Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejauh ini masalah kesehatan reproduksi lebih banyak didekati dari aspek
klinis sehingga berkembang anggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi
hanya dapat dipelajari dan dipecahkan oleh ahli-ahli kedokteran.Sementara itu ,
banyak bukti yang mengatakan bahwa inti persoalan kesehatan reproduksi
sesungguhnya terletak pada konteks sosial, ekonomi dan kebudayaan. Kesehatan
reproduksi dipengaruhi dan mempengaruhi sistem politik, sosial, ekonomi,
kebudayaan dan gander.

Pengaruh kehamilan pada ibu sangat bergantung pada dukungan sosial,


lingkungan keluarga, fisik maupun psikologis nya. Saat ini dalam melakukan
praktek kebidanan di perkotaan maupun dipedesaan sangat lah berpengaruh
terhadap sosial dan budaya. Seorang bidan yang dalam memberikan asuhan
pelayanan kesehatan harus mengetahui dan melakukan pendekatan sosial seperti
melaui agama agar dapat diterima oleh masyarakat.

Pada makalah ini, akan dibahas mengenai cara-cara pendekatan sosial


budaya dalam praktek kebidanan melalui agama. Pendekatan sosial ini sangatlah
penting karena akan berpengaruh dalam memberikan pelayanan asuhan
kebidanan. Dan juga berpengaruh terhadap lingkungan sosial dan budaya.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan mengenai cara – cara pendekatan
social budaya dalam praktek kebidanan melalui pendekatan agama

1.2.2 Tujuan Khusus


 Untuk mengetahui pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan
melalui pendekatan agama

1
 Untuk mengetahui pandangan agama yang berhubungan dengan praktik
kebidanan
 Untuk mengetahui Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan
melalui agama dari beberapa suku
 Untuk mengetahui landasan interaksi sosial antar umat beragama
 Untuk mengetahui model interaksi sosial antarumat beragama
1.3 Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini,metode yang kami gunakan yaitu metode
kepustakaandengan mencari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan
baik melalui media internet maupun refrensi dari sumber buku.
1.4 Manfaat Penulisan
 Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang pendekatan sosial
budaya dalam praktek kebidanan melalui pendekatan agama
 Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang Pandangan Agama
yang berhubungan dengan praktik kebidanan
 Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang Pendekatan sosial
budaya dalam praktek kebidanan melalui agama dari beberapa suku
 Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang Landasan Interaksi
Sosial Antar Umat Beragama
 Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang Model Interaksi
Sosial AntarUmat Beragama
 Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat makalah
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
 Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan melalui pendekatan
agama
 Pandangan agama yang berhubungan dengan praktik kebidanan
 Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan melalui agama dari
beberapa suku
 Landasan interaksi sosial antar umat beragama
 Model interaksi sosial antarumat beragama

2
Bab III Penutup

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Cara Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktek Kebidanan melalui


Pendekatan Agama
Agama dapat memberikan petunjuk atau pedoman pada umat manusia
dalam menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu, agama juga
dapat membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup
yang sedang dihadapi.
Adapun aspek – aspek pendekatan melalui agama dalam memberikan
pelayanan kebidanan dan kesehatan diantaranya :
a. Agama memberikan petunjuk kepada umatnya untuk selalu menjaga
kesehatannya.
b. Agama memberikan dorongan batin dan moral yang mendasar dan
melandasi cita-cita dan perilaku manusia dalam menjalani kehidupan
yang bermanfaat baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat serta bangsa.
c. Agama mengharuskan umat manusia untuk beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aktivitasnya
d. Agama dapat menghindarkan umat manusia dari segala perbuatan yang
bertentangan dengan ajarannya

Upaya – upaya pelayanan kesehatan yang ditinjau dari segi agama :

a. Upaya pemeliharaan kesehatan


Upaya dini yang dilakukan dalam pemeliharaan kesehatan dimulai
sejak ibu hamil yaitu sejak janin dalam kandungan. Hal tersebut
bertujuan agar bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat begitu juga
dengan ibunya. Ada beberapa langkah yang dapat memberikan tuntunan
bagi umat manusia untuk memelihara kesehatan yang dianjurkan oleh
agama antara lain:
1. Makan makanan yang bergizi
2. Menjaga kesehatan

4
3. Berolah raga
4. Pengobatan diwaktu sakit
b. Upaya pencegahan penyakit

Dalam ajaran agama pencegahan penyakit lebih baik daripada


pengobatan di rumah sakit. Diantaranya adalah :

