Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

PEMBIMBING:
dr. Yuven Satya Pratama, Sp.OG
dr. Santhy Payung

DISUSUN OLEH:
dr. Anggi Cantika

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADEMANGAN
JAKARTA UTARA
D.K.I JAKARTA
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Hiperemesis Gravidarum” tepat pada waktunya. Pelaksanaan dan
penulisan laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Dokter Internsip Kemenkes RI tahun 2019 – 2020.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
pembimbing, dr. Yuven Satya Pratama, Sp.OG yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis juga
berterima kasih kepada seluruh jajaran RSUD Pademangan yang telah mengizinkan
penulis untuk melakukan program dokter internsip di rumah sakit tersebut. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan segala pihak lain yang
turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
baik dalam isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan selanjutnya. Semoga
dapat bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, Mei 2020

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3


2.1. Definisi ......................................................................................................... 3
2.2. Etiologi ......................................................................................................... 4
2.3. Faktor Resiko ................................................................................................ 11
2.4. Klasifikasi berdasarkan gejala klinis ........................................................... 12
2.5. Diagnosis .................................................................................................... 13
2.6. Diagnosis Banding ...................................................................................... 14
2.7. Tatalaksana ................................................................................................. 16
2.8. Pencegahan ................................................................................................. 18
2.9. Diet Hiperemesis Gravidarum .................................................................... 18
2.10. Prognosis................................................................................................... 19

BAB 3 STATUS PASIEN ................................................................................... 21


3.1. Identitas Pasien ........................................................................................... 21
3.2. Anamnesis................................................................................................... 21
3.3. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 22
3.4. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 24
3.5. Diagnosis Banding ...................................................................................... 25
3.6. Diagnosis Kerja .......................................................................................... 25
3.7. Tatalaksana Awal ........................................................................................ 25
3.8. Follow Up Ruangan .................................................................................... 26

BAB 4 ANALISIS KASUS ................................................................................. 30

BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 32


5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 33
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Secara fisiologis, tubuh wanita hamil akan melakukan adaptasi, antara lain
dengan perubahan anatomi, fisiologi serta biokimiawi sebagai adaptasi tubuh
terhadap kehamilannya. Hampir semua sistem organ termasuk gastrointestinal
mengalami perubahan fisiologi selama kehamilan. Keluhan gastrointestinal selama
kehamilan antara lain muntah, hiperemesis gravidarum, penyakit refluks
gastroesofageal, dan konstipasi. Mual terjadi pada hampir 50%-90% kehamilan dan
muntah sekitar 25%-55% kehamilan. Meski begitu keduanya bersifat self-limiting.
Sebagian besar perubahan yang terjadi selama kehamilan ini akan kembali normal
setelah selesainya masa persalinan dan laktasi.1
Keluhan mual dan muntah biasanya disertai dengan hipersalivasi, sakit kepala,
perut kembung, dan rasa lemah pada badan. Keluhan-keluhan ini secara umum
dikenal dengan istilah “morning sickness”. Istilah ini sebenarnya kurang tepat
karena 80% perempuan hamil mengalami mual dan muntah sepanjang hari.
Dikatakan hiperemesis gravidarum apabila keluhan mual dan muntah yang dialami
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan
penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5% berat badan.2
Etiologi dan patogenesis hiperemesis gravidarum berkaitan erat dengan etiologi
dan patogenesis mual dan muntah pada kehamilan. Penyebab pasti mual dan
muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi terdapat beberapa teori
yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor
biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama kehamilan.
Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (hCG)
akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang
mual dan muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang
diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain
mengalami keluhan mual dan muntah yang lebih berat.3
2

Selain itu, hCG memiliki struktur yang mirip dengan hormon TSH (thyroid
stimulating hormone) sehingga dapat berikiatan dengan reseptor TSH di kelenjar
tiroid dan merangsang produksi kelenjar tiroid meski bersifat stimulator tiroid yang
lemah. Diduga terjadinya hiperemesis berkaitan langsung dengan kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan
cara menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos
lambung.1,2
Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan minggu ke-
9 sampai ke-10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan berakhir pada
minggu ke-12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut
melewati minggu ke-20 sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi hiperemesis
gravidarum yang menyebabkan ibu harus ditatalaksana dengan rawat inap.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum
dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-
menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu
hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan.2
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum
antara lain hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, berat badan
berlebih, kehamilan multipel, penyakit trofoblastik, nuliparitas dan merokok.2
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal
tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum.
Mual dan muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang jarang
terjadi, yaitu menolak semua makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat
menyebabkan dehidrasi, kelaparan dengan ketosis bahkan sampai kematian.

Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil


memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat
turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Sedangkan
dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang
cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis
dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan
hipokalemia.

Emesis gravidarum Hiperemesis gravidarum


Mual dan muntah yang Kondisi mual muntah yang berat pada
dikeluhkan tidak terlalu sering , kehamilan , memuntahkan apa yang dimakan
(muntah pada pagi hari) dan minum dengan frekuensi lebih banyak
Tidak mengganggu aktivitas
mengganggu aktivitas sehari-hari
sehari-hari
Mual dan muntah menimbulkan komplikasi
Tidak menimbulkan komplikasi
(ketonuria, dehidrasi, hipokalemia, penurunan
patologis
berat badan.

Tabel 2.1 Definisi-definisi mual dan muntah dalam kehamilan


4

2.2. Etiologi
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas
mengeluarkan isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan
pada usus. Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks yang terdiri dari 3
komponen utama yakni detektor muntah, mekanisme integrative dan efektor yang
bersifat somatik, dimana rangsangannya dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen
simpatis menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah juga menerima rangsangan
dari pusat muntah lain yang lebih tinggi pada serebral dari chemoreseptor trigger
zone (CTZ) pada area postrema dan dari apparatus vestibular via serebelum. Kalau
sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal tersebut tidak akan melalui trigger
zone tetapi akan mencapai pusat muntah melalui nucleus traktus solitaries. Pusat
muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang
aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran
cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4

Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan mengakibatkan


pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan laring untuk
mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan akhirnya
terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya timbul
kontraksi kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya tekanan
intragastrik yang tinggi. Dengan tekanan intragastrik yang meninggi dilanjutkan
dengan relaksasi dari sfingter esofagus, sehingga memungkinkan terjadinya
pengeluaran isi lambung.4

Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial.


Dengan adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya
cadangan energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk
memperoleh energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi
asam lemak. Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar keton
dalam urin akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni
tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4
5

Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat


menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
timbulnya dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang.
Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine. Dampak
lainnya yakni dapat mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan
berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai
akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan
frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan
penderita.5

Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada selaput
lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul gejala seperti
muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome. Pada
umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.4

Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor


endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi
dan psikologi. 5

a. Endokrin

1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)

Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis
gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari HCG pada
ibu dengan hiperemesi gravidarun. HCG disekresi oleh sinsitiotropoblast.
HCG terdiri dari alfa hCG dan beta hCG. Alfa hCG memiliki susunan asam
amino 92 subunit alfa tidak spesifik yang dimiliki juga oleh hormon tropik
lain seperti TSH, LH dan FSH.5

Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan satu-


satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG yang juga
mengakibatkan Hiperemesis gravidarum (HG). Ini ditandai dengan adanya
HCG yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan
6

akibat dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.5

2. Progesteron

Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi


pada trimester pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian menunjukkan
pada pasien dengan HG memiliki kadar progesteron yang lebih rendah. 5

3. Estrogen

Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan


timbulnya HG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan
waktu transit dari usus dan pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan
meningkatnya akumulasi cairan akibat peningkatan hormone steroid.
Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan risiko infeksi Helicobacter
Pylori sehingga dapat mengakibatkan munculnya gejala GIT. 5

4. Thyroid Hormones

Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada saat


kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah yang
dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT).
Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya
HG. Mekanisme masih belum jelas, namun kemungkinan karena memiliki
struktur yang mirip dengan HCG.5

