Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

MASALAH SISTEM PERKEMIHAN : GAGAL GINJAL AKUT

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II

OLEH :

KELOMPOK 8

NURAIDA AINI (1811311026)


NURUL FADILAH (1811311034)
MIFTAHUL ROHIMAH (1811312006)
ANNISA AULIA DARMA (1811312020)
RAMADHINDA PUTRI ERWANTO (1811312022)

DOSEN PENGAMPU :
HERMALINDA, Ns.Sp.Kep.An

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan atas kehadirat


Allah SWT dan segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Masalah Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal
Akut”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa masih
banyaknya terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan,
pengalaman serta kehilafan yang penulis miliki. Maka dari itu, dengan ikhlas
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendidik dan membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah ini dimasa yang akan
datang.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan,
bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga.
Semoga Allah SWT membalas dan selalu melimpahkan rahmat serta
hidayahnya atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan
makalah ini, akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembangunan
ilmu pendidikan dan ilmu keperawatan  serta bagi kita semua, Amin.

Padang, 15 Februari 2020

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................2
BAB II ANALISIS KASUS PEMICU ...................................................................3
2.1 Masalah yang Dialami Anak ....................................................................3
2.2 Penyebab Penyakit yang Dialami Anak ...................................................3
2.3 Patofisiologi Terjadinya Penyakit.............................................................5
2.4 Manifestasi Klinis yang Khas pada Anak.................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang dan Hasil Pemeriksaan.......................................7
2.6 Penatalaksanaan Medis..............................................................................8
2.8 Hal yang Perlu Dikaji pada Anak..............................................................8
2.9 Rumusan Masalah Keperawatan dan Analisa Data...................................9
2.10 Rencana Intervensi..................................................................................11
BAB III ANALISIS JURNAL...............................................................................15
3.1 Analisis Jurnal ........................................................................................15
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................19
4.1 Kesimpulan .............................................................................................19
4.2 Saran .......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinis yang secara
cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang
berkembang cepat, lalu filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat
menyebabkan kadar krestin serum meningkat sebanyak 0,5mg/dl/hari dan
kadar nitrogen urea darah sebanyak 10mg/dl/hari dalam beberapa hari.
ARF biasanya disertai oleh oliguria (keluaran urine < 400 ml/hari).
Kriteria ologuria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata
diet orang amerika mengandung sekitar 600 mOssm zat terlarut. Jika
kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200 mOssm/L air, maka
kehilangan air obligat dalam urine adalah 500ml. Oleh karena itu, bila
keluaran urine hingga kurang dari 400ml/hari penambahan zat terelarut
tidak bisa dibatasi dengan kasdar BUN serta kreatinin meningkat. Namun
oliguria bukan merupakan gambaran penting pada ARF.
Di dunia, insiden pada anak yang menjalani opname di rumah sakit sekitar
33,7% dengan angka kematian sebesar 13,8% (Susantitaphong P, dkk). Di
Indonesia, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 2017 mencatat
sebanyak 212 anak dari 19 rumah sakit mengalami gangguan ginjal dan cuci
darah. Angka kematian menunjukkan 23,6%. Rentang usia gangguan ginjal
pada anak ini pun beragam.
Pasien GGA dapat menjalankan hemodiliasis sepanjang hidupnya yang
akan berdampak pada aspek psikologisnya, mulai dari kecemasan, perubahan
peran. Selain itu juga berdampak pada perekonomian, finansial. Tidak hanya
berdampak pada anak, namun berdampak pula pada keluarga.
Berdasarkan latar belakang ini, maka perawat diharuskan untuk
mempelajari, memahami, dan ikut serta dalam perawatan penyakit gagal ginjal
akut (GGA) pada anak dengan lebih mendalam.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah masalah yang dialami anak pada kasus tersebut?
2. Apakah kemungkinan penyebab penyakit yang dialami anak?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit beserta WOC?
4. Apakah manifestasi klinis yang khas pada anak?
5. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus
tersebut?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak
dikasus tersebut?
7. Hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak pada kasus tersebut?
8. Bagaimana rumusan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan
buat analisanya pada kasus tersebut?
9. Apakah rencana intervensi yang sesuai dengan masalah keperawatan yang
muncul pada anak di kasus tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mampu menjelaskan masalah yang dialami anak pada kasus tersebut.
2. Mampu menjelaskan penyebab anak mengalami masalah pada kasus
tersebut.
3. Mampu menjelaskan bagaimana patofisiologi penyakit anak disertai WOC
pada kasus tersebut.
4. Mampu menjelaskan apa tanda dan gejala yang khas pada anak
5. Mampu menjelaskan apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada kasus tersebut.
6. Mampu menjelaskan bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat
dilakukan pada anak dikasus tersebut.
7. Mampu menjelaskan hal apa yang harus dijelaskan untuk mengkaji anak
pada kasus tersebut.
8. Mampu menjelaskan rumusan masalah keperawatan yang muncul pada
anak dan membuat analisanya pada kasus tersebut.
9. Mampu menjelaskan rencana intervensi yang sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul pada anak di kasus tersebut.

2
BAB II
ANALISIS KASUS PEMICU

Kasus Pemicu 3
Seorang anak perempuan usia 5 tahun di bawa kerumah sakit karena
keluhan mual, muntah, dan letih sejak 2 hari yang lalu. Ibu juga mengatakan
bahwa muka anaknya sembab dari biasanya. Ibu juga mengatakan sudah satu
minggu ini anak jarang sekali buang air kecil, yang mencemaskan ibu adalah
buang air kecil anak terlihat berwarna kemerahan seperti air cucian daging. Hasil
pemeriksaan didapatkan data TD: 130/90 mmHg, Nadi: 124x/menit, Nafas:
32x/menit, dan Suhu: 37,8ºC. Anak terlihat letih, pucat, mata cekung, kulit, dan
membrane mukosa kering. Menurut ibu tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan anak.

2.1 Masalah yang Dialami Anak


Masalah yang dialami oleh anak tersebut adalah penyakit Gagal Ginjal
Akut (GGA). GGA adalah penyakit yang dapat terjadi apabila ginjal secara
tiba-tiba tidak dapat mengatur volume dan komposisi urin secara tepat
sebagai respon terhadap asupan makanan dan cairan dan terhadap kebutuhan
organisme. Gambaran utama GGA adalah oligouria yang disertai dengan
tanda azotemia, asidosis metabolik dan berbagai gangguan elektrolit
(Hockenberry, 2013).
Graber, 2006 ; Wilcox, 2009 mengatakan GGA merupakan gangguan
fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala khas
berupa oliguria/anuria dengan peningkatan BUN (Blood Ureum Nitrogen)
atau kreatinin serum. Secara pengertian umum, gagal ginjal akut juga disebut
sebagai Acute Renal Failure (ARF) atau Acute Kidney Injury (AKI) (Eko
Prabowo, dkk, 2014).

