan dan dibutuhkan zat besi yang cukup besar
selama paruh kedua kehamilan. Pritchard dan Scott (1970)
menuliskan kebutuhan zat besi selama paruh kedua kehamilan
tersebut sekitar 6-7 mg/hari. Dalam keadaan tidak ada zat besi
suplemental, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit turun cukup
besar saat volume darah ibu bertambah, meskipun absorpsi zat besi
dari traktus gastrointestinal tampak meningkat. Pada ibu dengan
anemia defisiensi berat, produksi hemoglobin dalam janin tidak akan
terganggu. Hal ini disebabkan perolehan besi dari plasenta ibu cukup
untuk menghasilkan kadar hemoglobin normal untuk janin
(Cunningham dkk., 2006).
2. Leukosit
Terjadi kenaikan kadar leukosit selama kehamilan dari 7.109 / l
dalam keadaan tidak hamil menjadi 10.5.109 / l. Peningkatan ini
hampir semuanya disebabkan oleh peningkatan sel PMN –
polimorfonuclear. Pada saat inpartu, jumlah sel darah putih ininakan
menjadi semakin meningkat lagi.

7
Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat sekitar
5.000-12.000/μl. Pada saat kelahiran dan masa nifas, jumlah leukosit
mencapai puncak, yaitu antara 14.000-16.000/μl. Distribusi tipe sel
juga berubah selama kehamilan. Pada awal kehamilan,
aktivitas leukosit alkalin fosfatase dan C-Reactive Protein(CRP)
meningkat. Selain itu, reaktan serum akut
dan ErythrocyteSedimentation Rate (ESR) meningkat akibat dari
peningkatan plasma globulin dan fibrinogen. Pada trimester ketiga
kehamilan, jumlah granulosit dan limfosit CD8 T meningkat, tetapi
limfosit dan monosit CD4 T menurun (Sulin, 2009).
3. Trombosit
Pada kehamilan terjadi thromobositopoeisis akibat kebutuhan
yang meningkat. Kadar prostacyclin (PGI2) sebuah “platelet
aggregation inhibitor” dan Thromboxane (A2) sebuah perangsang
aggregasi platelet dan vasokonstriktor meningkat selama kehamilan.
Nilai rata – rata selama awal kehamilan adalah 275.000 / mm3
sampai 260.000 / mm3 pada minggu ke 35. Mean Platelet Size
sedikit meningkat dan life span trombosit lebih singkat.sd
4. Sistem Pembekuan Darah
Kehamilan disebut sebagai hipercoagulablestate. Terjadi
peningkatan kadar fibrinogen dan faktor VII sampai X secara
progresif.
Kadar fibrinogen dari 1.5 – 4.5 g/L (tidak hamil) meningkat dan
sampai akhir kehamilan mencapai 4 – 6.5 g/L. Sintesa fibrinogen
terus meningkat akibat meningkatnya penggunaan dalam sirkulasi
uteroplasenta atau sebagai akibat tingginya kadar estrogen. Faktor II,
V dan XI sampai XIII tidak berubah atau justru malah semakin
menurun.
Nampaknya peningkatan resikotromboemboli yang terkait
dengan kehamilan lebih diakibatkan oleh stasis vena dan kerusakan

8
dinding pembuluh darah dibandingkan dengan adanya perubahan
faktor koagulasi itu sendiri.
5. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor,
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler (odema fisiologis). Kehilangan
darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat,
tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh
yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada
minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan
sekurang-kurangnya 40% lebih dari volume tidak hamil)
menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah
saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300-400ml darah sewaktu
melahirkan bayi tunggal per vaginam atau sekitar dua kali lipat
jumlah ini pada saat operasi caesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan
berlangsung dramatis dan cepat. Respons wanita dalam menghadapi
kehilangan darah selama masa pascapartum dini berbeda dari respon
wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologi pasca partum yang
melindungi wanita:
a. Hilangnya sirkulasi uteroplasma yang mengurangi ukuran
pembuluh darah maternal 10-15%,
b. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan
stimulus vasodilatasi, 3. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular
yang disimpan dalam wanita hamil. Oleh karena itu, syok
hipovolemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah
normal.

