Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II
OLEH :
KELOMPOK 8
DOSEN PENGAMPU :
HERMALINDA, Ns.Sp.Kep.An
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah masalah yang dialami anak pada kasus tersebut?
2. Apakah kemungkinan penyebab penyakit yang dialami anak?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit beserta WOC?
4. Apakah manifestasi klinis yang khas pada anak?
5. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus
tersebut?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak
dikasus tersebut?
7. Hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak pada kasus tersebut?
8. Bagaimana rumusan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan
buat analisanya pada kasus tersebut?
9. Apakah rencana intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan yang
muncul pada anak di kasus tersebut?
2
BAB II
ANALISIS KASUS PEMICU
Kasus Pemicu 3
Seorang anak perempuan usia 5 tahun di bawa kerumah sakit karena
keluhan mual, muntah, dan letih sejak 2 hari yang lalu. Ibu juga mengatakan
bahwa muka anaknya sembab dari biasanya. Ibu juga mengatakan sudah satu
minggu ini anak jarang sekali buang air kecil, yang mencemaskan ibu adalah
buang air kecil anak terlihat berwarna kemerahan seperti air cucian daging. Hasil
pemeriksaan didapatkan data TD: 130/90 mmHg, Nadi: 124x/menit, Nafas:
32x/menit, dan Suhu: 37,8ºC. Anak terlihat letih, pucat, mata cekung, kulit, dan
membrane mukosa kering. Menurut ibu tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan anak.
3
Merupakan gangguan fungsi ginjal karena hipoperfusi (penurunan
aliran darah ke ginjal)
- Volume sirkulasi berkurang karena; perdarahan hebat, pengeluaran
khusus seperti enteritis, muntah-muntah, deurisis yang banyak.
- Tekanan darah menurun karena; renjatan (shock), miokard luas,
operasi besar seperti operasi jantung terbuka. Pada keadaan
hipoperfusi ginjal terjadi oliguri fisiologik, infark Na menurun, urea
dan kreatinin meningkat.
b) GGA Renal (Intrinsik)
Gangguan struktur dan fungsional di dalam ginjal misalnya parenkim
ginjal rusak.
- GGS prerenal yang berkepanjangan.
- Nekrosis tubular akut (NTA) sebagai akibat dari :
(1) Hipotensi berkepanjangan pada pasca tindakan bedah.
(2) Hipovolemik dan infeksi pada pasien yang mengalami luka bakar.
(3) Hipotensi akibat trauma berat.
- Infeksi oleh bakteri gram negatif, meningokokus, malaria falsifarum,
dan leptospirosis.
- Nefrotoksis disebabkan oleh obat-obatan seperti rifampisin, antibiotik
seperti aminoglikosan dan tetrasiklin.
- Penyakit parenkim ginjal seperti; pielonefritis akut, glomerulonefritis
akut, nefritis interstitial akut, poliarthritis nodusa.
- Sindrome hepatorenal.
c) GGA Post Renal (Obstruktif)
Gangguan yang terjadi akibat sumbatan aliran kencing yang
disebabkan oleh :
- Obstruksi di dalam ginjal yang urat, kristal sulfanamida, dan kristal
asam jengkol.
- Obstruksi bilateral saluran kencing yang disebabkan oleh batu saluran
kencing, tumor ganas pada kandung kencing, kelenjar asam prostat,
kolon dan servik serta uterus.
- Fibrosis retroperitoneal.
4
- Tindakan bedah yang disengaja untuk mengikat/memotong ureter.
- Obstruksi uretra yang disebabkan oleh hipertropi prostat, striktura
uretra dan kelainan katup uretra posterior (Toto Suharyanto, dkk,
2013).
5
awitan mendadak, yang pada tahap akhir masuk ke fase pemulihan dimana
volume urin kembali normal (Hockenberry, 2013).
Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal,
renal dan post renal. Ketiga faktor ini memiliki kaitan yang berbeda- beda.
Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal
mengalami penurunan (hipoperfusi). Dengan adanya kondisi ini, maka GFR
(Glomerular Filtration Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatkan
reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan
pada jaringan parenkim ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun
penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri. jaringan yang menjadi tempat utama
fisiologis ginjal, jika rusak akan mempengaruhi berbagai fungsi ginjal.
Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran
kemih, sehingga akan timbul stagnansi bahkan adanya refluks urine flow pada
ginjal. Dengan demikian beban tahanan/ resistensi ginjal akan meningkat dan
akhirnya mengalami kegagalan (Judith, 2005).
6
k) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah)
(Brunner & Suddarth, 2001).
7
Untuk melihat ukuran ginjal norma dan tidak ada tanda
osteodistrofi (Ball & Bindler, 2010).
8
Kaji tekanan darah, tingkat kesadaran dan indikator neurologis lain
yang membantu untuk mengidentifikasi ketidakseimbangan elektrolit.
Kaji berat badan si anak sebagai dasar untuk mengevaluasi perubahan
status cairan.
Monitor urinalisis, kultur urin dan kimia darah.
Inspeksi urin terhadap warna, urin berbuih mengindikasikan infeksi.
Urin bewarna teh mengindikasikan hematuria
Kaji intake dan output.
d) Pengkajian Psikososial
Kaji perasaan marah, bersalah, ketakutan berhubungan dengan
hospitalisasi.
Kaji mekanisme koping, dukungan keluarga dan tingkat stress.
9
Data Subjektif : Gangguan Retensi Urin
1. Muka anak sembab Eliminasi Urin
2. Jarang buang air kecil
3. Urin berwarna ke-
merahan seperti air
cucian daging.
Data Objektif :
1. Anak terlihat pucat,
mata cekung, kulit dan
membran mukosa
kering.
2. Tanda tanda vital
TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit
Suhu 37,80 C
Data Subjektif :
1. Mual, muntah dan letih
sejak 2 hari yang lalu Ketidakefektifan Pola napas abnormal,
Data Objektif : Pola Napas Takipnea
1. Anak terlihat pucat,
mata cekung, kulit dan
membran mukosa
kering.
2. Tanda tanda vital
TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit
10
Data Subjektif :
1. Muka anak sembab
Data Objektif : Ketidakefektifan Edema, warna kulit pucat
1. Anak terlihat pucat, Perfusi Jaringan
mata cekung, kulit dan Perifer
membran mukosa
kering.
2. Tanda tanda vital
TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit
Suhu 37,80 C
Data Subjektif :
1. Mual, muntah dan letih
sejak 2 hari yang lalu Ketidakseimbangan Mual muntah, Membran
Data Objektif : nutrisi: Kurang dari mukosa pucat, dan asupan
1. Anak terlihat pucat, kebutuhan tubuh makanan kurang dari
mata cekung, kulit dan recommended daily
membran mukosa allowance.
kering.
11
Timbang berat badan harian atau pantau gejala
Berikan cairan yang sesuai
Tingkatkan intake/asupan cairan per oral
Berikan serat yang diresepkan untuk pasien dengan selang makan
untuk mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare
Minimalkan asupan makanan dan minuman dengan diuretik atau
pencahar
Jaga infus intravena yang tepat
Pastikan bahwa intravena yang mengandung elektrolit diberikan
dengan aliran yang konstan dan sesuai
Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
Pantau adanya tanda dan gejala retensi urin
Monitor tanda tanda vital
Berikan suplemen elektrolit tambahan yang diresepkan
Siapkan pasien untuk dialisis
Monitor kehilangan cairan (Misalnya: perdarahan, muntah, diare,
keringat dan takipnea)
Tingkatkan citra tubuh dan harga diri yang positif jika kekhawatiran
diekspresikan sebagai akibat dari retensi cairan berlebihan
Intervensi Tambahan: Manajemen Hipervolemia
b) Gangguan Eliminasi Urin
Intervensi utama: Perawatan Retensi Urin
Aktivitas-aktivitas
Lakukan pengkajian komprehensif sistem perkemihan (Misalnya: urin
output, pola berkemih, masalah saluran perkemihan sebelumnya)
Monitor adanya penggunaan agen agen yang tidak sesuai resep
Berikan privasi dalam melakukan eliminasi
Stimulasi refleks kandung kemih dengan membasahi abdomen dengan
air dingin, memberikan sentuhan pada paha bagian dalam atau air
yang mengalir
Pasang kateter urin sesuai kebutuhan
12
Anjurkan keluarga untuk mencatat urin output, sesuai kebutuhan
Monitor intake output
Rujuk pada spesialis perkemihan sesuai kebutuhan.