2.2 Penyebab Penyakit yang Dialami Anak


Berdasarkan etiologinya, GGA dibagi dalam 3 kategori :
a) GGA Pre Renal

3
 Merupakan gangguan fungsi ginjal karena hipoperfusi (penurunan
aliran darah ke ginjal)
- Volume sirkulasi berkurang karena; perdarahan hebat, pengeluaran
khusus seperti enteritis, muntah-muntah, deurisis yang banyak.
- Tekanan darah menurun karena; renjatan (shock), miokard luas,
operasi besar seperti operasi jantung terbuka. Pada keadaan
hipoperfusi ginjal terjadi oliguri fisiologik, infark Na menurun, urea
dan kreatinin meningkat.
b) GGA Renal (Intrinsik)
 Gangguan struktur dan fungsional di dalam ginjal misalnya parenkim
ginjal rusak.
- GGS prerenal yang berkepanjangan.
- Nekrosis tubular akut (NTA) sebagai akibat dari :
(1) Hipotensi berkepanjangan pada pasca tindakan bedah.
(2) Hipovolemik dan infeksi pada pasien yang mengalami luka bakar.
(3) Hipotensi akibat trauma berat.
- Infeksi oleh bakteri gram negatif, meningokokus, malaria falsifarum,
dan leptospirosis.
- Nefrotoksis disebabkan oleh obat-obatan seperti rifampisin, antibiotik
seperti aminoglikosan dan tetrasiklin.
- Penyakit parenkim ginjal seperti; pielonefritis akut, glomerulonefritis
akut, nefritis interstitial akut, poliarthritis nodusa.
- Sindrome hepatorenal.
c) GGA Post Renal (Obstruktif)
 Gangguan yang terjadi akibat sumbatan aliran kencing yang
disebabkan oleh :
- Obstruksi di dalam ginjal yang urat, kristal sulfanamida, dan kristal
asam jengkol.
- Obstruksi bilateral saluran kencing yang disebabkan oleh batu saluran
kencing, tumor ganas pada kandung kencing, kelenjar asam prostat,
kolon dan servik serta uterus.
- Fibrosis retroperitoneal.

4
- Tindakan bedah yang disengaja untuk mengikat/memotong ureter.
- Obstruksi uretra yang disebabkan oleh hipertropi prostat, striktura
uretra dan kelainan katup uretra posterior (Toto Suharyanto, dkk,
2013).

2.3 Pastofisiologi terjadinya Penyakit


GGA umumnya merupakan keadaan yang reversible tetapi penyimpangan
fungsi ginjal bisa sangat ekstrim. Pada GGA terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus yang parah, peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan
penurunan aliran ginjal yang signifikan.
Perjalanan klinis GGA bervariasi dan berngatung penyebabnya. Pada
GGA reversible terdapat periode oligouria berat atau fase flow-output /
pengeluaran urin yang sedikit diikuti diuresis atau fase high output dengan

Sumber : Prabowo, Eko, dkk (2014)

5
awitan mendadak, yang pada tahap akhir masuk ke fase pemulihan dimana
volume urin kembali normal (Hockenberry, 2013).

Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu pre renal,
renal dan post renal. Ketiga faktor ini memiliki kaitan yang berbeda- beda.
Pre renal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal
mengalami penurunan (hipoperfusi). Dengan adanya kondisi ini, maka GFR
(Glomerular Filtration Rate) akan mengalami penurunan dan meningkatkan
reabsorbsi tubular. Untuk faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan
pada jaringan parenkim ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh trauma maupun
penyakit-penyakit pada ginjal itu sendiri. jaringan yang menjadi tempat utama
fisiologis ginjal, jika rusak akan mempengaruhi berbagai fungsi ginjal.
Sedangkan faktor post renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran
kemih, sehingga akan timbul stagnansi bahkan adanya refluks urine flow pada
ginjal. Dengan demikian beban tahanan/ resistensi ginjal akan meningkat dan
akhirnya mengalami kegagalan (Judith, 2005).

2.4 Manifestasi Klinis yang Khas pada Anak


Secara khusus, anak yang sehat tiba-tiba tanpak sakit dengan gejala non
spesifik yang terdiri dari :
a) Mual.
b) Muntah.
c) Letargi, letih.
d) Edema, sembab.
e) Hematuria kasar.
f) Oligouria.
g) Hipertensi.
h) Tanda dan gejala ini diakibatkan dari ketidakseimbangan elektrolit,
uremia dan kelebihan cairan. Anak terlihat pucat dan letargi (Ball &
Bindler).
i) Mata cekung.
j) Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi (Nursalam, 2006).

6
k) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah)
(Brunner & Suddarth, 2001).

2.5 Pemeriksaan Penunjang dan Hasil Pemeriksaan


Anamnesis yang tepat perlu dilakukan untuk menentukan adanya gejala
glumerulonefritis, uropati obstruktif, dan pajanan terhadap zat-zat kimia
nefrotoksik (Hockenberry, 2013).
a) Kadar Kimia Darah
 Meliputi natrium,kalium, ureum, kreatinin dan bikarbonat.
Biasanya natrium mengalami penurunan (< 20mmol/l). Sedangkan
urea akan mengalami peningkatan (> 8) yang akan mempengaruhi
sistem RAA (Renin Angiotensin Aldosteron).
b) Urinalisis
 Pemeriksaan analisa kimia pada urine untuk melihat fungsi ginjal.
c) Ultrasonografi (USG)
 Hal ini untuk mendapatkan data pendukung tentang ukuran ginjal,
adanya obstruksi pada tract urinary, hidronephrosis, dan penyakit
pada saluran kemih bagian bawah. USG juga diperuntukkan adanya
komplikasi dari gagal ginjal, misalnya adanya kardiomegali dan
edema pulmonal.
d) Darah Lengkap
 Adapun hasil yang spesifik dari hasil pemeriksaan darah lengkap
pada klien gagal ginjal akut adalah :
- Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
- Peningkatan kadar serum kreatinin
- Peningkatan kadar kalium
- Penurunan pH darah
- Penurunan kadar bikarbonat
- Penurunan kadar hematokrit dan kadar hemoglobin (Eko
Prabowo, dkk, 2014).
e) Rontgen Foto

7
 Untuk melihat ukuran ginjal norma dan tidak ada tanda
osteodistrofi (Ball & Bindler, 2010).

2.6 Penatalaksanaan Medis


Tujuan pengobatan adalah untuk meminimalkan atau mencegah kerusakan
ginjal permanen disamping mempertahankan cairan, keseimbangan elektrolit
dan manajemen komplikasi. Pengobatannya berfokus pada penggantian
cairan. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan :
1. Memelihara keseimbangan cairan
2. Dialisis, ditujukan untuk menyeimbangkan cairan, protein, intake
sodium, kecendrungan pendarahan.Mencegah komplikasi gagal ginjal
akut yang serius, dan dapat menghilangkan kecendrungan pendarahan.
3. Terapi cairan (Toto Suharyanto, dkk, 2013).