5. Leptin

Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur berat


badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin. Hubungan
antara HG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin sering
ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi utamanya adalah mengurangi
rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi dengan cara berinteraksi
dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering ditemukan pada ibu
hamil salah satunya dengan HG namun mekanismenya masih belum jelas.5
7

6. Adrenal Cortex

Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala


pada ibu dengan HG ketika menggunakan terapi kortikosteroid.
Kemungkinan rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya HG,
namun mekanisme masih belum jelas.5

7. Growth hormone dan prolactin

Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin


ditemukan pada pasien dengan HG. Kemungkinan ini diakibatkan karena
kadar hGH dan prolaktin kemungkinan mempengaruhi produksi dari hormon
plasenta dan endometrial pada ibu hamil. 5

8. Placental serum markers

Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari


plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal kehamilan.
Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah pada
kehamilan.5

a. Imunologi

Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated,


kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HG dikatakan timbul
akibat dari overaktivasi dari sistem imun yang berhubungan dengan sintesis hormon
kehamilan.5

b. Gastro Intestinal

1. Infeksi Helicobacter Pylori

Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan salah satu


etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori pada bagian
antrum dan corpus dari lambung pasien dengan HG. Jumlah bakteri H.pylori
juga kemungkinan berhubungan dengan derajat keparahan dari HG.5

Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya


8

perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem


imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun
selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.5

2. Motilitas lambung dan usus

Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal dari


lambung dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan
menghambat waktu pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan
mual. Namun ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh
dalam patogenesis HG.

3. Tekanan spingter bawah esophagus

Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama


hamil. Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari
spingter bawah esophagus, yang diakibatkan karena meningkatnya estrogen
dan progesteron. 5

4. Sekresi cairan di GIT

HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas karena


peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen lambung.
Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis pada ibu hamil,
karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5

c. Enzim Metabolik

1. Liver enzim

Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan peningkatan


kadar SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan pada
pasien HG tipe late onset, lebih parah sampai ketonuria dan hipertiroidism,
namun mekanisme secara detail belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi
hati kemungkinan disebabkan karena efek kombinasi dari hipovolemia,
malnutrisi, dan timbulnya asam laktat pada HG.5
9

2. Amilase

Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HG.


Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan
enzim amylase dari pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut
bukan diakibatkan gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang
berlebihan dari kelenjar ludah.5

e. Defisiensi nutrisi

1. Defisiensi vitamin

Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG, namun


hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara detail. Selain itu
juga terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga
diperkirakan berhubungan dengan peningkatan insiden HG.5

2. Defisiensi Unsur Mikro

Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HG


yakni zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan besi
menurun pada pasien dengan Hg. Zinc merupakan bahan yang penting
dalam katalisis enzim yang berhubungan dengan metabolism, sedangkan
kadar besi yang rendah kemungkunan mengganggu fungsi biokimia,
metabolic dan endokrin dari beberapa organ.5

f. Anatomi

Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi anatomi,


kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan dan
kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada vena porta. 5

g. Psikologi

Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental
yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
10

keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. 5

Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada wanita


hamil dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan gejala HG jauh lebih
tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari para wanita hamil
yang tidak menderita HG. Gejala tersebut antara lain; gejala depresi, histeria,
psychasthenia, skizofrenia, somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif. Penyebab
gejala-gejala psikologis tersebut karena trauma dan stress. Dapat disimpulkan
bahwa HG tidak berhubungan dengan gangguan psikologis dan sulit untuk
membuktikan bahwa HG adalah murni psikologis karena banyak wanita mulai
muntah sebelum mereka mengetahui bahwa mereka hamil.5

Bagan 1. Interaksi antara faktor - faktor pencetus HG.


11

2.3. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah usia
ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda,
kehamilan mola, kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu
merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis
gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko
hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon
korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan
hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai
puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu ke 14-16. Oleh karena
itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama. Peningkatan
kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan (dismotilitas) sistem
pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga sebagai pencetus
infeksi H.pilory selama kehamilan.

Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan
kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan
mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu
beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan
ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum.
Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi
pola makan, aktifitas dan stres pada ibu hamil.
12

2.4.Klasifikasi berdasarkan Gejala Klinis


Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu1,4:
Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum

Parameter Tingkat I Tingkat II Tingkat III


Kondisi umum Lemah Lebih lemah dan apatis Lebih buruk
Kesadaran Compos mentis Apatis Somnolen-koma
Nyeri epigastrium + ++ ++
Muntah >> >>> Berhenti
Tekanan darah Menurun Menurun Menurun
Sampai
Nadi 100-140x/mnt meningkat
100x/mnt
Turgor kulit Menurun Menurun Menurun
Mata Cekung Cekung, +/- ikterus Cekung, +/- ikterus
BAK Normal Oligouria Oligouria-anuria
Keton urin + > +2

1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
penderita merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan
merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit,
tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan
mata cekung.1,4
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
13

mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik
dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam
bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam kencing.1,4
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan
mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

2.5. Diagnosis
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
pengobatan perlu segera diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.5,6
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis
makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari
anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial
pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan
14

pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.


c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang
dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu,
jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi
tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum
dengan hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi
infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda
dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea
nitrogen, kreatinin, dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk
mendeteksi adanya kehamilan ganda maupun mola hidatidosa.

2.6. Diagnosis Banding


Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam,
sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih
dahulu. Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai
gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan, antara lain:
1. Appendiksitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada perut
sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendiksitis akut
keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare,
dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan
wanita hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa appendiksitis akut.3,7,8
2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul.Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
15

urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8


3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan
obat- obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak
terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus
peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum
mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi
perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm.
16

Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,


juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang
murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8
4. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan
SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien
hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang
sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang
sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat
dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8

2.7. Tatalaksana
Tatalaksana keluhan hiperemesis gravidarum yang berat dianjurkan untuk
dirawat di rumah sakit, hal utama yang harus diperhatikan adalah tatalaksana
dehidrasi untuk meningkatkan volume intravaskuler, memperbaiki gangguan
elektrolit dan mencegah terjadinya kompensasi vasokonstriksi sehingga
mengganggu perfusi pada organ dan uterus. Berikut langkah-langkah tatalaksana
hiperemesis gravidarum :
• Stop makanan peroral selama 24-48 jam
• Infus glukosa 10% atau 5% : RL = 2:1 dengan tetesan 40 tetes per menit
• Obat
o Vitamin B1, B2 dan B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infus
o Vitamin B12 200 ug/hari/infus, vitamin C 200 mg/hari/infus
o Fenobarbital 30 mg I.M 2-3 kali perhari atau klorpromazin 25-
50mg/hari
o Antiemetik : prometazin 2-3 kali perhari peroral atau pro-kloperazin 3
kali 3mg perhari peroral atau mediamer B6 3 kali perhari peroral
o Antasida : asidrin 3x1 tablet perhari peroral atau milanta 3x1 tablet
perhari peroral
• Pemberian infus asam amino untuk mencegah terjadi katabolisme yang
17

menghasilkan benda keton yang dapat memperburuk keadaan pasien


• Diet sebaiknya meminta advis ahli gizi
• Rehidrasi dan suplemen vitamin, pilihan cairan adalah normal salin (NaCl
0,9%), cairan dekstrose tidak boleh diberikan karena tidak mengandung
sodium yang cukup untuk mengoreksi hiponatremia, urin output juga harus
dimonitor dan perlu dilakukan pemeriksaan dipstik untuk mengetahui
terjadinya ketonuria Antiemesis, tidak dijumpai adanya teratogenitas
dengan menggunakan dopamin antagonis (metoklopramid, domperidon),
fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin), antikolonergik (disiklomin) atau
antihistamin H1-reseptor antagonis (prometazin, siklizin). Namun bila
masih tetap tidak memberikan respon maka dapat digunakan kombinasi
kortikosteroid dengan reseptor antagonis 5-Hidrokstiptamin (5-HT3)
(ondansentron, sisaprid).
18

