Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN

KONSEP PENYAKIT & ASKEP PENYAKIT

“HIPERPROLAKTIMIA”

Di susun oleh :

1. Dahlia Wati

2. Geri Lannier

3. Ratih Pratiwi

4. Reni Rosalina

5. Winda Aprisa

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Anjulmi Fizna,S.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga kami sebagai penyusun dapat
menyelesaikan ASKEP “HIPERPROLAKTIMIA” ASKEP yang kami buat ini
merupakan kumpulan dari berbagai sumber yang kami susun dan kami rancang
sesuai dengan keperluan dan sebagai pendukung proses belajar serta mengajar.
Kami menyadari dalam penyusunan ASKEP ini masih banyak terdapat
kekurangan, tetapi kami berharap kiranya ASKEP ini dapat wawasan dan khasana
ilmu dibidang keperawatan terutama di dalam matakulia sitem endokrini baik bagi
penyusun sendiri maupun pembacanya.
Tak lupa juga kami ucapkan terimah kasih pada dosen pembimbing yang
telah membantu kami dalam penyusunan ASKEP ini, juga kepada teman – teman
tim penyusun serta pihak – pihak tekait atas tersusunnya ASKEP ini.
Kritik dan saran bagi perbaikan ASKEP ini sangat dinantikan oleh
penyusun agar ASKEP ini menjadi lebih relevan dan lebih sempurna.
Akhir kata kami sebagai penyusun mohon maaf jika terdapat kesalah
pahaman pada ASKEP ini karena “tak ada gading yang tak retak”

Palembang, Juli 2012

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...........................................................................................1

1.2. Tujuan.........................................................................................................5

1.3. Manfaat.......................................................................................................6

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi hiperprolaktimia...........................................................................7

2.2. Etiologi.......................................................................................................7

2.3. Manesfestasi klinis.....................................................................................10

2.4. Anatomi fisiologi........................................................................................12

2.5. Patofisiologi................................................................................................15

2.6. Pemeriksaan penunjang..............................................................................17

2.7. Penatalaksana.............................................................................................20

2.8. Komplikasi.................................................................................................21

2.9. Prognosis....................................................................................................21

2.10. patoflow....................................................................................................22

BAB III. TINJAUAN ASKEP

3.1. Pengkajian..................................................................................................22

3.2. Diagnosa keperawatan................................................................................23

3.3. Rencana Tindakan keperawatan.................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hiperprolaktinemia adalah meningkatnya kadar PRL darah, kadang
kala disebabkan stres; jika patogis, keadaan ini menyebabkan galaktorea,
haid tidak teratur, dan subfertilitas. Pada ria, dapat terjadi disfungsi ereksi,
ginekomastia ( pembesaran payudara ), dan penurunan massa otot. Penyakit
ini dapat terjadi akibat pemberian antagonis dopamin (mis, metoklopramid),
tumor hipofisis besar yang sering nonfungsional, dan prolaktinoma.
Prolaktinoma yakni tumor hipofisis penghasil prolaktin yang dapat dibagi
menurut ukurannya menjadi makroadenoma (>1 cm) atau mikroadenoma
(<1 cm). Penyebab tersering terjadinya amenore sekunder adalah
hiperprolaktinemia yakni sekitar 18,8 %. Hiperprolaktinemia merupakan
keadaan dimana prolaktin meningkat secara abnormal (kadar normal
prolaktin adalah 10 – 28 µg/L). Sekitar 0,4-10 % hiperprolaktinemia terjadi
pada orang normal, 9-15 % menyebabkan oligominore dan amenore
sekunder, galaktore 25%, dan sekitar 43-70% mengalami amenore dan
galaktore. Berbagai keadaan dapat menyebabkan peningkatan ringan
konsentrasi prolakatin serum, seperti stress, dan stimulasi payudara.
(Amanda Sullivan,dkk.2008)
Hiperprolaktinemi adalah suatu keadaan peningkatan kadar prolaktin
serum melebihi 25 ng/ml pada kondisi basal. Nilai normal serum prolaktin
adalah 5-25 ng/ml; lebih rendah pada laki-laki dan anak-anak serta
mengalami variasi harian yaitu meningkat pada malam hari, maksimal pada
pukul 01.00-06.00 dini hari. Meningkatnya kadar prolaktin sering me-
nimbulkan berbagai gangguan sistem reproduksi. Terdapat 10-25 %
perempuan dengan galaktorea tanpa gangguan siklus haid, disertai
hiperprolaktinemi ; dan 75% mengalami galaktorea dan amenorea
disebabkan oleh hiperprolaktinemi. Berbagai gangguan haid timbul karena
hiperprolaktinemi memblok poros hipotalamus - hipofiseovarium di
hipotalamus, sehingga terjadi penurunan sekresi FSH dan LH. Penurunan
sekresi FSH dan LH mengganggu proses folikuloge-nesis, sehingga sekresi
estrogen menurun. Estrogen yang rendah menyebabkan LH surge tidak
terjadi, sehingga ovulasi tidak terjadi(. Sekitar 54 % kasus anovulasi
disebabkan oleh hiperprolaktinemi. Sedangkan hampir 20 % kegagalan
ovulasi disebabkan hiperprolaktinemi (WHO).
Samal S dkk (2002) dengan studi prospektif pada 200 sampel
penelitian wanita infertil bulan Juni 1997 sampai dengan Juli 1999 di India,
menggunakan kadar prolaktin serum >25 ng/ml sebagai batasan
hiperprolaktinemi, diperoleh 22 kasus (11%) hiperprolaktinemi (p < 0,05).
Pada penelitian tersebut didapatkan nilai hiperprolaktinemi antara 26-75
ng/ml dan hanya 1 kasus lebih dari 76 ng/ml; pada penelitian ini didapatkan
3 kasus kadar prolaktin serum > 50 ng/ml.
Hiperprolaktinemi merupakan salah satu faktor penyebab anovulasi
pada wanita infertil. Pada 35 sampel penelitian wanita infertil di India
didapatkan hasil dengan hiperprolaktinemi 7 kasus (20%). (Mishra R dkk,
2002).