Intervensi Tambahan : Pengendalian infeksi
c) Ketidakefektifan Pola Napas
Intervensi Utama : Monitor pernapasan
Aktivitas-aktivitas
Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
Monitor suara napas tambahan
Monitor pola napas (Seperti: Bradipneu, takipneu, dll)
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi suara napas
Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan
tekanan inspirasi dan penurunan volume tidal
Monitor peningkatan kelelahan dan kekurangan udara pada pasien
Beri bantuan terapi napas jika diperlukan.
Intervensi tambahan: Monitor asam basa
d) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
Intervensi utama: Manajemen asam basa
Aktivitas-aktivitas
Pertahankan kepatenan jalan nafas
Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat
Pertahankan kepatenan akses jalan IV
Monitor adanya kegagalan pernapasan
Monitor intake dan output
Monitor kehilangan asam (Misalnya: muntah dan diuresis)
Atasi demam dengan cepat
Berikan terapi oksigen dengan tepat
Intuksikan keluarga mengenai tindakan yang telah disarankan untuk
mengatasi ketidakseimbangan asam basa.
Intervensi Tambahan; Manajemen pengobatan
13
e) Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi Utama: Manajemen gangguan makan
Aktivitas-aktivitas
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana
perawatan dengan melibatkan klien dan orang orang terdekatnya
dengan tepat.
Tentukan pencapaian berat badan harian sesuai keinginan
Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian
yang diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah
ditentukan.
Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama
dengan ahli gizi
Monitor intake dan output cairan secara tepat
Monitor asupan kalori makanan harian
Bantu klien dan orang orang terdekat klien dengan tepat untuk
mengkaji dan memecahkan masalah personal yang berkontribusi
terhadap terjadinya gangguan makan.
Intervensi Tambahan: Manajemen nutrisi
14
BAB III
ANALISIS JURNAL
b) Kata Kunci
Gagal ginjal akut, asfiksia.
c) Penulis Jurnal
Adhie Nur Radityo, M. Sholeh Kosim, Heru Muryawan.
15
kelahiran hidup di Amerika Serikat. Di RS Dr Kariadi Semarang
selama tahun 2007, angka kelahiran bayi hidup mencapai 1600 jiwa
setahun dengan angka kejadian bayi lahir dengan asfiksia
berjumlah 187 kelahiran. Asfiksia akan menyebabkan hipoksia dan
iskemia pada bayi, mengrakibatkan kerusakan, sebagian besar
terjadi pada ginjal (50%), syaraf pusat (28%), sistem
kardiovaskular (25%) dan paru (23%). dan air.GGA neonatus saat
ini cenderung meningkat dan fungsi ginjal pada 35%-71% kasus
GGA tidak dapat kembali sempurna. Bahkan angka kematian
neonatus akibat GGA masih tinggi, yaitu antara 36%-78%.
g) Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Adhie, dkk., untuk
membuktikan bahwa asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko
terjadinya gagal ginjal akut pada neonatus.
h) Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan pada jurnal ini adalah penelitian kohort
prospektif dengan subyek sesuai kriteria inklusi bayi baru lahir
dengan asfiksia di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari-
Desember 2010. Sebagai kelompok terpapar adalah neonatus
asfiksia berat dan neonatus asfiksia sedang sebagai kelompok tidak
terpapar. Subyek dipilih secara consecutive sampling. Diagnosis
GGA berdasarkan kadar ureum, kreatinin dan pengukuran diuresis
pada hari keempat dan kelima perawatan. Analisis dengan uji Chi-
square, Mann-Whitney, Kolmogorov-Smirnov dan tidak
berpasangan.
