Anda di halaman 1dari 35

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh:
Anak Agung Wira Ryantama (1302006171)
I Gede Komang Agung Tresna Rahayudi (1302006234)
Kartiga Silvaraaju (130200xxxx)

Pembimbing
dr. Dewa Ketut Arika Seputra, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD WANGAYA
2017
HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh:
Oleh:
Anak Agung Wira Ryantama (1302006171)
I Gede Komang Agung Tresna Rahayudi (1302006234)
Kartiga Silvaraaju (130200xxxx)

Pembimbing
dr. Dewa Ketut Arika Seputra, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD WANGAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Hiperemesis Gravidarum” ini dapat
selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini
disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD
Wangaya.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. I Gede Deni Surasandi, Sp.OG (K) selaku kepala SMF Obsetri dan
Ginekologi RSUD Wangaya
2. dr. Dewa Ketut Arika Saputra, Sp.OG selaku pembimbing dan penguji laporan
kasus ini.
3. Dokter residen yang telah membantu dan membimbing kami dalam menulis
laporan kasus ini.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 30 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... v
BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................. 2
2.1 Definisi ........................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi .................................................................................................. 2
2.3 Etiologi ........................................................................................................... 2
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 3
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 5
2.6 Diagnosis ........................................................................................................ 6
2.7 Diagnosis Banding ......................................................................................... 8
2.8 Komplikasi ..................................................................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................. 9
2.10 Prognosis ...................................................................................................... 15
BAB III Laporan Kasus ...................................................................................... 17
3.1 Identitas Pasien .............................................................................................. 17
3.2 Anamnesis ...................................................................................................... 17
3.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................... 18
3.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 19
3.5 Diagnosis Kerja ............................................................................................... 20
3.6 Penatalaksanaan .............................................................................................. 20
3.7 Perjalanan Penyakit ......................................................................................... 21
BAB IV Pembahasan .......................................................................................... 22
4.1 Diagnosis…….. ............................................................................................... 24
4.2 Penatalaksanaan .............................................................................................. 25
BAB V Simpulan ............................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 PUQE score............................................................................................ 7


Tabel 2.2 Daldiyono Score .................................................................................... 11

iii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahap-Tahap Penanganan Hiperemesis Gravidarum............................ 16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Mual dan muntah adalah kondisi yang sering ditemukan pada awal
kehamilan. Mual dan muntah ini dapat menjadi masalah apabila terjadi secara
berlebihann sehingga dapat mengganggu aktivitas ibu. Mual dan muntah yang
berlebihan ini disebut dengan hyperemesis gravidarum.

Hiperemesis terjadi di seluruh dunia denagn angka kejadian yang beragam


mulai dari dari 1-3% dari seluruh kehamilan yang terjadi di Indonesia, 0,3% dari
seluruh kehamilan di Swedia, 0,5% dari seluruh kehamilan di California, 0,8% di
Canada, 10,8% di Cina, 0,9% di Norwegia, dan 0,5% di Amerika Serikat.
Berdasarkan hasil penelitian Depkes RI tahun 2009 menjelaskan bahwa 80%
perempuan hamil mengalami rasa mual dan muntah. Hal ini dapat memicu
perempuan hamil menghindari makanan tertentu yang dapat mempengaruhi
kebutuhan nutrisi ibu dan janin.1,2

Mual dan muntah berlebih yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur
kehamilan 20 minggu disebut hiperemesis gravidarum.1 Hiperemesis gravidarum
merupakan kondisi yang kompleks dan mengganggu aktivitas sehari-hari atau
menimbulkan komplikasi. Keadaan ini merupakan indikasi tersering ibu hamil untuk
dirawat di rumah sakit pada trimester awal kehamilan.2

Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian namun hampir 25%


pasien dirawat inap lebih dari sekali dengan keluhan serupa.3 Hiperemesis
gravidarum yang tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai
komplikasi baik komplikasi terhadap ibu maupun komplikasi terhadap janin. Ibu
yang mengalami muntah persisten dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit serta ketosis. Sedangkan pada bayi dapat terjadi pertumbuhan janin
terhambat serta kematian janin. Maka dari itu sangat penting untuk mengetahui tanda
dan gejala serta penanganan yang tepat untuk hiperemesis gravidarum.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai usia kehamilan 20 minggu.1 Menurut The Society of Obstetricians and
Gynaecologyst of Canada (SOGC), hiperemesis gravidarum adalah keadaan mual
dan muntah yang berlebihan atau menetap pada wanita hamil dan mengganggu
pekerjaan sehari-hari dan menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan
lebih dari 5% dari berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit dan ketonuria.4

2.2. Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida.1 Insiden hiperemesis gravidarum bervariasi pada beberapa studi
populasi. Beberapa melaporkan antara 50-90% tetapi kebanyakan berkisar antara 70-
80%. Pada 20% kasus hiperemesis gravidarum gejala berlangsung menetap selama
kehamilan.4 Di dalam penelitian Mahmoud (2012) dinyatakan bahwa hiperemesis
gravidarum terjadi pada 59.000 wanita hamil di AS, dengan angka insiden sebesar
0,5%. Selain itu, diperkirakan bahwa wanita hamil yang memiliki gejala mual dan
muntah berat di China adalah mencapai 10,8%. Di Malaysia, ditemukan bahwa
prevalensi wanita yang mengalami HG adalah 3,9%.5
Berdasarkan hasil penelitian Depkes RI tahun 2009 menjelaskan bahwa 80%
perempuan hamil mengalami rasa mual dan muntah. Hal ini dapat memicu
perempuan hamil menghindari makanan tertentu yang dapat mempengaruhi
kebutuhan nutrisi ibu dan janin.1,2

2.3. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum sampai saat ini belum dapat diketahui
secara pasti. Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, namun umur kehamilan
muda, kehamilan pertama, mola hidatidosa, kehamilan ganda, adanya riwayat
keluarga yang mengalami hiperemesis gravidarum, dan wanita yang sebelumnya
memiliki riwayat hiperemessis gravidarum diperkirakan dapat menjadi penyebab
terjadinya hiperemesis gravidarum. Keluhan mual dan muntah pada kehamilan dapat