Pada 100 wanita infertil Pakistan didapatkan 82 kasus (82%)


hiperprolaktinemi dan 18 kasus (18%) normoprolaktinemi sebagai kontrol;
analisis mendapatkan hasil bermakna (p<0,05) bahwa hiperprolaktinemi
berperan sebagai penyebab infertil. Selain memeriksa kadar serum prolaktin
juga diperiksa serum LH, serum FSH, estrogen dan progesteron. (Kalsum A.,
Jalali S., 2002).

Hiperprolaktinemi pada penderita infertil dengan anovulasi di


Indonesia termasuk di RSUP Sanglah Denpasarbelum pernah diteliti,
padahal kasus anovulasi banyak ditemukan pada penderita infertil. Oleh
karena itu akan diteliti risiko anovulasi pada penderita infertil dengan
hiperprolaktinemi di RS Sanglah Denpasar tahun 2002. fertil RS Sanglah
Denpasar dalam periode 1 Juli 2002 sd. 31 Juni 2003. Kriteria inklusi adalah
penderita infertil, anovulasi, bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria eksklusi
adalah tumor ovarium dan kelainan bawaan ovarium. Jumlah sampel
minimal berdasarkan penghitungan di atas dari hasil penelitian adalah 57,
sehingga total sampel penelitian menjadi = 114 kasus. Telah dilakukan
penelitian menggunakan rancangan kasus-kontrol untuk mengetahui risiko
anovulasi dengan hiperprolaktinemia pada penderita infertil. Penelitian
dilaksanakan di RS Sanglah Denpasar, mulai 1 Juli 2002 sampai jumlah
sampel cukup. Dari 114 kasus yang memenuhi kriteria sebagai subyek
penelitian, 57 kasus infertil dengan anovulasi dan 57 kasus infertil dengan
ovulasi sebagai kontrol. Berikut akan diuraikan hasil penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian. Pada 57 kasus infertil dengan anovulasi, 19
(33,3%) kasus hiperprolaktinemi, sedangkan pada kasus infertil dengan
ovulasi sebagai kontrol, 10 (17,5 %) kasus hiperprolaktinemi. Odd ratio =
2,35 berarti pasien infertil dengan hiperprolaktinemi akan berisiko anovulasi
2,35 kali lebih besar daripada tanpa hiperprolaktinemi, walaupun secara
statistik tidak berbeda bermakna (p=0,085).
Hiperprolaktinemi dapat menyebabkan gangguan fungsi reproduksi,
karena hiperprolaktinemi dapat mengakibatkan keadaan anovulasi.
Dilaporkan 54% kasus anovulasi disebabkan karena hiperprolaktinemi.
Sedangkan anovulasi ini bertanggungjawab terhadap 33,5% kasus-kasus
infertilitas(14). Salah satu penyebab gangguan ovulasi adalah
hiperprolaktinemi (Lisa A).
Selain kadar prolaktin perlu juga diperiksa kadar estrogen, LH dan
FSH. Kadar prolaktin bersifat dinamis. Jika kadar prolaktin >50 ng/ml maka
20% terdapat pada tumor hipofise, bila kadar prolaktin 100 ng/ml maka
50% terdapat pada tumor hipofise dan kadar prolaktin > 100 ng/ml maka
100 % terdapat pada tumor hipofise (Artikel Cermin Dunia Kedokt. 2008; 35(1) :
28-31 dgt ).

Prolaktin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 199 asam


amino dengan berat molekul 23 kD. Rantai polipeptida prolaktin
dihubungkan oleh dua jembatan disulfida. Pembentukan prolaktin dikode
oleh gen yang terletak padak romosom 6 p22.2, p21.3. Pit-1 merupakan
faktor transkripsi yang berikatan dengan gen prolaktin sehingga memicu
produksi prolaktin di hipofisis anterior. Strukturprolaktin menyerupai
hormon pertumbuhan dan hormon plasenta laktogen. (Davis J.R.E..2004)

Gambar 1. Struktur Prolaktin


Prolaktin merupakan hasil produksi utama kelenjar hipofisis yang
disintesa dan disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior.
Prolaktin juga dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh kelenjar mammae,
plasenta, uterus dan limfosit T. Pada kehamilan, prolaktin juga disekresi
oleh sel stroma endometrium desidualis. Fungsi utama prolaktin adalah
untuk memicu perkembangan payudara saat hamil serta merangsang dan
mempertahankan proses laktasi. (Shenenberger D. 2001)
Secara tidak langsung prolaktin turut mengatur sekresi hormon
hipofisis yang berperan pada fungsi gonad,termasuk luteinizing hormone
(LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini adalah karena
prolaktin dapat berikatan dengan reseptor spesifik di gonad selain dari sel
limfoid, dan hepar. Sekresi prolaktin bersifat pulsatil, dalam 24 jam terjadi
40 kali pengeluaran. (Goffin V..2005)
Prolaktin akan meningkat pada saat tidur, stress, kehamilan, dan saat
dilakukan stimulasi pada dinding dada. Nilai prolaktin puasa normal
umumnya adalah kurang dari 30 ng/mL. Hormon prolaktin dikatakan
berhubungan dengan hormon pertumbuhan karena susunan asam aminonya
mirip dengan hormon pertumbuhan dan laktogen plasenta. Hormon-hormon
ini mempunyai persamaan genom, struktur dan ciri biologi protein.
Prolaktin merupakan hormon hipofisis yang unik, hal ini karena regulasi
oleh hipotalamus adalah melalui kontrol inhibitorik oleh dopamin
hipotalamus. Tidak seperti hormon hipofisis anterior lainnya, pengaruh
hipotalamus dominan adalah berupa inhibitori tonik. Hipotalamus
mensekresi prolactin-release-inhibiting factor (PIF) dan prolactin-releasing
factor (PRF) yang mengatur keseimbangan prolaktin dalam darah. Jika
keseimbangan ini terganggu, maka terjadilah hiperprolaktinemia yang
seringkali ditemukan sebagai bagian dari permasalahan endokrinologi,
obstetridan ginekologi. (Rajasoorya C. 2001)
Pada kesempatan ini , kami akan membahas asuhan keperawatan
khususnya asuhan gangguan sistem endokrin yaitu hiperprolaktinemia.
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada
gangguan sistem endokrin hiperprolaktinemia yang holistik dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan sesuai dengan
kondisi klien.
1.2.2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu menerapkan pengkajian pada klien dengan
Hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.
2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
klien dengan Hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.
3. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada
klien dengan hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada
klien dengan hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi dari proses keperawatan
yang dilakukan sesuia dengan kondisinya.

