Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan meningkatnya taraf kesehatan Indonesia, dimana hal ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas SDM anak Indonesia yang cerdas, sehat untuk masa yang akan datang maka
pemerintah bersama Dinas Kesehatan beserta jajarannya berupaya sedini mungkin untuk
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sangat banyak terjadi di masyarakat khususnya
yang terjadi pada anak-anak.
Diantaranya tingkat mortalitas bayi setelah lahir, dengan sepsis, malnutrisi, BBLR dan
prematurisme yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Sepsis neonatorum merupakan
salahsatu masalah yang dapat menyebabkan kematian pada bayi dengan insiden sepsis neonatal
sangat rendah, antara 1-8 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan Meningitis sebanyak 20%-25%,
mortalitas berkisar antara 20%-30%.
Epidemiologi infeksi neonatal dapat berubah-ubah seperti halnya bayi berat lahir rendah
yang dapat bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama. Insiden infeksi berbanding terbalik
dengan umur kelahiran dan berat badan lahir mungkin mencapai 25%-40% diantara bayi dengan
berat badan 500-1000 gr saat lahir dan 12%-40% pada bayi 1000-1500gr. Infeksi nasokomial
pada bayi berat badan lahir sangat rendah (< 1500gr ) rentan sekali menderita sepsis neonatal.
Selain perubahan-perubahan tersebut, spektrum etiologi bakteri dan mortalitas sepsis
neonatal yang berkembang. Pada tahun 1930, Steptococcus hemolitikus grup A merupakan
penyebab terbanyak infeksi neonatal dan dikendalikan dengan penisilin. Pada tahun 1940 insiden
infeksi gram negatif, khususnyan E.colli, meningkat dan pada tahun 1950-an insiden
staphilococcus penghasil penisilinase ( S.aureus ) meningkat.
Sejalan dengan berkembangnya pemahaman kolonisasi pada neonatus, praktik perawatan
kulit dan tali pusat berkembang pula. Infeksi gram negatif menonjol pada tahun 1960 dan tahun
1970 streptococcus b hemolitikus grup B yang menonjol. Pada tahun 1980-an infeksi nasokomial
merupakan masalah utama dalam bangsal perawatan intensif. Bersamaan dengan perubahan
organisme penyebab infeksi bisa terjadi menurunnya mortalitas, mungkin sebagian
mencerminkan besarnya organisme gram positif sebagai agen etiologi yang menonjol hingga
sekarang mortalitasnya dilaporkan sebesar 11% – 20 %.

1
Bila tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam,
oleh Karena itu perlu adanya pengetahuan bagi tim kesehatan dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan medis dalam penatalaksanaan sepsis neonatorum, sehingga dapat mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas bayi, dan dapat mempertahankan generasi penerus yang sehat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk melengkapi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Neonatal D3
Semester V , serta diharapkan mhasiswa mampu memahami dan mengerti tentang Sepsis
Neonatorum
1.2.1 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiwa mengetahui pengertian dari sepsis neonattorum
2. Agar mahasiwa mengetahui Etiologi dari sepsis nenatorum
3. Agar mahasiwa mengetahui Patofisiologi dari sepsis neonatorum
4. Agar mahasiwa mengetahui Manifestasi dari sepsis neonatorum
5. Agar mahasiwa mengetahui komplikasi yang terjadi pada penderita sepsis neonatorum
6. Agar mahasiwa mengetahui penatalaksanaan medis pada sepsis neonatorum
7. Agar mahasiwa mengetahui pencegahan dari sepsis neonatorum
8. Agar mahasiwa mengetahui Asuhan Kebidanan pada sepsis neonatorum

1.3 Manfaat Penulisan


Diharapkan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi tentang Sepsis
Neonatorum pada bayi baru lahir serta penanganannya.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Sepsis adalah bakteri umum yang masuk ke aliran dalam darah (Donna L. Wong, 2003).
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah
bayi selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak, 2004).
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik
dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung
cepat sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal
dalam 24 sampai 48jam.(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan.
Infeksi dapat menyebar secara menyeluruh atau terlokasi hanya pada satu organ saja (seperti
paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan
(intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena
virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun
jarang ditemui. (John, 2009).
Sepsis dapat dibagi menjadi dua, antara lain:
1. Sepsis dini: terjadi 7 hari pertama kehidupan.
Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir.
Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang
ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)
Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Early Onset : gejala mulai tampak pada hari-hari pertama kehibupan (rata-rata 48 jam),
biasanya infeksi berkaitan dengan faktor ibu (infeksi transplasenta, dari cairan amnion terinfeksi,
waktu bayi melewati jalan lahir, dll). Berkembangnya gejala pada early onset pada umumnya
sangat cepat dan meningkat menuju septik shock.