i) Pengumpulan Data
Cara pengambilan data yang dilakukan pada jurnal ini adalah
dengan menggunakan subyek penelitian bayi baru lahir yang
mengalami asfiskia dengan kehamilan cukup bulan, berat lahir
16
sesuai masa kehamilan, tidak menderita kelainan kongenital, sudah
dijumpai diuresis yang cukup dalam 24 jam pertama, dan orang tua
bersedia mengisi formulir persetujuan.
j) Analisis Data
Data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji Chi-
square.
k) Hasil Penelitian
Selama periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2010
didapatkan 77 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi, 7 orang
tua/wali menolak mengikuti penelitian dan 7 neonatus meninggal
selama pemantauan. Total subyek penelitian adalah 63 neonatus
dengan keadaan asfiksia, terdiri atas 31 neonatus asfiksia sedang
dan 32 neonatus asfiksia berat.
Karakteristik neonatus tertera pada Tabel 1. Tabel 1
memperlihatkan perbedaan distribusi berat badan antara kelompok
asfiksia sedang dan berat. Neonatus asfiksia berat mempunyai
kadar pH dan base excess yang lebih rendah secara bermakna
dibanding asfiksia sedang. Kadar kreatinin dan rerata diuresis hari
keempat dan kelima pada neonatus asfiksia berat, berbeda
bermakna dengan asfiksia sedang. Di antara 63 neonatus dengan
asfiksia didapatkan bahwa 25 neonatus (39,7%) mengalami gagal
ginjal akut terdiri dari 18 neonatus asfiksia berat dan 7 neonatus
asfiksia sedang (Tabel 2).
Keseluruhan neonatus yang mengalami GGA merupakan tipe
oliguria. Dari perhitungan statistik didapatkan bahwa asfiksia berat
merupakan faktor risiko terjadi gagal ginjal akut, neonatus dengan
asfiksia berat mempunyai kemungkinan 2,5 kali lebih besar terjadi
gagal ginjal akut dibandingkan dengan neonatus asfiksia sedang
(Tabel 2). Sebagian besar neonatus (82,5%) mendapat gentamisin
selama perawatan di bangsal. Hanya 24 neonatus (46%) yang
17
diberikan gentamisin mempunyai keluaran terjadi gagal ginjal akut
(Tabel 3).
Penggunaan obat gentamisin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi
dua dosis selama minimal lima hari bukan merupakan faktor risiko
terhadap terjadinya gagal ginjal akut karena nilai 95% interval
kepercayaan melingkupi angka satu (Tabel 3).
l) Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah dalam hal penegakkan diagnosis
asfiksia masih belum menggunakan kriteria WHO terbaru yang
antara lain menyebutkan adanya gangguan syaraf pusat yaitu HIE
dikarenakan munculnya HIE tidak dalam jangka pendek sehingga
akan mengakibatkan kesulitan dalam melakukan inklusi sampel
penelitian.
Keterbatasan lainnya dalam hal pengambilan sampel analisa gas
darah beberapa sampel didapatkan kadang bisa terkontaminasi
dengan udara luar saat melakukan aspirasi dari pembuluh darah
arteri, sehingga mempengaruhi kadar PO2 analisa gas darah.
m) Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa asfiksia berat
merupakan faktor risiko terjadinya gagal ginjal akut. Disarankan
untuk mengetahui adanya kejadian gagal ginjal akut maka neonatus
dengan asfiksia berat hendaknya dilakukan pemeriksaan ureum dan
kreatinin secara rutin pada hari keempat dan kelima. Perlu
dilakukan penelitian selanjutnya yaitu berupa pemantauan jangka
panjang fungsi ginjal bayi yang lahir dalam keadaan asfiksia berat.
18
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
GGA adalah penyakit yang dapat terjadi apabila ginjal secara tiba-tiba
tidak dapat mengatur volume dan komposisi urin secara tepat sebagai respon
terhadap asupan makanan dan cairan dan terhadap kebutuhan organisme.