1.3. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Dari askep ini akan menyediakan informasi yang sangat berguna untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit
hiperprolaktimia.
2. Bagi STIK Bina Husada Palembang
Untuk pendidikan keperawatan, informasi yang didapat dari makalah ini
akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pengembangan
pembelajaran asuhan keperawatan miokarditis.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. DEFINISI

Hiperprolaktinemia adalah meningkatnya kadar PRL darah, kadang


kala disebabkan stres; jika patogis, keadaan ini menyebabkan galaktorea,
haid tidak teratur, dan subfertilitas. Pada ria, dapat terjadi disfungsi ereksi,
ginekomastia ( pembesaran payudara ), dan penurunan massa otot. Penyakit
ini dapat terjadi akibat pemberian antagonis dopamin (mis, metoklopramid),
tumor hipofisis besar yang sering nonfungsional, dan prolaktinoma.
Prolaktinoma yakni tumor hipofisis penghasil prolaktin yang dapat dibagi
menurut ukurannya menjadi makroadenoma (>1 cm) atau mikroadenoma
(<1 cm). (Chris Brooker.,2008).
Hiperprolaktimia adalah suatu fenomena yang dinamakan stalk effect,
akibatnya, kenaikan ringan PRL serum, bahkan pada pasien adenoma
hipofisis, tidak selalu menunjukan adanya tumor pensekresi PRL. (Mitchell,
Kumar, Abbas & Fausto.2008)

Hiperprolaktimia adalah adalah peningkatan kadar PRL yang terjadi


pada wanita yang tidak hamil dan dapat menyebabkan amenorrhoea atau
galactorroea atau keduanya. (Dr. M Fidel Ganis Siregar, SpOG,2010).