3
2. Late Onset : Timbul setelah satu minggu pada awal kehidupan neonatus tanpa kelainan
perinatal, infeksi didapat dari lingkungan atau dari rumah sakit (nosokomial) sering terjadi
komplikasi pada susunan syaraf pusat.

2.2 Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri :
1. Bakteri escherichia koli
2. Streptococus group B
3. Stophylococus aureus
4. Enterococus
5. Listeria monocytogenes
6. Klepsiella
7. Entererobacter sp
8. Pseudemonas aeruginosa
9. Proteus sp
10. Organisme anaerobic
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat
mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif
rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya
menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter,
dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila
tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya
bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda
paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua
bayi pada rentang usia ini mengalami demam.

4
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
a. Faktor Maternal
1. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya
infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi
rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit
hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
2. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun
atua lebih dari 30 tahun
3. Kurangnya perawatan prenatal.
4. Ketuban pecah dini (KPD)
5. Prosedur selama persalinan.

b. Faktor Neonatatal
1. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk
sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
2. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan
komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
3. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar
dari pada bayi perempuan.

5
c. Faktor Lingkungan
1. Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur
invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter
vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme
pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
2. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus
yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
3. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang
berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
4. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya,
sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis,
influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus
respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas
infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan
lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah
Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.

6
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus,
selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka
umbilikus (AsriningS.,2003)

2.3 Patofisiologi
Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada neonatus (bayi).
Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang menimbulkan sepsis. Faktor infeksi yang
mempengaruhi sepsis, antara lain faktor maternal yaitu adanya status sosial-ekonomi ibu, ras,
dan latar belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang
tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk
dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida
lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya perawatan
prenatal, ketuban pecah dini (KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor Neonatal, pada bayi
dengan prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama
untuk sepsis neonatal.
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir ketiga. Setelah bayi lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun sehingga menyebabkan hipergamaglobulinemia
berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. Kemudian adanya defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau
Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam
darah tali pusat.
Faktor Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung mudah sakit
sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit
lebih lama. Penggunaan kateter vena atau arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat
alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga

7
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang-
kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari
petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. Pada bayi yang minum ASI,
spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh E.colli.

8
Pathways

9
2.4 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat
mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapa
neonatus yang menderita sepsis :
1. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardia.
5. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak
teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry
6. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan.
(Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008)
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang,opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau
tungkai yang terkena
4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi
yang terkena teraba hangat
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah

2.5 Komplikasi
1. Asidosis metabolik dan jaundice
Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi
asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan
termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh
yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan
disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.

10
2. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau
menyusu, dan terjadinya hipertermia..
3. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada
jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini
merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel
darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah
merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi
yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga
terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah
akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi
hemoglobin sering terjadi.
4. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
5. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida pada
sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear
dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi
dan emboli pada mikrovaskular.

2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Pada pasien dengan sepsis diberikan kombinasi antibiotik golongan Ampisilin dosis 200
mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7
hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v
dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila
diberikan i.v (harus diencerkan dan waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses
lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal

11
dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada,
pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas
darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah
dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap
abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem
dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari
i.v i.m (atas indikasi khusus). Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes
kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian
antibiotika minimal 21 hari.
6. Pengobatan suportif, diantaranya termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi
syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma,
trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini,
radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau
mungkin menunjukkan bronco grams udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom
gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan
dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis
2. Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain
itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik
yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap
darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun
secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan
serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase
atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis,
setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan
biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain
yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan

12
pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat
kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
mendeteksi organisme.
c. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.
d. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
inflamasi.
2.8 Pencegahan
1. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan
terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat
pelayanan yang memadai bila diperlukan.
2. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik.Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin
yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
3. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit,
mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan
baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang
berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui
pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004)

