Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA SEPANJANG RENTANG

KEHIDUPAN : USIA SEKOLAH

Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Jiwa

OLEH

KELOMPOK 4

NURUL DINA FADHILAH (1811311024)

HAMELDA FAJRI WEIRPA (1811311016)

NURUL FADILAH (1811311034)

HASFIRA DWI CITRA (1811312044)

DANIA ALYANI (1811312034)

DEDI HIDAYAT (1811313012)

ITA PURNAMA SARI (1811319002)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa sepanjang
rentang kehidupan : usia sekolah.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasa.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah kami kedepannya

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manafaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 17 Februari 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. i

Daftar Isi .................................................................................................. ii

Bab I (Pendahuluan) ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1


1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah…………………………………………………………..3

Bab II (Pembahasan) ............................................................................................ 3

2.1 Defenisi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah........................................... 3


2.2 Karakteriristik Pada Anak usia Sekolah ........................................................... 4
2.3 Ciri-ciri Penyimpangan tumbuh kembang anak usia sekolah .......................... 6
2.4 Dampak penyimpangan tumbuh kembang........................................................ 7
2.5 Proses Keperawatan .......................................................................................... 13

Bab III (Penutup) .................................................................................................. 19

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 19


3.2 Saran .................................................................................................. 19

Daftar Pustaka .………………………………………………………………...20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsep tumbuh kembang merupakan suatu hal yang mutlak pada anak, maksudnya
tumbuh adalah proses bertambah besarnya sel – sel serta bertambahnya jaringan intraseluler.
Sedangkan yang dimaksud dengan kembang atau berkembang adalah proses pematangan fungsi
atau organ tubuh termasuk perkembangan kemampuan mental dan kecerdasan serta perilaku
anak (Campbell, 2000). diulang setelah usianya bertambah. Menurut UU No. 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur
21 tahun dan belum pernah menikah. Saat ini yang disebut anak bukan lagi yang berumur 21
tahun, tetapi berumur 18 tahun, seperti yang ditulis Hurlock (1980) masa dewasa dini dimulai
umur 18 tahun.

Meskipun demikian, anak masih dikelompokkan lagi menjadi tiga sesuai dengan
kelompok usia, yaitu: usia 2-5 tahun disebut usia prasekolah; usia 6-12 tahun sisebut usia
sekolah; dan usia 13-18 tahun disebut usia remaja. Anak usia sekolah dapat disebut sebagai akhir
dari masa kanak-kanak sejak usia 6 tahun atau masuk sekolah dasar kelas satu, ditandai oleh
kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.

Selama pertengahan tahun masa kanak-kanak ini, dasar-dasar untuk peran dewasa dalam
pekerjaan, rekreasi, dan interaksi sosial terbentuk. Langkah perkembangan selama anak
mengembangkan kompetensi dalam ketrampilan fisik, kognitif, dan psikososial. Selama masa ini
anak menjadi lebih baiak dalam berbagai hal; misalnya, mereka dapat berlari lebih cepat dan
lebih jauh sesuai perkembangan kecakapan dan daya tahannya.

Sekolah dan rumah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan penyesuaian


dengan orang tua dan anak, anak harus belajar menghadapi peraturan dan harapan yang dituntut
oleh sekolah dan teman sebaya. Orang tua harus membiarkan anak-anak membuat keputusan
menerima tanggung jawab dan belajar dari pengalaman kehidupan.

Saat anak melalui penyesuaian ini, perawat membantu meningkatkan kesehatannya. Hal ini
dilakukan dengan membantu orang tua dan anak mengidentifikasi stresor potensial dan
1
merancang intervensi untuk meminimalkan stres dan respons stres anak. Intervensi melibatkan
orang tua, anak dan guru untuk mencapai keberhasilan yang maksimal.

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah :

 Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah keperawatan jiwa.


 Untuk mengetahui tentang konsep tumbuh kembang dengan anak usia sekolah
 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan yang diberikan pada anak usia sekolah.