2.2. ETIOLOGI
Banyak penyebab hiperprolaktinemia yang perlu dipertimbangkan
sebelum mendiagnosa hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis.
Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah kehamilan, hipotiroidisme,
pemakaian obatanta gonis dopamin (termasuk fenotiazin dan
metoklopramid). Hiperprolaktinemia juga merupakan manifestasi utama
dari sindrom ovarium polikistik. Penyebab tersering hiperprolaktinemia
yang berasal dari hipofisis adalah mikroadenoma dan hiperprolaktinemia
idiopatik.
Penyebab terjadinya hiperprolaktinemia adalah :
1. Gangguan pada hypothalamus, misalnya hipotiroid primer, dan insufisiensi
adrenal. Mekanisme terjadinya hiperprolaktinemia dalam hal ini adalah oleh
karena terjadinya peningkatan thyrotropin releasing hormone (TRH)
dihipotalamus dan penurunan metabolismenya.
Tiroksin mempunyai efek hambatan terhadap sekresi
prolaktin.Kekurangan hormone tiroid (hipotiroid), khususnya hipotiroid
primer menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH meningkat. Hal ini
disebabkan oleh bertambahnya kepekaan hipofisis pada keadaan hipotiroid.
TRH merangsang laktotrof untuk mensintesis prolaktin yang berlebihan,
sedangkan biosintesis Prolaktin Inhibiting Factor (PIF) menurun, sehingga
wanita dengan hipotiroidakan mengalami hiperprolaktinemia.
Meningkatnya kadar prolaktin plasma menyebabkan wanita dengan
hipotiroid akan mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan
menyebabkan gangguan siklus haid, dari oligomenore sampai amenore dan
anovulasi. Pada hipotiroidisme pula, jaringan payudara akan menjadi lebih
pekaterhadap prolaktin, meski pada kadar yang normal sekalipun.
Sehinggah iperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hampir selalu
menampilkan galaktore. Pada keadaan ini sering dijumpai hingga sella
tursika melebar. Selain itu pada keadaan-keadaan seperti nyeri prahaid,
galaktore atau kadar PRL yang tinggi harus dipikirkan adanya tiroid.
Hubungan tingginya kadar prolaktin dengan hipotiroid dapat
dijelaskan sebagai berikut. Akibat tidak adanya reaksi umpan balik negative
dari T3 dan T4terhadap hipofisis anterior, maka hipofisis tersebut akan
melepaskan hormone pelepas tiroid dalam jumlah yang banyak, dan ini akan
memicu T3 dan T4 dan juga sekresi prolaktin. Dengan demikian hipotiroid
hampir selalu menimbulkan hiperprolaktinemia, yang akhirnya akan
mengganggu fungsi ovarium. Kadar prolaktin yang tinggi akan menekan
FSH dan LH sehingga menyebabkan gangguan pematangan folikel. Di
samping itu prolaktin yang tinggi juga menyebabkan peningkatan sekresi
androgen dari kelenjar adrenal yaitu dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAs).
Kadar androgen yang tinggi ini selanjutnya akan menghambat pematangan
folikel.
2. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis baik berupa mikro
ataupun makro prolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap hipofisis
sepertituberculosis, dan sarcoidosis,
hypothalamic stalk Interruption Hal ini dapat terjadi karena adanya
gangguan atau hambatan dari transport dopamine dihypothalamus dan atau
terjadinya sekresi growth hormone dan prolaktin. Suplai pendarahan
abnormal pada tumor hipofisis atau tangkainya, dapat mengganggu sirkulasi
hipotalamus ke tangkai hipofisis dan ke sel laktotrof.
3. Obat-obatan. Misalnya Dopamine-receptor antagonists (
phenothiazines,butyrophenones,thioxanthenes, risperidone, metoclopramide,
sulpiride,pimozide), Dopamine-depleting agents (methyldopa, reserpine),
Anti histamin2(AH2) seperti cimetidine, anti hypertensi (verapamil), dan
anti depresan golongantrisiklik, estrogen dan opiate. Estrogen dapat
menyebabkan hiperprolaktinemia oleh karena estrogen memiliki sifat positif
terhadap laktotrof. Dan obat-obatopiate menyebabkan hiperprolaktinemia
karena dapat menstimulasi reseptoropiod pada hipotalamus.
4. Neurogenik, seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi,
lukabakar, dan herpes zoster. hal ini adalah akibat refleks abnormal dari
stimulasi cedera tersebut sehingga terjadi peningkatan prolaktin. Refleks
tersebut berawal pada saraf intercostalis yang menjalar ke spinal cord lalu
menuju mesensefalon hingga sampai pada hipotalamus yang pada akhirnya
mengurangi pelepaskan dopamine.
5. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh. Misalnya pada gagal ginjal,
daninsufisiensi hepar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya bersihan prolaktin
dalam sirkulasi sistemik tubuh dan stimulasi prolaktin langsung pada pusat.
6. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia. Molekul abnormal
inimerupakan bentuk polimerik prolaktin yang berikatan dengan IgG
sehingga prolaktin tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan tidak dapat
dieliminasi
7. Idiopatik
Sekresi dan pelepasan prolaktin dimediasi oleh dopamin, dan
semua proses yang mengganggu sekresi dopamin atau mengganggu transpor
dopamin ke pembuluh darah portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia.
Terdapat 10 kali lipat peningkatan prolaktin selama kehamilan, setelah
senam, makan, dan pada stimulasi dinding dada. Stress fisik dan psikologik
juga dapat meningkatkan kadar prolaktin Metoklopramid, fenotiazin, dan
antagonis butirofenon dapat menyebabkanpeningkatan prolaktin sampai
melebihi 100 µg/L. Begitu juga dengan risperidon,inhibitor oksidase
monoamine dan anti depresan trisiklik dapat meningkatkan kadar prolaktin
melalui efeknya terhadap transpor dopamin ke pembuluh portal. Obat-
obatan lainnya yang dapat meningkatkan kadar prolaktin adalah verapamil,
estrogen, serotonin-reuptake inhibitor, reserpin dan metildopa, walaupun
peningkatannya tidak signifikan (antara 25-100 µg/L).
Akromegali merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia. Pada penderita akromegali, hormon prolaktin juga
disekresi bersama dengan hormon pertumbuhan. Tumor hipofisis non
fungsional juga dapat menekan tangkai hipofisis sehingga terjadi
peningkatan prolaktin dalam kadar antara25-100 µg/L. Beberapa pasien
hipotiroidisme primer dapat menderita hiperprolaktinemia ringan akibat
meningkatnya sintesa TRH ( thyrotropin-releasing hormone ). Sedang pada
penderita gagal ginjal kronik, prolaktin meningkat karena terjadi penurunan
klirens hormon tersebut. Bila tidak ditemukan penyebab yang spesifik, maka
ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia idiopatik.

2.3. MANIFESTASI KLINIS


Gejala yang terkait dengan hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh
beberapa faktor: efek langsung dari prolaktin yang berlebihan, seperti
induksi galaktorea atau hipogonadisme; efek dari lesi struktural (seperti
tumor hipofisis), yang menyebabkan gejala nyeri kepala, gangguan lapang
pandang, atau yang terkait disfungsi sekresi hormon hipofisis anterior.
Pasien biasanya datang dengan keluhan gangguan menstruasi – amenorea
atau oligomenorea – atau siklus regular tetapi dengan infertilitas. Kadang,
pasien dapat mengeluh menoragia atau galaktorea. Galaktorea jarang terjadi
pada wanita postmenopause akibat kurangnya estrogen. Pada fase lanjut
dapat timbul gejala akibat perluasan tumor (mis. nyeri kepala, gangguan
visus,dan oftalmoplegi eksterna) atau gejala-gejala akibat kegagalan
kelenjar adrenal atau gangguan tiroid sekunder.
Manifestasi klinis hiperprolaktinemia umumnya berasal dari efek
prolaktinpada payudara dan fungsi gonad. Kurang lebih 90% penderita
wanita dengan hiperprolaktinemia mengalami galaktorea. Galaktorea dapat
terjadi unilateral ataubilateral, klinis atau sub-klinis, spontan atau
dirangsang, dan dapat bersifat encer atau kental. Namun galaktorea bukan
ciri khas dari hiperprolaktinemia karena ia dapat terjadi tanpa adanya
hiperprolaktinemia.
Gejala tersering pada wanita premenopause adalah amenorea dan
infertilitas. Wanita amenore karena hiperprolaktinemia tidak mengalami
atrofi payudara seperti pada wanita postmenopause lainnya. Pada
pemeriksaan, didapatkan payudara dan areola terbentuk sempurna dengan
tuberkel Montgomery yang hiperplastik. Bila dilakukan pemijatan dari arah
perifer menuju areola untuk mengosongkan duktus laktaris, diikuti dengan
penekanan areola untuk mengosongkan sinus laktaris, dapat ditemukan
galaktorea. Efek prolaktin terhadap gonad kemungkinan disebabkan oleh
gangguan pulsatilitas normal dari gonadotrophin-releasing hormone
(GnRH) dan perubahan sekresi luteinizinghormone (LH) dan follicle-
stimulating hormone (FSH). Hal ini akan berakibat pada anovulasi, dengan
gejala amenorea atau oligomenorea dan infertilitas. Biasanya penderita
mengalami oligomenorea, namun dapat juga mengalami menstruasi teratur.
Hiperprolaktinemia juga akan mengakibatkan osteoporosis sekunder
yaitu penurunan densitas mineral tulang pada tulang punggung. Setelah nilai
prolaktin kembali ke nilai normal, densitas tulang dapat meningkat kembali
tetapi tidak mencapai nilai normal.
Manifestasi klinis akibat peningkatan kadar prolaktin dapat dibagi dalam 2
kelompok, yakni yang diakibatkan secara langsung oleh kadar prolaktin
yang berlebihan dan manifestasi klinis akibat hipogonadisme.