2
dipicu oleh berbagai stimulus diantaranya stimulus visual, vestibular, olfaktorik,
gustatorik, gastrointestinal, psikogenik dan emetogenik.7

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi Hipermesis Gravidarum


Terdapat beberapa teori yang diduga menjadi penyebab terjadinya hiperemesis
gravidarum yaitu : 7
a. Respon sistem saraf pusat terhadap rangsangan muntah
Penelitian pada binatang yang tidak hamil menunjukkan bahwa muntah
melibatkan lengkung reflex dengan koneksi vagal aferen dan eferen dengan
chemoreceptor trigger zone(CTZ), pusat muntah dan pusat vestibular pada
batang otak dan medula oblongata. Kemungkinan terlibatnya korteks serebral
dalam hiperemesis gravidarum diperlihatkan pada penelitian kasus-kontrol dari
35 wanita hamil (17 dengan hiperemesis gravidarum dan 18 dengan emesis
gravidarum). Enam dari 17 pasien dengan hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan 1 dari 18 wanita dengan emesis gravidarum
menunjukkan kelainan EEG yang tidak spesifik. Godwin et al. menunjukkan
adanya peningkatan kelainan dalam reflex vestibulo-okular pada wanita hamil
dengan hiperemesis gravidarum.7
b. Faktor plasenta
Pada kehamilan normal, jaringan plasenta banyak diinfiltrasi oleh
limfosit dan fagosit mononuklea, salah satu dari fungsi utama plasenta adalah
untuk memproduksi sitokin yang penting untuk mempertahankan kehamilan.
TNFα, Interleukin 1, dan interleukin 6 mengatur produksi dan pengeluaran
human chorionic gonadotropin (hCG). Sitokin melalui nosiseptor dikatakan
dapat menginduksi emesis melalui stimulasi sentral dan perifer dari lengkung
refleks muntah. Mekanisme lain yang dipengaruhi oleh plasenta adalah rata-
rata jumlah adenosine dan norepinephrine pada plasma. Kedua faktor ini
meningkat secara signifikan pada wanita dengan hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan wanita hamil yang normal. Hal ini dipercaya disebabkan
oleh aktivitas berlebihan dari sistem saraf simpatis dan peningkatan produksi
dari TNFα.7
c. Faktor hormonal
Fungsi utama lain dari plasenta adalah memproduksi hormon. Dari ketiga
hormon (hCG, E2, progesteron) yang berimplikasi terhadap patogenesis

3
hiperemesis, yang terbanyak diketahui adalah hCG dan kemudian diikuti oleh
estrogen.7 Pengaruh fisiologik hormon estrogen tidak jelas, mungkin berasal
dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung.
Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual
dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.3
d. Faktor gastrointestinal
Rangsangan gastrointestinal memiliki peranan dalam patogenesis
hiperemesis gravidarum dimana kebanyakan wanita yang masuk rumah sakit
dengan hiperemesis gravidarum diberikan rehidrasi melalui intravena tanpa
makan atau minum dalam 24 jam pertama biasanya berhenti muntah.
Progesteron memiliki efek inhibisi terhadap otot polos gastrointestinal yang
dapat menyebabkan penurunan transit pada usus halus dan usus besar. Namun
tidak terdapat kelainan pada waktu pengosongan lambung pada wanita dengan
hiperemesis gravidarum.7
e. Faktor psikologis
Terdapat pendapat bahwa hiperemesis gravidarum merupakan simbol
penolakan kehamilan. Stress dan pengaruh psikososial juga berperan terhadap
terjadinya hiperemesis gravidarum dengan adanya temuan kadar kortisol yang
dan hormon adrenokortikotropik.7
f. Defisiensi Vitamin B6 (Pyridoxin)
Kekurangan vitamin B6 fungsional dalam bentuk pyridoxal-5-
phosphate(PLP) ditemukan pada kehamilan. Hubungan defisiensi vitamin B6
dengan hiperemesis gravidarum dikemukakan karena ditemukan adanya
perbaikan pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum yang diberikan
terapi vitamin B6.7
Selain itu hiperemesis gravidarum dikatakan sebagai suatu respon pertahanan
tubuh terhadap makanan yang mungkin berbahaya seperti makanan yang
mengandung kafein, tembakau dan alkohol. Adanya kelainan enzim hati yang
ditemukan pada wanita dengan hiperemesis gravidarum mungkin disebabkan oleh
adanya peningkatan beban metabolik dari inaktifasi hormon trophoblastik dan
mungkin emetogen lain yang berhubungan dengan kehamilan.7
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada
hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
seimbangnya elektrolit.3 Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan

4
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak
yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam
hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula
klorida urin. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran
darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen
ke jaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik toksik. Kekurangan
kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,
menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan
terjadilah lingkaran setan yang sulit dihentikan. Di samping dehidrasi dan
terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir
esofagus dan lambung (sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat pendarahan
gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan pendarahan dapat berhenti
sendiri, jarang sampai diperlukan transfusi dan tindakan operatif. 7

2.5. Manifestasi Klinis


Menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu:8,1
a. Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum pasien.
Lemah, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, dan nyeri ulu hati. Nadi
meningkat hingga 100 kali/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor
berkurang, lidah mengering dan mata cekung.
b. Tingkat II
Tampak lebih lemah dan apatis, turgor lebih menurun, lidah kering dan
tampak kotor. Berat badan turun, mata cekung, tensi turun, terjadi
hemokonsentrasi, oliguria, dan konstipasi. Aseton dapat tercium dari udara
pernafasan, dapat pula ditemukan dalam urin.

5
c. Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat. Dapat terjadi komplikasi
pada susunan saraf pusat yang dikenal sebagai Ensephalopati Wernicke.