9
E. Komponen Darah
1. Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang
hilang lebih besar daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume
plasma dan peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan peningkatan
hematokrit pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pasca partum. Tidak ada
SDM yang rusak selama masa pasca partum, tetapi semua kelebihan
SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM. Waktu
yang pasti kapan volume SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak
diketahui, tetapi volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8
minggu setelah melahirkan.
Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit menurun selama
kehamilan normal walaupun terdapat peningkatan eritropoiesis. Jika
dibandingkan dengan peningkatan volume plasma, peningkatan volume
eritrosit sirkulasi tidak begitu banyak, sekitar 450 ml atau 33%.
Akibatnya, viskositas darah secara keseluruhan menurun (Cunningham
dkk., 2006).
Konsentrasi hemoglobin tertinggi terdapat pada trimester pertama,
mencapai nilai terendah pada trimester kedua, dan mulai meningkat
kembali pada trimester ketiga. Konsentrasi hemoglobin rata-rata adalah
12,73 ± 1,14 g/dl pada trimester pertama, 11,41 ± 1,16 g/dl pada
trimester kedua, dan 11,67 ± 1,18 g/dl pada trimester ketiga (James dkk.,
2008).
Pada sebagian besar wanita, konsentrasi hemoglobin di bawah 11,0
g/dl, terutama di akhir kehamilan, dianggap abnormal dan biasanya lebih
berhubungan dengan defisiensi besi daripada hipervolemiagravidarum
(Sulin, 2009).
2. Sel Darah putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3.
Selama 10-12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000
dan 25.000/mm3 merupakan hal yang umum. Neutrofil merupakan sel

10
darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis disertai
peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan
dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
3. Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama
masa hamil dan tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan
hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah dan
imobilitas, mengakibatkan peningkatan resikotromboembolisme,
terutama setelah wanita melahirkan secara caesaria.aktivitasfibrinolitik
juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir. Faktor
I,II,VIII,IX, dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai kadar
sebelum hamil. Produk pemecahan fibrin, yang memungkinkan
dilepaskan, dari bekas tempat plasenta juga dapat ditemukan dalam darah
maternal.

F. Kehilangan Darah
Pada mayoritas wanita, separuh dari eritrosit yang ditambahkan ke
sirkulasi ibu selama masa kehamilan akan hilang saat pelahiran per vaginam
normal sampai beberapa hari setelahnya. Kehilangan ini terjadi melalui
tempat implantasi plasenta, plasenta, episiotomi atau laserasi, dan lokia.
Pritchard (1965) dan Ueland (1976) menyatakan sekitar 500-600 ml darah
prapelahiran akan hilang saat kelahiran per vaginam bayi tunggal sampai
setelahnya. Sedangkan, sekitar 1000 ml darah hilang pada seksiosesarea dan
pelahiran per vaginam bayi kembar (Cunningham dkk.,)
Perkiraan darah yang hilang pada masa persalinan terutama kala III dan
kala IV sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena
darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin
terserap kain. Salah satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan
melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak
botol 500ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi
2 botol, artinya pasien telah kehilangan 1L darah, jika darah bisa mengisi ½

11
botol pasien kehilangan 250ml darah dan seterusnya. Memperkirakan
kehilangan darah hanyalahsalahsatu cara untuk menilai kondisi pasien, cara
tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah melalui penampakan
gejala dan tekanan darah apabila perdarahan menyebabkan pasien lemas,
pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistole turun lebih dari
10mmHg dari kondisi sebelumya, maka telah terjadi perdarahan ebih dari
500ml. Bila pasien mengalami syok hipovolemik, maka pasien telah
kehilangan darah 50% dari total jumlah darah (2000-2500ml). Penting untuk
selalu memantau keadaan umum dan menilai jimlah kehilangan darah pasien
selama kala IV melalui pemeriksaan tanda vital, jumlah darah yang keluar
dan kontraksi uterus.