Adapun tujuan khususnya yaitu:

 Agar mahasiswa mengetahui defenisi tumbuh kembang anak usia sekolah


 Agar mahasiswa mengetahui karakteristik tumbuh kembang in anak usia sekolah
 Agar mahasiswa mengetahui ciri-ciri tumbuh kembang pada anak usia sekolah
 Agar mahasiswa tau cara pencegahan tumbuh kembang menyimpang anak usia sekolah
 Agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa pada anak usia
sekolah

1.3 RUMUSAN MASALAH

1. Apa defenisi tumbuh kembang anak usia sekolah?


2. Bagaimana karakteristik tumbuh kembang anak usia sekolah?
3. Bagaimana ciri-ciri tumbuh kembang pada i anak usia sekolah?
4. Bagaimana cara pencegahan tumbuh kembang menyimpang anak usia sekolah?
5. Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa pada anak usia sekolah?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah

Usia sekolah merupakan anak dengan usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi
pengalaman inti anak, dimana anak dianggap mulai bertanggung jawab atas prilakunya sendiri
dalam hubungan dengan orang tua, teman sebaya dan orang lainnya. Pada masa ini terjadi
perkembangan pada usia sekolah yaitu pada aspek fisik, motorik, kognitif, bahasa, emosi,
kepribadian, moral, spiritual, dan psikososial. Untuk mencapai perkembangan yang optimal pada
usia sekolah, maka perlu diberikan stimulasi perkembangan dimana peran orang tua disini
menjadi salah satu faktor keberhasilan stimulasi tersebut diberikan.

Selain itu peran perawat jiwa komunitas disini juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan anak usia sekolah, karena tidak hanya diberikan pada individu anak usia sekolah
saja namun pada kelompok anak usia sekolah juga diberikan stimulasi pada konsep industri dan
aspek motorik terkait perkembangannya.

Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan
yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. Tugas perkembangan utama pada
tahap ini adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain,
meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di sekolah, meningkatkan keterampilan
motorik halus, dan ekspansi keterampilan motorik kasar. Pertumbuhan fisik dengan pesat mulai
melambat pada usia 10 hingga 12 tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah tumbuh
lebih cepat dari pada tulang kepala. Anak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakinya lebih
panjang, koordinasi neuromotorik lebih berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh. Keterampilan
bersepeda, memainkan alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan lain yang di
perlukan untuk kegiatan kelompok serta kegiatan hidup sehari-hari sudah berkembang (Berger &
williams,1992;kozier;Erb,Blais & wilkinson, 1995).

Untuk perkembangan emosional dan sosial, anak usia sekolah perlu di berikan
kesempatan untuk belajar menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang lain di luar
keluarga. Anak juga mengamati bahwa tidak semua keluarga berinteraksi dengan cara atau sikap

3
yang sama bahwa setiap keluarga mempunyai perbedaan norma tentang prilaku yang di terima
atau tidak di terima.

Oleh karena itu, perlu bagi anak untuk mengembangkan kesadaran dan penghargaan terhadap
perbedaan tiap keluarga sehingga dapat berhubungan dengan orang lain secara efektif.

2.2 Karakteristik pada Anak Usia Sekolah


a. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
Perkembangan fisik atau jasmani anak berbeda antara satu dengan yang lain,
sekalipun anak-anak tersebut memiliki usia yang relatif sama, bahkan dalam kondisi
ekonomi yang relatif sama pula. Perkembangan pada anak juga dipengaruhi oleh faktor ras
sehingga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan
perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-
lain.
Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan
nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak
aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang
menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang
kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat
badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak.
Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang sering kali
diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan
lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara
lain kebutuhan gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari.
Pertumbuhan Fisik yang meliputi proporsi tubuh berubah, misalnya rahang melebar
untuk persiapan perkembangan gigi permanen. Pertumbuhan Tulang pun berubah, untuk
formasi tulang yang baik: asupan zat gizi adekuat (protein, mineral Ca & P, vitamin A, D,
dll).