2.4. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Hipofisa merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di
dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Hipofisis mengendalikan
fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya, sehingga disebut kelenjar
pemimpin, atau master of gland. kelenjar hipofisis terdiri dari dua lobus, yaitu
lobus anterior dan lobus posterior.
1. Fungsi hipofisis anterior ( adenohipofise )
menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja sebagai zat pengendali
produksi dari semua organ endokrin yang lain.
 Hormon pertumbuhan (somatotropin ) : mengendalikan
pertumbuhan tubuh (tulang, otot, dan organ-organ lain).
 Hormon TSH : mengendalikan pertumbuhan dan aktivitas
sekretorik kelejar tiroid.
 Hormon ACTH : mengendalikan kelenjar suprarenal dalam
menghasilkan kortisol yang berasal dari kortex suprarenal.
 Hormon FSH : pada ovarium berguna untuk merangsang
perkembangan folikel dan sekresi esterogen. Pada testis, homon ini
berguna untuk merangasang pertumbuhan tubulus seminiferus, dan
spermatogenesis.
 Hormon LH : pada ovarium, untuk ovulasi, pembentukan korpus
luteum, menebalkan dinding rahim dan sekresi progesteron. Dan
pada testis, untuk sekresi testoteron
 Hormon Prolaktin : untuk sekresi mamae dan mempertahankan
korpus luteum selama hamil.

2. Fungsi hipofisis posterior


 Anti-diuretik hormon (ADH): mengatur jumlah air yang melalui
ginjal, reabsorbsi air, dan mengendalikan tekanan darah pada
arteriole.
 Hormon oksitosin : mengatur kontraksi uterus sewaktu melahirkan
bayi dan pengeluaran air sususewaktu menyusui.

HORMON PROLAKTIN Adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar


pituitari atau kelenjar hipofisis bagian anterior (depan). Hormon ini ada
pada laki2 dan perempuan. Prolaktin benyak terdapat pada ibu yang sedang
menyusui, karena ia adalah hormon penting yang merangsang kelenjar susu
untuk memproduksi susu, sehingga pada saat diperlukan siap berfungsi.
Hormone ini juga diproduksi oleh plasenta.

Fungsi hormon prolaktin yaitu :


1) Berperan dalam pembesaran alveoli dalm kehamilan
2) Mempengaruhi inisiasi kelenjar susu dan mempertahankan laktasi.
3) Menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI
4) Hormon ini juga mengatur metabolisme pada ibu, sehingga kebutuhan zat
oleh tubuh ibu dapat dikurangi dan dialirkan ke janin.

Kadar normal hormon prolaktin di dalam darah sekitar 5-10 ng/mL.


Sekresi hormon prolaktin meningkat pada masa hamil, stres fisik dan
mental, keadaan hipoglikemia. Keluarnya hormon prolaktin, menstimulasi
sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI dan hormon ini juga keluar
dalam ASI itu sendiri. Ketika bayi menyusu, rangsangan sensorik itu
dikirim ke otak. Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon Prolaktin
yang masuk ke dalam aliran darah menuju kembali ke payudara. Hormon
Prolaktin merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja, memproduksi
susu.
Sel-sel pembuat susu sesungguhnya tidak langsung bekerja ketika bayi
menyusu. Sebagian besar hormon Prolaktin berada dalam darah selama
kurang lebih 30 menit, setelah proses menyusui. Jadi setelah proses
menyusu selesai, barulah sebagian besar hormon Prolaktin sampai di
payudara dan merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja. Jadi, hormon
Prolaktin bekerja untuk produksi susu berikutnya. Susu yang disedot/dihisap
bayi saat ini, sudah tersedia dalam payudara, di Sinus Laktiferus.
HORMON OKSITOSIN
Adalah hormone yang dihasilkan kelenjar hipofisis bagian posterior
(belakang).
 Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak juga mengeluarkan
hormon Oksitosin selain hormon Prolaktin.
 Hormon Oksitosin diproduksi lebih cepat daripada Prolaktin.
 Hormon ini juga masuk ke dalam aliran darah menuju payudara.
 Di payudara, hormon Oksitosin ini merangsang sel-sel otot untuk
berkontraksi.

Oksitosin berfungsi :
 Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan.
 Merangsang terjadinya kontraksi yang penting dalam proses pembukaan
vagina sebelum melahirkan dan ketika proses melahirkan.
 Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar
alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu.
 Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection
reflex.
 Membantu mengembalikan uterus pada ukuran sebelumnya dan membantu
menghentikan pendarahan pasca persalinan.