2.6. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Adapun informasi yang perlu digali
saat anamnesis yaitu gejala mual dan muntah yang berlebihan pada kehamilan muda
trimester pertama. Mual dan muntah berlebih ini biasanya mulai muncul pada usia
kehamilan 4-10 minggu kemudian puncaknnya terjadi saat umur kehamilan 8-12
minggu dan menurun kejadiannya saat umur kehamilan mencapai 20 minggu. Pada
kasus yang jarang, gejala dapat ditemukan persisten hingga memasuki setengah usia
kehamilan.8,9
Hiperemesis gravidarum mempengaruhi keadaan umum, sehingga biasanya
pasien datang dengan keluhan yang menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, ketosis,
gangguan asam basa dan elektrolit, dan penurunan berat badan >5%. Ptialisme
(berludah yang berlebihan) kadang dikeluhkan. 10
Sebuah skor untuk menilai tingkat mual muntah pada kehamilan telah dibuat
dan divalidasi yang diberi nama dengan pregnancy-unique quantification of
emesis/nausea (PUQE) score. Tabel PUQE score dapat dilihat pada tabel 2.1.8
Klasifikasi mual muntah berdasarkan PUQE score adalah jumlah poin dari
ketiga pertanyaan diatas, bila skor total < 6 dikategorikan sebagai mual muntah yang
ringan, skor 7-12 dikategorikan sebagai mual muntah mederat, nilai skor > 13
dianggap mual muntah yang berat. Berdasarkan kategori tersebut selanjutnya
dilakukan manajemen terapi yang sesuai. Dimana mual muntah yang berat pada
kehamilan membutuhkan perawatan yang lebih seksama.8
Penanganan mual dan muntah pada kehamilan tergantung dari tingkat berat
ringannya gejala, berkisar dari perubahan pola diet pada pasien dengan gejala yang
ringan, hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral total (NPT) pada gejala
yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis sudah sangat jauh berkurang.

6
Tabel 2.1 Pregnancy-Unique Quantification of Emesis/nausea (PUQE) score.8
1. Rata-rata dalam sehari, berapa lama anda merasa mual atau sakit perut?
a. >6 jam (5 poin)
b. 4–6 jam (4 poin)
c. 2–3 jam (3 poin)
d. <1 jam (2 poin)
e. Tidak sama sekali (1 poin)
2. Rata-rata dalam sehari, berapa kali anda muntah?
a. >7 (5 poin)
b. 5–6 (4 poin)
c. 3–4 (3 poin)
d. 1–2 (2 poin)
e. Tidak muntah (1 poin)
3. Rata-rata dalam sehari, berapa kali anda muntah tanpa ada isi lambung
yang keluar?
a. >7 (5 poin)
b. 5–6 (4 poin)
c. 3–4 (3 poin)
d. 1–2 (2 poin)
e. Tidak ada (1 poin)

Penegakan diagnosis harus berawal dari konfirmasi viabilitas kehamilan


intrauterin. Ketika diagnosis hiperemesis gravidarum telah ditegakkan, kondisi
terkait seperti kehamilan multipel dan mola hidatidosa harus dieksklusi. Pada 30%
kasus, kehamilan mola dan kanker tertentu dapat muncul dengan gejala FHG.
Penegakan diagnosis hyperemesis gravidarum juga harus mengeklusi penyebab lain
dari gejala muntah seperti gastroenteritis, kolesistitis, akut pankreatitis, obstruksi
outlet gastrik, pyelonephritis, hipertiroidism primer paratiroidism primer atau
disfungsi liver.9
Pemeriksaan laboratorium berguna dalam menegakkan diagnosis dan terapi
pasien. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut yaitu darah lengkap, urinalisis,
gula darah, elektrolit, analisis gas darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal (blood urea
nitrogen, kreatinin), amylase, lipase, tes fungsi tiroid, dan β-HCG. Hasil
pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi seperti
peningkatan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin
dan hematokrit. Kelainan elektrolit dan asam basa dapat dijumpai seperti
hipokloremia, hiponatremia, penurunan potasium dan asidosis. Peningkatan
aminotransferase serum dan kadar bilirubin total dapat ditemukan.2 Selain

7
pemeriksaan laboratoris juga dapat dilakukan pemeriksaan USG harus
dipertimbangkan dilakakan untuk mengeklusi kehamilan multiple dan kehamilan
mola.

2.7. Diagnosis Banding


Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala
muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:
a. Gastritis dan Ulkus Peptikum
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-
obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu
dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum
karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai
keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari
karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan
gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya
diikuti dengan diare.4
b. Ketoasidosis diabetes
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah.4
c. Pankreatitis akut
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum
alkohol berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-
kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung,
kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian
bawah. Pemeriksaan serum amilase dapat membantu menegakkan diagnosis.4
d. Hipertiroidism
Hipertiroidism dapat bermanifestasi asimtimatik maupun dengan gejala
dan tanda yang signifikan. Adapun gejala dari hipertiroidism adalah
kegelisahan, iritablitas, peningkatan keringat, berdebar, tangan tremor, cemas,
sulit tdur, penipisan kulit, kelemahan otot terutama lengan atas dan paha.

8
Gerakan usus pasien dengan ipertiroidim lebih sering dan diare sering terjadi.
Penurunan berat badan dapat terjadi bahkan ketika nafsu makan baik, muntah
dan pada wanita aliran darah mestruasi berkurang dan siklus menstruasi tidak
teratur cenderung berkurang atau dengan siklusnya memanjang. Pemeriksaan
fisik dan penunjang fungsi tiroid akan sangat membantu dalam penegakan
diagnosis ini.
e. Hepatitis
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan
SGOT dan SGPT yang nyata.4

2.8. Komplikasi
Hiperemesis gravidarum jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
risiko maternal maupun fetal. Pada risiko maternal, ibu dapat mengalami diplopia,
palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia dan kejang akibat dari defisiensi tiamin (B1).
Jika hal ini tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis korsakoff (meliputi amnesia,
menurunnya kemampuan untuk beraktifitas) ataupun kematian. Penyulit ini disebut
Ensephalopati Wernicke dengan trias klasik, yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola
mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Dengan
demikian, untuk hyperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan.
Penyulit lainnya yang mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-
Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer.1
Risiko terhadap Fetal sendiri yaitu meningkatkan kejadian gangguan
pertumbuhan janin dalam Rahim (IUGR) akibat penurunan berat badan ibu yang
kronis. Selain itu dapat juga terjadi kematian janin, pertumbuhan janin terhambat,
preterm, berat badan lahir rendah, dan kelainan kongenital.3

2.9. Penatalaksanaan
Sebagian besar bisa ditangani dengan rawat jalan, hanya sebagian kecil yang
perlu rawat inap.
Indikasi rawat inap:
a. Dehidrasi sedang-berat.
b. Mual muntah berat yang persisten yang tidak bisa mentoleransi cairan.
c. Gangguan elektrolit.