2.2 Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas


A. Proses Adaptasi Psikologi Ibu dalam Masa Nifas
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang
proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut,
kecemasan seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami
oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan
terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas
adalah sebagai berikut:
1. Fungi menjadi orang tua
2. Respon dan dukungan dari keluarga
3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan.
4. Harapan, keinginan dan inspirasi saat hamil dan melahirkan.
B. Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain :
1. Fase Taking In
Fase ini merupakan merupakan periode ketergantungan. Pada saat
ini fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Rubin (1961)
menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima, suatu waktu

12
dimana ibu baru memerlukan perlindungan dan perawatan. Dalam
penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 – 3 hari.
Penelitian yang lebih baru (Ament, 1990) mendukung pernyataan Rubin,
kecuali bahwa wanita sekarang berpindah lebih cepat dari fase menerima.
Fase menerima yang kuat hanya terlihat pada 24 jam pertama
pascapersalinan. Selama beberapa jam atau beberapa hari pasca
persalinan, wanita sehat yang dewasa tampaknya mengesampingkan
semua tanggung jawab sehari-hari. Mereka bergantung kepada orang lain
sebagai respons terhadap kebutuhan mereka akan istirahat dan makanan.
Pada fase ini suatu waktu yang penuh kegembiraan dan
kebanyakan orang tua sangat suka mengomunikasikannya. Mereka
merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan
kelahiran dengan kata-kata. Pemusatan, analisis, dan sikap yang
menerima pengalaman ini membantu oang tua untuk berpindah ke fase
berikutnya. Kecemasan dan keasyikan terhadap peran barunya sering
mempersempit tingkat persepsi ibu. Oleh karena itu, informasi yang
diberikan pada waktu ini mungkin perlu diulang. Ketidaknyamanan yang
biasanya dialami pada fase ini antara lain rasa mules, nyeri luka jahitan
(bila ada), kurang tidur, dan kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada
fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah :
a. Kekecewaan pada bayinya
b. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami.
c. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
d. Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
2. Fase Taking Hold
Fase ini adalah periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari
pascapersalinan. Dalam fase ini, secara bergantian muncul kebutuhan
untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan
untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ia berespons dengan
penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih

13
tentang cara perawatan bayi atau jika ia adalah seorang ibu yang gesit, ia
akan memiliki keinginan untuk merawat bayinya secara langsung. Dalam
6 – 8 minggu pasca persalinan, kemampuan ibu untuk menguasai tugas-
tugas sebagai orang tua merupakan hal yang penting. Harapan yang
realitis mempermudah kelangsungan fungsi-fungsi keluarga selanjutnya
sebagai suatu unit. Beberapa wanita sulit menyesuaikan diri terhadap
isolasi yang dialaminya karena ia harus merawat bayi dan tidak suka
terhadap tanggung jawab dirumah dan merawat bayi. Ibu yang
kelihatanya memerlukan dukungan tambahan adalah sebagai berikut:
a. Primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak.
b. Wanita karier
c. Wanita yang tidak punya cukup banyak teman/keluarga untuk dapat
berbagi rasa.
d. Ibu yang berusia remaja.
e. Wanita yang tidak bersuami.

Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi. Persaan mudah tersinggung
bisa timbul akibat berbagai faktor. Secara psikologis, ibu mungkin jenuh
dengan banyaknya tanggung jawab sebagai orang tua. Ia bisa merasa
kehilangan dukungan yang pernah diterimanya dari anggota keluarga dan
teman-teman ketika dia hamil. Beberapa ibu menyesal tentang hilangnya
hubugan antara ibu dengan anak yang belum lahir. Beberapa yang lain
mengalami perasaan kecewa ketika persalinan dan kelahiran telah selesai.
Keletihan pasca persalinan diperburuk oleh tuntutan bayi yang
banyak sehingga mudah dapat timbul perasaan depresi. Dikatakan bahwa
masa puerperium ini, kadar gluko kortiokid dalam sirkulasi dapat menjadi
rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan fisiologis ini dapat
menjelaskan depresi pascapartum ringan. Reaksi depresif tidak perlu
diekspresikan secara verbal. Keadaan depresif biasanya ditandai oleh
perilaku yang khas (menarik diri, kehilangan perhatian terhadap sekeliling
dan menangis). Ketika tugas-tugas dan penyesuaian telah dijalankan dan

14
dapat dikendalikan, tercapailah suatu keadaan stabil. Pada saat ini,
tanggung jawab baru sebagai orang tua, yang harus dihadapi selama
hidup, mulai menjadi pusat perhatian.
3. Fase Letting Go
Pada fase ini, ibu dan keluarganya bergerak maju sebagai suatu
sistem dengan para nggota saling berinteraksi. Hubungan antarpasangan,
walaupun sudah berubah dengan adanya seorang anak, kembali
menunjukkan banyak karakteristik awal. Tuntutan utama ialah
menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan anak, tetapi dalam
beberapa hal, tidak melibatkna anak pasangan ini harus berbagi
kesenangan yang bersifat dewasa. Kebanyakan suami istri memulai lagi
hubungan seksualnya pada minggu ketiga atau keempat setelah anak lahir.
Beberapa memulai hubungan lebih awal, yakni segera setelah hal itu
dapat dilakukan tanpa wanita merasa nyeri.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold, dan letting
go yang merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap
rasa lelah yang diraasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu
dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada
keadaan normal. Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa,
ibu sebaiknya tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal.
Sejak dalam kandungan bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa
aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak bertambah berat.
C. Gangguan Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas
1. Depresi pascapersalinan (Post Partum Blues)
Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau
baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang
sering tampak dalam minggu pertama pascapersalinan. Atau merupakan
kesedihan atau kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya
muncul sementara waktu yakni sekitar 2 hari – 2 minggu sejak kelahiran
bayi. Disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil
sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini

15
merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan. Selain itu,
juga karena semua perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan
kehamilan. Gejala-gejalanya sebagai berikut:
a. Cemas tanpa sebab
b. Menangis tanpa sebab
c. Tidak sabar
d. Tidak percaya diri
e. Sensitif mudah tersinggung
f. Merasa kurang menyayangi bayinya
Penyebabnya :

a. Kekecewaan emosional (hamil, salin)


b. Rasa sakit pada masa nifas awal.
c. Kelelahan, kurang tidur
d. Cemas terhadap kemampuan merawat bayi
e. Takut menarik lagi bagi suami.
Banyak faktor yang dianggap mendukung pada sindroma ini, yaitu :

a. Faktor hormonal yang terlalu rendah


b. Faktor demografik yaitu umur dan parietas.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan Latar belakang
psikososial yang bersangkutan.
2. Depresi Post partum
Depresi postpartum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah
melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun
bahkan sampai 1 tahun kedepan. Pitt (1988) dalam Pitt (Regina dkk,2001)
depresi post partum adalah depresi yang bervariasi dari hari kehari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan
kehilangan libido. Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang
didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah persalinan, wanita
stersebut secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah

16
tegang dalam setiap kejadian hidupnya. Depresi pasca persalinan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Biologis.
Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat
kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
b. Faktor umur
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi
seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun,
dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi
perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang
ibu.
c. Faktor pengalaman.
Depresi pasca persalinan ini lebih banyak ditemukan pada primipara,
mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan
dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi
dirinya dan dapat menimbulkan stres.
d. Faktor pendidikan.
Perempuan yang berpendidikan tinggi, menghadapi tekanan sosial
dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki
dorongan untuk bekerja atau melakukan aktifitasnya diluar rumah
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari
anak-anak mereka.
e. Faktor selama proses persalinan.
Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang
digunakan selama proses pesalinan. Diduga semakin besar trauma
fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan maka akan semakin