2.5. PATOFISIOLOGI
Fungsi primer prolaktin adalah untuk menstimulasi sel epitel payudara
untuk berproliferasi dan merangsang produksi air susu. Estrogen
menstimulasi proliferasisel laktotrof hipofisis, dan meningkatkan kuantititas
sel ini pada wanita usia premenopause, terutama saat kehamilan. Namun,
laktasi dihambat oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi saat
kehamilan. Penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat pada
periode pasca persalinan akan menyebabkan terjadinya laktasi. Saat laktasi
dan menyusui, ovulasi dapat ditekan akibat supresi gonadotropin oleh
prolaktin.
Seperti kebanyakan hormon hipofisis anterior lainnya, prolaktin
diregulasioleh hormon hipotalamus lewat sirkulasi portal hipotalamus-
hipofisis. Pada umumnya, sinyal dominan adalah bersifat inhibitorik tonik,
yang menghalangi pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh neuro
transmitter dopamin, yang bekerja pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada
sel laktotrof. Sedangkan sinyal stimulatorik dimediasi oleh hormon
hipotalamus, yaitu TRH ( thyrotropin-releasing hormone ) danVIP (
vasoactive intestinal peptide ). Keseimbangan antara kedua sinyal tersebut
menentukan jumlah prolaktin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis
anterior. Jumlahyang dikeluarkan melalui ginjal turut menentukan
konsentrasi prolaktin di dalam darah. Maka pada hipotiroidisme (keadaan di
mana kadar TRHnya tinggi) dapat terjadi hiperprolaktinemia. VIP
meningkatkan kadar prolaktin sebagai respons dari menyusui dengan
meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-cyclic phosphate (cAMP).
Menurunnya kadar dopamin dapat menyebabkan sekresi prolaktin
yang berlebihan. Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamin, transpor
dopamin kekelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat
mengakibatkan hiperprolaktinemia.
Secara praktis, dapat diingat 3P – Physiological, Pharmacological dan
Pathological. Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan
akibat dari kehamilan dan stress. Agen farmakologik yang dapat
menyebabkan hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa
blockers, antidepressan, danestrogen. Penyebab patologik antara lain adalah
penyakit hipotalamo-hipofisis, cedera tungkai hipofisis, hipotiroidisme,
gagal ginjal kronis dan sirosis hati. Manifestasiklinis pada
hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormon terhadap jaringan target
prolaktin, yaitu sistem reproduksi dan jaringan payudara dari kedua jenis
kelamin.

Gambar 2. Bagan penyebab hiperprolaktinemia.


2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kemungkinan kehamilan harus selalu disingkirkan, kecuali pada pasien
pasca menopause atau pada pasien yang telah menjalani histerektomi.
Hiperprolaktinemia merupakan hal normal pada pasca persalinan. Sampel
sebaiknya tidak diambil pada saat tidak puasa, setelah aktivitas olahraga
yang berlebihan, pada penderita sindroma ovarium polikistik, setelah
riwayat operasi atau trauma pada dinding dada, atau pada penderita dengan
gagal ginjal atau sirosis hati. Namun,kondisi-kondisi tersebut biasanya
menunjukkan kadar prolaktin kurang dari 50ng/mL. Hal serupa dapat
ditemukan pada penderita hipotiroidisme dan pemakai obat yang menekan
kadar dopamin atau memblokir reseptor dopamin sentral.Pemeriksaan
hormone prolaktin sebaiknya dilakukan pada saat puasa, istirahat, danpada
jam 10 malam.
Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga
sebaiknya dilakukan karena banyak obat dapat mengakibatkan
hiperprolaktinemia, dengan kadarprolaktin kurang dari 100 ng/mL. Obat-
obat tersebut antara lain adalah:
 Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon,
risperidon,metoklopramid, sulpiride)
 Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin)
 Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiat)
Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan
menyingkirkan suatu lesi hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus
dipertimbangkan:
mikro-adenoma (lebih sering pada wanita premenopause),
makro-adenoma (lebih seringwanita postmenopause),
atau tidak ada tumor sama sekali.
Jika tidak dapat ditegakkan adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis
sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.Dikatakan suatu mikoradenoma
adalah bila diameter terbesar tumor kurang dari 10mm (diameter maksimal
suatu kelenjar hipofisis yang normal adalah 10 mm) dan dikatakan
makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama dengan 10 mm.
Kadarnormal prolaktin adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360 mU/L).
Prolaktinoma biasanya disertai dengan kadar prolaktin lebih dari 250
ng/mL, kecil kemungkinan terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang
dari 100 ng/mL. Nilai prolaktinserum pada pasien mikro adenoma biasanya
kurang dari 200 ng/mL dan pada pasien makroadenoma biasanya nilainya
lebih dari 200 ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah lebih dari 100 ng/mL atau
kurang dari 250 ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan radiologi, khususnya
MRI. Jika dengan MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat ditegakkan,
maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.
Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan
penyebabnya: minimal (hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan
stress,hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik; sedang (hingga 5000
mU/l) terkait dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai
hipofisis, peningkatan diatas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu
makroadenoma hipofisis.
Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan
keluhanutama seperti amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang
dibutuhkan pengukurankadar prolaktin puasa. Untuk mendeteksi hipotiroid,
dilakukan pengukuran hormon TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar
ureum kreatinin untuk mendeteksi gagalginjal. Tes kehamilan perlu
dilakukan, kecuali pada pasien yang telah menopause atau pada pasien yang
telah dilakukan histerektomi. Pasien dengan makroadenoma perlu dievaluasi
untuk mencari suatu hipohipofisisme.

Gambar 3. Alur diagnosis hiperprolaktinemia


MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi penderita
hiperprolaktinemia yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses
fisiologis,kehamilan, obat obatan atau hipotiroidisme. MRI dapat
mendeteksi adenoma sampai ukuran sekecil 3-5 mm.
Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan
MRI.Dengan MRI dapat dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan
hipofisis itu sendiri(baik kelenjar normal atau suatu tumor), dan tangkainya.
Maka dapat diketahuihubungan antara struktur-struktur tersebut. Jika tidak
ada fasilitas MRI, dapatdipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus
dibanding MRI sendiri, CT scantidak dapat mendeteksi mikroadenoma.
Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup
untuk menunjukkan suatu hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami
sekresi prolaktinyang pulsatil dan sekresi prolaktin dapat dipengaruhi stress,
maka hasil 25-40 µg/Lperlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis
hiperprolaktinemia. Kebanyakanpenyebab hiperprolaktinemia dapat
disingkirkan dengan anamnesis dan pemeriksaanfisis, tes kehamilan,
penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal. Dalam kasusprolaktinoma,
diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan
sebagaialternatif.

Gambaran pemeriksaan MRI yang menunjukkan mikroadenoma danmakroadenoma. Mikroadenoma (anak panah, Gamba

suatu massaintrasellar hipodens, dengan diameter 4 mm. Makroadenoma


(anak panah, Gambar4B) merupakan massa, dengan diameter 1 cm, dengan
perluasan ke kiasma optik.
2.7. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau
mengurangi ukuran tumor. Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan
penyebab terjadinya hiperprolaktinemia, seperti dengan menghentikan obat
obatan yang mengakibatkan hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan
hipotiroidisme dengan memberikanterapi hormone replacement.
Medikamentosa
 Dopamine agonist , bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan
utama Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak
70-100%, dan memulihkan proses ovulasi pada wanita usia
premenopause. Pada pasien dengan intoleransi bromocriptine atau
resisten terhadap obat tersebut, dapat diberikan cabergoline. Terapi
diberikan selama 12-24 bulan dan dihentikan jika kadar prolaktin
telah kembali ke nilai normal. Bromocriptine juga dapat digunakan
untuk mengecilkan ukuran makroadenoma. Jika pengobatan
medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan operasi.
Operasi
 Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien
dengan intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi
medikamentosa, atau pada pasien dengan gangguan lapangan
pandang yang persisten meskipun telah diberikan terapi
medikamentosa (manifestasi akibat penekanan tumor).
 Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat
diobati dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan
transfenoidal.

Gambar 5. Penanganan Hiperprolaktinemia

2.8. KOMPLIKASI
Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi
tersebut;komplikasi hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan,
pendarahan, osteoporosis,dan infertilitas.
2.9. PROGNOSIS
 Sebanyak 90–95 % pasien dengan mikroadenoma mengalami
penurunan sekresi prolaktin secara gradual, jika konsisten dengan
pengobatan minimal selama 7 tahun.
 Sepertiga pasien dengan hiperprolaktinemia dapat mengalami
resolusi tanpa pengobatan.
 Angka rekurensi hiperprolaktinemia adalah 80%, dan bila terjadi
maka pasien memerlukan terapi medis jangka panjang.
PATOFLOW HIPERPROLAKTEMIA

sufisiensi adrenal, gangguan hipofisis (tumor),obat-obatan neurogenik, luka di dinding dada,penurunan eleminasi dlm tubu

Menyebabkan gangguan
kelenjar hipofisis

HIPERPROAKTI

Pasca operasi Perubahan Penekanan kelenjar Amenore


setatus hipofisis di hipothalamus

Insisi Kurang
pengetahuan Abnormal produksi
Perawatan luka prolaktin dan
yang tidak pembesaran mamae
Informasi Krisis
tdk adekuat situasi
Tanda-tanda infeksi Perubahan citra tubuh
(rubor,dolor,color
Kurang
penget Koping
Resti
a huan Individu
Merangsang
Tdk
pengeluaran
efektiv
Defisit Personal
Perawata hygene
Syaraf aferen
n diri ansietas
Disfungsi seksual
Medula spinalis

Perubahan sensoris perseptual penglihatan


Menyeba an genital dan impoten
Tidak bkan
ada gan
menstru Tidak terjadi
ggu Penurunan libido
asi infertilitas

Latargi

Suplai o2 Penurunan prduksi


Terjadi penekanan thalamus

Nyeri kepala

menurun hormon estrogen


Syaraf eferen

neuro sensoris

Kulit menjadi

abnormal
Intoleransi aktivitas
Resiko gangguan integritas kulit

BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit ; manisfestasi klinis tumor hipofise berpariasi tergantung pada
hormon manayang disekresi berlebihan. Tanyakan manisfestasi klinis dari
peningkatan prolaktin, GH dan ACTH mulai dirasakan.
2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
3. Keluhan utama, mencakup :
 Perubahan tingkat energi, kelelahan dan latargi.
 Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.
 Dispaneuria dan pada peria disertai dengan imptensia.
 Nyeri kepala, kaji P,Q,R,S,T.
 Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan,
penglihatan ganda.
 Kesulitan dalam hubungan seksual.
 Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita) mencakup
keteraturan, kesulitan hamil.
 Libido seksual menurun.
 Impotensia.
4. Pemeriksaan fisik mencakup :
 Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus,
akan dijumpai penurunan fisik
 Periksa adakah pembesaran yang abnormal pada payudara
 Inspeksi adakah tanda-tanda infeksi terutama di daerah ginetalia
 Perkusi dada dengar adakah suara abnormal dari pembesaran jantung.
5. Pemeriksaan diagnostik
 Kadar prolaktin serum; ACTH, GH
 Foto tengkorak
 CT Skan Otak
 Tes supresi dengan Dexamethason
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan citra tubuh yang b/d perubahan penampilan fisik.
2. Disfungsi seksual yang b/d penurunan libido; infertilasi.
3. Nyeri ( kepala ) b/d penekanan jaringan oleh tumor.
4. Takut b/d ancaman kematian akibat tumor otak.
5. Ansietas b/d ancaman terhadap perubahan setatus kesehatan
6. Kopingindividu tidak efektiv b/d hilangnya kontrol terhadap tubuh.
7. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, latargi.
8. Perubahan sensoris-perseptual (penglihatan) b/d gangguan transmisi impuls
akibat tumor.
9. Resiko gangguan integritas kulit ( kekeringan) b/d menurunnya kadar hormonal.
10. Resti Infeksi b/d tidak ada atau sedikitnya cairan vagina.