9
d. Ketonuria +++
e. Kehilangan berat badan > 5%.

Penanganan mual dan muntah pada kehamilan tergantung dari tingkat berat
ringannya gejala, berkisar dari tindakan konservatif seperti perubahan pola diet pada
pasien dengan gejala yang ringan, hingga pemberian obat-obatan, nutrisi parenteral
total (NPT) pada gejala yang berat. Terminasi kehamilan karena hiperemesis sudah
sangat berkurang.3
Tatalaksana hiperemesis gravidarum dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
a. Mengatasi Dehidrasi dan Keseimbangan Asam Basa
Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan muntah yang sering, hingga
menyebabkan dehidrasi dan turunnya berat badan harus segera mendapat
terapi. Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah
mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus.
Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital
sehingga pasokan darah berkurang.2
Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi
termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka
tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang
hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang
tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus
memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang
diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2
Salah satu cara dapat digunakan untuk menghitung jumlah cairan
rehidrasi inisial yaitu berdasarkan klinis dehirasi, bila ada rasa haus dan tidak
ada tanda klinis dehidrasi maka kehilangan cairan sekitar 2%, maka misalnya
berat badan 50 kg maka maka defisit air sekitar 1000 ml. Bila terdapat rasa
haus dan oligouria, mulut kering, diperkirakan defisit 6% atau 3000 ml. Bila
ada tanda-tanda diatas ditambah perubahan mental maka defisit sekitar 7-12 %
atau sekitar 3,5-7 liter. 2
Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik,
misalnya ringer laktat, ringer asetat, atau normal salin. Bila memakai normal
salin harus berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang

10
banyak karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic
acidosis.3
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan
darah arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit,
ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik,
produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.3
Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan
untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistem skor. Adapun nilai (score) gejala
klinis dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.2 Daldiyono Score 6
Gejala klinis Score
Muntah 1
Voxs Choleric (Suara Parau) 2
Apatis 1
Somnolen, Sopor, Koma 2
T ≤ 90 mmHg 1
T ≤ 60 mmHg 2
N  120 x/menit 1
Frekuensi napas > 30x/menit 1
Turgor Kulit  1
Facies Cholerica (Mata Cowong) 1
Extremitas Dingin 1
Washer Women’s Hand 1
Sianosis 2
Usia 50 – 60 -1
Usia > 60 -2

Semua score ditulis lalu dijumlahkan. Jumlah cairan yang akan diberikan
dalam 2 jam, dapat dihitung:
Defisit = Skor x 10 % BB x 1 Lt
15
 Koreksi 2 jam pertama
Rencana rehidrasi sebaiknya dikaitkan dengan jumlah cairan yang
dibutuhkan selama 24 jam berikutnya, yaitu menjumlahkan defisit cairan
dengan 2000 ml. Bila pasien dapat menelan, air diberikan per-oral. Bila
kesulitan maka rehidrasi diberikan per-infus atau per-rektal.4

11
b. Pemberian Anti-Emesis
Hingga saat ini pemberian anti muntah pada kehamilan muda masih
kontroversi karena belum cukup penelitian yang terkontrol baik untuk
menyatakan keamanannya, walaupun disebutkan tidak ada hubungan antara
anti muntah dengan efek buruk pada janin.2 Pada sebuah studi dari 315 wanita
hamil menunjukan peningkatan risiko cacat bawaan jika phenothiazine
diberikan selama trimester pertama, studi besar lainnya menunjukkan tidak ada
hubungannya dengan kejadian malformasi kongenital.
Pemberian obat anti muntah amat berkembang setelah dikenal bermacam
reseptor seperti dopamin, serotonin, muskarinik, dan histamin. Obat-obatan
tersebut merupakan antagonis terhadap reseptor masing-masing yang
menghambat impuls muntah, diantaranya pada CTZ.2
 Antihistamin dan Antikolinergik
Antihistamin menghambat kerja histamin pada reseptor H1 dan
antikolinergik menghambat kerja asetilkolin pada reseptor muskarinik.
Kedua obat membatasi stimulasi terhadap pusat muntah dari sistem
vestibular (yang kaya dengan histamin dan asetilkolin) tetapi mempunyai
efek yang minimal pada stimulasi visceral aferen.4
 Dopamin Antagonis
Dopamin antagonis meminimalkan efek dopamin pada reseptor D2
pada CTZ yang akan mengurangi rangsangan terhadap pusat muntah di
medula. Meskipun dopamin antagonis murah dan mempunyai efikasi
luas namun mempunyai efek samping diantaranya sedasi, ortostatik
hipotensi, dan gejala ekstrapiramidal seperti tardive diskinesia.4
 Serotonin Antagonis
Selektif serotonin antagonis menghambat kerja serotonin pada
reseptor 5-hidroksitriptamin3 (5-HT3) pada usus kecil, saraf vagus, dan
CTZ. Bekerja menurunkan rangsangan aferen visceral dan CTZ pada
pusat muntah di medula. Karena penghambatan yang menyebar pada
serotonin, obat ini menjadi pengobatan primer pada muntah. Umumnya
serotonin antagonis telah ditunjukkan aman, dengan efek samping yang
minimal. Nyeri kepala, diare, dan lesu merupakan efek samping yang