1. Pemberian imunisasi
2. Pemberian ASI pada anak sampai usia 2 tahun
3. Memberikan penyuluhan kesehatan
c. Upaya pengobatan penyakit
Nabi Muhammad SAW bersabda : “bagi setiap penyakit yang
diturunkan oleh Allah, ada obat yang diturunkan-Nya”. Dalam hadist ini,
manusia dianjurkan untuk berobat
2.2 Pandangan Agama yang berhubungan dengan praktik kebidanan
A. Keluarga Berencana

Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk


membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi,
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden
kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang
bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang
membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi, konseling
dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam
praktek KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk
penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).

Metode kontap sebagai salah satu alat KB juga diperdebatkan oleh para
ulama Islam, karena sifatnya yang permanen dan menganggap cara ini sama
dengan pengebirian yang dilarang dalam hukum Islam. Namun belakangan
metode ini akhirnya diperbolehkan dengan pertimbangan bila metode KB lain
memang tidak sesuai dan alasan kesehatan dari PUS itu sendiri.

1. Menurut Pandangan Agama Islam

5
Pandangan agama islam terhadap pelayanan keluarga berencana.
Ada dua pendapat mengenai hal tersebut yaitu memperbolehkan dan
melarang penggunaan alat kontrasepsi. Karena ada beberapa yang
mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah berlawanan dengan
takdir Allah SWT.
Pandangan agama yang memperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi
IUD :
a. Pemakaian IUD bertujuan merencanakan jarak kehamilan
Dengan menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat
merencanakan jarak kehamilan sehingga ibu tersebut dapat
menjaga kesehatan ibu, anak, dan keluarga dengan baik.
b. Pemakaian IUD bertujuan menghentikan kehamilan
Jika didalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak,
tentunya sangat merepotkan dan membebani perekonomian
keluarga. Selain itu bertujuan memberikan rasa aman kepada ibu.
Karena persalinan dengan factor resiko/resiko tinggi dapat
mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat
waktu keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak
dan keluarga.

Sedangkan pandangan agama yang melarang menggunakan alat


kontrasepsi IUD :

a. Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan kontrasepsi


b. Mekanisme IUD belum jelas, Karena IUD dalam Rahim tidak
mengahalangi pembuahan sel telur, bahkan sel sperma masih bisa
tetap masuk (berpotensi kegagalan)
c. Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak diperbolehkan selama masih
ada obat – obatan dan alat lainnya. Selain itu, pada waktu
pemasangan atau pengontrolan IUD harus melihat aurat wanita
2. Menurut Pandangan Agama Kristen
Pandangan agama Kristen, pada dasarnya menyetujui program KB
dengan batasan-batasan yang telah ditentukan di antaranya adalah

6
a. Masalah KB misalnya : jenis kontrasepsi yang dipakai, jumlah anak
yang diinginkan, dan lain-lain ditentukan oleh suami istri sendiri,
tanpa ada paksaan dari pihak lain termasuk pemerintah.
b. Penentuan tentang keikutsertaan ber-KB harus disepakati bersama
antara suami istri.
c. Dalam konsili disebutkan bahwa cara-cara KB yang dilarang
adalah pengguguran (aborsi) dan pembunuhan bayi. Selain itu cara
coitus interuptus dan sterilisasi baik yang permanen maupun tidak
juga dilarang.
d. Cara ber-KB yang dianjurkan oleh gereja adalah pantang berkala.
Mengenai cara ini ensiklik hummanae menolak semua cara ber-KB
selain pantang berkala.
e. Bila cara pantang berkala telah dicoba dan mengalami kesulitan
atau membahayakan kesehatan, maka suami istri dapat meminta
nasehat kepada imam sebagai Bapak rohani untuk menentukan
jalan keluar yang tepat (BKKBN, 1980)
3. Menurut Agama Hindu

Pandangan agam Hindu terhadap program KB sangat positif


bahkan cenderung mendukung karena program ini dianggap sejalan
dengan ajaran agama Hindu. Alat kontrasepsi tercipta dari ilmu
pengetahuan, dan ilmu yang dipergunakan untuk kesejahteraan manusia,
akan disetujui oleh Hindu Dharma dan tidak akan ditentang. Bahkan
penggunaan alat kontrasepsi diatur agar sesuai dengan desa/tempat,
kala/waktu,dan patra/keadaan (BKKBN, 1980).

Namun demikian metode pengguguran (abortus criminalis)


dianggap sebagai dosa besar karena bertentangan dengan ajaran Ahimsa
Karma. Pengguguran janin dianggap sama dengan pembunuhan orang
suci. Oleh karena itu, metode ini sangat ditentang oleh umat Hindu.

4. Menurut Agama Budha


Agama Budha memperbolehkan pemakaian kontrasepsi karena
pencegahan kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi dianggap sama

7
dengan pencegahan pertemuan sel telur dengan sel sperma yang berarti
pula mencegah terjadinya makhluk. Hal ini berarti tidak terjadi
pembunuhan, karenaa sel telur dan sel sperma sendiri menurut agama
Budha bukanlah makhluk.

B. Khitan Pada Perempuan

Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “ yang berarti


memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung
zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah
memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium
clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan
jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan
perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan
disebut khafd. Sedangkan istilah secara internasional sunat perempuan adalah
Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC).

Tindakan ini tidak dikenal sama sekali dalam dunia medis.


Pemotongan atau pengirisan kulit sekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat
merugikan. Tidak ada indikasi medis untuk mendasarinya. Seorang bidan di
Jawa Barat pernah mengulas tentang hal ini karena menemukan bekas-
bekasnya pada pasiennya. Kenyataannya memang ada kelompok yang
meyakini bahwa anak perempuan pun diwajibkan menjalani khitan. Dan
praktek tersebut dilakukan juga, bahkan di pusat-pusat pelayanan kesehatan.

Sedangkan dalam pembahasannya mengenai khitan untuk perempuan


para ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya seperti halnya Imam
Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat Khitan juga wajib bagi anak
perempuan, adapun sebagian besar ulama seperti mahzab Hanafi, Al-Maliky,
Hambali berpendapat Khitan disyariatkan dan disunnahkan bagi perempuan.
Serta sebagaimana yang telah disabdakan NabiyuAllah Muhammad SAW,
dalam sebuah Hadist dalam riwayat al-Zuhri:“Barang siapa yang masuk Islam,
maka wajib baginya berkhitan walaupun ia sudah dewasa.”

8
2.3 Kebudayaan Masyarakat dalam Proses Persalinan
1. Tradisi orang Mentawai di pulau Siberut pada masa lalu, kelahiran
merupakan peristiwa pribadi yang hanya dihadapai oleh suami dan ibu sang
wanita yang melahirkan, dengan suami sebagai penolong utama dari
kelahiran anaknya.Pada kebudayaan lainya, kelahiran masih tetap
merupakan masalah pribadi, namun lebih bersifat terbuka bagi kerabat
terdekat yang dianggap mempunyai fungsi tertentu dalam menghadapi
peristiwa itu.Biasanya mereka adalah kerabat wanita yang sudah berumur
dan sudah biasa menghadapi peristiwa pesalinan
2. Masyarakat Bali Aga di desa Trunyan, Bali memandang kelahiran sebagai
hal yang wajar dan bersifat”publik”.Kelahiran dianggap sebagai urusan laki-
laki, karena dukun bayi npria dan suami merupakan pemeran utama dari
penolong persalinan.Berbeda dengan masyarakat Krikati di brazilia
tengah,handai tolan termasuk anak-anak bisa berkerumun di depanpintu
yang dibiarkan terbuka, untuk menyaksikan proses kelahiran tersebut di luar
ruangan.Meski demikian hanya dukun pria, suami, ibu kandung sang wanita
melahirkan, dan ank-anaknya yang lahir terdahulu saja yang berada di
ruangan, ditambah satu orang wanita lainnya atau lebih, yang ,mempunyai
fungsi sebagai pembantu persalinan apabila tenaganya diperlukan
3. Dalam proses persalinan di lingkungan di masyarakat Bali Aga, wanita akan
melahirkan duduk dengan posisi bersandar pada dada balian tekuk(dukun
beranak) di atas bangku.Sang suami duduk tepat di hadapan isterinya,
karena berfungsi sebagai penerima bayi pada saat lahirnya.Diantara suami
isteri terdapat lubang dangkal yang diberi alas untuk menampung plasenta,
air tembuni, dan darah yang keluar dari tubuh wanita yang melahirkan.Disisi
wanita itu, berdiri seorang gadis yang berfungsi untuk menarik rambutnya,
agar sang wanita yang melahirkan dapat tetap dalam posisi duduk
tegak.Tujuannya adalah untuk menjaga agar jiwanya dapat tetap diam dalam
tubuhnya dan tidak akan meninggalkannya.Sang balian tekun akan
mengurutnya untuk membetulkan posisi bayi bila terasa sungsang dalam
perut ibunya.Namun bila proses kelahirran tampak berjalan normal, ia tak
kan berbuat apa-apa kecuali berfungsi sebagai tempat bersandar sang wanita

9
melahirkan dan memberikan ketenangan psikologis.Seorang pelaku lain,
balian usada hanya berperan apabila terjadi proses persalinan yang sulit.Ia
akan membacakan mantera-mantera dan doa, serta memberikan minuman
air suci kepada si ibu, lalu menyemburnya dengan ludah yang dicampur
kunyahan daun sirih.
4. Di Bangladesh pandangan serupa juga ditemukan, pengantin baru
diharapkan untuk segera mempunyai anak untuk membuktikan kesuburan
mereka dan untuk mengesahkan mereka dalam keluarga, karena status
sebagai ibu lebih tinggi dari status sebagai istri. Di samping itu status
sebagai ibu memberikan lebih banyak kebebasan untuk keluar rumah dan
mempraktekkan hak-hak mereka. Keinginan untuk segera memiliki anak
mendorong terwujudnya cara-cara budaya dalam mengupayakan kelahiran
anak
5. Dalam masyarakat Dani di Kecamatan Kurulu Lembah Baliem Papua
misalnya tugas budaya yang utama bagi wanita dan yang dianggap amat
penting adalah melakukan kegiatan mata pencaharian yakni menghasilkan
ubi jalar dan babi. Sehingga tambhan anak cenderung tidak disukai karena
dianggap mengganggu tugas mereka di ladang. Keadaan ini sering
mendorong untuk melakukan aborsi tradisionalyang menyebabkan resiko
yang buruk
6. Menurut adat tradisional orang Mentawai di pulau Siberut, yang terutama
dianut secara ketat di masa lalu, melahirkan dianggap sebagai kategori non
sakral sehingga kelahiran dilangsungkan di tempat yang sesuai untuk
itu.ialah ladang yang bersifat duniawi, yang merupakan salah satu dari pusat
kehidupan selain desa dimana rumah-rumah penduduk berada.Oleha karena
itu sekitar seminggu sebelum sang wanita melahirkan, ia akan dibawa oleh
suami dan ibunya untuk tinggal di ladanga hingga saatnya
melahirkan.Meskipun pad masa kini kebudayaan orang Mentawai telah
mengalami perubahan, masih ada di pedalaman penduduk pulau siberut
yang menjalankan adat melahirkan berdasarkan konsep itu
7. Di Bali, misalnya, balian manak menganjurkan pasienya yang hamil tua
untuk minm jamu daun waru atau minum air kelapa muda agar kelak

10
persalinannya lancar, juga dianjurkan minum air kelapa dari kelapa yang
masih sangat muda yang dicampur dengan madu dan kunyit dengan tujuan
menambah tenaga
8. Pada masyarakat Kerinci,walaupun jantung pisan dipantangkan selama
sebagaian besar dari masa hamil, saat memasuki usia kandungan 9 bulan,
jantung pisang merupakan bagian dari pelusuh(sarana untuk memperlancar
lahirnya bayi)yang diberikan, setelah sebelumnya diberi penawar berupa
doa-doa oleh dukun dan dmakan sebagai lauk nasi.Kemudian pada saat bayi
hampir lahi, pelusuh terdii dari telur aam mentah yang dikocok dengan
campuran kopi atau sirih dengan perangkatnya(pinang, gambir,dan kapur),
yang diberi doa.Setelah ketuban pecah, ibun diberi minyak kelapa untuk
diminumkan.Tujuannya untuk memberi semangat

2.4 Landasan Interaksi Sosial Antar Umat Beragama

Interaksi sosial antarumat beragama dilandaskan pada hukum adat, meskipun


ada hukum negara dan hukum agama. Hukum adat diberlakukan untuk semua orang
yang menetap di pulau Enggano. Hukum adat telah ditetapkan oleh nenek moyang
dahulu dan selalu digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan setiap sengketa
antarwarga suku bangsa. Paabuki bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum
adat yang dibantu oleh ekap’u dan orai. Dengan demikian, hukum adat adalah
hukum asli Enggano yang tidak tertulis dan mengatur semua lapangan kehidupan
antarwarga suku-suku bangsa Enggano

2.5 Model Interaksi Sosial AntarUmat Beragama


Masyarakat pulau Enggano tergolong masyarakat petani dan nelayan yang
masih tradisional. Masyarakat hidup membaur dalam pluralitas etnis suku bangsa,
sosial dan agama. Secara historis kehidupan masyarakat ini belum pernah
mengalami konflik antarumat beragama, kecuali masalah kriminal biasa. Karena,
para penganut agama yang berbeda tidak pernah mempersoalkan masalah perbedaan
baik masalah sosial, ekonomi maupun agama.

11
Oleh karena itu, fenomena suasana kebersamaan dalam umat beragama tersebut
tampak dalam beberapa aktivitas, antara lain:
1) Kerjasama sosial yang melibatkan antarumat beragama, seperti dalam
upacara perkawinan, upacara kematian, pembukaan lahan/sawah,
pembangunan sarana dan prasana umum.
2) Saling kunjung para tokoh agama baik ke gereja ataupun ke masjid, seperti
dalam acara pertemuan antartokoh dan acara biasa.
Berdasarkan fenomena itu, sebenarnya terwujudnya interaksi sosial antarumat
beragama tersebut didorong oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Faktor tradisi, yang ada sejak nenek moyang mereka dengan sifat gotong-
royong dan tolong-menolog.
2) Faktor kekerabatan antarsuku bangsa, yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa.
3) Faktor misi dakwah, yang menekankan aspek kemanusiaan dan
pemberdayaan umat.
4) Faktor kerjasama antartokoh agama, pemimpin adat dan aparat pemerintah.
5) Ada persepsi antarumat agama, bahwa perbedaan agama merupakan
masalah yang lazim dan harus diterima.
6) Tidak adanya provokasi yang menimbulkan perpecahan, baik oleh
masyarakat, tokoh dan pemimpin maupun pihak ketiga.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan hubungan budaya sosial terjadi akibat oleh adanya perbedaan yang
mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang berbeda. Yang
akhirnya berdampak dalam kehidupan.
Pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan melalui agama sangat
berperan penting dan berpengaruh terhadap kehidupan sosial. Karena , agama adalah
suatu kepercayaan yang diyakini oleh setiap umat manusia. Agama dapat
memberikan pedoman/petunjuk pada umat manusia dan juga membantu
menyelesaikan berbagai masalah-masalah yang terjadi dalam menjalani hidup.
Selain itu, agama juga sangat bermanfaat dalam pelayanan asuhan kebidanan dan
kesehatan. Di indonesia masih banyak yang bertentangan mengenai praktik
kebidanan yang berhubungan dengan agama , diantara nya yaitu pemakaian alat
kontrasepsi dan khitan pada wanita. Banyak pandangan agama yang
memperbolehkan atau melarang tindakan tersebut

3.2 Saran
a. Sebagai seorang yang belajar ilmu perbandingan agama saya menyarankan
kepada semua pihak untunk memandang agama lain dari perspektif agama itu
sendiri. Kita tidak dapat menjustifikasi sesuatu, dalam agama lain sebelum kita
memahami apa dasar iman mereka
b. Sebagai umat beragama (bertuhan) hendaknya ada sikap tunduk dan patuh,
kepada ajaran agama, dengan cara mengikuti apa yang ditetapkan

13
DAFTAR PUSTAKA

http://intelek.wordpress.com/pendekatan-sosial-budaya-dalam-kespro/
www.wikipedia.com//pendekatansosialbudayadalampraktekkebidanan.com
http://google.com/ agama+dalam+praktek+kebidanan
http://www.almanhaj.or.id, www.ahmadzain.com, www.mui.or.id
http://toko-q.blogspot.com/2010/04/manfaat-khitan-bagi-laki-laki-dan.html
Mahmud A, Islam dan realitas sosial di mata intelektual muslim Indonesia, Edi
Indonesia
Sinergi, Jakarta, 2005.
Swasono MF, Kehamilan, keahiran, perawatan ibu dan bayi dalam konteks budaya, UI-
Press,
Jakarta 1998.
Abdul Ganni, Fathuddin, dkk , Agama-agama di Dunia
Al-Kitab, Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia 2005
Djam’annuri, Agama kita, Perspektif Sejarah Agama-agam. Yogyakarta: Kurnia Alam
Semesta Alam, 2000

14

Anda mungkin juga menyukai