4
b. Perkembangan Intelektual dan Emosional
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara
lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat
terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional,
tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis
kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah.
Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya,
etnik dan bangsa.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan,
rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak
yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga karena adanya tindakan orang tua yang
dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu
banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang
sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat
kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan
bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.
Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan
anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri,
psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan
pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang
dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak.
Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua,
keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan
dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang
tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh
melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan,
penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif selama anak
melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.
5
c. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap
Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus
mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut
menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul
dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau
berperilaku yang positif. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada
anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan
maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam
masyarakat luas.
Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b) memberikan
motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d) memberikan dorongan agar anak
berbuat lebih baik lagi.
Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif, (b) fungsi
pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi. Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera
diberikan, (b) konsisten, (c) konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada
pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat
kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.

2.3 Ciri penyimpangan tumbuh kembang anak usia sekolah

Masalah kesehatan jiwa anak usia sekolah, diantaranya yaitu:

a. Membangkang. Sikap yang melawan orang tua dan lingkungan jika tidak sesuai dengan
keinginan anak.
b. Persaingan. Rasa ingin untuk lebih dari orang lain yang selalu didorong oleh orang lain
juga. Sikap ini akan terlihat saar usia 4 tahun.
c. Berselisih. Terjadi apabila seseorang merasakan dirinya terganggu oleh sikap dan
perilaku orang lain.
d. Agresif. Yaitu salah satu dari bentuk kekecewaannya karena keinginan dan kebutuhannya
tidak terpenuhi. Orang tua tidak boleh menghukum anaknya, karena jika orang tua
menghukum maka akan menambah agresifitasnya menjadi meningkat.

6
e. Mementingkan diri sendiri. Sikap yang individualis dalam memenuhi keinginannya atau
disebut juga Selffishness.
f. Tingkah laku yang berkuasa.Tingkah laku yang ingin menguasai situasi sosial,
mendominasi di sekitar, atau juga bersikap bossiness. Bentuk dari sikap ini adalah
memaksa, meminta, menyuruh, dan mengancam.
g. Menggoda. Yaitu serangan mental untuk orang lain, berbentuk verbal seperti ejekan atau
cemoohan yang akan menimbulkan amarah pada orang yang digoda.

2.4 Dampak Tumbuh Kembang Menyimpang pada Anak Usia Sekolah

1. Gangguan Tingkah Laku

Definisi gangguan tingkah laku memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak
dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simptom
gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusak
kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan
yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum
dilakukan anak-anak dan remaja usia sekolah.

Gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut menjadi
perilaku anti sosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang mempredisposisi.
Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti sosial dengan masalah tingkah
laku yang bermula di usia 3 tahun dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa
dewasa.

2. Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas

Anak dengan ADHD sulit untuk berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakan dalam waktu
tertentu yang wajar sehingga mengalami penurunan dalam hal akademik. Anak dengan ADHD
mengalami kesulitan mengendalikan aktifitas dalam berbagai situasi yang menghendaki mereka
duduk tenang. Banyak anak ADHD mengalami kesulitan besar untuk bermain dengan anak
seusia mereka dan menjalin persahabatan, hal ini mungkin karena mereka cenderung agresif saat
bermain sehingga membuat teman-temannya merasa tidak nyaman. Anak ADHD bermain
agresif dengan tujuan mencari sensasi sedang anak normal melakukan hal tersebut dangan tujuan

7
untuk bermain sportif. Karena simptom-simptom ADHD bervariasai, DSM-IV-TR
mencantumkan tiga subkategori, yaitu:

1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya


konsentrasi.

2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh


perilaku hiperaktif-impulsif.

3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.

Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas yang sesuai
dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian atau lebih lambat dalam
memproses informasi mungkin berhubungan dengna masalah pada daerah frontal atau striatal
otak. Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas di sekolah,
kelemahan kognitif, rendahnya prestasi. Berbeda dengan anak yang mengalami gangguan
tingkah laku, mereka bertingkah di sekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif,
serta mungkin memiliki orang tua yang antisosial. Berdasarkan laporan dari para guru, anak
ADHD lebih agresif, tidak patuh, dan suka mengganggu dan angka kehadiran di sekolah yang
rendah. Mereka berisiko drop out dari sekolah.