12
tersering. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul tetapi telah berhubungan
dengan komplikasi dari urtikaria sampai bronkhospasme dan anafilaksis.4
 Kortikosteroid
Sebuah studi menunjukan tidak ada perawatan kembali untuk
muntah berulang pada wanita dengan hiperemesis gravidarum yang
diberikan metilprednisolon per oral, dibandingkan dengan lima orang
yang memerlukan perawatan kembali yang diberikan terapi promethazin
oral.1 Penulis studi tersebut mempercayai metilprednisolon 16 mg tiga
kali sehari (28 mg per hari) diikuti dengan penurunan dosis dalam 2
minggu, berguna bagi hiperemesis yang sukar disembuhkan.1
Kortikosteroid secara umum dianggap aman diberikan selama kehamilan.

c. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung
pada derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan pasien
terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan
saluran cerna harus digunakan. Bila per-oral menemui hambatan dicoba untuk
menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak
keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme
defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan
homeostasis nutrisi.2
Bila pasien sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat,
rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara,
hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal
kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.2
Salah satu rumus yang dapat menghitung kebutuhan basal (basal energy
expenditure) berdasarkan massa tubuh (body mass) adalah rumus Harris-
Benedict berdasarkan berat, tinggi dan umur. BEE = 655,10 + 9,56 W + 1,85 H
– 4,68 A (dimana W = berat (kg), H = tinggi (cm) dan A = umur (th). Untuk

13
kebutuhan memetabolisme makanan dan aktivitas jumlahnya dapat ditambah
15%.2
Pada pasien yang gejala muntahnya tidak berkurang, makanan dapat
diberikan melalui NGT terlebih dahulu. Nutrisi Parenteral Total (NPT)
diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang berada dalam derajat
muntah yang hebat dan terus mengalami penurunan berat badan atau gagal
dengan terapi konservatif.2
Pemberian NGT menghadapi resiko yang cukup besar, karena ia
memotong jalur mekanisme regulasi dan proteksi yang dapat mengakibatkan
komplikasi pemasangan yang mengunakan kateter vena sentral seperti
pneumothoraks, hemothoraks, emboli udara dan cedera duktus thorasikus.
Namun nutrisi parenteral yang menggunakan vena perifer dapat pula
menimbulkan septik dan komplikasi metabolik. Selain itu tidak digunakannya
saluran cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi mukosa,
pembentukan ulkus, disfungsi barier mukosa dan septik enterogenik. Sehingga
nutrisi parenteral digunakan sebagai jalan terakhir pemberian makanan.2
d. Psikoterapi
Psikoterapi suportif mungkin berguna pada pasien yang memilliki stres
personal atau gangguan sosial atau pekerjaan. Psikoterapi singkat, terapi
perilaku dan hipnoterapi cukup efektif. Psikoterapi dianjurkan apabila terdapat
masalah karakteristik pribadi, konflik perkawinan, dan konflik keluarga.
Sangatlah penting jika wanita ini diberikan dukungan mental oleh anggota
keluarga dan staf dokter atau perawat.3
e. Terapi alternatif
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis
gravidarum, antara lain:
 Jahe (zingiber officinale)
Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis
harian 250 mg sebanyak 2 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan
plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Belum ada
penelitian yang menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus
dengan jahe.2
 Vitamin B6

14
Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam
metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6
untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang
cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel
melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi
kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.2

2.10. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Namun pada tingkatan yang berat dan tidak mendapatkan penanganan
yang baik akan berkaitan dengan pengeluaran yang buruk. Pada suatu penelitian
diketahui bahwa seorang ibu yang hiperemetik memiliki risiko nutrisi buruk bila
mean diatary intake dari semua nutrien dibawah 50% dari recommended dietary
allowances. Kemudian, diketahui lebih dari 60% pasien memiliki cadangan tiamin,
riboflavin, vitamin B6, vitamin A dan retinol binding protein yang suboptimal.
Pada kasus yang diseleksi dengan penurunan berat badan >5% dan malnurish
berkepanjangan, didapatkan keluaran kehamilan yang buruk seperti berat badan lahir
bayi rendah, pendarahan antepartum, kelahiran premature dan terkait anomali fetal.
Hal ini terkait dengan kontrol gejala yang kurang dan ketidakmampuan dalam
mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum
menurut protap divisi fetomaternal RSUP Sanglah Denpasar dapat dilihat pada grafik
2.1.8

15
Bagan 2.1. Tahap-tahap penanganan hiperemesis gravidarum.8

Berikan 10 mg Doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg pyridoxine,


hingga empat tablet per hari (yaitu, dua pada waktu tidur, satu di pagi hari,
dan satu di sore hari).

Tambahkan dimenhydrinate, 50 sampai 100 mg 4 kali tiap


6 jam po atau supositoria,atau
promethazine, 5 sampai 10 mg 6 kali tiap 8 jam

Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi

Tambahkan salah satu dari berikut Mulai pengobatan rehidrasi:


(dalam urutan keselamatan janin • Cairan pengganti intravena
terbukti): (IV) 2 liter lar. Ringer
• klorpromazin, 10 sampai 25 mg Dekstrose dalam 4 jam,
4 kali tiap 6 jam atau intramuskular dilanjutkan pemeliharaan
(IM), 50 sampai 100 mg 4 kali tiap • multivitamin IV
6 jam suplementasi
• metoclopramide, 5 sampai 10 mg • dimenhydrinate, 50 mg
setiap 8 jam IM atau po (dalam 50 mL saline, lebih
• ondansetron, 8 mg po tiap 12 dari 20 menit)
jam 4 kali tiap 6 jam IV

Tambahkan salah satu dari berikut (dalam urutan


keamanan untuk janin ):
- klorpromazin, 25 - 50 mg 4 kali tiap 6 jam I.V
- metoclopramide, 5 sampai 10 mg setiap 8 jam IV
- ondansetron 8 mg, lebih dari 15 menit tiap 12 jam
IV atau
1 mg / jam terus menerus hingga 24 jam.
- Kortikosteroids

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : MK
No. RM : 645163
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 31 tahun
Pendidikan : SMA
Suku / Bangsa : Maluku / Indonesia
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Amtasiwa no. 3
Tanggal MRS : 30 Agustus 2017

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Mual dan Muntah
Pasien dengan usia kehamilan 8 minggu 6 hari datang dan mengeluh
mual dan muntah yang dirasakan sejak tanggal 17 Oktober 2017. Mual dan
muntah dapat terjadi setiap hari dan menetap. Keluhan ini dirasakan cukup
berat hingga pasien tidak bisa makan karena tidak nafsu makan. Pasien juga
mengeluh lemas dan tidak mampu beraktivitas normal. Pasien mengaku BAB
dan BAK masih dalam batas normal. Pasien menyangkal mengalami
pervaginam.