17
besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan
yang bersangkutan akan menghadapi depresi pasca persalinan.
f. Faktor dukungan sosial.
Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan,
dan pasca persalinan, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit
banyak berkurang.
Gejala depresi seringkali timbul dengan gejala kecemasan.
Manivestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai
keluhan umum seperti sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar
konsentrasi, hingga pikiran mau bunuh bdiri. Keluhan dan gejala depresi
postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi
lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan pikiran-pikiran ingin bunuh
diri, paham-paham paranoid dan ancaman-ancaman kekerasan terhadap
anak-anaknya. Tetapi dibandingkan dengan depresi yang umum, depresi
postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain mimpi
buruk, insomnia, fobia, kecemasan, meningkatnya sensifitas,
dan perubahan mood.
3. Post Partum Psikosa
Depresi ini merupakan depresi yang terjadi pada minggu pertama
dalam enam minggu pasca persalinan yang disebabkan karena wanita
menderita bipolar disorder atau schizoaffiktif disorder. Wanita trsebut
mempunyai resiko tinggi untuk terkena postpartum psikosa. Gejalanya
ialah:
a. Delusi
b. Halusinasi
c. Gangguan saat tidur
d. Obsesi mengenai bayi
e. Kesedihan dan Duka Cita
Setelah ibu melahirkan tidak hanya perasaan gembira yang dirasakan ibu,
akan tetapi ibu juga akan mengalami kesedihan dan duka cita, adapun
kesedihan dan duka cita ibu sebagai berikut :

18
a. Kemurungan masa nifas.
Kemurungan masa nifas normal saja dan disebabkan perubahan dalam
diri seorang wanita selama kehamilan serta perubahan irama/cara
kehidupannya setelah bayi lahir. Seorang ibu lebih beresiko
mengalami kemurungan pasca persalinan,karena ia masih mudah
mempunyai mempunyai masalah dalam menyusui bayinya.
Kemurungan pada masa nifas adalah hal yang umum dan perasaan-
perasaan demikian biasanya hilang sendiri dalam dua minggu sesudah
melahirkan.
b. Terciptanya ikatan ibu dan bayi.
Menciptakan terjadinya ikatan ibu dan bayi dalam jam pertama setelah
kelahiran adalah dengan cara mendorong pasangan untuk memegang
dan memeriksa bayinya, memberi komentar positif tentang bayinya,
meletakkan bayinya disamping ibunya. Berikan privasi pada pasangan
tersebut untuk sendiri saja bersama bayinya kemudian redupkan
lampu lampu ruangan agar bayi membuka matanya. Perilaku normal
orangtua untuk menyentuh bayinya ketika mereka pertama kali
melihat bayinya yaitu dengan meraba atau menyentuh anggota badan
bayi dengan telapak tangan dan menggendongnya dilengan dan
memposisikannya sedemikian rupa sehingga matanya bertatapan
langsung dengan mata bayi. Tanda dan gejala kemurungan masa nifas
yaitu sangat emosional sedih khawatir, mudah terisnggung, cemas,
merasa hilang semngat, mudah marah, sedih tanpa sebab dan
menangis berulang kali. Berbagai perubahan yang terjadi dalam tubuh
wanita selama kehamilan dan perubahan dalam cara hidupnya sesudah
mempunyai bayi. Perubahan hormonal yang cepat sementara tubuh
kembali pada keadaan tidak hamil dan smentara proses menyusui
telah terjadi. Kemurungan dapat terjadi semakin parah oleh adanya
ketidaknyamana jasmani, rasa letih, stress, atau kecemasan yang tidak
diharapkan karena adanya ketegangan dalam keluarga atau adatnya
cara penanganan yang tidak peka oleh para petugas.