3. Disabilitas belajar

Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu
bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan
oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya kesempatan
pendidikan. Anak-anak yang mengalami gangguan ini umumnya memiliki intelegensi rata-rata
atau di atas rata-rata, namun mengalami kesulitan mempelajari beberapa keterampilan tertentu
(misal aritmatika atau membaca) sehingga kemajuan mereka di sekolah menjadi terhambat.
Disabilitas belajar untuk menggabungkan tiga gangguan yaitu : gangguan perkembangan
belajar, gangguan berkomunikasi, dan gangguan keterampilan motorik.

a. Gangguan Perkembangan Belajar

Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar :

8
1) Prestasi dalam bidang membaca, berhitung atau menulis ekspresif di bawah
tingkat yang diharapkan sesuai usia penderita, pendidikan, dan intelegensi.
2) Sangat menghambat performa akademik atau aktivitas sehari-hari.

Gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi tiga kategori. Tidak satupun dari
diagnosis yang tepat jika disabilitas tersebut dapat disebabkan oleh defisit sensori, seperti
masalah visual atau pendengaran.

1) Anak dengan gangguan membaca (disleksia) mengalami kesulitan besar untuk


mengenali kata, memahami bacaan, serta umumnya juga menulis ejaan. Masalah
ini terus dialami hingga dewasa. Gangguan ini terjadi 5-10 persen anak usia
sekolah, tidak menghambat penderitanya untuk berprestasi.
2) Gangguan menulis ekspresif menggambarkan hendaya dalam kemampuan untuk
menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan ejaan, kesalahan tata bahasa atau
tanda baca, atau tulisan tangan yang buruk) yang cukup parah sehingga dapat
sangat menghambat prestasi akademik atau aktivitas sehari-hari.
3) Anak-anak dengan gangguan berhitung dapat mengalami kesulitan dalam
mengingat fakta-fakta secara cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar
dan cepat, atau mengurutkan angka-angka dalam kolom-kolom.

Penanganan Disabilitas Belajar

Berbagai program penanganan harus memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk


mengalami rasa kemampuan dan self efficacy, mengurangi masalah behavioral yang diakibatkan
oleh rasa frustrasi, mencakup strategi untuk mengatasi masalah penyesuaian masalah sosial dan
emosional sekunder yang mereka alami.

Intervensi untuk Gangguan Belajar

1) Model Psikoedukasi. Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-


preferensi anak dari pada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang mendasarinya.
Misalnya anak yang menyimpan informasi auditori lebih baik dibanding visual
akan diajar secara verbal, misalnya mengguanakan rekaman pita, dan bukan
materi-materi visual.

9
2) Model Behavioral. Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas
hierarki ketermpilan-keterampilan dasar, atau ’perilaku yang memampukan
(enabling behaviours)”. Kompetensi belajar anak akan dinilai untuk menentukan
letak defisiensi dalam hierarki keterampilan. Program intruksi dan penguatan
perilaku yang disusun secara individual akan membantu anak.
3) Model Medis. Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan dalam
pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis.
4) Model Linguistik. Terfokus pada defisiensi dasar pada bahasa anak. Menekankan
intruksi dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis
dengan cara yang logis, berurutan, dan multi indrawi, seperti membaca dengan
keras seraya disupervisi dengan teliti. Model ini mengajarkan keterampilan
bahasa secara bertahap, membantu murid-murid menangkap struktur dan
meggunakan kata-kata .
5) Model Kognitif. Berfokus pada bagaimana anak mengatur pemikiran mereka
ketika belajar materi-materi akademik. Anak dibantu untuk belajar dengan
mengenali sifat dari tugas belajar, menerapkan strategi-strategi untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan memonitor kesuksesan strategi-strategi mereka.