HPHT : 23 Agustus 2017


TP : 20 Mei 2018

Riwayat Menstruasi : Menarche : 13 tahun


Siklus Haid : 28 hari
Lama : 3-4 hari
Riwayat Perkawinan : 1x

17
Riwayat Persalinan : 1. Abortus
2. Perempuan, 2800 g, aterm PSPTB, T/H, Nakes
3. hamil ini
Riwayat KB : tidak memakai alat kontrasepsi apapun
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, DM, penyakit jantung, asma dan
varises di sangkal
Riwayat Ginekologi : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit asma, DM, hipertensi, dan
penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial : Merokok : disangkal
Konsumsi Alkohol : disangkal

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu Aksila : 36,0C
Berat Badan : 41 kg
Tinggi Badan : 165 cm

Status General
Mata : Anemia -/-, ikterus -/-, cowong + /+
Thoraks : Mammae : bentuk dan ukuran normal serta simetris
Tidak ada cairan dan kebersihan cukup
Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : ~ Status Obstetri
Ekstremitas : Edema (-)
Hangat

18
Status Obstetri
Abdomen : Inspeksi : tidak ada bekas luka, tidak tampak ada
pembesaran abdomen
Palpasi : TFU tidak teraba, tidak teraba massa dan tidak
ada nyeri
Auskultasi : Bising usus (+) nomal
Vagina : Tidak dievaluasi

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (22/10/2017) :
WBC : 13,45 . 103/μL
RBC : 5,96 . 106/μL
HGB : 15,1 g/dL
HCT : 46,3 %
PLT : 314 . 103/μL

Serologi (22/10/17)
HBsAg : negatif

Urinalisis (30/08/2017) :
Warna : Kuning keruh
Bau : Khas
Berat jenis : >1030
Leukosit : 250/μL
pH : 6,0
Protein : Negatif
Glukosa : Normal
Urobilinogen : Normal
Keton : +2 mg/dL
Nitrit : Negatif
Darah : Negatif
Sedimen :

19
Eritrosit : Negatif
Leukosit : 5-10 /LP
Epitel : 0-5 /LP
Bakteri : negatif

3.4. Diagnosis Kerja


G3P1011 UK 8 minggu 6 hari + Hiperemesis Gravidarum Tingkat II

3.5. Penatalaksanaan
Terapi :
 IVFD Ringer Laktat 1000cc habis dalam 2 jam
 Kebutuhan nutrisi 1366,6 kkal
 Maintenance Dekstrosa 5% : Ringer Laktat = 3 : 1 20 tetes/menit
 Ranitidine 3 x 150 mg PO
 Ondansentron 3 x 8 mg PO
Monitoring : Keluhan, Tanda Vital, Berat Badan, Produksi Urine
dan Keton Urin.
KIE :
 Hasil pemeriksaan, diagnosis, rencana terapi, komplikasi serta prognosis,
dimana hiperemesis gravidarum ini sering berulang kejadiannya namun
setelah 20 minggu kejadiannya akan menurun.
 Diet dan perubahan pola hidup, makan lebih sering dengan porsi lebih
sedikit, pisahkan makanan padat dan cair, hindari makanan berminya,
hindari minuman dingin, hindari makanan yang terlalu manis, hindari
rangsangan senorik seperti bau yang berlebihan

3.6. Perjalanan Penyakit (foto di les gk jelas)

20
Tanggal S O A P
22-10- Mual (+), St.Present G2P1001 UK 10 Tx :
2017 muntah (+) 10 Kes : CM minggu 3 hari + Kebutuhan nutrisi
kali, T : 110/70 mmHg LMR (bekas SC 1809,9 kkal
Kepala terasa N : 84 x/menit 1 x) + IVFD Dekstrosa 5% :
pusing R : 20x/menit Hiperemesis RL = 3 : 1 28
o
T : 36,5 C Gravidarum tetes/menit
St. General : mata Tingkat II hari 0 Ranitidine 3 x 50 mg
: cowong +/+ IV
St. Obstetrik Ondansentron 3 x 8 mg
Abd : tfu ttb, nyeri IV
(-), turgor menurun Neurobion drip 2x1
ampul
Mx :
keluhan, tanda vital
KIE

31-08- mual (+) St.Present G2P1001 UK 10 Tx :


2017 berkurang, Kes : CM minggu 4 hari + Kebutuhan nutrisi
muntah (-), T : 110/70 mmHg LMR (bekas SC 1809,9 kkal
pusing (+), N : 80 x/menit 1 x) + IVFD Dekstrosa 5% :
nyeri ulu hati R : 20 x/menit Hiperemesis RL = 3 : 1 28
o
(+), T : 36,6 C Gravidarum tetes/menit
mobilisasi (+) St. General : mata Tingkat II hari 1 Ranitidine 3 x 50 mg
: cowong +/+ IV
St. Obstetrik Ondansentron 3 x 8 mg
Abd : tfu ttb, nyeri IV
(-), turgor menurun Neurobion drip 2x1
UL : Keton +1 ampul
Mx :
keluhan, tanda vital
KIE
01-09- mual (+) St.Present G2P1001 UK 10 Tx :
2017 berkurang, Kes : CM minggu 5 hari + Kebutuhan nutrisi
muntah (-), T : 110/70 mmHg LMR (bekas SC 1809,9 kkal
pusing (-), N : 78 x/menit 1x) + IVFD Dekstrosa 5% :
nyeri ulu hati R : 20 x/menit Hiperemesis RL = 3 : 1 28
o
(-), T : 36, 6 C Gravidarum tetes/menit
mobilisasi (+) St. General : dbn Tingkat II hari 2 Ranitidine 3 x 50 mg
St. Obstetrik IV