2.7 Hal yang Perlu Dikaji pada Anak


a) Anamnesis
Pada pengkajian anamnesis data yang diperoleh terdiri dari: nama,
usia, jenis kelamin, serta diagnosa medis. Tanyakan kepada penanggung
jawab (orang tau atau keluarga dekat anak) mengenai identitas anak.
Untuk pengkajian identitas penanggung jawab tanyakan nama, umur,
pekerjaan, hubungan dengan si anak.
b) Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama  Mual muntah dan letih sejak 2 hari yang lalu.
 Riwayat Penyakit Sekarang  Muka anak sembab dari biasanya,
jarang sekali buang air kecil, pengeluaran urin seperti air cucian
daging. Anak terlihat pucat, mata cekung, mukosa kering.
 Riwayat Penyakit Dahulu  (tidak ada).
 Riwayat Penyakit Keluarga  Tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan anak.
c) Pemeriksaan Fisik

8
 Kaji tekanan darah, tingkat kesadaran dan indikator neurologis lain
yang membantu untuk mengidentifikasi ketidakseimbangan elektrolit.
 Kaji berat badan si anak sebagai dasar untuk mengevaluasi perubahan
status cairan.
 Monitor urinalisis, kultur urin dan kimia darah.
 Inspeksi urin terhadap warna, urin berbuih mengindikasikan infeksi.
Urin bewarna teh mengindikasikan hematuria
 Kaji intake dan output.
d) Pengkajian Psikososial
 Kaji perasaan marah, bersalah, ketakutan berhubungan dengan
hospitalisasi.
 Kaji mekanisme koping, dukungan keluarga dan tingkat stress.

2.8 Masalah Keperawatan dan Analisa Data


Data Masalah Etiologi
Data Subjektif : Kelebihan Volume Edema, Oliguria, Perubahan
1. Mual, muntah dan letih Cairan berat jenis urine dan
sejak 2 hari yang lalu ketidakseimbangan elektrolit.
2. Muka anak sembab
3. Jarang buang air kecil
4. Urin berwarna ke-
merahan seperti air
cucian daging.
Data Objektif :
1. Anak terlihat pucat,
mata cekung, kulit dan
membran mukosa
kering.
2. TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit
Suhu 37,80 C

9
Data Subjektif : Gangguan Retensi Urin
1. Muka anak sembab Eliminasi Urin
2. Jarang buang air kecil
3. Urin berwarna ke-
merahan seperti air
cucian daging.
Data Objektif :
1. Anak terlihat pucat,
mata cekung, kulit dan
membran mukosa
kering.
2. Tanda tanda vital
TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit
Suhu 37,80 C

Data Subjektif :
1. Mual, muntah dan letih
sejak 2 hari yang lalu Ketidakefektifan Pola napas abnormal,
Data Objektif : Pola Napas Takipnea
1. Anak terlihat pucat,
mata cekung, kulit dan
membran mukosa
kering.
2. Tanda tanda vital
TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit

10
Data Subjektif :
1. Muka anak sembab
Data Objektif : Ketidakefektifan Edema, warna kulit pucat
1. Anak terlihat pucat, Perfusi Jaringan
mata cekung, kulit dan Perifer
membran mukosa
kering.
2. Tanda tanda vital
TD 130/90 mmHg
Nadi 124 ×/menit
Nafas 32 ×/menit
Suhu 37,80 C

Data Subjektif :
1. Mual, muntah dan letih
sejak 2 hari yang lalu Ketidakseimbangan Mual muntah, Membran
Data Objektif : nutrisi: Kurang dari mukosa pucat, dan asupan
1. Anak terlihat pucat, kebutuhan tubuh makanan kurang dari
mata cekung, kulit dan recommended daily
membran mukosa allowance.
kering.

2.9 Rencana Intervensi


a) Kelebihan Volume Cairan
Intervensi Utama : Manajemen elektrolit/cairan
Aktivitas-aktivitas.
 Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk atau
dehidrasi (Misalnya: Oliguria, mata cekung atau edema, napas
dangkal dan cepat)
 Dapatkan spesimen laboratorium untuk pemantauan perubahan cairan
atau elektrolit

11
 Timbang berat badan harian atau pantau gejala
 Berikan cairan yang sesuai
 Tingkatkan intake/asupan cairan per oral
 Berikan serat yang diresepkan untuk pasien dengan selang makan
untuk mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare
 Minimalkan asupan makanan dan minuman dengan diuretik atau
pencahar
 Jaga infus intravena yang tepat
 Pastikan bahwa intravena yang mengandung elektrolit diberikan
dengan aliran yang konstan dan sesuai
 Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
 Pantau adanya tanda dan gejala retensi urin
 Monitor tanda tanda vital
 Berikan suplemen elektrolit tambahan yang diresepkan
 Siapkan pasien untuk dialisis
 Monitor kehilangan cairan (Misalnya: perdarahan, muntah, diare,
keringat dan takipnea)
 Tingkatkan citra tubuh dan harga diri yang positif jika kekhawatiran
diekspresikan sebagai akibat dari retensi cairan berlebihan
Intervensi Tambahan: Manajemen Hipervolemia
b) Gangguan Eliminasi Urin
Intervensi utama: Perawatan Retensi Urin
Aktivitas-aktivitas
 Lakukan pengkajian komprehensif sistem perkemihan (Misalnya: urin
output, pola berkemih, masalah saluran perkemihan sebelumnya)
 Monitor adanya penggunaan agen agen yang tidak sesuai resep
 Berikan privasi dalam melakukan eliminasi
 Stimulasi refleks kandung kemih dengan membasahi abdomen dengan
air dingin, memberikan sentuhan pada paha bagian dalam atau air
yang mengalir
 Pasang kateter urin sesuai kebutuhan

12
 Anjurkan keluarga untuk mencatat urin output, sesuai kebutuhan
 Monitor intake output
 Rujuk pada spesialis perkemihan sesuai kebutuhan.
Intervensi Tambahan : Pengendalian infeksi
c) Ketidakefektifan Pola Napas
Intervensi Utama : Monitor pernapasan
Aktivitas-aktivitas
 Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
 Monitor suara napas tambahan
 Monitor pola napas (Seperti: Bradipneu, takipneu, dll)
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi suara napas
 Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan
tekanan inspirasi dan penurunan volume tidal
 Monitor peningkatan kelelahan dan kekurangan udara pada pasien
 Beri bantuan terapi napas jika diperlukan.
Intervensi tambahan: Monitor asam basa
d) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
Intervensi utama: Manajemen asam basa
Aktivitas-aktivitas
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat
 Pertahankan kepatenan akses jalan IV
 Monitor adanya kegagalan pernapasan
 Monitor intake dan output
 Monitor kehilangan asam (Misalnya: muntah dan diuresis)
 Atasi demam dengan cepat
 Berikan terapi oksigen dengan tepat
 Intuksikan keluarga mengenai tindakan yang telah disarankan untuk
mengatasi ketidakseimbangan asam basa.
Intervensi Tambahan; Manajemen pengobatan