2.8. Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis,
pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain :
a. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal
terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang pada usia kehamilan 4
bulan.
b. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tetapi dengan frekuensi yang
lebih sering
c. Pada saat bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan
untuk makan roti, biskuit dengan teh hangat
d. Hindari makan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau minuman
sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
e. Makan makanan yang mengandung gula sangat dianjurkan untuk menghindari
kekurangan karbohidrat
f. Defekasi yang teratur

2.9. Diet Hiperemesis Gravidarum


Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan
glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan
berenergi dan zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa
syarat, diantaranyanadalah:
a. Karbohidrat tinggi
b. Lemak rendah
c. Protein sedang
d. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan
keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari
e. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan
sering dalam porsi kecil
f. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan
malam dan selingan malam.
19

g. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai

Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :


1) Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus,
ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanantetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang
terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
2) Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet
diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan
makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan
dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini
dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
3) Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum
ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh
diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan
energi dan semua zat gizi.

2.10. Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan
merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut
menurun 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual muntah
setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalami mual muntah setelah usia
kehamilan 20 minggu.3
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirinya pada
usia kehamilan 20-22 minggu. Namun demikian pada tingkatan yang berat penyakit
ini dapat membahayakan nyawa ibu dan janin.
20

Kriteria keberhasilan pengobatan dapat ditentukan sebagai berikut:


1. Rehidrasi berhasil dan turgor kulit kembali normal
2. Diuresis bertambah
3. Kesadaran komposmentis
4. Hasil pemeriksaan laboratorium (ketonuria negatif).
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik,
manifetsasi komplikasi organis adalah delirium, kebutuhan , takikardi , ikterus
,anuria dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan. Dipertimbangkan dilakukannya terminasi kehamilan
apabila:
1. Gangguan kejiwaan
a. Delirium
b. Apatis ,somnolen sampai koma
c. Terjadi gangguan jiwa ensepalopati wernicke
2. Gangguan penglihatan
a. Perdarahan retina
b. Kemunduran penglihatan
3. Gangguan faal
a. Hati dalam bentuk ikterus
b. Ginjal dalam bentuk anuria
c. Tekanan darah menurun
21

BAB 3

STATUS PASIEN
3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny.K
Usia : 32 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pademangan, Budi Mulia
No. RM : 08.79.27
Tanggal Masuk : 25 April 2020

3.2. Anamnesis (Autoanamnesis)


Keluhan Utama : Mual Muntah
Riwayat Penyakit : Pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak
Sekarang 2 minggu SMRS. Mual dan muntah terutama
dirasakan saat makan dan minum ± 15x / hari isi
air dan makanan dengan volume ± 1/2-3/4 gelas,
biasanya timbul tiba-tiba saat bangun pagi,
berkurang ketika istirahat. Pada muntahan tidak
terdapat darah. Demam (-), nyeri ulu hati (+)
dirasakan menembus hingga ke punggung
belakang. Selain itu pasien juga mengeluh badan
terasa lemah hingga tak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa
kering. Sesak nafas (+) sejak 1 minggu SMRS.
Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien
takut muntah. BAB dan BAK dirasakan semakin
menurun. Pasien mengaku hamil 2 bulan yang
merupakan kehamilan anak ke-4. HPHT
17/02/2020 ~ 10-11 minggu.
22

Riwayat Alergi :Tidak ada

Riwayat Penyakit :TB paru (+) tahun 2009, sudah tuntas berobat dan
Dahulu dinyatakan sembuh.
Riwayat Penggunaan : Tidak ada
Obat
Riwayat Menstruasi : Menarke usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, selama
4-7 hari, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut/hari dan
tidak ada nyeri haid
Riwayat Perkawinan : 1 kali menikah tahun 2012
Riwayat : Hamil 4/Persalinan 3/Keguguran 0/Hidup 3
Kehamilan/Persalinan/ I: Laki-laki, tahun 2013, 3000 gr, normal di bidan
Abortus puskesmas, cukup bulan, anak hidup sehat.
II: Laki-laki, tahun 2015, 3100 gr, normal di bidan
puskesmas, cukup bulan, anak hidup sehat.
III: Perempuan, tahun 2018, 2800 gr, normal di bidan
puskesmas, cukup bulan, anak hidup sehat.
IV: Hamil ini
Riwayat KB : Implan selama 1 tahun