Para peneliti mengembangkan permainan komputer khusus dan rekaman radio yang
memperlambat pengucapan bunyi. Latihan intensif dapat meningkatkan keterampilan bahasa
anak yang mengalami gangguan bahasa berat .

b. Gangguan Komunikasi

Beberapa kategori gangguan berkomunikasi, antara lain :

1) Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami kesulitan mengekspreksikan


dirinya dalam berbicara. Anak tampak sangat ingin berkomunikasi tetapi sangat sulit
untuk menemukan kata-kata yang tepat. Misalnya tidak mampu mengucapkan kata mobil
saat menunjuk sebuah mobil yang melintas. Kata-kata yang sudah terkuasai terlupakan
oleh kata-kata yang baru dikuasai, dan penggunaan struktur bahasa sangat di bawah
tingkat usianya.

10
2) Gangguan fonetik, dimana anak menguasai dan mampu mempegunakan perbendaharaan
kata dalam jumlah besar tetapi tidak dapat mengucapkannya dengan jelas, contohnya biru
diucapkan biu. Mereka tidak menguasai artikulasi suara dari huruf-huruf yang dikuasai
terkemudian, seperti r, s, t, f, z, l, dan c.
3) Gagap, yaitu gangguan kefasihan verbal yang ditandai dengan satu atau lebih pola bicara
berikut ini : seringnya pengulangan atau pemanjangan pengucapan konsonan atau vokal,
jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata berikutnya, mengganti kata-kata
yang sulit dengan kata-kata yang mudah diucapkan, dan mengulang kata. Jumlah laki-
laki yang mengalami masalah ini sekitar 3 kali lebih banyak dari perempuan, biasanya
muncul sekitar usia 5 tahun dan hampir selalu sebelum usia 10 tahun. DSM
memperkirakan bahwa 80% indivisu yang gagap dapatb sembuh tanpa intervensi
profesional sebelum penderita menmcapai usia 16 tahun.
c. Gangguan Keterampilan Motorik

Disebut juga gangguan komunikasi perkembangan dimana seorang anak mengalami


hendaya parah dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi
mental atau gangguan fisik lain yang telah dikenal sebagai serebral palsi. Anak mengalami
kesulitan menalikan sepatu dan mengancingkan baju, dan bila berusia lebih besar kesulitan
membuat suatu bangun, bermain bola, dan menggambar atau menulis. Diagnosis hanya
ditegakkan bila hendaya tersebut sangat menghambat prestasi akademik atau aktivitas sehari-
hari.

4. Gangguan Kecemasan akan Perpisahan

Gangguan kecemasan akan perpisahan ditandai oleh ketakutan yang berlebihan akan
perpisahannya dari orang tua atau pengasuh lainnya. Anak-anak dengan gangguan ini cenderung
terikat pada orang tua dan mengikuti kemana pun mereka berada di lingkungan rumahnya. Anak
tersebut dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa seseorang untuk
menemani saat mereka tidur. Mereka seringkali mengalami mimpi buruk, salit perut, mual, dan
muntah ketika mengantisipasi perpisahan. Gangguan ini terjadi sekitar 4% anak dan remaja awal,
dapat berlangsung sampai dewasa, menyebabkan perhatian yang berlebihan pada keselamatan
nak-anak dan pasangan serta kesulitan mentoleransi perpisahan apapun dari mereka.

11
Perkembangan gangguan ini sering muncul setelah adanya kejadian hidup yang menekan, seperti
kematian, kondisi sakit, perubahan sekolah atau rumah.