13
e) Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi Utama: Manajemen gangguan makan
Aktivitas-aktivitas
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana
perawatan dengan melibatkan klien dan orang orang terdekatnya
dengan tepat.
 Tentukan pencapaian berat badan harian sesuai keinginan
 Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian
yang diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah
ditentukan.
 Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama
dengan ahli gizi
 Monitor intake dan output cairan secara tepat
 Monitor asupan kalori makanan harian
 Bantu klien dan orang orang terdekat klien dengan tepat untuk
mengkaji dan memecahkan masalah personal yang berkontribusi
terhadap terjadinya gangguan makan.
Intervensi Tambahan: Manajemen nutrisi

14
BAB III
ANALISIS JURNAL

3.1 Analisis Jurnal


a) Judul Jurnal
 Asfiksia Neonatorum Sebagai Faktor Risiko Gagal Ginjal Akut di
RS Dr. Kariadi, Semarang.

b) Kata Kunci
 Gagal ginjal akut, asfiksia.

c) Penulis Jurnal
 Adhie Nur Radityo, M. Sholeh Kosim, Heru Muryawan.

d) Tahun Terbit, Nomor, dan Volume


 Februari 2012
 Nomor : 5
 Volume : 13.

e) Alamat Jurnal dan Waktu Mengunduh


 https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=gagal+ginjal+akut&oq=#d=gs_qabs&u=
%23p%3DMA-fdIhYaZcJ
 Di unduh pada hari Senin, 15 Februari 2020 pukul 11.57 WIB.

f) Latar Belakang Masalah


 Dalam jurnal penilitian yang telah dilakukan oleh Adhie, dkk,
bahwa asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir yang dapat berakibat kerusakan organ.
Sekitar 50% kerusakan organ terjadi pada ginjal yang berakibat
gagal ginjal akut (GGA). Diagnosis dan pengenalan GGA
merupakan hal penting agar fungsi ginjal tetap terjaga.
 Menurut National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2002, asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian per 100.000

15
kelahiran hidup di Amerika Serikat. Di RS Dr Kariadi Semarang
selama tahun 2007, angka kelahiran bayi hidup mencapai 1600 jiwa
setahun dengan angka kejadian bayi lahir dengan asfiksia
berjumlah 187 kelahiran. Asfiksia akan menyebabkan hipoksia dan
iskemia pada bayi, mengrakibatkan kerusakan, sebagian besar
terjadi pada ginjal (50%), syaraf pusat (28%), sistem
kardiovaskular (25%) dan paru (23%). dan air.GGA neonatus saat
ini cenderung meningkat dan fungsi ginjal pada 35%-71% kasus
GGA tidak dapat kembali sempurna. Bahkan angka kematian
neonatus akibat GGA masih tinggi, yaitu antara 36%-78%.

g) Tujuan Penelitian
 Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Adhie, dkk., untuk
membuktikan bahwa asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko
terjadinya gagal ginjal akut pada neonatus.

h) Metodologi Penelitian
 Metode yang digunakan pada jurnal ini adalah penelitian kohort
prospektif dengan subyek sesuai kriteria inklusi bayi baru lahir
dengan asfiksia di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari-
Desember 2010. Sebagai kelompok terpapar adalah neonatus
asfiksia berat dan neonatus asfiksia sedang sebagai kelompok tidak
terpapar. Subyek dipilih secara consecutive sampling. Diagnosis
GGA berdasarkan kadar ureum, kreatinin dan pengukuran diuresis
pada hari keempat dan kelima perawatan. Analisis dengan uji Chi-
square, Mann-Whitney, Kolmogorov-Smirnov dan tidak
berpasangan.

i) Pengumpulan Data
 Cara pengambilan data yang dilakukan pada jurnal ini adalah
dengan menggunakan subyek penelitian bayi baru lahir yang
mengalami asfiskia dengan kehamilan cukup bulan, berat lahir

16
sesuai masa kehamilan, tidak menderita kelainan kongenital, sudah
dijumpai diuresis yang cukup dalam 24 jam pertama, dan orang tua
bersedia mengisi formulir persetujuan.

j) Analisis Data
 Data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji Chi-
square.

k) Hasil Penelitian
 Selama periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2010
didapatkan 77 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi, 7 orang
tua/wali menolak mengikuti penelitian dan 7 neonatus meninggal
selama pemantauan. Total subyek penelitian adalah 63 neonatus
dengan keadaan asfiksia, terdiri atas 31 neonatus asfiksia sedang
dan 32 neonatus asfiksia berat.
 Karakteristik neonatus tertera pada Tabel 1. Tabel 1
memperlihatkan perbedaan distribusi berat badan antara kelompok
asfiksia sedang dan berat. Neonatus asfiksia berat mempunyai
kadar pH dan base excess yang lebih rendah secara bermakna
dibanding asfiksia sedang. Kadar kreatinin dan rerata diuresis hari
keempat dan kelima pada neonatus asfiksia berat, berbeda
bermakna dengan asfiksia sedang. Di antara 63 neonatus dengan
asfiksia didapatkan bahwa 25 neonatus (39,7%) mengalami gagal
ginjal akut terdiri dari 18 neonatus asfiksia berat dan 7 neonatus
asfiksia sedang (Tabel 2).
 Keseluruhan neonatus yang mengalami GGA merupakan tipe
oliguria. Dari perhitungan statistik didapatkan bahwa asfiksia berat
merupakan faktor risiko terjadi gagal ginjal akut, neonatus dengan
asfiksia berat mempunyai kemungkinan 2,5 kali lebih besar terjadi
gagal ginjal akut dibandingkan dengan neonatus asfiksia sedang
(Tabel 2). Sebagian besar neonatus (82,5%) mendapat gentamisin
selama perawatan di bangsal. Hanya 24 neonatus (46%) yang

17
diberikan gentamisin mempunyai keluaran terjadi gagal ginjal akut
(Tabel 3).
 Penggunaan obat gentamisin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi
dua dosis selama minimal lima hari bukan merupakan faktor risiko
terhadap terjadinya gagal ginjal akut karena nilai 95% interval
kepercayaan melingkupi angka satu (Tabel 3).

l) Keterbatasan Penelitian
 Keterbatasan penelitian ini adalah dalam hal penegakkan diagnosis
asfiksia masih belum menggunakan kriteria WHO terbaru yang
antara lain menyebutkan adanya gangguan syaraf pusat yaitu HIE
dikarenakan munculnya HIE tidak dalam jangka pendek sehingga
akan mengakibatkan kesulitan dalam melakukan inklusi sampel
penelitian.
 Keterbatasan lainnya dalam hal pengambilan sampel analisa gas
darah beberapa sampel didapatkan kadang bisa terkontaminasi
dengan udara luar saat melakukan aspirasi dari pembuluh darah
arteri, sehingga mempengaruhi kadar PO2 analisa gas darah.

m) Kesimpulan
 Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa asfiksia berat
merupakan faktor risiko terjadinya gagal ginjal akut. Disarankan
untuk mengetahui adanya kejadian gagal ginjal akut maka neonatus
dengan asfiksia berat hendaknya dilakukan pemeriksaan ureum dan
kreatinin secara rutin pada hari keempat dan kelima. Perlu
dilakukan penelitian selanjutnya yaitu berupa pemantauan jangka
panjang fungsi ginjal bayi yang lahir dalam keadaan asfiksia berat.