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Status Presens
Keadaan Umum : Lemah
Sensorium : Compos Mentis (GCS E4M6V5)

Tekanan Darah : 90/60 mmHg


Frekuensi Nadi : 118 kali/menit, regular, t/v cukup
Frekuensi Napas : 32 kali/menit, regular, (saturasi O2 98%)
Suhu : 36,3 oC
23

3.3.2. Status Lokalisata

Mata : Refleks cahaya direk dan indirek (+/+) d= 3mm, isokor


Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)

Toraks
Paru : Inspeksi : Simetris fusiformis, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, kesan
normal
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung : Batas atas : ICS III LMCS
Batas kiri : ICS IV-V LMCS
Batas kanan : ICS V LPSD
Auskultasi : HR 118 kali/menit, regular, S I/S II (+)
normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-/-)

Genitalia : Status Obstetrikus

3.3.3. Status Obstetrikus


Abdomen : Inspeksi : Agak Cembung
Palpasi : TFU belum teraba, supel, nyeri tekan
seluruh regio abdomen (+)
Genitalia : Inspeksi/ : V/U tenang
Eksterna
palpasi
Genitalia : Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Interna

VT/bimanual : Tidak dilakukan pemeriksaan


palpasi
24

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (25/04/2020)


Jenis Hasil Rujukan
Pemeriksaan Hematologi
Eritrosit 5,02 x 106 /µL 3,9 – 5,6 x x 106 /µL
Hematokrit 35 % 37 – 47 %
Hemoglobin (Hb) 11,5 gr/dl 12 – 16 gr/dl
Trombosit 325.000 /mm3 150.000 – 450.000/mm3
Leukosit 9.020 / µL 4.000 – 11.000 /µL
LED 47 0 – 20 mm
MCV 66 82 – 92 fL
MCH 22 27 – 31 pg
MCHC 33 32 – 36 %

Hitung Jenis

Basofil 0 0 – 1%
Eosinofil 2 1 – 3%
Neutrofil Batang 0 1 – 3%
Neutrofil Segmen 64 40 – 70%
Limfosit 26 20 – 40%
Monosit 78 2 – 8%

Imunoserologi COVID

SARS-CoV-2 Negatif Negatif


Antibody Test
Pemeriksaan Urinalisa
Warna Kuning Tua Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1,025 1,005 – 1,030
pH 6,5 4,5 – 8,5
Protein (albumin) ++/Positif 2 Negatif
25

Glukosa Negatif Negatif

Keton +++/Positif 3 Negatif

Darah/Hb Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobiliogen 3,2 3,2 – 16 umol/L

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit Esterase Negatif Negatif

Sedimen Urin

Leukosit 2–3 0 – 5 /LPB

Eritrosit 1–2 0 – 2 /LPB

Silinder Negatif

Sel Epitel Positif

Bakteria Negatif Negatif

Kristal Negatif

Lain – lain -

3.5. Diagnosis Banding


1. Hiperemesis Gravidarum
2. Ulkus Peptikum
3. Ketoasidosis Diabetikum

3.6. Diagnosis Kerja


G4P3A0H3, Usia Kehamilan (10-11)minggu dengan Hiperemesis Gravidarum
grade II

3.7. Tatalaksana Awal


- Tirah baring
- Diet BB lunak
- IVFD Neurobion 1 amp + Ringer Laktat 20 tpm
26

- Inj. Ranitidine 50mg/12 jam IV


- Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam IV

Rencana
- Rawat inap
- Observasi keluhan

3.8. Follow Up Ruangan

Tabel 3.2. Follow Up 26 April 2020

S : Mual (+) Muntah (+). Nyeri ulu hati (+) berkurang.

O : Sens: Compos mentis (GCS E4M6V5)


TD: 100/70 mmHg
N: 103 kali/menit, regular, t/v cukup
RR: 27 kali/menit
Suhu: 37 oC
SpO2: 98%
Mata: RC (+/+) Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Toraks
Paru: Simetris fusiformis, SF kanan=kiri, Sonor (+/+), Vesikuler
(+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung: HR 103 kali/menit, regular, S I/II (+) normal, murmur (-),
gallop (-).
Abdomen
Soepel, TFU belum teraba. Peristaltik (+) Normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), ptekie (-).