5. Gangguan Koordinasi (Developmental coordination disorders/DCD)

Suatu keadaan dimana perkembangan koordinasi motorik lebih rendah dibandingkan


dengan teman sebaya. Penyebab tidak diketahui tapi diperkirakan tidak berhubungan dengan
gangguan intelektual atau adanya lesi otak. Anak sering mengalami kesulitan dalam sekolah dan
aktivitas sehari-hari. Pada usia sekolah terjadi, terjadi beberapa hal mencakup:

a. Aspek fisik

- Sering mudah terjatuh saat berjalan atau berlari

- Sukar ikut dalam permainan fisik dengan teman sebaya seperti memanjat, sepakbola

- Adanya keluhan dari guru maupun teman sekelas tentang gerakan kaku si anak

- Sukar dalam belajar aktivitas fisik lainnya seperti berenang atau permainan bola.

b. Aspek belajar

- Lambat dalam menulis

- Sering mengubah posisi duduk selama menulis disebabkan karena kesulitan dalam
memegang pensil

- Tulisan tangan yang sangat jelek dan kotor

- Gagal untuk memotong, melipat dan menempel objek dalam pelajaran ketrampilan tangan

- Sering tidak bisa menyelesaikan tugas di sekolah

c. Aspek perawatan diri

- Anak mengalami kesukaran dalam memasang kancing baju, dasi dan tali sepatu. Sering
Nampak berpakaian kotor

- Mudah menjatuhkan benda atau menumpahkan minuman.

12
2.5 Proses Keperawatan

Sesuai dengan tahapan proses keperawatan dan dengan berorientasi pada keterampilan
kompetensi ego, pertama perawat perlu melakukan pengkajian.

A. Pengkajian

Perawat mengkaji penguasaan anak terhadap tiap area keterampilan yang dibutuhkan
anak untuk dapat menjadi seorang dewasa yang kompeten. Selain mengkaji keterampilan yang
telah diuraikan tersebut, perawat juga perlu mengkaji data demografi, riwayat kesehatan
terdahulu, kegiatan hidup anak sehari-hari, keadaan fisik, status mental, hubungan interpersonal,
serta riwayat personal dan keluarga.

1. Data demografi. Pengkajian data demografi meliputi nama; usia; tempat; dan tanggal lahir
anak; nama, pendidikan, alamat orang tua; serta data lain yang dianggap perlu diketahui. Riwayat
kelahiran, alergi, penyakit da pengobatan yang pernah diterima anak, juga perlu di kaji. Selain
itu, aktifitas kehidupan sehari-hari anak meliputi keadaan gizi termasuk berat badan, jadwal
makan, dan minat erhadap makanan tertentu; tidur termasuk kebiasaan dan masalah kualitas
tidur;; eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah yang berkaitan dengan eliminasi; kecacatan dan
keterbatasan lainnya.

Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala, rambut, mata, telinga,
hidung, mulut, pernapasan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, dan neurologis anak. Pemeriksaan
fisik lengkap sangat diperlukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh gangguan fisik
terhadap prilaku anak. Misalnya, anak yang menderita diabetes atau asma sering berprilaku
merusak dalam usahanya mengendalikan lingkungan. Selain itu, hasil pemeriksaan fisik berguna
sebagai dasar dalam menentukan pengobatan yang diperlukan. Bahkan untuk mengetahui
kemungkinan bekas penganiayaan yang pernah di alami anak.

2. Status mental. Pemeriksaan status mental anak bermanfaat untuk memberi gambaran
mengenai fungsi ego anak. Perawat membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego anak
dari waktu kewaktu. Oleh karena itu, status mental anak perlu dikaji setiap waktu dengan
suasana yang santai dan nyaman bagi anak. Menggunakan alat bermain sangat bermanfaat untuk
mengalihkan fokus anak (yang menimbulkan ansietas) ke karakter yang digunakan dalam

13
permainannya. Data dicatat sesuai dengan perilaku yang di amati untuk menjaga objektivitas
pengkajian, kesan, perasaan, dan pendapat perawat.

Pemeriksaan status mental meliputi keadaan emosi, proses berpikir, dan isi pikiran;
halusinasi dan persepsi; cara bocara dan orientasi; keinginan untuk bunuh diri atau membunuh.
Pengkajian terhadap hubungan interpersonal anak dilihat dalam hubungannya dengan anak
sebayanya yang penting untuk untuk mengetahui kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan
yang perlu diperhatikan perawat ketika mengkaji hubungan interpersonal anak, antara lain
sebagai beriku.

a. Apakah anak berhubungan dengan anak sebaya dan dengan jenis kelamin tertentu?

b. Apakah anak dalam struktur kekuasaan dalam kelompok?

c. Bagaimana keterampilan sosial anak ketika menjalin dan berhubungan dengan anak lain?

d. Apakah anak mempunyai teman dekat?