18
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
GGA adalah penyakit yang dapat terjadi apabila ginjal secara tiba-tiba
tidak dapat mengatur volume dan komposisi urin secara tepat sebagai respon
terhadap asupan makanan dan cairan dan terhadap kebutuhan organisme.
Gambaran utama GGA adalah oligouria yang disertai dengan tanda azotemia,
asidosis metabolik dan berbagai gangguan elektrolit (Hockenberry, 2013).
Penyebab penyakit tersebut terjadi bisa dilihat dari kategori GGA Pre
Renal, GGA Renal, dan GGA Post Renal. Manifestasi klinis yang
ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain keluhan mual, muntah, letih,
oliguria, hematuria, dan lain sebagainya. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan secara umum adalah pemeriksaan kadar kimia darah.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan antara lain adalah dialysis yang
berfungsi untuk menyeimbangkan cairan dan kecenderungan pendarahan.
3.2 Saran
Makalah ini kami buat agar mahasiswa mengetahui bagaimana
menganalisis kasus terkait GGA serta menentukan askep yang tepat.  Namun
penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih bnyak terdapat
kekurangan baik dalam penulisan maupun penyusunannya. Oleh karena itu
kritik dan saran yng bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ball, J. W, and Bindler, R. C., (2010). Pediatric of Nursing : Caring for Children.
Pearson Education, Inc : New Jersey, America
Hockenberry, Wilson. (2013). Wong’s Essentials of Pediatric Nursing.(8thed.).
St.
Louis : Mosby Elseiver
Judith. (2005). Pathophysiology A 2-in-1 Reference for Nurses. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins
M. Bulecheck, Gloria, dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jakarta : Mocomedia
Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Prabowo, Eko, dkk. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Suharyanto, Toto, dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : CV. Trans Info Media
Susantitaphong P, Cruz DN, Cerda J, Abulfaraj M, Alqahtani F, Kouloridis I,
Jaber
BL. World Incidence of AKI: a meta analysis. Clin J Am Soc Nephrol.
2013
Sept: 8(9); 1482-93. DOI: https://doi.org/10.2215/CJN.00710113.
T. Heather, Herdman. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

20
LAMPIRAN JURNAL

Asfiksia Neonatorum Sebagai Faktor Risiko


Gagal Ginjal Akut

Adhie Nur Radityo, M Sholeh Kosim, Heru Muryawan


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi, Semarang

Latar belakang. Asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir
yang dapat berakibat kerusakan organ. Sekitar 50% kerusakan organ terjadi pada ginjal yang berakibat
gagal ginjal akut (GGA). Diagnosis dan pengenalan GGA merupakan hal penting agar fungsi ginjal
tetap terjaga.

Tujuan. Membuktikan asfiksia merupakan faktor risiko terjadinya GGA.

Metode. Penelitian kohort prospektif dengan subyek sesuai kriteria inklusi bayi baru lahir dengan
asfiksia di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Januari-Desember 2010. Sebagai kelompok terpapar
adalah neonatus asfiksia berat dan neonatus asfiksia sedang sebagai kelompok tidak terpapar. Subyek
dipilih secara consecutive sampling. Diagnosis GGA berdasarkan kadar ureum, kreatinin dan
pengukuran diuresis pada hari keempat dan kelima perawatan. Analisis dengan uji Chi-square, Mann-
Whitney, Kolmogorov-Smirnov dan t tidak berpasangan.

Hasil. Subjek 63 neonatus., kejadian GGA pada neonatus asfiksia sedang dan berat 39,7%,
keseluruhan kasus GGA merupakan tipe oliguria. Neonatus dengan GGA pada hari keempat rerata
kadar ureum 33,6 (±13,53) mg/dL, kreatinin 1,54 (±0,35) mg/dL dan diuresis 0,45 (±0,07) mL/kgBB/jam
dibandingkan rerata pada hari kelima terdapat peningkatan kadar ureum 41,36 (±14) mg/dL,
penurunan kadar kreatinin 1,39 (±0,3) mg/dL, dan rerata diuresis 0,45 (±0,06) mL/kgBB/jam (p<0,05).
Insidens GGA terbanyak terjadi pada asfiksia berat 56,3% (p=0,006; RR 2,5; 95%CI 1,2-5,1). Obat
nefrotoksik bukan faktor risiko terjadinya gagal ginjal akut (p=0,002; RR 5,08; 95%CI 0,77-33,66).

Kesimpulan. Asfiksia berat merupakan faktor risiko terjadinya GGA. Sari Pediatri 2012;13(5):305-10.

Kata kunci: gagal ginjal akut, asfiksia

sfiksia merupakan salah satu penyebab

A
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir
dan akan membawa berbagai dampak
pada periode neonatal. Menurut National
Alamat korespondensi:
Center
Dr. Adhie Nur Radityo. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2002,
Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi, Jl. Dr. Sutomo 16 – 18, asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian
Semarang. E-mail: dokter_adhie7@yahoo.com
per 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat.1 Di
RS Dr Kariadi Semarang selama tahun 2007, angka
kelahiran bayi
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 305
Adhie Nur Radityo dkk: Asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko gagal ginjal
akut
lahir, pH <7,3 dengan base excess (BE) -9±4.
hidup mencapai 1600 jiwa setahun dengan angka
kejadian bayi lahir dengan asfiksia berjumlah 187
kelahiran. 2 Asfiksia akan menyebabkan hipoksia
dan iskemia pada bayi, mengrakibatkan kerusakan,
sebagian besar terjadi pada ginjal (50%), syaraf
pusat (28%), sistem kardiovaskular (25%) dan paru
(23%).3 Ginjal merupakan organ yang paling
sensitif terhadap keadaan penurunan kadar oksigen.
Insufisiensi ginjal dapat terjadi pada duapuluh empat
jam setelah keadaan hipoksia dan iskemia. Jika
hipoksia ini tidak diatasi maka akan menimbulkan
nekrosis korteks ginjal yang bersifat ireversibel.4
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan
mendadak kecepatan filtrasi glomerulus (KFG) dengan
ketidakmampuan mengeluarkan bahan terlarut dan
air, yang mengakibatkan penimbunan bahan terlarut
dan air.4,5,6 Kejadian GGA neonatus saat ini
cenderung meningkat dan fungsi ginjal pada 35%-
71% kasus GGA tidak dapat kembali sempurna.
Bahkan angka kematian neonatus akibat GGA
masih tinggi, yaitu antara 36%-78%.5-8 Pengenalan
keadaan kegagalan fungsi ginjal pada bayi asfiksia
merupakan hal yang penting untuk melakukan
pemberian cairan dan elektrolit agar didapatkan
keseimbangan biokimia sehingga fungsi vitalnya
dapat terjaga.8
Tujuan penelitian untuk membuktikan bahwa
asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko
terjadinya gagal ginjal akut pada neonatus.