A : G4P3A0 + Usia Kehamilan (10-11)mgg + Hiperemesis Gravidarum


Grade II
27

P : - Tirah baring
- Diet BB lunak, makan sedikit-sedikit namun sering
- IVFD Neurobion 1 amp + Ringer Laktat 20 tpm (kontinu)
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
- Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam IV

Tabel 3.3. Follow Up 27 April 2020

S : Mual (+) Muntah (+) berkurang. Nyeri ulu hati (+) berkurang

O : Sens: Compos mentis (GCS E4M6V5)


TD: 90/60 mmHg
N: 87 kali/menit, regular, t/v cukup
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36,7 oC
Mata: RC (+/+) Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Toraks
Paru: Simetris fusiformis, SF kanan=kiri, Sonor (+/+), Vesikuler
(+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung: HR 87 kali/menit, regular, S I/II (+) normal, murmur (-)
Abdomen
Soepel, TFU belum teraba. Peristaltik (+) Normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), ptekie (-)
A : G4P3A0 + Usia Kehamilan (10-11)mgg + Hiperemesis
Gravidarum Grade II
P : - Tirah baring
- Diet BB lunak, makan sedikit-sedikit namun sering
- IVFD Neurobion 1 amp + Ringer Laktat 20 tpm (kontinu)
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
- Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam IV
28

Tabel 3.4. Follow Up 28 April 2020

S : Mual (+) Muntah (-) Nyeri ulu hati (-)

O : Sens: Compos mentis (GCS E4M6V5)


TD: 120/70 mmHg
N: 86 kali/menit, regular, t/v cukup
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36,7 oC
SpO2: 98%
Mata: RC (+/+) Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Toraks
Paru: Simetris fusiformis, SF kanan=kiri, Sonor (+/+), Vesikuler
(+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung: HR 103 kali/menit, regular, S I/II (+) normal, murmur (-),
gallop (-).
Abdomen
Soepel, TFU belum teraba. Peristaltik (+) Normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), ptekie (-).

A : G4P3A0 + Usia Kehamilan (10-11) mgg + Hiperemesis Gravidarum


Grade II
P : - Tirah baring
- Diet BB lunak, makan sedikit-sedikit namun sering
- IVFD Neurobion 1 amp + Ringer Laktat 20 tpm (kontinu)
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
- Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam IV

Tabel 3.4. Follow Up 29 April 2020

S : Tidak ada keluhan

O : Sens: Compos mentis (GCS E4M6V5)


TD: 110/80 mmHg
29

N: 76 kali/menit, regular, t/v cukup


RR: 19 kali/menit
Suhu: 36,7 oC
SpO2: 99%
Mata: RC (+/+) Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Toraks
Paru: Simetris fusiformis, SF kanan=kiri, Sonor (+/+), Vesikuler
(+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung: HR 76 kali/menit, regular, S I/II (+) normal, murmur (-),
gallop (-).
Abdomen
Soepel, TFU belum teraba. Peristaltik (+) Normal
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), ptekie (-).

A : G4P3A0 + Usia Kehamilan (10-11)mgg + Hiperemesis Gravidarum


Grade II
P : - Boleh pulang, kontrol poli obgyn
- Pola makan sedikit-sedikit namun sering
- Ranitidine 2 x 50 mg PO
- Ondansentron 3 x 8 mg PO (K/P)
30

BAB 4
ANALISIS KASUS

Teori Kasus
Manifestasi Klinis Pada pasien didapatkan gejala berupa:
Kehamilan muda dan muntah yang terus
• Usia kehamilan 10 – 11 minggu
menerus, sehingga mempengaruhi keadaan
• Amenorea
umum.
• Mual
Anamnesis
• Muntah, frekuensi kurang lebih
Dari anamnesis didapatkan amenorea,
15 x/hari
tanda kehamilan muda, mual, dan muntah,
• Lemas, aktivitas terganggu
dan mengganggu aktivitas pasien sehari-
hari.
Pemeriksaan Fisik Pada pasien didapatkan:
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan • KU : lemah, tampak sakit sedang
umum pasien, tanda-tanda vital, tanda • TD : 90/60 mmHg
dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain
• HR : 118x/i
itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid
dan abdominal untuk menyingkirkan • RR : 32x/i
diagnosis banding. • Temp : 36