Kemampuan anak berhubungan dengan orang dewasa juga penting dikaji untuk mengetahui
kebutuhan anak akan tokoh panutan dan kebutuhan anak akan dukunga dan kasih sayang.

3. Riwayat personal dan keluarga. Riwayat personal dan keluarga meliputi faktor pencetus
masalah, riwayat gejala, tumbuh kembang anak, yang biasanya dikumpulkan oleh tim kesehatan.
Data ini sangat diperlukan untuk mengerti prilaku anak dan membantu menyusun tujuan asuhan
keperawatan. Pengumpulan data keluarga merupakan kebagian penting dari pengkajian melalui
pengalihan fokus dari anak sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga diberi
kesempatan untuk mengidentifikasi siapa yang bermasalah dan apa yang telah dilakukan oleh
keluarga untuk menyelesaikan masalah tersebut.

B. Diagnosa

Kesiapan peningkatan perkembangan usia sekolah

14
C. Perencanaan

Setelah pengkajian selesai dan masalah utama yang dialami anak telah diidentifikasi,
rencana perawatan dan pengobatan yang komprehensif di susun. Tujuan asuhan keperawatan
disusun sesuai dengan kebutuhan anak, seperti modifikasi,penyesuaian sekolah anak dan
perubhan lingkungan anak. Tujuan umum untuk anak yang dirawat di unit perawatan jiwa adalah
sebagai berikut.

a. Memenuhi kebutuhan emosi anak dan dan kebutuhan untuk dihargai

b. Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk berprilaku defensif

c. Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang lain.

d. Membantu mengembangkan identitas anak

e. Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali tahapan perkembangan terdahulu


yang belum terselesaikan secara tuntas.

f. Membantu anak berkomunuikasi secara efektif

g. Mencegah anak untuk menyakiti, baik dirinya sendiri maupun diri orang lain

h. Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya

i. Meningkatkan uji coba realitas yang tepat

D. Implementasi

Berbagai bentuk terapi pada anak dan keluarga dapat diterapkan yang terdiri atas sebagai berikut.

1. Terapi bermain. Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi untuk; Menguasai dan
mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat dikendalikan sebelumnya;

2. Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari;

3. Berkomunikasi dengan orang lain;

15
4. Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengan diri sendiri, dunia luar, dan
orang lain;

5. Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas.

6. Terapi keluarga. Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga. Orang
tua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam permasalahan yang dihadapi dan
bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada anak dan keluarga. Biasanya cukup
sulit bagi keluarga untuk menyadari bahwa keadaan dalam keluarga terus menimbulkan
gangguan pada anak. Oleh karena itu, perawat perlu berhati-hati dalam meningkatkan kesadaran
keluarga.

7. Terapi kelompok. Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan
atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan uji realitas,
mengendaikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga diri, memfasilitasi pertumbuhan;
kematangan dan keterampilan sosial anak.

Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya umtuk menjalin


hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu lingkungan yang terkendali.

Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalam psikiatrik anak, tatapi bermanfaat untuk
mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan ansietas) dan membantu agar pengobatan
lain lebih efektif. Pemberian obat ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunakan pedoman yang
tepat.

8. Terapi individu. Ada berbagai terapi individu, terapi bermain, psikoanalitis, psikoanalitis
berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman. Hubungan antara anak dengan therapist
memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan pengalaman mengenai hubungan positif
dengan orang dewasa dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.

9. Pendidikan pada orang tua. Pendidikan terhadap orang tua merupakan hal yang penting untuk
mencegah gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk meningkatkan kembali
penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh-kembang abak
sehingga orang tua dapat mengetahui prilaku yang sesuai dengan usia anak. Keterampilan
berkomunikasi juga meningkatkan pengertian dan empati antara orang tua dan anak. Teknik
16
yang tepat dalam mengasuh anak juga diperlukan untuk mengembangkan disiplin diri anak. Hal-
hal lain, seperti psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa, dan penggunaan pengobatan,
juga diajarkan.