3.3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. DX 1 : Perubahan citra tubuh yang b/d perubahan penampilan
fisik. Tujuan : Agar Klien memiliki kembali citra tubuh yang
positiv.
Intervensi keperawatan
a. Non pembedahan
 Menyakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang
dengan pengobatan ( ginekomastia, galaktorea).
 Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Pemberian obat-obatan
 Mengkolaborasi dengan petugas lainya seperti pemberian :
Bromokriptin (parlodel).

2. DX 2 : Disfungsi seksual yang b/d penurunan libido; infertilasi.


Tujuan : agar klien dapat melakukan hubungan lagi dan mencapai tingkat
kepuasan pribadi dari fungsi seksual.
Intervensi keperawatan
 Mengidentifikasi masalah spesifik mengenai pengalaman klien
terhadap fungsi seksualnya.
 Mendorong agar klien ingin mendiskusikan masalah tersebut
dengan pasangannya.
 Mengolaborasi pemberian obat-obatan bromokriptin.
 Bila masalah ini timbul setelah hipofisektomi, mengkolaborasi
pemberian gonadotropin.

3. DX 3: Nyeri ( kepala ) b/d penekanan jaringan oleh tumor.


Tujuan : Agar nyeri di kepala pasien berkurang dan skala nyerinya dapat di ukur.
Intervensi Keperawatan :
 Mengkaji skala nyeri
 Mencatat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan
penyebarannya

4. DX 4: Takut b/d ancaman kematian akibat tumor otak


Tujuan : Agar pasien tidak merasa ketakutan lagi tentang penyakitnya.
Intervensi keperawatan :
 memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
 Memberikan motivasi agar klien tetap tegar dalam menghadapi
cobaan penyakit yang di deritanya.

5. DX 5: Ansietas b/d ancaman terhadap perubahan setatus


kesehatan. Tujuan : dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien
berkurang. Intervensi keperawatan :
 Membantu klien mengekspresikan perasaan marah,
kehilangan, dan takut.
 Mengkaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping
klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku
merusak.
 Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan.
Memberi lingkungan yang tenang dan suasana penuh
istirahat.
6. DX 6: Koping individu tidak efektiv b/d hilangnya kontrol terhadap tubuh.
Tujuan : Agar klien dapat menyerap informasi yang diberikan tentang
penyakitnya. Intervensi keperawatan :
 Membantu klien agar klien bisa tenang dalam menyerap informasi
yang di berikan.
7. DX 7: Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, latargi.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien mengalami peningkatan.
Intervensi keperawatan :
 Meningkatkan istirahat klien, batasi aktivitas, dan berikan
aktivitas senggang yang tidak berat.
 Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat
aktivitas. Contoh : bangun dari kursi, bila tak ada nyeri,
ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan
8. DX 8: Perubahan sensoris-perseptual (penglihatan) b/d gangguan transmisi
impuls akibat tumor.
Tujuan : Agar dalam 24 jam ketajaman penglihatan klien dapat di
minimalisir. Intervensi Keperawatan :
 Mengkaji visus klien.
 Menginspeksi adakah kelainan di mata pasien.
 Mengkolaborasikan obat-obatan dengan petugas kesehatan lain.
9. DX 9: Resiko gangguan integritas kulit ( kekeringan) b/d menurunnya
kadar hormonal.
Tujuan : meberikan rasa nyaman pada tubuh pasien
Intervensi keperawatan :
 Kaji skala keelastisan kulit, kelembapan kulit
10.DX 10 : Resti Infeksi b/dpasca
pembedahan Tujuan : tidak terjadinya
infeksi pada klien Intervensi keperawatan :
 Memberikan edukasi kepada keluarga pasien cara pembersihan
dan perawatan pasca beda
 Membersihkan tempat tidur klien
 Membersihkan tempak insisi
 Tanyakan pada klien ada keluhan atau tidak
DAFTAR PUSTAKA
1. Brooke Chris. 2008.Ensiklopedia Keperawatan.EGC.jakarta
2. Davis J.R.E., Prolactin and Reproductive Medicine. In : Current Opinion
inObstetrics and Gynecology, Lippincott, Manchester, UK; 2004:331-7.
3. Dr. M Fidel Ganis Siregar, SpOG. Hiperandrogenemia,Hiperprolactinemia
Dan Hirsutisme. Departemen Obstetri Dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2010
4. Goffin V., Bernichtein S., Touraine P., Kelly P.A., Development and
potentialclinical uses of human prolactin receptor antagonists, [September]
2005, [cited 2012 juli], Available from : http://endry.endojurnal.org
5. Mitchell,dkk.2008. BS Dasar Patologis penyakit ed 7. EGC.jakarta
6. Mishra R dkk, 2002. artikel kedokteran.didownlod juli 2012. Di
www.kalbe.com
7. Rajasoorya C., Hyperprolactinaemia and its Clinical Significance. In:
SingaporeMedical Journal 2001, 61(9):398-401.
8. Rumahhorbo, hotma. 1999. Askep Klien dengan gangguan sistemendokrin.
EGC. Jakarta.
9. Shenenberger D., Hyperprolactinemia, [August] 2001, [cited 2012
juli],Available from : http://www.edimicine.com
10. Sullivan Amanda,dkk.2008. Panduan Pemeriksaan Antenatal.EGC.jakarta

Anda mungkin juga menyukai