Metode

Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di


bangsal perawatan bayi risiko tinggi (PBRT) dan
neonatal intensive care unit (NICU) Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Undip/RSUP dr. Kariadi
Semarang, pada Januari 2010 sampai dengan
Desember 2010. Subyek penelitian adalah bayi
baru lahir yang mengalami asfiskia dengan
kehamilan cukup bulan, berat lahir sesuai masa
kehamilan, tidak menderita kelainan kongenital,
sudah dijumpai diuresis yang cukup dalam 24 jam
pertama, dan orang tua bersedia mengisi formulir
persetujuan. Kriteria asfiksia ditentukan dengan
nilai APGAR pada menit pertama 6-7 (asfiksia
ringan), 4-5 (asfiksia sedang), 0-3 (asfiksia berat)
disertai dengan hasil analisis gas darah, diambil
segera setelah persalinan sebelum mendapat
oksigen dan cairan paling lama 30 menit setelah
Adhie Nur Radityo dkk: Asfiksia neonatorum sebagai faktor risiko gagal ginjal
akut
asfiksia berat merupakan faktor risiko terjadi gagal
Penilaian GGA berdasarkan hasil ginjal akut, neonatus dengan asfiksia berat
pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah
mempunyai kemungkinan 2,5 kali lebih besar
dalam dua kali pengukuran selang 24 jam, serta terjadi gagal ginjal akut dibandingkan dengan
penurunan produksi urin sampai anuria. Disebut
neonatus
GGA apabila kadar ureum
>20 mg/dL, kreatinin >1mg/dL dan produksi urin
<0,5-1 mL/kg berat badan/jam (pengukuran
dalam 6 jam) atau <1mL/kg berat badan/hari.
Pemakaian obat nefrotoksik golongan
amino- glikosida yaitu gentamisin diikutkan
dalam analisis hasil sebagai variabel
pengganggu yang menjadi faktor risiko tGGA.
Pemberian obat nefrotoksik jika gentamisin
diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat
badan/hari terbagi dua dosis selama minimal
lima hari.
Data dianalisis dengan uji Chi-square.
Besar pengaruh dinyatakan dengan besaran risiko
yaitu risiko relatif (RR) untuk analisis bivariat
dengan tingkat kemaknaan p 0,05 dengan 95%
interval kepercayaan. Analisis data dilakukan
dengan program SPSS for Windows ver. 15,0.

Hasil

Selama periode Januari 2010 sampai dengan


Desember 2010 didapatkan 77 neonatus yang
memenuhi kriteria inklusi, 7 orang tua/wali
menolak mengikuti penelitian dan 7 neonatus
meninggal selama pemantauan. Total subyek
penelitian adalah 63 neonatus dengan keadaan
asfiksia, terdiri atas 31 neonatus asfiksia sedang
dan 32 neonatus asfiksia berat. Karakteristik
neonatus tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 memperlihatkan perbedaan distribusi
berat badan antara kelompok asfiksia sedang
dan berat. Neonatus asfiksia berat mempunyai
kadar pH dan base excess yang lebih rendah
secara bermakna dibanding asfiksia sedang.
Kadar kreatinin dan rerata diuresis hari keempat
dan kelima pada neonatus asfiksia berat,
berbeda bermakna dengan asfiksia sedang.
Di antara 63 neonatus dengan asfiksia
didapatkan bahwa 25 neonatus (39,7%)
mengalami gagal ginjal akut terdiri dari 18
neonatus asfiksia berat dan 7 neonatus asfiksia
sedang (Tabel 2). Keseluruhan neonatus yang
mengalami GGA merupakan tipe oliguria.
Dari perhitungan statistik didapatkan bahwa
dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi dua dosis selama minimal
asfiksia sedang (Tabel 2). Sebagian besar neonatus
(82,5%) mendapat gentamisin selama perawatan di lima hari bukan merupakan faktor risiko terhadap
bangsal. Hanya 24 neonatus (46%) yang diberikan terjadinya gagal ginjal akut karena nilai 95% interval
gentamisin mempunyai keluaran terjadi gagal ginjal kepercayaan melingkupi angka satu (Tabel 3).
akut (Tabel 3). Penggunaan obat gentamisin dengan

Tabel 1.
Karakteristik
Afiksia sedang
neonatus
p
Karakteristik neonatus
n = 32 n = 31
Berat lahir (gram) 2.871,9 ± 353,77 3.060 ± 353,9 0,03*
Jenis kelamin bayi, n (%)
• Laki-laki 17 (53) 12 (39)
• Perempuan 15 (47) 19 (61) 0,2£
Cara lahir, n (%)
• Spontan 16 (50) 8 (25,8)
• Sectio caesaria 12 (37,5) 12 (38,7)
• Ekstraksi vakum 4 (12,5) 11 (35,5) 0,3¥
Analisis gas darah
• pH 7,18±0,1 7,23±0,5 0,03*
• pO2 (mmHg) 177,22±77,14 181,94±70,61 0,8§
• pCO2 26,84±9,73 24,68±6,38 0,3§
• Base excess (mmol/L) -14,96±4,39 -12,74±3,52 0,04*
Kadar ureum (mg/dl)
• Hari ke 4 27,19±14,01 26,55±10,35 0,6*
• Hari ke 5 32,38±16,44 27,06±11,88 0,15§
Kadar kreatinin (mg/dl)
• Hari ke 4 1,14±0,52 0,84±0,46 0,02§
• Hari ke 5 1,06±0,48 0,77±0,34 0,02*
Rerata diuresis (ml)
• Hari ke 4 0,95±0,66 1,26±0,5 0,03*
• Hari ke 5 0,95±0,65 1,43±0,59 0,003*
* Uji Mann-Whitney £
Uji Chi-square ¥
Uji Kolmogorov- Smirnov §
Uji t-tidak berpasangan