21
Abd : tfu ttb, nyeri Ondansentron 3 x 8 mg
(-) IV
UL : Keton +1 Neurobion drip 2x1
ampul
Mx :
keluhan, tanda vital
KIE
02-09- mual (-), St.Present G2P1001 UK 10 Tx :
2017 muntah (-), Kes : CM minggu 6 hari + Aff infus
pusing (-), T : 100/80 mmHg LMR (bekas SC Ondansentron 3x8 mg
nyeri ulu hati N : 82 x/menit 1x) (PO)
(-), R : 20 x/menit Ranitidine 2x150mg
mobilisasi (+) T : 36, 8oC (PO)
St. General : dbn BPL
St. Obstetrik KIE kontrol tanggal 09-09-
Abd : tfu 2017
pertengahan antara
pusat dengan
simphisis, nyeri (-),
turgor normal
UL : Keton +1

22
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Diagnosis
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan (berat) pada
wanita dengan kehamilan muda (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) atau sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari dan terjadi perburukan keadaan umum. Mual dan
muntah berlebih ini biasanya mulai muncul pada usia kehamilan 4-10 minggu
kemudian puncaknnya terjadi saat umur kehamilan 8-12 minggu dan menurun
kejadiannya saat umur kehamilan mencapai 20 minggu.
Pasien dengan usia kehamilan 8 minggu 6 hari datang dan mengeluh mual dan
muntah yang dirasakan sejak satu minggu yang lalu. Mual dan muntah dapat terjadi
hingga lebih dari 10 kali. Keluhan ini dirasakan cukup berat hingga pasien tidak
bisa makan dan disertai nyeri dada dan nyeri pada bagian perut. Pasien juga
mengeluh lemas dan tidak mampu beraktivitas normal. Pasien mengaku BAB dan
BAK masih dalam batas normal. Berdasarkan Pregnancy-Unique Quantification of
Emesis/Nausea (PUQE) score diketahui score pasien adalah 12 dan tergolong gejala
muat muntah yang sedang. Keluhan ini dirasakan cukup berat hingga pasien merasa
lemas dan merasa ingin berbaring saja dan tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
Dari data demografi ibu diketahui pasien berumur 31 tahun berat awal 51 kg
ketika hamil ini berat 41 kg dengan riwayat persalinan anak pertama abortus dan
anak kedua perempuan, BBL 2800 gram, di RSU Wangaya, usia 3 tahun dan yang
ketiga adalah hamil ini. Hal ini sesuai dengan literature menyebutkan bahwa
hiperemesis gravidarum terjadi pada ibu berat badan kurang sebelum hamil. Ibu saat
ini hamil ketiga dan mengalami hiperemesis gravidarum, hal ini kurang sesuai
dengan literatur yang menyebutkan 40 - 60% terjadi pada primigravida.
Gejala mual muntah pada hiperemesis gravidarum mirip dengan gejala mual
muntah pada ulkus peptikum, namun yang membedakan adalah pasien hiperemesis
gravidarum khas mual dan muntah pada pagi hari, sedangkan ukus peptikum
dominan gejala nyeri ulu hati dan mual muntah membaik dengan makan. Pada kasus
disebutkan keluhan mual muntah terutama dirasakan oleh pasien pada pagi hari saat
bangun tidur dan setelah makan dan minum.
Dari anamnesis juga diketahui merasa haus namun tidak dapat mentoleransi
masuknya minuman yang diminumnya, mulut terasa kering dan pusing. Frekuensi

23
BAK dan frekuensi BAB normal. Pasien mengaku menagalami penurunan berat
badan, dimana sebelum hamil berat badan pasien sekitar 51 kg dan saat ini berat
pasien 41 kg. Dari status present didapatkan tekanan darah pasien rendah yaitu 90/70
mmHg dengan nadi 110 kali per menit. Pada status generalis didapatkan mata
cowong kanan kiri dan turgor kulit menurun . Status obstetri didapatkan TFU tidak
teraba. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan ketonuria +2. Semua hal ini
menunjang diagnosis hiperemesis gravidarum tingkat II.

4.2. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien hiperemesis gravidarum dapat dibagi menjadi empat
yaitu mengatasi dehidrasi dan asam basa, mengatasi muntah, terapi nutrisi,
psikoterapi, terapi alternatif. Pada terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi diberikan
cairan rehidrasi. Cairan rehidrasi yang diberikan adalah rehidrasi inisial dan rehidrasi
rumatan. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan cairan
rehidrasi inisial sebanyak 1,0 liter RL dalam waktu 2 jam. Dengan perhitungan
menggunakan Daldiyono score ditemukan score 5 yaitu: muntah (1), TDD ≤ 90
mmHg (1), Turgor Kulit  (1), Mata Cowong (1), Apatis (1). Kemudian dengan
menggunakan rumus (berat badan pasien adalah 40 kg), maka:
Defisit = Skor x 10% BB x 1 Lt
15
= 5 x 10% 40 x 1 Lt
15
= 1,65 liter
Defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam pertama. Cairan yang digunakan dalam
mengkoreksi adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat. Digunakannya kristaloid karena
akibat dehidrasi selain berkurangnya volume cairan intravaskuler juga ditemukan
adanya defisit cairan intraseluler dan interstisial. Jadi menurut perhitungan dengan
menggunakan perhitungan Daldiyono score pemberian cairan rehidrasi pada pasien
masih kurang, karena cairan yang diberikan pada 2 jam pertama adalah 1000cc.
Pada pasien ini, untuk cairan pemeliharaan digunakan cairan Dekstrosa 5% :
Ringer laktat = 3 : 1, sebanyak 20 tetes makro. Digunakannya cairan ini adalah selain
untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien juga digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalori pasien. Digunakan dektrosa, karena pada pasien hiperemesis