• Abdomen : supel, TFU belum


teraba nyeri tekan seluruh regio abdomen
31

Pemeriksaan Penunjang Pada pasien dilakukan pemeriksaan


Pemeriksaan laboratorium umumnya penunjang berupa darah lengkap dan
menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan urinalisis lengkap, dengan hasil :
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, Ketonuria : +++
peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin, dan hematokrit. Pemeriksaan
USG penting dilakukan untuk mendeteksi
adanya kehamilan ganda maupun mola
hidatidosa

Tatalaksana Pada pasien diberikan tatalaksana berupa:

Rehidrasi dan suplemen vitamin, pilihan - Tirah Baring

cairan adalah normal salin (NaCl 0,9%), - Diet makanan lunak, dengan pola
Antiemesis (metoklopramid, sedikit-sedikit namun sering

domperidon), fenotiazin (klorpromazin, - IVFD Neurobion 1 amp + Ringer


Laktat 20 tpm
proklorperazin), antikolonergik
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam IV
(disiklomin) atau antihistamin H1- - Inj. Ondansetron 8 mg/8 jam IV
reseptor antagonis (prometazin, siklizin).
Namun bila masih tetap tidak
memberikan respon maka dapat
digunakan kombinasi kortikosteroid
dengan reseptor antagonis 5-
Hidrokstiptamin (5-HT3) (ondansentron,
sisaprid).
32

BAB 5

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Seroang ibu hamil, usia 32 tahun 8 bulan, datang ke rumah sakit dengan keluhan
mual muntah. Anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan mual dan muntah
dengan frekuensi muntah kurang lebih 15x/hari. Nyeri ulu hati yang dirasakan
menembus hingga ke punggung belakang. Pasien tampak sangat lemas.
Pemeriksaan urinalisis menunjukkan ketonuria +++ / positif 3. Pasien didiagnosis
dengan G4P3A0 dengan usia kehamilan 10 – 11 minggu dan hyperemesis
gravidarum grade II. Pasien dilakukan tatalaksana dengan terapi cairan dan vitamin,
serta terapi simptomatis lainnya. Penanganan menunjukkan perbaikan dan pasien
pulang dengan jadwal kontrol ke poli obgyn.
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC.

2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric


Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.

3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002;
hal. 275-280.

4. Ogunyemi DA, 2012. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from:


http://www.emedicine.com (Accesed : 24 Oktober 2012).

5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis


Gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update.vol 11. No.5. pp.
527-539.

6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and Helicobacter


pylori infection: a systematic review. Obstet Gynecol 2007, 110:695-703.

7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management. Aust Fam


Physician 2007,36:698-701.

8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with nausea and
vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of Midwifery, May 2008,
Vol 16, No. 5.

9. Asih, Kampono dan Prihartono. Hubungan pajanan infeksi Helicobacter


pylori dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Majlah Obstetri Ginekologi
Indonesia. Vol 33, no 3 Juli 2009.

10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of nausea and


vomiting in pregnancy: an updated algorithm. Can Fam Physician 2007, 53
(12):2109-2111.
34

11. Sherlock S. Diseases of the liver and biliary system. 6th ed. Oxford: Blackwell
Scientific Publications, 1981; 400–5.

12. Dotivas SG, Meeks GR, Phillips O, Momson JC, Walker LA. Liver disease in
pregnancy. Obstetrical and Gynecological Survey 1983; 38: 831–6.

13. Wright R. Liver disease in pregnancy. Medicine International 1986; 2: 1210– 1.

14. MacKenna J, Pupkin M, Crenshaw C, McLeod M, Parker RT. Acute fatty


metamorphosis of the liver. Am J Obstet Gynecol 1977; 127: 400–4.

Anda mungkin juga menyukai