13
KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
I. Pengkajian Data
Dilakukan pada tanggal……jam….WIB
A. Data Subjektif
1. Biodata
Biodata bayi
Nama bayi :nama untuk mengenal, memanggil ,dan menghindari terjadinya
kekeliruan. (Christina, 2000: 41)
Umur : umur bayi dapat mengantisipasi diagnose masalah keseharan dan tindakan
yang dilakukan. (Modul pelatihan fungsional bidan di desa, Depkes RI: 10)
Tanggal lahir : tanggal lahir bayi dikaji untuk mengetahui umur bayi.
Jenis kelamin : untuk mencocokkan identitas sesuai nama anak, serta menghindari
kekeliruan bila terjadi kesamaan nama dengan anak yang lain.
Anak ke : untuk mengetahui paritas dari orang tua / mengetahui berapa anak yang
dilahirkan.
Biodata orang tua
Nama : untuk mengenal/memanggil klien, serta sebagai penanggung jawab terhadap
anak.
Umur : untuk mengetahui umur dari ibu serta suami, selain itu digunakan untuk
mengetahui keadaan ibu apakah termasuk primipara muda atau primipara
tua.(Poedji Rochjati, 2003: 74)
Agama : Riwayat Kelahiran
Pendidikan : tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya di dalam tindakan asuhan
kebidanan, selain itu anak akan lebih terjamin pada orang tua pasien (anak)
yang tingkat pendidikannya tinggi. (Depkes RI, 1994: 10)
Pekerjaan : jenis pekerjaan dapat menunjukkan tingkat keadaan ekonomi keluarga, juga
dapat memengaruhi kesehatan.
Penghasilan : mengetahui taraf hidup ekonomi dan berkaitan dengan status gizi anak.
Alamat : dicatat untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak dan dapat
memberi petunjuk keadaan tempat tinggal pasien. (Depkes RI, 1994: 10)

14
2. Alasan masuk
Bayi lemas, gerak tidak aktif, banyak tidur, reflex hisap jelek, tangisan merintih, dll.
3. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
Kehamilan yang lalu mengalami gangguan/ tidak, seperti mual-muntah, perdarahan pervaginam
yang banyak, nyeri kepala gangguan penglihatan, anak lahir spontan/ tidak, ditolong oleh dokter/
bidan/ dukun, lahir jam berapa dan jenis kelamin apa. Pengkajian risiko harus dilakukan
berdasarkan riwayat obstetric dan medis ibu dalam kehamilan sekarang, hal ini memungkinkan
bidan mengidentifikasi kondisi kesehatan personal yang perlu dirujuk. Komplikasi yang tejadi
pada masa nifas antara lain: perdarahan, demam tinggi, serta gangguan pemberian ASI. (Salmah,
2006: 133)
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang
Ibu mengatakan pada kehamilan anak yang terakhir ini tidak pernah menderita penyakit kencing
manis, darah tinggi, asma, penyakit hati, TBC, maupun penyakit lain yang dapat berpengaruh
terhadap kehamilannya. Ibu rutin periksa ke bidan.Ibu juga tidak pernah mengalami keluhan
yang berlebihan.Pada saat persalinan tidak bisa secara normal dan terpaksa operasi SC karena
ada indikasi kelainan pada DJJ janin.
5. Riwayat kesehatan Keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang keluarga terutama anggota keluarga yang mempunyai
penyakit tertentu terutama penyakit menular seperti TBC, hepatitis. Penyakit keluarga yang
diturunkan seperti kencing manis, kelainan pembekuan darah, jiwa, asma, riwayat kehamilan
kembar. Factor yang meningkatkan kemungkinan kehamilan kembar adalah factor ras,
keturunan, umur wanita, dan paritas. (Manuaba, 2009: 265 )
6. Kebutuhan Dasar
a. Nutrisi : nutrisi terbaik untuk BBL adalah ASI yang dapat diberikan segera
setelah bayi lahir, pemberiannya ondeman. Setelah bayi lahir segera susukan pada
ibunya, apakah ASI keluar sedikit, kebutuhan minum hari pertama 60 cc/kg bb,
selanjutnya ditambah 30 cc/kg bb untuk hari berikutnya.
b. Hygiene :Bayi mandi 2x sehari dimandikan ibu dan ganti pakaian setiap selesai
mandi atau kotor dan basah,tetapi dalam kasus ini karena bayi sakit maka bayi hanya di
seka 2x sehari.
c. Istirahat : Pola tidur bayi yang normalnya 18 – 20 jam/hari, saat sakit berkurang

15
d. Aktifitas : Kekauan otot, lemah, sering menangis
e. eliminasi : neonatus akan buang air kecil selama 6 jam setelah kelahirannya, buang air
besar pertama kalinya dalam 24 jam pertama berupa mekoneum perlu dipikirkan
kemungkinan mekoneum Plug Syndrome, megakolon, obstruksi saluran pencernaan.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : cukup / lemah
b. Kesadaran : composmentis/ letargi/ somnolen
c. Suhu : normal (36.5 – 37,5 ͦ C), apabila suhu 36 ͦ C merupakan gejala
awal hipotermi dan apabila suhu > 37,5 ͦ C merupakan gejala awal hipertermi.
d. Nadi : normalnya 120 – 160 kali/ menit
e. Pernafasan : normalnya 40 x/menit, apabila < 30 x/ menit atau > 60 x/ menit
bayi sukar bernafas, 5% - 10% karena bayi mengalami 4 penyesuaian utama yang
dilakukan belum dapat memeroleh kemajuan dalam perkembangan.
2. Pemeriksaan antopometri
a. Berat badan
normalnya 2500 gram – 4000 gram (jika BB bayi < 2500 gram maka termasuk BBLR,
namun jika BB bayi < 4000 gram maka bayi tersebut termasuk bayi besar)
b. Panjang badan
PB bayi lahir normal 48 – 52 cm
c. Lingkar kepala
Lingkar kepala bayi normal 33 – 38 cm
d. Lingkar lengan atas
Normal 10 – 11 cm

3. Pemeriksaan Fisik
Kepala :adakah caput succedaneum, chepal hematoma, keadaan ubun-ubun tertutup.
Muka :warna kulit merah.
Mata :Simetris, sklera tidak ikterik
Hidung :simetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada pernapasan cuping hidung.

16
Mulut :reflek menghisap baik, tidak ada labioskizis, palatoskisis.
Telinga :simetris, tidak ada serumen
Dada :simetris, tidak ada retraksi dada.
Abdomen :simetris, tidak ada massa, tidak ada hernia umbulikal, Tali pusat ,bersih, tidak
ada perdarahan, terbungkus kassa.
Genetalia :untuk bayi laki-laki testis sudah turun, untuk bayi perempuan labia mayora
sudah menutupi labia minora.
Anus :tidak terdapat atresia ani
Esktremitas :tidak terdapat polidaktili dan syndaktili

4. Pemeriksaan neurologis
a. Reflek moro/terkejut : lemah
Apabila bayi diberi sentuhan mendadak terutama dengan jari dan tangan maka akan
menimbulkan gerak terkejut.
b. Reflek mengenggam : ada
Apabila telapak tangan disentuh dengan jari pemeriksa maka akan berusaha mengenggam jari
pemeriksa.
c. Reflek rooting/mencari : lemah
Apabila pipi disentuh oleh jari pemeriksa maka ia akan menoleh dan mencari sentuhan itu.
d. Reflek menghisap/sucking reflek : lemah
Apabila bayi diberi dot/putting maka ia berusaha untuk menghisap.
f. Tonick neck reflek : ada
Bila bayi diangkat dari tempat tidur/bila digendong maka ia akan berusaha mengangkat
kepalanya.

17
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah lengkap
Jenis Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin … g/dl (12 – 16 )
LED Cukup/ tidak cukup mm/ jam (2 – 20)
Leokosit … /mm3 (4 – 10 ribu)
Trombosit … /mm3 (150 – 400 ribu)
PCV/ Hematokrit … % (37 – 48)
Eritrosit … /mm3 (4,0 – 5,5 juta)
Hitung Jenis:
EOS … 1–3
BAS … 0–1
ST … 2–6
SEG … 50 – 70
LYM … 20 – 40
MO … 2–8
CRP Negative/ positive Neg < 6 mg/L

II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual


Langkah ini dikembangkan dari interpretasi data ke dalam masalah atau diagnose. Masalah
selalu menyertai diagnose yang ada. Kata msalah dan diagnose keduanya digunakan karena
beberapa msalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosis, tetapi sungguh membutuhkan
penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan teerhadap klien.
III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Diagnosa potensial merupakan komplikasi yang terjadi akibat dari adanya masalah dan
diagnose actual. Digosa potensial yang mungkin terjadi pada bayi dengan sepsis adalah terjadi
dehidrasi akibat kurangnya menetek, hipertermi, ikterus, apnea,dispnea.