Tabel 2. Hubungan antara asfiksia dengan

kejadian gagal ginjal akut

K
e
l
u
a
r
a
n
,

Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 307


% dengan penelitian mengambil sampel ureum
) kami. Dikatakan bahwa dan kreatinin pada usia
Kelompok parameter kadar pH dan satu hari sehingga
Gagal ginjal (+) Gagal ginjal (-)
base excess merupakan didapatkan rerata kadar
Asfiksia berat 18 (56,3)
faktor prediktif ureum yang lebih tinggi
Asfiksia sedang 7 (22,6) gangguan fungsi organ (asfiksia ringan-sedang
¥
Uji Chi-square pada neonatus salah 31,0±7,9 mg/dL; asfiksia
satunya adalah ginjal. berat 41,3±5,1 mg/dL)
Semakin berat yang kemungkinan
Tabel 3. Faktor yang berpengaruh terhadap
derajat asfiksia akan disebabkan masih adanya
gagal ginjal akut
tampak dari kadar pH pengaruh ureum dari ibu.
K dan base excess. Rerata diuresis pada
e Asfiksia berat kedua kelompok berbeda
l mempunyai kadar pH bermakna dan hal ini
u dan base excess yang sesuai dengan hasil
a lebih rendah sehingga penelitian Karlowicz
r
keadaan asidosis dkk11 yang mendapatkan
metabolik yang terjadi perbedaan rerata diuresis
a
semakin berat. Keadaan pada bayi dengan asfiksia
n
asidosis metabolik yang sedang dan berat.
berat mengakibatkan Kelompok asfiksia berat
n penurunan aliran darah mempunyai rerata diuresis
ke ginjal yang berlanjut yang lebih sedikit
( pada penurunan volume dibandingkan kelompok
% efektif darah di ginjal asfiksia
) berakibat terjadi
Obat gentamisin nekrosis tubuler dan
Gagal ginjal (+) Gagal ginjal (-)
menurunkan fungsi
Ya 24 (96) 28 (73,7)12
ginjal.
Tidak 1 (4) 10 Hasil pemeriksaan
¥
Uji Chi-square kadar ureum tidak
bermakna antara dua
kelompok penelitian
Pembahasan adalah bayi cukup bulan sedangkan kadar
dan ginjal secara kreatinin berbeda
Terdapat perbedaan anatomis dan fungsional bermakna. Hal ini tidak
berat badan lahir pada sudah terbentuk sesuai dengan hasil
karakteristik subyek sempurna saat kehamilan penelitian Umboh13
penelitian. Hal trimester kedua. yang mendapatkan
tersebut sesuai Kami mendapatkan perbedaan bermakna
dengan penelitian kadar pH dan base excess kadar ureum dan
Gupta dkk9 yang yang berbeda antara kreatinin pada bayi
menggunakan metode kelompok asfiksia berat asfiksia ringan-sedang
case control pada bayi dan sedang. Rerata kadar dan asfiksia berat. Per-
asfiksia dan bayi sehat. pH dan base excess lebih bedaan ini kemungkinan
Perbedaan rerata berat rendah pada kelompok disebabkan karena
badan lahir ini tidak asfiksia berat. Hankins perbedaan pada hari
mempengaruhi hasil dkk10 dan Karlowicz pengambilan sampel
pemeriksaan ureum dkk11 melaporkan kadar pemeriksaan kadar
dan kreatinin karena pH dan base excess yang ureum dan kreatinin,
subjek penelitian tidak berbeda jauh penelitian Umboh
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 308
sedang, hal ini filtrasi glomerulus di mana asfiksia klinis selama
disebabkan karena akan meningkatkan ringan hanya pemantauan
derajat asfiksia kadar ureum, mengalami penelitian. Sedangkan
berpengaruh kreatinin dan kerusakan parenkim pemberian obat yang
terhadap menurunkan volume ginjal yang minimal mempengaruhi
menurunnya filtrasi diuresis. sehingga tidak produksi diuresis
glomerulus dan Semua bayi yang menurunkan seperti aminofillin
disfungsi dari mengalami gagal produksi dari memang tidak
tubulus yang dapat ginjal akut diuresis. diberikan selama
mengakibatkan merupakan tipe Hal-hal lain penelitian karena
kejadian oliguria oliguria di mana yang pemberian aminofillin
sampai anuria. pengukuran diuresis mempengaruhi diindikasikan pada
Seluruh pada hari keempat produksi diuresis apneu of prematurity,
parameter dan kelima telah dieliminasi sedangkan sampel
penegakkan didapatkan hasil <0,5 pada penelitian ini penelitian ini adalah
diagnosis gagal – 1 mL/kgBB/jam. yaitu status hidrasi neonatus cukup bulan.
ginjal akut pada Hal ini sesuai dengan setiap neonatus Sedangkan
penelitian ini penelitian sama karena tidak aminoglikosida yang
didapatkan hasil sebelumnya oleh didapatkan adanya mempunyai potensi
yang berbeda Robert dkk15 (1990) tanda-tanda nefrotoksik
bermakna baik semua bayi pada dehidrasi secara dimasukkan dalam
kadar ureum, kelompok asfiksia analisis penelitian.
kreatinin dan yang mengalami
Penelitian ini gagal ginjal akut hanya
pengukuran diuresis gagal ginjal akut dari
didapatkan bahwa berdasarkan
antara bayi yang pengukuran diuresis
asfiksia berat pemeriksaan ureum dan
mengalami gagal didapatkan hasil
merupakan faktor kreatinin pada hari
ginjal akut dan oliguria. Perbedaan
risiko terhadap pertama dan tidak
tidak gagal ginjal dari penelitian
terjadinya gagal ginjal dilakukan pengukuran
akut. Hal ini sesuai tersebut adalah pada
akut, di mana neonatus rerata diuresis.
dengan penelitian hari pengukuran
dengan asfiksia berat Secara fisiologis
oleh Mortazavi diuresis di mana
mempunyai suplai darah ke daerah
dkk14 yang meneliti Robert melakukan
kemungkinan 2,5 kali juksta medular lebih
mengenai pengukuran diuresis
lebih besar terjadi gagal banyak dibandingkan
parameter pada hari pertama.
ginjal akut korteks, padahal volume
pemeriksaan gagal Penelitian lain
dibandingkan dengan korteks tiga kali lebih
ginjal akut pada mendapatkan hasil
neonatus asfiksia besar dibandingkan
neonatus dan yang berbeda di mana
sedang. Hal ini sesuai medula dan secara
memang Gupta dkk 9 dan
dengan penelitian mikroskopis membran
didapatkan Karlowicz dkk 11
Umboh13 terdapat basal glomerolus bayi
perbedaan masih mendapatkan
hubungan antara derajat tipis dan belum
bermakna kadar adanya kelompok
asfiksia dengan gagal berkembang
ureum, kreatinin non oliguria pada
ginjal akut yaitu makin sempurna. Kondisi
dan pengukuran bayi asfiksia yang
berat derajat asfiksia yang tidak
diuresis pada mengalami gagal
akan mengakibatkan menguntungkan
neonatus yang ginjal akut.
penurunan laju filtrasi tersebut menyebabkan
mengalami gagal Kemungkinan
glomerulus. Perbedaan fungsi ginjal pada bayi
ginjal akut. Hal ini perbedaan ini
dengan penelitian lebih mudah terganggu
sesuai dengan teori dikarenakan asfiksia
Umboh bahwa pada terutama pada keadaan
yang menyatakan ringan masuk ke