Gambaran utama GGA adalah oligouria yang disertai dengan tanda azotemia,
asidosis metabolik dan berbagai gangguan elektrolit (Hockenberry, 2013).
Penyebab penyakit tersebut terjadi bisa dilihat dari kategori GGA Pre
Renal, GGA Renal, dan GGA Post Renal. Manifestasi klinis yang
ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain keluhan mual, muntah, letih,
oliguria, hematuria, dan lain sebagainya. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan secara umum adalah pemeriksaan kadar kimia darah.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan antara lain adalah dialysis yang
berfungsi untuk menyeimbangkan cairan dan kecenderungan pendarahan.
3.2 Saran
Makalah ini kami buat agar mahasiswa mengetahui bagaimana
menganalisis kasus terkait GGA serta menentukan askep yang tepat. Namun
penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih bnyak terdapat
kekurangan baik dalam penulisan maupun penyusunannya. Oleh karena itu
kritik dan saran yng bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ball, J. W, and Bindler, R. C., (2010). Pediatric of Nursing : Caring for Children.
Pearson Education, Inc : New Jersey, America
Hockenberry, Wilson. (2013). Wong’s Essentials of Pediatric Nursing.(8thed.).
St.
Louis : Mosby Elseiver
Judith. (2005). Pathophysiology A 2-in-1 Reference for Nurses. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins
M. Bulecheck, Gloria, dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jakarta : Mocomedia
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Prabowo, Eko, dkk. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Suharyanto, Toto, dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : CV. Trans Info Media
Susantitaphong P, Cruz DN, Cerda J, Abulfaraj M, Alqahtani F, Kouloridis I,
Jaber
BL. World Incidence of AKI: a meta analysis. Clin J Am Soc Nephrol.
2013
Sept: 8(9); 1482-93. DOI: https://doi.org/10.2215/CJN.00710113.
T. Heather, Herdman. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC
20
LAMPIRAN JURNAL
Latar belakang. Asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir
yang dapat berakibat kerusakan organ. Sekitar 50% kerusakan organ terjadi pada ginjal yang berakibat
gagal ginjal akut (GGA). Diagnosis dan pengenalan GGA merupakan hal penting agar fungsi ginjal
tetap terjaga.
Metode. Penelitian kohort prospektif dengan subyek sesuai kriteria inklusi bayi baru lahir dengan
asfiksia di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari-Desember 2010. Sebagai kelompok terpapar
adalah neonatus asfiksia berat dan neonatus asfiksia sedang sebagai kelompok tidak terpapar. Subyek
dipilih secara consecutive sampling. Diagnosis GGA berdasarkan kadar ureum, kreatinin dan
pengukuran diuresis pada hari keempat dan kelima perawatan. Analisis dengan uji Chi-square, Mann-
Whitney, Kolmogorov-Smirnov dan t tidak berpasangan.
Hasil. Subjek 63 neonatus., kejadian GGA pada neonatus asfiksia sedang dan berat 39,7%,
keseluruhan kasus GGA merupakan tipe oliguria. Neonatus dengan GGA pada hari keempat rerata
kadar ureum 33,6 (±13,53) mg/dL, kreatinin 1,54 (±0,35) mg/dL dan diuresis 0,45 (±0,07) mL/kgBB/jam
dibandingkan rerata pada hari kelima terdapat peningkatan kadar ureum 41,36 (±14) mg/dL,
penurunan kadar kreatinin 1,39 (±0,3) mg/dL, dan rerata diuresis 0,45 (±0,06) mL/kgBB/jam (p<0,05).
Insidens GGA terbanyak terjadi pada asfiksia berat 56,3% (p=0,006; RR 2,5; 95%CI 1,2-5,1). Obat
nefrotoksik bukan faktor risiko terjadinya gagal ginjal akut (p=0,002; RR 5,08; 95%CI 0,77-33,66).
Kesimpulan. Asfiksia berat merupakan faktor risiko terjadinya GGA. Sari Pediatri 2012;13(5):305-10.