24
gravidarum terjadi metabolisme yang tidak sempurna yang ditandai dengan
ditemukannya benda keton yang disebabkan oleh kekurangan karbohidrat.
Kebutuhan cairan pemeliharaan dalam sehari adalah (4 ml x 10) + (2 ml x 10)
+ (1 ml x 25) = 85 ml/jam. Dengan menggunakan tetesan infus makro, maka
kebutuhan cairan tersebut dipenuhi dengan memberikan 85 / 64 x 20 = 26,5
tetes/menit ~ 27 tetes/menit. Hal ini sesuai dengan prosedur tetap (protap) yang
berlaku di RSUP Sanglah Denpasar sebagai pusat pendidikan penulis, mengingat
berbagai hal yang tertuang dalam prosedur tetap ini telah melalui serangkaian
penelitian yang membandingkan berbagai kebutuhan tetesan untuk berbagai
kelompok umur dan didapatkan nilai rata – rata untuk tetesan cairan pemeliharaan
adalah sebanyak 28 tetes per menit. Pada pasien ini infus tidak dilepas pada hari
pertama perawatan karena pasien masih muntah-muntah sehingga asupan nutrisi per
oral kurang.
Kebutuhan cairan dan kalori pasien pada 24 jam pertama hanya didapat dari
cairan infus yang masuk. Hari berikutnya saluran cerna pasien coba diberikan
makanan berupa bubur dan pada hari berikutnya, diberikan nasi. makan lebih sering
dengan porsi lebih sedikit, pisahkan makanan padat dan cair, hindari makanan
berminya, hindari minuman dingin, hindari makanan yang terlalu manis, hindari
rangsangan sensorik seperti bau yang berlebihan
Pada pasien ini diberikan ondansenton karena terjadi muntah-muntah yang
hebat pada pasien ini hingga menimbulkan komplikasi. Ondansetron merupakan
selective blocking agent bagi reseptor Serotonin 5-HT3. Senyawa ini bekerja secara
antagonis selektif terhadap reseptor serotonin 5-HT3. Efek anti muntah timbul
berdasarkan mekanisme sentral dan perifer. Secara sentral ondasentron mempertinggi
ambang rangsang muntah di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ), sedangkan secara
perifer obat berkerja langsung pada sistem saraf vagal terminal.
Pasien juga diberikan ranitidin dan neurobion (mengandung vitamin A, B1, B6,
B12,). Ranitidine adalah golongan anatgonis H2, yaitu obat yang menurunkan
produki asam lambung. Sering digunakan dalam pengobatan ulkus peptikum dan
penyakit refluks gastroesofagus. Vitamin B1, B6, dan B12, merupakan koenzim yang
berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Pemberian
multivitamin ini akan mencukupi kebutuhan tubuh untuk memetabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Kandungan lain dalam vitamin juga berfungsi untuk
membantu perkembangan janin.

25
Untuk terapi nutrisi, pada kasus ini pasien mendapatkan asupan energi
sebanyak 1947,4 kkal. Hal ini sudah sesuai dengan teori, dimana perhitungan
kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan rumus Harris-Benedict.
Berat Badan Ideal : 0,9 x (Tinggi Badan -100) = 53 kg
Kebutuhan Kalori :
= 655+ (9,6x Berat Badan) + (1.8x Tinggi Badan) – (4,7xUmur)
= 655+ (9,6x 53) + (1.8x 156) – (4,7x31)
= 655+ 509 + 280 – 145,7
=1298,3 kkal
Energi : BMR x Faktor aktivitas ringan
= 1298,3 x 1,5
= 1947,4 kkal
Kalori dari infus Dekstrose 5% : RL = 3 : 1 per 24 jam  600 kkal
Kalori yang dibutuhkan dari makanan : 1947,4-600 kkal = 1347,4 kkal
Pembagian porsi kandungan makanan :
Karbohidrat (60-75%) : 75% x kebutuhan energi total = 1460,55 kkal
Protein (10-15%) : 10% x kebutuhan energi total = 194,74 kkal
Lemak (10-25%) : 15% x kebutuhan energi total = 292.11 kkal

Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, dan keton urin.
Keluhan pasien perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan
mual maupun muntah pada pasien. Tanda vital pasien dilihat apakah terjadi
penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh
yang merupakan tanda-tanda dehidrasi. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah
telah terjadi metabolisme yang tidak sempurna pada pasien ini.

26
BAB V
SIMPULAN

Pada pembelajaran kasus ini didapatkan pasien dengan diagnosis hiperemesis


gravidarum tingkat II. Diagnosis ini dibuat berdasarkan dari data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Penatalaksaan pasien dalam kasus ini sudah sesuai
dengan teori. Secara garis besar penangan dari hyperemesis gravidarum terdiri dari
penanganan dehidrasi, antiemesis, terapi nutrisi dan psikoterapi. Pemberiani
informasi menjadi hal yang sangat penting bagi pasien dan keluarga terkait
diagnosis, penanganan, pencegahan dan prognosis dari hiperemesis gravidarum.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam : Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;
2008; hal. 215-218
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hiperemesis Gravidarum. 2012.
Diunduh dari www.depkes.go.id/folder/view/publikasi/profil-kesehatan.html.
Diakses pada 14 Mei 2017.
3. Herrel HE. Nausea and Vomiting of Pregnancy. American Family Physycian.
Volume 89, No 12. June 15, 2014

4. Gunawan, K., Manengkel, PS., Ocviyanti D. Diagnosis dan Tata Laksana


Hiperemesis Gravidarum. J Indon Med Assoc.2011:61;458-64.

5. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy,


SOGC Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002.
6. Mahmoud GA. Prevalence and risk factors of hyperemesis graviderum
among egyptian pregnant women at the woman’s health center. Med J Cairo
Univ. 2012;80(2):161-168.
7. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum.
Tersedia pada: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html Diakses
tanggal: 30 Mei 2016
8. Sanu, O., Lamont, RF. Hyperemesis Gravidarum : pathogenesis and the use
of antiemetic agents. Expert Opin. Pharmacother. (2011) 12(5):737-748

9. Prosedur Tetap Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP


Sanglah Denpasar. 2012
10. Philip B. Hyperemesis Gravidarum : Literature Review. Wisconsin Medical
Journal. 2003, 102(3)

28

Anda mungkin juga menyukai