19
D. Cara Mengatasi Gangguan Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas
1. Depresi pascapersalinan (Post Partum Blues)
a. Mempersiapkan persalinan dengan lebih baik yaitu tidak hanya
menekankan pada materi, tapi yang lebih penting dari segi psikologis
dan mental ibu.
b. Dengan cara pendekatan terapeutik. Ini bertujuan menciptakan
hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara :
1) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
2) Dapat memahami dirinya
3) Dapat mendukung tindakan konstruktif
c. Dengan cara peningkata suport mental/dukungan keluarga.
1) Minta bantuan suami atau keluarga yang lain jika membutuhkan
istirahat untuk menghilangkan kelelahan
2) Beritahu suami mengenai apa yang sedang dirasakn ibu,
mintalah dukungan dan pertolongannya.
3) Menyarankan ibu untuk membuang rasa cemas dan
kekhawatiran akan kemampuan merawat bayi karena semakin
sering merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan percaya
diri.
4) Menyarankan ibu untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu
untuk diri sendiri
2. Depresi PostPartum
a. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan
ibu bila terlihat sedang sedih.
b. Menyarankan pada ibu untuk beristirahat dengan baik, berolahraga
yang ringan, bernbagi cerita dengan orang lain, brsikap flesibel,
bergabung dengan orang-orang baru, dan menyarankan pada ibu
untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.

20
3. Depresi Postpartum Psikosa
a. Hendaknya anggota keluarga harus lebih memperhatikan kondisi dan
keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa
kehilangan perhatian
b. Sarankan kepada pasien untuk istirahat cukup, mengkonsumsi
makanan dengan gizi yang seimbang, bergabung dengan orang-orang
yang baru, bersikap fleksibel, berbagi cerita dengan orang yang
terdekat, serta sarankan berkonsultasi dengan tenaga medis.

21
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak
15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa
hari pertama masa postpartum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik
lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari
pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada
saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah
yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan
darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-
7 postpartum dan akan normal dalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah
kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu
pertama postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar
500 ml.
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas
adalah sebagai berikut.

22
a. Fungsi menjadi orang tua.
b. Respon dan dukungan dari keluarga.
c. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan.
d. Harapan, keinginan dan inspirasi saat hamil dan melahirkan.
2. Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
Fase Taking In
Fase ini merupakan merupakan periode ketergantungan. Pada saat ini
fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri.
Fase Taking Hold
Fase ini adalah periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari
pascapersalinan. Dalam fase ini, secara bergantian muncul kebutuhan
untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan
untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.
Fase Letting Go
Pada fase ini, ibu dan keluarganya bergerak maju sebagai suatu sistem
dengan para nggota saling berinteraksi.
3. Gangguan Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas
Depresi pascapersalinan (Post Partum Blues)
Depresi Post partum
Post Partum Psikosa
Kesedihan dan Duka Cita
4. Cara Mengatasi Gangguan Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas
Depresi pascapersalinan (Post Partum Blues)
Mempersiapkan persalinan dengan lebih baik
Dengan cara pendekatan terapeutik
Dengan cara peningkata suport mental/dukungan keluarga.
Depresi PostPartum
1. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu
bila terlihat sedang sedih.
2. Menyarankan pada ibu untuk beristirahat dengan baik dan berolahraga
yang ringan.

23
Depresi Postpartum Psikosa
1. Hendaknya anggota keluarga harus lebih memperhatikan kondisi dan
keadaan ibu.
2. Sarankan kepada pasien untuk istirahat cukup dan mengkonsumsi
makanan dengan gizi yang seimbang.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendikia.


saleha Sitti, 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Salemba Medika:Jakarta
Bobak, I.M , Lowdermilk, D.L et.all. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta: EGC.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm:
86).
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
(hlm: 61-62).
http://warungbidan.blogspot.com/2016/10/makalah-perubahan-sistem-
hematologi.html?m=1

25

Anda mungkin juga menyukai