A
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir
dan akan membawa berbagai dampak
pada periode neonatal. Menurut National
Alamat korespondensi:
Center
Dr. Adhie Nur Radityo. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2002,
Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Jl. Dr. Sutomo 16 – 18, asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian
Semarang. E-mail: dokter_adhie7@yahoo.com
per 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat.1 Di
RS Dr Kariadi Semarang selama tahun 2007, angka
kelahiran bayi
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 305
Adhie Nur Radityo dkk: Asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko gagal ginjal
akut
lahir, pH <7,3 dengan base excess (BE) -9±4.
hidup mencapai 1600 jiwa setahun dengan angka
kejadian bayi lahir dengan asfiksia berjumlah 187
kelahiran. 2 Asfiksia akan menyebabkan hipoksia
dan iskemia pada bayi, mengrakibatkan kerusakan,
sebagian besar terjadi pada ginjal (50%), syaraf
pusat (28%), sistem kardiovaskular (25%) dan paru
(23%).3 Ginjal merupakan organ yang paling
sensitif terhadap keadaan penurunan kadar oksigen.
Insufisiensi ginjal dapat terjadi pada duapuluh empat
jam setelah keadaan hipoksia dan iskemia. Jika
hipoksia ini tidak diatasi maka akan menimbulkan
nekrosis korteks ginjal yang bersifat ireversibel.4
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan
mendadak kecepatan filtrasi glomerulus (KFG) dengan
ketidakmampuan mengeluarkan bahan terlarut dan
air, yang mengakibatkan penimbunan bahan terlarut
dan air.4,5,6 Kejadian GGA neonatus saat ini
cenderung meningkat dan fungsi ginjal pada 35%-
71% kasus GGA tidak dapat kembali sempurna.
Bahkan angka kematian neonatus akibat GGA
masih tinggi, yaitu antara 36%-78%.5-8 Pengenalan
keadaan kegagalan fungsi ginjal pada bayi asfiksia
merupakan hal yang penting untuk melakukan
pemberian cairan dan elektrolit agar didapatkan
keseimbangan biokimia sehingga fungsi vitalnya
dapat terjaga.8
Tujuan penelitian untuk membuktikan bahwa
asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko
terjadinya gagal ginjal akut pada neonatus.
Metode
Hasil
Tabel 1.
Karakteristik
Afiksia sedang
neonatus
p
Karakteristik neonatus
n = 32 n = 31
Berat lahir (gram) 2.871,9 ± 353,77 3.060 ± 353,9 0,03*
Jenis kelamin bayi, n (%)
• Laki-laki 17 (53) 12 (39)
• Perempuan 15 (47) 19 (61) 0,2£
Cara lahir, n (%)
• Spontan 16 (50) 8 (25,8)
• Sectio caesaria 12 (37,5) 12 (38,7)
• Ekstraksi vakum 4 (12,5) 11 (35,5) 0,3¥
Analisis gas darah
• pH 7,18±0,1 7,23±0,5 0,03*
• pO2 (mmHg) 177,22±77,14 181,94±70,61 0,8§
• pCO2 26,84±9,73 24,68±6,38 0,3§
• Base excess (mmol/L) -14,96±4,39 -12,74±3,52 0,04*
Kadar ureum (mg/dl)
• Hari ke 4 27,19±14,01 26,55±10,35 0,6*
• Hari ke 5 32,38±16,44 27,06±11,88 0,15§
Kadar kreatinin (mg/dl)
• Hari ke 4 1,14±0,52 0,84±0,46 0,02§
• Hari ke 5 1,06±0,48 0,77±0,34 0,02*
Rerata diuresis (ml)
• Hari ke 4 0,95±0,66 1,26±0,5 0,03*
• Hari ke 5 0,95±0,65 1,43±0,59 0,003*
* Uji Mann-Whitney £
Uji Chi-square ¥
Uji Kolmogorov- Smirnov §
Uji t-tidak berpasangan
K
e
l
u
a
r
a
n
,