18
IV. Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama denga anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah
keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses menejemen kebidanan.
Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus sepsis neonatorum untuk memperbaiki
keadaan umum bayi, maka diperlukan penanganan lebih lanjut. Adapun rencana asuhannya yaitu
melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infuse D10% (dextrose 10%) 24
tetes/menit, pemasangan oksigen (O2) sungkup 5-7 liter/menit, pemasangan naso gastric tube,
dan pemberian obat-obatan seperti obat injeksi dan salep mata.
V. Rencana Tindakan dan Rasional

1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan prosedur invasif,
pemajanan lingkungan (nasokomial).
a. tujuan: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
b. kriteria hasil: penularan infeksi tidak terjadi.
c. intervensi dan rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai
1. Isolasi luka linen dan mencuci tangan
indikasi adalah yang dibutuhkan untuk mengalirkan
luka, sementar pengunjung untuk
menguranagi kemungkinan infeksi.
2. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Mengurangi kontaminasi ulang.
melakukaan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril
3. 3. Dorong penggantian posisi , nafas dalama/ Bersihkan paru yang baaik untuk
batuk. mencegah pnemonia
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika
3. Mencegah penyebaran infeksi melalui
memungkinkan proplet udaraa.
5. 5. Pantau kecendrungan suhu 4. Demam ( 38,5OC- 40OC) disebabkan oleh
efek dari endotoksinhipotalkus dan
endofrin yang melepaskan pirogen.

19
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan suhu tubuh dalam keadaan normal (
36,5-37 )
b. Kriteria Hasil
- Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
- Pasien mampu tidur dengan nyenyakPasien tidak kejang
- hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
- Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 110-120 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)

c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang
dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
penggunaan alcohol untuk kompres. besar yang akan membantu menurunkan
demam. Penggunaan alcohol tidak
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara

20
drastis.
Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika untuk menurunkan panas dengan segera.
panas tidak turun.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam


a. tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan kebutuhan akan cairan terpenuhi dan
TTV dalm batas normal
b. Kriteria Hasil
- Bayi mampu menetek
- BB pasien optimal
- intake adekuat
- Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam Perubahan tanda-tanda vital yang
dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan
hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
antipiretik. secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu

21
lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh
karena itu pemberian antipiretik
diperlukan untuk segera menurunkan
panas, misal dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah ditentukan diperlukan untuk mencegah bayi dari
kondisi lapar dan haus yang berlebih.

4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2


a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat mengatur dan
membantu usaha bernapasan dan kecukupan oksigen.
b. Kriteria Hasil:
- Hipoksimia teratasi, mengalami perbaikan kebutuhan O2
- Keluarga dapat memposisikan bayinya sesuai yang diajarkan perawat
- Pernafasan 30 – 40 x/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tarikan otot bantu pernafasan
- Tidak mengalami dispnea dan sianosis

d. Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
Pertahankan jalan nafas paten. Tempatkan Meningkatkan ekspansi paru-paro, upaya
pasienpada posisi yang nyamandengan kepala pernafasan
tempat tidur tinggi
Pantau frekuansi dankedalaman pernafasan. Pernafasan cepat atau dangkalterjadi karena
Catatpenggunaan otot aksesoris/ upaya untuk hipoksemia stress dan sirkulasi
endotoksin.hipovestilasi dan dispnea
bernafas
merefleksikan mekanisme kompensasi yang
tida efektif dan merupakan indikasi bahwa
diperlukan dukungan ventilator.
Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan krekels , Kesulitan pernafasan dan munculnya bunyi
mengi, area yang mengalami penurunan/ advevtisinus merupakan indicator dari kongesti

22
kehilangan ventilasi pulmonal/edema interstisial. Etelektasis
Catat munculnya sianosis sirkumoral Menunjukkan ogsigen sistemik tidak
adekuat/pengurangan perfusi
Selidiki perubahan pada sensorium, agitasi, Fungsi serebral sangat sensitive terhadap
kacau mental, perubahan kepribadian, penurunan oksigenasi
delirium, koma
Berikan o2 tambahan melalui jalur yang sesuai, Diperlukan untuk mengoreksi hipoksemia
misalnya kanula nasal, masker dengan menggagalkan upaya/progresi asidosis
respitorik
Tinjau sinar x dada Perubahan menunjukkan perkembangan/
resolusi dari komplikasi pulmonal, misalnya
edema.

VI. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI,
1989;162 )

VII. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat tiga alternatif,
yaitu :
a. Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali

23

Anda mungkin juga menyukai