penelitian tersebut tidak stress seperti akibat
adanya kerusakan dalam perhitungan
dihitung besarnya faktor keadaan hipoksia yang
tubular dan kelompok sampel
risiko dan penegakan dapat mempengaruhi
penurunan laju bayi dengan asfiksia,
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 309
proses metabolisme meminimalkan
Beberapa kesulitan dalam
dan homeostasis. adanya faktor
penelitian yang telah melakukan inklusi
Makin berat keadaan perancu akibat
dilakukan didapat- sampel penelitian.18
hipoksia akan makin pemakaian obat
kan bahwa gentamisin Keterbatasan
meningkatkan risiko nefrotoksik. Hal
memang mempunyai lainnya dalam hal
terjadinya kerusakan tersebut sulit
potensi nefrotoksik pengambilan sampel
anatomis dan gangguan dilakukan pada
akan tetapi potensinya analisa gas darah
fisiologis pada ginjal. penelitian ini karena
bergantung pada dosis beberapa sampel
Gangguan fungsi pemakaian obat
dan durasi pemberian. didapatkan kadang
ginjal pada tahap dini gentamisin merupakan
Pemakaian pada dosis bisa terkontaminasi
bersifat ringan dengan bagian dari prosedur
tinggi atau pemakaian dengan udara luar saat
gejala azotemia tetap pengelolaan bayi
yang melebihi durasi melakukan aspirasi
prerenal yaitu yang lahir dalam
14 hari mempunyai dari pembuluh darah
kenaikan kadar keadaan asfiksia dan
risiko lebih besar arteri, sehingga
kreatinin dan ureum dicurigai mengalami
terjadinya mempengaruhi kadar
serum akibat infeksi neonatorum.
nefrotoksisitas PO 2 analisa gas
hipoperfusi di daerah
dikarenakan disfungsi darah.
korteks. Tahap
dari lisosom tubulus
selanjutnya gangguan
proksimal. Akan
bersifat sedang yang
tetapi kelainan ini
disebabkan hipoperfusi
bersifat reversibel Kesimpulan
di daerah medula. Jika
jika pemberian obat
keadaan tersebut
dihentikan, sehingga Asfiksia berat
berlangsung lama
pemakaian merupakan faktor risiko
maka akan terjadi
gentamisin pada terjadinya gagal ginjal
gangguan fungsi ginjal
neonatus masih akut. Disarankan untuk
berat yaitu terjadinya
dipakai sampai saat mengetahui adanya
perubahan struktur
ini.14 Penelitian kami kejadian gagal ginjal
ginjal berupa nekrosis
menunjukkan bahwa akut maka neonatus
di tubulus atau
pemakaian gentamisin dengan asfiksia berat
korteks.13
masih dalam rentang hendaknya dilakukan
Penggunaan obat
dosis (5 mg/kgBB/ pemeriksaan ureum dan
gentamisin bukan
hari dalam dua dosis) kreatinin secara rutin
merupakan faktor
dan durasi yang pada hari keempat dan
risiko terhadap
dianjurkan. kelima. Perlu
terjadinya gagal ginjal
Keterbatasan dilakukan penelitian
akut pada penelitian
penelitian ini adalah selanjutnya yaitu
ini. Hal ini sesuai
dalam hal berupa pemantauan
dengan penelitian
penegakkan diagnosis jangka panjang fungsi
Olavarraa dkk dan
asfiksia masih belum ginjal bayi yang lahir
Robert dkk.15,16 Akan
meng- gunakan dalam keadaan asfiksia
tetapi beberapa
kriteria WHO terbaru berat.
penelitian seperti pada
yang antara lain
Gupta dkk9 dan
menyebutkan adanya
Aggarwal dkk17 telah
gangguan syaraf Daftar pustaka
melakukan eksklusi
pusat yaitu HIE
terhadap bayi yang
dikarenakan
mendapat pengobatan 1. Dharmasetiawani N.
munculnya HIE tidak
antibiotik golongan Asfiksia dan
dalam jangka pendek
aminoglikosida resusitasi bayi baru
sehingga akan
termasuk gentamisin lahir. Dalam: Kosim
mengakibatkan
sehingga MS, Yunanto A,
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 310
Dewi R, Sarosa GI, kelahiran bayi di 11. Hankins GD, neonatal asphyxia.
Usman A, editor. RSUP dr. Kariadi Koen S, Gei AF, Clinical Pediatrics
Buku ajar Semarang tahun Lopez SM, Van 1987;26:334-8.
neonatologi. Edisi 2007. Data catatan Hook JW, 17. Aggarwal A,
pertama. Jakarta: medik. Semarang: Anderson GD. Kumar P,
IDAI; 2008.h.103- RSUP dr. Kariadi; Neonatal organ Chowdary G.
25. 2007. system injury in Evaluation of renal
2. Rekapitulasi angka acute birth functions in
asphyxia asphyxiated
3. Mohan PV. Renal 2: 26-9.
sufficient to result newborns. Trop
insult in asphyxia 8. Friedlich PS, Evans JR,
in neonatal Ped 2005;51:295-9.
neonatorum. Indian Tulassay T, Seri I.
encephalopathy. 18. World Health
Ped 2000; 37: 1102- Acute and chronic
Obstet Gynecol Organization. Basic
6. renal failure. Dalam:
2002;99:688-91. Newborn
4. Fitzpatrick MM, Kerr Teusch HW, Ballard
12. Andreoli SA. Resuscitation: A
SJ, Bradburry MG. RA, Gleason CA,
Acute kidney Practical Guide.
Acute renal failure. penyunting. Schaffer &
injury in children. Geneva,
Dalam: Postlethwaite Avery’s diseases of the
Pediatr Nephrol Switzerland: World
RJ, penyunting. newborn. Edisi ke-8.
2009; 24: 253-63 Health
Clinical Paediatric New York: Elsevier,
13. Umboh A. Organization;
Nephrology. Edisi ke- Saunders; 2005.h.
Hubungan 2008. Diunduh
3. Oxford: 1298-306.
asfiksia dari: www.who.int/
Buttenvorth- 9. Gupta BD, Sharma P,
neonatorum reproductive-
Heinemann; Bagla J, Parakh M,
dengan gangguan health/publications/new
2003.h.405-9. Soni JP. Renal failure
fungsi ginjal pada born_resus_citation/ind
5. Bergstein JM. in asphyxiated
bayi baru lahir. ex. html, pada 8
Introduction to neonates. Indian Ped
Sari Pediatri Maret 2011.
glomerular disease; 2005;42:928-34.
2002;4:50-3.
anatomy of the 10. Karlowicz MG,
14. Mortazavi F,
glomerulus. Dalam: Adelman RD.
Sakha SH, Nejati
Behrman RF, Nonoliguric and oliguric
N. Acute kidney
Kliegman RM, acute renal failure in
failure in neonatal
Jenson HB, asphyxiated term
period. Iranian
penyunting. Nelson neonates. Pediatr
Journal of
Textbook of Nephrol 2005; 9:718-22.
Kidney Disease
Pediatrics. Edisi ke-
2009;3:136-40.
18. Philadelphia: WB
15. Roberts DS,
Saunders Co;
Haycock GB,
2004.h.1573-6.
Dalton R, Turner
6. Hogg RJ. Acute renal
C, Tomlinson P,
failure. Dalam: Levin
Stimmler L, dkk.
DL, Mons FC, Moore
Prediction of acute
GC, penyunting. A
renal failure after
Practical Guide to
birth asphyxia.
Pediatric Intensive
Arch Dis Child
Care. St. Louis:
1990; 65: 1021-8.
Mosby; 2004.h. 10l-
16. Olavarraa F,
9.
Krause S,
7. Proesmans W. Acute
Barranco L. Renal
renal failure in
function in full
childhood. EDTNA
term newborns
ERCA. 2002; Suppl
following
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012 311

Anda mungkin juga menyukai