10. Terapi lingkungan. Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam kehidupan
sehari-hari yang dialami anak Lingkungan yang aman dan kegiatan yang teratur daan
terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik dari rencana penyembuhan
dengan berfokus pada modifikasi perilaku. Kegiatan yang terstruktur secara formal, seperti
belajar, terapi kelompok, dan terapi rekreasi. Kegiatan rutin meliputi bangun pagi hari, makan ,
dan jam tidur. Program yang berfokus pada prilaku, memungkinkan staf keperawatan untuk
memberi umpan balik terus-menerus kepada anak-anak tentang perilaku mereka sesuai jadwal
kegiatan. Untuk perilaku yang baik, mereka menrima pujian, stiker, atau nilai, bergantung pada
tingkat perkembangannya. Sebaliknya, prilaku negatif tidak di toleransi.

Peran perawat sebagai orang tua yang baik menuntut perawat mampu menciptakan lingkungan
yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan memberi gambaran yang jelas tentang batasan
hubungan anak-orang dewasa yang bebas dari keintiman yang pura-pura. Lingkungan yang
terapeutik harus memberi perlindungan pada anak dari ancaman dinamika keluarganya yang
patologis.

E. Evaluasi

Pada umumnyaa fasilitas penyembuhan anak dengan gangguan jiwa mempunyai program
yang dirancang untuk jangka waktu tertentu. Waktu perawatan jangka pendek biasanya berkisar
antar 2 sampai 4 minggu, dan direncanak untuk diagnosis dan evaluasi, intervensi krisis, serta
perencanaan yang komprehensif.

Apabila gejala telah berkurang dan gambaran klnis anak membaik, serta rencana jangka
panjang telah disusun, anak dikeluarkan dari rumah sakit. Penentuan rencana pemulangan anak
kerumahnya, lebih sulit dilakukan pada anak dengan perawatan jangka panjang.

Pada umumnya, pengamatan perawat berfokus pada perubahan perilaku anak. Apakah
anak menunjukan kesadaran dan penggertian tentang dirinya sendriri melalui refleksi diri dan
meningkatnya kemampuan untuk membuat keputusn secara rasional? Anak harus mulai

17
beradaptasi dengan lingkungan nya dan tidak impulsif. Aspek yang perlu di evaluasi, anatar lain,
sebagai berikut.

1. Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku

2. Kemampuan untk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan orang tua secara
wajar

3. Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri

4. Kemampuan untuk menggunakan kegitan program sebagai rekreasi dan proses belajar

5. Respons terhadap peraturan dan rutinitas

6. Status mental secara menyeluruh

7. Koordinasi dan rencana pemulangan

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak pada Usia sekolah merupakan anak denganusia 6-12 tahun, yang artinya sekolah
menjadi pengalaman inti anak, dimana anak dianggap mulai bertanggungjawab atas prilakunya
sendiri dalam hubungan dengan orang tua, teman sebaya dan orang lainnya. Pada masa ini terjadi
perkembangan pada usia sekolah yaitu pada aspekfisik, motorik, kognitif, bahasa, emosi,
kepribadian, moral, spiritual, danpsikososial. Untuk mencapai perkembangan yang optimal pad
ausiasekolah, perlu diberikan stimulasi perkembangan dimana peran orang tua disini menjadi
salah satu factor keberhasilan stimulasi tersebut diberikan. Tugas perkembangan utama pada
tahap ini adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain,
meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di sekolah, meningkatkan keterampilan
motorik halus, dan ekspansi keterampilan motorik kasar.

3.2 Saran

Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami mohon maaf.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tawi, Mirzal. 2010. Asuhan Keperawatan jiwa Pada Anak Usia Sekolah Dasar. http//: asuhan-
keperawatan-pada-kelompok-khusus.html. [17 februari 2020]

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai